Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 9

MAKALAH

BERAT BADAN LAHIR DAN ANGKA KEMATIAN BAYI

DI WILAYAH PUSKESMAS TUNJUNGAN

Tugas Pengembangan Profesi


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Kenaikan Pangkat
Desember 2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu indikator keberhasilan suatu negara dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat adalah dengan menurunnya angka kematian bayi (AKB) . AKB merupakan
banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam
1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Salah satu penyebab tingginya angka kematian
bayi (AKB) adalah berat badan lahir rendah (BBLR) .
Berat badan lahir rendah ditetapkan oleh WHO adalah kondisi berat badan saat lahir
kurang dari 2.500 gram (2,5 kg). Batas ini digunakan secara internasional berdasarkan
pengamatan epidemiologi bahwa bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram resiko
kematiannya menjadi 20 kali lipat dibanding bayi dengan berat badan lahir normal. Kondisi
ini lebih sering terjadi pada Negara berkembang dibandingkan pada Negara maju, selain itu
kondisi berat badan lahir rendah berkontribusi pada berbagai resiko komplikasi kesehatan
lainnya. Dengan pernurunan kejadian berat badan lahir rendah diharapkan dapat menurunkan
angka kematian bayi. Oleh sebab itu penurunan angka kelahiran berat badan lahir rendah
merupakan indikator penting untuk penurunan angka kematian bayi di wilayah tertentu.
Berat badan lahir rendah biasanya karena kelahiran premature (kelahiran sebelum usia
kehamilan 37 minggu) atau karena pertumbuhan janin (Intrauterin) terganggu. Berat badan
lahir rendah erat hubungannya dengan kematian janin dan neonatus morbiditas,
keterlambatan tumbuh kembang kognitif anak, serta resiko menderita penyakit kronik di
kemudian hari. Banyak faktor yang berpengaruh pada durasi kehamilan dan pertumbuhan
janin , demikian juga dengan berat badan lahir bayi antara lain kondisi ibu, kondisi bayi, juga
lingkungan fisik saat kehamilan berperan penting mentukan berat badan lahir dan kesehatan
bayi di masa depan.
Berat badan lahir sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan janin, kondisi kesehatan ibu dan
pola makan ibu saat kehamilan. Ibu dengan kondisi sosial ekonomi kurang mampu lebih
beresiko memiliki bayi dengan berat badan lahir bayi rendah. Penyebab utama berat badan
lahir rendah adalah buruknya asupan gizi dan kesehatan ibu saat kehamilan dalam jangka
waktu yang lama, selain itu adanya infeksi penyakit selama kehamilan serta komplikasi
kehamilan dan hal tersebut sering disebabkan karena kondisi kemiskinan.
Risiko melahirkan BBLR meningkat pada kenaikan berat badan yang kurang selama
kehamilan . Untuk menghindari terjadinya kelahiran bayi BBLR atau dibawah 2500 gram,
seorang ibu harus menjaga kondisi fisiknya dengan mencukupkan kebutuhan gizinya.
Disamping itu harus berusaha menaikkan berat badannya sedikitnya 11 Kg selama kehamilan
(bertahap sesuai dengan usia kehamilan).
Data badan kesehatan dunia (World Health Organization) pada tahun 20218 , menyatakan
bahwa prevalensi bayi dengan BBLR di dunia yaitu 15,5% atau sekitar 20 juta bayi yang
lahir setiap tahun, sekitar 96,5% diantaranya terjadi di negara berkembang. Upaya
pengurangan bayi BBLR hingga 30% pada tahun 2025 mendatang dan sejauh ini sudah
terjadi penurunan angka bayi BBLR dibandingkan dengan tahun 2012 sebelumnya yaitu
sebesar 2,9%. Dengan hal ini, data tersebut menunjukkan telah terjadi pengurangan dari
tahun 2012 hingga tahun 2019 yaitu dari 20 juta menjadi 14 juta bayi BBLR. Berdasarkan
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 angka kejadian Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia mencapai 6,2%. Hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukkan AKN sebesar 15 per 1.000 kelahiran
hidup, AKB 24 per 1.000 kelahiran hidup, dan AKABA 32 per 1.000
kelahiran hidup . Meskipun demikian, angka kematian neonatus, bayi, dan balita
diharapkan akan terus mengalami penurunan. Intervensi-intervensi yang dapat mendukung
kelangsungan hidup anak ditujukan untuk dapat menurunkan AKN menjadi 10 per 1000
kelahiran hidup dan AKB menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2024. Sementara,
sesuai dengan Target Pembangunan Berkelanjutan, AKABA diharapkan dapat mencapai
angka 18,8 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2030.
Menurut hasil Riskesdas tahun 2018, dari 56,6% balita
yang memiliki catatan berat lahir, sebanyak 6,2% lahir dengan kondisi BBLR. Kondisi bayi
BBLR diantara disebabkan karena kondisi ibu saat hamil (kehamilan remaja, malnutrisi, dan
komplikasi kehamilan), bayi kembar, janin memiliki kelainan atau kondisi bawaan, dan
gangguan pada plasenta yang menghambat pertumbuhan bayi (intrauterine growth
restriction). Bayi BBLR tanpa komplikasi dapat mengejar ketertinggalan berat badan seiring
dengan pertambahan usian. Namun, bayi BBLR memiliki risiko lebih besar untuk stunting
dan mengidap penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung saat
dewasa.
1.2 Ruang Lingkup
Angka kematian Bayi dan presentase bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di
Wilayah Puskesmas Tunjungan tahun 2020
1.3 Tujuan
1.3.1 Deskripsi Angka Kematian bayi di Wilayah Puskesmas Tunjungan tahun 2020
1.3.2 Deskripsi Presentase Bayi berat badan Lahir Rendah di Wilayah Puskesmas
Tunjungan Tahun 2020
1.3.3 Deskripsi Faktor resiko terjadinya BBLR di Wilayah Puskesmas Tunjungan Tahun
2020
1.4 Landasan Hukum
1.4.1 Undang – undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
1.4.2 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 tentang
Upaya Kesehatan Anak
1.4.3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial
1.4.4 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Berat Badan Lahir Rendah
Kelahiran bayi disebabkan oleh berbagai sebab lain, premature murni yaitu umur
kehamilan kurang dari 37 minggu. Selain itu Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) juga disebabkan
oleh gangguan pertumbuhan dalam rahim (baby small for gestasional age). Sedangkan banyak
sekali faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dalam rahim seperti kurang
gizi, anemia, penyakit-penyakit selama selama kehamilan seperti infeksi dan penyakit kronis.
Faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir, baik dari faktor ibu maupun faktor janin:
a. Status Gizi Ibu
Hasil penelitian Tim Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI di Bogor
bahwa resiko yang berhubungan dengan berat bayi lahir antara lain usia ibu, jarak kehamilan,
anemia, status gizi dan penyakit selama kehamilan.
1) Berat Badan Selama Kehamilan
Peningkatan berat badan dalam kehamilan terjadi karena adanya pertumbuhan janin dan
perubahan beberapa tempat dari tubuh ibu. Sebagai respon terhadap pertumbuhan janin dan
plasenta yang cepat serta kebutuhan-kebutuhan yang semakin meningkat, wanita hamil
mengalami perubahan metabolik. Sebagian besar pertambahan berat badan selama hamil
dihubungkan dengan uterus dan isinya, payudara, berubahnya volume darah serta cairan
ekstrasel ekstravaskuler. Penambahan berat badan yang lebih kecil adalah akibat perubahan
metabolic yang menyebabkan bertambahnya air dalam sel dan penumpukan lemak dan protein
baru. Lemak bawah kulit pada umumnya tertimbun di bagian perut serta bagian depan dan
belakang paha terutama pada trimester pertama dan kedua.
Betambahnya berat badan ibu sangat berarti sekali bagi kesehatan ibu dan janin. Pada ibu
yang menderita kekurangan energi dan protein (status gizi kurang) maka akan menyebabkan
ukuran plasenta lebih kecil dan suplai nutrisi dari ibu ke janin berkurang, sehingga terjadi
retardasi perkembangan janin intra utera dan bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)’
Perbandingan tinggi badan dan berat badan berkaitan erat dengan tingginya angka
kematian perinatal, bayi dengan berat lahir rendah dan kelahiran dini (prematur). Dalam
mempengaruhi berat lahir bayi, berat badan ibu lebih besar pengaruhnya terhadap berat lahir bayi
daripada tinggi badan ibu.
Berat badan ibu sebelum dan selama kehamilan sangat mempengaruhi hasil dari
kehamilan tersebut. Wanita yang berat badannya kurang sebelum kehamilan cenderung akan
melahirkan lebih cepat (prematur) dan melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Kenaikan
berat badan ibu selama kehamilan berhubungan langsung dengan berat badan bayinya, dan
resiko melahirkan BBLR meningkat dengan kurangnya kenaikan berat badan selama kehamilan.

2) Malnutrisi

Malnutrisi pada ibu hamil adalah status gizi yang kurang saat ibu hamil yang diketahui
dengan lingkar lengan kiri kurang dari 23,5 cm. Dokter-dokter di tempat perawatan anak selalu
memperhatikan dengan teliti ukuran bayi baru lahir yang sangat bervariasi. Walaupun banyak
fenomena yang mempengaruhi tetapi, dua variabel yaitu berat badan sebelum hamil dan
peningkatan berat badan selama hamil sangat mempengaruhi berat badan bayi lahir. Dalam hal
ini ibu dengan berat lebih kecil dibandingkan ibu yang normal. Sebenarnya wanita yang obesitas
dengan peningkatan berat yang sedikit jarang melahirkan bayi yang mengalami retardasi
pertumbuhan ini mungkin karena cadangan energy besar. Kehamilan menyebabkan meningkatnya
metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan.
Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin,
pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolism tubuh ibu. Sehingga
kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak
sempurna (Marie, 2002). Bagi ibu hamil, pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan,
namun seringkali menjadi kekurangan adalah energi protein dan beberapa mineral seperti Zat Besi
dan Kalsium (Marie, 2002).
Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir sebanyak 5180 Kkal, dan lemak 36.337
Kkal. Agar energi ini bisa ditabung masih dibutuhkan tambahan energi sebanyak 26.224 Kkal, yang
digunakan untuk mengubah energi yang terikat dalam makanan menjadi energi yang bias
dimetabolisir. Dengan demikian jumlah total energi yang harus tersedia selama kehamilan adalah
74.537 Kkal, dibulatkan menjadi 80.000 Kkal. Untuk memperoleh besaran energi per hari, hasil
penjumlahan ini kemudian dibagi dengan angka 250 (perkiraan lamanya kehamilan dalam hari)
sehingga diperoleh angka 300 Kkal. (Marie, 2002).
Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Kemudian sepanjang trimester
II dan III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir kehamilan. Energi tambahan selama
trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan volum darah, pertumbuhan
uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak. Selama trimester III energi tambahan digunakan
untuk pertumbuhan janin dan plasenta. (Marie, 2002).
b. Faktor dari Ibu
1) Usia Ibu
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai dilahirkan sampai saat beberapa tahun.
Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-
35 tahun. Pada umur ibu kurang dari 20 tahun pertumbuhan organ reproduksi dan fisiologinya belum
optimal.
Disamping itu, faktor psikologi juga belum matang. Sedangkan pada usia 35 tahun organ
reproduksi sudah tidak dapat berfungsi dengan sempurna. Dibuktikan bahwa angka persalinan pada
ibu usia kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan ibu usia reproduksi sehat.
Menurut Hasan dkk (2000), menyatakan bahwa umur ibu merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan kejadian bayi dengan berat lahir rendah, dimana angka kejadian tertinggi BBLR adalah
pada usia dibawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antara kelahirannya terlalu dekat.
Kejadian terendah adalah pada usia ibu antara 26-30 tahun.
Pada penelitian terdahulu yang telah membuktikan bahwa pada ibu hamil dengan umur
<20 tahun memiliki rahim dan panggul yang belum tumbuh mencapai ukuran dewasa.
Dampaknya, ibu hamil pada umur ini sangat mungkin mengalami persalinan lama/macet,
ataupun gangguan persalinan lainya karena ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas dan
tanggung jawabnya sebagai orang tua. Sedangkan pada umur >35 tahun, kesehatan ibu sudah
menurun, dan menyebabkan ibu hamil pada umur itu mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk memiliki anak cacat, persalinan lama serta pendarahan (Cha S, 2017). Penelitian ini
dilakukan oleh Kusparlina(Kusparlina, 2016) dengan menggunakan desain cross sectional.

2) Paritas
Paritas yang tinggi akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah kesehatan baik
bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan. Salah satu dampak kesehatan yang mungkin timbul dari
paritas yang tinggi adalah berhubungan dengan kejadian BBLR. Upaya yang dapat dilakukan
untuk mneurunkan angka kejadian BBLR adalah memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu hamil
untuk merawat dan memeriksakan kehamilan dengan baik dan teratur dan mengkonsumsi
makanan yang bergizi, sehingga dapat menanggulangi masalah ibu hamil resiko tinggi sedini
mungkin untuk menurunkan resiko lahirnya bayi BBLR. Selain itu , pada primipara dan
grandemultipara merupakan faktor kehamilan dengan resiko tinggi.
3) Lingkar Lengan Atas (LILA) pada Ibu Hamil
Menurut penelitian Juminten Saimin, IMS. Murah Manoe (2006) mengatakan bahwa
menilai status gizi ibu berdasarkan kelompok LILA dengan status gizi kurang atau KEK (kurang
energy kronik) dan status gizi baik, sedang ibu dengan obesitas tidak dinilai secara khusus
karena pengukuran LILA dilakukan pada skrining program kesehatan untuk mengetahui kurang
atau kelebihan nurisi dan atau mengevaluasi efektifitas program intervensi nutrisi, sedangkan
obesitas lebih baik dinilai dengan menggunakan indeks massa tubuh
Terdapat hubungan antara BBL dengan umur ibu dan BBL dengan Paritas. Terdapat hubungan yang
bermakna antara berat badan lahir dengan status gizi ibu hamil berdasarkan ukuran lingkar lengan
atas, dimana ibu dengan LILA < 23,5 cm melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dibanding
ibu dengan LILA 23,5 cm, tetapi tidak selalu BBLR.
4) Jarak Kehamilan
Jarak kehamilan adalah rentang waktu antara kehamilan yang pertama dengan kehamilan
kedua dan seterusnya. Kita mengenal istilah 4 terlalu yang merupakan rumusan dari BKKBN
yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat, dan terlalu banyak. Jarak kehamilan yang terlalu
dekat menyebabkan ibu belum dapat memulihkan kondisinya, sehingga mengganggu
pertumbuhan janin. (BKKBN).
c. Faktor Risiko Kehamilan
Seorang wanita hamil dengan resiko rendah bisa mengalami suatu perubahan yang
menyebabkan bertambahnya resiko yang dimilikinya. Dia mungkin terpapar oleh teratogen
(bahan yang menyebabkan cacat bawaan), seperti radiasi, bahan kimia tertentu, obat-obatan dan
infeksi; atau dia biasa mengalami kelainan medis atau komplikasi yang berhubungan dengan
kehamilan. Obat-obatan yang diketahui bias menyebabkan cacat bawaan jika diminum selama
hamil adalah : Alkohol, Phenitoin, Obat-obatan yang kerjanya melawan asam folat (misalnya
triamteren atau trimethoprim), Lithium, Streptomycin, Tetracyclin.
d. Faktor Janin
1) Penyakit Infeksi

Infeksi virus tertentu berhubungan dengan retardasi pertumbuhan janin. Walaupun sejumlah
bakteri, protozoa, dan virus perinatal pathogen yaitu Toksoplasma, Rubella, Citomegalovirus
(CMV) dan Herpes Simplek (TORCH) diketahui menginfeksi janin yang sedang berkembang.
Namun hanya rubella dan CMV yang jelas berhubungan dengan retardasi pertumbuhan janin.
2) Faktor Genetik
Faktor-faktor genetik dari orang tua dapat mempengaruhi berat lahir bayi. Diperkirakan
40% dari seluruh variasi berat lahir berkaitan dengan kontribusi genetik ibu dan janin, wanita
normal tertentu memiliki kecenderungan untuk berulang kali melahirkan bayi Kecil Masa
Kehamilan (KMK). Dengan cara serupa wanita yang pernah melahirkan bayi besar memilki
kemungkinan yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi besar.

2.2 Angka Kematian Bayi


Salah satu indikator keberhasilan suatu negara dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat adalah dengan menurunnya angka kematian bayi (AKB) . AKB merupakan
banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000
kelahiran hidup pada tahun yang sama. Salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi
(AKB) adalah berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR merupakan salah satu masalah kesehatan
yang memerlukan perhatian khusus di berbagai Negara terutama pada negara berkembang atau
negara dengan sosio-ekonomi rendah. Definisi WHO tahun 2017 terkait BBLR yaitu sebagai
bayi yang lahir dengan berat ≤ 2500 gr. WHO mengelompokkan BBLR menjadi 3 macam, yaitu
BBLR (1500–2499 gram), BBLR (1000- 1499 gram), BBLR (< 1000 gram). (WHO, 2017)
menjelaskan bahwa sebesar 60–80% dari Angka Kematian Bayi (AKB) yang terjadi, disebabkan
karena BBLR. BBLR mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami morbiditas dan mortalitas
daripada bayi lahir yang memiliki berat badan normal.
BAB III
PEMBAHASAN
BAB IV
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
1. Bidan Prada : Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 2 No. 1 Edisi Juni 2011.
2. Budiarti, Tri, Dhiah Dwi Kusumawati., Nikmah Nuur Rochmah, Hubungan Berat
Bayi Lahir dengan Kematian Bayi, Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol XII, No. 2
September 2019.
3. Kementerian Kesehatan RI Sekretariat Jenderal , 2020, Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2019, Jakarta , Kementerian Kesehatan RI.
4. Novitasari, Alfira, Mila Syehira Hutami, Terry YR Pristiya, Pencegahan dan
Pengendalian BBLR di Indonesia : Sistemic Review, Indonesian Journal of Health
Development Vol.2 No.3, September 2020.
5. United Nations Children’s Fund and World Health Organization, Low Birthweight:
Country, regional and global estimates. UNICEF, New York, 2004.
6. Wirahmadi, Angga. Perlukah Suplementasi vitamin dan mineral pada bayi dan anak.
https://www.idai.or.id/. 2017

You might also like