Professional Documents
Culture Documents
Memahami Karakteristik Jiwa Remaja Dan Penerapannya Dalam Pendidikan Menurut Islam
Memahami Karakteristik Jiwa Remaja Dan Penerapannya Dalam Pendidikan Menurut Islam
x, bulan x tahun,
EVALUASI PENDIDIKAN
_____________________________________________________________________
Abstract
In the process of Islamic education, goals are ideal targets to be achieved. As we know, the
purpose of national education is to develop the potential of students to become human
beings who believe in and fear God Almighty, have noble character, are healthy,
knowledgeable, capable, creative, independent, and become citizens of a democratic and
responsible state. .In order to realize these national education goals, education in Indonesia
has endeavored to pay attention to the specificity of the task of Islamic education by
placing the factor of developing the nature of students, in which religious values are used
as the basis for the personality of students formed through that process, then the Islamic
ideals that have been formed and animating the participants' personalities will not be
known by Muslim educators, without going through an evaluation process.
The final series of an Islamic educational process is evaluation or assessment. The success
or failure of Islamic education in achieving its goals can be seen after evaluating the output
produced. If the results are in accordance with what has been outlined in the goals of
Islamic education then the educational effort can be considered successful but if it is the
other way around, then it is considered a failure. From this side it can be understood how
important evaluation is in the educational process.
Keywords: Evaluation, Education
Abstrak
Dalam proses pendidikan Islam, tujuan adalah merupakan sasaran ideal yang hendak
dicapai. Seperti yang kita ketahui, tujuan dari pendidikan nasional adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Agar terwujudnya tujuan
pendidikan nasional tersebut, pendidikan di Indonesia telah berupaya dengan
memperhatikan kekhususan tugas pendidikan Islam meletakkan faktor pengembangan
fitrah peserta didik, di mana nilai-nilai agama dijadikan landasan kepribadian peserta didik
yang dibentuk melalui proses itu, maka idealitas Islami yang telah terbentuk dan menjiwai
pribadi peserta tidak akan dapat diketahui oleh pendidik muslim, tanpa melalui proses
evaluasi. Rangkaian akhir dari suatu proses kependidikan Islam adalah evaluasi atau
penilaian. Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam dalam mencapai tujuannya dapat dilihat
setelah dilakukan evaluasi terhadap output yang dihasilkan. Jika hasilnya sesuai dengan
apa yang telah digariskan dalam tujuan pendidikan Islam maka usaha pendidikan itu dapat
dinilai berhasil tetapi jika sebaliknya, maka ia dinilai gagal. Dari sisi ini dapat dipahami
betapa pentingnya evaluasi dalam proses pendidikan.
Kata kunci: Evaluasi, Pendidikan
1
Pendahuluan (Introduction)
Sebuah pendidikan sudah pasti memiliki tujuan dalam pendidikan islaam yaitu
untuk mewujudkan insan yang kamil atau disebut dengan manusia paripurna. Pendidikan
ini bertujuan sebagai bagian dari inti semua kegiatan pendidikan. Sehingga tujuan
pendidikan juga harus disesuaikan oleh seluruh aspek-aspek pendidikn Islam diantaranya
ada metode, ada kegiatan yang sedang berjalan, dan ada kurikulumnya (Fitriani, 2019).
Dengan demikian, pendidikan Islam memiliki tanggung jawab yang besar, salah satunya
yaitu membangun potensi secara lahir dari manusia. Terkait dengan hal itu maka
diperlukan evaluasi untuk melihat suatu tujuan kegiatan tersebut apakah sudah tercapai
atau belum tercapai (Respati, 2020). Dengan evaluasi, maka suatu proses kegiatan bisa
dilihat dari taraf perkembangannya.
Suatu pendidikan islam dapat dikatakan berhasil atau tidak dalam pencapain
tujuannya maka dapat diketahui setelah dilakukannya evaluasi kepada hasil output-output.
Evaluasi dalam pandangan pendidikan islam termasuk kedalam bagian struktur pendidikan
Islam yang berfungsi sebagai langkah untuk mengetahui berhasil atau tidaknya tujuan yang
Hayula: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies, Vol.x, No.x, bulan x tahun,
Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan evaluasi dalam pendidikan juga
merupakan suatu kegiatan yang penting untuk dilakukan. Namun tetap dalam pelaksanaan
harus mengikuti beberapa aspek dalam evaluasi tersebut. Evaluasi yang diharapkan bisa
menambah kualitas dalam pendidikan. Berkaitan dengan hal ini maka penulis mengangkat
tema dalam artikel ini dengan judul “Konsep Evaluasi Pendidikan Islam Perspektif Al-
Qur’an dan Hadist”
Metode pada artikel ini menggunakan studi pustaka (library research) yaitu
metode dengan pengumpulan data dengan cara memahami dan mempelajari teori-
teori dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Studi
pustaka atau kepustakaan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang berkenaan
dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan
penelitian ( Zed, 2003:3). Ada Empat tahap studi pustaka dalam penelitian yaitu
menyiapkan perlengkapan alat yang diperlukan, menyiapkan bibliografi
kerja, mengorganisasikan waktu dan membaca atau mencatat bahan penelitian
(Menurut Zed,2004). Pengumpulan data tersebut menggunakan cara mencari sumber
dan menkontruksi dari berbagai sumber contohnya seperti buku, jurnal dan riset-riset
yang sudah pernah dilakukan.
Dalam penelitian studi pustaka setidaknya ada empat ciri utama yang penulis perlu
perhatikan diantaranya : Pertama, bahwa penulis atau peneliti berhadapan langsung dengan
3
teks (nash) atau data angka, bukan dengan pengetahuan langsung dari lapangan. Kedua,
data pustaka bersifat “siap pakai” artinya peniliti tidak terjung langsung kelapangan karena
peneliti berhadapan langsung dengan sumber data yang ada di perpustakaan. Ketiga,
bahwa data pustaka umumnya adalah sumber sekunder, dalam arti bahwa peneliti
memperoleh bahan atau data dari tangan kedua dan bukan data orisinil dari data pertama di
lapangan. Keempat, bahwa kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh runga dan waktu (Zed,
2003:4-5). Berdasarkan dengan hal tersebut diatas, maka pengumpulan data dalam
penelitian dilakukan dengan menelaah dan/atau mengekplorasi beberapa Jurnal, buku, dan
dokumen-dokumen (baik yang berbentuk cetak maupun elektronik) serta sumber-sumber
data dan atau informasi lainnya yang dianggap relevan dengan penelitian atau kajian.
Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, yang berarti
penilaian, penaksiran, atau evaluasi. Atau berasal dari kata to evaluate yang berarti menilai.
Nilai dalam bahasa Arab disebut al-qimat. Dalam bahasa Arab, juga dijumpai istilah
imtihan, yang berarti ujian, dan khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari proses
kegiatan.
Istilah nilai pada mulanya dipopulerkan oleh Plato. Pembahasan ‘nilai’ secara
khusus diperdalam dalam diskursus filsafat, terutama pada aspek aksiologinya. Begitu
pentingnya kedudukan nilai dalam filsafat, sehingga para filosof meletakan nilai sebagai
muara bagi epistemologi dan ontologi filsafat. Kata nilai kemudian tidak hanya popular
dalam bidang filsafat saja, tetapi sampai pada bidang ekonomi, sosial, pendidikan, dsb.
Dalam ekonomi istilah nilai ditautkan dengan harga. Sedangkan jika diaplikasikan dalam
pendidikan, kata nilai dipahami sebagai memberikan muatan nilai dalam ontologi dan
epistemologi pendidikan, serta mengarakan prosesnya agar tetap mengacu pada nilai.
Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat, namun pada dasarnya sama hanya
berbeda dalam redaksinya saja. Oemar Hamalik mengartikan evaluasi sebagai suatu proses
penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk
tujuan pendidikan. Menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Suharsimi
membedakan antara istilah pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Menurutnya, pengukuran
adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Pengukuran ini bersifat kuantitatif.
Hayula: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies, Vol.x, No.x, bulan x tahun,
Penilaian adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan
buruk secara kualitatif. Sedangkan evaluasi, mencakup pengukuran dan penilaian secara
kuantitatif.
Kata evaluasi dalam wacana keislaman tidak dapat ditemukan padanan yang pasti,
namun terdapat term-term tertentu yang mengarah pada makna evaluasi. Diantaranya
adalah al-Hisab yang memiliki makna mengira, menafsirkan, dan menghitung (QS. Al
Baqarah: 284), al-Bala’ yang bermakna cobaan atau ujian (QS. Al Mulk: 2), al-Hukm yang
bermakna putusan atau vonis (QS. An Naml: 78), al-Qadha yang bermakna putusan (QS.
Thaha: 72), An-Nazhr yang berarti melihat (An-Naml: 27), musibah (ujian) (QS. Ali
Imran: 165, Al Baqarah: 156, An Nisa: 62 dan 79, Ar Rum: 48, Luqman: 17, Al Hadiid:
22, At Taghabun: 11), dan fitnah yang berarti cobaan ujian atau bencana (QS. Al Anfal:
25, Al Furqon: 20, Al Anbiya: 35).
Beberapa term diatas dapat dijadikan petunjuk arti evaluasi secara langsung
ataupun hanya sekedar alat atau proses didalam evaluasi. Hal ini didasarkan asumsi bahwa
Al Quran dan Hadist merupakan asas-asas atau prinsip-prinsip umum pendidikan,
sementara operasionalnya diserahkan penuh kepada para ijtihat umatnya. Term evaluasi
pada taraf berikutnya lebih diorientasikan pada ‘penafsiran atau memberi putusan terhadap
kependidikan’. Setiap tindakan didasarkan atas rencana, tujuan, bahan, alat, dan
lingkungan kependidikan tertentu. Berdasarkan komponen ini, maka peran penilaian
dibutuhkan guna mengetahui sejauh mana keberhasilan pendidikan tercapai.
Jika kata evaluasi dihubungkan dengan kata pendidikan, maka dapat diartikan
sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu terhadap masalah-
masalah yang berkaitan dengan pendidikan, untuk itu evaluasi pendidikan sebenarnya tidak
hanya menilai tentang hasil belajar siswa tersebut, seperti evaluasi terhadap guru,
kurikulum, metode, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya. Selain istilah evaluasi,
terdapat pula istilah lain yang hampir berdekatan, yaitu pengukuran dan penilaian.
Sementara orang lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu
pengertian yang sama, sehingga dalam memaknainya tergantung dari kata mana yang siap
diucapkan.
Dari beberapa pendapat, dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi yaitu suatu
proses dan tindakan yang terencana untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan,
pertumbuhan dan perkembangan (peserta didik) terhadap tujuan (pendidikan), sehingga
5
dapat disusun penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan. Jadi
dengan evaluasi diperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan,
dan kemudian kita dapat menentukan alternatif dan keputusan untuk tindakan berikutnya.
Jadi evaluasi pendidikan Islam yaitu kegiatan penilaian terhadap tingkah laku peserta didik
dari keseluruhan aspek mental-psikologis dan spiritual religius dalam pendidikan Islam,
dalam hal ini tentunya yang menjadi tolak ukur adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan
pelaksanaan evaluasi ini bukan hanya pendidik juga keseluruhan aspek/unsur pendidikan
Islam.
Seperti telah diuraikan bahwa evaluasi itu tidak lain adalah suatu proses
yang sangat penting dalam pengajaran dan menjadi tanggung jawab semua pihak
yang terlibat dalam proses pendidikan. Dalam Pembahasan ini diarahkan pada
bagaimana sistem evaluasi itu menurut Qur'an, dengan fokus yaitu; (1) Kedudukan
evaluasi pendidikan, (2) Tujuan evaluasi (materi, proses, kelulusan dan
penempatan), (3) Prinsip evaluasi, (4) Sasaran evaluasi (kognitif, affektif dan
psikomotor), dan (5) Alat-alat evaluasi (kalimat pertanyaan dan peragaan).
Dalam Qur'an tujuan evaluasi dapat dipahami dari QS. AlAnkabut, 29: 2-3
sebagai berikut. Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka akan dibiarkan (saja)
mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji (dievaluasi) lagi?
Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orangorang yang benar, dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.
7
paling bertakwa kepada-Nya, manusia yang sedang dalam iman dan ketakwaannya
dan manusia yang ingkat kepada ajaran Islam.
Materi evaluasi dapat ditemukan dalam QS. Al-Baqarah, 2: 155, dan QS.
Al-Anbiya, 21:35. Materi evaluasi secara rinci _menurut ayat tersebut aclalah;
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, kematian, kurang bahan makanan,
keburukan dan kebaikan. Bahan atau materi evaluasi clalam ayat yang lain yaitu;
Al-Qur'an (QS. Thaha, : 3, QS. Al-Haqqah, 9: 48, QS. Al-Muddasttsir, 74:54), api
(QS. Waqi'ah, 56:73), peristiwa air bah (QS. Al-Haqqah, 9:12), ayat-ayat Qur'an,
(QS. 76: 29) dan ajaran Tuhan (QS.Abasa, 80:11). Berclasarkan ayat tersebut dapat
diketahui bahwa materi evaluasi menurut Qur'an itu sangat esensial dan harus
dijadikan bahan kurikulum yang diajarkan kepada peserta didik.
Proses evaluasi dalam pendidikan Islam secara esensial berlaku bagi setiap
muslim. Demikian halnya dengan peserta didik yang sadar dan baik, adalah mereka
yang sering mengevaluasi diri sendiri, baik mengenai kelebihan yang hendaknya
dipertahankan maupun kekurangan dan kelemahan yang perlu dibenahi karena
evaluasi itu sendiri henclaknya dilakukan secara objektif (QS. Adz-Dzariyat/51:
21). Bahkan dalam konteks evaluasi diri itu Umar lbn Khattab pemah berkata:
«Evaluasilah dirimu sebelum engkau dievaluasi orang lain." Hal ini mutlak
diperlukan, sebab Allah senantiasa mengawasi dan mengevalusi tindakan manusia
(QS. 42: 6, QS. 50: 22, QS al-Baqarah/ 2:115, dan QS. Muhammacl/47: 4) dengan
cara menugaskan malaikat (QS. Qaaf/50: 18).
Lebih lanjut Djamarah dan Zain menjelaskan bahwa tes formatif digunakan
untuk mengukur satu atau geberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk
memperoleh gambaran tentang daya serap siswa. Tes subsumatif meliputi sejumlah
bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan clalam waktu tertentu, bertujuan
untuk memperoleh gambaran daya serap siswa utnuk meningkatkan tingkat prestasi
belajar siswa. Tes sumatif diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap
bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau
dua tahun pelajaran, bertujuan untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan
belajar siswa clalam suatu periode belajar tertentu.
c) Kelulusan
Siswa dikatakan lulus apabila telah mengilruti ujian atau evaluasi. Masalah
yang dihadapi adalah sampai di tingkat mana prestasi (hasil) upan yang telah
dicapai. Tingkat kelulusan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, dikatakan
istimewa/ maksimal, apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat
dikuasai oleh siswa. Kedua, dikatakan baik sekali/ optimal, apabila sebagian besar
(76% s.d. 99%) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa. Ketiga,
dikatakan baik/minimal apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d.
75% saja dikuasai oleh siswa. Keeempat, dikatakan kurang apabila bahan pelajaran
yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.
9
Katakanlah tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masingmasing (Q.S. al-
Isra':84). Fungsi penilaian penempatan adalah untuk mengetahui keadaan anak
sepintas lalu termasuk keadaan seluruh pribadinya agar anak tersebut dapat
ditempatkan pada posisinya. Tujuan penilaian penempatan yaitu untuk
menempatkan anak didik pada tempat yang sebenarnya berdasarkan bakat, minat,
kemampuan, kesanggupan serta keadaan diri anak sehingga anak tidak mengalami
hambatan dalam mengikuti pelajaran atau setiap program/bahan yang disajikan
guru. Aspek-aspek yang dinilai meliputi keadaan fisik dan psikis, bakat, minat,
kemampuan, pengetahuan, pengalaman keterampilan, sikap, dan aspek-aspek lain
yang dianggap perlu bagi kepentingan pendidikan anak selanjutnya.
Kedua, ranah afektif (sikap dan nilai) meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
(1) aspek penerimaan, (2) aspek sambutan, (3) aspek penilaian, (4) aspek
organisasi, dan (5) aspek karakteristik diri dengan suatu nilai atau kompleks nilai,
ialah menginternalisasikn nilai ke dalam sistem nilai dalam diri individu, yang
berperilaku konsisten dengan sistem nilai tersebut.
11
Menurut M. Arifin, ada tiga tujuan pedagogis dari sistem evaluasi Tuhan
terhadap perbuatan manusia , yaitu
قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم, عن ابى عمر قال, عن عبدهللا بن دينار, جدثنا اسماعيل بن جعفر,حدثنا قتيبة
فحدثونى ماهى؟ فوقع الناس فى شجرة اليوادى قال, وإنها مثل المسلم,ان من شجر شجرة ال يسقط ورقها
رواه البخارى. هي النخلة, قال. حدثنا ماهي يارسول هللا, ثم قالوا. فاستحييت, ووقع فى نفسى أنها النخلة,عبدهللا
عرضنى رسول هللا صلى هللا, عن ابى عمرقال, عن نافع, جدثنا عبد هللا, حدثنا أبى,حدثنا محمد بن عبد هللا بن نمير
Hayula: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies, Vol.x, No.x, bulan x tahun,
وانا بن خمس عشرة سنة, وعرضني يوم الخندق. فام يجوني, وأنا ابن أربع عشرة,عليه وسلم يوم أحد فى القتال
رواه البخاري.فأجزانى
13
Mengevaluasi pendidik, materi pendidikan, dan proses peyampaian
materi pelajaran.
Ishlah
Tazkiyah
Tajdid
Al Dakhil
Yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua peserta didik berupa
raport, ijazah, piagam, dsb.
Hayula: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies, Vol.x, No.x, bulan x tahun,
َيَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َو ُكونُوا َم َع الصَّا ِدقِين
Sejalan dengan sikap obyektif dan jujur tersebut, maka seorang yang
melakukan penilaian harus benar-benar yakin terhadap hasil penilaiannya
itu. Ia tidak boleh menilai sesuatu yang belum diketahui dengan pasti atau
masih meragukan. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi yang artinya:
“Tinggalkan apa yang kau ragu-ragu, kepada apa yang tidak engkau ragu-
ragu. Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada ketenangan, dan dusta
itu membawa kepada keragu-raguan.” (HR. Tirmudzi).
15
Penutup
Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, yang berarti
penilaian, penaksiran, atau evaluasi. Atau berasal dari kata to evaluate yang
berarti menilai. Dalam al-Quran maupun hadis kata evaluasi tidak dapat
ditemukan padanan yang pasti, namun terdapat term-term tertentu yang
mengarah pada makna evaluasi. Diantaranya adalah al-Hisab yang memiliki
makna mengira, menafsirkan, dan menghitung, al-Bala’ yang bermakna
cobaan atau ujian), al-Hukm yang bermakna putusan atau vonis, al-Qadha
yang bermakna putusan, dan An-Nazhr yang berarti melihat musibah (ujian)
dan fitnah yang berarti cobaan ujian atau bencana.
Pustaka (Bibliography)
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.
140-141.
Al-Rasyidin dkk, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
Jakarta: Ciputat Press, 2005.
As-Sijistani, Imam Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Beirut: Maktab ad-Dirasat wa
Al-Buhuts fi Dar Al Fikr.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain Aswan, Strategi Be/ajar Mengajar, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2002), h. 120-121
17
Hamami, Tasman, Pemikiran Pendidikan Islam: Transformasi Kurikulum Pendidikan
Agama Islam di Sekolah Umum, Yogyakarta: Pustaka Book Publizer, 2008.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2008.
Nata, Abudin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan
dan Pemikiran Para Tokohnya, Jakarta: Kalam Mulia, 2009.
Salim, Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Wiyani, Novan Ardy dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar Ruzz
Media, 2012.