Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

KEBIJAKAN PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING

…………………………….………………………………………………...
Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP.
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan
SekretariatWakil Presiden

Jakarta, 30 Agustus 2022


STUNTING DI INDONESIA TAHUN 2018
(KONDISI AWAL PELAKSANAAN STRANAS STUNTING)

Masalah Gizi di Indonesia Tahun 2018


• 30,8% Balita Stunting
• 10,2% Balita wasting
• 17,7% Balita
underweight
• 8% Balita Obesitas
• BBLR naik dari 5,6%
menjadi 6,2%

• % anemia Ibu Hamil naik dari 37.1% (2013)


menjadi 48.9% (2018)
• % Imunisasi Dasar Lengkap pada usia 12 – 23 Bulan
turun dari 59,2% (2013) menjadi 57,9% (2018).
• % Balita yang tidak diimunisasi naik dari 8,7% (2013)
menjadi 9,2% (2018).
2
TREND DAN TARGET PENURUNAN
PREVALENSI STUNTING TAHUN 2018 - 2021

37,2 • Prevalensi Stunting pada Balita di Indonesia, terus


mengalami penurunan dari tahun 2013 hingga saat ini.
30,8
27,7 • Pada tahun 2013 - 2018, berdasarkan Hasil Riset
26,9
24,4 Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kemenkes,
20,95 prevalensi menurun sebesar 6,4% poin dalam 5 tahun,
17,5 yaitu dari 37,2% pada tahun 2013 menjadi 30,8% pada
14 tahun 2018.
• Pada tahun 2018 – 2021, berdasarkan Hasil Survei Status
Gizi Indonesia (SSGI) yang dilaksanakan oleh Kemenkes,
prevalensi menurun sebesar 6,4% poin dalam 3 tahun,
dari 30,8% pada 2018 menjadi 24,4% pada 2021.
2013 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024
• Pemerintah mentargetkan menurunkan prevalensi hingga
14% pada tahun 2024. Artinya, dalam 3 tahun ke depan
Kemajuan Hingga 2021 Target Hingga 2024 prevalensi harus diturunkan sebesar 3,4% poin per tahun.

3
KERANGKA PENYEBAB DAN PENDEKATAN:
MULTIFAKTOR
Pencegahan stunting Hasil

Asupan gizi Status kesehatan Penyebab


langsung

Lingkungan sosial Lingkungan Lingkungan Penyebab


Ketahanan pangan
(norma, makanan bayi tidak langsung
(ketersediaan, kesehatan permukiman
dan anak, higiene,
keterjangkauan, dan (akses, pelayanan (air, sanitasi,
pendidikan, tempat
akses pangan bergizi) preventif dan kuratif) kondisi bangunan)
kerja)

Pendapatan dan kesenjangan ekonomi, perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, perlindungan sosial, sistem
kesehatan, pembangunan pertanian, dan pemberdayaan perempuan.
Proses

Komitmen politis dan kebijakan pelaksanaan aksi; kebutuhan dan


tekanan untuk implementasi, tata kelola keterlibatan antar lembaga Prasyarat
pemerintah dan non-pemerintah, kapasitas untuk implementasi. pendukung

Sumber: UNICEF 1997 dan IFPRI, 2016 disesuaikan dengan konteks Indonesia 4
KEBIJAKAN PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING
DI INDONESIA TAHUN 2013 - 2021

Tahun 2013 Tahun 2018 Tahun 2021

• Pemerintah telah menjadikan • Penurunan Stunting menjadi Program • Presiden Menandatangani Perpres
penurunan Stunting sebagai Prioritas Nasional dan dilakukan No 72 tahun 2021 tentang
prioritas. percepatan penurunan dengan target Percepatan Penurunan Stunting
menurunkan prevalensi hingga 14% • Penguatan kerangka kelembagaan,
• Payung hukum pelaksanaannya pada tahun 2024.
adalah Perpres 42/2013 tentang kerangka intervensi dengan
Percepatan Perbaikan Gizi. • Disusun Strategi Nasional Percepatan menggunakan pendekatan keluarga
Penurunan Stunting (Stranas) melalui beresiko stunting, pemantauan dan
• Pemerintah mulai melaksanakan serangkaian konsultasi publik dan evaluasi
berbagai program, piloting di 64 evidence based dikoordinasikan oleh
kabupaten/kota, kampanye dan • Disusun Rencana Aksi Nasional
TNP2K - Setwapres. Percepatan Penurunan Angka
advokasi.
• Stranas dilaksanakan melibatkan 20 K/L Stunting (RAN PASTI) 2021- 2024
dan secara bertahap di Kab/Kota sebagai acuan bersama

Prevalensi turun dari Prevalensi turun dari


37,2% (2013) menjadi 30,8% (2018) menjadi
30,8% (2018) atau turun 24,4%% (2021) atau turun
6,4% dalam 5 tahun 6,4% dalam 3 tahun

5
PERATURAN PRESIDEN NO. 72 TAHUN 2021
TENTANG PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING

Pada Bulan Agustus 2021, Presiden menandatangani Perpres 72/2021 yang mengadopsi Stranas
yang disusun pada tahun 2018. Perpres memberikan penguatan pada beberapa aspek, yaitu:

Pertama, Penguatan aspek Kedua, Penguatan aspek sasaran


kelembagaan dengan pembentukan intervensi dengan menggunakan
Tim Percepatan Penurunan Stunting pendekatan keluarga untuk
(TPPS) dari Pusat hingga Desa/ memastikan konvergensi intervensi
Kelurahan, untuk mengkoordinasikan spesifik dan sensitif terjadi hingga ke
percepatan penurunan stunting. tingkat rumah tangga.

Keempat, Penguatan pada Aspek Ketiga, penguatan aspek data,


Pendanaan melalui optimalisasi pemantauan dan evaluasi melalui
APBN, APBD Provinsi, APBD pengembangan sistem pemantauan
Kab/Kota, APBDesa dan sumber- & evaluasi terpadu, sehingga
sumber anggaran lain yang sah. perkembangan pelaksanaan program
dapat dipantau dengan baik.

6
PILAR UTAMA DAN KELOMPOK SASARAN
PENURUNAN STUNTING SESUAI PERPRES 72/2021

5 Pilar Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting


Peningkatan
Peningkatan Komitmen Peningkatan Konvergensi Intervensi Peningkatan
Komunikasi Perubahan Spesifik & Sensitif di Ketahanan Pangan dan Penguatan dan
& Visi Kepemimpinan di
K/L, Pemda Provinsi, Perilaku & Kementerian/Lembaga, gizi pada Tingkat Pengembangan
Pemda Kab/Kota & Pemberdayaan Pemda Provinsi, Individu, Kelyarga dan Sistem Data, Informasi,
Pemerintah Desa Masyarakat Masyarakat Riset dan Inovasi
Pemda Kab/Kota &
Pemerintah Desa

Sasaran Prioritas:

Calon
Remaja Pengantin Ibu Hamil Ibu Menyusui Anak Baduta

7
KELEMBAGAAN
PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING

• Perpres 72/2021 Susunan Pelaksana TPPS


Susunan Pengarah TPPS
menegaskan
untuk dibentuk Ketua : Kepala BKKBN
Ketua : Wakil Presiden
Tim Percepatan Wakil Ketua:
Penurunan Wakil Ketua:
1. Bidang Koordinasi, Sinkronisasi dan
Stunting (TPPS) 1. Bidang Pelaksanaan: Menteri Pengendalian Pelaksanaan: Pejabat
dari tingkat pusat, Koordinator Bidang Pembangunan Tinggi Madya pada Kemenko PMK
Manusia dan Kebudayaan (PMK)
provinsi, 2. Bidang Perencanaan, Pemantauan
2. Bidang Perencanaan, Dan Evaluasi: Pejebat Tinggi Mabya
kabupaten/kota Pemantauan Dan Evaluasi: pada Kementerian PPN/Bappenas;
hingga Menteri PPN/Kepala Bappenas; 3. Bidang Pembinaan Dan Pengawasan
desa/kelurahan Penyelenggaraan Pemda: Pejabat
3. Bidang Pembinaan Dan
Pengawasan Penyelenggaraan Tinggi Madya pada Kemendagri
• TPPS Pusat terdiri Pemda: Menteri Dalam Negeri. 4. Bidang Koordinasi Intervensi Spesifik:
Pejabat Tinggi Madya pada Kemenkes
dari Pengarah dan Anggota: Menkes, Menkeu, Mensos,
Menteri Desa PDTT, Menag, Menteri 5. Bidang Penguatan Komitmen dan
Pelaksana dengan PUPR, Mensesneg, Kepala KSP Advokasi: Pejabat Tinggi Madya pada
susunan Setwapres Kemensetneg

8
TARGET ANTARA
PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING

11 Target
Perpres 72/2021 tentang Percepatan Penurunan Intervensi
Stunting telah menetapkan 91 target antara yang Sensitif
harus dicapai pada tahun 2024. 9 Target
Intervensi 11 Target
Spesifik Pilar 1
Target tersebut terkait dengan cakupan:
a. Intervensi spesifik,
91
b. Intervensi sensisitif, dan TARGET
18 Target 13 Target
c. Perbaikan tata kelola program baik dari Pilar 5 ANTARA
Pilar 2
sisi :
Ø Perencanaan dan penganggaran,
Ø Kelembagaan, 7 Target 22 Target
Ø Kooordinasi Pilar 4 Pilar 3

Ø Pemantauan dan evaluasinya.

9
INTERVENSI SPESIFIK DAN SENSITIF
Dalam Perpres no. 72 tahun 2021
Intervensi Spesifik (Penyebab Langsung) Intervensi Sensitif (Penyebab Tidak Langsung)
Indikator Sasaran Target Indikator Sasaran Target
1. Ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) yang 90% 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) pascapersalinan. 70%
mendapatkan tambahan asupan gizi.
2. Kehamilan yang tidak diinginkan. 15,5%
2. Ibu hamil yang mengonsumsi Tablet Tambah 80%
Darah (TTD) minimal 90 tablet selama masa 3. Calon pasangan usia subur (PUS) yang memperoleh 90%
kehamilan. pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan
3. Remaja putri yang mengonsumsi Tablet 58% nikah.
4. Rumah tangga yang mendapatkan akses air minum layak di 100%
Tambah Darah (TTD). kabupaten/kota lokasi prioritas.
4. Bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat air susu 80% 5. Rumah tangga yang mendapatkan akses sanitasi (air limbah 90%
ibu (ASI) eksklusif. domestik) layak di kabupaten/kota lokasi prioritas.
5. Anak usia 6-23 bulan yang mendapat Makanan 80% 6. Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional 112,9 juta
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). dari 40% penduduk berpendapatan terendah. penduduk
6. Anak berusia di bawah lima tahun (balita) gizi 90% 7. Keluarga berisiko stunting yang memperoleh 90%
pendampingan.
buruk yang mendapat pelayanan tata laksana 8. Keluarga miskin dan rentan yang memperoleh bantuan tunai 10 juta keluarga
gizi buruk. bersyarat.
7. Anak berusia di bawah lima tahun (balita) yang 90% 9. Target sasaran yang memiliki pemahaman yang baik tentang 70%
dipantau pertumbuhan dan perkembangannya. stunting di lokasi prioritas.
8. Anak berusia di bawah lima tahun (balita) gizi 90% 10. Keluarga miskin dan rentan yang menerima bantuan sosial 15.600.039
kurang yang mendapat tambahan asupan gizi. pangan. keluarga
11. Desa/kelurahan Stop Buang Air Besar Sembarangan 90%
9. Balita yang memperoleh imunisasi dasar 90% (BABS) atau Open Defecation Free (ODF).
lengkap.

Selain Intervensi Spesifik, terdapat 3 intervensi Sensitif dibawah tanggungjawab Kemenkes (No 6,9,11) 10
KEMAJUAN INTERVENSI SPESIFIK
Berdasarkan Target Perpres 72/2021
58
Intervensi spesifik belum mencapai target
Remaja putri mengonsumsi TTD*
21,7 o Intervensi spesifik memegang
Bumil KEK mendapat PMT* 90
92,1 peranan penting karena
80
berpengaruh langsung terhadap
Bumil mengonsumsi TTD*
37,7 kejadian stunting
Anak 6-23 bulan mendapat MP-ASI*** 80
52,5
o Masih terdapat indikator yang
80
Bayi < 6 bulan mendapat ASI Eksklusif***
69,7 capaiannya jauh dari target yang
90
ditetapkan dalam Perpres 72/2021:
Balita dipantau pertumbuhan***
69 Remaja putri dan ibu hamil yang
Balita gizi kurang mendapat PMT* 90 mengonsumsi TTD sesuai standar,
81,2
dan konsumsi MPASI anak 6-23
90
Imunisasi dasar lengkap (IDL)**
65,8 bulan.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
o Belum semua data capaian indikator
Target (%) Capaian (%)
Sumber:
intervensi spesifik tersedia secara
* Kemkes, 2020; ** SSGI, 2021. IDL pada anak 12-23 bulan, indikator Perpres 72/2021 adalah IDL pada balita: ***Kemkes, 2021
rutin.

11
KEMAJUAN INTERVENSI SENSITIF
Persentase Rumah Tangga Persentase Penduduk yang
Prevalensi Penduduk Persentase Rumah Tangga
dengan Akses Sanitasi Mempunyai Jaminan
dengan Kerawanan Dengan Air Minum Layak
Layak Kesehatan
Pangan 90,78
5,42 80,29 69,29
68,36
90,21 79,53
5,12
65,88
4,79
77,39
89,27

2019 2020 2021 2019 2020 2021 2019 2020 2021 2019 2020 2021

Rata-Rata Umur Rata-Rata Umur Kehamilan Pasangan Usia Subur (PUS) Persentase Pasangan Usia
Perkawinan Pertama Pada Pertama Menggunakan Alat KB Subur (PUS) Menggunakan
Perempuan 55,96 56,04 Alat KB Modern
21,59 21,67 55,06 54,55
21,51 54,34
53,77
20,96 21,03
20,85

2019 2020 2021 2019 2020 2021 2019 2020 2021 2019 2020 2021

Intervensi Sensitif mengalami kemajuan yang cukup baik dalam 3 tahun terakhir, kecuali untuk
penggunaan alat KB yang mengalami penurunan 8
ALOKASI ANGGARAN TERKAIT PERCEPATAN
PENURUNAN STUNTING TAHUN 2022

Berdasarkan hasil tagging anggaran yang dilakukan oleh Kemenkeu dan


Bappenas, alokasi anggaran terkait penurunan stunting pada tahun 2022 Alokasi Anggaran KL Tahun 2022 Berdasarkan
adalah sebesar Rp 34,15 triliun yang tersebar di 19 Kementerian dan Kelompok Intervensi (dalam juta rupiah)
Lembaga. Dukungan Pelaksanaan;
861.882; 3% Intervensi
Spesifik;
Jika dirinci berdasarkan kelompok intervensi, alokasinya adalah sebagai berikut: 4.087.451; 12%
• Intervensi spesifik sebesar Rp 4 triliun (12%)
• Intervensi sensintif sebesar Rp 29,2 triliun (85%)
• Dukungan pelaksanaan sebesar Rp 861,8 milliar (3%)
Rp
Beberapa Catatan: 34,15
Kementerian dengan Alokasi terbesar adalah Kementerian Sosial, yaitu triliun
sebesar Rp23,3 triliun. Anggaran ini terkait dengan Program Sembako dan PKH
Untuk intervensi spesifik, hanya Kemenkes yang mengalokasikan dana,
yaitu sebesar Rp 4 triliun.
Intervensi Sensitif;
Untuk dukungan pelaksanaan, BKKBN mempunyai alokasi terbesar, yaitu 29.201.811; 85%
Rp 666,8 milyar. Hal ini terkait dengan tugasnya sebagai Ketua Pelaksana
TPPS

13
SKEMA PERCEPATAN KHUSUS 12 PROVINSI PRIORITAS
KEPMEN BAPPENAS 01/M.PPN/HK/06/2022

Secara nasional, terdapat sekitar 69 % balita stunting nasional (3.586.556 orang) terdapat di 12 Provinsi

Estimasi
No. Provinsi Prevalensi Jumlah Balita
Stunting (%) Stunting
(orang)
1 NTT 37,8 218.443
2 Sulawesi Barat 33,8 44.760
3 Aceh 33,2 168.777
4 NTB 31,4 153.826
5 Sulawesi Tenggara 30,2 80.003
6 Kalimantan Selatan 30,0 110.881
7 Kalimantan Barat 29,8 131.466
8 Jawa Barat 24,5 968.148
9 Jawa Timur 23,5 656.449
10 Jawa Tengah 20,9 510.646
11 Banten 24,5 268.226
12 Sumatera Utara 25,8 348.889

Skema percepatan khusus 12 Provinsi Prioritas:


a. penguatan cakupan intervensi spesifik kunci;
b. pendampingan bagi keluarga 1.000 (seribu) hari pertama kehidupan
(HPK) dan keluarga berisiko stunting;
c. pendampingan bagi pemerintah daerah;
d. pemenuhan intervensi sensitif kunci, termasuk air minum dan sanitasi;
e. penguatan intervensi dukungan, terutama cakupan surveilans;
f. koordinasi tim percepatan penurunan stunting daerah; dan
g. pelaksanaan aksi konvergensi oleh pemerintah daerah
sumber data : diolah dari SSGI 2021
Beberapa Tantangan

1. Cakupan intervensi spesifik belum memenuhi target, terutama untuk Remaja putri
dan ibu hamil yang mengonsumsi TTD sesuai standar, dan konsumsi MPASI anak 6-
23 bulan.
2. Komitmen Pemda dalam mengalokasikan anggaran dari APBD untuk Penanganan
Stunting masih rendah; masih sangat tergantung pada dana APBN.
3. Kapasitas tenaga di lapangan masih rendah dan sinergistas antar tenaga
pendamping belum terjadi (TPPS, Satgas, dan Kader , maupun tenaga pendamping
lain)
4. Belum semua data capaian indikator intervensi spesifik tersedia secara rutin; dan
sharing data Pendataan Keluarga dan Elsimil belum berjalan.
5. Kondisi Pandemi COVID-19 mempengaruhi sejumlah intervensi layanan dan
membutuhkan sejumlah inovasi layanan.

15
KESIMPULAN
1. Setwapres sangat mendukung Kemenkes dalam upaya Peningkatan Manajemen Pelayanan Gizi
Spesifik di Puskesmas karena sangat penting dalam peningkatan capaian berbagai indikator intervensi
spesifik dalam Perpres 72/2021. Dukungan tersebut antara lain: Penyusunan dan penerbitan
Pedoman, Sosialiasi, Pembekalan Tim Fasilitator 34 Provinsi, serta Pilot project manajemen Layanan
Gizi Spesifik di Puskesmas (6 kabupaten di 12 lokasi provinsi prioritas).
2. Peningkatan kapasitas tenaga Kesehatan di lapangan dalam penerapan Pedoman Manajemen
Layanan Gizi Spesifik sangat diperlukan dan membutuhkan dukungan pembiayaan dari KL dan
Pemda (a.l: DAK, BOK, APBD). Tenaga Nakes di Kabupaten dan Puskesmas termasuk Tenaga Gizi dan
Tenaga Pelaksana Gizi di lapangan perlu diprioritaskan untuk mendapatkan orientasi oleh Tenaga
Pelatih Provinsi dan Kabupaten yang akan disiapkan oleh Kemenkes dengan dukungan Setwapres.
3. Stunting merupakan persoalan multimensi dan multisektor maka Sinergistas Pendampingan
penting untuk dilakukan, baik antara TPPS, Satgas, para kader Kesehatan, maupun tenaga
pendamping lainnya.
4. Khusus 12 Provinsi prioritas yang menerapkan Skema khusus, Penguatan Aksi konvergensi dan
peningkatan cakupan dan kualitas ePPGBM (antropometri dan tenaga pelaksana) terus perlu
dilakukan;
5. Ketersediaan data secara rutin dan berkualitas bagi Pemerintah dan Pemda dalam menyusun
perencanaan dan pemantauan Capaian target indicator intervensi spesifik dan sensitif. Oleh karena
itu perlu dilakukan pengumpulan data dan peningkatan kualitas data khususnya terkait kualitas data
ePPGBM, dan sharing data Pendataan Keluarga dan Elsimil.
16
20

You might also like