Professional Documents
Culture Documents
Makalah ASKEP Mobilisasi Pada Pasien Stroke
Makalah ASKEP Mobilisasi Pada Pasien Stroke
DISUSUN OLEH : :
Kelompok 9 / Kelas 1-A
1. Anisa Alifia Kusmadiyanti (1130022052)
2. Elly Arnovi Ibrahim M. (1130022075)
3. Ismiyatul Fadia (1130022089)
4. Putri Kartika Octaviani (1130022129)
5. Lutfiana Rahmayanti Nurlita (1130022137)
DOSEN FASILITATOR :
Syiddatul Budury, S.Kep.Ns., M.Kep.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Askep Gangguan
Kebutuhan Aktivitas/Latihan (Mobilisasi)” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ibu Andikawati
Fitriasari S.Kep.Ns., M.Kep selaku dosen penanggung jawab dan Ibu Syiddatul Budury
S.Kep.Ns., M.Kes selaku dosen fasilitator pada mata kuliah Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Manusia. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang askep
ganggaun kebutuhan aktivitas/latihan (mobilisasi) bagi para pembaca dan juga penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen-dosen pada mata kuliah ini yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
5
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk memperoleh pengetahuan mengenai askep gangguan kebutuhan aktivitas/latihan
(mobilisasi). Dan melaksanakan tugas mata kuliah Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Manusia materi “Askep Kebutuhan Gangguan Mobilisasi”.
B. Tujuan Khusus
1. Dapat memahami dan menjelaskan kembali mengenai konsep dasar kebutuhan
mobilisasi (pengertian, etiologi, manisfestasi klinis, patofisiologi, dan
penatalaksanaan).
2. Dapat memahami dan menjelaskan kembali mengenai konsep asuhan keperawatan
dari gangguan kebutuhan mobilisasi.
3. Dapat memahami dan menjelaskan kembali mengenai asuhan keperawatan
mobilitas fisik pada pasien stroke.
1.4 Manfaat
a. Bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki
khususnya mengenai askep gangguan kebutuhan mobilisasi.
b. Dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan bagi pembaca.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
2.1.3 Jenis Mobilisasi dan Imobilisasi
2.1.3.1 Jenis Mobilisasi
Mobilisasi terdiri dari beberapa jenis, diantaranya yaitu sebagai berikut (Nurwening &
Herry, 2020) :
a. Mobilisasi Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh
dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilisasi Sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelan dan tidak mampu bergerak secara bebas karna dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sensorik pada tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada
kasus cidera atau patah tulang dengan kemasan traksi. Pasien paraplegi mengalami
mobilisasi sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik
dan sensorik.
1) Mobilisasi Sebagian Temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang bersifat sementara.dapat disebabkan oleh
trauma revelsibe pada sistem muskoluskeletal, contohnya adalah adanya
dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilisasi Sebagian Permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya sistem syaraf irreversible, contohnya terjadinya hemiplegia karna
stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomyelitis karena
terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
8
c. Imobilisasi Emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri, contohnya keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah
amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau
kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
d. Imobilisasi Sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukkan interaksi sosial karna keadaan penyakitnya sehingga dapat
mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
2.1.4 Etiologi
Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik, diantaranya yaitu kerusakan
integritas struktur tulang, perubahan metabolisme, ketidakbugaran fisik, penurunan kendali
otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot, keterlambatan perkembangan, kekakuan
sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuskular, indeks
massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia, efek agen farmakologis, program pembatasan
gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik, kecemasan, gangguan kognitif,
keengganan melakukan pergerakan, dan gangguan sensori persepsi (PPNI, 2017).
a. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Hal tersebut
dapat dijumpai pada menurunnya basal metabolism rate (BMR) yang menyebabkan
berkurangnya energi untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan
oksigenasi sel. Perubahan metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme
menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat berisiko meningkatkan gangguan
metabolisme. Proses imobilitas dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi urine dan
pengingkatan nitrogen. Hal tersebut dapat ditemukan pada pasien yang mengalami imobilitas
pada hari kelima dan keenam. Beberapa dampak perubahan metabolisme, di antaranya adalah
pengurangan jumlah metablisme, atropi kelenjar dan katabolisme protein, ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, deminetralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan
gastroi (Kasiati, 2016).
f. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat berupa hipotensi
ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus. Terjadinya
hipotensi ortostatik dapat disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi
yang tetap dan lama, refleks neurovaskular akan menurun dan menyebabkan vasokontrriksi,
kemudian darah terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi
pusat terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan karena imobilitas dengan posisi
horizontal. Dalam keadaan normal, darah yang terkumpul pada ekstermitas bawah bergerak dan
meningkatkan aliran vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan
kerjanya. Terjadinya trombus juga disebabkan oleh vena statsi yang merupakan hasil penurunan
kontrasi muskular sehingga meningkatkan arus balik vena intestinal (Saputra, 2013).
h. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin disebabkan
oleh kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran darah renal dan urine
berkurang (Kasiati, 2016). Imobilitas dapat berpengaruh terhadap proses eliminasi urine.
Contoh masalah yang disebabkan oleh imobilitas tersebut antara lain adalah statis urin, retensi
urin, batu ginjal, dan infeksi perkemihan (Saputra, 2013).
11
i. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain lain timbulnya rasa bermusuhan,
bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur dan menurunnya koping
mekanisme. Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan dampk imobilitas karena
selama proses imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan,
dan lain-lain (Kasiati, 2016).
2.1.7 Patofisiologi
Neuromuskular berupa sistem otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon, kartilago, dan saraf
sangat mempengaruhi mobilisasi. Gerakan tulang diatur otot skeletal karena adanya
kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagi sistem pengungkit. Tipe
kontraksi otot ada dua, yaitu isotonik dan isometrik. Peningkatan tekanan otot menyebabkan
otot memendek pada kontraksi isotonik. Selanjutnya, pada kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatan tekanan otot atau kerja otot, tetapi tidak terjadi pemendekan atau gerakan aktif dari
otot, misalnya menganjurkan pasien untuk latihan kuadrisep.
Kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot dapat mempertahankan
ketegangan. Immobilisasi menyebabkan aktivitas dan tonus otot menjadi berkurang. Rangka
pendukung tubuh yang terdiri dari empat tipe tulang, seperti panjang, pendek, pipih, dan
irreguler disebut skeletal. Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital,
12
membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah
(Potter, 2012).
2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan memberikan latihan rentang gerak. Latihan rentang gerak yang dapat
diberikan salah satunya yaitu dengan latihan Range of Motion (ROM) yang merupakan latihan
gerak sendi dimana pasien akan menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan
normal baik secara pasif maupun aktif. ROM pasif diberikan pada pasien dengan kelemahan
otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang maupun sendi dikarenakan pasien tidak
dapat melakukannya sendiri yang tentu saja pasien membutuhkan bantuan dari perawat ataupun
keluarga. Kemudian, untuk ROM aktif sendiri merupakan latihan yang dilakukan sendiri oleh
pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga. Tujuan ROM, yaitu untuk
mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian,
merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk (Potter, 2012).
13
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Proses asuhan keperawatan adalah pendekatan yang teorinya digunakan dalam praktik
keperawatan. Tujuan dari strategi ini adalah untuk memenuhi tuntutan pelanggan, keluarga, dan
masyarakat dengan membutuhkan keahlian teknis atau keterampilan seseorang untuk
memecahkan masalah. Proses keperawatan dibagi menjadi lima tahap yang saling
berhubungan: pengkajian, diagnosis, perencanaan tindakan, dan evaluasi. Tingkat ini
menggabungkan proses mental pemecahan masalah saat memberikan asuhan keperawatan
(Nursalam, 2011).
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengadakan
kegiatan mengumpulkan data-data atau mendapatkan data yang akurat dari klien sehingga akan
diketahui berbagai permasalahan yang ada. Untuk melakukan langkah pertama ini diperlukan
berbagai pengetahuan dan kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat diantaranya
pengetahuan tentang kebutuhan atau sistem biopsikososial dan spiritual bagi manusia yang
memandang manusia dari aspek biologis, psikologis, sosial, dan tinjauan dari aspek spiritual.
Kemudian pengetahuan akan kebutuhan perkembangan manusia (tumbuh kembang dari
kebutuhan dasarnya), pengetahuan tentang konsep sehat dan sakit, pengetahuan tentang
patofisiologi dari penyakit yang dialami, pengetahuan tentang sistem keluarga dan kultur
budaya, serta nilai-nilai keyakinan yang dimiliki klien (Hidayat, 2021).
Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor yang didapat dari
penilaian GCS klien:
a. Nilai GCS Composmentis : 15 – 14
b. Nilai GCS Apatis : 13 – 12
c. Nilai GCS Derilium : 11 – 10
d. Nilai GCS Somnolen :9–7
e. Nilai GCS Semi Coma :4
f. Nilai GCS Coma :3
17
Tabel 2.2 Glasgow Coma Scale
Respon Membuka Mata Nilai
Spontan 4
Terhadap bicara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1
Respon Verbal Nilai
Terorientasi 5
Percakapan yang membingungkan 4
Penggunaan kata-kata yang tidak sesuai 3
Suara menggumam 2
Tidak ada respon 1
Respon Motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat rangsangan 5
Menghindar dari stimulus 4
Flexi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada respon 1
4. Kepala : Normachepal
5. Wajah : Biasanya simetris, wajah pucat.
6. Mata : Biasanya sklera ikterik, reflek pupil negatif, konjungtiva
anemis, penglihatan berkurang.
7. Mulut dan bibir : Biasanya sianosis, mukosa bibir kering, stomatitis,
mengalami gangguan pengecapan, reflek mengunyah dan
menelan buruk, dan bibir tidak simetris.
8. Hidung : Biasanya terjadi gangguan penciuman.
9. Telinga : Biasanya ada gangguan pendengaran.
10. Leher : Biasanya ada gangguan menelan.
11. Thoraks
a. Paru-paru
Inspeksi : Biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan
Perkusi : Biasanya sonor
18
Auskultasi : Suara napas bisa normal (vesikuler) atau tidak normal
(seperti ronkhi).
b. Jantung
Inspeksi : Biasanya iktus tidak terlihat
Palpasi : Biasanya iktus teraba di Ric 4
Perkusi : Biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya suara vesikuler
12. Abdomen
Inspeksi : Biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : Biasanya thympani
Auskultasi : Biasanya bising usus hiperaktif
13. Genitalia anus
Klien dengan Stroke biasanya akan mengalami masalah dalam, proses eliminasi
(BAB dan BAK) sehingga pasien harus dipasang kateter.
14. Ekstremitas
Lemah anggota gerak dengan kekuatan otot biasanya 2 sampai 3, akral teraba
hangat, CRT < 2 dtk
(SDKI, Edisi I)
20
2.2.3 Intervensi
Intervensi keperawatan adalah salah satu standar profesi yang dibutuhkan untuk
menjalankan praktik keperawatan di Indonesia. Intervensi merupakan segala bentuk terapi yang
dilakukan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis dalam mencapai
peningkatan, pencegahan, serta pemulihan kesehatan pada klien individu, keluarga, serta
komunitas (PPNI, 2018).
Pada intervensi atau perencanaan, ada empat hal yang harus diperhatikan dalam
memberikan asuhan keperawatan, yaitu: menentukan prioritas masalah, menentukan tujuan,
kriteria hasil, serta merumuskan intervensi dan aktivasi perawatan (Melliany, 2019).
2.2.4 Implementasi
Implementasi Keperawatan merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien (SIMAMORA, 2019).
2.2.5 Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses
dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat
dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan
tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya
(SIMAMORA, 2019).
21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Tn. L usia 69 tahun dengan berat badan 58 kg dan tinggi badan 165cm datang ke rumah
sakit bersama anaknya pada 3 November 2021 pukul 11.00 WIB dalam keadaan sadar. Pasien
mengeluh tangan dan kaki kirinya susah untuk digerakkan sejak 9 hari yang lalu. Keluarga
mengatakan pasien sempat jatuh di halaman rumah 9 hari yang lalu, bicara pelo, bibir mencong
ke kanan, mual dan muntah tidak ada. Keluarga juga mengatakan pasien sudah dibawa ke rumah
sakit tetapi rumah sakit menolak karena adanya pandemi sehingga pasien di rawat di rumah
saja. Setelah dilakukan pemeriksaan, didapatkan hasil TD: 90/60 mmHg, N: 80x/menit, RR:
20x/menit, S: 36,8˚C, klien tampak lesu dan terbaring lemah di tempat tidur, semua aktivitas
klien tampak dibantu oleh keluarga.
22
3.1 PENGKAJIAN
Ruang : Anggrek Tanggal Pengkajian : 4 Nov 2021
Tanggal MRS : 3 Nov 2021 Jam Pengkajian : 11.00
Register Medik : 532xxxx
Diagnosa Medik : Stroke
IDENTITAS KLIEN
Pasien Penanggung Jawab
Nama : Tn. L Nama : Ny. F
Usia : 69 tahun Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan : Wiraswasta
Status Pernikahan : Menikah Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. Melati No.02 Alamat : Jl. Mawar No.9
Hubungan dengan klien : Anak
23
Keluarga juga mengatakan pasien sudah dibawa ke rumah sakit tetapi rumah sakit
menolak karena adanya pandemi sehingga pasien di rawat di rumah saja.
24
3.1.2.4 Geonogram
Keterangan gambar:
= Laki-laki = Pasien
= Meninggal = Berhubungan
25
3.1.3.2 Istirahat tidur
1. Lama tidur : 6-8 jam
2. Tidur siang : (√) Ya ( ) Tidak
3. Kesulitan tidur di RS : ( ) Tidak (√) Ya, alasan: merasa tidak nyaman
4. Kesulitan tidur : (√) Menjelang tidur
( ) Mudah/sering terbangun
( ) Merasa tidak segar saat bangun
3.1.3.4 Nutrisi
1. Frekuensi makan : 3x sehari
2. BB/TB : 58 kg/165cm
3. BB 1 bulan terakhir : (√) tetap
( ) meningkat: ___Kg, alasan______
( ) menurun:
4. Jenis makanan : Nasi, lauk, dan sayur
5. Makanan yang disukai : Kacang – kacang an
6. Pantangan/alergi : Tidak ada
7. Nafsu makan : (√) baik
( ) kurng baik, alasan : tidak nafsu makan karena batuk
8. Masalah pencernaan : ( ) mual ( ) muntah (√) kesulitan menelan ( ) stomatitis
9. Riwayat operasi/trauma gastrointestinal : tidak ada riwayat operasi
10. Diit RS :
(√) habis ( ) ½ porsi ( ) ¾porsi ( ) tidak habis
11. Kebutuhan pemenuhan makan ( ) mandiri ( ) tergantung (√) dengan bantuan
26
3.1.3.6 Oksigenisasi
1. Sesak napas : ( ) Ya ( √ ) Tidak
a. Frekuensi : Tidak ada
b. Kapan terjadinya : Tidak ada
c. Faktor pencetus : Tidak ada
d. Faktor pemberat : Tidak ada
2. Batuk : ( ) Ya (√) Tidak
3. Sputum : ( ) Ya (√) Tidak
4. Nyeri dada : ( ) Ya (√) Tidak
5. Riwayat penyakit : ( ) Asma ( ) TB ( ) Batuk darah
( ) Chest Surgery/Trauma dada
( ) Paparan dengan penderita TB
(√) Tidak ada riwayat penyakit
6. Riwayat merokok : (√) Pasif ( ) Aktif
3.1.3.7 Eliminasi
1. Eliminasi alvi
a. Frekuensi : 3x/hari
b. Warna/darah : Kuning kecoklatan/tidak ada darah
c. Konsistensi : Lembek
d. Waktu : (√) Pagi ( ) Siang ( ) Sore ( ) Malam
e. Penggunaan pencahar : ( ) Ya (√) Tidak
f. Gangguan eliminasi : ( ) Konstipasi ( ) Diare ( ) Inkontinensia bowel
(√) Tidak ada gangguan eliminasi alvi
g. Kebutuhan pemenuhan eliminasi alvi: ( ) mandiri ( ) tergantung (√) dg bantuan
2. Eliminasi urin
a. Frekuensi : 5x/hari
b. Warna : (√) Normal ( ) Hematuria ( ) Seperti teh
c. Darah : Tidak ada darah
d. Keluhan : ( ) Nokturia ( ) Retensi urin ( ) Inkontinensia urine
(√) Tidak ada keluhan
e. Ggn. Eliminasi bladder : ( ) Nyeri saat BAK
27
( ) Burning sensation
( ) Bladder terasa penuh setelah BAK
( ) Inkontinensia bladder
(√) Tidak ada gangguan eliminasi bladder
f. Riwayat penyakit : ( ) Penyakit ginjal ( ) Trauma
(√) Tidak ada riwayat penyakit
g. Penggunaan kateter : (√) Ya ( ) Tidak
h. Kebutuhan pemenuhan eliminasi urin: ( ) mandiri ( ) tergantung (√) dg bantuan
28
3.1.4.3 Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1. Kepala
a. Kulit (√) normal ( ) hematoma ( ) lesi ( ) kotor
b. Rambut (√) normal ( ) kotor ( ) rontok ( ) kering/kusam
c. Muka (√) normal ( ) bells palsy ( ) hematom ( ) lesi
d. Mata
1) Konjungtiva ( ) normal (√) anemis ( ) hiperemis
2) Sklera (√) normal ( ) ikterik
3) Pupil (√) isokor ( ) anisokor
4) Palpebra (√) normal ( ) oedema ( ) hordeolum
5) Lensa (√) normal ( ) keruh
6) Visus (√) normal ka/ki ( ) miopi ka/ki
( ) hipermetropi ka/ki ( ) astigmatisme ka/ki
( ) kebutaan ka/ki
e. Hidung (√) normal ( ) polip ( ) epitaksis ( ) septum defiasi
( ) gangguan indra penghidu ( ) sekret
f. Mulut - Gigi ( ) normal (√) caries dentis, di___ ( ) gisi palsu, di___
g. Bibir ( ) normal (√) kering ( ) stomatitis ( ) sianosis
h. Telinga (√) simetris ( ) asimetris
(√) bersih ( ) kotor
( ) tidak ada gangguan pendengaran
4. Dada
Bentuk (√) normal ( ) barrel chest ( ) funnel chest ( ) pigeon chest
a. Pulmo
Inspeksi : Dada kanan kiri simetris, tidak ada pembesaran dada, tidak ada
odem
29
Palpasi : Fremitus taktil ka/ki : menurun
Perkusi : ka/ki : lapang dada
Auskultasi : (√) vesikuler ka/ki ( ) wheezing ( ) ronkhi
b. Cor
Inspeksi : Dada simetris sisi kiri dan kanan, tidak ada pembengkakan
sekitar dada
Palpasi : Ictus cordis : tidak ada nyeri tekan sekitar dada
Perkusi : batas jantung : terdengar redup
Auskultasi : Bunyi jantung I (SI): Normal
Bunyi jantung II (SII) : Normal
Bunyi jantung III (SIII): Normal
Murmur : Tidak ada
5. Abdomen
Inspeksi : (√) normal ( ) ascites
Palpasi : (√) normal ( ) hepatomegali ( ) splenomegali ( ) tumor
Perkusi : (√) normal ( ) hypertimpani ( ) pekak
Auskultasi : Peristaltik : 7x/mnt
6. Genetalia
Pria (√) normal ( ) hypospadia ( ) epispadia ( ) hernia
( ) tumor ( ) hydrocell
Perempuan ( ) normal ( ) kondiloma ( ) prolapsus uteri
( ) perdarahan ( ) keputihan
8. Ektremitas
Kekuatan otot: 5555 4444
5555 4444
a. Extremitas atas
ROM ka/ki :
capilary refile : < 2 detik
30
b. Extremitas bawah
ROM ka/ki :
capilary refile : < 2 detik
2. Spiritual
a. Konsep tentang penguasaan kehidupan
(√) Allah ( ) Tuhan ( ) Dewa ( ) Lainnya, _____
b. Sumber kekuatan/harapan saat sakit
(√) Allah ( ) Tuhan ( ) Dewa ( ) Lainnya, _____
c. Ritual agama yang bermakna saat ini
(√) shalat ( ) baca kitab suci ( ) lainnya, ________________________
d. Sarana/peralatan/orang yang diperlukan untuk melaksanakan ritual agama
(√) lewat ibadah ( ) rohaniawan ( ) lainnya, __________________
e. Upaya kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan agama
( ) makanan ( ) tindakan ( ) obat ( ) lainnya, ______
f. Keyakinan bahwa Tuhan akan menolong dalam menghadapi situasi saat ini
(√) ya ( ) tidak
g. Keyakinan bahwa penyakit dapat disembuhkan
(√) ya ( ) tidak
31
h. Persepsi terhadap penyebab penyakit
( ) hukuman (√) cobaan ( ) peringatan ( ) lainnya, _______
32
ANALISA DATA
33
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan mobilitas fisik b.d. gangguan neuromuskuler d.d. tangan dan kaki kiri klien
susah untuk digerakkan, klien susah bergerak, semua aktivitas klien dibantu keluarga,
kekuatan otot klien menurun, dan klien tampak lemah di tempat tidur.
34
3.3 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
35
d. Dapat menilai perkembangan
dalam mobilisasi sehari-hari
Terapeutik Terapeutik
a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi a. Memudahkan klien dalam
dengan alat bantu (mis. pagar melakukan pergerakan atau
tempat tidur) mobilisasi miring kiri dan miring
b. Fasilitasi melakukan kanan
pergerakan, jika perlu b. Membantu klien mobilisasi
c. Libatkan keluarga untuk mandiri
membantu pasien dalam c. Selain klien sediri peran dari
meningkatkan pergerakan keluarga pun sangat dibutuhkan
oleh klien untuk memotivasi,
membantu dan meningkatkan
mobilisasi dengan cepat
Edukasi Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur a. Agar pasien mengetahui tujuan
mobilisasi dan prosedur mobilisasi
b. Anjurkan melakukan mobilisasi b. Proses penyembuhan yang
dini lambat sering kali menyertai
36
c. Ajarkan mobilisasi sederhana trauma kepala, keterlibatan klien
yang harus dilakukan (mis. dalam perencanaan dan
duduk di tempat tidur, duduk di keberhasilan dalam intervensi
sisi tempat tidur, pindah dari c. Agar pasien mampu melakukan
tempat tidur ke kursi) mobilisasi sederhana secara
mandiri
Terapeutik Terapeutik
a. Motivasi melakukan ROM aktif a. Untuk meningkatkan sirkulasi
atau pasif perifer
b. Ubah posisi setiap 2 jam b. Menurunkan terjadinya trauma
atau iskemia jaringan
37
3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
38
12.00 - Memfasilitasi aktivitas mobilisasi DS: Pasien mengatakan bersedia untuk
dengan alat bantu pagar tempat tidur mengubah posisi
- Mengubah posisi pasien ke posisi DO: Pasien dalam posisi terlentang, kondisi
terlentang fisik pasien tampak lemah
- Memonitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
12.05 - Memotivasi dan mengajarkan pasien DS: Pasien mengatakan tangan dan kaki
melakukan ROM aktif (abduksi, kirinya masih sulit untuk digerakkan dan
adduksi, fleksi, ekstensi, dan oposisi) gemetar saat menggenggam bola
- Memfasilitasi pasien melakukan DO: Pasien tampak gemetar saat
pergerakan dengan latihan ROM menggenggam bola, kekuatan otot 4 pada
genggam bola ekstremitas kiri.
14.00 - Memonitor frekuensi jantung dan DS: -
tekanan darah sebelum memulai DO:
mobilisasi - Tekanan darah: 90/70 mmHg
- Frekuensi nadi: 85x/menit
14.10 - Mengajarkan mobilisasi sederhana DS: Pasien mengatakan bersedia untuk duduk
duduk di tempat tidur di tempat tidur
DO: Pasien tampak dalam posisi duduk
39
14.20 - Melibatkan keluarga untuk membantu DS: Keluarga pasien mengatakan akan
pasien dalam meningkatkan membantu pasien dalam melakukan mobilisasi
pergerakan dan melatih pergerakan sendi
DO: Keluarga tampak kooperatif
16.10 - Mengubah posisi pasien ke posisi DS: Pasien mengatakan kesulitan saat
miring kiri merubah posisi
- Memonitor kondisi umum selama DO: Pasien kooperatif, pasien dalam posisi
melakukan mobilisasi miring kiri, kondisi fisik tampak lemah
18.00 - Mengubah posisi pasien ke posisi DS: Pasien mengatakan kesulitan saat
terlentang merubah posisi
- Memonitor kondisi umum selama DO: Pasien kooperatif, pasien dalam posisi
melakukan mobilisasi miring terlentang, kondisi fisik tampak lemah
18.10 - Menganjurkan pasien melakukan DS: Pasien mengatakan tangan dan kaki
ROM aktif (abduksi, adduksi, fleksi, kirinya masih sulit untuk digerakkan dan
ekstensi, dan oposisi) masih gemetar saat menggenggam bola
- Memfasilitasi pasien melakukan DO: Pasien masih tampak gemetar saat
pergerakan dengan latihan ROM menggenggam bola, kekuatan otot 4 pada
genggam bola ekstremitas kiri
40
No. Diagnosa Tanggal/
Implementasi Respon Paraf
Keperawatan Jam
1. Gangguan mobilitas 4 Nov 2021 - Mengidentifikasi toleransi fisik DS: Pasien mengatakan masih sedikit sulit
fisik b.d. gangguan 08.00 WIB melakukan pergerakan menggerakkan tangan dan kaki kirinya
neuromuskuler d.d. - Memonitor frekuensi jantung dan DO:
tangan dan kaki kiri tekanan darah sebelum memulai - Pasien tampak sulit menggerakkan
klien susah untuk mobilisasi ekstremitas bagian kiri
digerakkan, klien susah - Tekanan darah 100/70 mmHg
bergerak, semua - Frekuensi nadi 82x/menit
aktivitas klien dibantu 08.10 - Memfasilitasi aktivitas mobilisasi DS: Pasien mengatakan bersedia untuk
keluarga, kekuatan otot dengan alat bantu pagar tempat tidur mengubah posisi menjadi terlentang
klien menurun, dan - Mengubah posisi pasien ke posisi DO: Pasien tampak kooperatif, pasien dalam
klien tampak lemah di terlentang posisi terlentang, keadaan umum pasien lemah
tempat tidur. - Memonitor kondisi umum selama
melakukan mobbilisasi
10.00 - Mengajarkan mobilisasi sederhana DS: Pasien mengatakan bersedia untuk duduk
duduk disisi tempat tidur disisi tempat tidur
DO: Pasien tampak dalam posisi duduk disisi
tempat tidur
11.50 - Memonitor frekuensi jantung dan DS: -
tekanan darah sebelum memulai DO: Tekanan darah: 100/70 mmHg
mobilisasi Frekuensi nadi: 86x/menit
41
12.00 - Memfasilitasi aktivitas mobilisasi DS: Pasien mengatakan bersedia untuk
dengan alat bantu pagar tempat tidur mengubah posisi menjadi terlentang
- Mengubah posisi pasien ke posisi DO: Pasien tampak kooperatif, pasien dalam
miring kiri posisi miring kiri, kondisi fisik tampak lemah
- Memonitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
12.10 - Memotivasi dan mengajarkan pasien DS: Pasien mengatakan tangan dan kaki
melakukan ROM aktif (abduksi, kirinya masih sedikit sulit untuk digerakkan
adduksi, fleksi, ekstensi, oposisi) dan gemetar saat menggenggam bola mulai
- Memfasilitasi pasien melakukan berkurang
pergerakan dengan latihan ROM DO: Kekuatan otot 4 pada ekstremitas kiri
genggam bola
14.00 - Memonitor frekuensi jantung dan DS: -
tekanan darah sebelum memulai DO: Tekanan darah 110/80 mmH
mobilisasi Frekuemsi nadi 88x/menit
14.10 - Mengajarkan mobilisasi sederhana DS: Pasien mengatakan bersedia untuk duduk
duduk di tempat tidur di tempat tidur
DO: Pasien tampak dalam posisi duduk
16.10 - Mengubah posisi pasien ke posisi DS: Pasien mengatakan bersedia untuk
terlentang merubah posisi menjadi terlentang
42
- Memonitor kondisi umum selama DO: Pasien kooperatif, pasien dalam posisi
melakukan mobilisasi terlentang, kondisi fisik tampak lemah
18.00 - Mengubah posisi pasien ke posisi DS: Pasien mengatakan bersedia untuk
miring kanan merubah posisi menjadi miring kanan
- Memonitor kondisi umum selama DO: Pasien tampak mampu merubah posisi
melakukan mobilisasi menjadi miring kanan secara mandiri, kondisi
fisik pasien baik
18.10 - Memotivasi dan mengajarkan pasien DS: Pasien mengatakan tangan dan kaki
melakukan ROM aktif abduksi kirinya sudah bisa digerakkan secara perlahan
adduksi, fleksi ekstensi dan oposisi dan gemetar saat menggenggam bola sudah
- Memfasilitasi pasien melakukan berkurang
pergerakan dengan latihan ROM DO: Pasien tampak mampu menggenggam
genggam bola bola dengan erat dan gemetar saat
menggenggam bola sudah berkurang,
kekuatan otot 4 pada ekstremitas kiri
43
Diagnosa Tanggal/
No. Implementasi Respon Paraf
Keperawatan Jam
1. Gangguan mobilitas 5 Nov 2021 - Mengidentifikasi toleransi fisik DS: Pasien mengatakan sudah mampu untuk
fisik b.d. gangguan 08.00 WIB melakukan pergerakan menggerakkan tangan dan kaki kirinya secara
neuromuskuler d.d. - Memonitor frekuensi jantung dan perlahan.
tangan dan kaki kiri tekanan darah sebelum memulai DO:
klien susah untuk mobilisasi - Pasien tampak mampu menggerakkan
digerakkan, klien susah ekstremitas kiri secara perlahan
bergerak, semua - Tekanan darah 120/70 mmHg
aktivitas klien dibantu - Frekuensi nadi 80x/menit
keluarga, kekuatan otot 08.10 - Memfasilitasi aktivitas mobilisasi DS: Pasien mengatakan sudah mampu untuk
klien menurun, dan dengan pagar tempat tidur merubah posisi menjadi terlentang secara
klien tampak lemah di - Mengubah posisi pasien terlentang mandiri.
tempat tidur. - Memonitor kondisi umum selama DO: Pasien tampak merubah posisi menjadi
melakukan mobilisasi terlentang secara mandiri, kondisi fisik pasien
membaik.
10.10 - Mengajarkan mobilisasi sederhana DS: Pasien mengatakan sudah mampu duduk
duduk di tempat tidur di tempat tidur secara mandiri.
DO: Pasien tampak mampu melakukan
mobilisasi sederhana duduk di tempat tidur
secara mandiri.
44
11.30 - Melibatkan keluarga untuk DS: Keluarga pasien mengatakan akan
membantu pasien dalam membantu pasien dalam melakukan mobilisasi
meningkatkan pergerakan dan melatih pergerakan sendi
DO: Keluarga tampak kooperatif
45
3.5 EVALUASI KEPERAWATAN
46
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mobilisasi merupakan kemampuan untuk menggerakkan tubuh dengan mudah dan teratur
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Seseorang yang tidak dapat menggerakkan
tubuhnya secara bebas atau kehilangan kemampuan untuk bergerak dapat dikatakan mengalami
gangguan mobilisasi yang dapat mengganggu aktivitas fisik kesehariannya, sehingga ia akan
bergantung pada orang lain dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk membantu dan
menangani masalah klien tersebut. Salah satu contoh penyakit yang berpengaruh terhadap
mobilitas yaitu stroke, dimana otak akan kehilangan fungsi sebagai akibat dari berhentinya
suplai darah ke bagian otak.
Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan mobilisasi, khususnya pada penyakit
stroke yaitu sebagai berikut.
1. Pada tahap pengkajian, diperoleh keluhan utama klien pada penyakit stroke berupa
kelemahan motorik anggota gerak seperti sulit menggerakkan tangan dan kaki, bicara pelo,
tidak berkomunikasi, serta gangguan sensorik. Diperoleh juga data-data pemeriksaan fisik,
seperti klien tampak lemah, tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 80x/menit, frekuensi napas
20x/menit, suhu tubuh 36,8℃, dan kekuatan otot dengan capilary refile kurang
dari 2 detik.
2. Diagnosa keperawatan penyakit stoke dengan gangguan mobilisasi, yaitu gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler dibuktikan dengan tangan
dan kaki sulit digerakkan, susah bergerak, semua aktivitas dibantu keluarga, kekuatan otot
menurun, dan tampak lemah di tempat tidur.
3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan kemampuan dalam
gerakan fisik pasien meningkat dengan kriteria hasil pergerakan ekstremitas meningkat,
kekuatan otot meningkat, rentang gerak (ROM) meningkat, gerakan terbatas menurun, dan
kelemahan fisik menurun.
4. Dari kriteria hasil tersebut, dapat dilakukan intervensi dan implementasi keperawatan yang
meliputi mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lain serta toleransi melakukan
pergerakan, memonitor frekuensi jantung, tekanan darah, dan kondisi umum sebelum
melakukan mobilisasi, memfasilitasi pergerakan dan aktivitas mobilisasi dengan alat bantu,
mengajarkan mobilisasi sederhana dan menganjurkan melakukan mobilisasi dini,
memotivasi melakukan ROM aktif atau pasif, serta mengubah posisi klien setiap 2 jam.
47
5. Evaluasi keperawatan yang akan dicapai oleh klien dengan gangguan mobilisasi pada
penyakit stroke, yaitu klien sudah mampu untuk menggerakkan tangan dan kakinya secara
perlahan, kondisi fisik klien membaik, klien sudah mampu melakukan mobilisasi secara
mandiri di tempat tidur, dan masalah gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian.
4.2 Saran
Seorang perawat seharusnya dapat melakukan tindakan keperawatan secara observasi,
terapeutik, dan edukasi agar dapat membantu klien dalam mengatasi masalah yang dideritanya,
termasuk klien dengan gangguan mobilitas fisik pada penyakit stroke. Untuk itu, diharapkan
dengan selesai dilakukannya asuhan keperawatan pada keluarga Tn. L dengan gangguan
mobilitas fisik dapat memberikan masukan terutama bagi :
1. Pasien dan Keluarga
Diharapkan informasi yang didapat menjadi pengalaman bagi pasien dan keluarga
khususnya penyakit dengan gangguan kebutuhan mobilitas sehingga pasien disiplin dalam
pengobatan, dan diharapkan bagi keluarga agar memberikan motivasi dan dukungan agar
yakin penyakit akan sembuh.
2. Institusi Pendidikan
Diharapkan kepada institusi pendidikan untuk lebih menambah referensi mengenai
gangguan kebutuhan mobilisasi dan memperdalam lagi ilmu pembelajaran stroke dengan
gangguan mobilitas.
3. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan bisa mendapatkan intervensi inovatif lebih dalam penanganan gangguan
kebtutuhan mobilitas dan juga memberikan perbandingan tindakan keperawatan pada
pasien yang berbeda tapi dengan kasus yang sama.
48
DAFTAR PUSTAKA
Adha, S. A. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Di Irna C Rssn Bukit Tinggi. Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik
Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di Irna C Rssn Bukit Tinggi, 167.
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Buku Kedokteran EGC.
Hartati, J. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke Hemoragik Dalam
Pemberian Inovasi Intervensi Posisi Elevasi Kepala 30 Derajat Di Ruangan Neurologi
Rsud Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2020. Dm, 1–126.
Hastuti, D. T. (2017). Keterampilan Dasar Tindakan Keperawatan 1. Pilar Utama Mandiri.
Hidayat, A. A. (2021). Proses Keperawatan; Pendekatan NANDA, NIC, NOC dan SDKI (N. A.
Aziz (ed.)). Health Books Publishing.
Indryani et all. (2021). Keterampilan Dasar Klinik Kebidanan (R. Watrianthos (ed.)). Yayasan
Kita Menulis.
Kasiati, & N. W. D. R. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia I. Pusdik SDM Kesehatan.
Khayudin, A. K. dan B. A. (2022). Asuhan Keperawatan Stroke Untuk Mahasiswa dan Perawat
Profesional (Guepedia/Br (ed.)). Guepedia.
Melliany, O. (2019). Konsep Dasar Proses Keperawatan Dalam Memberikan Asuhan
Keperawatan ( Askep ) Pendahuluan. In Askep.
Nursalam. (2011). Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan Praktik. Salemba
Medika.
Nurwening, & Herry. (2020). Buku Ajar I Kebutuhan Dasar Manusia. Poltekkes Kemenkes
Surabaya.
Potter, P. A. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses, dan Praktik (4th
ed.). Jakarta EGC.
Saputra, L. (2013). Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. BINARUPA AKSARA
Publisher.
SIMAMORA, N. F. (2019). SIFAT DAN TAHAP-TAHAP DALAM PROSES KEPERAWATAN.
Sunarti, S. (2019). Prinsip Dasar Kesehatan Lanjut Usia. UB Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Zebua, I. J. (2021). Manajemen Asuhan Keperawatan Psikososial Dengan Masalah
Ketidakberdayaan Pada Penderita Stroke Iskemik. OSF Preprints.
49