Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 5

Kelompok 3

1. Delia Sulistiawati (4121220073)


2. Ricky Dina Rajendra (4121220225)

Peristiwa Talangsari, Lampung 1989

Peristiwa Talangsari merupakan tragedi tragis yang terjadi di Dusun Talangsari III, Desa
Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Lampung Timur. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 7
Februari 1989 ini termasuk ke dalam kategori pelanggaran HAM berat. Awal mula peristiwa besar
ini terjadi ketika ada sekelompok orang yang mencurigakan. Kelompok ini beranggotakan kurang
dari sepuluh orang yang diketuai oleh Warsidi sebagai imam para anggotanya. Warsidi dan teman-
temannya memberi nama kelompok mereka sebagai Komando Mujahidin fisabilillah. Gerak-gerik
dari Warsidi dan teman-temannya ini membuat Kepala Dukuh Talangsari curiga dan kemudian
menyampaikan kecurigaannya yang berupa surat kepada Komandan Koramil Way Jepara, Kapten
Soetiman.
Kecurigaan tersebut ditanggapi oleh Katen Soetiman yang dengan sigap mendatangi
kediaman Anwar yang merupakan salah satu pengikut Warsidi. Kapten Soetiman bersama dengan
rombongannya yang berjumlah 20 orang diserang dengan menggunakan golok dan panah ketika
memasuki kediaman Anwar. Serangan yang dilakukan oleh Komando Mujahidin Fisabilillah
menewaskan Kapten Soetiman. Tewasnya Kapten Soetiman mendorong pasukan ABRI untuk
melakukan perlawanan pada Warsidi dan teman-temannya pada tanggal 7 Februaari 1989.
Bentrokan yang terjadi di Talangsari menewaskan kurang lebih 246 penduduk sipil dan 88 orang
hilang.
Upaya pengungkapan kasus Talangsari ini sudah banyak dilakukan, tetapi upaya-upaya
tersebut belum cukup untuk mengungkap kebenaran dan memberikan hak-hak korban. Pada 25
Mei 2001, Kontras bersama Perkumpulan Keluarga Korban Peristiwa Pembantaian Talangsari
Lampung (PK2PTL) mendatangi Komnas HAM untuk meminta Komnas menyelidiki pelanggaran
HAM berat yang terjadi di Talangsari, 7 Februari 1989. Komnas berjanji akan membawa usulan
ini ke rapat pleno 5 Juni 2001. Pada 5 Juni 2001, Kontras dan PK2PTL mendatangi Komnas
kembali soal janji akan membentuk KPP HAM Talangsari Lampung. Kondisi rapat pleno Komnas
juga diramaikan oleh kehadiran mahasiswa yang menuntut pembentukan KPP HAM Trisakti.
Setelah mendapat tekanan yang cukup kuat, akhirnya rapat pleno Komnas memutuskan untuk
membentuk Komisi Penyelidik untuk 2 kasus pelanggaran HAM berat yaitu: Talangsari Lampung
dan Trisakti. Melihat gelagat Komnas yang tidak serius, Kontras, PK2PTL dan kelompok
mahasiswa dari KOMPAK dan PTDI pada 16 Juli 2001 meminta Komnas serius untuk
menindaklanjuti desakan-desakan yang menuntut agar KPP HAM Talangsari segera bekerja. Pada
tanggal 2 Maret 2005, Kontras bersama korban talangsari dari Lampung dan LBH Bandar
Lampung melakukan audiensi dengan Komnas HAM. Atas rekomendasi rapat paripurna 23
Februari, dibentuk tim penyelidik berdasarkan UU 39 tahun 1999. Tim terdiri dari Enny Soeprapto
(Kekerasan), Samsuddin( Hak hidup), Ruswiyati Suryasaputra (Perempuan), dan M Farid (Anak
– anak).
Setelah Komnas HAM turun ke lapangan pada Juni 2005, didapati adanya pelanggaran
HAM berat. Setelah dikeluarkannya laporan penyelidikan, berkas diserahkan ke Kejaksaan Agung.
Namun, laporan tersebut ditolak oleh Kejaksaan Agung karena dianggap kurang ada bukti formil
dan materiil. Beberapa tahun berselang, 20 Februari 2019, terjadi deklarasi damai Talangsari yang
diinisiasi oleh Tim Terpadu Penangan Pelanggaran HAM dari Kementerian Koordinator Bidang
Politik, Hukum, dan Keamanan. Deklarasi ini dilakukan di Dusun Talangsari, Lampung Timur,
dihadiri oleh anggota DPRD Lampung Timur, Kapolres, Dandim, Kepala Desa Rajabasa Lama,
dan Camat Labuhan Ratu. Isi dari deklarasi tersebut adalah agar korban Talangsari tidak lagi
mengungkap kasus tersebut karena telah dianggap selesai oleh pemerintah dengan kompensasi
berupa pembangunan jalan dan fasilitas umum di Lampung. Dari isi tersebut, korban dan
masyarakat sipil pun melemparkan penolakan, karena kompensasi yang diberikan bukan
kompensasi khusus untuk orang-orang yang menjadi korban dalam Peristiwa Talangsari. Korban
yang ada dalam PK2PTL didampingi oleh Kontras dan Amnesti Internasional Indonesia
melaporkan perihal deklarasi tersebut pada Ombudsman Republik Indonesia. Akhirnya, tanggal
13 Desember 2019, Ombudsman mengumumkan bahwa deklarasi damai Talangsari dinyatakan
maladministrasi. Dengan demikian, para korban Talangsari masih harus berjuang memperoleh
haknya.
1. Perplexity.ai = website yang membantu menemukan data, definisi sebuah konsep, serta
penelitian-penelitian relevan.

2. D-Id ai = membuat karakter ai bisa berbicara sesuai teks yang ditulis.


3. ChatPDF = adalah cara cepat dan mudah untuk mengobrol dengan PDF apa pun, gratis dan
tanpa masuk. Bicaralah dengan buku, makalah penelitian, ataupun artikel.

4. MetaVoice Studio = untuk membuat audio bot dari teks.


5. CapCut = untuk mengedit video, di sini menggunakan ai auto caption untuk membuat teks
otomatis sesuai dengan suara video.

You might also like