Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 37

INFORMASI UMUM

• Presentasi ini disampaikan pada kegiatan ONLINE SIMPOSIUM


DIPHTERIAE: THE DISEASE THAT SHOULDN’T BE

• Hari / Tanggal : Kamis / 17 Februari 2022


• Narasumber : Dr. dr. Djatnika Setiabudi, Sp.A(K), MCTM (Trop Ped)

• Semua isi dan materi presentasi adalah hak cipta dari narasumber,
CABANG BANTEN digunakan untuk kalangan terbatas dalam kepentingan edukasi
kesehatan di bidang terkait.
DISCLAIMER
• The presentation slides are the intellectual property of the individual presenter and are protected under the
copyright laws of IDI & IDAI. Used by permission. All right reserved. All other trademarks are the property of
their respective owners.
• This presentation is provided on a strictly private and confidential basis for information purposes on limited
medical community only. By reading this presentation, you will be deemed to have agreed to the obligations
and restrictions set out below. Without the express prior written or verbal consent of the author, the
presentation and any information contained within it may not be (i) reproduced (in whole or in part), (ii) for
any purpose other than medical education.
• The information on this presentation is not intended or implied to be a substitute for professional medical
advice, diagnosis or treatment. All content, including text, graphics, images and information, contained on or
available through this presentation is for limited medical information purposes only. You are encouraged to
confirm any information obtained from or through this presentation with other sources, and review all
information regarding any medical condition or treatment with your colleague.
• NEVER DISREGARD PROFESSIONAL MEDICAL ADVICE OR DELAY SEEKING MEDICAL TREATMENT BECAUSE
OF SOMETHING YOU HAVE READ ON OR ACCESSED THROUGH THIS PRESENTATION.
Curriculum Vitae
Nama : Dr. dr. Djatnika Setiabudi, Sp.A(K), MCTM (Trop Ped)

Lahir : Bandung, 1 Januari 1958

Alamat : Jl Muliagraha II/14, Ciwastra-Bandung, Telp. 022-751-1137


email: djatnika_setiabudi@yahoo.com; HP 081-123-2417

Pekerjaan : - Kepala Divisi Infeksi dan Penyakit Tropik,


KSM/Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSHS - FK Unpad

Pendidikan: - Dokter, Fakultas Kedokteran UNPAD : 1982


- Dokter Spesialis Anak, FK UNPAD : 1992
- Master of Clinical Tropical Medicine (Trop. Ped.);
Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University : 2003
- Konsultan Infeksi/Penyakit Tropik, Kolegium IDAI : 2005
- Doktor, bidang Ilmu Kedokteran, Unpad : 2013
Epidemiologi dan Diagnosis Klinis
Difteri

Djatnika Setiabudi
Komite Ahli Difteri Kemenkes RI
Outline
 Pendahuluan
 Milestones in the history of diphtheria
 Etiologi
 Transmisi and patogenesis
 Epidemiologi
 Faktor Risiko
 Diagnosis Klinis dan Diagnosis Banding
 Kriteria Diagnosis Klinis dan Surveilans
Pendahuluan
• Difteri masih merupakan masalah Kesehatan global dan nasional

• Meskipun kejadian sudah sangat menurun masih dapat terjadi KLB


 Kekebalan komunitas sangat penting

• Usaha mengurangi penyebaran penyakit:


 pemahaman transmisi
 mengenal dan mitigasi faktor risiko
 diagnosis klinis secara dini
 tatalaksana kasus dan kontak
 pencegahan primer dengan imunisasi
Definisi Difteri
Difteri adalah penyakit infeksi akut
yang sangat menular,
disebabkan oleh bakteri gram positif
Corynebacterium diptheriae strain toksigenik
ditandai dengan adanya peradangan pada
tempat infeksi, terutama pada selaput mukosa
tonsil, faring, laring, hidung dan juga pada kulit,
dan dapat menyebabkan komplikasi berat,
sehingga menimbulkan kematian
Milestones in the history of diphtheria

Sharma NC, et al. Diphtheria. Nat Rev Dis Primers 5, 81 (2019). https://doi.org/10.1038/s41572-019-0131-y
Etiologi: Corynebacterium diphtheriae
Klasifikasi ilmiah : • Secara morfologinya bakteri ini berbentuk
Kingdom : Bacteria batang dengan panjang antara 1 – 8 μm dan
Filum : Actinobacteria diameter 0,5 – 1 μm
Ordo : Actinomycetales • termasuk dalam golongan bakteri gram positif.
Familia : Corynebacteriaceae • tidak memiliki kapsul, tidak memiliki spora, dan
Genus : Corynebacterium tidak dapat bergerak (nonmotil)
Spesies: • Gambaran pleomorfik, ujung bentuk tabuhm
Corynebacterium diphtheriae menyerupai huruf China

Etiologi lain:
C. ulcerans
C. pseudotuberculosis

Berbagai gambaran Corynebacterium diphtheriae dibawah mikroskop


Identifikasi Corynebacterium berdasar atas Reaksi Biokimia
Transmisi dan Patogenesis
• Sumber :
- Sekret dan duh (discharge) yang
berasal dari pasien atau carrier
- Manusia merupakan reservoar utama

• Cara penularan:
- Droplet: (batuk, bersin, berbicara)
- Kontak:
menyentuh alat/barang/benda yang
mengandung sekret percikan dari
pasien, kemudian tangan (yang tidak
dicuci) menyentuh selaput mukosa
hidung atau mata

• Portal of entry :
• Saluran pernafasan
Mortimer E.A.and Wharton M., in Vaccines, 1999.
• Konjungtiva, mukosa atau kulit yang Atkinson W. et al., in Epidemiology and Prevention of Vaccine-preventable
tidak utuh (luka) Diseases, 1996d.
Epidemiologi
• Tersebar luas di seluruh dunia
• Pasca imunisasi difteri secara global: morbiditas
• Dapat terjadi outbreak/KLB : bila cakupan imunisasi menurun
 KLB Rusia dan Negara-Negara pecahan Uni Sovyet: 1990 - 1993
 KLB Indonesia tahun: 2017 - 2018
 KLB di pengungsian Rohingya (Cox’s Bazar): 2017 - 2019
Reported cases of diphtheria per Joint Reporting Form,
by World Health Organization region and worldwide, 2000–2017

Kristie E.N. Clarke KEN, et al. Global Epidemiology of Diphtheria, 2000–2017. Emerging Infectious Diseases. 25(10):1834-42
Global DTP vaccine coverage and number of cases
of diphtheria (2018)

Sharma NC, et al. Diphtheria. Nat Rev Dis Primers 5, 81 (2019). https://doi.org/10.1038/s41572-019-0131-y
Development of diphtheria cases in Indonesia

Karyanti MR, Nelwan EJ, Assyidiqie IZ, Satari HI, Hadinegoro SR. Diphtheria Epidemiology in Indonesia
During 2010 – 2017. Acta medica Indonesiana. 51(3):205-13
Distribution of diphtheria cases in Indonesia 2017

Karyanti MR, Nelwan EJ, Assyidiqie IZ, Satari HI, Hadinegoro SR. Diphtheria Epidemiology in Indonesia
During 2010 – 2017. Acta medica Indonesiana. 51(3):205-13
Trend Suspect Diphteria Cases and DPT3 & DPT4 Coverage
2011 - 2022
2000 110

1800 100,9 99,3 1755 100


94,9 95 96,5
92,3 92,3 93 92
1600 90
87
80
1400 75,9
72,3

DPT3 Coverage (%)


1192 1210 69,3 70
Diphteria Cases

67,9
1200 63,7
60,4 60
1000 944
51,8
816 50
775
800
38 37,1
40
541 581
600 33,2
430 30
400
259 235 20
200 10
30
0 0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
Year
Suspected Diphteria Cases DPT3 Coverage DPT4 Coverage Target cakupan
Sumber:
Data kasus: lap PHEOC dan DIF-03 s/d 06 Feb 2022
Data imunisasi: Buletin Data Imunisasi per tgl 01 Feb 2022
Sebaran KLB Difteri per Provinsi
2021
Aceh
- Kota Banda Aceh (1 kasus) Kalimantan Barat Wilayah Kluster:
- Kab. Aceh Timur (1 kasus) - Kota Singkawang (12 kasus) 1. Kalimantan Barat (Kota
- Kota Pontianak (1 kasus) Singkawang, Kota Pontianak)
- Mempawah (1 kasus 2. Sulawesi Tenggara (Kab. Buton)
- Benkayang (2 kasus)
Kalimantan Tengah
- Kab. Kapuas (1 kasus)
Sulawesi Tenggara
- Kab. Buton (3 kasus)

Jambi
- Kab. Muaro Jambi (2 kasus)

Lampung
- Kab. Lampung Utara (2 kasus)

Sulawesi Selatan
Banten - Kab. Bulukumba (1 kasus)
- Kab. Tangerang (2 kasus)
Jawa Barat
- Kab. Bogor (2 kasus) Jawa Timur
DKI Jakarta - Kota Bekasi (1 kasus) - Kota Surabaya (1 kasus)
- Kota Jakarta Timur (2 kasus)
Data as received on 30 Jan 2021 - Kab. Bandung Barat (1 kasus) Kriteria KLB: hasil laboratorium kultur positif
- Kota Jakarta Barat (1 kasus)
- Kota Depok (1 kasus) (tidak termasuk hasil lab PCR)
Kab/Kota Terdampak Difteri Tahun 2021; 96 Kab/Kota di 23 Provinsi
Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Timur
Provinsi Aceh Provinsi Sulawesi Tenggara
1. Kota Pontianak 1. Kapuas 1. Kota Balikpapan
1. Kota Banda Aceh 1. Kota Kendari Provinsi Gorontalo
2. Kota Singkawang 2. Penajam Paser Utara 2. Buton
2. Aceh Timur 1. Pohuwato
3. Sintang Provinsi Kalimantan Selatan
3. Bireun
4. Sambas 1. Kota Baru
4. Kota Lhokseumawe Provinsi Sulawesi Selatan
5. Mempawah 2. Kota Banjar Baru
5. Nagan Raya 1. Kota Makassar
6. Melawi
7. Bengkayang 2. Luwu Provinsi Maluku
Provinsi Sumatera Utara 8. Kubu Raya 3. Bulukumba 1. Maluku Tenggara Barat
1. Langkat
2. Mandailing Natal Provinsi Papua Barat
3. Kota Medan 1. Kota Sorong
2. Raja Amat
Provinsi Sumatera Barat
1. Kota Pariaman Provinsi Papua
2. Solok Provinsi Lampung 1. Kota Jayapura
3. Kota Padang 1. Lampung Selatan
2. Lampung Utara
Provinsi Riau 3. Lampung Tengah Provinsi Jawa Barat
1. Kota Pekanbaru 4. Lampung Timur 1. Kota Bandung
5. Tulang Bawang 2. Kota Bogor
Provinsi Jambi 3. Bogor Provinsi Jawa Timur : Difteri konfirmasi lab
1. Kota Jambi 4. Cianjur Provinsi Jawa Tengah 1. Gresik 12. Kota Surabaya : Difteri klinis
2. Muaro Jambi 5. Majalengka 1. Sragen 2. Sidoarjo 13. Kota Madiun
Provinsi DKI Jakarta
6. Bekasi 2. Wonosobo 3. Jombang 14. Sampang
Provinsi Sumatera Selatan 1. Jakarta Utara Suspek difteri secara klinis sudah
7. Purwakarta 3. Temanggung 4. Tuban 15. Malang
2. Jakarta Barat termasuk kasus difteri namun sampel
1. Kota Palembang 8. Bandung 4. Kota Semarang 5. Ngawi 16. Nganjuk
3. Jakarta Selatan tidak diperiksa karena kasus meninggal,
2. Empat Lawang 9. Kota Bekasi 5. Kudus 6. Magetan 17. Kota Batu
4. Jakarta Timur atau pasien tidak mampu membuka
3. Musi Banyuasin 7. Blitar 18. Kota Blitar
5. Jakarta Pusat 10. Kota Depok
8. Pasuruan 19. Kota Mojokerto mulut karena kesakitan, atau sampel
11. Bandung Barat
Provinsi Bangka Belitung 9. Lumajang 20. Bangkalan diambil namun sudah tidak adekuat
12. Indramayu
1. Bangka 10. Situbondo 21. Bojonegoro untuk pemeriksaan laboratorium
Provinsi Banten 13. Kota Sukabumi
2. Bangka Tengah 1. Kab Tangerang 14. Karawang 11. Sumenep 22. Lamongan Source: DIF-3 Monthly Report, PHEOC
15. Sukabumi 23. Tulungagung Data as received at Central on 30 Jan 2021
Suspek Difteri Per Minggu di Indonesia
Minggu 01, 2021 – Minggu 05, 2022
14
2021 = 235 suspek
2022 = 30 suspek
12

10
Jumlah kasus

0
Mg 1 - 2021

Mg 1 - 2022
2
3
4
5
6
7
8
9

2
3
4
5
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
Minggu Epid
Source: DIF-3 Monthly Report, PHEOC
Data as received at Central on 06 Feb 2022
Kasus Difteri Per Provinsi di Indonesia
Perbandingan Week 05, 2021 dan 2022
2021
Difteri Konfirmasi Hubungan Epidemiologi
8
7 Difteri Kompatibel Klinis
6

Jumlah kasus
5 Difteri Konfirmasi Lab
4
3
2
1

JAKARTA 1 1
0

JAWA_TIMUR 7

JAWA_TENGAH 1

PAPUA 1
ACEH 2

LAMPUNG 1

KALIMANTAN_TE 1
JAWA_BARAT
2021 Week 05

NGAH
21 kasus

2022
Difteri Konfirmasi Hubungan Epidemiologi
7
6 Difteri Kompatibel Klinis

Jumlah kasus
5
Difteri Konfirmasi Lab
4

1
3
2
1

3
2022 Week 05 0

KALIMANTAN_BA 1

ACEH 3

SUMATERA_BAR 2

JAMBI 1

JAKARTA 1

SULAWESI_SELAT 1

NUSA_TENGGAR 1

BANTEN 1
30 kasus

JAWA_TIMUR
JAWA_BARAT

A_TIMUR
: 1 Diphtheria case

RAT

AT

AN
*Dots are randomly placed within provinces
Source: DIF-3 Monthly Report, PHEOC
Data as received at Central on 06 Feb 2022
Kab/Kota Terdampak Difteri Tahun 2022; 20 Kab/Kota di 10 Provinsi
Minggu 05, 2022
Provinsi Aceh Provinsi Kalimantan Barat
1. Aceh Utara 1. Kota Pontianak
2. Bireun 2. Kota Singkawang Provinsi Sulawesi Selatan
3. Pidie 3. Sambas 1. Bone
4. Kubu Raya

Provinsi Sumatera Barat


1. Padang Pariaman
2. Padang

Provinsi Jambi
1. Tanjung Jabung Barat
: Difteri konfirmasi lab
: Difteri klinis
Provinsi Banten
1. Pandeglang
Suspek difteri secara klinis sudah
termasuk kasus difteri namun sampel
Provinsi DKI Jakarta Provinsi Nusa Tenggara Timur
Provinsi Jawa Barat tidak diperiksa karena kasus meninggal,
1. Kota Jakarta Timur 1. Ende
1. Bogor Provinsi Jawa Timur atau pasien tidak mampu membuka
2. Cirebon 1. Sampang mulut karena kesakitan, atau sampel
3. Karawang diambil namun sudah tidak adekuat
4. Sumedang untuk pemeriksaan laboratorium
5. Bekasi
Source: DIF-3 Monthly Report, PHEOC
Data as received at Central on 06 Feb 2022
Common risk factors in the development of diphtheria

 Lack of immunization
 History of contact with diphtheria patients
 History of chronic health conditions
 History of travel to areas endemic for diphtheria
 Overcrowding
 Exposure to poor sanitary conditions
 Poor personal hygiene
 Sharing utensils and fomites with person suffering from diphtheria
 Presence of skin lesion or eczema
Faktor Risiko terjadi KLB Difteri

Risk factors of
transmission

immunocomprom Overcrowding
ised states

Karier

Incomplete
Poor health
immunization

• Tempat jauh
• Ibu sibuk
Substandard
• Takut efek samping
living conditions
• Menolak imunisasi
WHO, 2009
SRH24/12/17
Perjalanan penyakit Difteri
Penularan difteria
Masa inkubasi (2–5 hari)
Gejala awal
● Demam tidak tinggi
● Lesu, kurang beraktifitas
● Tampak pseudomembran selaput keabuan di farings
Days to months

2–3 hari Toksin menyebar melalui


aliran darah dan limfe
Gejala akut
● Selaput keabuan menebal tebal, membentuk membran menutupi farings
● Pembesaran kelenjar leher, lunak dalam perabaan
● Tanda peradangan, udem sekitar farings dan jaringan lunak (bull-neck)
● Nadi cepat
Komplikasi
• Obtruksi larings
7 hari • Miokarditis
Selaput secara bertahap menghilang • Neuritis
Kematian 5%–10%

14-21 hari 1. Wharton & Vitek 2004, In: Vaccines (Ch 13)
Penyembuhan 2. CDC Pink Book. 2008:59–70
Klasifikasi Berdasar Lokasi
Difteri Tonsil Faring Difteri Laring Difteri Kulit:
(Faucial diphtheria)  Merupakan perluasan difteri faring  Tukak di kulit dengan pseudo-
membran pada dasarnya
 Anoreksia, malaise, demam  Gejala obstruksi saluran nafas atas
ringan, nyeri menelan (OSNA) lebih mencolok
Difteri Tidak lazim
 Pseudomembran putih  Lesi konjungtiva : kemerahan,
keabuan, sulit dilepaskan  Stridor (inspriratoir) progresif
edema, pseudomembran pada
dari dasarnya.Usaha
melepaskan membran  Retraksi supraklavikular / interkostal konjungtiva palpebra
perdarahan
 Membran lepas  OSNA berat   Otitis eksterna: sekret purulen /
 Dalam 2 – 3 hari perlu trakeostomi bau
pseudomembran melebar,
dapat menutupi tonsil / Difteri Hidung  Vulvovaginal : hygiene yang
dinding faring, uvula, sangat buruk
 Awal menyerupai common cold
palatum molle, laring,
 Sekret hidung:  Sexual transmitted diphtheria:
 Limfadenitis servikalis /
submandibularis serosanguinus --> mukopurulen - ulkus multipel pada kulit skrotum
dan penis
 Pseudomembran pada septum nasi
 Edema jaringan lunak  - satu kasus berupa non gono-
Bull neck  Absorpsi fibrin lambat coccal urethritis
Diagnosis Banding Difteri

Tonsillopharyngitits (Faucial) diphtheria : Laryngeal diphtheria :


• Croup
• Acute streptococcal membranous tonsillitis:
demam tinggi, penderita tampak kurang toksik • Acute epiglottitis

• Laryngotracheobronchitis
• Viral membranous tonsillitis :
demam tinggi, membran mudah dilepaskan • Peritonsillar abscess

• Retropharyngeal abscess
• Herpetic tonsillitis ( Gingivitis dan stomatitis )
Nasal diphtheria :
• Infectious mononeucleosis : Foreign body in nose
Disertai ruam kulit dan lymphadenopathy
Rhinorrhea
PEDOMAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN DIFTERI

Kementrian Kesehatan RI
Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tahun 2017
Kriteria Klinis Difteri
Suspek Difteri Probable Difteri Kasus Konfirmasi
Orang dengan gejala faringitis, Kasus Suspek Difteri ditambah salah Kasus konfirmasi
tonsilitis, laringitis, trakeitis atau satu dari: laboratorium: kasus suspek
kombinasinya disertai: Pernah kontak dengan kasus dengan hasil kultur positif
(< 2 minggu) Corynebacterium diphtheriae
 Demam tidak tinggi Imunisasi tidak lengkap, termasuk strain toksigenik
belum booster atau
 Terdapat pseudomembran Berada di daerah endemis Difteri PCR positif Corynebacterium
putih keabu-abuan yang Stridor , Bullneck diphtheriae yang telah
sulit dilepaskan, mudah Miokarditis dan/ atau komplikasi dikonfirmasi dengan Elek test
berdarah bila dilepas atau lain
bila dilakukan manipulasi Perdarahan submukosa atau * Kasus konfirmasi hubungan
petekie pada kulit epidemiologi: kasus suspek
Gagal jantung toksik, gagal ginjal dan mempunyai hubungan
akut epidemiologi dengan kasus
Meninggal konfirmasi laboratorium

Kementrian Kesehatan RI, 2017


Kasus Kontak

• Siapapun yang kontak erat dengan kasus dalam 7 hari terakhir dianggap
berisiko tertular.
• Kontak erat penderita dan karier meliputi
Anggota keluarga serumah
Teman, kerabat, pengasuh yang secara teratur mengunjungi rumah
Teman di sekolah, teman les, teman mengaji, teman sekerja
Petugas kesehatan di lapangan dan di rumah sakit
(tanpa menggunakan APD sesuai prosedur)
Carrier diphtheria

• Orang yang tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi hasil pemeriksaan


laboratorium menunjukkan positif Corynebacterium diphtheriae

Tetap menular ke sekitarnya

Perlu diberikan pengobatan untuk menghilangkan Corynebactrium


diphtheriae dari tenggorokannya

Masa penularan dari karier berlangsung hingga 6 bulan


Strategi Surveilans Dan Penanggulangan Difteri
1. Penguatan sistem surveilans difteri yang bisa
menyediakan data lengkap, berkualitas dan real-time.
2. Penguatan jejaring laboratorium difteri
3. Penguatan petugas kesehatan dalam penyelidikan
epidemiologi dan penanggulangan KLB difteri.
4. Meningkatkan tatalaksana kontak erat (contact
tracing) sesuai standar pelaksanaan operasional.
5. Meningkatkan tatalaksana kasus difteri sesuai dengan
standar pelaksanaan operasional pengobatan difteri.
6. Meningkatkan cakupan imunisasi rutin difteri, baik
dasar maupun lanjutan, mencapai target minimal 95%.
7. Penguatan pelaksanaan Outbreak Response
Immunization (ORI) dengan cakupan minimal 90%
pada situasi KLB.
Klasifikasi Diagnosis (surveilans)

• kasus observasi difteri : seseorang dengan gejala infeksi saluran


pernapasan atas dan pseudomembran

• kasus suspek difteri : seseorang dengan gejala faringitis, tonsilitis,


laringitis, trakeitis, atau kombinasinya disertai demam atau tanpa
demam dan pseudomembran putih keabu-abuan yang sulit lepas,
mudah berdarah apabila dilepas atau dilakukan manipulasi

• kasus konfirmasi laboratorium: kasus suspek difteri dengan hasil


kultur positif strain toksigenik

Buku pedoman surveilans dan penanggulangan difteri. Kemenkes RI; 2018.


Klasifikasi Diagnosis (surveilans)

• kasus konfirmasi hubungan epidemiologi : kasus suspek difteri yang


mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus konfirmasi laboratorium

• kasus kompatibel klinis : kasus suspek difteri dengan hasil laboratorium


negatif, atau tidak diambil spesimen, atau tidak dilakukan tes
toksigenisitas, dan tidak mempunyai hubungan epidemiologi dengan
kasus konfirmasi laboratorium

• discarded : kasus suspek difteri yang setelah dikonfirmasi oleh ahli tidak
memenuhi kriteria suspek difteri

Buku pedoman surveilans dan penanggulangan difteri. Kemenkes RI; 2018


Ringkasan
• Meskipun angka kejadian penyakit sudah dapat diturunkan, masih mungkin terjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah

• Faktor risiko mendapat penyakit Difteri, antara lain:


 Tidak pernah mendapat imunisasi difteri atau tidak lengkap
 Riwayat kontak dengan pasien difteri
 Riwayat bepergian ke daerah endemis atau sedang terjadi KLB difteri
 Hygine perorangan dan sanitasi lingkungan buruk
 Overcrowding
 Menggunakan peralatan bersama dengan pasien difteri

• Faktor risiko utama KLB adalah menurunnya kekebalan komunitas akibat cakupan
imunisasi difteri yang rendah
TERIMA KASIH

You might also like