Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022


ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN


KEPERCAYAAN DIRI SISWA MELALUI IMPLEMENTASI MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK

Gusti Ayu Mahayukti1, Sariyasa 2, Ni Luh Cipta Sari3


1,2,3
Jurusan Matematika Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja,
Indonesia
1
gustiayumahayukti@undiksha.ac.id, 2sariyasa@undiksha.ac.id3luhciptasari@undiksha.ac.id

IMPROVING STUDENTS’ MATHEMATICAL COMMUNICATION SKILLS AND


SELF-CONFIDENCE THROUGH THE IMPLEMENTATION OF TALKING STICK
AS A COOPERATIVE LEARNING MODEL

ARTICLE HISTORY ABSTRACT


Abstract: This article reports the improvement of students' mathematical communication skills,
students’ self-confidence, and students’ responses through the implementation of the talking
stick as a cooperative learning model. Classroom action research was implemented in three
cycles for class VA with a number of 26 students. Mathematical communication skills test with
a description test was distributed at the end of each cycle, while the questionnaire was used to
collect data on students' self-confidence and responses. The results indicated that there was an
Submitted: average improvement score for students' mathematical communication skills. It began with a
19 November 2021 mean score of 23.46 in the prior reflection to 76.36 in the third cycle. Likewise, students'
learning outcomes have increased from 7.69% in the prior reflection and increased to 84.63%
19th November 2021
in the third cycle. The average score of students' self-confidence in the first cycle, which began
with a mean score of 68.15, increased to 77.96 in the last cycle, and the student’s responses
were categorized in a positive category. It indicated that the implementation of a talking stick
as a cooperative learning model for elementary school students was an alternative solution to
increase the students’ communication skills and self-confidence.

Keywords: cooperative learning model, talking stick, mathematical communication skills,


students’ self-confidence
Accepted:
28 Juli 2022 Abstrak: Artikel ini melaporkan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa,
kepercayaan diri siswa, dan mengetahui tanggapan siswa melalui implementasi model
28th July 2022
pembelajaran kooperatif tipe talking stick. Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan selama
tiga siklus di kelas VA dengan jumlah siswa 26 orang. Tes kemampuan komunikasi matematika
dengan tes uraian yang dilaksanakan pada akhir tiap siklus, sedangkan angket untuk
mengumpulkan data kepercayaan diri dan tanggapan siswa. Hasil penelitian menunjukkan
bahwasanya ada peningkatan rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa. Bermula
dari 23,46 pada refleksi awal menjadi 76,36 pada siklus III. Begitu pula dengan ketuntasan
belajar siswa yang mengalami peningkatan dari 7,69% pada refleksi awal dan terus meningkat
menjadi 84,63% pada siklus III. Rata-rata skor kepercayaan diri siswa pada siklus I yang
berawal dari 68,15 meningkat menjadi 77,96 pada siklus terakhir, dan tanggapan siswa
Published:
berada pada kategori positif. Ini menggambarkan bahwa implementasi model pembelajaran
25 Agustus 2022 kooperatif tipe talking stick pada siswa SD merupakan solusi alternatif untuk meningkatkan
25th August 2022 kemampuan komunikasi dan kepercayaan diri siswa.

Kata Kunci: model pembelajaran kooperatif, talking stick, kemampuan komunikasi


matematis, kepercayaan diri siswa

CITATION
Mahayukti, G, A., Sariyasa., & Sari, N, L. C. (2022). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematis dan Kepercayaan Diri Siswa melalui Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Talking Stick. Primary: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 11 (4), 1283-
1297. DOI: http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1283
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022
ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

PENDAHULUAN matematika di SD belum menunjukan hasil


Berbagai bidang ilmu yang berkaitan yang memuaskan. Hal ini dilihat dari hasil
dengan pengetahuan dan teknologi rata-rata nilai ujian akhir sekolah yang hanya
dibelajarkan di sekolah mulai dari sekolah berkisar pada nilai 5 dan 6 (). Ini merupakan
dasar (SD), salah satunya adalah pelajaran indikator yang menunjukan bahwa
matematika. Matematika merupakan ilmu kemampuan pemahaman siswa terhadap
dasar, baik aspek terapannya maupun aspek pelajaran matematika masih rendah. Padahal,
penalarannya mempunyai peranan penting dengan pemahaman tersebut siswa mestinya
dalam upaya penguasaan ilmu pengetahuan dapat mengkomunikasikan konsep yang telah
dan teknologi (Rangkuti, 2014). Salah satu dipahaminya untuk menyelesaikan masalah
tujuan pembelajaran matematika di SD adalah matematika.
untuk melatih siswa agar mampu Menurut kurikulum 2013 pelajaran
mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, matematika merupakan pembelajaran kompetensi
tabel, diagram, atau media lain untuk dengan memperkuat proses untuk mencapai
menjelaskan keadaan atau masalah. Menurut kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Majid (2013), komunikasi merupakan suatu NCTM (National Council of Teachers of
proses yang melibatkan dua orang atau lebih, Mathematics) menetapkan lima standar proses
dan di dalamnya terjadi proses pertukaran kemampuan matematis yang siswa butuhkan, salah
informasi untuk mencapai suatu tujuan satunya adalah kemampuan komunikasi. Dipertegas
tertentu. Kemampuan komunikasi yang juga dalam Permendikbud RI Nomor 58 Tahun
dimaksud adalah kemampuan komunikasi 2014 bahwa mengomunikasikan gagasan dengan
matematis. Menurut Hadiyanto (2017) simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
kemampuan komunikasi matematis adalah memperjelas keadaan atau masalah. Kemudian
kemampuan peserta didik dalam sebagai jawaban dalam menghadapi tantangan abad
menyampaikan ide matematika baik secara 21, pembelajaran dituntut untuk
lisan maupun tulisan. mengimplementasikan keterampilan 4C (Critical
Untuk mencapai tujuan pembelajaran Thinking, Communication, Collaboration, dan
matematika tersebut, maka seorang guru Creativity). Setiap elemen pendidikan harus mampu
hendaknya dapat menciptakan kondisi dan menghadapi keempat keterampilan tersebut (Ashim,
situasi pembelajaran yang memungkinkan 2019). Salah satu dari empat kompetensi tersebut
siswa aktif membentuk, menemukan, dan adalah communication (komunikasi). Komunikasi
mengembangkan pengetahuannya, sehingga merupakan upaya individu menyampaikan pendapat
siswa dapat membentuk makna dari konsep dan klarifikasi pemahaman (Wahyudin, 2012: 527).
yang dibahas melalui suatu proses belajar dan Adapun indikator kemampuan komunikasi
mengkonstruksinya dalam ingatan yang matematis, yaitu: (1) menulis, dimana siswa mampu
sewaktu-waktu dapat diproses dan memaparkan ide dan gagasannya dengan bahasa
dikembangkan lebih lanjut. Hal ini sesuia sendiri,, (2) menggambar, dimana siswa
dengan pendapat Piaget bahwa pengetahuan memaparkan ide, gagasan pikirannya melalui
atau pemahaman siswa itu ditemukan, gambar, grafik maupun dalam bentuk tabel, (3)
dibentuk dan dikembangkan oleh siswa itu Ekspresi matematika, dimana siswa mampu
sendiri (). Sehubungan dengan hal tersebut, membuat pemodelan matematika dari permasalahan
maka proses pembelajaran matematika perlu yang diberikan (Hadiyanto, 2017). Menurut
mendapat perhatian dan penanganan yang Sumarmo (2012), kegiatan yang tergolong dalam
serius, sebab hasil beberapa penelitian komunikasi matematis diantaranya adalah (1)
menunjukkan bahwa proses pembelajaran menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1284
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022
ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

benda nyata kedalam bahasa, simbol, idea, atau lapangan, khususnya pada kemampuan komunikasi
model matematika (2) menjelaskan idea, situasi dan matematis dan kepercayaan diri siswa. Peneliti
relasi matematika secara lisan atau tulisan (3) menemukan masalah, berdasarkan observasi di kelas
mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang V A pada Bulan Oktober 2019. Adapun temuan
matematika (4) membaca dengan pemahaman suatu yang diperoleh selama observasi lapangan dan
representasi matematika tertulis, dan (5) wawancara bersama wali kelas sekaligus guru mata
mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragrap pelajaran matematika adalah nilai Ulangan Harian
matematika dalam bahasa sendiri Pecahan pada materi penjumlahan dan pengurangan
Selain kemampuan komunikasi matematis pecahan memperoleh rata-rata sebesar 50,57. Empat
sebagai aspek kognitif, berdasarkan Permendikbud orang siswa berhasil mendapatkan nilai di atas KKM
RI Nomor 58 Tahun 2014 adapun tujuan lainnya (68), sebanyak dua orang siswa mendapatkan nilai
yang tidak kalah pentingnya, yakni memiliki sikap ulangan di atas KKM, dengan persentase ketuntasan
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, belajar sebesar 7,7%. Berdasarkan kedua hasil
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat ulangan harian tersebut menunjukkan bahwa
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan mayoritas siswa memperoleh nilai ulangan harian di
percaya diri dalam pemecahan masalah, sehingga, bawah KKM, Pertanyaan guru hanya direspons oleh
kepercayaan diri termasuk dalam tujuan utama kurang 10 siswa, sehingga kondisi kelas kurang
sebagai aspek afektif pembelajaran matematika. kondusif, Antusiasme siswa ketika mengikuti
Ciftci & Yildiz (2019) menyatakan bahwa pembelajaran belum terlihat.
kepercayaan diri diartikan sebagai meyakini segenap Kemudian berdasarkan wawancara dengan
kompetensi yang dimiliki dan menganggap diri beberapa siswa diperoleh hasil bahwa siswa takut
sendiri sebagai individu yang utuh dan berpedoman mengemukakan ide-ide atau gagasannya karena
dengan konsep diri. malu apabila jawaban yang diberikan salah. Dari tes
Hasrudin & Asrul (2020) mengungkapkan awal diperoleh rata-rat sebesar 23,46. Menyikapi
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan masalah tersebut, model pembelajaran yang tepat
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe dan mampu menopang proses konstruksi
talking stick terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V pengetahuan serta pengaplikasiannya dalam
SD, demikian juga hasil penelitian penerapan model menyelesaikan permasalahan yang tentunya
cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan bermuara pada peningkatan kemampuan
prestasi dan kepercayaan diri siswa ( Istiqlal, & komunikasi matematis dan kepercayaan diri siswa
Hijrihani, 2020). Hasil penelitian Dolorosa (2019) sangatlah dibutuhkan. Peneliti memiliki keyakinan
mengungkapkan bahwa dengan menggunakan melalui implementasi model pembelajaran
model kooperatif Talking stick bisa meningkatkan kooperatif tipe talking stick akan dapat
minat dan hasil belajar siswa. Rohcimah, & Suryadi meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
(2018) menemukan bahwa semakin tinggi motivasi dan kepercayaan diri siswa. Adapun tujuan
siswa, maka semakin tinggi pula kepercayaan diri penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan
siswa. Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi komunikasi matematis dan kepercayaan diri siswa
kepercayaan diri siswa maka semakin tinggi melalui implementasi model pembelajaran
motivasi belajar siswa. Oleh karena minat dan kooperatif tipe talking stick .
motivasi juga merupakan faktor dalam diri siswa,
sehingga penulis memiliki dugaan bahwa METODE PENELITIAN
penggunan model pembelajaran kooperatif tipe Penelitian ini termasuk ke dalam jenis
talking stick dalam pembelajaran matematika dapat penelitian tindakan kelas, dengan subjek kelas V A
meningkatkan kepercayaan diri siswa. pada semester ganjil tahun pelajaran 2019/2020
Namun, terdapat kontradiksi antara tujuan sebanyak 26 orang yang terdiri dari 15 orang laki-
pembelajaran matematika dengan fakta yang ada di laki dan 11 orang perempuan. Peneliti berkolaborasi

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1285
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022
ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

dengan guru pengajar dan segenap warga SD di bentuk tes tertulis dengan mengacu pada indikaror
desa baktiseraga Buleleng. Dirancang menjadi dua dari Hadiaynto (2017). Sedangkan teknik
kegiatan utama, pertama refleksi awal dan kedua pengumpulan data kepercayaan diri dan tanggapan
pelaksanaan pembelajaran. Kegiatan yang siswa adalah non tes, dengan pemberian angket. Tes
dilaksanakan dalam refleksi awal yakni observasi, tertulis dan angket kepercayaan diri siswa diberikan
wawancara, dan tes awal kemampuan komunikasi pada akhir tiap siklus. Sedangkan angket tanggapan
matematis. Sedangkan pelaksanaan pembelajaran siswa diberikan satu kali, yakni pada akhir siklus III.
terbagi menjadi tiga siklus, tiap siklus tersusun Setelah data terkumpulkan, data dianalisis dengan
menjadi empat tahap, yaitu: perencanaan tindakan, teknik analisis deskriptif.
pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, dan Adapun tiga indikator keberhasilan yang
refleksi. ditetapkan seperti Tabel 01.
Tes dijadikan sebagai teknik pengumpulan
data kemampuan komunikasi matematis, dalam
Tabel 1. Kreteria Keberhasilan

Aspek Kreteria Keberhasilan


Minimal 75 % dan ada penigkatan
Banyak Siswa yang memperoleh skor tinggi
setiap siklus
Tinggi dan meningkat dari siklus ke
Tingkat Kepercayaan diri siswa
siklus
Tanggapan peserta minimal berkategori
Tanggapan siswa terhadap model yang diterapkan
positif

HASIL DAN PEMBAHASAN siswa kurang mengerti makna dari permasalahan


Sebelum diberikannya tindakan, peneliti tersebut. Untuk menghadapi situasi seperti itu,
melaksanakan melaksanakan observasi, wawancara, diperlukan peran penting dari seorang guru. Guru
dan pemberian tes awal terlebih dahulu. Pada tahap pun membimbing dan menuntun kelompok-
observasi, siswa masih kesulitan dalam kelompok yang memerlukan bantuan.
mengomunikasikan jawaban dari permasalahan. 10 Usai siswa mengerjakan LKS, guru
orang berada dalam kategori sangat rendah, 13 orang menuliskan lirik lagu dengan lirik yang diubah ke
berkategori rendah, dan satu orang berada pada dalam materi matematika. Sembari guru menuliskan
kategori cukup berdasarkan data tes awal. lirik lagu di papan tulis, siswa diminta untuk
Berdasarkan data tes awal, satu siswa berhasil mempersiapkan diri dalam mempresentasikan dan
menempati posisi tinggi. Ketuntasan belajar tes awal memberikan simpulan. Pada fase ini siswa sangat
tersebut adalah 7,69%. aktif dan senang bernyanyi bersama. namun, tidak
Pelaksanaan siklus I berjalan dalam empat sedikit siswa yang tegang karena tidak tahu siapa
kali pertemuan. Masih dijumpai siswa yang yang akan mendapatkan giliran berpresentasi.
mengerjakan LKS secara individu, sedangkan siswa Setelah berakhirnya lagu, siswa yang memegang
lainnya menunggu jawaban akhir dari temannya. tongkat terakhir pun mempresentasikan hasil
Kurangnya tanggung jawab yang dimiliki anggota diskusinya. Guru pun meminta kelompok lainnya
kelompok menjadi faktor penyebab hal tersebut mengecek apakah terdapat perbedaan jawaban
terjadi. Ada pula kelompok yang salah satu dengan teman yang mempresentasikan hasil
anggotanya tidak ingin dibantu oleh anggota lain dan diskusinya. Apabila terdapat perbedaan jawaban
lebih memilih mengerjakannya sendiri. Ada pula siswa dipersilakan untuk mengangkat tangan dan
siswa yang kebingungan dalam menyelesaikan menyampaikan letak perbedaan pendapatnya.
permasalahan pada LKS. Faktor penyebab Mayoritas siswa memiliki kemampuan
timbulnya kebingungan pada siswa yaitu karena pada indikator pertama kemampuan komunikasi

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1286
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022
ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

matematis. Sebaliknya, pada indikator kedua masih lemah, seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Siklus I


Persentase Siswa yang Menjawab Benar
Langkah Penyelesaian
Nomor 1 Nomor 2 Nomor 3 Nomor 4
Mengekspresikan ide matematika 57,7% 65,4% 65,38% 43,6%
Memahami ide matematika 37,5% 35,6% 59,61% 30,77%
Menggunakan istilah, notasi matematika 50% 51,3% 73,07% 47,11%

Dari keempat soal yang diberikan, soal Sebaliknya, soal nomor empat menempati
nomor tiga menempati posisi persentase tertinggi. posisi terendah. Soal tersebut merupakan tipe soal
Soal tersebut merupakan tipe soal dengan aspek dengan aspek kognitif C3. Pada indikator pertama,
kognitif C2. Pada indikator pertama, mendapatkan mendapatkan persentase sebesar 43,6%. Lalu untuk
persentase sebesar 65,38%. Kemudian indikator indikator kedua memperoleh persentase 30,77%.
kedua memperoleh persentase 59,61%. Terakhir Terakhir untuk indikator ketiga memperoleh
untuk indikator ketiga memperoleh persentase persentase sebesar 47,11%. Adapun soal pada butir
sebesar 73,07%. keempat adalah sebagai berikut:

4. Ayah Lani membuat kotak kompos berbentuk kubus dari papan untuk
mengolah sampah daun menjadi kompos. Jika diisi setengahnya, kotak
tersebut dapat menampung 500 dm3 sampah daun. Berapa panjang rusuk
kotak kompos berbentuk kubus tersebut?

Gambar 1. Contoh Soal

Mayoritas siswa telah mampu menjawab diperoleh bahwa indikator kedua menjadi indikator
soal yang tergolong dalam aspek kognitif C2. yang memiliki persentase siswa yang menjawab
Namun, masih perlu meningkatkan kemampuan benar terendah. Seperti ditunjukkan pada untuk
dalam aspek kognitif C3. Selain itu, dari ketiga jawaban siswa butir soal nomor 4 pada Gambar 1.
indikator kemampuan komunikasi matematis

Gambar 2. Jawaban Siswa Butir Soal Nomor Empat

Gambar 1 jawaban siswa mendapatkan menuliskan langkah-langkah penyelesaiannya.


skor dua pada indikator pertama. Hal ini disebabkan Kemudian untuk langkah ketiga siswa memperoleh
karena kurang lengkapnya mendeskripsikan skor dua karena kurang lengkap dalam menuliskan
informasi yang terkandung dari 500 dm3. Kemudian notasi matematika. Seharusnya panjang rusuk ditulis
pada indikator kedua siswa tersebut mendapatkan menggunakan notasi s dan untuk mencari volume
skor tiga karena siswa mampu menuliskan jawaban kubus menggunakan V.
dengan benar. Namun, kurang lengkap dalam

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1287
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022
ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

Gambar 2 berikut menyajikan sebaran


ketuntasan belajar pada siklus I.

Gambar 3. Grafik Sebaran Ketuntasan Belajar Secara Klasikal pada Siklus I

Berdasarkan Gambar 2, kategori sangat belajar pada siklus ini secara berturut-turut 51,54 dan
tinggi diduduki oleh tiga orang siswa (11,54%), 34,62%. Sehingga, belum tercapai salah satu
enam orang (26,92%) dalam kategori tinggi, cukup indikator keberhasilan dalam pelaksanaan siklus ini.
sebanyak tujuh orang (26,92%), dan 10 orang Berikutnya Tabel 3 menyajikan persentase
(38,46%) dalam kategori rendah. Adapun rata-rata sebaran kriteria kepercayaan diri siklus I.
kemampuan komunikasi matematis dan ketuntasan

Tabel 3. Persentase Sebaran Kriteria Kepercayaan Diri Siswa Siklus I


Sangat Sangat
Rendah Cukup Tinggi
Rendah Tinggi
Banyak 18
− − 8 orang −
Siswa orang
Persentase 0% 0% 69,23% 30,77% 0%

Dari kelima indikator kepercayaan diri sajalah yang bisa menjawab. Hal ini memiliki arti
siswa, indikator optimisme dan mengetahui bahwa siswa merasa orang lain lebih mampu dari
kelebihan dan kekurangan diri memperoleh skor dirinya sendiri dan mudah merasa putus asa sebelum
rendah. Untuk memperkuat hasil tersebut, peneliti mencoba sesuatu, bisa diibaratkan bahwa siswa
mewawancarai wali kelas sekaligus guru tersebut sudah kalah sebelum berperang. Selain itu,
matematika. Berdasarkan hasil wawancara, siswa wali kelas juga menambahkan bahwa beberapa
merasa kurang optimis ketika mengerjakan soal-soal siswa merasa tidak berani apabila diminta berdiri di
matematika. Bahkan dalam mata pelajaran lain depan kelas, tidak berani tersebut dikarenakan
(tematik) siswa juga masih merasa kurang yakin kurangnya rasa percaya diri siswa.
dapat mengerjakannya. Mereka biasanya hanya Gambar 3 berikut menunjukkan sebaran
yakin bahwa siswa dengan peringkat satu di kelas kriteria dalam bentuk grafik.

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1288
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022
ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

Gambar 4. Sebaran Kriteria Kepercayaan Diri Siswa pada Siklus I

Diperoleh rata-rata sebesar 68,15. Dengan mengerjakan LKS di depan teman-teman. Selain itu,
persentase kepercayaan diri siswa pada kriteria rasa takut apabila disoraki oleh teman ketika
minimal tinggi sebesar 30,77% (delapan orang). jawaban yang dibuat ternyata keliru menjadi salah
Begitu pula dengan indikator kemampuan satu momok bagi siswa untuk mempresentasikan
komunikasi matematis, indikator keberhasilan belum hasil kerjanya. Pada tahap penutup, ketika guru
mampu tercapai dari kepercayaan diri siswa. meminta salah satu siswa memberikan simpulan.
Adapun kendala yang dijumpai pada siklus Banyak siswa yang sudah tidak fokus dengan arahan
ini yaitu mayoritas siswa bertanya langsung kepada guru dan simpulan yang disampaikan salah satu
guru tanpa berdiskusi dengan teman sekelompok temannya.
terlebih dahulu. Meskipun salah satu teman Adapun solusi yang ditawarkan yaitu guru
sekelompoknya mengetahui jawaban yang dicari meminta siswa lebih fokus dalam berdiskusi dan
oleh siswa tersebut. Ketika tahap berdiskusi, masing- turut serta berpartisipasi aktif dalam menyampaikan
masing kelompok hanya mendapatkan satu LKS. gagasan dalam kelompok dan di depan kelas. Siswa
Dikarenakan keterbatasan LKS tersebut juga dihimbau agar disiplin dalam mengelilingkan
menyebabkan kurangnya kesempatan seluruh tongkat secara estafet. Guru menginstruksikan
anggota kelompok mencermati dan menyelesaikan kepada siswa yang sudah lebih dahulu paham atau
LKS yang diberikan. Sehingga ditemukan siswa memiliki kemampuan lebih agar membimbing siswa
yang mengerjakan LKS secara individu, sedangkan yang belum memahami permasalahan dalam LKS.
anggota lainnya menunggu siswa yang telah Begitu pula sebaliknya, bagi siswa yang belum
menyelesaikan LKS. Pada saat berdiskusi dominan memahami permasalahan dalam LKS agar aktif
siswa bertanya terlebih dahulu kepada guru, sebelum bertanya dengan anggota kelompok yang sudah
membaca petunjuk yang telah tercantum dengan memahami lebih awal. Guru membagikan dua
baik. Siswa juga dominan menanyakan bagaimana sampai tiga LKS untuk masing-masing kelompok
penyelesaian secara langsung, yang seharusnya untuk mencegah terdapatnya siswa yang belum
didiskusikan dengan teman sekelompok. Ketika lagu mendapatkan kesempatan membaca LKS. Ketika
berakhir, terdapat siswa yang malu dan tidak ingin siswa pemegang tongkat terakhir tidak ingin
mempresentasikan hasil kerjanya. Terdapat pulsa mempresentasikan hasil kerjanya, guru memotivasi
siswa yang mengeluh dan mengatakan tidak bisa dan memberikan penguatan positif berupa “Kamu
mempresentasikan hasil kerjanya. Meskipun siswa pasti bisa, ayo dicoba dulu”. Hal lainnya yang
tersebut sudah menyelesaikan LKS yang diberikan. disampaikan yaitu, “Jika kamu merasa kesulitan, Ibu
Siswa tersebut merasa minder atau kurang percaya pasti bantu”. Guru juga menginformasikan bahwa
diri menjadi faktor penyebab tidak mampu dalam apabila berani untuk tampil di depan kelas akan
menunjukkan diri bahwa mereka mampu diberikan poin tambahan. Dengan begitu diharapkan

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1289
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022
ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

kepercayaan diri siswa berkurang dan siswa lainnya atau guru. Tak lupa, siswa juga diberikan arahan bagi
lebih mempersiapkan diri apabila mendapatkan yang sudah mampu memahami dan menyelesaikan
giliran menjadi pemegang tongkat terakhir. Guru LKS untuk menjelaskan kepada temannya.
memperingatkan siswa bahwa sikap selama proses Dalam siklus ini siswa mulai aktif
pembelajaran juga dinilai dan menjadi bahan berpartisipasi dalam mengungkapkan ide-ide dan
evaluasi untuk orang tua siswa. Selain itu, guru pendapatnya, meskipun belum semua siswa terlibat
memberikan wejangan untuk tidak mengejek atau aktif namun sudah terlihat adanya peningkatan dari
menyoraki teman yang bertanya, menjawab, dan siklus sebelumnya. Dengan diberikannya motivasi
mempresentasikan hasil kerjanya. dan penghargaan kepada siswa sangat memotivasi
Penelitian diteruskan ke siklus II, terdapat mereka dalam menunjukkan diri. Mayoritas
siswa yang hanya menunggu jawaban dari teman kemampuan memahami, menginterpretasi, dan
lainnya pada sesi diskusi kelompok. Sehingga, siswa mengevaluasi ide-ide matematis telah mengalami
tersebut hanya bergantungan dengan orang lain dan peningkatan dibandingkan siklus sebelumnya. Rata-
tidak ingin mencoba untuk memahami rata nilai yang diperoleh dari siklus ini adalah sebesar
permasalahan. Siswa pun didekati oleh guru dan 68,42. Tabel 4 berikut menerangkan secara rinci
diberikan pendekatan serta memotivasinya untuk hasil tes kemampuan komunikasi matematis pada
ikut berpartisipasi dalam kelompok. Siswa tersebut siklus II.
didorong untuk bertanya kepada teman sekelompok

Tabel 4. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Siklus II


Persentase Siswa yang Menjawab Benar
Langkah Penyelesaian
Nomor 1 Nomor 2 Nomor 3 Nomor 4 Nomor 5
Mengekspresikan ide
51,28% 79,49% 82,05% − −
matematika
Memahami ide matematika 43,27% 53,85% 78,85% 94,23% 92,31%
Menggunakan istilah, notasi
48,72% 52,56% 69,23% − −
matematika

Dari kelima soal yang diteskan, dalam indikator jaring-jaring kubus dan balok. Persentase
langkah memahami ide matematika soal butir siswa dalam menjawab soal nomor satu paling
keempat dan kelima memiliki persentase yang tinggi rendah di antara lima butir soal yang diberikan.
dalam hal siswa yang menjawab benar. Kedua soal Adapun soal pada nomor satu, sebagai berikut:
tersebut berada dalam level kognitif C2 dengan

Gambar 5. Contoh Soal

Dari butir soal nomor satu tersebut, mengolah informasi ukuran satuan panjang dan
persentase siswa yang menjawab benar pada tinggi yang diberikan.
langkah pertama (mengekspresikan ide-ide Langkah kedua yaitu memahami ide-ide
matematis) yaitu 51,28%. Mayoritas siswa mampu matematis memiliki persentase paling rendah, yaitu
menuliskan kembali informasi pada soal. Namun, sebesar 43,27%. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
terdapat beberapa siswa yang masih keliru dalam siswa yang belum memahami dengan baik

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1290
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022
ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

informasi-informasi yang diberikan pada soal. Siswa memiliki persentase 48,72%. Informasi pada soal
masih keliru dan belum memahami bagaimana cara mengenai panjang balok, siswa kerap menuliskan
mengolah ukuran yang diberikan. Sehingga langsung cm, meskipun pada soal dituliskan kali
mayoritas siswa menghitung volume dengan lebarnya. Namun apabila siswa diberikan soal
ukuran-ukuran yang diberikan pada soal tanpa dengan satuan yang sama, mereka tidak memiliki
mengolah informasi pada soal terlebih dahulu. masalah yang signifikan.
Kemudian untuk langkah ketiga dalam Gambar 6 berikut menyajikan jawaban
penggunaan istilah dan notasi dalam matematika siswa untuk butir soal nomor satu.

Gambar 6. Jawaban Siswa Butir Soal Nomor Satu

Dari Gambar 6 nampak siswa belum tepat panjang yang digunakan. Gambar 7 menerangkan
dalam memberikan informasi mengenai ukuran sebaran ketuntasan belajar pada siklus II.

Gambar 7. Sebaran Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Siklus II

Dapat ditarik simpulan bahwa telah terjadi mencapai 65,38% (17 orang) dari total keseluruhan
peningkatan nilai kemampuan komunikasi siswa. Sehingga dibutuhkan pelaksanaan lanjutan ke
matematis siswa daripada siklus I. Namun siklus berikutnya (siklus III). Kemudian pada 5
banyaknya siswa yang berada dalam kategori ringkasan sebaran kriteria kepercayaan diri siswa.
minimal tinggi belum mencapai 75%, yakni hanya

Tabel 5. Persentase Sebaran Kriteria Kepercayaan Diri Siswa Siklus II


Sangat Sangat
Rendah Cukup Tinggi
Rendah Tinggi
Banyak 14
− − 12 orang −
Siswa orang
Persentase 0% 0% 46,15% 53,85% 0%

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1291
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022
ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

Berdasarkan Tabel 5 diperoleh bahwa tidak Penelitian diakhiri oleh siklus III, selama
ada siswa yang tergolong ke dalam kriteria sangat berjalannya siklus ini siswa terlihat sudah berani
rendah dan rendah, begitu pula dengan kriteria untuk mengomunikasikan jawaban atau ide-idenya
sangat tinggi. Kemudian untuk kriteria cukup di depan teman-teman, serta mengomunikasikan
ditempati oleh 12 siswa dan 14 siswa dalam kriteria dalam bentuk tertulis. Siswa mampu menggunakan
tinggi. Diperoleh rata-rata skor angket sebesar 72,77 waktu dalam berdiskusi dengan baik. Siswa yang
yang tergolong dalam kriteria tinggi. Apabila belum menemukan jawaban, tidak ragu untuk
dibandingkan dengan siklus I, rata-rata skor pada bertanya kepada teman sekelompoknya yang
siklus ini telah mengalami peningkatan. Sehingga, memiliki kemampuan lebih. Kecenderungan siswa
salah satu indikator keberhasilan telah tercapai pada dalam bermain-main dengan teman saat berdiskusi
siklus ini. sudah berkurang jika dibandingkan dalam
Pelaksanaan siklus ini telah mengalami pelaksanaan siklus sebelumnya. Faktor penyebabnya
peningkatan, adapun peningkatan-peningkatan yaitu guru memberikan pendekatan kepada siswa-
tersebut dipaparkan sebagai berikut. Siswa sangat siswa tertentu dan diberikan nasihat serta motivasi
bersemangat ketika belajar secara kelompok. Dalam yang menekankan bahwa sikap selama proses
menyelesaikan permasalahan LKS, sebagian besar pembelajaran menjadi poin penting dalam penilaian.
siswa turut aktif berperan serta dan teman yang Guru menginformasikan kepada siswa untuk tidak
terlebih dahulu memahami memiliki rasa bergantungan dengan teman tertentu dalam
bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada rekan kelompok. Namun, LKS yang dikerjakan sebagai
sekelompoknya. Penghargaan dan umpan balik tanggung jawab seluruh kelompok karena di akhir
positif yang diberikan oleh guru berupa nilai tambah pembelajaran tidak ada yang mengetahui siapa yang
mendorong siswa untuk lebih berani menunjukkan mendapatkan giliran mempresentasikan hasil
diri dan berpartisipasi aktif. Siswa tidak menyoraki kerjanya. Dalam pelaksanaan presentasi, siswa yang
dan mengejek teman yang memberikan jawaban mendapatkan giliran memegang tongkat paling akhir
yang kurang tepat atau teman yang bertanya tidak ragu-ragu dalam berpresentasi. Pelaksanaan
mengenai pertanyaan yang dirasa mudah. diskusi selama siklus ini berjalan dengan efektif dan
Adapun kendala yang dijumpai dalam efisien.
siklus ini yaitu terdapat kelompok yang kurang Siswa terlihat menikmati kegiatan
mampu mengatur waktu dalam mengerjakan LKS, pembelajaran. Bahkan sebelum pelajaran dimulai,
kelompok tersebut memerlukan waktu lama untuk siswa aktif membaca buku dan tidak ada meja yang
mengerjakan permasalahan yang diberikan. Dalam kosong tanpa buku matematika. Sebagian besar
upaya mengatasi permasalahan tersebut guru siswa sudah semakin percaya diri menyampaikan
memberikan pengawasan lebih intensif kepada pendapatnya dari tempat duduk atau di depan kelas.
masing-masing kelompok, menegur siswa yang Hal ini disebabkan percaya diri tidak muncul begitu
bermain-main, dan memberikan pendekatan kepada saja, tetapi percaya diri itu ditumbuhkan (Wilson,
siswa tersebut. Serta, memberikan motivasi dan 2014), sedangkan menurut Ghufron (2016)
arahan bahwa LKS bukan untuk dilimpahkan kepercayaan diri adalah sikap pada diri seseorang
kepada siswa-siswa tertentu saja, namun merupakan yang dapat menerima kenyataan, dapat
keberhasilan bersama dalam satu kelompok. Diskusi mengembangkan kesadaran diri, berpikir positif,
kelompok tidaklah memiliki tujuan untuk memiliki kemandirian, dan mempunyai kemampuan
menimbulkan gejala ketergantungan antaranggota untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang
kelompok, melainkan menggiatkan peran seluruh diinginkan. Ringkasan hasil penelitian siklus III
anggota kelompok dalam berpartisipasi terkait kemampuan komunikasi seperti pada Tabel 6
menyelesaikan permasalahan. .

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1292
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022
ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

Tabel 6. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Siklus III
Persentase Siswa yang Menjawab Benar
Langkah Penyelesaian
Nomor 1 Nomor 2 Nomor 3 Nomor 4
Mengekspresikan ide matematika − 91,03% 92,31% 71,79%
Memahami ide matematika 97,12% 51,92% 93,27% 42,31%
Menggunakan istilah, notasi
− 84,62% 80,77% 65,38%
matematika
Dari keempat soal yang diberikan, soal level kognitif C3. Adapun soal nomor empat, adalah
butir keempat memiliki persentase siswa menjawab sebagai berikut:
benar paling rendah. Soal tersebut berada dalam
4. Sebuah perpustakaan memiliki 5 rak buku. Adapun informasi dari
banyaknya buku pada masing-masing rak adalah sebagai berikut:
 Banyak buku di rak 2 adalah 50 buku lebih banyak dari rak 1.
 Rak 3 dapat menampung buku setengah dari banyak buku di rak 2.
 Rak 4 menampung buku tiga kali lipat dari banyak buku di rak 3.
 Rak 5 menampung buku 50 lebih sedikit dari rak 4.
 Rak 3 menampung 150 buku.
Tentukan:

a. Jumlah seluruh buku di perpustakaan tersebut.


b. Diagram batang banyak buku untuk setiap rak yang ada di
perpustakaan.

Dari butir soal nomor empat tersebut, rak sesuai informasi pada soal. Sehingga tidak
persentase siswa yang menjawab benar pada sedikit siswa tidak menuliskan jawaban dari
langkah pertama (mengekspresikan ide-ide banyaknya buku pada kelima rak yang ada.
matematis) yaitu 71,79%. Langkah kedua yaitu Kemudian untuk langkah ketiga memiliki persentase
memahami ide-ide matematis memiliki persentase 65,38%.
yang paling kecil, yaitu sebesar 42,31%. Hal ini Berikut disajikan jawaban dari salah satu siswa
dikarenakan banyaknya siswa yang masih keliru terhadap soal butir nomor empat tersebut.
dalam menghitung buku-buku pada masing-masing

Gambar 8. Jawaban Siswa untuk Butir Soal Nomor Empat

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1293
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022
ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

Pada Gambar 8 siswa memperoleh skor penyelesaian. Gambar 9 berikut menyajikan sebaran
maksimal untuk masing-masing langkah ketuntasan belajar pada siklus III.

Gambar 9. Sebaran Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Siklus III

Rata-rata dan ketuntasan belajar 10. Siswa berkriteria tinggi mengalami penambahan
kemampuan komunikasi matematis pada siklus ini pada siklus ini, yakni sebanyak 22 siswa. Kemudian
secara berturut-turut adalah 76,36 dan 84,62% (22 siswa yang tergolong dalam kriteria cukup sebanyak
dari 26 siswa). Dengan demikian, penelitian ini telah empat siswa. Namun, masih sama seperti siklus
berhasil mencapai salah satu indikator keberhasilan sebelumnya, tidak ada siswa berkriteria sangat
dari penelitian karena siswa yang termasuk dalam tinggi.
kategori minimal tinggi mampu melebihi 75%, Gambar 10 berikut memvisualisasikan
yakni 84,62%. grafik sebaran data mengenai kepercayaan diri siswa
Kemudian, kepercayaan diri siswa untuk pada siklus ini.
masing-masing kriteria pada siklus III pada Gambar

Gambar 10. Sebaran Kriteria Kepercayaan Diri Siswa pada Siklus III

Siklus ini memperoleh rata-rata sebesar komunikasi matematis dan kepercayaan diri siswa
77,96 yang berarti telah mengalami peningkatan. kelas V A, peningkatan maksimal terjadi pada siklus
Selain itu, rata-rata skor angket berhasil menempati terakhir. Hasil ini didukung dari hasil penelitian
kriteria tinggi. Sehingga mampu mencapai salah satu Widyaningrum (2015) bahwa subjek yang
indikator keberhasilan yang ditetapkan. mempunyai kepercayaan diri sedang maupun tinggi
Pemaparan di atas membuktikan bahwa dapat mengungkapkan pendapatnya dalam diskusi
penelitian ini mampu meningkatkan kemampuan kelas, dan diperkuat lagi oleh Jahani & Behzadi

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1294
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022
ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

(2014) bahwa ada hubungan kuat antara percaya diri Tabel 9 berikut ini menyajikan ringkasan data
dan kemampuan matematika. kemampuan komunikasi matematis siswa pada
tahap refleksi awal hingga siklus III.

Tabel 7. Persentase Tanggapan Siswa


Sangat Negatif Negatif Cukup Positif Sangat Positif
Banyak Siswa 0 0 6 17 3
Persentase 0% 0% 23,08% 65,38% 11,54%

Adapun rata-rata yang diperoleh adalah kegiatan awal dalam pembelajaran menggunakan
sebesar sebesar 57,54. Sehingga, dapat ditarik pengetahuan awal siswa sebagai titik awal dalam
simpulan bahwa siswa memiliki tanggapan positif. mempelajari konsep matematika yang baru.
Dengan begitu, seluruh indikator keberhasilan siswa Kegiatan inti pembelajaran bermula dari
berhasil dalam penelitian ini. guru memberi arahan mengenai rencana
Dengan adanya bantuan lagu yang telah pembelajaran dan membentuk kelompok. Awalnya
diubah liriknya menjadi materi matematika sangat LKS yang diberikan guru terbatas, yaitu satu LKS
membantu siswa dalam mengingat pelajaran. Pada untuk setiap kelompok. Hal ini menyebabkan
tahap pendahuluan, pembelajaran dimulai dengan kurangnya kesempatan setiap anggota kelompok
mengangkat permasalahan-permasalahan yang untuk ikut mencermati dan menyelesaikan LKS
sering dihadapi oleh siswa dan menghubungkannya yang diberikan. Sebagai langkah perbaikan, guru
dengan materi saat itu. Siswa juga turut aktif membagikan dua hingga tiga LKS pada setiap
memberikan pendapat dan pengalaman mengenai kelompok. Dengan tujuan agar setiap anggota
contoh-contoh kejadian di sekitarnya yang kelompok memiliki kesempatan lebih banyak
berhubungan dengan materi pelajaran. Dalam salah mencermati LKS.
satu sesi proses pembelajaran, siswa diarahkan untuk Saat diskusi berlangsung, terdapat siswa
memikirkan benda-benda sekitar yang memiliki yang kurang memahami mengenai maksud dari
bentuk seperti kubus dan balok, seperti kotak pensil. permasalahan dan petunjuk-petunjuk yang ada pada
Guru pun meminta siswa menebak bagaimana cara LKS. Sehingga guru harus mampu berperan sebagai
menentukan volume kotak pensil tersebut. Karena fasilitator, yaitu dengan memberikan dukungan
kotak pensil tersebut berbentuk balok, guru belajar secara intensif dan terstruktur saat diskusi
menekankan kembali bahwa siswa dapat mencari kelompok berlangsung. Selaras dengan konsep zone
volume balok tersebut dengan konsep volume of proximal development (ZPD) yang dikemukakan
bangun ruang balok. Pertanyaan-pertanyaan Vygotsky (Upton, 2012) bahwa proses belajar, siswa
pancingan diberikan oleh guru dan memotivasi belum memiliki kemampuan yang matang, namun
siswa untuk berani mengungkapkan pendapatnya. masih berada pada proses pematangan. Sebelum
Dengan aktivitas tersebut, diharapkan mampu siswa mampu menyelesaikan permasalahan yang
menghubungkan pengetahuan awal atau diberikan secara mandiri, siswa perlu dibantu dalam
pengalaman yang dimilikinya dengan konsep yang proses belajarnya, sehingga guru sebagai fasilitator
akan dipelajarinya. Didukung oleh pernyataan wajib mempersiapkan berbagai jenis dukungan yang
Cord(1999) yang menyatakan bahwa kegiatan dapat memfasilitasi siswa agar. Bantuan-bantuan
menghubungkan pengetahuan yang dimiliki siswa yang diberikan guru dapat berupa cognitive
baik pengalaman-pengalaman yang pernah dialami scaffolding seperti pemberian contoh-contoh
siswa serta kejadian di lingkungan sekitar siswa masalah yang serupa, petunjuk atau pedoman
dengan materi pembelajaran merupakan pengajaran, serta langkah-langkah atau prosedur
pembelajaran matematika dalam konteks dunia dalam melakukan tugas (Upton, 2012).
nyata. Pembelajaran juga sangat bermakna jika

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1295
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022
ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

Kerja sama dalam kelompok sangatlah pembelajaran menjadi poin yang sangat penting.
penting, sesuai dengan pernyataan Borko & Selain itu, dapat juga berupa pemberian nilai
Mayfield (dalam Davtyan, 2014) yang menyebutkan tambahan kepada siswa yang berkontribusi aktif
bahwa siswa yang bekerja sendiri biasanya tidak sebagai bentuk pemberian motivasi.
memiliki kemajuan sebaik siswa-siswa yang Namun, masih terdapat kelemahan dari
berkolaborasi dalam suatu kelompok. Berkolaborasi diimplementasikannya model pembelajaran ini
dalam suatu kelompok dapat menopang siswa dalam yakni membuat siswa merasa tegang karena ketika
menyelesaikan permasalahan yang kompleks tidak ada yang mengetahui siapa yang mendapatkan
melalui komunikasi yang efektif serta saling berbagi kesempatan mempresentasikan hasil kerjanya. Siswa
informasi (Davtyan, 2014). Selama pelaksanaan yang belum memahami materi merasa takut dan
penelitian, guru memberikan arahan agar siswa gelisah apabila tongkat berada di tangannya ketika
mampu belajar kelompok secara kooperatif, lagu berakhir.
bukannya melimpahkan seluruh kewajiban kepada Seluruh indikator keberhasilan dalam
siswa tertentu saja. Selaras dengan Anitah, dkk penelitian ini telah terlampaui. Dengan demikian,
(2014) bahwa pembelajaran kooperatif memiliki masalah mengenai rendahnya kemampuan
makna untuk mengaktifkan seluruh anggota komunikasi matematis dan kepercayaan diri siswa di
kelompok untuk berpartisipasi dalam menyelesaikan kelas V A. telah berhasil diatasi dengan
permasalahan. Dalam pembelajaran kooperatif mengimplementasikan model pembelajaran
menggunakan kelompok kecil, sehingga siswa kooperatif tipe talking stick.
berkolaborasi untuk mengoptimalkan kegiatan
belajar untuk diri sendiri serta kelompok. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dengan pengerjaan berbagai permasalahan, Kemampuan komunikasi matematis dan
siswa menjadi terbiasa mengomunikasikan kepercayaan diri siswa selama pengimplementasian
jawabannya dalam menyelesaikan masalah. model pembelajaran kooperatif tipe talking stick
Sehingga, mampu menguatkan kemampuan telah mengalami peningkatan. Siswa yang berhasil
komunikasi matematis siswa. Crawford (2001:12) menduduki kategori minimal tinggi dalam
mengatakan bahwa metode pembelajaran yang kemampuan komunikasi matematis yakni sebanyak
diterapkan berpusat pada kegiatan pembelajaran, 22 siswa (84,62%) dengan rata-rata yang semakin
artinya guru harus menitikberatkan pada pemberian meningkat dari siklus sebelumnya. Begitu pula
tugas sebagai sesuatu yang signifikan dan absah dengan rata-rata kepercayaan diri siswa telah
memiliki kebermaknaan dalam kehidupan sehari- menjangkau kategori tinggi. Tanggapan siswa pun
hari. telah mencapai kategori positif.
Guru memotivasi, membimbing, dan
pendekatan kepada siswa berperan serta dalam DAFTAR PUSTAKA
mengekspresikan gagasan, hasil diskusi, Anitah, W,S. dkk. (2014). Strategi Pembelajaran di
menyanggah, dan menjawab. Apabila terdapat ide- SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
ide siswa yang masih keliru guru dapat Ashim, M., dkk. (2019). Perlunya Komunikasi
mengetahuinya dan bersama-sama memperbaiknya. Matematika dan Mobile Learning Setting
Guru menginformasikan pada tahap presentasi tidak Problem Based Learning untuk
ada yang tahu siapa yang mendapatkan giliran, jadi Meningkatkan Kemampuan 4C di Era
siswa harus menyiapkannya dengan matang agar Disrupsi. PRISMA 2, 687 – 697. DOI:
mampu mempresentasikan dengan baik. Dikutip dari http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/pris
Depdiknas (2016), ketika siswa memiliki motivasi ma/
maka mereka memiliki minat dalam mempelajari Ciftci, S. K., & P Yildiz. (2019). The Effect of Self
matematika. Oleh sebab itu, pemberian motivasi Confidence on Mathematics Achievement:
untuk turut serta berpartisipasi dalam proses The MetaAnalysis of Trends in

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1296
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
VOLUME 11 NOMOR 4 AGUSTUS 2022
ISSN : 2303-1514 | E-ISSN : 2598-5949
DOI : http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v11i4.8539
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP

International Mathematics and Science Jahani, F. & Behzadi, M. H. (2014). Effect of


Study. Internasional Journal of Instruction, Self-Believe of Students on
12(2), 683 – 694. Doi: Educational Progress of Mathematics.
10.29333/iji.2019.12243a. Jurnal Mathematics Education Trends
Cord. (1999). Teaching Mathematics Contextually: and Research:1-8, DOI:
The Cornerstone of Tech Prep. Texas: http://www.ispacs.com/journals/metr/2
CORD Communication, Inc. 014/metr-00057/.
Crawford, M. L. (2001). Teaching contextually: Istiqlal, M., & Hijrihani, C.,P. (2020). Upaya
Research, rationale, and techniques for Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa
improving students motivation and Melalui Metode Student Teams
achievement in mathematics and Science. Achievement Divisions. Jurnal
Texas: CCI Publishing. Tersedia pada: Mercumatika: Jurnal Penelitian
http://www.cord.org/uploadedfiles/Teachin Matematika dan Pendidikan
g%20Contextually%20(Crawford).pdf Matematika,4(2): 94-101.
Davtyan, R. (2014). Contextual Learning. ASEE NCTM, (2000). Principles and Standards for School
2014 Zone I Conference University of Mathematics. United States: The National
Bridgeport. Bridgeport. Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Depdiknas. (2016). Panduan Pengembangan Permendikbud RI No. 58 Tahun 2014 Tentang
Silabus Mata Pelajaran Matematika. Kurikulum 2013 Sekolah Menengah
Jakarta: Dirjen Managemen Pendidikan Pertama.
Dasar dan Menengah, Diknas. Rangkuti, A., N. (2014). Konstruktivisme dan
Dolorosa, M. (2019). Penerapan Model Pembelajaran Matematika, Jurnal Darul
Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking ‘Ilmi, 2(2):61-76.
Stick dalam Meningkatkan Minat dan Hasil Rochimah, N. & Suryadi, S. (2018). Pengaruh
Belajar siswa pada Materi Jaringan Motivasi Berprestasi dan Kepercayaan
Hewan. Edudikara: Jurnal Pendidikan Dan Diri Terhadap Belajar Mandiri
Pembelajaran, 4(4), 292-303. DOI: Mahasiswa. El-Banar: Jurnal
https://doi.org/10.32585/edudikara.v4i4.172 Pendidikan dan Pengajaran, 1(1):7-12.
. Sumarmo, Utari. 2012. Bahan Belajar Matakuliah
Fatimah, E. (2010). Psikologi Perkembangan. Proses Berpikir Matematik.
Bangung: Pustaka Seci. Bandung: STKIP Siliwangi.
Ghufron, MN & R Risnawati.(2016). Teori-Teori Upton, P. (2012). Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Erlangga.
Hadiyanto. (2017). Kemampuan Komunikasi Wahyudin. (2012). Filsafat dan Model-Model
Matematis dalam Pembelajaran Pembelajaran Matematika. Bandung:
Matematika. AdmathEdu, 7(1):9-18. Mandiri.
Hasrudin,F. & Asrul (2020). Pengaruh Model Wilson, C. 2014. Creative Confidence Concept
Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Action: Self-Confidence Secrets, First
Stick Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Edition. Lulu Press.
Pelajaran IPA di SD Inpres 16 Kabupaten
Sorong. Jurnal Papeda: 2 (2): 94-102.

Gusti Ayu mahayukti, Sariyasa, Ni Luh Ciptasari | Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, Kemampuan
komunikasi matematis, Kepercayaan diri siswa
Halaman | 1297

You might also like