Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 76

STUDI KELAYAKAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah

memproritaskan aktifitas usaha disegala bidang, sehingga aktifitas tersebut dapat

meningkatkan pendapatan asli daerah yang akan menunjang kesejahteraan

masyarakat. Salah satu usaha yang diterapkan adalah eksploitasi sumber daya

alam berupa batu gamping melalui kegiatan pertambangan.

Dalam pemanfaatan batu gamping di desa Pudonggala Kecamatan Sawa

Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara oleh masyarakat sekitarnya

hanya digunakan untuk pondasi dan belum dimanfaatkan secara maksimal

sehingga daerah yang kaya akan sumberdaya alam tersebut belum dapat

dikelolah dengan baik padahal daerah tersebut didukung fasilitas yang menunjang

seperti misalnya kemudahan dalam hal transportasi dan strategisnya lokasi

pertambangan.

Salah satu perusahaan yang tertarik untuk melakukan kegiatan

pertambangan adalah PT. Wirsha Mineral Indonesia Sebagai respon positif

Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara yang telah memberikan persetujuan izin

usaha pertambangan (IUP) Eksplorasi kepada PT. Wirsha Mineral Indonesia

melalui Surat Keputusan Kepala Koordinasi Badan Penanaman Modal Daerah

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor

333/BKPMD-PTSP/VII/2016 tentang Pemeberian Izin Usaha Pertambangan (IUP)

Ekplorasi dengan luas 18,2 Ha yang secara administratif terletak di desa

Pudonggala Kecamatan Sawa, Kabupaten Konawe Utara, dengan harapan bahwa

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

perusahaan dapat melakukan penambangan dengan pengelolaan yang baik dan

bertanggung jawab, dengan mengedepankan aspek kelestarian lingkungan hidup.

Untuk mewujudkan hal tersebut maka dalam proses penambangan hams

menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan berwawasan lingkungan karena dalam

proses kegiatan penambangan selalu dibarengi dengan penurunan kualitas

lingkungan hidup yang dapat berlangsung dalam jangka panjang karena

terbukanya kawasan-kawasan yang memiliki vegetasi, menurunnya produktivitas

lahan, perubahan bentang lahan/topografi, pencemaran, penurunan kualitas dan

kuantitas air dan terganggunya siklus hidrologis disekitar lokasi penambangan.

Keadaan ini akan berimplikasi terhadap hilangnya sumber mata pencaharian

penduduk sekitar, menurunnya tingkat kesehatan manusia, terganggunya

perkembangan biota perairan dan hilangnya habitat satwa liar tertentu. Selain itu,

di sekitar lokasi penambangan dimungkinkan terjadinya perubahan perilaku hidup

masyarakat, yang seringkali dapat menimbulkan permasalahan sosial yang sangat

rumit.

1.2. Maksud dan Tujuan

Dalam rangka dilaksanakannya dan disusunnya dokumen studi kelayakan,

ini adalah :

1. Memastikan kelayakan teknis dan kelayakan finansial penambangan Batu

Gamping yang akan di lakukan PT. Wirsha Mineral Indonesia .

2. Mengkaji manfaat kegiatan penambangan Batu Gamping untuk pemerintah,

masyarakat dan perusahaan.

Sedangkan Tujuan dari dokumen Studi kelayakan adalah untuk melengkapi

salah satu persyaratan dalam rangka administrasi dalam rangka peningkatan Izin

Usaha Pertambangan Eksplorasi (IUP Eksplorasi) menjadi Izin Usaha

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP).

1.3. Ruang Lingkup dan Metode Studi

Adapun ruang lingkup studi adalah semua komponen ada hubungan dengan

kegiatan proses penambangan nikel yaitu:

1. Keadaan umum seperti lokasi dan luas wilayah kuasa pertambangan,

kesampaian daerah dan sarana / prasarana perhubungan, keadaan

lingkungan daerah, penduduk dan pencaharian, keadaan flora dan fauna serta

iklim dan sosial ekonomi, topografi dan geomorfologi

2. Geologi dan keadaan endapan seperti litiologi, struktur dan geoteknik serta

keadaan endapan dalam bentuk dan penyebaran endapan, sifat dan kualitas

endapan dan cara perhitungan cadangan baik jumlah maupun kualifikasi.

3. Rencana penambangan mulai dari sistem / metode dan tata cara

penambangan sampai dengan rencana penanganan sisa cadangan pada

pasca tambang.

4. Pengangkutan dan penimbunan dengan menggunakan peralatan dan tata

caranya.

5. Lingkungan dan keselamatan kerja seperti dampak lingkungan dan

pengelolaannya serta pemantauan lingkungan dan keselamatan dan

kesehatan kerja.

6. Organisasi dan tenaga kerja seperti bagan organisasi, jumlah dan kriteria

tenaga kerja dan tingkat gaji upah serta sistem kerja.

7. Pemasaran yang disesuaikan dengan kebijakan pemerintah dan prospek

pemasaran baik dalam negeri maupun luar negeri serta jumlah dan jenisnya.

8. Investasi dan analisis kelayakan. Tentang biaya produksi, pendapatan

penjualan dengan beberapa perhitungan baik secara cash flow Break Even

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Point (BEP) dan pengembalian modal serta analisis kepekaan dan resiko.

Untuk Metode Studi dilakukan dengan metode deskriptif atau menjelaskan

gambaran kelayakan dalam penambangan ini. Adapun pelaksanaan studi

dilakukan dengan jalan survey wawancara dalam pengambilan data primer dan

data sekunder dari berbagai pihak yang berkaitan denga hal-hal studi kelayakan

di wilayah studi.

1.4. Pelaksana Studi

Pelaksana studi dalam rangka penyusunan studi kelayakan terdiri dari 3

(tiga) orang yaitu 1 orang Geologist, 1 orang Miner, dan 1 orang Administration

and Accounting.

1.5. Jadwal Waktu Studi

Penyusunan studi kelayakan penambangan Batu Gamping di areal Izin

Usaha Pertambangan Eksplorasi PT. Wirsha Mineral Indonesia seluas 18,2 hektar

yang berlokasi di Kecamatan Sawa Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi

Tenggara. Pelaksanaan Studi dilaksanakan selama 2 (Dua) bulan yang dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut:

Tabel 1.1. Jadwal Waktu Studi


November 2016 Desember 2016
No Pekerjaan Minggu Ke- Minggu Ke-
I II III IV I II III IV
I. Pengumpulan data skunder
II. Peninjauan lapangan dan pengambilan data primer
III. Pengujian Laborarorium
IV. Pembuatan laporan meliputi :
1. Kajian geologi dan data eksplorasi
2. Kajian Geoteknik
3. Kajian geohidrologi
4. Kajian rencana penambangan
5. Kajian kualitas dan pengolahan
6. Kajian transportasi
7. Kajian lingkungan dan K3
8. Kajian kelayakan ekonomi
V. Penyusunan laporan
Draft laporan, Perbaikan laporan,dan Penyerahan laporan
akhir

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

BAB II

KEADAAN UMUM

2.1. Lokasi dan Luas Wilayah IUP

Lokasi dilakukannya studi kelayakan adalah di blok IUP PT. Wirsha Mineral

Indonesia adalah Kabupaten Konawe Utara, blok IUP ini berada di Kecamatan

Sawa , tepatnya berada di Desa Pudonggala.

Berdasarkan posisi geografis daerah Blok IUP Eksplorasi terletak pada

koordinat 122o25’59,7000’’ BT sampai 3o46’24,1000’’ LS. Secara administratif,

termasuk dalam wilayah Kecamatan Sawa Kabupaten Konawe Utara.

Luas IUP Eksploitasi berdasarkan Surat Keputusan Kepala Koordinasi

Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi

Sulawesi Tenggara Nomor 333/BKPMD-PTSP/VII/2016 tentang Pemeberian Izin

Usaha Pertambangan (IUP) Ekplorasi dengan luas 18,2 Ha. Selanjutnya Peta

Administrsi Kabupaten Konawe Utara dapat dilihat Pada Gambar 2.1

Gambar 2.1. Peta Administrasi Kabupaten Konawe Utara

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

2.2. Kesampaian Daerah dan Sarana Perhubungan Setempat

Secara administratif daerah penelitian termasuk di Desa Pudonggala

Kecamatan Sawa, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Daerah ini dapat ditempuh melalui Kendari ke Sawa menggunakan kendaraan

roda dua (motor) maupun roda empat (mobil) dengan jarak tempuh dari Kota

Kendari ± 60 Km dan waktu tempuh ± 1,5 jam. Peta kesampaian daerah dapat

dilihat Pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Peta Kesampaian Daerah

2.3. Keadaan Lingkungan Daerah, Penduduk, Mata Pencarian, Keadaan

Flora, Fauna, Iklim, dan Sosial Ekonomi.

Keadaan lingkungan daerah penelitian masih alami dengan banyaknya

tumbuhan yang tumbuh diatas bukit, tidak ada pencemaran air laut, maupun

udara.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Gambar 2.3 Kondisi Lingkungan di Daerah Penelitian

Terdapat masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi penelitian serta lokasi

penelitian berada ± 500 meter dari jalan poros konawe-konawe utara. Jumlah

Penduduk Kecamatan Sawa adalah sebesar 4.163 Jiwa, dengan besar jumlah

penduduk tersebut perlu adanya lapangan kerja untuk menunjang kelangsungan

hidup mereka. Sumber penghidupan mereka umumnya sebagai petani dan

peternak serta pencari rotan, sebagian kecil pedangan. Kondisi perekonomian

masyarakat rata-rata masih dibawah garis kemiskinan.

Secara umum di lokasi terdapat tumbuhan (Flora) dengan jenis kayu Jati

dan Kayu Rimba, tumbuhan semak-belukar banyak juga dijumpai seperti komba-

komba. Selain itu Hewan (Fauna) yang dapat ditemui di lokasi seperti Biawak,

babi hutan dan rusa .

Gambar 2.4 Satwa yang terdapat di lokasi penelitian

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Daerah penelitian memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan

penghujan. Musim kemarau terjadi antara Juni sampai dengan September,

dimana angin timur yang bertiup dari Australia tidak banyak mengandung uap air,

sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya musim hujan terjadi antara

Desember sampai dengan Maret, dimana angin barat yang bertiup dari Benua

Asia dan Samudera Pasifik banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim

hujan. Bulan April-Mei dan Oktober-November merupakan masa peralihan atau

yang lebih dikenal sebagai musim pancaroba. Akan tetapi akhir-akhir ini akibat

dari perubahan kondisi alam yang sering tidak menentu, keadaan musim juga

sering menyimpang dari kebiasaan.

Curah hujan dipengaruhi oleh perbedaan iklim, topografi dan perputaran

arus udara sehingga menimbulkan perbedaan curah hujan setiap bulan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe Utara (Konawe Utara

Dalam Angka, 2015), Curah hujan di Kabupaten Konawe Utara tahun 2016

mencapai 2.272 mm dalam 102 Hari Hujan (HH).

Tinggi rendahnya suhu udara dipengaruhi oleh letak geografis wilayah dan

ketinggian dari permukaan laut. Konawe Utara yang terletak di daerah khatulistiwa

dengan ketinggian pada umumnya di bawah 1.000 meter, sehingga beriklim tropis.

Pada tahun 2016, suhu udara maksimum rata-rata berkisar antara 28ºC - 34ºC,

dan suhu minimum rata-rata berkisar antara 21ºC - 24ºC. Tekanan udara rata-rata

1.008,6 milibar dengan kelembaban udara rata-rata 83 persen. Kecepatan angin

pada umumnya berjalan normal yaitu disekitar 3 m/sec.

Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan badan Pusat Statistik

Kabupaten Konawe Utara, jumlah penduduk Kabupaten Konawe Utara Tahun

2014 (Data Sensus Terakhir Tahun 2016) berjumlah 58.401 jiwa dengan 2.975

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

jiwa diantaranya bermata pencaharian dibidang Pertanian. Dari jumlah penduduk

tersebut, jumlah penduduk di Kecamatan Sawa tergolong lebih sedikit

dibandingkan kecamatan lainnya dengan jumlah penduduk 4.163 jiwa. Daerah

penelitian (Desa Pudonggala) berpenduduk 4.613 jiwa yang terdiri dari 2.165 jiwa

laki-laki dan 1.998 jiwa perempuan.

Pendidikan di Kabupaten Konawe Utara dapat dilihat dari perbandingan

jumlah sekolah serta rasio jumlah guru dan jumlah murid yang dinilai masih

memadai/sesuai. Hal ini dibuktikan dengan data Badan Pusat Statistik Kabupaten

Konawe Utara sebagai berikut :

Gambar 2.5 Fasilitas Pendidikan, Keagamaan, dan Infrastruktur

Kecamatan Sawa tercatat memiliki sekolah tingkat prasekolah (TK)

sebanyak 2 unit, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 2 unit dengan jumlah guru 90

orang, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 3 unit dengan jumlah

guru 40 orang, serta Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 2 unit

dengan jumlah guru 50 orang.

Fasilitas kesehatan di Kabupaten Konawe Utara tergolong masih memadai.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Konawe Utara terdapat 271 fasilitas

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

kesehatan yang didominasi oleh pasyandu yang jumlahnya 218 unit.

Gambar 2.6 Salah satu Fasilitas Kesehatan di sekitar lokasi penelitian

Kecamatan Sawa memiliki 1 unit puskesmas, 2 unit pustu, 9 unit posyandu,

2 unit poskedes dan 1 unit polindes.

2.4. Topografi dan Morfologi

Geolmorfologi daerah Eksplorasi secara umum dapat dikelompokan

menjadi 3 (tiga) satuan morfologi yaitu mofologi pegunungan, perbukitan dan

morfologi pedataran.

2.4.1. Satuan Morfologi Pegunungan

Satuan morfologi pegunungan menyebar dibagian timur pada sisi utara dan

selatan daerah penyelidikan. Pada bagian utara yaitu bagian deratan

pegunungan Morombo (625 m) dan pegunungan Hialu (896 m) Diatas

Permukaan Laut (DPL) yang membentang dari arah relatif Barat-Daya-

Timur laut. Kemudian pada bagian selatan deretan pegunungan yang

membentang dengan arah relatif Barat Laut-Tenggara yang terdiri dari 2

puncak gunung yaitu Osu Laronaga (423 m) dan Osu Emea (717 m) DPL.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Kedua deretan pegungungan ini disusun oleh batuan beku ultrabasa. Pada

umumnya daerah ini masih merupakan hutan belantara dan setempat-

setempat digunakan sebagai lahan perkebunan. Sungai yang berkembang

pada daerah ini masih merupakan studia muda, hal ini ditandai aliran

sungainya masih relatif luas, penampakannya sungai/lembah berbentuk “V”

dan kadang-kadang masih dijumpai jeram, sehingga secara umum aliranya

belum terpola.

Gambar 2.7 Morfologi Pegunungan Daerah Penelitian

2.4.2 Satuan Morfologi Perbukitan

Satuan morfologi perbukitan menyebar pada bagian barat laut daerah

penylidikan, selain itu juga pada perbukitan yang terpisah pada kedua

deratan pegunungan tersebut atas. Pada satuan morfologi ini disusun oleh

jenis batuan dari formasi Pandua (Konglomerat, batu pasir dan batu

lempung) dan batuan beku ultrabasa. Pada umumnya daerah ini

diguanakan sebagai lahan perkebunan dan berupa Vegetasi semak

belukar. Pada daerah ini mengalir sungai Anggomate yang mengalir relatif

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

dari arah selatan ke utara dan merupakan anak sungai dari sungai lasolo

dan dapat dikategorikan studiya muda menjelang dewasa karena dijumpai

dataran banjir pada kiri kanan aliran sungai mulai membentuk meander

berpenampang peralihan dari bentuk “V” menjadi “U” dengan membentuk

pada aliran deantrik.

Gambar 2.8 Morfologi Perbukitan Daerah Penelitian

2.4.3 Satuan Morfologi Pedataran

Satuan morfologi pendataran menyebar pada bagian tengah daerah

penyelidikan yang membentang arah relatif dari barat-timur yang mengikuti

aliaran sungai besar diantaranya sungai Lasolo, Ote, Tahisi, Emea dan

Sungai Himbua. Stadia sungai ini sudah tergolong tua, karena pada

umumnya telah berkelok-kelok (meander), bahkan telah terbentuk “ax bow

lake” (danau tapak kuda) akibat pelurusan aliran sungai, terdapat dataran

banjir pada sisi kiri kanan aliran sungai, terbentuk channel bar, erosi

horizontal dominan sehingga membentuk penampangan “U” (huruf U

melebar). Satuan ini disusun oleh endapan sedimen yang berupa kerikil,

kerakal pasir dan lempung (alluvium).

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Gambar 2.9 Morfologi Pedataran Daerah Penelitian

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

BAB III

GEOLOGI DAN KEADAAN ENDAPAN

3.1. Geologi

Geologi Regional daerah penelitian merupakan bagian dari fisiografi

Geologi Regional Lembar Lasusua – Kendari dalam skala 1 : 250.000. Geologi

regional Sulawesi terletak pada pertemuan 3 Lempeng besar yaitu Eurasia ,dan

Eurasia, Pasifik dan Indo Australia serta sejumlah lempeng lebih kecil (Lempeng

Filipina) yang menyebabkan kondisi tektoniknya sangat kompleks. Kumpulan

batuan dari busur kepulauan, kepulauan batuan bancuh, bancuh ofiolit, dan

bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman, tumbukan,

serta proses tektonik lainnya (Van Leeuwen, 1994).

Berdasarkan keadaan litotektonik Pulau Sulawesi dibagi 4 yaitu :

 Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano‐ Plutonic Arc) sebagai jalur

magmatik (Cenozoic Volcanics and Plutonic Rocks) yang merupakan bagian

ujung timur Paparan Sunda;

 Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan

yang ditumpangi oleh batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia;

 Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan

segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur

Trias‐Miosen;

 Banggai – Sula dan Continental fragments kepulauan paling timur

Banggai‐Sula dan Buton merupakan pecahan benua yang berpindah ke arah

barat karena strike slip faults dari strike‐slip New Guinea.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Gambar 3.1 Peta Geologi Sultra

Gambar 3.2 Struktur Geologi Regional Sulawesi

Geologi regional Sulawesi terletak pada pertemuan 3 Lempeng besar yaitu

Eurasia Pasifik,dan Eurasia, Pasifik dan IndoAustralia serta sejumlah lempeng

lebih kecil (Lempeng Filipina) yang ( l ) menyebabkan kondisi tektoniknya sangat

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

kompleks. Kumpulan batuan dari busur kepulauan, kepulauan batuan bancuh,

bancuh ofiolit, dan bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses

penunjaman, tumbukan, serta proses tektonik lainnya (Van Leeuwen, 1994).

Daerah Sorowako dan sekitarnya termasuk dalam Mandala Indonesia

bagian Timur yang dicirikan dengan batuan ofiolit dan Malihan yang di beberapa

tempat tertindih oleh sedimen Mesozoikum. Melange yang berumur Miocene –

post Miocene menempati central dan lengan North‐East sulawesi. Uplift terjadi

sangat intensif di daerah ini, diduga karena desakan kerak samudera Banggai

Craton.

Kerak benua dengan density yang rendah menyebabkan tereksposenya

batuan‐batuan laut dalam dari kerak samudera dan mantel. Pada bagian Selatan

dari zona melange ini terdapat kompleks batuan ultramafik Sorowako‐Bahodopi

yang pengangkatannya tidak terlalu intensif. Kompleks ini menempati luas sekitar

11,000 km persegi dengan stadia geomorfik menengah, diselingi oleh blok‐blok

sesar dari Cretaceous abyssal limestone dan diselingi oleh Chert.

Struktur geologi regional pulau Sulawesi bekerja dengan gaya utama

berarah Barat Daya ‐ Tengah, membentuk sesar geser dengan jenis struktur

geser menganan (dextral) orde pertama, orde kedua berupa sesar, lipatan dan

kekar, arah umum unsur struktur tersebut berarah Timur Laut – Barat Daya.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Gambar 3.3 Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari, Sulawesi

1. Litologi

Formasi batuan penyusun daerah penyelidikan yang termasuk dalam

lembar Lasusua-Kendari dari yang paling muda adalah sebagai berikut:

 Aluvium (Qa) terdiri atas kerikil, kerakal, pasir lempung dan lumpur. Satuan ini

merupakan hasil dari endapan sungai, rawa dan endapan pantai. Umur satuan

ini adalah holosen.

 Terumbu Koral Kuarter (Ql) merupakan batugamping terumbu dengan

kandungan fosil berupa ganggang dan cangkang moluska. Umur dari satuan

ini adalah Plistosen-Holosen dan terendapkan pada lingkungan laut dangkal.

 Formasi Alangga (Qpa) terdiri atas batupasir dan konglomerat. Umur dari

formasi ini adalah Plistosen dan lingkungan pengendapannya pada daerah

darat-payau. Formasi ini menindih tak selaras formasi yang lebih tua yang

masuk kedalam kelompok molasa sulawesi.

 Formasi Pandua (Tmpp) terdiri atas konglomerat, batupasir dan batulempung

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

dengan sisipan lanau. Umur dari formasi ini adalah Miosen Akhir sampai

Pliosen.

 Formasi Salodik (Tems) terdiri atas kalsilutit dan batugamping oolit. Kalsilutit,

berwarna putih kelabu sampai kelabu, berbutir halus, padat, perlapisan baik,

dengan tebal tiap lapisan antara 10 dan 30 cm. Batugamping oolit, berwarna

kelabu kecoklatan, berbutir halus sampai sedang; padat; berlapis baik, dengan

tebal tiap lapisan sampai 20 cm. Berdasarkan kandungan fosil Globorotalia

spp., Globigerina sp., Chilogueinbelina sp., Discocyclina spp., Nummulites sp.,

Operculina sp., Globigerinoides altiapertura BOLLI, Globigerinoides trilobus

(REUSS), Globigerinoides immaturus LEROY, Globigerinoides sacculiferus

(BRADY), Globigerina Spp., Globorotalia sp., Praeorbulina sp., Lepidocyclina

sp., dan Spiroclypeus sp.; dan napal Globoquadrina altispira (CUSHMAN &

JARVIS), Sphaeroidinellopsis seminulina (SCHWAGER), Globigerinoides

immaturus LE ROY, Globigerinoides altiaperturus BOLLI, Gloligerinoides

trilobus REUSS), Globigerina binaensis KOCH, Globigerina sp. dan

Globigerinita sp. (Budiman, 1980; hubungan tertulis), di dalam kalsilutit,

Formasi Salodik diduga berumur Eosen Akhir - Miosen Awal dengan

lingkungan pengendapan pada laut dangkal dan terbuka. Tebal formasi ini

diperkirakan sekitar 250 meter.

 Formasi Matano (Km) terdiri atas kalsilutit yang bersisipan dengan serpih dan

rijang. Kalsilutit, berbutir halus, berwarna kelabu, padat dan keras,

lapisannya baik, tebal lapisan berkisar antara 10 - 15 cm. Serpih, berwarna

kelabu, berlapis baik, padat. Tebal tiap lapisannya mencapai 5 cm. Rijang,

berupa sisipan dalam batugamping dan napal. Tebal sisipan mencapai 10 cm,

berwarna merah sampai coklat kemerahan. Berdasarkan kandungan fosil

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Heterohelix sp., dalam kalsilutit, dan Radiolaria dalam rijang, Formasi Matano

diduga berumur Kapur Akhir dengan lingkungan pengendapan pada laut

dalam. Tebal formasi ini diperkirakan sekitar 550 meter.

 Batuan Ofiolit (Ku) terdiri atas peridotit, dunit dan serpentinit. Serpentinit

berwarna kelabu tua sampai kehitaman; padu dan pejal. Batuannya bertekstur

afanitik dengan susunan mineral antigorit, lempung dan magnetit. Umumnya

memperlihatkan struktur kekar dan cermin sesar yang berukuran megaskopis.

Dunit, kehitaman; padu dan pejal, bertekstur afanitik. Mineral penyusunnya

ialah olivin, piroksin, plagioklas, sedikit serpentin dan magnetit; berbutir halus

sampai sedang. Mineral utama olivin berjumlah sekitar 90%. Tampak adanya

penyimpangan dan pelengkungan kembaran yang dijumpai pada piroksin,

mencirikan adanya gejala deformasi yang dialami oleh batuan ini. Di beberapa

tempat dunit terserpentinkan kuat yang ditunjukkan oleh struktur sisa seperti

rijang dan barik-barik mineral olivin dan piroksin, serpentin dan talkum sebagai

mineral pengganti. Peridotit terdiri atas jenis harzburgit dan lherzolit.

Harzburgit, hijau sampai kehitaman, holokristalin, padu dan pejal. Mineralnya

halus sampai kasar, terdiri atas olivin (60%) dan piroksin (40%). Di beberapa

tempat menunjukkan struktur perdaunan. Hasil penghabluran ulang pada

mineral piroksin dan olivin mencirikan batas masing-masing kristal bergerigi.

Lherzolith, hijau kehitaman; holokristalin, padu dan pejal. Mineral

penyusunnya ialah olivin (45%), piroksin (25%), dan sisanya epidot, yakut,

klorit, dan bijih dengan mineral berukuran halus sampai kasar. Satuan batuan

ini diperkirakan berumur Kapur.

 Formasi Meluhu (TRJm) terdiri atas batupasir, kuarsit, serpih hitam, serpih

merah, filit, batusabak, batugamping dan batulanau. Batupasir telah

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

termetamorfkan lemah, batugamping mengandung fosil Halobia sp. dan

Daonella sp. Umur dari formasi ini adalah Trias Tengah sampai Jura. Formasi

ini menindih tak selaras batuan malihan paleozoikum dan menjemari dengan

formasi Tokala.

 Formasi Tokala (TRJt) terdiri atas kalsilutit, batugamping, batupasir, serpih

dan napal. Kalsilutit berwarna kelabu muda, kelabu sampai merah jambu,

berbutir halus, sangat padu, serta memiliki perlapisan yang baik, dengan

kekar yang diisi urat kalsit putih kotor. Umumnya telah mengalami pelipatan

kuat; tidak jarang ditemukan sinklin dan antiklin, serta lapisan yang hampir

tegak (melebihi 80 derajat). Setempat terdaunkan. Batugamping, mengandung

fosil Halobia, Amonit dan Belemnit. Batupasir berukuran halus sampai kasar,

berwarna kelabu kehijauan sampai merah kecoklatan terakat lempung dan

oksida besi lunak, setempat padat, mengandung sedikit kuarsa, berlapis baik.

Serpih dan napal berwarna kelabu sampai kekbu tua, memiliki perlapisan baik,

tebal lapisan antara 10 - 20 cm. Lempung pasiran, berwarna kelabu sampai

kecoklatan, perlapisan baik, tebal lapisan antara 1 - 10 cm berselingan

dengan batuan yang disebutkan terdahulu. Formasi ini diperkirakan berumur

Trias - Jura Awal dengan lingkungan pengendapan pada laut dangkal (neritik).

Tebal formasi ini diperkirakan lebih dari 1000 meter.

 Pualam Paleozoikum (Pzmm) terdiri atas pualam dan batugamping

terdaunkan. Satuan ini merupakan batugamping yang telah mengalami

metamorfosa lanjut yang ditandai dengan struktur mendaun. Umur satuan ini

diperkirakan Karbon sampai Perem.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

 Batuan Malihan Paleozoikum (Pzm) terdiri atas sekis, gneise, filit, batusabak

dan sedikit pualam. Satuan ini diperkirakan berumur karbon sampai perem

dan mempunyai hubungan menjemari dengan satuan pualam paleozoikum

(Pzmm).

 Batuan Terobosan (PTR(g)) terdiri atas aplit kuarsa, andesit dan latit kuarsa.

Satuan ini menerobos satuan batuan malihan paleozoikum dan diperkirakan

berumur perem.

Gambar 3.4 Singkapan Batu Gamping

2. Struktur Geologi

Struktur geologi yang dijumpai di daerah kegiatan adalah sesar, lipatan dan

kekar. Sesar dan kelurusan umumnya berarah baratlaut–tenggara searah dengan

Sesar geser jurus mengiri Lasolo. Sesar Lasolo aktif hingga kini, yang dibuktikan

dengan adanya mata air panas di Desa Sonai, Kecamatan Pondidaha pada

batugamping terumbu yang berumur Holosen dan jalur sesar tersebut di tenggara

Tinobu. Sesar tersebut diduga ada kaitannya dengan Sesar Sorong yang aktif

kembali pada Kala Oligosen (Simandjuntak, dkk., 1983).

Sesar naik ditemukan di daerah Wawo, sebelah barat Tampakura dan di

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Tanjung Labuandala di selatan Lasolo; yaitu beranjaknya batuan ofiolit ke atas

Batuan Malihan Mekonga, Formasi Meluhu dan Formasi Matano.

Sesar Anggowala juga merupakan sesar utama, sesar mendatar menganan

(dextral), mempunyai arah baratlaut-tenggara. Kekar terdapat pada semua jenis

batuan. Pada batugamping kekar ini tampak teratur yang membentuk kelurusan

(E. Rusmana dkk, 2010). Kekar pada batuan beku umumnya menunjukkan arah

tak beraturan.

Gambar 3.5 Kenampakan struktur geologi di lokasi penelitian

3) Geoteknik

Untuk dapat melakukan analisis Geoteknik (Mekanika Tanah dan Teknik

Pondasi) yang benar dan baik, sangat diperlukan data-data tanah (soil test) bawah

permukaan yang lengkap dan akurat. Data-data ada yang diperoleh langsung dari

survei geoteknik lapangan dan ada yang diperoleh langsung dari uji laboratorium

terhadap contoh tanah yang diambil dari bawah permukaan melalui boring.

Penyelidikan tanah dilapangan dapat berupa penggunan dan interpretasi foto

udara dan remote sensing, metode geofisik, metode geolistrik, sumur uji (test pit)

pemboran (boring) (dangkal sampai dalam), uji penetrometer (uji sondir, Cone

Penetration Test –CPT), uji Vane Shear Test, Pocket Penetometer Test, California

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Bearing Test (CBR) dan lain lain. Metode yang digunakan pada daerah penelitian

adalah dengan uji penetrometer (uji sondir, Cone Penetration Test –CPT) karena

sangat cocok untuk tanah di Indonesia karena kondisi tanah di Indonesia sebagian

besar berupa lempung lanauan.

Pekerjaan sondir (Cone Penetration Test, CPT) merupakan alat

penyelidikan tanah yang sangat sederhana dan populer di Indonesia. Dari alat

sondir, tekanan konus (qc) dan hambatan pelekat (fs) yang dapat dikorelasikan

terhadap parameter tanah yang lain seperti undrained shear strength (Cu),

kompressibilitas (Cc), elastisitas tanah (Es) dan dapat memperkirakan jenis

lapisan tanah dan parameter tanah lainnya.

Hasil uji sondir umumnya digunakan untuk tujuan sebagai berikut :

 Evaluasi kondisi tanah bawah permukaan di lapangan, stratigrafi

(menduga struktur lapisan tanah), klasifikasi lapisan tanah, kekuatan lapisan

tanah dan kedalaman lapisan tanah keras.

 Menentukan lapisan tanah yang harus dibuang dan diganti dengan tanah

yang lebih baik dan dipadatkan dan kontrol kepadatan tanah timbunan.

 Perencanaan pondasi dan perhitungan settlement. Perencanaan stabilitas

lereng galian atau timbunan dan lain-lain.

Setelah dilakukan pengambilan sampel dilapangan di beberapa titik serta

dilakukan uji laboratorium pada Laboratorium Dinas Pekerjaan Umum Provinsi

Sulawesi Tenggara diperoleh hasil sebagai berikut :

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Tabel 3.1 Hasil Pengujian Sifat Fisik Material

3.2. Keadaan Endapan

a. Bentuk dan Penyebaran Endapan

Batu gamping yang terdapat di daerah ini termasuk dalam Formasi

Alluvium (Qa), Formasi Meluhu (TRJm), dan Formasi Tokala (TRJt).

Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai di lapangan serta kesebandingan

yang dilakukan terhadap Peta Lembar Geologi Lasusua Kendari

(Rusmana dkk, 1993), batuan penyusun daerah penelitan merupakan

satuan batupasir, kuarsit, serpih hitam, serpih merah, filit, batusabak, batu

gamping dan batu lanau yang menindih tak selaras batuan malihan

paleozoikum dan menjemari dengan formasi Tokala yang diperkirakan

berumur Trias - Jura Awal dengan lingkungan pengendapan pada laut

dangkal (neritik) dengan tebal formasi ini diperkirakan lebih dari 1000

meter.

Batu gamping didaerah ini memiliki ketebalan hingga mencapai 30

– 50 m yang hanya dapat terbentuk dan ditemukan pada daerah lautan

melalui proses karst. Karst adalah sebuah bentukan di permukaan

bumi yang pada umumnya dicirikan dengan adanya depresi tertutup

(closed depression), drainase permukaan, dan gua. Daerah ini dibentuk

terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Daerah karst terbentuk oleh pelarutan batuan terjadi di litologi lain,

terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti

halnya gips dan halite, dalam silika seperti halnya batupasir dan kuarsa,

dan di basalt dan granit dimana ada bagian yang kondisinya cenderung

terbentuk gua (favourable). Daerah ini disebut karst asli.

Daerah karst dapat juga terbentuk oleh proses cuaca, kegiatan

hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan

batu cair (lava). Pola penyebaran batu gamping di daerah penyelidikan

dijumpai pada hampir seluruh wilayah (sekitar 90% dari luas IUP) atau

lokasi penyelidikan yang tersebar memanjang dari utara hingga selatan.

b. Sifat dan Kualitas Endapan

Secara kimia batu gamping terdiri atas Kalsium karbonat (CaCO 3).

Di alam tidak jarang pula dijumpai batu gamping magnesium. Kadar

magnesium yang tinggi mengubah batu gamping menjadi batu gamping

dolomitan dengan komposisi kimia(CaCO 3MgCO3). Selain magnesium,

batu gamping kerap kali tercampur dengan lempung, pasir, bahkan jenis

mineral lainnya.

Pada umumnya, batu gamping yang padat dan keras mempunyai

berat jenis 2. Selain yang pejal (masif), dijumpai pula batu gamping yang

sarang (porus). Mengenai warna dapat dikatakan bervariasi dari putih

susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat, merah, bahkan hitam.

Semuanya disebakan karena jumlah dan jenis pengotor yang ada. Warna

kemerahan disebabkan oleh mangan, oksida besi sedang kehitaman

karena zat organic. Batu gamping yang mengalami metamorfisme

berubah menjadi marmer.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Seperi dijelaskan sebelumnya, secara geologi batu gamping

mungkin berubah menjadi dolomitan (MgO 2,2% - 10,9%) atau dolomite

(MgO > 19,9%) karena pengaruh pelindian (leaching) atau peresapan

unsur magnesium dari laut ke dalam batu gamping tersebut. Di samping

itu, dolomite juga diendapkan secara tersendiri atau bersamaan dengan

batu gamping. Ada hubungan yang erat antara batu gamping dengan

dolomite seperti yang dikemukakan oleh Pettijohn (1949). Adapun sifat

fisik dan keadaan batu gamping yang dideskripsi dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Warna : Putih, Putih keabuan


Kilap : kaca
Goresan : Putih hingga putih keabuan
Bidang belahan : Tidak teratur
Pecahan : Uneven
Kekerasan : 2,7 - 3,4 (skala Mohs)
Berat Jenis : 2,387 ton/M3
Tenacity : Keras, Kompak, sebagian berongga

c. Cadangan

1) Perhitungan Cadangan

Cadangan didefinisikan sebagai bahan galian yang dapat

ditambang secara ekonomis dari suatu endapan bahan galian yang

diketahui (M.T. Zen, 1984). Sedangkan bahan galian didefinisikan

sebagai unsur kimia, mineral, dan segala macam batuan yang

merupakan endapan alam, baik yang berbentuk padat, cair, maupun

gas (Ing Sudarmo, 1980).

Perhitungan cadangan yang akan diuraikan adalah perhitungan

yang dapat ditambang (mineable reserve). Untuk mengetahui besarnya

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

cadangan Batu Gamping, perhitungan dilakukan dengan metode

polygon/luas pengaruh terhadap penampang terukur dan parameter

geologi lainnya. Pada perhitungan cadangan metode poligon

merupakan metode penaksiran yang konvensional. Metode ini umum

diterapkan pada endapan- endapan yang relatif homogen dan

mempunyai geometri yang sederhana. Daerah pengaruh dibuat dengan

membagi dua jarak antara dua titik conto dengan satu garis sumbu,(

Projodjosoemarto Partanto, 2000).

Kadar pada suatu luasan di dalam poligon ditaksir dengan

nilai conto yang berada di tengah-tengah polygon. Metode yang

digunakan dalam perhitungan sumber daya Batu Gamping dengan

metode daerah pengaruh (Influence Of Area) dengan menggunakan

Software yaitu Surfer Versi 9.0 dimana parameter yang digunakan

adalah luas sebaran batuan sumber dan ketebalan dengan

menggunakan rumus :

Rumus -(1)

Q = V x t x SG

Keterangan :

Q = Cadangan batuan Batu Gamping (ton)

V = Volume batuan Batu Gamping (m3)

t = Ketebalan (m)

SG = Berat jenis mineral Batu Gamping (ton/m3)

Perhitungan cadangan dilakukan dengan menggunakan rumus

(1). Volume yang dihitung dengan menggunakan rumus volume blok

sesuai dengan bangun penyebaran batuan yang mengandung Batu

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Gamping, dengan rumus seperti berikut ini :

Rumus -(2)

V=AxH

Keterangan :

V = Volume Batu Gamping (m3)

A = Luas penyebaran Batu Gamping (m2)

H = Kedalaman Batu Gamping (m)

Luas penyebaran batuan yang mengandung Batu Gamping

dihitung berdasarkan hasil pemetaan.

2) Klasifikasi Cadangan

Menurut Projodjosoemarto Partanto (2000) Cadangan adalah

volume cebakan bahan galian yang mempunyai nilai ekonomis setelah

dihitung berdasarkan metode tertentu. Cadangan dapat diklasifikasikan

menjadi :

1. Cadangan tereka (inferred reserve) adalah cadangan hasil

penafsiran berdasarkan sebagian besar data geologi dengan

beberapa conto dan singkapan.

2. Cadangan terindikasi (indicated reserve) adalah cadangan hasil

suatu penafsiran dan perhitungan berdasarkan pemercontohan

dengan jarak yang kurang rapat dengan informasi geologi yang rinci.

3. Cadangan terukur (measured reserve) adalah cadangan hasil suatu

penafsiran dan perhitungan berdasarkan pemercontohan dengan

jarak yang relatif rapat dengan informasi geologi yang rinci.

Total Cadangan Terukur (Measured Reosources) adalah

sebagai berikut :

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

BLOK A

A = 250.000 M2, H = 6 M

V = A x H = 250.000 x 6 = 1.500.000 M3

BLOK B

A = 250.000 M2, H = 5 M

V = A x H = 250.000 x 5 = 1.250.000 M3

TOTAL = BLOK I + BLOK II

= 1.500.000 M3 + 1.250.000 M3

= 2.750.000 M3

Dari perhitungan cadangan tersebut diketahui terjadi pengurangan luas

area perhitungan dari luas area perhitungan sumber daya sebagimana pada

laporan eksplorasi yang berdampak pada pengurangan jumlah bahan galian yang

dapat tertambang. Hal ini disebabkan karena sebagian area potensi yang berada

disamping perkebunan masyarakat, jalan masyarakat serta aliran sungai tidak

akan ditambang karena dikhawatirkan dapat mengganggu pencaharian

masyarakat setempat.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

BAB IV

RENCANA PENAMBANGAN

4.1. Metode dan Tata Cara Penambangan

Sistem penambangan yang diterapkan adalah sistem tambang terbuka

dengan quarry, yang merupakan metode dari system tambang terbuka (surface

mining) yang diterapkan untuk batuan. Pada umumnya deposit batu gamping

ditemukan dalam bentuk bukit, oleh sebab itu teknik penambangan dilakukan

dengan tambang terbuka dalam bentuk kuari tipe sisi bukit (side hiil type),

penambangan ini dilakukan dengan dibantu peralatan berat antara lain eksavator,

bulldozer, ripper (penggaruk), sedangkan untuk penambangan skala kecil

dilakukan dengan alat sederhana antara lain cangkul, ganco dan sekop.

Apabila skala penambangannya kecil, sistem yang diterapkan dalam

kegiatan penambangan adalah sistem gophering, mengikuti bagian/jalur batu

gamping yang relatif mudah dibongkar, namun dengan alasan keselamatan kerja

sistem gophering tidak dianjurkan. Sebaiknya penggalian harus diupayakan untuk

dimulai dari bagian paling atas. Pekerjaan awal ini memang relatif sulit karena

pembuatan jalan ke puncak bukit perlu dibuat dan biaya investasi tidak kembali

dengan cepat. Kalau hal ini tidak dilakukan akan ditemui apa yang disebut high

wall yang akan menyulitkan kegiatan penambangan selanjutnya.

Sangat diharapkan kegiatan penambangan harus memperhatikan konsep

penambangan yang baik (good mining practice) yang beberapa aspek diantaranya

adalah aspek lingkungan dan keselamatan kerja.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Gambar 4.1 Alur Penambangan

4.2. Tahapan Kegiatan Penambangan

4.2.1. Perizinan

Guna melakukan kegiatan penambangan Batu Gamping di wilayah

Kecamatan Sawa, Kabupaten Konawe Utara, PT. Wirsha Mineral Indonesia telah

memiliki beberapa perizinan dari pemerintah. Pada saat penyusunan dokumen

studi kelayakan perizinan yang telah diperoleh pihak perusahaan yaitu Surat

Keputusan Kepala Koordinasi Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 333/BKPMD-

PTSP/VII/2016 tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Ekplorasi

dengan luas 18,2 Ha.

4.2.2. Sosialisasi

Sosalisasi akan dilakukan sebelum kegiatan eksplorasi dan survey

lapangan. Kegiatan ini ditujukan guna memberikan informasi yang jelas dan

komprehensif kepada masyarakat di lokasi penambangan, mengenai rencana

penambangan Batu Gamping yang akan dilakukan oleh PT. Wirsha Mineral

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Indonesia. Kegiatan ini akan dilakukan langsung oleh perusahan dengan

melibatkan instansi pemerintah terkait dan unsur-unsur lainnya. Pelaksanaannya

berlangsung di lokasi kegiatan.

4.2.3. Eksplorasi dan survey lapangan

Eksplorasi dan survey lapangan (selanjutnya disebut survey) lokasi

kegiatan penambangan akan dilakukan di lokasi penambangan wilayah

Kecamatan Sawa, Kabupaten Konawe Utara. Survey ini ditunjukan untuk :

 Mendapatkan gambaran rinci tentang rencana penambangan, Sebaran Batu

Gamping.

 Penyelidikan dan investigasi kondisi lapangan seperti survey topografi,

penyebaran Batuan untuk rencana proyek.

4.2.4. Pembebasan Lahan

PT. Wirsha Mineral Indonesia akan melakukan identifikasi status tanah

yang akan menjadi lokasi penambangan, dimana lahan milik masyarakat akan

ditempuh mekanisme penggantian lahan atau mekanisme lainnya sesuai dengan

peraturan pemerintah.

4.2.5. Penebangan Pohon dan Pembersihan Lahan

 Penebangan Pohon (Tree Felling)

Operasi penebangan pohon dan pembagian batang (bucking)

adalah bagian dari operasi penambangan yang bertujuan untuk

membuka areal yang ada kayu atau tegakkannya sehingga selanjutnya

dapat melakukan operasi penambangan di areal yang sudah ditebang.

Kegiatan penebangan disamping membuka areal tegakkan juga

diantisipasi adanya kemungkinan pemanfaatan kayu, sehingga kayu

dapat dikeluarkan dari areal tambang. Jika kayu akan dikeluarkan dari

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

areal tambang maka tahapan kegiatan penebangan hutan mutlak harus

diikuti sampai dengan pengadministrasian kayu berupa penandaan kayu

jenis komersil dan registrasi kayu. Hal ini dimaksudkan untuk keperluan

administrasi transportasi keluar areal tambang.

Atas dasar hal tesebut maka disusun kegiatan penebangan

meliputi perencanaan tebang, persiapan penebangan, pelaksanaan

penebangan, penandaan kayu komersil, pengukuran volumedan

registrasi kayu, serta pemeriksaan dan pelaporan.

Kegiatan penebangan pohon (tree felling) dan pembagian batang

(bucking) dilakukan dengan mengunakan alat tebang chainsaw oleh

operator chainsaw, sedangkan penandaan jenis kayu komersil dan

pengukuran volumenya dilakukan oleh juru ukur (scaler).

Pelaksanaan dilakukan dengan mengutamakan keselamatan dan

kesehatan kerja dihutan terutama keselamatan atas kemungkinan resiko

kecelakaan yang diakibatkan oleh alat tebang chainsaw, kelalaian

operator tebang, serta antisipasi terhadap faktor lingkungan yang sulit

diprediksi seperti perubahan arah rebah pohon karena faktor cuaca

misalnya angin dan hujan.

 Pembersihan Lahan (Land Clearing)

Sebelum stripping dilakukan, semua vegetasi terutama pohon-

pohon yang besar akan di tebang dan dipotong - potong kecil dengan

menggunakan mesin pemotong kayu (chainsaw) untuk kemudian bisa

dimanfaatkan untuk kegiatan reklamasi. Pelaksanaan pembersihan lahan

dilakukan 1-3 bulan sebelum penambangan dimulai untuk

mencegah/menekan laju erosi.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

4.2.6. Pembangunan Sarana Prasarana

 Pembuatan Jalan Tambang

Pembuatan jalan tambang rencananya akan dibuat dari jalan Blok

IUP Sampai ke Cruser panjangnya ± 0.5-1 Km dengan menggunakan 1

unit back hoe excavator. Jalan utama tambang dibuat dengan maksimum

kemiringan 5% dengan lebar 12 meter , 10 m untuk badan jalan dan 1

meter kiri kanan bahu jalan serta pada kedua sisi jalan dibuat parit dan

pada jarak setiap 300 meter dibuat sump untuk menampung lumpur.

Jalan utama ini mempunyai fungsi sebagai berikut:

 Pengangkutan over burden dari lokasi pengupasan (stripping) ke

disposal.

 Pengangkutan Batu Gamping dari lokasi penambangan (mining) ke

tempat penampungan sementara.

 Pengangkutan Material Sipil dan Quary ke lokasi penambangan

(mining) maupun lokasi Stripping.

Gambar 4.2 Penampang Jalan Utama Tambang

Konstruksi jalan yang akan dibuat dan digunakan mengacu pada

peraturan yang telah ditetapkan dengan menerapkan sistem manajemen

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

keselamatan dan kesehatan kerja. Jalan yang akan dibangun untuk

mendukung kegiatan penambangan, antara lain :

1. Jalan Pengangkutan Utama (Main Haul Road) digunakan sebagai

sarana utama pengangkutan Batu Gamping dari tempat pemuatan di

lapangan (loading point) hingga ke tempat penyimpanan sementara

(stockyard) sebelum Processing Plant;

2. Jalan yang menghubungkan lokasi penyimpanan sementara atau

lokasi penampungan Batu Gamping (stockyard) ke lokasi Processing

Plant;

3. Jalan ke fasilitas-fasilitas lainnya misalnya jalan ke lokasi akomodasi,

perkantoran dll.

Jalan yang akan dibangun ke processing plant adalah jalan utama

yang digunakan untuk jalan pada waktu konstruksi (termasuk

pengangkutan pekerja), pengangkutan material, dan jalan mobil/

kendaraan ringan. Jalan utama ini terdiri dua jalur dengan lebar 12 meter

dan dilengkapi dengan fasilitas saluran pengering atau pengaliran air.

 Pembangunan Camp dan Akomodasi

Konstruksi camp lengkap dengan fasi litas catering dan kantin,

sumber air minum, sewage disposal, sarana rekreasi dan tempat ibadah

akan dibangun untuk mendukung operasi produksi penambangan Batu

Gamping.

Sumber air yang digunakan untuk mendukung proses

penambangan berasal dari air sungai yang akan ditampung dalam kolam

penampungan. Air tersebut kemudian diberi treatment khusus untuk air

yang layak minum.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Sumber tenaga listrik yang akan dibangun direncanakan mampu

untuk memenuhi kebutuhan listrik baik untuk kebutuhan perkantoran,

kebutuhan di processing plant, kebutuhan diakomodasi dan sarana-

sarana penunjang lainnya. Sumber tenaga listrik yang akan digunakan

berasal dari PLN dengan kapasitas yang dapat memenuhi kebutuhan

operasional.

Fasilitas komunikasi dan teknologi informasi yang akan disediakan

untuk mendukung rencana penambangan secara keseluruhan ini

meliputi:

 Perbaikan sistem telepon yang saat ini ada dan akan diperluas;

 Satu sistem radio yang mencakup seluruh lokasi.

4.2.7. Proses Penambangan

 Stripping overburden

Kegiatan ini dilakukan untuk mengeluarkan lapisan tanah yang

menutupi cadangan batu Gamping di bawahnya.

Alat yang digunakan pada kegiatan ini adalah

 1 unit Excavator caterpillar;

 2 Unit Dump truck.

 Penambangan

Penambangan pada lokasi kegiatan dengan sistem quarry

dengan menggunakan alat berat Excavator, yaitu dengan menggali

bongkahan- bongkahan batu gamping melalui celah-celah yang

terdapat di pinggiran batu.

 Loading dan Hauling

Pemuatan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

mengambil dan memuat material kedalam alat angkut atau ketempat

penampungan material.

Pekerjaan mambawa batu gamping hasil penggalian dilakukan

PT. Wirsha Mineral Indonesia dengan menggunakan dump truck

berukuran kecil dalam dua shift perhari dengan jumlah dump truck 10

unit per shift. Jalan angkut produksi dengan sirtu membentang

sepanjang 100 sampai 500 meter mulai dari crusher hingga ke quarry,

tergantung lokasi pemuatan dan kemajuan tambang.

 Crushing

PT. Wirsha Mineral Indonesia memiliki 1 unit penggilingan batu

gamping yang akan digunakan untuk menggiling batu menjadi split.

4.3. Rencana Produksi

PT. Wirsha Mineral Indonesia setiap tahunnya memproduksi 400.000 M3

hingga habis cadangannya.

Tabel 4.1 Rencana Produksi Batu Gamping

URAIAN 2017 2018 2019 2020 2021


CADANGAN (M3) 2,750,000 2,450,000 2,150,000 1,850,000 1,550,000
PRODUKSI (M3) 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000
HARGA (RP/M3) 155,000 155,000 160,000 160,000 160,000
TOTAL 46,500,000,000 46,500,000,000 48,000,000,000 48,000,000,000 48,000,000,000

Dengan jumlah cadangan batu gamping mencapai 2.750.000 M3 dan

rencana produksi tiap tahunnya 300.000 M3, maka umur tambang PT. Wirsha

Mineral Indonesia mencapai 9,167 Tahun ≈ 9 Tahun.

4.4 Peralatan

Untuk melaksanakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dimulai

dengan peningkatan spesifikasi jalan tambang dan pembukaan lahan diperlukan

berbagai jenis peralatan. Peralatan tersebut akan dimobilisasi secara berangsur

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

sampai pada tahap operasional. Proses mobilisasi akan dilakukan melalui jalur

darat dan laut dengan pertimbangan ekonomis dan praktis menuju lokasi

penambangan.

Peralatan yang akan dimobilisasi disesuaikan dengan standar peralatan

yang diperlukan untuk melaksanakan rangkaian kegiatan dalam proyek untuk

memenuhi spesifikasi Batu damping, adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Peralatan Utama yang Digunakan Dalam Penambangan

No Description Model QTY Kepemilikan

KOMATSU Hydraulic Excavator

1 PC 300 2 Sewa

NISSAN CWA /IVECO Dump Truck

2 5 Sewa

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

CATERPILLAR Bulldozer

3 Cat D7G 1 Sewa

KOMATSU Motor Grader

4 621 R 1 Sewa

KOMATSU Hydraulic Breaker

5 PC 200 2 Sewa

Crusher

Milik
6 1
Sendiri

4.5 Jadwal Rencana Produksi dan Umur Tambang

Jumlah Batu Gamping yang di rencanakan untuk diproduksi dari tiap

daerah blok prosepek adalah dalam waktu 9 (sembilan) tahun, dengan produksi

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

pertahun direncanakan 300.000 M3, rencana produksi untuk tahap pertama

dimulai awal Agustus 2017.

Tabel 4.3 Penentuan Rencana Produksi

No. URAIAN JUMLAH SATUAN


1. Waktu Penambangan 8 Jam
2. Jam Kerja 74.880 Hr Kerja/tahun
3. Life of Mining 16 Tahun
4. Rencana Perolehan 300.000 M3/tahun

4.6 Rencana Penanganan Batuan yang Belum Terpasarkan

Batu Gamping yang belum terpasarkan akan disimpan di disposal yang

telah disiapkan dan ditentukan disekitar Quarry agar tidak mengganggu kegiatan

produksi selanjutnya. Apabila jumlah produksi meningkat dan tumpukan batu

gamping di Quarry menumpuk, perusahaan akan berupaya memasarkannya

sampai perusaahan mendapatkan pasaran dengan harga yang layak.

4.7 Rencana Pemanfaatan Bahan Galian dan Mineral Pengikut

Jika dalam proses penambangan batu gamping terdapat mineral pengikut

maka akan diolah sesuai mekanisme yang ada.

4.8. Rencana Penanganan Sisa Cadangan pada Pasca Tambang

Sisa cadangan yang belum terjual maupun yang tidak dapat ditambang

akan dipantau dan didata. Setelah dilakukan pendataan lahan bekas

penambangan tersebut sesegera mungkin akan direklamasi untuk memulihkan

kondisi alam yang telah berubah akibat kegiatan penambangan serta untuk

menghindari kemungkinan lahan tersebut dikelola kembali oleh masyarakat

secara ilegal.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

BAB V

RENCANA PENGOLAHAN

5.1. Studi/Percobaan Pengolahan

Kegiatan studi/percobaan terhadap proses pengolahan batu gamping telah

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas daripada peralatan crusher

komponen-komponen pendukungnya yang akan digunakan nantinya serta hasil

dari proses pengolahan. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh

hasil yang diharapkan, dibuktikan dengan beroperasinya peralatan crusher

dengan baik dan produk yang dihasilkan memenuhi ukuran yang diharapkan yaitu

berukuran 5 x 7 cm, 4 x 5 cm, 3 x 4 cm, dan abu batu.

5.2. Tatacara Pengolahan

5.2.1. Tahapan Pengolahan

Hasil tambang berupa batu gunung yang masih berukuran besar

(40-60) selanjutnya dihancurkan secara mekanis yang dilakukan pada Unit

Stone Crusher proses penghancuran yang dilakukan adalah dimana batu

gamping hasil tambang dimuat ke feed hooper, kemudian dihantarkan oleh

reciprocating grizzly feeder ke Jaw Primer (Kwartel Jaws). Produk yang

dihasilkan dari penghancuran batuan pada Kwartel Jaws ini selanjutnya

ditransperkan ke Double Jaws melalui conveyor 1 dan produk yang

dihasilkan berukuran 5x7 cm, 4x5 cm, 3x4 cm, dan abu batu dan abu batu.

Dalam penambangan batu gamping PT. Wirsha Mineral Indonesia

akan melakukan pengolahan batu gamping untuk di jadikan suplit. Agregat

(suplit) yang digunakan dalam campuran bahan konstruksi dapat diambil

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

dari alam (quarry) yang berupa pasir, kerikil atau batuan. Kadang batuan

dari alam (quarry) berukuran besar sehingga perlu dilakukan pemecahan

terhadap batuan tersebut agar dapat dimanfaatkan dalam campuran. Guna

mendapatkan kerikil atau batuan pecah yang sesuai dengan ukuran yang

diharapkan (memenuhi kotak grading) maka diperlukan suatu alat untuk

memecah material tersebut. Alat pemecah batuan yang digunakan adalah

stone crusher.

Kapasitas Stone Crusher yang digunakan oleh PT. Wirsha Mineral

Indonesia adalah 120 M3/Jam, mesin ini akan diletakan dekat base camp

yang telah dibuat.

5.2.2. Bagan Alir Pengolahan

Tahap-tahap pekerjaan pemecahan pada crusher dapat dilihat pada

diagram alir sebagai berikut:

Gambar 5.1 Diagram Alir Material pada Crusher

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Gambar 5.2 Layout Penghancuran Batu Gamping pada Unit Stone Crusher

5.2.3. Recovery Pengolahan

Proses pengolahan batu gamping yang merupakan proses

penghacuran batu gamping menjadi ukuran yang lebih kecil dengan

menggunakan crusher tentunya menyebabkan adanya material terbuang

berupa abu. Abu terbuang sebagai akibat peremukan batuan tentu tidak

berdampak signifikan terhadap perolehan batu gamping yang dihasilkan

sehingga recovery dari kegiatan pengolahan batu gamping dapat mencapai

98%.

5.3. Peralatan Pengolahan

Crusher yang digunakan oleh PT. Wirsha Mineral Indonesia merupakan jaw

to jaw yaitu gabungan jenis Primary Crusher dan Secondary Crusher, dengan tipe

Jaw crusher (pemecah tipe rahang) dan Hammer Mill (pemecah tipe pukulan).

Jaw crusher digunakan untuk mengurangi besar butiran pada tingkat

pertama, untuk kemudian dipecah lebih lanjut oleh crusher lain. Jenis ini paling

efektif digunakan untuk batuan sedimen sampai batuan yang paling keras seperti

granit atau basalt. Jaw crusher merupakan mesin penekan (compression) dengan

rasio pemecahan 6:1.

Ukuran material yang dapat dipecah oleh crusher ini tergantung pada feed

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

opening (bukaan) dan kekerasan batu yang akan dipecah. Umumnya untuk

material hasil Galian, material yang berukuran sampai dengan 90% dari feed

opening (bukaan) dapat diterima. Untuk batuan yang tidak terlalu keras

disarankan berukuran 80% dari feed opening (bukaan).

Sedangkan Hammer Mill digunakan untuk batu Gamping berkualitas tinggi,

dengan kadar abrasif kurang dari 5%, menghasilkan jumlah besar material halus.

Hammer Mill dapat menerima feed material berukuran sampai dengan 20 cm dan

memiliki rasio pemecahan 20 : 1.

Hal yang mendasari pemilihan jenis crusher ini adalah sebagai berikut:

1) Kesederhanaan konstruksinya.

2) Ekonomis dan memerlukan tenaga yang relatif kecil.

3) Kapasitas produksi yang besar tergantung lebar bukaan pada jaw dan ukuran

butir yang dikehendaki.

Gambar 5.3 Crusher yang digunakan

Setiap crusher tentunya memiliki bagian-bagian tertentu yang dimaksudkan

untuk mengatur dan menyalurkan material yang masuk atau juga material hasil

crusher yang dipisah-pisahkan menurut gradasinya. Beberapa bagian dari crusher

antara lain :

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

1. Feeder dan Hopper

Fedeer dan hopper adalah komponen dari peralatan pemecah batu yang

berfungsi mengatur aliran dan pemisah bahan - bahan serta penerima bahan

baku (raw material). Fungsi utama feeder adalah mengatur aliran bahan

batuan yang masuk kedalam pemecah batu. Beberapa tipe dari feeder antara

lain :

a. Appron feeder, umumnya dipakai untuk batuan yang akan dimasukkan ke

dalam primary crusher. Feeder ini direncanakan sebagai heavy duty

construction untuk menahan beban kejut dari batuan yang ditumpahkan.

b. Reciprocating plate feeder (plat pengumpan bolak - balik), biasanya dipakai

untuk material yang diambil dari gravel pit, material ini umumnya berukuran

kecil yang kadang - kadang tidak perlu pemecahan sehingga harus

dikelurkan dari material yang besar.

c. Grizzly feeder (saringan pemisah pertama), hampir sama dengan appron

feeder, hanya diberikan penambahan untuk sekedar memilih ukuran batu

yang akan dipecahkan. Pada feeder jenis ini, butiran - butiran yang

ukurannya lebih kecil dari ukuran rongga pada rantai feeder akan

berjatuhan keluar.

d. Chain feeder, pada chain feeder batu masuk karena berat sendiri melalui

suatu penyalur.

2. Scalping Unit (saringan kisi - kisi)

Scalping unit sering dipakai sebagai lanjutan feeder, scalping unit ini berupa

kisi- kisi (grid) yang diam (stationery) atau bergetar (vibratiory motion).

3. Grizzly Bar (batang - batang pemisah)

Grizzly bar juga dipakai pada scalping unit, konstruksinya berupa batang-

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

batang (bars) besi paralel yang satu sama lainnya diberi jarak, dipasang

miring ke arah pit sehingga batu yang ukurannya lebih besar dari jarak antara

batang - batang tadi hanya akan melewatinya, tidak masuk ke dalam crusher.

Jarak antara batang - batang besi tadi dapat diatur sesuai dengan ukuran batu

(feed) yang diinginkan oleh primary crusher.

4. Conveyor atau Bucket Elevator

Adalah komponen dari peralatan pemecah batu yang berfungsi untuk

memindahkan material secara langsung dalam suatu proses dari satu unit ke

unit lain. Fungsi conveyor pada peralatan pemecah batu biasanya terdiri dari

unit joint conveyor (fungsi penyambung atau perantara), discharge conveyor

(mendistribusikan ke stock pile), feed conveyor (fungsi pemasok), return

conveyor (fungsi balik untuk dipecah lagi).

5. Bin dan Hopper Bawah

Adalah Komponen pada peralatan pemecah batu yang berpungsi untuk

menampung sementara, atau sebagai container yang besar untuk

penyimpanan material.

5.4. Hasil Pengolahan dan Rencana Pemanfaatan Mineral Ikutan

Produk yang dihasilkan oleh crusher berupa suplit berukuran 5 x 7 cm,

4 x 5 cm, 3 x 4 cm, dan abu batu (tidak terdapat mineral ikutan).

5.5. Jenis, Jumlah Kualitas Hasil Pengolahan dan Tailing

Pengolahan crusher akan menghasilkan suplit berukuran 5 x 7 cm,

4 x 5 cm, 3 x 4 cm, dan abu batu dengan jumlah produksi per tahun mencapai

300.000 M3. Pengolahan dengan menggunakan crusher tidak menghasilkan

tailing karena seluruh hasil pengolahannya bernilai ekonomis.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

BAB VI

PENGANGKUTAN DAN PENIMBUNAN

6.1 Tata Cara

Untuk mendukung operasi tambang batu gamping PT. Wirsha Mineral

Indonesia yang berlokasi di Kecamatan Sawa, Kabupaten Konawe Utara dengan

target produksi yang telah ditentukan, perlu direncanakan sistem dan sarana

transportasi dengan baik. Fasilitas transportasi yang akan dibangun harus mampu

untuk mendukung kegiatan pada masa konstruksi dan operasi poduksi. Pada

masa konstruksi fasilitas transportasi dipersiapkan untuk mampu mendukung

kegiatan mobilisasi berbagai jenis dan ukuran peralatan tambang dan mampu

mendukung kegiatan pembangunan/ konstruksi yang cukup padat kegiatannya.

Pada masa operasi produksi, akan dipersiapkan fasilitas prasarana dan sarana

transportasi untuk mendukung pengangkutan batu gamping dari lokasi tambang

(ROM) ke Stockpile yang terletak beberapa ratus meter dari lokasi tambang.

Disamping itu juga dipertimbangkan untuk menyediakan fasilitas pengangkutan

top soil dari lokasi tambang ke tempat penimbunan. Top soil akan diangkut dan

ditimbun ke tempat penimbunan di sekitar pit.

Lapisan tanah pucuk akan ditimbun pada daerah bekas tambang atau

daerah yang tidak terdapat Batu Gamping, dengan jarak tidak lebih dari 500 m

dari lokasi penambangan. Pembuangan tanah top soil pada lokasi di sekitar pit

penambangan yang telah ditentukan akan selalu membentuk sudut sesuai dengan

angle of repose dari material tersebut.

Besarnya sudut lereng akan tergantung dari banyaknya kadar air yang

dikandung oleh material tersebut. Apabila dalam pelaksanaan penimbunan

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

material dalam keadaan kering maka sudut lereng dapat lebih besar,

dibandingkan dalam keadaan basah.

Agar lereng timbunan dalam keadaan tidak longsor maka selalu

diusahakan agar tebal timbunan tidak melebihi 10 m, diatas timbunan top soil

yang telah ada atau ketebalan maksimum 1 m di atas tanah asli atau blue zone.

Namun demikian tanah timbunan tersebut akan selalu dikontrol kestabilannya.

Tanah timbunan tidak boleh terendam atau tergenang oleh air hujan atau

mata air, karena dapat menyebabkan material timbunan menjadi jenuh air yang

menyebabkan material tersebut dapat longsor.

Kelancaran target produksi per tahun tergantung pada pengambilan Batu

Gamping, yang direncanakan dengan menggunakan alat gali oleh excavator.

Adapun jenis kegiatan pengangkut yang akan dilakukan meliputi:

a. Pengangkutan Top Soil

Pada setiap tahun Top Soil yang akan digali berupa material tanah/batuan.

Top Soil tersebut sebagian akan ditempatkan di lokasi penimbunan yang telah

ditentukan dengan jarak tidak lebih dari 500 m dari lokasi pit. Sebagian lagi

akan digunakan untuk menimbun kembali pit-pit yang sudah selesai

ditambang.

Jalan angkut menuju lokasi penimbunan top soil merupakan jalan yang

diperkeras dengan gravel, lebar jalan angkut direncanakan adalah total 12

meter yang terbagi atas badan jalan seluas 10 meter, tanggul dan parit di sisi

kiri kanan jalan selebar masing-masing 1 meter. Alat angkut yang akan

digunakan untuk mengangkut material top soil tersebut adalah dump truck

kapasitas 20 ton.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

b. Pengangkutan Batu Gamping

Batu Gamping hasil penambangan akan diangkut dengan jalur pengangkutan

Batu Gamping dari daerah penambangan (ROM) di blok tambang menuju

Penampungan melalui jalan tambang (Hauling road), menggunakan dump

truck berkapasitas 20 ton. Jarak angkut dari lokasi tambang menuju Stockpile

berkisar antara 0.5 km.

c. Pengangkutan Material Sipil

Material sipil yang diambil dari lokasi quarry akan diangkut menggunakan

dump truck kapasitas 20 ton melalui jalan tambang yang digunakan untuk

operasi pengangkutan Batu Gamping. Jarak angkut dari lokasi quarry menuju

lokasi pit antara 0,5 km.

6.2 Peralatan

Adapun peralatan yang digunakan dalam proses pengangkutan dan

penimbunan adalah sebagai berikut :

Tabel 6.1 Peralatan Pengangkutan dan Penimbunan

No Description Model QTY Kepemilikan

KOMATSU Hydraulic Excavator

1 PC300 2 Sewa

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

NISSAN CWA /IVECO Dump Truck

2 5 Sewa

CATERPILLAR Bulldozer

3 Cat D7G 1 Sewa

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

BAB VII

LINGKUNGAN, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

7.1 Lingkungan

a. Dampak Kegiatan

Untuk penanganan masalah dampak yang diakibatkan dari kegiatan usaha

pertambangan Batu Gamping di lokasi rencana tambang PT. Wirsha Mineral

Indonesia terhadap lingkungan sekitarnya, disesuaikan dengan aturan yang

berlaku yaitu sesuai dengan dokumen UKL/UPL. Berdasarkan rencana kegiatan

Produksi batu gamping hasil pertambangan dapat menyebabkan dampak buruk

bagi lingkungannya, baik itu kepada masyarakat di sekitar proyek maupun

terhadap lingkungan alamnya, serta aspek lingkungan lainnya, perkiraan

beberapa dampak, antara lain :

 Berdampak terhadap kecurigaan masyarakat, untuk menangani hal tersebut

adalah dengan sosialisasi rencana kegiatan, melalui tatap muka dengan

masyarakat terutama pamong desa, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan

pemilik /penggarap lahan setempat.

 Dampak terhadap lingkungan alam, dengan melakukan penanganan dalam

proses pemulihan berbagai bahan berbahaya yang mungkin ada, tujuannya

bukan hanya untuk upaya pengawasan maupun penghematan saja, tetapi

untuk pengelolaan yang tepat dan benar, dengan tujuan utama untuk

meminimalkan, dan mengendalikan konsentrasi Limbah cair, Polusi Udara dan

Kebisingan.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

b. Pengelolaan Lingkungan

Adapun tahapan dari pengelolaan lingkungan yang akan dilakukan oleh

PT. Wirsha Mineral Indonesia adalah sebagai berikut:

1) Pengelolaan Limbah

Limbah cair dan emisi (polusi udara dan kebisingan) akan ditekan sekecil

mungkin, dan limbah tersebut harus dijamin akan dibuang dalam keadaan sudah

dianggap "bersih dan aman" sesuai peraturan yang berlaku, sehingga tidak

membahayakan lingkungan dan masyarakat. Pengolahan limbah dengan skala

besar tidak lah mudah, karena belum memiliki pengalaman yang mencukupi,

sehingga memungkinkan sejumlah masalah yang baru akan muncul.

 Limbah Cair

Air dipergunakan sebagai sarana untuk pencucian, Air bekas pencucian

tersebut melalui drainase dialirkan ke setting pond, kemudian dilakukan treatment,

dan air tersebut dipergunakan lagi, dalam sirkulasi tertutup, untuk penghematan

pemakaian air.

 Polusi Udara

Akibat latu lalang kendaraan pengangkut di jalan produksi akan berdebu,

ditanggulangi dengan penyiraman, dan menanam pohon keras di tepi jalan

transportasi, dan daerah kosong yang tidak dimanfaatkan, ditanami dengan pohon

keras penghasil oksigen (pohon trembesi).

 Kebisingan

Kebisingan bersumber dari diesel generator, cruser, dan peralatan berputar

lainnya, ditanggulangi dengan memberikan lapisan pelindung kedap suara.

Pengurangan kebisingan setiap tahapan proses harus mencapai tingkat yang

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

2) Rencana Reklamsi dan Pemanfaatan Lahan Pasca Tambang.

Lokasi pasca tambang dan lahan-lahan terganggu tainnya yang telah stabil

direklamasi, segera ditanami dengan tanaman penutup tanah (cover crop) dan

selanjutnya dengan bibit tanaman lokal jenis tanaman pioner maupun tanaman

cepat tumbuh. Kegiatan reklamasi meliputi:

 Pengaturan dan Pembentukan Lahan

Pengaturan/pembentukan lahan ditujukan untuk memperoleh permukaan

akhir yang stabil dan mempunyai bentuk alami sehingga mendekati bentuk

bentang alam asli, mendukung keberhasilan pertumbuhan tanaman, memudahkan

akses pekerjaan selanjutnya dan meningkatkan nilai estetika lahan.

Gambar 7.1 Pengendalian Longsor pada Tanah Buangan

 Pengendalian Erosi

Untuk menyediakan areai resapan dan cadangan air pada saat kemarau,

pada areal yang telah ditata akan dibuatkan struktur-struktur kolam. Kolam mini

juga berfungsi sebagai kolam pengendapan, yang biasanya dibuat pada tempat-

tempat landai (kecepatan aliran air minimum) sehingga dapat mengendapkan

sedimen dengan baik.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Gambar 7.2 Desain Sediment Pond

 Penghijauan

Tanaman yang pertama ditanam di lahan reklamasi adalah jenis tanaman

penutup tanah (cover crop) yang bertujuan untuk mengurangi laju erosi tanah,

menstabilkan permukaan tanah dan energi kinetis air hujan, membantu

memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, serta mengurangi laju erosi. Sedangkan

tanaman lain yang ditanam pada lahan yang telah siap direklamasi adalah

tanaman pioneer yang terdiri dari beberapa jenis. Hal ini sangat penting untuk

meningkatkan ketahanan tegakan terhadap serangan hama dan penyakit. Jenis-

jenis tanaman pioneer yang ditanam adalah jenis-jenis cepat tumbuh (fast growing

species) yang mampu mempercepat suksesi jenis-jenis lokal lainnya dan tidak

memerlukan perawatan intensif.

 Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman setelah tanam dilakukan hingga tanaman dapat

tumbuh dengan sendirinya secara berkelanjutan. Pada umumnya pemeliharaan

dilakukan sampai tanaman berumur satu setengah tahun.

3) Penanganan Air Asam Tambang.

Tidak ada air asam dalam penambangan batu gamping yang dilakukan

oleh PT. Wirsha Mineral Indonesia.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

7.2 Pemantauan Lingkungan

Melakukan pemantauan terhadap perubahan lingkungan fisika, kimia,

biologi dan sosial ekonomi budaya sebagai akibat perubahan yang terjadi dengan

adanya aktivitas kegiatan Penambangan Batu Gamping. Mengembangkan dan

melaksanakan program pemantauan lingkungan yang memenuhi persyaratan

RPL.

Untuk mengetahui efektifitas pengelolaan lingkungan , dilakukan

pemantauan lingkungan. Pemantauan lingkungan akan dilakukan, meliputi :

a. Kualitas tanah

Pemantauan kualitas tanah dilakukan dengan cara mengambil

contoh/sample tanah pada titik-titik lokasi yang telah ditentukan, seperti:

 Tanah dalam lokasi Penambangan,

 Tanah diluar lokasi Penambangan,

Analisa dilakukan di laboratorium, dan parameter untuk analisa tanah

adalah pH, C- organik, N, P, K, Na, ca, Mg, dan beberapa unsur mikro.

Pemantauan kualitas tanah dilakukan 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.

b. Kualitas Air

Laboratorium selalu mengawasi kualitas air buangan dengan menggunakan

optical emission spectrometry yang sering disebut AAS (atomic emission

spectroscopy), seperti dalam peraturan pengolahan limbah cair yang berlaku.

Pemantauan kualitas air dilakukan dengan cara mengambil contoh/sample air

pada lokasi yang telah ditentukan, antara lain:

 Air pada drainage dalam lokasi Penambangan,

 Air pada setlling pond

 Air limbah

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

 Air sumur penduduk,

 Air sungai.

Pemantauan kualitas air dilakukan 4 (empat) kali dalam 1 (satu) tahun.

c. Kualitas Udara.

 Pemeriksaan kualitas udara dilakukan untuk mengetahui kadar debu dan gas

CO2 dalam udara. Pengukuran dilakukan disekitar daerah operasi alat berat,

alat angkut, dan daerah yang dilalui transportasi dan daerah sekitarnya.

 Pengukuran tingkat kebisingan di 4 titik pemantauan 2 titik di lokasi

Penambangan, lokasi pemukiman dan 4 titik pada sarana dan prasrana

termasuk jalan didalam lokasi maupun jalan umum.

Pemeriksaan kualitas udara dilakukan 4 (empat) kali dalam 1 (satu) tahun.

7.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

a. Organisasi Penanganan K-3

Setiap kegiatan pertambangan, baik kegiatan penambangan maupun

kegiatan lainnya , faktor keselamatan dan kesehatan kerja adalah faktor yang

penting, PT. Wirsha Mineral Indonesia membentuk organisasi K3 sesuai dengan

ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Divisi keselamatan dan Kesehatan kerja dipimpin oleh seorang Health

Safety and Environment (HSE) Manager, yang bertanggungjawab kepada

Operation Manager selaku Kepala Teknik Tambang (KTT), dan membawahi

Dokter Perusahaan, Health Superintendent, Safety Superintendent, dan

Environment Superintendent, Penyusunan Program K3 yang disusun oleh Kepala

Teknik Tambang dan Wakil Kepala Teknik Tambang untuk dilaksanakan oleh

semua karyawan dan pengawasan dilakukan oleh KTT, dan WaKTT, serta

petugas Safety Patrol.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

b. Peralatan

Peralatan untuk penanganan kegiatan Keselamatan Kesehatan Kerja (K-3)

mengacu pada ketentuan dan peraturan yang berlaku pada bidang pertambangan

dan industri antara lain :

1. Debu

Kegiatan operasional crusher, pada kegiatan pemindahan material,

transportasi, dan Iain-lain menimbulkan debu, yang dapat mengganggu

kesehatan para pekerja, dan penanganannya adalah setiap pekerja pada

daerah yang menimbulkan debu, wajib memakai masker.

2. Gas beracun

Pada sarana transportasi dapat menimbulkan gas buang CO yang cukup

berbahaya, untuk mengatasi hal tersebut dilakukan hal sebagai berikut:

a. Peralatan sintering pada areal yang terbuka.

b. Gas CO alarm dan papan penunjuk otomatis yang menampilkan kondisi

populasi.

c. Melakukan pemantauan secara berkala.

3. Perlengkapan keselamatan kerja :

Pekerja wajib menggunakan perlengkapan keselamatan kerja, sesuai dengan

bidang pekerjaan yang sedang dilakukan.

4. Dehidrasi

Kegiatan yang dilakukan lebih banyak dilakukan pada daerah yang

bertemperatur tinggi, maka kecuali memakai perlengkapan keselamatan, juga

disarankan untuk banyak minum untuk mencegah dehidrasi.

5. Pemadam Kebakaran

Peralatan pemadam kebakaran dilengkapi sesuai dengan tempet-tempat yang

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

memiliki resiko kebakaran yang tinggi, disediakan peralatan berupa tabung

pemadam berbagai ukuran, mobil pemadam, dan hydrant lengkap dengan

selang-selangnya, serta alarm tanda bahaya kebakaran.

c. Langkah-Langkah Pelaksanaan K-3 pertambangan

1) Setiap usaha pertambangan yang meliputi kegiatan penambangan batu

gamping merupakan kegiatan yang rawan dengan kecelakaan, baik yang

menimpa manusia maupun terhadap peralatan. Untuk mencegah dan

kepatuhan terhadap peraturan K3 adalah melaksanakan pengelolaan

kegiatan yang baik dan benar serta aman.

2) Perusahaan bertanggung jawab atas pelaksanaan keselamatan dan

kesehatan kerja para karyawan, tenaga kerja dan pihak lain yang

melakukan kegiatan untuk kepentingan perusahaan di lingkungan

perusahaan.

3) Safety Induction

Kegiatan ini dilakukan pada saat perekrutan karyawan baru masuk, hal ini

dilakukan untuk memberikan bekal ataupun pengetahuan tentang aturan

ataupun kewajiban-kewajiban pekerja terhadap pentingnya K-3 dalam

kegiatan penambangan.

4) Alat Pelindung Diri (APD)

Kewajiban pemakaian APD standar berupa Safety Shoes, helmet, rompi

dan safety glasses untuk karyawan disesuaikan jumlah tenaga kerja, serta

APD khusus yang disesuaikan lokasi tempat kerjanya. Pembagian APD

sebagai bukti komitmen Perusahaan, sesuai dengan yang tercantum dalam

KEPMEN No. 555 K/26/M.PE/1995 dalam Pasal 32 "Hak dan Kewajiban

Pekerja Tambang".

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

5) Kegiatan Safety Talk atau breafing pagi sebelum melakukan aktivitas,

Untuk kegiatan safety Talk dilakukan setiap hari pada setiap devisi masing-

masing, hal ini sangat penting yaitu untuk mengingatkan kembali tentang K-

3, dan breafing hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Untuk kegiatan

Safety Talk, dilakukan setiap hari Senin, kegiatan ini dihadiri semua devisi,

dimana didalam kegiatan ini banyak membahas K-3 Lingkungan.

6) Rambu-rambu

Pembuatan dan pemasangan rambu-rambu untuk jalan produksi, lokasi

yang rawan dan berbahaya.

d. Rencana Penggunaan dan Pengamanan Bahan Peledak dan Bahan

Berbahaya Lainnya.

Dalam Proses penambangan batu gamping yang dilakukan oleh

PT. Wirsha Mineral Indonesia tidak menggunakan Bahan peledak dan bahan

berbahaya lainnya.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

BAB VIII

ORGANISASI DAN TENAGA KERJA

8.1. Bagan Organisasi

STRUKTUR ORGANISASI PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA

DIREKTUR

SITE
MANAGER/KTT

ADMINISTRASI KA. PRODUKSI KA. LOGISTIK KA. SECURITY


DAN KEUANGAN

STAF STAFF STAFF SECURITY

8.2 Jumlah dan Kreteria Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang akan diterima meliputi dua kategori yaitu tenaga kerja

tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Tenaga kerja tetap adalah tenaga kerja yang

diangkat sebagai karyawan PT. Wirsha Mineral Indonesia berdasarkan perjanjian

kerja yang disepakati bersama. Sebagai karyawan tetap, masa kerja dan

kompensasi dari karyawan ini bukan merupakan fungsi dari jumlah produksi yang

dihasilkan oleh perusahan. Kelompok tenaga kerja tetap adalah para karyawan

yang diangkat untuk mengisi formasi yang ada dalam struktur organisasi.

Tenaga kerja tidak tetap adalah tenaga kerja yang diangkat sebagai

karyawan tidak tetap PT. Wirsha Mineral Indonesia berdasarkan perjanjian kerja

yang disepakati bersama. Sebagai karyawan tidak tetap, masa kerja dan

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

kompensasi dari karyawan tidak tetap merupakan fungsi dari jumlah produksi/

kinerja yang dihasilkan. Kelompok tenaga kerja tidak tetap adalah para karyawan

PT. Wirsha Mineral Indonesia yang dikontrak selama waktu tertentu untuk

melakukan pekerjaan tertentu. Daftar tenaga kerja yang dibutuhkan selama

penambangan disajikan dapat dilihat dibawah ini:

Tabel 8.1 Daftar Tenaga Kerja

No Posisi Jumlah Status


No.
1 Direktur 1 Tetap
2 Kepala Teknik Tambang 1 Tetap
3 Administrasi dan Keuangan 1 Tetap
4 Kepala Produksi 1 Tetap
5 Kepala Logistik 1 Tetap
6 Kepala Security 1 Tetap
7 Staff Administrasi dan Keuangan 1 Tetap
8 Staff Ka. Produksi 1 Tetap
9 Staff Ka. Logistik 1 Tetap
10 Security 1 Tetap
11 Buruh Lokal 10 Tidak Tetap

8.3 Tingkat Gaji dan Upah

Tingkat Gaji untuk Karyawan PT. Wirsha Mineral Indonesia bervariasi,

tergantung tingkat pendidikan dan pengalaman kerja yang dimiliki. Rencana gaji

untuk karyawan Kepala Devisi ± Rp. 5.000.000,- Per bulan, untuk karyawan

administarsi dan staf lainnya ± Rp. 3.000.000, Per bulan sedangkan untuk upah

untuk buruh lokal di perkirakan untuk jangka waktu 1 bulan ± Rp. 800.000,-. Gaji

karyawan tersebut sewaktu-waktu dapat berubah melihat kondisi keuangan

perusahaan.

8.4 Sistem Kerja

Sistem kerja Karyawan PT. Wirsha Mineral Indonesia dengan system

kontrak selama umur tambang, dengan jangka waktu tersebut perusahaan akan

memenuhi semua kewajiban sesuai dengan perjanjian kontrak kerja.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

BAB IX

PEMASARAN

9.1 Kebijaksanaan Pemerintah

Pada periode 1970 - 1990, kars mulai mengemuka di dunia. Hal ini setelah

banyak ditemukannya beberapa lokasi yang memiliki keindahan dan keunikan

alami sebagai hasil proses geologi, seperti di Cina, Amerika Selatan, dan Asia

Tenggara. Proses geologi telah menghasilkan ukiran-ukiran yang unik di

permukaan yang berbentuk morfologi atau bentang alam perbukitan kars, di dalam

gua-gua seperti stalagmit dan stalaktit, serta aliran-aliran sungai bawah tanah,

yang menakjubkan dan indah.

Berdasarkan keunikan dan keindahannya, kawasan atau lokasi yang

memilik kars dinilai strategis, baik secara ekonomi maupun konservasi, sehingga

kawasan ini dilirik oleh dunia untuk dijadikan warisan dunia (world heritage). Pada

akhir 1990-an, ada beberapa kars Indonesia yang mengemuka untuk diusulkan

menjadi warisan dunia. Di Indonesia, kars telah berkembang pada batugamping

berbagai umur di hampir semua pulau. Di Pulau Sulawesi, kars terdapat di bagian

selatan dan tenggara pada batugamping berumur Kuarter hingga Tersier.

Seiring perkembangan kars di tanah air dan dunia, maka terbitlah peraturan

tentang pengelolaan kars di Indonesia. Peraturan yang pertama adalah Surat

Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1518 K/20/ MPE/1999

tanggal 29 September 1999, yang selanjutnya disempurnakan dalam Surat

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1456

K/20/MEM/2000 tanggal 3 November 2000 tentang Pedoman Pengelolaan

Kawasan Kars (Kepmen ESDM 1456/2000). Keputusan Menteri tersebut bertujuan

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

agar pemanfaatan kars dapat dioptimalkan dalam menunjang pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pokok utama keputusan menteri itu

adalah pedoman dalam melakukan penetapan klasif ikasi kawasan kars serta

pembagian kewenangannya.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 (PP 26/2008) tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional disebutkan dalam pasal 53 huruf b bahwa

kawasan keunikan bentang alam (kars) merupakan bagian dari kawasan lindung

geologi. Menurut pasal 51 huruf e PP yang sama, kawasan lindung geologi

merupakan bagian dari kawasan lindung nasional. Menurut para ahli hukum,

dengan terbitnya PP 26/2008 maka Kepmen ESDM 1456/2000 itu menjadi gugur.

Dalam implementasi PP 26/2008 untuk penyusunan RTRW (Provinsi, Kabupaten/

Kota), terjadi kebingungan dalam membuat pola ruang untuk kawasan yang

memiliki batugamping. Kebingunan berada di seputar pertanyaan tentang acuan

mana yang akan digunakan untuk menarik batas kars, karena sebagian besar

kars belum terklasif ikasi ke dalam kars yang dapat dibudi daya dan kars yang

perlu dilindungi.

Untuk membantu Daerah dalam penataan ruang berkenaan dengan

pemanfaatan secara optimal kawasan kars, maka pada 2012 dikeluarkan

Peraturan Menteri ESDM No. 17 (Permen ESDM 17/2012) tentang Penetapan

Kawasan Bentang Alam Kars (KBAK). Peraturan Menteri ini berisi pedoman

penetapan kawasan bentang alam kars dalam rangka mewadahi substansi yang

dibutuhkan untuk penyusunan tata ruang.

Tujuan utamanya sama halnya dengan tujuan utama dari Kepmen ESDM

1456/2000 yang terbit sebelumnya, yaitu melindungi, melestarikan dan

mengendalikan pemanfaatan kawasan bentang alam kars. Perbedaan yang

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

signifikan antara Kepmen ESDM 1456/2000 dengan Permen ESDM 17/2012

adalah bahwa dalam Permen 17/2012 tidak ada klasifikasi seperti di dalam

Kempen ESDM 1456/2000 sebelumnya. Permen tersebut langsung

membicarakan kars yang perlu dilindungi atau kars yang dapat dimanfaatkan. Kini,

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sedang menyusun Rancangan

Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Ekosistim Kars. Ekosistem ini memang

merupakan salah satu amanah yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

9.2 Prospek Pemasaran

Perkembangan produksi dan konsumsi batu gamping Indonesia dalam

kurun 1990-1999 naik dengan laju pertumbuhan tahunan sebesar 18,56 % dan

14,25 %. Jumlah produksi tahun 1991 tercatat 34,92 juta ton naik menjadi 68,36

juta ton tahun 1999. Demikian pula dengan konsumsi, dari sebesar 37,06 juta ton

(1991) menjadi 78,36 juta ton (1999). Industri semen adalah merupakan pemakai

terbesar batu gamping, sekitar 76,8% dari jumlah konsumsi. Industri lainnya

adalah industri bahan galian non-logam dan industri kapur. Dari pengamatan, data

ekspor masih nihil berarti Indonesia belum pernah ekspor batu gamping, walaupun

usaha ke arah itu ada. Sementara bahan baku yang diimpor berupa produk dari

batu gamping, yaitu flux dan kapur tohor (quicklime),

a. Dalam negeri

Pemasaran lokal khusus daerah kota kendari dapat digunakan untuk

Pembuatan Jalan dan pembangunan sarana/prasarana gedung-gedung

pemerintahan, disektor industri batu gamping dapat digunakan untuk

pembangunan smelter di Sulawesi tenggara. Diluar daerah Perluasan areal

pertanian melalui program transmigrasi, terutama di daerah dengan tingkat

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

keasaman tanah tinggi, seperti di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dapat

memberi pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian batu gamping di Indonesia.

Di sektor konstruksi/jalan untuk beberapa tahun ke depan selama situasi ekonomi

belum pulih peningkatan prospek pemakaian batu gamping relatif stabil.

Namun demikian tidak menutup kemungkinan dengan pembuatan jalan

bebas hambatan yang melalui rawa dapat meningkatkan penggunaan batu

gamping. Berdasarkan hal tersebut diperkirakan kebutuhan batu gamping di luar

sektor industri akan semakin besar di masa datang. Disisi lain, potensi batu

gamping yang besar dan tersebar dan kemungkinan pemanfaatan yang terus

meningkat di sektor industri pemakai memberikan harapan yang baik bagi

munculnya produsen baru dalam usaha pertambangan batu gamping

b. Luar Negeri

Perkembangan penyediaan dan permintaan batu gamping di negara

kawasan ASEAN memberikan petunjuk tentang adanya peluang ekspor

batugamping Indonesia ke kawasan ini. Malaysia dan Filipina misalnya,

perkembangan produksi di kedua negara lebih sedikit dengan konsumsinya. Dari

kajian terhadap kebutuhan batu gamping sektor industri di luar logam, Malaysia

untuk 1995 saja membutuhkan batu gamping 22-23 juta ton, tidak termasuk

kebutuhan di sektor konstruksi dan bangunan sebesar 5 juta ton setiap tahun.

Informasi itu diharapkan dapat menjadi peluang yang sangat baik bagi produsen di

Indonesia.

Namun demikian seperti halnya bahan galian lainnya, kesempatan itu pada

prakteknya sangat sulit. Ada sesuatu yang tak nyata dalam masalah bahan baku

mineral, baik batu gamping atau bahan galian lain sangat sulit untuk menembus

pasar ekspor. Padahal kalau dilihat dari sisi potensi, hampir semua jenis mineral

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

dapat diketemukan di Indonesia.

9.3 Jenis, Jumlah dan Harga

Jenis Batu gamping yang akan di pasarkan adalah batu gamping

bongkahan dengan harga 155.000/M3 dan yang telah diolah menjadi split dengan

menggunakan crusher dengan harga 155.000/M3.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

BAB X

INVESTASI DAN ANALISA KELAYAKAN

10.1 Investasi

a. Modal Tetap

Modal Tetap adalah modal yang dimiliki perusaahan untuk mengurus

Perizinan, Ekplorasi, Pembebasan Lahan, Konstruksi dan Rekayasa dan

peralatan crusher.

1) Untuk biaya kepengurusan perizinan perusahaan menyediakan anggaran

sebesar Rp. 200.000.000,- izin yang dimaksud meliputi Izin IUP eksplorasi,

Rekomendasi Tata Ruang, Rekomendasi Kawasan Hutan, termasuk

pembuatan laporan,dll

2) Untuk Biaya Eksplorasi Perusahaan menyediakan anggaran sebesar

Rp. 35.000.000,-

3) Untuk biaya pembebasan lahan perusahaan menyediakan anggaran sebesar

Rp. 200.000.000,- lahan yang akan dibebaskan adalah lahan yang dimiliki

masyarakat.

4) Untuk biaya Kontrusksi dan Rekayasa perusahaan menyediakan anggaran

sebesar Rp. 1.000.000.000,- anggaran ini digunakan untuk pembuatan jalan

dan bangunan.

b. Modal Kerja

Modal kerja adalah modal yang dimiliki perusahaan untuk memulai

pekerjaan Operasi Produksi, gaji karyawan, Konsumsi dan akomodasi dll.

Perusaahan dengan modal yang ada akan berusaha men jalan produksi nya

dengan baik, akan memanfaatkan arus kas (Cash Flow) yang ada sehingga

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

perputaran keuangan akan berjalan lancar. Modal kerja pada tahap awal

perusahaan menyediakan sebesar Rp. 1.500.000.000,-

c. Sumber dana

Sumber dana berasal dari modal yang dimiliki sendiri oleh perusahaan dan

dana yang berasal dari kredit perbangkan. Dana yang dimiliki perusahaan sebesar

RP. 1.000.000.000,- sedangkan dana pinjaman perbankan sebesar

Rp. 500.000.000,-

10.2 Analisis Kelayakan

a. Biaya Produksi

Yang dimaksud dengan biaya produksi adalah seberapa besar biaya

produksi per M3 batu gamping ditambah dengan biaya operasi. Untuk mengetahui

item-item biaya dapat dilihat dilampiran. Biaya produksi adalah biaya yang

dikeluarkan untuk melakukan kegiatan penambangan Batu Gamping. Besar biaya

produksi adalah Rp. 45,000,000,000,- Selama 5 Tahun.

Peralatan tambang untuk mendukung kegiatan penambangan Batu

Gamping, sebanyak 6 unit yang komponen unitnya dapat dilihat pada tabel. Biaya

peralatan ini telah dimasukan dalam biaya Produksi per M3 Batu Gamping. Biaya

Operasional adalah biaya yang akan dikeluarkan oleh PT. Wirsha Mineral

Indonesia selama kegiatan penambangan Batu Gamping yang terdiri dari: Biaya

Gaji dan Upah, Transportasi, Biaya Makan dan Akomodasi, biaya Konsumsi,

Bahan bakar, Reklamasi, Keamanan dan keselamatan, Asusransi, Biaya

Peralatan bangunan, dan Biaya Sosial (CSR). Besarnya anggaran untuk operasi

sebesar Rp. 1,826,900,000,- selama 5 tahun, biaya operasi ini proyeksikan garis

lurus hingga akhir umur tambang.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

b. Pendapatan penjualan

Pendapatan penjualan diperoleh dari penjualan batu gamping berupa batu

bongkahan dan split per m3, harga jual per m3 direnacakan rata -rata sebesar

Rp. 155.000,- untuk tahun pertama pendapatan penjualan direncanakan sebesar

Rp. 45,000,000,000,- dengan produksi sebesar 300.000 m3.

c. Cash Flow

Item Biaya arus kas atau Cash Flow dapat dilihat dilampiran

d. Perhitungan NPV, NBCR, IRR, dan BEP

Analisis Finansial digunakan untuk mengetahui apakah suatu usaha yang

diusahakan layak dan menguntungkan untuk dikembangkan atau dikatakan masih

dalam tingkat efisiensi.

Berbagai kriteria investasi dapat dipertanggungjawabkan dan sering

digunakan untuk menilai kelayakan investasi tersebut adalah R/C Ratio, Net

Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return

(IRR), Break Event Point (BEP), dan Payback Period.

 Net Present Value (NPV)

Perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara

yang praktis untuk mengetahui apakah proyek menguntungkan atau tidak.

NPV adalah selisih antara Present Value dari arus Benefit dikurangi Present

Value PV dari arus biaya (Soekartawi, 1996).

Proyek yang memberikan keuntungan adalah proyek yang memberikan

nilai positif atau NPV > 0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar

dari semua biaya total yang dikeluarkan. Jika NPV = 0, berarti manfaat yang

diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya total yang dikeluarkan. NPV < 0,

berarti rugi, biaya total yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

diperoleh. Secara matematis NPV dirumuskan sebagai berikut:

Cn = Biaya pada tahun ke-t

N = lamanya waktu investasi

r = tingkat bunga

 Interest Rate off Return (IRR)

Interst Rate of Return adalah besarnya tingkat bunga (discountt interest

rate) yang menjadikan biaya pengeluaran dan penerimaan besarnya sama.

Laju pengembalian ini pada studi-studi terhadap proposal proyek yang

ditawarkan dipakai sebagai alat untuk menentukan alternatif proyek. Dengan

melihat angka dari Rate of Return ini pemilik modal akan dapat menyimpulkan

apakah proyek yang dimodali menguntungkan atau tidak.

Karena dalam perhitungan tidak dipengaruhi oleh suku bunga komersil

yang berlaku sehingga sering disebut IRR (Internal Rate of Return). Dengan

demikian bila ternyata hasilnya lebih besar (>) dari suku bunga komersil yang

berlaku, maka sering disebutkan bahwa proyek tersebut menguntungkan,

tetapi bila lebih kecil (<) maka dianggap rugi.

PV untuk semua biaya = PV untuk semua penerimaan. IRR dapat lebih

mudah dicari dengan trial and error dengan pertama-tama menjumlahkan

cash flows (CF) dari semua biaya pengelu aran dan penerimaan. Bila hasilnya

negatif maka dapat diketahui bahwa proposal yang diajukan tidak layak

karena sebenarnya dengan penjumlahan CF ini kita telah melakukan prosedur

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

perhitungan dengan besarnya IRR (atau nilai i) nol. Untuk mengetahui sejauh

mana proyek memberikan keuntungan, digunakan analisis IRR.

IRR dinyatakan dengan persen (%) yang merupakan tolok ukur dari

keberhasilan proyek (Soekartawi, 1996) Penggunaan Investasi akan layak jika

diperoleh IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku bunga bank

yang ditentukan, karena proyek berada dalam keadaan yang menguntungkan,

demikian juga sebaliknya jika IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga bank

yang ditentukan, berarti proyek merugi dan tidak layak untuk dilaksanakan.

Secara matematis IRR dirumuskan sebagai berikut:

NPVIr = Perhitungan NPV positif mendekati nol dengan bunga modal sebesar

i1 persen

NPVIt = Perhitungan NPV negatif mendekati nol dengan bunga modal sebesar

i2 persen

Ir = Discount factor (DF) pertama, tingkat bunga yang menghasilkan NPV

positif

It = Discount factor (DF) kedua, tingkat bunga yang menghasilkan NPV

negatif / Payback Period

Tingkat pengembalian investasi diartikan sebagai jangka waktu

kembalinya investasi yang dikeluarkan melalui keuntungan yang diperoleh dari

suatu proyek.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Menghitung Payback Period tidak perlu memperhitungkan tingkat

bunga dan Present Value dengan menggunakan discount factor.

Penghitungan Payback Period hendaknya dilakukan setelah menghitung IRR

dan kriteria investasi lainnya. Semakin cepat tingkat pengembalian investasi

maka proyek layak untuk diusahakan dan sebaliknya semakin lambat

investasi yang digunakan itu dikembalikan maka proyek tidak layak untuk

diusahakan.

e. Analisa Kepekaan dan Resiko

Dari analisis biaya yang akan timbul sebagaimana kegiatan yang tersebut

diatas, selanjutnya dapat dilakukan analisis lanjutan berupa NPV, IRR, Payback

Period dan analisis sensitivitas. Didalam melakukan analisis dilakukan dengan

asumsi-asumsi dan skenario uji sensitivitas, yang kriterianya sebagai berikut:

1) Skenario I:

 Harga jual Turun 20%pertahunnya.

 Total biaya naik 5 % pertahunnya

 Tingkat suku bunga 14%.

2) Skenario II:

 Harga Produksi Naik 20% pertahunnya.

 Total biaya naik 5% pertahunnya

 Tingkat suku bunga 14%.

3) Skenario III:

 Harga Investasi naik 20 %pertahunnya

 Total biaya naik 5% pertahunya

 Tingkat suku bunga 14%.

Berdasarkan analisis NPV, IRR, dan Payback period dengan Discon

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Faktor 14 % maka di dapatkan hasil analisis, sebagai berikut:

NPV 36,149,486,213
NBCR 3.86
IRR 55.80
PBP 0.65
BEP RATA-RATA M3 150,000

Berdasarkan kriteria tersebut, maka proyek penambangan Batu

Gamping ini layak dilaksanakan karena membawakan keuntungan secara

finansial.

 Analisis Kepekaan

Untuk mengetahui sampai seberapa jauh kepekaan usulan rencana

penambangan Batu Gamping ini, akan dilakukan analisis kepekaan

terhadap beberapa unsur yang pengaruhnya cukup besar terhadap aliran

kas.

1. Penurunan Tingkat Harga Jual

Bila analisis kepekaan dilakukan dengan menurunkan tingkat harga,

sebesar 20%, penambangan Batu Gamping ini sudah layak

diusahakan.

Harga Jual Turun 20 %


NPV 1,545,900,000
NBCR 1.328
IRR 28.765
PBP 1.57
PENILAIAN Layak

2. Kenaikan Biaya Operasi dan Produksi

Hasil perhitungan, jika biaya operasi dan produksi dinaikkan sebesar

20%, maka penambangan Batu Gamping ini layak lagi untuk

diteruskan .

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

Biaya Produksi dan Operasi Naik 20 %


NPV 5,675,800,350
NBCR 3.005
IRR 36.675
PBP 0.805
PENILAIAN Layak

3. Kenaikan Biaya Investasi

Bila analisis kepekaan dilakukan dengan menaikkan biaya investasi

sebesar 20%, ternyata penambangan Batu Gamping ini masih layak

diusahakan.

Investasi Naik 20 %
NPV 30,335,250,000
NBCR 7.112
IRR 38.12
PBP 0.55
PENILAIAN Layak

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

BAB XI

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil studi kelayakan IUP ekplorasi PT. Wirsha Mineral

Indonesia dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Luas wilayah yang ditingkat untuk IUP Operasi Produksi adalah sebesar

18,2 Ha

2. Sesuai Hasil Eksplorasi dan Penelitian dilapangan di dapat cadangan terkira

sebesar 2.750.000 M3.

3. Rencana Penambangan Batu Gamping menggunakan metode tambang

terbuka (Surface Mining) dengan menggunakan alat berat untuk mengambil

cadangan.

4. Rencana Produksi pertahun sebesar 300.000 m3 dengan umur tambang

9 tahun.

5. Rencana Pemasaran Batu Gamping akan dipasarkan di daerah dan antar

pulau dengan harga jual Rp. 155.000, per M3.

6. Investasi yang perlukan sebesar Rp. 1,450,000,000,- dengan modal kerja

sebesar Rp. 1.500.000.000,- dana ini bersumber dari perbankan dan dana

sendiri.

7. Hasil Analisis Kelayakan penambangan Batu Gamping yang akan di lakukan

PT. Wirsha Mineral Indonesia menunjukkan bahwa berdasarkan analisis

finansial dengan discount rate 14% dengan kenaikan biaya produksi dan

operasi 5%/tahun, maka didapatkan proyek penambangan ini memiliki NPV

sebesar Rp. 36,149,486,213,-, IRR bernilai 55.80 % dengan Payback Period

selama 0.4 tahun, sehingga layak untuk proyek ini dilanjutkan. Berdasarkan

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA


STUDI KELAYAKAN

analisis sensitivitas manakala harga jual Batu Gamping turun hingga 20%

maka proyek ini layak dilanjutkan dan manakala biaya produksi naik hingga

20% maka proyek ini layak dilanjutkan, dan manakala biaya investasi naik

hingga 20 %, maka proyek ini layak dilanjutkan.

8. Jumlah Tenaga Kerja Tetap 10 orang termasuk Direktris perusahaan, dan 10

orang tenaga kerja tidak tetap.

9. Pemantauan dan Pengeloaan Lingkungan mengikuti dokumen UKL/UPL

10. Batu Gamping yang belum dapat dipasarkan akan dijual tahun berikutnya, jika

masa tambang habis atau pasca tambang sisa batu gamping akan dilelang.

PT. WIRSHA MINERAL INDONESIA

You might also like