Edukasi Pada Remaja Kesehatan Mental Mendukung Program Merdeka Stunting

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

EDUKASI PADA REMAJA KESEHATAN MENTAL MENDUKUNG

PROGRAM MERDEKA STUNTING

Penulis 1 : Yustiana Olfah *


Afiliasi Penulis 1 : Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Email Penulis 1 : yustianajogja@gmail.com
WhatsApp Aktif : 081345319767

Penulis 2 : Tri Siswati


Afiliasi Penulis 2 : Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Email Penulis 2 : trisiswati@gmail.com
WhatsApp Aktif : 087739666204

Penulis 3 : Ellen Nur Azizah


Afiliasi Penulis 2 : Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Email Penulis 2 : azizahellen27@gmail.com
WhatsApp Aktif : 083116999752

Stunting is a condition of failure to thrive in children caused by malnutrition which is characterized by a


stunted body. Stunting children are at risk for obesity and non-communicable diseases, have weaker
immune conditions, and stunted cognitive development which can cause learning performance to be less
than optimal. One of the causes of stunting is early pregnancy caused by early marriage. Early marriage
risks causing problems not only physically but also mentally. The psychological condition of pregnant and
lactating mothers causes an influence on the physical condition of the mother and baby so that they will be
at risk of stunting. Vice versa, children who are stunted are at risk of having an unhealthy mentality. Based
on these problems, community service was carried out with the aim of making children mentally healthy
as an effort to prevent stunting. Early knowledge for adolescents will increase information to prevent
stunting. Community service activities are carried out by providing mental health counseling, inviting joint
gymnastics, providing germas motivation, and signing healthy commitments. The activity was attended by
all students of SMA N 1 Tempel. After the activity was carried out, a questionnaire was given about the
mental health campaign. The results of the questionnaire show that more than half of adolescents'
knowledge is in the sufficient category as much as 74.9%. More than half of teenagers behaved withdrawn
as much as 71.5%, more than half of teenagers behaved helplessly as much as 53.7%, more than half of
teenagers behaved deviantly with anger as much as 74.0%, more than half of teenagers did not experience
sleep disorders as much as 55, 4%, and more than half of adolescents do not have difficult behavior asking
for help as much as 57.9%. Mental conditions affect physical conditions, adolescents must have a healthy
mentality in order to prevent stunting.

Keywords: Adolescents, stunting, mental health

Template Artikel | 1
J.Abdimas: Community Health
INTISARI
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak yang disebabkan karena kekurangan gizi yang
ditandai dengan tubuh kerdil. Anak yang stunting berisiko mengalami obesitas dan penyakit tidak
menular, memiliki kondisi kekebalan tubuh yang lebih lemah, dan terhambatnya perkembangan kognitif
yang dapat menyebabkan performa belajar menjadi kurang optimal. Salah satu penyebab stunting yaitu
kehamilan usia dini yang diakibatkan pernikahan dini. Pernikahan dini berisiko menyebabkan
permasalahan tidak hanya secara fisik namun juga mental. Kondisi kejiwaan ibu hamil dan menyusui
menyebabkan adanya pengaruh bagi kondisi fisik ibu dan bayi sehingga akan berisiko stunting. Begitu
pula sebaliknya, anak yang stunting berisiko memiliki mental yang tidak sehat. Berdasarkan
permasalahan tersebut, dilakukan pengabdian masyarakat dengan tujuan agar remaja sehat mental
sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya stunting. Pengetahuan kesehatan mental dan gizi pada
remaja serta stunting akan meningkatkan informasi guna meningkatkan kesehatan mental sehingga
dapat meningkatkan pengendalian diri pada remaja agar tidak melakukan prilaku yang negatif yang
beresiko salah satunya adalah kehamilan usia dini sehingga dapat mencegah terjadinya stunting.
Kegiatan pengabmas dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan mental dan gizi pada remaja
serta stunting, mengajak senam bersama, memberikan motivasi germas, dan penandatangan komitmen
sehat. Kegiatan diikuti oleh seluruh siswa SMA N 1 Tempel. Setelah dilakukan kegiatan kemudian
diberikan kuesioner mengenai kesehatan mental , gizi pada remaja dan stunting. Dari hasil kuesioner
yang diikuti oleh 354 siswa yang terdiri dari 166 laki-laki dan 188 perempuan menunjukkan bahwa
pengetahuan remaja lebih dari setengah dalam kategori cukup sebanyak 74,9%. Sedangkan terkait
dengan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan mental pada remaja didapatkan lebih dari
setengah remaja berperilaku cenderung menarik diri saat merasa kecewa atau terluka sebanyak 71,5%,
lebih dari setengah remaja berperilaku sering merasa tidak berdaya sebanyak 53,7%, lebih dari setengah
remaja berperilaku cenderung menyimpan amarah sebanyak 74,0%, lebih dari setengah remaja tidak
mengalami gangguan tidur sebanyak 55,4%, dan lebih dari setengah remaja tidak berperilaku sulit
meminta bantuan pada teman, guru maupun orang tua saat menghadapi masalah sebanyak 57,9%.
Kondisi mental mempengaruhi kondisi fisik, remaja harus memiliki mental yang sehat agar dapat
membantu pengendalian diri sehingga ke depannya dapat mencegah terjadinya stunting.

Kata kunci: Remaja, stunting, kesehatan mental

PENDAHULUAN
Stunting merupakan kondisi gagal dalam proses pertumbuhan maupun perkembangan
pada anak akibat dari kekurangan gizi sejak 1000 HPK yang ditandai dengan tubuh lebih
pendek (kerdil) (Teja, 2022).
Prevalensi stunting di Indonesia menduduki urutan ketiga se-Asia Tenggara dengan rata-
rata 36,4% selama tahun 2005-2007(Surjaningrum et al., 2021). Anak yang stunting berisiko
mengalami obesitas dan penyakit tidak menular, memiliki kondisi kekebalan tubuh yang lebih
lemah, dan terhambatnya perkembangan kognitif yang dapat menyebabkan performa belajar
menjadi kurang optimal. Stunting disebabkan oleh multifaktor mulai dari kurangnya gizi anak
sejak seribu hari pertama kehidupan hingga usia 23 bulan, faktor pola asuh keluarga yang salah,
ekonomi, lingkungan dan budaya (Teja, 2022). Selain itu masalah gizi pada ibu hamil seperti
KEK dan anemia berisiko melahirkan anak dengan stunting. Stunting mempengaruhi

Template Artikel | 2
J.Abdimas: Community Health
kecerdasan dan kesehatan anak yang sifatnya permanen serta sulit diperbaiki (Kementrian
Kesehatan RI, 2018).
Remaja yang tidak sehat secara mental berpotensi memiliki pengendalian diri yang
kurang sehingga berisiko mengalami pernikahan dini. Pernikahan dini adalah pernikahan yang
terjadi pada anak di bawah umur. Indonesia merupakan negara dengan angka pernikahan dini
tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja (Syahadatina, 2018). Kabupaten Sleman merupakan
kabupaten dengan angka pernikahan dini terbanyak di DIYogyakarta, tercatat 324 kasus
pernikahan dini, 252 kasus kehamilan tidak diinginkan, 83 kasus kasus persalinan yang terjadi pada
remaja (Dinkes Sleman, 2020). Perilaku seksual seperti pola pacaran yang tidak sehat akan
mempengaruhi terjadinya kehamilan usia dini (Krisna Dewi & Lubis, 2012). Pernikahan dini
menyebabkan remaja mengalami kehamilan usia dini yang akan berdampak pada masalah
kesehatan baik secara fisik, psikis, mental, dan sosial anak. Selain itu kehamilan usia dini juga
akan berdampak pada anak yang dilahirkan seperti mengalami stunting.
Anak dengan stunting berisiko memiliki mental yang tidak sehat. Begitu pula sebaliknya
remaja yang melakukan pernikahan dini berisiko mengalami mental yang tidak sehat. Remaja
sebagai individu yang sedang mengalami periode kritis perkembangan karena terjadi
perkembangan hormonal, fisik, psikologis, dan sosial yang cepat (Batubara, 2016). Perubahan
yang terjadi pada diri remaja memicu konflik antara konflik dengan dirinya dan konflik dengan
lingkungan sekitar. Jika konflik tidak dapat diselesaikan dengan baik akan memberikan
dampak pada pematangan karakter dan memicu terjadinya gangguan mental (Batubara, 2016).
Kesehatan mental adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki perasaan bersalah, dapat
menerima kekurangan dan kelemahan secara realistis, memiliki kemampuan menghadapi
masalah, puas dengan kehidupan sosialnya dan memiliki kebahagiaan hidup (Pieper, J. dan
Uden, 2006). Remaja harus memiliki mental yang sehat, agar dapat menghadapi tantangan
masa depan, tumbuh dan berkembang dengan baik, memiliki pengendalian diri yang baik agar
terhindar dari prilaku negatif seperti pernikahan dini dan dapat belajar dengan optimal.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka dilakukan pengabdian masyarakat dengan tujuan
mencegah stunting dengan membangun kesehatan mental yang baik pada remaja.

METODE
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan upaya melalui kegiatan pengabdian
kepada masyarakat dengan memberikan penyuluhan tentang kesehatan mental, gizi pada
remaja dan stunting sebagai salah satu upaya mencegah stunting. Pelaksanaan kegiatan diikuti
oleh seluruh siswa kelas X, XI, dan XII sejumlah 354 siswa/siswi. Kegiatan dilakukan secara
luring dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Kegiatan pengabmas dilakukan
selama dua kali pertemuan pada tanggal 12 Juli 2022 dan 13 Juli 2022.
Pada pertemuan pertama dilakukan penyuluhan kesehatan dengan materi “Gizi pada
Masa Remaja dan stunting” yang disampaikan oleh Dr. Tri Siswati, SKM, M. Kes. Materi kedua
mengenai “Kesehatan Mental pada Remaja” yang disampaikan oleh Dr. Yustiana Olfah, APP,
M.Kes. Kegiatan dilaksanakan di Aula SMA N 1 Tempel Sleman dari jam 08.00-11.00 WIB.
Setelah diberikan penyuluhan, kemudian dilakukan sesi diskusi tanya jawab.

Template Artikel | 3
J.Abdimas: Community Health
Pada pertemuan kedua dilakukan di lapangan olahraga SMA N 1 Tempel dengan
kegiatan yaitu pertama yaitu senam sehat yang diikuti seluruh civitas sekolah yang
dilaksanakan mulai pukul 08.00-09.00 WIB. Kegiatan kedua yaitu pemberian motivasi germas
mulai pukul 09.00-10.00 WIB, kemudian jeda istirahat selama tiga puluh menit dan dilanjutkan
dengan kegiatan terakhir yaitu penandatangan komitmen sehat seluruh civitas sekolah baik
murid maupun guru selama kurang lebih satu jam.
Setelah kegiatan terakhir selesai dilaksanakan, para siswa siswi SMA N 1 Tempel
diberikan kuesioner mengenai kampanye remaja sehat. Kuesioner terdiri dari pengetahuan
remaja terkait gizi, stunting dan pertanyaan perilaku seputar kesehatan mental yang dialami
pada remaja. Hasil dari pengukuran pengetahuan dikategorikan menjadi tiga yaitu
pengetahuan baik, cukup, dan kurang. Untuk hasil pengukuran pernyataan perilaku
dikategorikan menjadi dua yaitu pernah mengalami dan tidak pernah mengalami. Setelah
kegiatan selesai dilakukan, dilakukan analisis hasil kuesioner yang kemudian akan
dipresentasikan didepan dewan guru SMA N 1 Tempel. Selain itu kegiatan ini telah
dipublikasikan di Bernas dan Inilah Jogja 15 Juli 2022.
Gambar 1. Diagram Kegiatan Pengabdian Kepada SMA N 1 Tempel

Koordinasi Kegiatan Kegiatan Analisis


Kegiatan Penyuluhan Outdoor Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kegiatan pengabdian masyarakat dilakukan di SMA N 1 Tempel. SMA N 1 Tempel
merupakan sekolah menengah atas negeri dengan akreditasi A yang berdiri sejak tahun 1997.
Lokasi SMA N 1 Tempel berada di Banjarharjo, Pondok Rejo, Tempel, Sleman dan terdiri dari
dua jurusan yaitu IPA dan IPS. Kegiatan masyarakat ini diikuti 354 siswa maupun siswi yang
dilakukan selama dua hari yaitu tanggal 12 dan 13 Juli 2022. Sebelum kegiatan dilaksanakan
telah dilakukan koordinasi dengan guru agar kegiatan tidak terlalu menggangu proses belajar
dan mengajar dan telah disetujui oleh kepala sekolah. Adapun uraian kegiatannya sebagai
berikut :
Waktu Uraian Kegiatan Keterangan
Hari Pertama, 12
Juli 2022
08.00-09.15 WIB Penyuluhan kesehatan materi Disampaikan oleh : Dr. Tri Siswati,
pertama” “Gizi pada Masa SKM, M. Kes
Remaja dan Stunting” Lokasi : Aula SMA N 1 Tempel
9.15-10.30 WIB Penyuluhan kesehatan materi Disampaikan oleh : Dr. Yustiana
ke dua” “Kesehatan Mental pada Olfah, APP, M.Kes
Remaja” Lokasi : Aula SMA N 1 Tempel
10.30-11.00 WIB Diskusi tanya jawab Diikuti oleh seluruh siswa/siswi

Template Artikel | 4
J.Abdimas: Community Health
Hari Kedua, 13 Juli
2022
08.00-09.00 WIB Senam sehat Diikuti oleh : Seluruh civitas sekolah
09.00-10.00 WIB Pemberian motivasi germas Diikuti oleh : Seluruh civitas sekolah
10.00-10.30 WIB Jeda istirahat -
10.30-selesai Penandatangan komitmen sehat Diikuti oleh : Seluruh civitas sekolah
Pengisian quetioner

Gambar 1. E-poster Kegiatan Pengabdian Masyarakat di SMA N 1 Tempel

Gambar 2. Dokumentasi Kegiatan Pengabdian Masyarakat di SMA N 1 Tempel

Setelah kegiatan selesai dilakukan, dibagikan kuesioner mengenai gizi pada remaja dan
stunting serta kesehatan mental kepada seluruh siswa. Hasil dari kuesioner yang diisi oleh 354
siswa menunjukkan, lebih dari setengah siswa berjenis kelamin perempuan sebanyak 188

Template Artikel | 5
J.Abdimas: Community Health
siswa (53%). Untuk umur, paling banyak siswa berumur 15 tahun sebanyak 106 siswa (29,9%).
Berikut hasil jawaban dari kuesioner yang telah diberikan.

Gambar 4. Tingkat Pengetahuan Remaja


Tingkat Pengetahuan
300
250
200
265
150
100
50 78 11
0
Baik Cukup Kurang

Dari gambar 4, dapat dilihat bahwa lebih dari setengah remaja atau 265 siswa memiliki
pengetahuan cukup mengenai kesehatan mental, gizi pada remaja dan stunting sebanyak
74,9%.

Gambar 5. Perilaku Terkait Aspek Kesehatan Mental


1. Perilaku Menarik Diri 2. Perilaku Tidak Berdaya

29%
46% 54%
71%

Ya Tidak Ya Tidak

3. Perilaku Menyimpan 4. Gangguan Tidur


Amarah

26% 45%
55%
74%

Ya Tidak Ya Tidak

Template Artikel | 6
J.Abdimas: Community Health
5. Perilaku Sulit Meminta
Bantuan

58%42%

Ya Tidak

Dari gambar 5, dapat dilihat bahwa lebih dari setengah remaja berperilaku menarik diri
saat merasa kecewa atau terluka sebanyak 253 siswa (71,5%), lebih dari setengah remaja
berperilaku tidak berdaya sebanyak 190 siswa (53,7%), lebih dari setengah remaja berperilaku
cenderung menyimpan amarah sebanyak 262 siswa (74,0%), lebih dari setengah remaja tidak
mengalami gangguan tidur sebanyak 196 siswa (55,4%), dan lebih dari setengah remaja tidak
berperilaku kesulitan meminta bantuan sebanyak 205 siswa (57,9%).
Remaja merupakan masa periode kritis perkembangan dalam kehidupan dimana terjadi
banyak perubahan dari anak menjadi dewasa (Batubara, 2016). Perubahan fisik pada remaja
laki-laki seperti terjadinya mimpi basah, suara yang memberat, tumbuhnya jakun, perubahan
pada proporsi tubuh, pertumbuhan rambut pubis, pertumbuhan jenggot dan kumis. Pada
remaja perempuan terjadi menstruasi, pertumbuhan rambut pada pubis, pertumbuhan
payudara dan pinggul yang membesar serta suara yang semakin halus. Terjadi perubahan
secara fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat sehingga menimbulkan stress dan dapat
menimbulkan perilaku unik pada remaja (Stuart, 2016). Perubahan-perubahan yang terjadi
akan menyebabkan remaja kehilangan identitas diri. Menurut Robert Havighurst dalam
(Sarlito, 2012) tugas perkembangan remaja yaitu mampu menerima kondisi fisik serta mampu
memanfaatkannya kondisi fisiknya seefektif mungkin, mampu menerima hubungan dengan
teman sebaya, mampu menerima perannya sesuai dengan jenis kelamin, mampu melepas
ketergantungan diri terhadap orang tua dan orang dewasa, mampu bertingkah laku sosial yang
bertanggung jawab dan lain sebagainya. Salah satu ciri remaja menurut (Hurlock, 2002) yaitu
masa pencarian identitas diri, dimana remaja sedang kejelasan diri mengenai siapa dirinya dan
peran dirinya. Remaja yang telah menemukan identitas diri akan memiliki pandangan yang
jelas tentang dirinya dan apa yang harus dilakukan serta dijauhi. Oleh karena itu, remaja harus
memiliki pengetahuan yang baik. Pengetahuan mempengaruhi perilaku remaja. Jika tidak
memiliki pengetahuan yang baik, remaja akan memiliki perilaku menyimpang seperti perilaku
seksual pranikah yang dapat menjerusmuskan remaja pada pernikahan dini. Pernikahan dini
menyebabkan terjadinya kehamilan pada remaja.
Kehamilan dini pada remaja memicu banyak masalah kesehatan baik pada ibu maupun
bayi. Terdapat risiko tersendiri bagi remaja yang mengalami kehamilan dikarenakan kondisi
otot-otot rahim yang masih lemah dan belum berkembang secara sempurna (Krisna Dewi &
Lubis, 2012). Akibat dari kondisi tersebut, remaja rentan mengalami risiko komplikasi
persalinan lebih tinggi seperti terjadinya perdarahan, anemia, eklamasia, dan fistula obstetric
(Syahadatina, 2018). Pada bayi yang dilahirkan, akan beresiko mengalami bayi dengan berat

Template Artikel | 7
J.Abdimas: Community Health
badan rendah, bayi premature, dan stunting. Hal tersebut terjadi karena remaja sedang dalam
pertumbuhan dimana pemenuhan gizi yang seharusnya dibutuhkan oleh remaja harus terbagi
dengan janin sehingga janin tidak mendapatkan nutrisi yang maksimal. Selain itu, remaja
sedang dalam masa pubertas sehingga terjadi banyak perubahan pada tubuh remaja.
Terjadinya perubahan kadang membuat remaja menjadi sensitif dan malu sehingga berusaha
mengubah perubahan yang ada. Diet-diet ekstrem sering dilakukan remaja menyebabkan
remaja menjadi kurang gizi. Kurangnya gizi pada ibu hamil ini akan melahirkan anak dengan
kondisi stunting. Stunting tidak hanya tentang persoalan fisik tubuh yang pendek. Jika
ditelusuri lebih jauh, perkembangan anak stunting dengan anak sehat berbeda. Anak dengan
stunting beresiko memiliki daya tahan tubuh yang lebih rentan, berisiko terhadap penyakit
tidak menular, terhambatnya perkembangan kognitif, dan masalah gangguan mental.
Gangguan kesehatan mental merupakan gangguan yang sering dialami oleh remaja
disebabkan karena remaja sedang dalam masa krisis identitas sehingga rentan mengalami
masalah. Menurut Depkes dalam (Sumiati, 2009), ciri-ciri sehat jiwa yaitu merasa nyaman
dengan diri sendiri, merasa nyaman dengan berinteraksi dengan orang lain, dan memiliki
kebutuhan hidup. Hasil dari penelitian menunjukkan masih banyak remaja yang berisiko
mengalami masalah gangguan mental. Macam bentuk gangguan kesehatan mental diantaranya
yakni ansietas/kecemasan, depresi, gangguan tidur, kehilangan semangat, ada ide menyakiti
diri sendiri hingga ingin bunuh diri (Davies, T., Craig, 2009). Dari hasil analisis, dapat dilihat
bahwa gangguan kesehatan mental yang banyak dialami remaja yakni berperilaku menarik diri
saat merasa kecewa atau terluka sebanyak 253 siswa (71,5%), berperilaku tidak berdaya
sebanyak 190 siswa (53,7%), berperilaku cenderung menyimpan amarah sebanyak 262 siswa
(74,0%). Perlu adanya tindak lanjut untuk deteksi dini masalah emosi dan perilaku pada remaja
sehingga dapat dilakukan pencegahan masalah emosi dan perilaku lebih awal untuk
menciptakan remaja yang sehat mental.
Menurut (Surjaningrum, 2018) kondisi kejiwaan ibu hamil dan menyusui
mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi. Ibu hamil yang depresi berpotensi mengalami pre-
eklampsia, melahirkan bayi premature, bayi dengan berat lahir rendah, dan berkepala kecil.
Ibu yang depresi saat menyusui berpengaruh pada kondisi air susu ibu sehingga
mengakibatkan volume air susu yang sedikit dan durasi menyusui yang pendek. Selain itu, ibu
dengan masalah kejiwaan seperti depresi kurang dalam memperhatikan kesehatan diri dan
janinnya. Oleh karena itu remaja putri sebagai calon ibu harus sehat mental dan memiliki status
gizi yang baik agar dapat mencegah terjadinya stunting pada anak keturunannya. Anak dengan
stunting tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Jika tidak segera ditindak lanjuti
akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Komitmen pemerintah dalam
mempercepat perbaikan gizi dengan memprioritaskan Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000
HPK) merupakan salah satu upaya untuk mengatasi stunting. Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi tertuang dalam Perpres Nomor 42 tahun 2013 sebagai upaya Bersama antara
pemerintah dengan masyarakat (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Bentuk intervensi yang
diberikan pemerintah dengan sasaran ibu hamil yakni dengan memberikan makanan
tambahan dan pemberian tablet tambah darah. Kemudian didukung dengan memberikan

Template Artikel | 8
J.Abdimas: Community Health
suplemen kalsium serta pemeriksaan kehamilan. Bagi anak dan ibu menyusui, intervensi yang
diberikan dengan memberikan ASI ekslusif, pemberian makanan tambahan, penatalaksaan gizi
buruk, dan lain sebagainya. Untuk remaja putri dan wanita usia subur (WUS), intervensi yang
dilakukan yakni pemberian tablet tambah darah, penatalaksaan gizi buruk, makanan tambahan
untuk pemulihan gizi kurang, dan pemantauan serta promosi kesehatan (Teja, 2022).

KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan masyarakat yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa
pengetahuan mengenai nutrisi pada remaja , stunting dan kesehatan mental dalam kategori
cukup sedangkan perilaku terkait aspek kesehatan mental menunjukkan gangguan kesehatan
mental yang banyak dialami remaja yakni berperilaku menarik diri saat merasa kecewa atau
terluka, berperilaku tidak berdaya, dan berperilaku cenderung menyimpan amarah. Kelebihan
dari pengabdian masyarakat ini yaitu mengangkat isu kesehatan mental sesuai dengan
permasalahan tersembunyi yang sering dialami remaja dan mengangkat masalah stunting
sesuai permasalahan yang sedang di hadapi Indonesia. Selain itu, kegiatan ini dapat dilakukan
secara luring dengan tetap mempertahankan protokol kesehatan yang sesuai sehingga kegiatan
pengabdian masyarakat dapat terlaksana dengan maksimal. Kekurangan dari kegiatan
pengabdian masyarakat ini yaitu keterbatasan waktu dan biaya untuk langsung
menindaklanjuti hasil sehingga perlu direncanakan pada kegiatan berikutnya walaupun sudah
ada solusi dengan disosialisasikan kepada guru diharapkan dapat memberikan arahan kepada
siswa.

APRESIASI
Terima kasih penulis ucapkan kepada kepala Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
beserta jajarannya yang telah memberikan fasilitas, mendukung, dan membantu kegiatan
masyarakat baik secara materi maupun non materi. Terima kasih kepala sekolah SMA Negeri 1
Tempel yang telah memberikan izin dan memberikan fasilitas untuk mendukung kegiatan.
Terima kasih kepada guru dan para staf yang telah membantu serta memberikan dukungan
sehingga kegiatan pengabdian masyarakat dalam terlaksana dengan baik. Terima kasih kepada
seluruh siswa-siswi SMA Negeri 1 Tempel yang telah berpartisipasi dengan antusias mengikuti
kegiatan pengabdian masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Batubara, J. R. (2016). Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari Pediatri, 12(1), 21.
https://doi.org/10.14238/sp12.1.2010.21-9
Dinas Kabupaten Sleman. (2021). Data Laporan PKPR Tahun 2020. Yogyakarta : Kabupaten Sleman.
Davies, T., Craig, T. (2009). ABC Kesehatan Mental. Jakarta: EGC.
Hurlock, E. B. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlanga.
Kementrian Kesehatan RI. (2018). Cegah Stunting, itu Penting. Pusat Data Dan Informasi, Kementerian
Kesehatan RI, 1–27.
https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/Buletin-Stunting-
2018.pdf

Template Artikel | 9
J.Abdimas: Community Health
Krisna Dewi, D., & Lubis, D. (2012). Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Tentang Kehamilan
Usia Dini Di Kota Denpasar. Archive of Community Health, 1(1), 63–68.
Pieper, J. dan Uden, M. V. (2006). Religion in Coping and Mental Health Care. New York: York University
Press, Inc.
Sarlito, W. S. (2012). Psikologi remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Stuart, G. . (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore: Elsevier.
Sumiati, Dkk. (2009). Kesehatan Jiwa Remaja dan Konseling. Jakarta: Trans Info Media.
Surjaningrum, E. R. (2018). COMMUNITY HEALTH WORKERS IN INTEGRATED MENTAL HEALTH CARE
FOR PERINATAL DEPRESSION IN SURABAYA , INDONESIA A thesis submitted in total fulfilment of the
requirements of the degree of Doctor of Philosophy Global and Cultural Mental Health Unit , Centre
for. March.
Syahadatina, M. dkk. (2018). “Klinik Dana” Sebagai Upaya Pencegahan Pernikahan Dini. In “Klinik Dana”
Sebagai Upaya Pencegahan Pernikahan Dini. https://kesmas.ulm.ac.id/id/wp-
content/uploads/2019/02/BUKU-AJAR-PERNIKAHAN-DINI.pdf&ved2ahUKEwj-
iKfG9vDuAhWclbcAHbcKD0sQFjAAegQlARAB&usg=AOvVaw14zKXV7Tnp9_PlYQ6av08l&cshid=1
613565398099
Teja, M. (2022). PERCEPATAN PENURUNAN PREVALENSI STUNTING 14 %. April.

Template Artikel | 10
J.Abdimas: Community Health

You might also like