Professional Documents
Culture Documents
2931 6113 1 PB
2931 6113 1 PB
2931 6113 1 PB
Abstract
The legal relationship between Worker/Labour and Entrepreneur is a subordinate working
relationship based on the Employment Agreement between the parties. The economic and social
position differences between Worker/Labour and Entrepreneur poses an unbalanced position.
Therefore, in the industrial relations there is a government intervention as regulators or
policymakers have an obligation to create a balanced industrial relationship among the interests of
Worker/Labour, Entrepreneur, and governments. In the event of termination of employment which
should be avoided and can only occur based on the agreement of the parties or the decision of the
settlement institution of industrial relations dispute as stipulated in Law No. 3 of 2013
concerning Employment. While the legal relationship of Board of Directors and Board of
Commissioners with the General Meeting of Shareholders (GMS) of a limited liability company is
the civil law stipulated in the Law of the Republic of Indonesia No. 40 of 2007 concerning Limited
Liability Company. The appointment and dismissal of a Member of the Board of Directors by the
General Meeting of Shareholders (GMS) is as the fiduciary duty holder who is solely responsible
for the management of the company for the purposes and objectives of the company and represents
the company both inside and outside the court. Therefore, a Member of the Board of Directors is
not the Worker/Labour or employee governed by the Law of the Republic of Indonesia No. 13 of
2003 concerning Employment. If a Worker/Labour or employee in a working relationship is
appointed by the General Meeting of Shareholders (GMS) to be a Member of the Board of
Directors/Commissioners, since the appointment, the legal status of the employee concerned,
changed from an employment relationship (as a worker) to a (purely) civil relations, even though
he/she is not a shareholder.
Abstrak
Hubungan hukum antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha adalah hubungan kerja
yang bersifat subordinasi yang didasari oleh Perjanjian Kerja diantara para pihak.
Perbedaan kedudukan secara ekonomi dan sosial antara pekerja/buruh dan pengusaha
menimbulkan posisi yang tidak seimbang. Oleh karena itu di dalam hubungan industrial
terdapat campur tangan Pemerintah sebagai regulator atau pembuat kebijakan
mempunyai kewajiban untuk menciptakan hubungan industrial yang seimbang antara
kepentingan pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah. Dalam hal Pemutusan
Hubungan Kerja, ini merupakan langkah yang harus dihindari dan hanya dapat terjadi
atas kesepakatan para pihak atau putusan dari lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2013
tentang Ketenagakerjaan. Sedangkan hubungan hukum Anggota Direksi dan Komisaris
dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada suatu Perseroan Terbatas adalah
hubungan hukum perdata yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.Pengangkatan dan pemberhentian
seorang AnggotaDireksioleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah sebagai
pemegang amanat(fiduciary duty) yang bertanggung jawab penuh atas
pengurusanPerseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan dan mewakiliPerseroan
baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dengan demikian, seorang anggota Direksi
bukanlah Pekerja/Buruh atau karyawan yang diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Apabila seorang
Pekerja/Buruh atau karyawan yang berada dalam hubungan kerja diangkat Rapat
Pengusaha dan Pekerja/Buruh, setelah terjadi Pengusaha karena akibat dari kesalahan dari
setelah adanya perjanjian dimana Pekerja/ pihak pekerja. Dari penjelasan diatas bahwa
Buruh mengikatkan diri untuk bekerja dan Pemutusan Hubungan Kerja dapat dilakukan
menerima upah pada pihak Pengusaha yang oleh Pengusaha dan dapat juga dilakukan oleh
mengikatkan diri untuk memperkerjakan pekerja.
Pekerja/Buruh dengan memberikan upah. Ciri Perseroan Terbatas, menurut Undang-
khas dari hubungan kerja adalah dibawah Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
perintah orang lain dengan menerima upah. Perseroan Terbatas memberi definisi badan
Dari hubungan kerja yang timbul antara hukum yang merupakan persekutuan modal,
Pekerja/Buruh dan Pengusaha tidak berjalan didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
mulus, kadang sering terjadi sengketa atau kegiatan usaha dengan modal dasar yang
perselisihan antara keduanya dan penyele- seluruhnya terbagi dalam saham dan meme-
saiannya bisa berakhir di jalur hukum. nuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Berdasarkan pasal 61 ayat (1) Undang- Undang-Undang ini serta peraturan pelaksa-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang naannya. Dimana terdapat Organ Perseroan
Ketenagakerjaan bahwa Perjanjian Kerja adalah Rapat Umum Pemegang Saham,
berakhir apabila: Direksi, dan Dewan Komisaris.
a. pekerja meninggal dunia; Dari adanya organ seperti Rapat Umum
b. berakhirnya jangka waktu Perjanjian Kerja; Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan
c. adanya putusan pengadilan dan/atau Direksi itulah suatu Perseroan dapat dikatakan
putusan atau penetapan lembaga bulat sebagai Perseroan, tanpa adanya organ
penyelesaian Perselisihan Hubungan tersebut maka suatu Perseroan tidak dapat
Industrial yang telah mempunyai kekuatan dikatakan sebagai Perseroan, dengan kata lain
hukum tetap; atau yang disebut Perseroan adalah Organ
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang Perseroan.
dicantumkan dalam Perjanjian Kerja, Rapat Umum Pemegang Saham adalah
Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Organ Perseroan yang mempunyai wewenang
Bersama yang dapat menyebabkan yang tidak diberikan kepada Direksi atau
berakhirnya hubungan kerja. Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan
Dari pengertian hubungan kerja dan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Perjanjian Kerja, maka jelaslah bahwa tentang Perseroan Terbatas dan/atau anggaran
hubungan kerja sebagai bentuk hubungan dasar. Sedangkan Direksi adalah Organ
hukum, baru lahir setelah adanya Perjanjian Perseroan yang berwenang dan bertanggung
Kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk
sehingga dapat disimpulkan bahwa Perjanjian kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud
Kerja merupakan dasar dari lahirnya dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan,
Hubungan kerja.(Taufiq dan Hidayat 2011) baik di dalam maupun di luar pengadilan
Pemutusan Hubungan Kerja yaitu sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal Pasal 105 ayat (1) Undang-Undang
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
dan kewajiban antara Pekerja/Buruh dan Terbatas menyebutkan bahwa anggota Direksi
Pengusaha. Pemutusan Hubungan Kerja juga dapat diberhentikan sewaktu-waktu berda-
dibagi menjadi dua yaitu Pemutusan Hubu- sarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan
ngan Kerja secara sukarela dan Pemutusan alasannya. Keputusan RUPS untuk member-
Hubungan Kerja tidak sukarela. Pemutusan hentikan anggota Direksi dapat dilakukan
Hubungan Kerja secara sukarela adalah dengan alasan yang bersangkutan tidak lagi
Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan memenuhi persyaratan sebagai anggota Direksi
oleh Pekerja, Pekerja dapat mengajukan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini,
pengunduran diri kepada Pengusaha secara antara lain melakukan tindakan yang
tertulis tanpa paksaan/intimidasi dari pihak merugikan Perseroan atau karena alasan lain
Pengusaha atau majikan. Pemutusan Hubu- yang dinilai tepat oleh RUPS.
ngan Kerja secara tidak sukarela Pemutusan Pengembangan adalah peningkatan
Hubungan Kerja yang dilakukan oleh pribadi yang dilakukan seseorang untuk
mencapai suatu rencana karir dan peningkatan Dengan demikian terdapat benang
oleh departemen personalia untuk mencapai merah yang memisahkan Pekerja menurut
suatu rencana kerja sesuai dengan jalur atau Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
jenjang organisasi.(Ardana, Mujiati, dan Utama Ketenagakerjaan dan direktur/Direksi yang
2012, hlm. 117) merupakan organ Perusahaan menurut
Karir adalah keseluruhan jabatan/ Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
pekerjaan/posisi yang dapat diduduki sese- Perseroan Terbatas.
orang selama kehidupan kerjanya dalam Berdasarkan uraian latar belakang
organisasi atau dalam beberapa organisasi. tersebut di atas, maka terdapat beberapa pokok
(Hariandja 2005, hlm. 219) Dari sudut pandang permasalahan yang dirumuskan, yaitu:
pegawai, jabatan merupakan suatu hal yang 1. Bagaimana status Pekerja/Buruh yang
sangat penting sebab setiap orang mengi- diangkat menjadi anggota Direksi melalui
nginkan suatu jabatan yang sesuai dengan Rapat Umum Pemegang Sahampada
keinginannya dan menginginkan jabatan Perseroan yang sama ?
setinggi mungkin sesuai dengan kemam- 2. Kapan hak atas Uang Pesangon muncul
puannya. Jabatan yang lebih tinggi biasanya ketika Pekerja/Buruh diangkat menjadi
mengakibatkan gaji yang lebih besar, tanggung anggota Direksi melalui Rapat Umum
jawab yang lebih besar, dan pengetahuan yang Pemegang Saham pada Perseroan yang
lebih baik, yang biasanya diharapkan oleh sama ?
pegawai. Oleh karena itu, ketika seseorang
memasuki dunia kerja, orang tersebut mungkin Metode Penelitian
akan bertanya apakah tujuan karirnya (sebagai Penelitian akan senantiasa bermula dari
jabatan tertinggi yang diharapkan) akan dapat rasa ingin tahu (niewgierigheid) untuk
dicapai di organisasi tempat dia bekerja. menemukan jawaban terhadap suatu
Bilamana seseorang melihat bahwa tujuan permasalahan aktual yang dihadapi. Jika
karirnya tidak dapat dicapai di organisasi jawaban terhadap suatu permasalahan telah
tersebut, orang tersebut mungkin tidak akan diketahui, maka tidak perlu lagi diadakan
mempunyai semangat kerja yang tinggi atau penelitian.(Efendi dan Ibrahim 2016, hlm. 123)
tidak termotivasi untuk bekerja atau bahkan Metode pendekatan yang digunakan
akan meninggalkan organisasi. dalam penelitian ini adalah dengan meng-
Promosi adalah suatu perubahan posisi gunakan metode pendekatan normatif, yakni
atau jabatan dari tingkat yang lebih rendah ke bagaimana hukum didayagunakan sebagai
tingkat yang lebih tinggi, perubahan ini instrumen mewujudkan teori atau asas
biasanya akan diikuti dengan meningkatnya kausalitas dalam perselisihan Pemutusan
tanggung jawab, hak, serta status sosial sese- Hubungan Kerja antara Perusahaan dan
orang. Telah menjadi harapan bagi Pekerja/ Pekerja/Buruh.
Buruh Perusahaan, jika mendapatkan promosi Dengan menggunakan pendekatan
yang membawa dirinya ke jenjang yang lebih undang-undang (statute approach), penulis
tinggi. Apalagi jika bisa menduduki jabatan di melakukan kajian terhadap kasus perselisihan
jajaran manajemen Perusahaan, seperti seorang Pemutusan Hubungan Kerja terkait hak-hak
direktur yang pada umumnya di Indonesia Pekerja yang seharusnya diperoleh (uang
diduduki oleh pemegang saham atau orang- pesangon, uang penghargaan masa kerja dan
orang kepercayaan mereka. uang penggantian hak).
Direksi dan pemilik Perusahaan atau Dalam penulisan ini, penulis hanya
pemegang saham memiliki hubungan yang menggunakan data sekunder yang mencakup:
dibangun berdasarkan prinsip kepercayaan a. Bahan hukum primer, yakni data yang
(fiduciary duties) dan pemberian amanat (legal bersumber pada peraturan perundang-
mandatory). Tidak seperti karyawan dan mana- undangan yang berhubungan dengan
jemen Perusahaan yang bersifat subordinasi, obyek yang diteliti.
Direksi dan pemegang saham sama-sama b. Bahan hukum sekunder, bersumber pada
membangun koordinasi atau partnership yang buku-buku literatur, dan arsip penulisan
setara dan saling berhubungan. terdahulu yang berkaitan dengan obyek
atau materi penulisan.
yang ditentukan dalam ketentuan Undang- Dewan Komisaris dalam batas yang
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ditentukan dalam Undang-Undang ini
Ketenagakerjaan. dan/atau anggaran dasar.
b. Direksi adalah Organ Perseroan yang
Perseroan Terbatas berwenang dan bertanggung jawab penuh
Menurut pasal 1 angka 1 Undang- atas pengurusan Perseroan untuk
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang kepentingan Perseroan, sesuai dengan
Perseroan Terbatas menyebutkan Perseroan maksud dan tujuan Perseroan serta
Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, mewakili Perseroan, baik di dalam maupun
adalah badan hukum yang merupakan di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan anggaran dasar.
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan c. Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam yang bertugas melakukan pengawasan
saham dan memenuhi persyaratan yang secara umum dan/atau khusus sesuai
ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta dengan anggaran dasar serta memberi
peraturan pelaksanaannya.(Indonesia 2007) nasihat kepada Direksi.
Dari definisi yang dinyatakan dalam
pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Adapun yang menjadi fungsi dan
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dapat kewenangan masing-masing organ perusahaan
ditarik beberapa unsur dari pengertian sebagai berikut:
Perseroan Terbatas, yaitu:(Sardjono et al. 2014, a. Rapat Umum Pemegang Saham
hlm.70-71) Rapat Umum Pemegang Saham merupakan
a. Perseroan Terbatas adalah badan hukum Organ Perseroan Terbatas yang memiliki
b. Perseroan Terbatas didirikan berdasarkan kewenangan yang oleh undang-undang
perjanjian tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan
c. Perseroan Terbatas adalah persekutuan Komisaris. Artinya Rapat Umum Pemegang
modal Saham mempunyai wewenang selain dari
d. Perseroan Terbatas tunduk pada Undang- wewenang pengurusan (managing) Perse-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang roan Terbatas. Wewenang Rapat Umum
Perseroan Terbatas. Pemegang Saham antara lain mengangkat
Karakteristik Perseroan Terbatas yang dan memberhentikan Direksi dan Dewan
utama adalah bahwa Perseroan Terbatas Komisaris, meminta pertanggungjawaban
merupakan badan hukum (legal entity). Sebagai Direksi dan Dewan Komisaris, menetapkan
pribadi ciptaan hukum, tentu saja wujud pembagian deviden dan dana cadangan,
Perseroan Terbatas bersifat abstrak (artificial). mengubah Anggaran Dasar, menetapkan
Perseroan Terbatas sebagai subjek hukum kebijakan umum Perseroan seperti
artifisial tentu saja tidak dapat melakukan memutuskan untuk merger, konsolidasi,
kegiatan apa-apa, karena wujud nyatanya tidak atau mengakuisisi Perusahaan lainnya, dan
ada. Oleh karena itu, agar Perseroan Terbatas sebagainya.(Sardjono et al. 2014, hlm.79)
dapat melakukan tindakan hukum dalam Agar Rapat Umum Pemegang Saham dapat
mencapai tujuannya, diperlukan organ untuk menjalan fungsi dan wewenangnya, maka
menjalankan usahanya.(Sardjono et al. 2014, persyaratan mengenai keabsahan Rapat
hlm.79) Umum Pemegang Saham harus terpenuhi
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang- terlebih dahulu, antara lain:
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang 1. Mengenai prosedur penyeleng-
Perseroan Terbatas, Organ Perseroan adalah garaannya karena berdampak pada
Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan keabsahan putusan-putusannya;
Dewan Komisaris dengan pengertian sebagai 2. Kuorum rapat juga menentukan
berikut: keabsahan hasil putusan.
a. Rapat Umum Pemegang Saham, yang 3. Jumlah suara yang dibutuhkan
selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ untuk pengambilan keputusan
Perseroan yang mempunyai wewenang (voting) yang mengikat Perseroan
yang tidak diberikan kepada Direksi atau Terbatas.
tersebut maka suatu Perseroan tidak dapat menjadi Direksi harus melepas status
dikatakan sebagai Perseroan, dengan kata lain karyawannya. Namun jika dalam praktik
yang disebut Perseroan adalah Organ kemudian Direksi tersebut membuat suatu
Perseroan. Bila dikaitkan dengan ketentuan kebijakan yang terdapat konflik kepentingan di
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang dalamnya sehingga Perseroan dirugikan, maka
Ketenagakerjaan, pasal 1 angka 4, yang Direksi tersebut dapat dituntut.(Wibowo 2014,
menjelaskan “Pekerja/Buruh adalah setiap hlm.204-406)
orang yang menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain”, maka bila diartikan secara Munculnya Hak Pekerja atas Uang
harfiah, Direksi dapat dikatakan sebagai Pesangon berkaitan dengan Pemutusan
Pekerja/Buruh. Namun ketentuan dalam Hubungan Kerja
Undang-undang Ketenagakerjaan ini tidak Pekerja/Buruh yang diangkat menjadi
dapat diartikan tanpa mengindahkan ketentuan anggota Direksi pada Perseroan yang sama,
peraturan dalam Undang-Undang Perseroan maka pada hakikatnya secara hukum telah
Terbatas. terjadi Pemutusan Hubungan Kerja. Hal ini
Bila melihat dalam kerangka Undang- dikarenakan tidak mungkin seorang anggota
Undang Perseroan Terbatas maka wajar jika Direksi Perseroan pada saat yang sama juga
Direksi yang mewakili dan bertindak untuk merangkap berstatus sebagai Pekerja/Buruh
dan menjaga kepentingan Perseroan diberikan pada Perseroan yang sama, karena
gaji, honor, tunjangan, kompensasi atau mengakibatkan terjadinya benturan
sejenisnya, sehingga pengertian menerima kepentingan (conflict of interest).
upah atau imbalan dalam rumusan Undang- Hal ini dapat dilakukan dengan 2 (dua)
Undang Ketenagakerjaan tidak bisa diartikan cara, yaitu :
begitu saja kepada Direksi. Hal ini semakin a. Pemutusan Hubungan Kerja berdasarkan
menguatkan posisi Direksi bahwa Direksi Persetujuan Bersama, dengan alasan ini
bukan Pekerja/Buruh Perseroan. Direksi Pekerja/Buruh uang kompensasi yang
Perseroan adalah organ atau bagian dari jumlahnya berdasarkan kesepakatan antara
Perseroan. Dia yang diberi wewenang oleh Pekerja dengan Pengusaha (Perusahaan);
Perseroan melalui Organ Perseroan yang atau
disebut Rapat Umum Pemegang Saham untuk b. Perusahaan melakukan Pemutusan
mengurus dan memelihara Perseroan untuk Hubungan Kerja, dengan alasan tidak ada
kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud kesalahan melainkan karena diangkat
dan tujuan Perseroan dengan mengacu pada menjadi anggota Direksi, maka Pemutusan
Anggaran Dasar Perseroan. Hubungan Kerja (PHK) dengan kualifikasi
Karena pada hakikatnya Direksi adalah tanpa kesalahan Pekerja berhak atas uang
bukan karyawan, maka seorang karyawan yang kompensasi 2 kali uang pesangon, 1 kali
kemudian diangkat menjadi Direksi haruslah uang penghargaan masa kerja dan uang
mengundurkan diri atau diberhentikan sebagai penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156
karyawan Perseroan. Namun bagaimana jika ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-
dalam praktik terjadi negosiasi antara Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
karyawan dengan Perseroan, dimana ketika Ketenagakerjaan.
Karyawan tersebut diangkat menjadi Direksi ia
tetap mendapat status karyawannya. Jika Kesimpulan
Direksi yang diangkat tetap memperoleh status Bagi Perseroan Terbatas, Direksi adalah
karyawannya, maka hal ini akan terjadi trustee sekaligus agent. Dikatakan sebagai
berbenturan atau terjadi konflik kepentingan trustee karena Direksi adalah organ Perseroan
antara ia sebagai Direksi yang merupakan yang berwenang melakukan pengurusan
pelaksana tugas Komisaris dan Rapat Umum terhadap harta kekayaan Perseroan, dan
Pemegang Saham dalam menjalankan Persero, dikatakan sebagai agent, karena Direksi
dengan kepentingannya sebagai Karyawan. berwenang bertindak keluar untuk dan atas
Memang tidak ada larangan dalam Undang- nama Perseroan Terbatas, selakuPemegang
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Kuasa Perseroan Terbatas, yang mengikat
Perseroan Terbatas, bahwa karyawan yang Perseroan Terbatas dengan pihak ketiga.
Lex Jurnalica, Volume 16 No. 3, Desember 2019 192
Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Direktur Perseroan Yang Dahulu Berstatus Sebagai Pekerja
Artinya, terdapat hubungan kepercayaan yang Hariandja, Marihot Tua Efendi. (2005).
melahirkan kewajiban kepercayaan (fiduciary Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
duty) antara Direksi dan Perseroan dan oleh PT. Grasindo.
karenanya Direksi wajib memiliki kesetiaan
dan itikad baik (duty of loyalty and good faith) Husni, Lalu. (2019). Pengantar Hukum
dan kewajiban untuk bertindak cermat dan Ketenagakerjaan. Revisi. Depok: Rajawali
hati-hati (duty of diligence and care) terhadap Pers.
Perseroan Terbatas, yang menjadi pembeda
utama antara Direksi (Pengusaha dengan Indonesia. (2003). Undang-Undang Tentang
Pekerja/Buruh.Dengan demikian, seorang Ketenagakerjaan.
anggota Direksi bukanlah Pekerja/Buruh atau
karyawan yang diatur dalam Undang-Undang ———. (2007). Undang-Undang Tentang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Perseroan Terbatas.
tentang Ketenagakerjaan.
Apabila seorang Pekerja/Buruh atau Nurwardani, Paristiyanti et al. (2016).
karyawan yang semula memiliki hubungan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
kerja dengan Perseroan kemudian diangkat Perguruan Tinggi. 1 ed. Jakarta: Direktorat
oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Jenderal Pembelajaran dan
menjadi Anggota Direksi dari Perseroan yang Kemahasiswaan Kementerian Riset,
sama, maka sejak pengangkatan tersebut, status Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
hubungan hukum karyawan yang Republik Indonesia.
bersangkutan, berubah dari hubungan kerja
(sebagai Pekerja) menjadi (murni) hubungan Sardjono, Agus, Yeti Komalasari Dewi,
perdata antara dirinya dengan RUPS (organ Rosewitha Irawaty, dan Togi Pangaribuan.
Perseroan yang mengangkatnya), walaupun ia (2014). Pengantar Hukum Dagang. Jakarta:
bukan Pemegang Saham. Dengan perkataan Rajawali Pers.
lain pada saat yang sama Pekerja dimaksud
berhak atas uang pesangon , uang penghargaan Shubhan, Handi. (2014). Hukum Kepailitan:
masa kerja dan uang penggantian hak Prinsip, Norma, Dan Praktik Di Pengadilan.
sebagaimana diatur dalam pasal 156 Undang- Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Undang Ketenagakerjaan.
Hak-hak Pekerja yang muncul sebagai Sulistiyo, Eko. (2018). “Tinjauan Hukum Atas
akibat perubahan status ini idealnya segera Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja
diselesaikan pada saat sebelum pengang- Antara Para Pekerja Melawan PT. Dupalindo
katannya sebagai anggota Direksi oleh Rapat Perkasa (Putusan PHI Nomor:
Umum Pemegang Saham. 53/PDT.SUS-PHI/2016/PN.SRG).”
Universitas Esa Unggul.
Daftar Pustaka
Ardana, I Komang, Ni Wayan Mujiati, dan I Suprayogi, Agus. (2019). Laporan Pengabdian
Wayan Mudiartha Utama. (2012). Masyarakat Penyuluhan Hukum
Manajemen Sumber Daya Manusia. Ketenagakerjaan Pada Masyarakat Desa
Yogyakarta: Graha Ilmu. Mekarbuana, Karawang. Jakarta.
Asikin, Zainal, Agusfian Wahab, Lalu Husni, Taufiq, Muchamad, dan Zainul Hidayat. (2011).
dan Zaeni Asyhadie. (2016). Dasar-Dasar “Kajian Hukum Terhadap Perselisihan
Hukum Perburuhan. Depok: PT. Grafindo Pemutusan Hubungan Kerja Secara
Perkasa. Sepihak Pada Perusahaan.” Jurnal WIGA
2(2): 74–87.
Efendi, Jonaedi, dan Johnny Ibrahim. (2016).
Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Wibowo, Haryo Budi. (2014). Aspek Hukum
Empiris. Jakarta: Kencana. Perseroan Terbatas Dalam Praktek.
Yogyakarta: Trussmedia Grafika.