Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

NILAI TUKAR PETANI : KONSEP, PENGUKURAN DAN RELEVANSINYA

SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI

Farmers’ Terms of Trade: The Concept, Estimation, and Relevance for Farmers’
Welfare Indicators

Muchjidin Rachmat

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161
E-mail : muchjidin_r@yahoo.com

Tanggal naskah diterima : 28 Juni 2013 Tanggal naskah disetujui terbit : 30 September 2013

ABSTRACT

The purpose of development is improving welfare of the community such that in every stage of
development the welfare of society is always prioritized. Indonesia as an agrarian country with a large population
and the dominant proportion of rural farm households prioritizes farmers’ welfare as a strategic issue. One of the
farmers’ welfare survey tools is Farmers’ Terms of Trade (FTT). FTT is the ratio of prices received by farmers to
the price paid by farmers. This concept simply reflects the purchasing power of farmers’ income. However, the
concept based on the computation of FTT fixed quantity (Laspeyres index) does not fully describe the indicator of
the farmers’ welfare. The increase in product prices received by farmers is equal to an increase in farmers'
income. The increase in prices received by farmers indicates the scarcity of agricultural production supply. FTT
measurement also does not accommodate productivity growth, technological progress and development
improvement. Thus, improvement for computing FTT is necessary by incorporating elements of quantity so that
FTT value is income to expenditure ratio. The simplest way is computing the Agricultural Production and the
Household Consumption indices for FTT. Another improvement is to refine the scope of agricultural farmers
defined in the FTT computation.

Keywords: farmers’ terms of trade, farmers’ welfare

ABSTRAK

Tujuan pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga dalam setiap tahapan
pembangunan kesejahteraan masyarakat selalu menjadi tujuan utama. Sebagai Negara agraris dengan jumlah
penduduk besar dan proporsi rumah tangga yang bekerja di pertanian dominan, maka perhatian terhadap
kesejahteraan petani dinilai sangat strategis. Salah satu alat ukur kesejahteraan petani yang digunakan saat ini
adalah Nilai Tukar Petani (NTP). NTP dihitung dari rasio harga yang diterima petani (HT) terhadap harga yang
dibayar petani (HB). Konsep ini secara sederhana menggambarkan daya beli pendapatan petani. Namun konsep
penghitungan NTP yang didasarkan kepada kuantitas yang tetap (indeks Laspeyres) belum sepenuhnya
merupakan indikator kesejahteraan petani. Kenaikan harga produk yang diterima petani tidak identik dengan
peningkatan pendapatan petani. Kenaikan harga yang diterima petani justru mengindikasikan kelangkaan
suplai/produksi pertanian. Konsep pengukuran NTP juga tidak mengakomodasikan perkembangan produktivitas,
kemajuan teknologi dan pembangunan. Dalam kaitan sebagai indikator kesejahteraan petani, penyempurnaan
penghitungan NTP perlu dilakukan melalui pendekatan nilai yaitu dengan memasukkan unsur kuantitas sehingga
NTP merupakan rasio antara nilai pendapatan terhadap nilai pengeluaran. Cara paling sederhana adalah
dihitungnya Indeks Produksi Pertanian dan Indeks Konsumsi Rumah tangga petani dalam penghitungan NTP.
Penyempurnaan lain adalah menyempurnakan cakupan petani sesuai definisi pertanian dalam perhitungan NTP.

Kata kunci: nilai tukar petani, kesejahteraan petani

NILAI TUKAR PETANI : KONSEP, PENGUKURAN DAN RELEVANSINYA SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI Muchjidin
Rachmat

111
PENDAHULUAN Dalam pelaksanaan pembangunan
telah berjalan, diyakini telah banyak keber-
hasilan yang dicapai terutama dalam pening-
Peningkatan kesejahteraan masyara- katan produksi, perekonomian nasional,
kat sangat relevan untuk terus mendapat perdesaan dan perkotan. Namun masalah
perhatian, hal ini berkaitan dengan beberapa kemiskinan masih belum terpecahkan, ter-
aspek, antara lain: (a) Kehidupan yang sejah- utama kemiskinan di perdesaan. Jumlah
tera merupakan hak dari setiap anggota masyarakat miskin di Indonesia terutama di
masyarakat, (b) Pembukaan UUD 1945 secara perdesaan masih besar. Data BPS menunjuk-
tegas menyatakan bahwa Indonesia yang kan pada tahun 2012 jumlah penduduk miskin
sejahtera merupakan tujuan akhir dari di Indonesia mencapai 29,13 juta jiwa, dan
pembentukan negara Indonesia, (c) Pening- sebagian besar, yaitu 18,48 juta (63,4 persen)
katan kesejahteraan telah menjadi kesepa- berada di perdesaan dan sebesar 10,65 juta
katan dunia seperti yang tertuang dalam jiwa (36,6 persen) penduduk miskin berada di
Millennium Development Goals (MDGs), dan perkotaan. Kegiatan pembangunan telah ber-
(d) Kesejahteraan masyarakat selalu menjadi hasil meningkatkan produksi pertanian namun
prioritas pembangunan nasional. Peningkatan belum cukup mampu meningkatkan panda-
kesejahteraan rakyat ditunjukkan oleh mem- patan, kesejahteraan petani dan penangggu-
baiknya berbagai indikator pembangunan, langan kemiskinan di perdesaan (Dillon et al.,
antara lain peningkatan pendapatan per 1999; Simatupang , 2008).
kapita, penurunan angka kemiskinan dan Dengan orientasi pembangunan per-
tingkat pengangguran. tanian ke arah perbaikan kesejahteraan
Sebagai negara agraris, proporsi petani, diperlukan alat ukur untuk menilai
terbesar penduduk Indonesia berada di sektor perkembangan kesejahteraan petani tersebut.
pertanian. Menurut BPS (2013) hasil semen- Salah satu indikator/alat ukur yang selama ini
tara Sensus Pertanian 2013 menunjukkan digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan
jumlah rumah tangga pertanian mencapai petani adalah indeks Nilai Tukar Petani (NTP).
26.126,2 ribu rumah tangga atau 42,7 persen Simatupang dan Maulana (2008) mengemuka-
dari rumah tangga total nasional. Jumlah kan bahwa penanda kesejahteraan yang unik
rumah tangga tani tahun 2013 tersebut bagi rumah tangga tani praktis tidak ada,
mengalami penurunan sebasar 5.043,9 ribu sehingga NTP menjadi pilihan satu-satunya
rumah tangga dibandingkan kondisi tahun bagi pengamat pembangunan pertanian dalam
2003. Sementara itu dari aspek ketenaga- menilai tingkat kesejahteraan petani. Dengan
kerjaan, pada tahun 2011 jumlah tenaga kerja demikian, NTP merupakan salah satu indikator
di sektor pertanian berjumlah 39,3 juta jiwa relatif tingkat kesejahteraan petani. NTP
atau 35,9 persen total tenaga kerja. Meskipun dihitung dari rasio harga antara harga yang
mengalami penurunan, jumlah rumah tangga diterima petani dan harga yang dibayar petani,
tani dan jumlah serapan tenaga kerja sektor sehingga NTP dinilai merupakan ukuran
pertanian tersebut masih cukup dominan. kemampuan daya beli/daya tukar petani terha-
Aktivitas sektor pertanian sebagian besar dap barang yang dibeli petani. Peningkatan
dilakukan di wilayah perdesaan dan didominasi NTP dinilai menunjukkan peningkatan kemam-
oleh petani dengan kegiatan utama usahatani puan riil petani dan mengindikasikan pening-
budidaya (on farm). Pada kondisi demikian katan kesejahteraan petani. Semakin tinggi
maka perhatian pembangunan untuk pening- NTP, relatif semakin sejahtera tingkat kehi-
katan pendapatan petani menjadi sangat dupan petani (Silitonga, 1995; Sumodiningrat,
relevan dan strategis. Oleh karena itu maka 2001; Tambunan, 2003; BPS, 20013,
dalam setiap tahap kegiatan pembangunan Masyhuri, 2007). Namun demikian sebagian
pertanian kesejahteraan petani selalu menjadi kalangan mempertanyakan relevansi alat ukur
tujuan pembangunan. Melalui berbagai kebi- kesejahteraan yang hanya didasarkan kepada
jakan dan program pembangunan pertanian rasio harga tersebut. Makalah ini akan
yang dilaksanakan, pemerintah telah berupaya menguraikan tentang konsep, pengukuran,
peningkatan produksi pertanian, menjaga dan analisis relevansinya sebagai alat ukur
stabilitas pasokan bahan pangan, dan mening- tingkat kesejahteraan petani.
katkan pendapatan/kesejahteraan petani.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 111 - 122

112
KONSEPSI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI 1992; Rachmat et al., 2000; Supriyati et al.,
INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI 2000).

Salah satu unsur kesejahteraan petani Konsep Barter/Pertukaran


adalah kemampuan daya beli dari pendapatan Konsep barter (Nilai Tukar Barter)
petani untuk memenuhi kebutuhan penge- mengacu kepada harga nisbi suatu komoditas
luaran rumah tangga petani. Peningkatan pertanian tertentu terhadap barang/produk non
kesejahteraan dapat diukur dari peningkatan pertanian. Nilai Tukar Barter (NTB) didefinisi-
daya beli pendapatan untuk memenuhi penge- kan sebagai rasio antara harga pertanian
luarannya tersebut. Semakin tinggi daya beli terhadap harga produk non pertanian. Secara
pendapatan petani terhadap kebutuhan kon- matematik dirumuskan sebagai berikut:
sumsi maka semakin tinggi nilai tukar petani
dan berarti secara relatif lebih sejahtera. Nilai NTB = Px / Py ;
tukar petani berkaitan dengan kekuatan relatif
daya beli komoditas hasil pertanian yang dimana:
dihasilkan/dijual petani dengan barang dan NTB = Nilai Tukar Barter Pertanian,
jasa yang dibeli/dikonsumsi petani. Px = Harga komoditas pertanian,
Secara konsepsi arah dari tinggi nilai Py = Harga komoditas non pertanian.
tukar petani (NTP) akan meningkat atau
menurun hasil resultan dari kekuatan arah Konsep nilai tukar ini mampu
setiap komponen penyusunnya yaitu kom- mengidentifikasi perbandingan harga relatif
ponen penerimaan yang mempunyai arah dari komoditas pertanian tertentu terhadap
positif dan komponen pembayaran yang harga produk yang dipertukarkan. Peningkatan
mempunyai arah negatif. Apabila laju NTB berarti semakin kuat daya tukar harga
komponen penerimaan lebih tinggi dari laju komoditas pertanian terhadap barang yang
pembayaran maka nilai tukar petani akan dipertukarkan. Konsep NTB hanya berkaitan
meningkat, demikian sebaliknya. Pergerakan dengan komoditas dan produk tertentu dan
naik atau turun NTP menggambarkan naik tidak mampu memberi penjelasan berkaitan
turunnya tingkat kesejahteraan petani. dengan perubahan produktivitas (teknologi)
komoditas pertanian dan komoditas non
Secara alamiah NTP mempunyai pertanian tersebut.
karakteristik yang cenderung menurun. Hal ini
berkaitan dengan karakteristik yang melekat
dari komoditas pertanian dan non pertanian, Konsep Faktorial
yaitu: (1) Elastisitas pendapatan produk Konsep faktorial merupakan perbaikan
pertanian bersifat inelastik, sementara produk dari konsep barter, yaitu dengan memasukkan
non pertanian cenderung lebih elastik, (2) pengaruh perubahan teknologi (produktivitas).
Perubahan teknologi dengan laju yang Nilai Tukar Faktorial (NTF) pertanian
berbeda menguntungkan produk manufaktur, didefinisikan sebagai rasio antara harga
dan (3) Perbedaan dalam struktur pasar, pertanian terhadap harga non pertanian,
dimana struktur pasar dari produk pertanian dikalikan dengan produktivitas pertanian (Zx).
cenderung kompetitif, sementara struktur Apabila hanya memperhatikan produktivitas
pasar produk manufaktur cenderung kurang pertanian maka disebut Nilai Tukar Faktorial
kompetitif dan mengarah ke pasar monopoli/ Tunggal (NTFT). Apabila produktivitas non
oligopoli (Rachmat ,2000). pertanian (Zy) juga diperhitungkan, maka
Konsep nilai tukar telah banyak disebut Nilai Tukar Faktorial Ganda (NTFG).
digunakan dan berkembang untuk berbagai NTFT dan NTFG dirumuskan sebagai berikut:
kebutuhan. Secara umum, konsep pengu- Px ∗ Z x
kuran nilai tukar dapat digolongkan menjadi NTFT = ; atau
enam konsep nilai tukar, yaitu: (1) Nilai Tukar Py
Barter, (2) Nilai Tukar Faktorial, (3) Nilai Tukar NTFT = NTB ∗ Z x ; dan
penerimaan, (4) Nilai Tukar Subsisten, (5) Nilai
Tukar Pendapatan, dan (6) Nilai Tukar Petani Px ∗ Z x
(BPS 2013, Diakosawas dan Scandizzo, 1991; NTFG = ; atau
Simatupang, 1992; Simatupang dan Isdijoso,
Py ∗ Z y
NTFG = NTB ∗ Z ;
NILAI TUKAR PETANI : KONSEP, PENGUKURAN DAN RELEVANSINYA SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI Muchjidin
Rachmat

113
dimana:
NTS =
∑P Q xi xi
NTFT = Nilai Tukar Faktorial Tunggal,
NTFG = Nilai Tukar Faktorial Ganda,
(P ∗ Q ) + (P
yi yi yj ∗ Q yj )

ZX = Produktivitas komoditas pertanian, dimana:


Zy = Produktivitas produk non pertanian, NTS = Nilai Tukar Subsisten,
Z = Rasio produktivitas pertanian (x) PXi = Harga komoditas pertanian ke i,
terhadap non pertanian (y).
QXi = Produksi komoditas pertanian ke i,
PYj = Harga produk konsumsi,
Konsep Penerimaan
PYj = Harga produk input produksi,
Konsep penerimaan (Nilai Tukar
Penerimaan) merupakan pengembangan dari QYi = Jumlah produk konsumsi,
konsep nilai tukar faktorial. Nilai Tukar PYj = Jumlah input produksi.
Penerimaan (NTR) merupakan daya tukar dari Dengan demikian, NTS menggambarkan
penerimaan (nilai hasil) komoditas pertanian tingkat daya tukar/daya beli dari pendapatan
yang diproduksikan petani per unit (hektar) petani dari usahatani terhadap pengeluaran
terhadap nilai input produksi untuk rumah tangga petani untuk kebutuhan
memproduksi hasil tersebut. Dengan demikian hidupnya yang mencakup pengeluaran
NTR menggambarkan tingkat profitabilitas dari konsumsi dan pengeluaran untuk biaya
usahatani komoditas tertentu. Namun NTR produksi. Dalam operasionalnya konsep NTS
hanya menggambarkan nilai tukar komoditas ini hanya dapat dilakukan pada tingkat mikro,
tertentu, belum keseluruhan komponen yaitu unit analisa rumah tangga.
penerimaan dan pengeluaran petani.

Px ∗ Q x
NTR = Nilai Tukar Petani
Py ∗ Q y Konsep Nilai Tukar Petani (NTP)
dikembangkan oleh Badan Pusat Statistik
dimana: (sebelumnya Biro Pusat Statistik-BPS),
NTR = Nilai Tukar Penerimaan, merupakan pengembangan dan penerapan
skala makro dari konsep nilai tukar. Skala
PX = Harga komoditas pertanian,
makro yang dimaksud adalah NTP diukur
Py = Harga input produksi, dalam skala /unit nasional yang merupakan
QX = Jumlah komoditas pertanian yang agregasi dari NTP regional provinsi dan
dihasilkan, agregasi sub sektor (juga merupakan agregasi
komoditi).
Qy = Jumlah input produksi yang digunakan.
Secara konsepsi NTP mengukur daya
tukar dari komoditas pertanian yang dihasilkan
Konsep Subsisten petani terhadap produk yang dibeli petani
Konsep nilai tukar subsisten (NTS) untuk keperluan konsumsi dan keperluan
merupakan pengembangan lebih lanjut dari dalam memproduksi usahatani. Nilai tukar
NTR. NTS menggambarkan daya tukar dari petani didefinisikan sebagai rasio antara harga
penerimaan total usahatani petani terhadap yang diterima petani (HT) dengan harga yang
pengeluaran total petani untuk kebutuhan dibayar petani (HB). Pengukuran NTP
hidupnya (Pramonosidhi, 1984). Penerimaan dinyatakan dalam bentuk indeks sebagai
petani merupakan penjumlahan dari seluruh berikut:
nilai hasil produksi komoditas pertanian yang
dihasilkan petani dan pengeluaran nilai hasil INTP = IT
produksi komoditas pertanian yang dihasilkan IB
petani. Pengeluaran petani merupakan
penjumlahan dari pengeluaran untuk konsumsi dimana:
rumah tangga dan pengeluaran untuk biaya INTP = Indeks Nilai Tukar Petani,
produksi usahatani. NTS dirumuskan sebagai
berikut: IT = Indeks harga yang diterima petani,
IB = Indeks harga yang dibayar petani.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 111 - 122

114
Konsep NTP yang dikembangkan Secara konsepsi arah dari NTP
BPS, identik dengan konsep nisbah paritas (kesejahteraan petani) merupakan resultan
(parity ratio) yang dikembangkan di Amerika dari arah setiap Nilai Tukar Komponen
Serikat pada tahun 1930-an (Tomek dan Pembentuknya, yaitu nilai tukar komponen
Robinson, 1981). Konsep tersebut sampai penerimaan petani yang mempunyai arah
sekarang masih digunakan dan secara dinamis positif terhadap kesejahteraan petani dan nilai
dilakukan beberapa modifikasi sesuai dengan tukar komponen pembayaran yang mempu-
perubahan relatif komoditas penyusunnya. nyai arah negatif terhadap kesejahteraan
Konsep nisbah paritas dirumuskan sebagai petani. Apabila laju nilai tukar komponen
berikut: penerimaan lebih tinggi dari laju nilai tukar
( Indeks harga yang diterima sekarang )( tahun dasar )
komponen maka Nilai Tukar Petani (NTP)
Nisbah paritas = x 100 akan meningkat, demikian sebaliknya.
( Indeks harga yang dibayar sekarang )( tahun dasar )
Nilai tukar petani (NTP) didefinisikan
sebagai rasio antara harga yang diterima
Konsep NTP sebagai indikator petani (HT) dengan harga yang dibayar petani
kesejehteraan petani telah dikembangkan (HB) atau NTP = HT/HB. Pengukuran NTP
sejak tahun 1980-an. Perhitungan NTP dinyatakan dalam bentuk indeks sebagai
diperoleh dari perbandingan indeks harga yang berikut:
diterima petani terhadap indeks harga yang
dibayar petani. Nilai tukar petani INTP = IT
IB
menggambarkan tingkat daya tukar/daya beli dimana:
petani terhadap produk yang dibeli/dibayar
petani yang mencakup konsumsi dan input INTP = Indeks Nilai Tukar Petani,
produksi yang dibeli. Semakin tinggi nilai tukar IT = Indeks harga yang diterima petani,
petani, semakin baik daya beli petani terhadap IB = Indeks harga yang dibayar petani.
produk konsumsi dan input produksi tersebut, Indeks tersebut merupakan nilai
dan berarti secara relatif lebih sejahtera. tertimbang terhadap kuantitas pada tahun
dasar tertentu. Pergerakan nilai tukar akan
PENGUKURAN NILAI TUKAR PETANI ditentukan oleh penentuan tahun dasar karena
perbedaan tahun dasar akan menghasilkan
keragaan perkembangan indeks yang
Konsep NTP dikembangkan BPS berbeda. Formulasi indeks yang digunakan
sebagai alat ukur untuk melihat perbandingan adalah Indeks Laspeyres.
relatif kesejahteraan petani. Pada awal
penyusunannya, cakupan petani hanya yang
I=
∑Q o ∗ Pi
berusaha dalam kegiatan usahatani tanaman
bahan makanan (tanaman pangan dan ∑Q o ∗ Po
hortikultura sayur-sayuran dan buah-buahan) dimana:
dan perkebunan rakyat, serta hanya dilakukan I = Indeks Laspeyres,
di beberapa provinsi. Sesuai dengan Qo = Kuantitas pada tahun dasar tertentu
berjalannya waktu, pada tahun 2008 dilakukan (tahun 0),
penyempurnaan pengukuran NTP baik dalam
P0 = Harga pada tahun dasar tertentu (tahun
cakupan petani dan cakupan wilayah
0),
(provinsi). Cakupan dalam definisi “petani”
diperluas mencakup petani yang berusaha Pi = Harga pada tahun ke i.
pada kegiatan usahatani tanaman pangan, Dalam operasionalisasi penghitungan NTP,
hortikultura, perkebunan, peternakan (petani BPS memodifikasi Indeks Laspeyres sebagai
ternak), dan perikanan (petani ikan dan berikut:
nelayan). NTP dikembangkan dengan unit Pni

m
analisa nasional dan regional, sehingga dapat P i ∗ Qoi
dihitung indikator kesejahteraan makro
i =1
P(n −1)i (n −1)
nasional dan regional. NTP juga merupakan ln = x 100

m
agreagasi dari setiap sub sektor sehingga P ∗ Qoi
i =1 oi
dapat pula dihitung indikator kesejahteraan dimana:
masing masing sub sektor tarmasuk komoditi In = Indeks harga bulanan bulan ke n
penyusunnya. (IT dan IB),

NILAI TUKAR PETANI : KONSEP, PENGUKURAN DAN RELEVANSINYA SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI Muchjidin
Rachmat

115
Pni = Harga bulan ke n untuk jenis Harga yang Dibayar Petani (HB)
barang ke i, Harga yang dibayar petani merupakan
P(n-1)i = Harga bulan ke (n-1) untuk jenis harga tertimbang dari harga/biaya konsumsi
barang ke i, makanan, konsumsi non makanan dan biaya
Pni/P(n-1)i = Relatif harga bulan ke n untuk produksi dan penambahan barang modal dari
jenis barang ke i, barang yang dikonsumsi atau dibeli petani.
Komoditas yang dihasilkan sendiri tidak masuk
Poi = Harga dasar tahun dasar untuk dalam perhitungan harga yang dibayar petani.
jenis barang ke i, Harga yang dimaksud adalah harga eceran
Qoi = Kuantitas pada tahun dasar untuk barang dan jasa yang di pasar perdesaan.
jenis barang ke i, Harga yang dibayar petani (HB) dirumuskan
m = Banyaknya jenis barang yang berikut:
tercakup dalam paket komoditas.
HB = ∑ b ∗ PBi
Harga yang Diterima Petani (HT)
Harga yang diterima petani merupakan dimana:
harga tertimbang dari harga setiap komoditas HB = Harga yang dibayar petani,
pertanian yang diproduksi/dijual petani.
PBi = Harga kelompok produk ke i yang
Penimbang yang digunakan adalah nilai
dibeli petani,
produksi yang dijual petani dari setiap
komoditas. Harga komoditas pertanian b = Pembobot dari komoditas ke i,
merupakan harga rataan yang diterima petani i = Kelompok produk konsumsi pangan,
atau "Farm Gate". non pangan (perumahan, pakaian,
Petani yang dimaksud dalam konsep aneka barang dan jasa), dan sarana
NTP dari BPS adalah petani yang berusaha di produksi (faktor produksi, non barang
sub sektor tanaman pangan, hortikultura, modal).
perkebunan rakyat, peternak, serta petani ikan Perhitungan NTP merupakan agre-
budidaya dan nelayan. Petani sub sektor gasi dari nilai tukar penyusunnya. NTP
tanaman pangan mencakup petani yang merupakan agregasi dari NTP sub sektor
berusaha pada usahatani padi dan palawija; (yaitu sub sektor tanaman pangan, sub sektor
petani sub sektor hortikultura mencakup petani hortikultura, sub sektor perkebunan, sub sektor
sayur-sayuran dan buah-buahan; petani peternakan, dan sub sektor perikanan). NTP
perkebunan rakyat terdiri usahatani komoditas sub sektor tanaman pangan disusun dari
perdagangan rakyat; petani peternak yang komponen NTP padi dan NTP kelompok
bergerak dalam usaha ternak besar, ternak palawija, dan NTP palawija disusun dari NTP
kecil, unggas, dan hasil peternakan; serta komoditas palawija (jagung, kedelai, dan
petani nelayan yang mencakup petani sebagainya) dan seterusnya seperti terangkum
budidaya ikan dan nelayan penangkapan. pada Gambar 1.
Harga yang diterima petani (HT) dirumuskan
Pandangan umum yang selama ini
sebagai berikut:
berlaku sebagaimana disampaikan BPS
HT = ∑ ai ∗ PTi adalah peningkatan NTP berarti peningkatan
kesejahteraan, demikian sebaliknya. BPS
dimana: mendefinisikan dan memberi arti NTP sebagai
HT = Harga yang diterima petani, berikut:
PTi = Harga kelompok komoditas dalam sub (a) NTP > 100, berarti petani mengalami
sektor ke i (i= tanaman pangan, surplus. Harga produksinya naik lebih
hortikultura, perkebunan rakyat, besar dari kenaikan harga konsumsi dan
peternakan dan perikanan), biaya produksi. Pendapatan petani naik
ai = Pembobot dari masing-masing sub lebih besar dari pengeluarannya, dengan
sektor ke i. demikian tingkat kesejahteraan petani
lebih baik dibanding tingkat kesejahteraan
Harga dari setiap sub sektor merupakan harga petani sebelumnya.
tertimbang dari harga setiap komoditas
penyusunnya.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 111 - 122

116
HARGA YANG DITERIMA PETANI HARGA YANG DIBAYAR PETANI

Bahan Makanan
Padi Padi

Tanaman Pangan
Jagung, Kedelai, Makanan Jadi
Palawija
...dst...

Kubis, Bw Merah, Perumahan


Sayuran
...dst...

Hortikultura
Pisang, Mangga, Konsumsi Sandang
Buah-buahan
...dst...

Karet, Kopi, Perkebunan Kesehatan


Perkebunan
...dst... Rakyat

Pendidikan, Rekreasi,
NT Olahraga
Sapi, Kerbau Ternak Besar HT HB
Petani

Transportasi dan
Kambing, Domba Ternak Kecil Komunikasi

Peternakan
Bibit
Ayam, Itik Unggas

Obat, Pupuk
Susu, Telur Hasil Ternak

Transportasi
Tuna, Cakalang Penangkapan
Sarana Produksi
Perikanan
Sewa Lahan, Pajak
Gurame, Mas Budidaya

Penambahan Barang
NT Kelompok Modal
NT Komoditas NT Subsektor NT Petani
Komoditas

Upah buruh

Gambar 1. Pembentukan NTP

(b) NTP = 100, berarti petani mengalami itu, dalam rencana jangka panjang pem-
impas/break even. Kenaikan/penurunan bangunan nasional peningkatan kesejahteraan
harga produksi sama dengan persentase petani telah dan akan menjadi prioritas
kenaikan/penurunan harga konsumsi dan pembangunan nasional dan sektor pertanian.
biaya produksi. Tingkat kesejahteraan Saat ini NTP dijadikan sebagai
petani tidak mengalami perubahan. indikator kesejahteraan petani. NTP dihitung
(c) NTP < 100, berarti petani mengalami dari rasio harga yang diterima petani (HT)
defisit. Harga produksinya naik lebih kecil terhadap harga yang dibayar petani (HB).
dari kenaikan harga konsumsi dan biaya Kenaikan HT dengan laju yang lebih besar
produksi. Tingkat kesejahteraan petani akan menghasilkan kenaikan daya beli dan
mengalami penurunan dibanding tingkat sebaliknya. HT sebagai indikator penerimaan
kesejahteraan petani sebelumnya. petani mempunyai arah positif terhadap
kesejahteraan petani (NTP) dan HB sebagai
indikator pengeluaran petani mempunyai arah
RELEVANSI NTP SEBAGAI INDIKATOR negatif terhadap kesejahteraan petani (NTP).
KESEJAHTERAAN PETANI Pergerakan NTP ditentukan oleh komponen
penyusunnya tersebut.

Pembangunan nasional pada dasar- Indikator NTP yang dibangun BPS


nya ditujukan untuk meningkatkan kesejahtera- mempunyai unit analisa nasional dan regional
an masyarakat, untuk itu dalam setiap tahapan (provinsi). NTP nasional merupakan agregasi
pembangunan, kesejahteraan masyarakat dari NTP regional dan sub sektor dan komoditi.
selalu menjadi tujuan utama. Sejalan dengan Dengan demikian NTP dapat didisagregasi

NILAI TUKAR PETANI : KONSEP, PENGUKURAN DAN RELEVANSINYA SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI Muchjidin
Rachmat

117
menjadi unit NTP provinsi dan agregasi seperti: (a) belum memasukkan usaha
menurut sub sektor dan komoditi. Dengan tanaman obat dan tanaman hias pada sub
demikian disamping dapat diketahui indikator sektor hortikultura, dan (b) penyusun sub
kesejahteraan petani nasional juga dapat sektor perkebunan rakyat perlu lebih dirinci,
diketahui dan diperbandingkan tingkat misalnya dalam kelompok komoditas tanaman
kesejahteraan petani antar regional provinsi, tahunan dan tanaman semusim. Kedua,
perbandingan tingkat kesejehteraan antar sub Penghitungan NTP dinyatakan dalam bentuk
sektor dan antar komoditi. NTP dapat pula indeks didasarkan kepada metode indeks
diturunkan menurut NTP menurut provinsi Laspeyres. Asumsi utama dari penghitungan
(NTP Aceh, NTP Jawa Barat, NTP NTB dsb), indeks metode Laspeyres adalah tidak ada
NTP menurut sub sektor (NTP sub sektor perubahan kuantitas dalam periode
tanaman pangan, NTP sub sektor hortikultura, pengukuran. Kuantitas selalu tertimbang pada
NTP sub sektor perkebunan, NTP sub sektor awal titik pengamatan (Qo) dan perkembangan
peternakan dan pangan, NTP sub sektor nilai indeks bertumpu pada perubahan harga-
perikanan); dan NTP komoditas penyusun sub harga, sehingga perhitungan NTP tidak
sektor (contohnya NTP Padi, NTP sayur- mengakomodasikan perkembangan produktivi-
sayuran, NTP ternak unggas, dan tas, sebagai dampak dari kemajuan teknologi
sebagainya). Dari NTP juga dapat diturunkan dan kegiatan pembangunan, dan Ketiga,
NTP dari masing-masing komponen seperti NT konsep NTP yang didasarkan kepada Indeks
Padi terhadap pupuk, NTP sayuran terhadap Laspeyres sebagaimana yang dilakukan oleh
sewa lahan, NTP unggas terhadap upah, dan BPS pada akhirnya merumuskan NTP sebagai
sebagainya. Disamping sebagai komponen rasio harga antara yang diterima petani dan
penyusun NTP, nilai tukar komponen dibayar petani. Dengan didasarkan kepada
penyusun NTP itu sendiri merupakan indeks Laspeyres, perkembangan NTP
parameter penting kebijakan pembangunan bertumpu pada perubahan harga-harga. Pada
pertanian. Contohnya, Nilai Tukar Padi pasar komoditas pertanian yang kompetitif,
terhadap Pupuk (NTPADI-PUPUK) yang harga ditentukan oleh kekuatan penawaran
didefinisikan sebagai rasio antara harga padi dan permintaan. Kenaikan harga terjadi karena
terhadap harga pupuk, atau yang dikenal adanya kekurangan pasokan dibanding
sebagai Rumus Tani merupakan parameter permintaan. Penurunan pasokan dapat terjadi
yang digunakan dalam kebijaksanaan harga karena penurunan produksi atau permintaan
pangan. Penurunan NTPADI-PUPUK berarti naik lebih tinggi dibandingkan penawaran
penurunan daya beli padi terhadap pupuk. (produksi). Pada skala nasional atau regional,
Setiap nilai tukar komponen NTP tersebut kenaikan harga produk justru mengidentifikasi-
masing-masing dapat dipelajari pembentukan kan kekurangan/kelangkaan pasokan/produksi
dan perilakunya. Contoh lain NT Padi terhadap untuk mengimbangi permintaan dan men-
sandang yang merupakan rasio antara harga dorong kenaikan inflasi. Pada sisi lain, dengan
padi terhadap harga sandang menggambarkan struktur tataniaga produk pertanian yang
perkembangan daya beli petani padi terhadap terjadi saat ini kenaikan harga produk yang
sandang. Dengan kemungkinan dilakukan diterima petani tidak identik dengan pening-
agregasi dan disagregasi NTP tersebut katan pendapatan petani. Dengan demikian
menjadi keunggulan dan konsep pembentukan peningkatan harga produk pertanian yang
NTP. berakibat NTP naik tidak sepenuhnya meng-
Namun demikian penyusunan NTP gambarkan kondisi yang diinginkan. Harga
yang dibangun oleh BPS sebagai indikator produksi yang meningkat tidak sepenuhnya
kesejahteraan petani memiliki kelemahan. meningkatkan pendapatan petani, atau berarti
Pertama, dari sisi cakupan/ definisi “petani” kenaikan NTP belum sepenuhnya berarti
belum sepenuhnya memasukkan seluruh sub peningkatan pendapatan/ kesejehteraan
sektor dan komoditas pertanian. Definisi petani. BPS mendefinisikan bahwa pening-
"petani" dalam NTP telah mencakup petani katan NTP berarti peningkatan kesejahteraan.
tanaman pangan, petani hortikultura, petani Definisi tersebut benar pada asumsi bahwa
pekebun, petani ternak, dan petani ikan dan produktivitas selalu tetap dan petani selalu
nelayan perikanan, namun belum termasuk menguasai produksi, sehingga kenaikan
petani yang bergerak di usaha kehutanan. Di produksi juga berarti kenaikan penerimaan
masing-masing sub sektor, belum semua /pendapatan petani.
komoditas tercakup dalam penghitungan NTP

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 111 - 122

118
Nilai NTP akan meningkat apabila HT dimana:
meningkat dengan laju lebih tinggi dari NTP = NiLai Tukar Petani,
peningkatan HB, atau HB tetap atau HB
menurun. NTP juga akan meningkat pada IT = Indeks harga yang diterima petani,
kondisi HT menurun, namun dengan laju lebih IB = Indeks harga yang dibayar petani,
rendah dari penurunan HB (Tabel 1). Pada IP = Indeks produksi pertanian,
kondisi demikian maka penilaian NTP yang
konstan lebih sesuai untuk menggambarkan Pi = Indeks konsumsi rumah tangga petani.
tingkat kestabilan kesejahteraan petani. NTP Formulasi indeks didasarkan kepada konsep
yang konstan berarti perubahan harga yang nilai.
diterima petani meningkat (atau menurun)
sejalan dengan perubahan harga yang dibayar I=
∑Q ∗ P
i i

petani secara proporsional. ∑Q ∗ P


o o

Tabel 1. Skenario Perubahan HT dan HB Terhadap dimana:


NTP
I = Indeks Nilai,
Harga Harga Qo = Kuantitas pada awal pengamatan,
yang yang
Laju perubahan Qi = Kuantitas pada saat ini,
diterima dibayar NTP
HT dan HB
petani Petani
(HT) (HB)
P0 = Harga pada pada awal pengamatan,
Naik Naik Laju HT = laju HB Tetap
Pi = Harga pada saat ini.
Naik Naik Laju HT > laju HB Meningkat Dengan indeks nilai maka tingkat/nilai
daya beli dan perubahannya secara langsung
Naik Naik Laju HT < laju HB Menurun dapat dihitung dan di dalamnya sudah
Naik Tetap Meningkat memasukkan unsur pengaruh pembangunan
Naik Turun Meningkat seperti produktivitas. Dengan konsep nilai
tersebut, peningkatan daya beli sebagai
Turun Turun Laju HT = laju HB Tetap
indikator kesejahteraan petani yang
Turun Turun Laju HT > laju HB Menurun ditunjukkan oleh peningkatan NTP dinilai lebih
Turun Turun Laju HT < laju HB Meningkat relevan.
Turun Tetap Menurun Dengan memasukkan unsur kuantitas
maka perhitungan NTP menjadi lebih
Turun Naik Menurun
kompleks, yaitu dengan menyusun dan
memasukkan Indeks Produksi Pertanian dan
Dengan beberapa kekurangan yang Indeks Konsumsi Rumah tangga Pertanian
ada dalam penghitungan NTP selama ini, perlu dalam penghitungan NTP. Penyempurnaan
adanya penyempurnaan penghitungan NTP tersebut perlu mendapat kesepakatan
yang lebih mendekati pengukuran kesejah- bersama karena terkait dengan pemahaman,
teraan. Penyempurnaan tersebut berkaitan ketersediaan data dan analisa.
dengan: (a) cakupan/ definisi “petani” dengan
penyempurnaan seluruh sub sektor dan KEBIJAKAN PENINGKATAN
komoditas pertanian , (b) penyusunan indeks KESEJAHTERAAN PETANI
baru NTP dengan memasukkan indeks unsur
kuantitas dalam bentuk indeks produksi dan
indeks konsumsi, sehingga NTP didefinisikan Konsep NTP sebagai indikator kese-
sebagai indeks nilai penerimaan terhadap jahteraan petani mengacu kepada kemampuan
indeks nilai pengeluaran. daya beli petani, yaitu kemampuan penda-
patan yang diterima petani untuk dapat
Indeks Nilai yang Diterima Pe tan i memenuhi memperbaiki kebutuhan konsumsi.
NTP = x 100
Indeks Nilai yang Dibayar Pe tan i Peningkatan kesejahteraan identik dengan
peningkatan pendapatan untuk memperbaiki/
meningkatkan kebutuhan konsumsi. Dengan
IT ∗ IP demikian peningkatan kesejahteraan dapat
NTP = x 100 ditempuh melalui upaya untuk meningkatkan
IB ∗ IK pendapatan dan atau meningkatkan kebu-

NILAI TUKAR PETANI : KONSEP, PENGUKURAN DAN RELEVANSINYA SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI Muchjidin
Rachmat

119
tuhan konsumsi rumah tangga. Sejalan pertanian akibat pertumbuhan ekonomi yang
dengan peningkatan daya beli petani tersebut, telah berjalan. Peningkatan lapangan kerja di
secara garis besar terkait dengan dua aspek luar bidang pertanian akan berdampak positif
penting kebijakan, yaitu: Pertama, kebijakan dalam diversifikasi sumber lapangan kerja dan
untuk meningkatkan sebesar besarnya pen- pendapatan rumah tangga petani, dan kondisi
dapatan rumah tangga petani, dan Kedua, ini berkontribusi positif dalam perluasan
kebijakan untuk sedapat mungkin menekan kesempatan kerja dan peningkatan
biaya/pengeluaran rumah tangga petani. pendapatan rumah tangga petani. Untuk itu
pengembangan sektor di luar pertanian perlu
terus didorong. Terbukanya kesempatan kerja
Kebijakan di Bidang Pendapatan Rumah di non pertanian berarti adanya pengurangan
Tangga Petani beban tenaga kerja di sektor pertanian
Pendapatan rumah tangga petani (usahatani). Hal ini berdampak positif dalam
dapat berasal dari kegiatan usaha di bidang peningkatan produktfivitas kerja pertanian.
pertanian, yaitu kegiatan usahatani (on-farm) Dengan penurunan beban tenaga kerja
dan pendapatan kegiatan pertanian di luar pertanian memungkinkan penerapan teknologi
usahatani (off-farm) seperti usaha pasca- maju yang relatif lebih padat modal seperti
panen, pengolahan hasil pertanian, dan buruh dalam penerapan alsintan.
tani secara luas; dan pendapatan rumah- Pada kondisi luas lahan garapan
tangga dari usaha di luar kegiatan pertanian terbatas, peningkatan produktivitas menjadi
(non-farm) seperti kegiatan dagang, kegiatan penting, antara lain pendekatan pengemba-
industri non pertanian, jasa, pegawai, buruh ngan usahatani terpadu dengan memaksimal-
non pertanian dan lain-lain. Peningkatan kan pemanfaatan lahan yang terbatas. Dengan
pendapatan rumah tangga petani berkaitan pola usahatani terpadu akan mengurangi
dengan peningkatan akses petani terhadap resiko akibat kegagalan produksi dari suatu
sumber pendapatan petani lebih beragam. tanaman tertentu. Pengembangan pola
Peningkatan pendapatan usaha usahatani terpadu juga dinilai strategis sebagai
komoditas pertanian (on-farm) secara luas langkah antisipasi kondisi anomali iklim yang
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan sulit diprediksi yang terjadi saat ini. Upaya ini
rakyat, peternakan, perikanan dan kehutanan perlu didukung oleh peningkatan akses
seca langsung akan meningkatkan terhadap teknologi, perolehan input produksi ,
pendapatan rumah tangga. Beberapa studi modal kerja, dan pasar. Dengan keterbatasan
menunjukkan peran pendapatan dari on farm yang dialami oleh petani kecil, untuk
cenderung semakin menurun dan pendapatan meningkatkan akses petani terhadap layanan
rumah tangga petani lebih terdiversifikasi usahatani tersebut perlu dukungan pemerintah
(Handewi et al., 2004; Susilowati et al., 2009; dengan pemberian subsidi input produksi
Susilowati et al., 2012). Hal ini terutama (benih, pupuk, pestisida), kredit bersubsidi,
berkaitan dengan menurunnnya skala dan jaminan pasar dan harga jual produk yang
pemilikan dan pengusahaan lahan petani dihasilkan. Selama ini kebijakan subsidi input
akibat dari konversi lahan pertanian, degradasi produksi telah dilakukan pemerintah melalui
lahan dan tekanan penduduk (Kasryno dan pemberian bantuan dan subsidi harga benih,
Soeparno, 2012; Rachmat dan Muslim, 2011; subsidi harga pupuk, pestisida dan subsidi
Sumaryanto, 2009; Susilowasi dan Maulana, bunga kredit.
2012). Kondisi ini berakibat adanya Kebijakan jaminan harga telah
kecenderungan tingkat pendapatan usahatani dilakukan pemerintah namun terbatas kepada
tersebut tidak cukup untuk memenuhi komoditas tertentu, yaitu beras dan gula,
kebutuhan rumah tangga dan upaya sementara untuk komoditas lain masih
meningkatkan perbaikan pola konsumsi. ditentukan oleh mekanisme pasar. Kebijakan
Kondisi ini mendorong anggota rumah tangga harga (price support) yang dilakukan
untuk mencari sumber pendapatan lain diluar pemerintah terhadap beras dan gula ditujukan
kegiatan usahatani. Beberapa hasil kajiaan dalam rangka: (a) melindungi produsen dari
menunjukkan peran pendapatan dari non kemerosotan harga pasar, yang umumnya
pertanian menunjukkan proporsi yang semakin terjadi pada musim panen, (b) melindungi
meningkat. Peningkatan pendapatan dari non konsumen dari kenaikan harga yang melebihi
pertanian (non-farm) tersebut sejalan dengan daya beli, yang umumnya terjadi pada musim
terbukanya peluang usaha di kegiatan non paceklik, (c) mengendalikan inflasi melalui

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 111 - 122

120
stabilitasi harga. Kondisi ini dinilai strategis bahan makanan, produk makanan, biaya
dalam rangka pencapaian solusi terbaik sandang, biaya perumahan, biaya pendidikan,
pembentukan harga bagi produsen, konsumen biaya kesehatan, biaya transportasi dan
dan pembentukan inflasi. Dengan keterba- komunikasi) dan harga/ biaya sarana produksi
tasan pemerintah dan dengan banyaknya dan barang modal (yang mencakup harga/
komoditas pertanian yang perlu mendapat biaya pembelian bibit, pupuk-obat, sewa lahan,
perhatian, maka langkah yang dapat ditempuh tansportasi dan penambahan barang modal.
adalah melalui pengembangan pola kemitraan Dalam rangka peningkatan kesejah-
petani-pengolah-eksportir dengan mengem- teraan rakyat dan pengentasan kemiskinan,
bangkan sistem rantai pasok. Pengembangan pemerintah telah melakukan beberapa langkah
kemitraan dan rantai pasok ini dinilai strategis yang searah dengan penekanan harga yang
sebagai solusi memperbaiki mutu produk yang dibayar petani (HB), baik yang berkaitan
dihasilkan petani, kepastian pasar dan harga pengeluaran konsumsi rumah tangga maupun
yang diterima petani serta memperbaiki sistem biaya modal. Berkaitan dengan pengurangan
tataniaga (pemasaran) hasil pertanian yang beban konsumsi rumah tangga, pemerintah
tidak efisien. Kebijakan pemerintah dalam telah melakukan intervensi antara lain: (a)
pengembangan usaha pada setiap komoditas pemberian bantuan beras untuk orang miskin
dilakukan melalui program sektoral. Disamping (Raskin) yang secara langsung menekan
itu terdapat pula program khusus peningkatan pengeluaran rumah tangga untuk bahan
kesejahteraan petani dan penanggulangan pangan, (b) penekanan biaya pendidikan
kemiskinan, pengembangan usaha kecil, melalui subsidi Program Wajib Belajar
mikro, dan menengah melalui pemberian Sembilan Tahun dan Bantuan Operasional
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan program Sekolah, (c) penekanan biaya kesehatan,
PNPM Mandiri. Kedua program tersebut masih dalam bentuk Jaminan Kesehatan Masyarakat,
sangat relevan dalam merangsang tumbuhnya jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
usaha di bidang pertanian. jaminan pensiun, jaminan persalinan dan
Aspek lain yang berkaitan dengan jaminan kematian, (d) program rumah murah,
kegiatan produksi dan peningkatan penda- angkutan umum murah, air bersih dan listrik
patan petani adalah penyediaan infrastruktur. dan lainnya. Untuk mengurangi biaya produksi,
Infrastruktur seperti sarana jalan, pengairan pemerintah memberi subsidi sarana produksi
dan drainase, listrik, farm road, dan tele- (benih dan pupuk) dan subsidi bunga kredit.
komunikasi merupakan prasarana yang sangat Kebijakan yang bersifat pro rakyat untuk
dibutuhkan dalam pembangunan agribisnis. mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
Keterbatasan infrastruktur pertanian sering kesejahteraan rakyat sebagian besar relevan
menjadi kendala bagi pengembangan untuk memperbaiki NTP.
agribisnis. Penerapan inovasi teknologi sering
terhambat karena tidak tersedianya infra-
struktur penyediaan input produksi, jaringan PENUTUP
informasi atau infrastruktur pemasaran hasil.
Kebijakan infrastruktur tidak hanya dibutuhkan Perhatian terhadap kesejahteraan
untuk mendukung usaha agribisnis yang sudah masyarakat petani perlu mendapat perhatian
ada, tetapi juga merangsang tumbuhnya dan dinilai strategis. Ketersediaan alat ukur
usaha-usaha baru yang dibutuhkan dalam yang dapat menggambarkan tingkat kesejah-
pembangunan sistem dan usaha agribisnis. teraan petani dinilai penting untuk dapat
menelusuri faktor utama yang dapat
Kebijakan di Bidang Pengeluaran Rumah membangkitkan peningkatan kesejahteran
Tangga Petani petani. Salah satu indikator yang digunakan
saat ini yaitu Nilai Tukar Petani (NTP) dinilai
Aspek lain dari peningkatan daya beli telah memiliki keunggulan, namun belum dapat
petani adalah pengurangan beban penge- sepenuhnya menggambarkan perkembangan
luaran rumah tangga. Terdapat hubungan kesejahteraan petani sejalan dengan dinamika
negatif antara pengeluaran petani terhadap pembangunan yang terjadi, dan untuk itu perlu
NTP, sehingga upaya peningkatan NTP dapat disempurnakan. Penyempurnaan tersebut
dilakukan melalui penurunan harga/biaya dari perlu mendapat kesepakatan bersama karena
unsur HB, yaitu meliputi harga-harga produk terkait dengan ketersediaan data dan
yang dikonsumsi (yang mencakup produk perubahan dalam analisa.

NILAI TUKAR PETANI : KONSEP, PENGUKURAN DAN RELEVANSINYA SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI Muchjidin
Rachmat

121
DAFTAR PUSTAKA Simatupang, P. 1992. Pertumbuhan Ekonomi dan
Nilai Tukar Barter Sektor Pertanian. Jurnal
Agroekonomi: 11(1): 33-48.
BPS. 2013. Statistik Indonesia. Jakarta.
Simatupang, P. dan B. Isdijoso. 1992. Pengaruh
BPS. 2013. Sensus Pertanian. Jakarta. Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Nilai
BPS. 2003. Sensus Pertanian. Jakarta. Tukar Sektor Pertanian. Landasan Teoritis
dan Bukti Empiris. Ekonomi dan Keuangan
BPS. 2010. Statistik Nilai Tukar Petani di Indonesia. Indonesia 40(1): 33-48.
Diakosavas, D. and P.L. Scandizzo. 1991. Trends In Simatupang, P. dan M. Maulana. 2008. Kaji Ulang
The Terms Of Trade and Cost Structure As Konsep dan Perkembangan Nilai Tukar
An Analytical Tool For Estimating The Petani Tahun 2003-2006. Jurnal Ekonomi
Food Crops Farmers Welfare. Jakarta. dan Pembangunan. LIPI.
Dillon, H.S., M.H. Sawit, P. Simatupang, Tabor S.T. Sumaryanto. 2009. Eksistensi Pertanian Skala Kecil
1999. Rice Policy: A Framework for The dalam Era Persaingan Pasar Global.
Next Millenium, Report for Internal Review Makalah disampaikan dalam Seminar
Only Prepared Under Contract to BULOG. Nasional Peningkatan Daya Saing
Saliem, H.P., Supriyati dan B. Rachman. 2004. Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan
Struktur dan Distribusi Pendapatan Rumah Petani. PSE-KP.
Tangga Petani Lahan Sawah. Prosiding Sumodiningrat. 2001. Kepemimpinan dan Pember-
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan dayaan Ekonomi Rakyat, Pidato Pengu-
Pertanian. Badan Litbang Pertanian, kuhan Guru Besar pada Fakultas Ekonomi
Kementerian Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Kasryno, F. 2012. Pelaksanaan MP3EI Koridor Supriyati, M. Rachmat, K.S. Indraningsih., T.
Jawa Akan Menyebabkan Ketahanan Nurasa, R. E. Manurung dan R. Sayuti.
Pangan Nasional Semakin Parah. Makalah 2000. Studi Nilai Tukar Petani dan Nilai
dalam Buku Kemandirian Pangan Tukar Komoditas Pertanian. Laporan Hasil
Indonesia dalam Perspektif MP3EI. Badan Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Eko-
Penelitiian dan Pengembangan Pertanian. nomi Pertanian. Departemen Pertanian.
Kementerian Pertanian. 2012. Bogor.
Masyhuri. 2007. Revitalisasi Pertanian untuk Susilowati, S.H. dan M. Maulana. 2012. Luas Lahan
Mensejahterakan Petani. Makalah pada Usahatani dan Kesejahteraan Petani:
Konpernas XV dan Kongres XIV Eksistensi Petani Gurem dan Urgensi
PERHEPI, Surakarta, 3-5 Agustus 2007. Kebijakan Reforma Agraria. Analisis Kebi-
Pramonodidhi, D. 1984. Tingkah Laku Nilai Tukar jakan Pertanian. Vol 11 (1): 17-30. Pusat
Komoditas Pertanian pada Tingkat Petani. Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Laporan Penelitian, Kerjasama Pusat Badan Litbang Pertanian, Kementerian
Penelitian Agro Ekonomi dengan Univer- Pertanian.
sitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Susilowati, S.H., T.B. Purwantini, Sugiarto. 2009.
Rachmat, M., Supriyati, D. Hidayat dan J. Indikator Pembangunan Pertanian dan
Situmorang. 2000. Perumusan Kebijak- Perdesaan. Laporan Penelitian Patanas.
sanaan Nilai Tukar Petani dan Komoditas Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Pertanian. Badan Litbang Pertanian,
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Kementerian Pertanian.
Departemen Pertanian. Bogor. Susilowati, S.H. T.B. Purwantini. D. Hidayat. 2012.
Rachmat, M. 2000. Analisa Nilai Tukar Petani Dinamika Indikator Pembangunan Pertani-
Indonesia. Disertasi. Institut Pertanian an dan Perdesaan di Wilayah Agroeko-
Bogor. sistem Kering Berbasis Perkebunan.
Rachmat, M dan C. Muslim. 2011. Dinamika Laporan Penelitian Patanas. Pusat Sosial
Penguasaan Lahan dan Kelembagaan Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan
Kerja Pertanian. Makalah dalam Buku Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian.
Konversi dan Fragmentasi Lahan Tambunan. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian
Ancaman Terhadap Ketahanan Pangan. di Indonesia (Beberapa Isu Penting),
Badan Penelitian dan Pengembangan Penerbit Ghalia, Jakarta.
Pertanian. Kementerian Pertanian. 2011 Timmer, C. P. 2008. Cause of High Food Prices.
Silitonga C. 1995. Diagnosa Metoda dan Penafsiran ADB Economics Working Paper Series No
Angka Nilai Tukar Petani dalam Pangan 6 128.
(23), BULOG, Jakarta: 23-39. Tomek, W.G. and K.L. Robinson. 1981. Agricultural
Product Prices. 2nd Edition. Cornell.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 111 - 122

122

You might also like