Professional Documents
Culture Documents
Implikasi Pemanfaatan Analisis Big Data Terhadap Hukum Persaingan Prof - DR - .Ningrum Natasya Sirait S.H. M.Li - .
Implikasi Pemanfaatan Analisis Big Data Terhadap Hukum Persaingan Prof - DR - .Ningrum Natasya Sirait S.H. M.Li - .
Implikasi Pemanfaatan Analisis Big Data Terhadap Hukum Persaingan Prof - DR - .Ningrum Natasya Sirait S.H. M.Li - .
• Big Data adalah istilah yang menggambarkan volume data yang besar, baik data yang
terstruktur maupun data yang tidak terstruktur. Big Data telah digunakan dalam banyak bisnis.
Tidak hanya besar data yang menjadi poin utama tetapi apa yang harus dilakukan
organisasi dengan data tersebut. Big Data dapat dianalisis untuk wawasan mengarah pada
pengambilan keputusan & strategi bisnis lebih baik.
• Commonly referred to as ‘Big Data’, the concept refers to large volumes of a variety of data which is collected at high
velocity and is then processed by computing soft wares to produce unique datasets which has significant commercial value
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Big Data: Bringing Competition Policy to the
Digital Era, November 2016
• Big Data usually includes data sets with sizes beyond the ability of commonly used software tools to capture, curate,
manage, and process data within a tolerable elapsed time. Big Data philosophy encompasses unstructured, semi structured
and structured data, however the main focus is on unstructured data. https: // en.wikipedia.org/ wiki/ Big Data
• Big Data is a term that describes the large volume of data – both structured and unstructured – that inundates a business
on a day-to-day basis. But it's not the amount of data that's important. It is what organizations do with the data that
matters. https://www.sas.com › SAS Insights › Big Data Insights
IV. Apa, Siapa dan Mengapa Big Data? • Dumbill, 2012: Big Data adalah data yang
• Gordon B. Davis: Data merupakan bahan melebihi proses kapasitas dari konversi sistem
mentah bagi informasi, yang dirumuskan database yang ada. Data terlalu besar dan
sebagai kelompok lambang-lambang terlalu cepat atau tidak sesuai dengan struktur
tidak acak yang menunjukkan jumlah- arsitektur database yang ada. Untuk
jumlah, tindakan-tindakan, hal-hal, dan mendapatkan nilai dari data, maka harus
sebagainya. Data- data disusun memilih jalan altenatif untuk memprosesnya.
untuk mengolah tujuan-tujuan Berdasarkan pengertian para ahli di atas, dapat
menjadi susunan data, susunan disimpulkan bahwa Big Data adalah data yang
kearsipan, & pusat data/landasan memiliki volume besar sehingga tidak dapat
data. diproses menggunakan alat tradisional biasa
dan harus menggunakan cara dan alat baru
untuk mendapatkan nilai dari data tersebut.
• Berdasarkan pengertian di
atas data adalah fakta-fakta mentah yang
harus dikelola untuk menghasilkan suatu • Dimensi Big Data
informasi yang memiliki arti bagi suatu • IBM mendefenisikan Big Data dalam tiga
organisasi atau perusahaan. Data terdiri istilah yaitu volume, variety, dan velocity.
atas fakta-fakta dan angka-angka yang • Volume di sini berkaitan dengan ukuran media
secara relatif tidak berarti bagi pemakai penyimpanan data yang sangat besar atau
atau fakta mentah yang belum diolah. mungkin tak terbatas;
• Variety berarti tipe atau jenis data yang dapat
• Eaton, Dirk, Tom, George, & Paul: diakomodasi;
Big Data merupakan istilah yang berlaku • Velocity dapat diartikan sebagai kecepatan
untuk informasi yang tidak dapat proses;
diproses atau dianalisis menggunakan
alat tradisional.
IV. Apa, Siapa dan Mengapa Big Data?
Konsep Big Data terdiri dari tiga bagian penting:
a. Volume: Organisasi mengumpulkan data dari berbagai sumber, termasuk transaksi bisnis,
media sosial dan informasi dari sensor atau mesin. Di masa lalu, aktivitas semacam ini menjadi
masalah, namun dengan adanya teknologi baru bisa meredakan masalah ini.
b. Kecepatan: Aliran data harus ditangani dengan secara cepat dan tepat bisa melalui hardware
maupun software. Teknologi hardware seperti tag RFID, sensor pintar lainnya juga dibutuhkan
untuk menangani data yang real-time.
c. Variasi: Data yang dikumpulkan mempunyai format yang berbeda-beda. Mulai dari yang
terstruktur, data numerik dalam database tradisional, data dokumen terstruktur teks, email,
video, audio, transaksi keuangan dan lain-lain. Referensi: http://www.sas.com/en_th/insights/big-
data/what-is-big-data.html
Selain itu ada faktor variabilitas dan kompleksitas:
• Variabilitas
Selain kecepatan pengumpulan data yang meningkat dan data yang semakin beraneka ragam,
arus data kadang tidak konsisten dalam periode tertentu. Misalnya hal yang sedang tren di
media sosial. Periodenya bisa harian, musiman, dipicu peristiwa dadakan dan lain-lain. Beban
puncak data dapat menantang untuk analis Big Data, bahkan dengan data yang tidak
terstruktur.
• Kompleksitas: Data berasal dari berbagai sumber sehingga cukup sulit untukmenghubungkan,
mencocokan, membersihkan dan mengubah data di seluruh sistem. Big Data dibutuhkan untuk
memiliki korelasi antar data, hierarki dan beberapa keterkaitan data lainnya atau data acak.
• Potensi Big Data: Jumlah data yang telah dibuat dan disimpan pada tingkat global besar
jumlahnya, memiliki potensi mengumpulkan wawasan kunci dari informasi bisnis. Dalam
strategi bisnis dalam mengolah informasi mentah menjadi keuntungan bisnis setiap hari.
V. Mengapa Big Data Penting?
• Pentingnya Big Data, tidak hanya pada jumlah data yang
institusi/perusahaan miliki, tetapi hal yang penting adalah
bagaimana mengolah data internal dan eksternal. Kita
dapat mengambil data dari sumber manapun dan
menganalisanya untuk menemukan yang diinginkan
dalam bisnis seperti:
• Pengurangan biaya; pengurangan waktu; pengembangan
produk baru dan optimalisasi penawaran produk; pengambilan
keputusan yang cerdas.
• Salah satu contoh adalah Rubicon Project, online platform yang mengotomatisasi
iklan penjualan dan pembelian: “Relentless in its efforts for innovation, Rubicon Project
has engineered one of the largest real-time cloud and Big Data computing systems,
processing trillions of transactions within milliseconds each month.” Pernyataan
perusahaan: “as we process more volume on our automated platform, we accumulate more
data, such as pricing, geographic and preference information, data on how best to optimize
yield for sellers and more. This additional data helps make our machine-learning algorithms
more intelligent and this leads to more effective matching between buyers and sellers. As a
result, more buyers and sellers are attracted to our platform, from which we get
more data, which further reinforces the network effect…”
• Dalam penegakan hukum, akses kepada Big Data berdampak pada exclusionary
conduct, contoh: perusahaan dominan melakukan perjanjian eksklusif dengan pihak
ketiga melakukan analisis dan untuk mendapatkan data yang mempunyai
keunggulan tersendiri/unik. Mereka mampu menciptakan hambatan (barrier) di
pasar dengan cara mempersulit pelanggannya menggunakan platform pesaing.
• Tehnologi jelas memengaruhi persaingan. Pangsa pasar yang meningkat
dikarenakan penggunaan tehnologi dan Big Data merupakan langkah awal sebagai
penentu strategi bisnis ke depan.... accrual of market share is often the first step in a
digital service provider’s business strategy ... further complicating the issue, as we have
seen, is that the market share of a digital service provider can extend across multiple
verticals, and they may well utilize a dominant platform in one sector to leverage market
share in another sector.
• Sisi lain dari perubahan ini adalah bahwa fakta tehnis dimana service providers tidak
mempunyai beban membayar license fees dan tidak diregulasi sebagaimana yang
lainnya sehingga dalam konteks persaingan akan mengakibatkan “uneven playing
field”. Hal yang sebenarnya adalah apakah kondisi ini mengakibatkan terjadinya
natural atau artificial barriers to entry, contohnya bila ada exclusive licenses.
• Walaupun sisi positif mendukung persaingan dengan penggunaan Big Data melalui
inovasi dll, tetapi otoritas persaingan usaha mengingatkan kemungkinan terjadinya
market power (kekuatan pasar) dan adanya durable competitive advantage. Sehingga
perusahaan besar dengan market power dan large base of customers sebagai incumbent
akan sulit di tembus oleh new entry.
• Kekhawatiran otoritas persaingan usaha juga berasal dari struktur biaya dalam
penggunaan informasi yang tidak biasanya, melibatkan high up-front sunk costs dan
close-to-zero marginal costs. Hal ini benar dalam penggunaan Big Data, dimana
tehnologi informasi memerlukan biaya tinggi untuk memelihara dan memproses
data (data centers, servers, data-analytical software, internet connections with advanced
firewalls and expensive human resources, computer scientists and programmers). Sekali
sistem ini berjalan maka biaya akan turun dan kondisi ini menggambarkan
tercapainya high economies of scale and scope sehingga dapat berdampak pada
terjadinya konsentrasi pasar dari Big Data pada beberapa perusahaan besar.
Financial Times dalam salah 1 artikelnya mengingatkan bahwa:
• Otoritas pengawas persaingan usaha sebaiknya mengalihkan fokus dari defenisi
pasar bersangkutan lebih kepada customer lock-in.
• Pengoperasian jaringan– melalui Internet – maka aplikasi dan konten akan semakin
menjadi fokus penting
• Perkembangan penggunaan algorithmic untuk menentukan harga dalam pelayanan
digital seperti transportasi online akan mampu melihat perbedaan antara harga
yang lebih tinggi yang bersedia dibayar oleh konsumen dibandingkan dengan
harga lebih rendah yang harus dibayar.
• Digitalisasi dan penggunaan algorithms umumnya mempersulit regulator untuk
mengaturnya.
Tidak ada studi yang langsung teruji mengaitkan implikasi Big Data dengan
penegakan hukum persaingan. Tetapi otoritas hukum persaingan semakin
menyadari perannya dalam mengawasi perkembangan baru ini, misalnya melihat
meningkatnya akumulasi kekuatan pasar lewat terjadinya akuisisi (accumulation of
market power through acquisitions) yang mengikutkan sertakan akuisisi datanya.
VIII. Tantangan Untuk Otoritas Persaingan Usaha kedepan ada beberapa hal:
a. Menentukan pasar bersangkutan (identifying the relevant market for antitrust purposes) Hal ini
disebabkan banyaknya pemain yang memainkan peranan berbeda di setiap level produksi.
Sehingga disarankan mengantisipasi struktur yang multi-sided platform maka otoritas persaingan
usaha dapat saja menerapkan model modifikasi SSNIP (small but significant and non-transitory
increase in price test dan hypothetical monopoly tests) khusus untuk pasar menggunakan Big Data.
b.Defenisi pasar dalam platforms multi-sided (Market definition in multi-sided platforms Demikian
juga halnya untuk mendefenisikan dan menentukan digital market dengan multi-sided features
dan cross externalities. Hal ini dianggap penting dalam menentukan ada atau tidaknya substitusi
dalam platform yang berbeda.
c. Mengukur market power (kekuatan pasar) adalah sangat sulit terutama ketika perusaaan tersebut
menerapkan nol biaya kepada konsumen sebagai imbalan pertukaran data, sehingga otoritas
persaingan dapat keliru mengenai level market power dan menyimpulkan bahwa tidak ada
masalah persaingan di pasar tsb. Aspek penawaran nol biaya dapat dianggap sebagai strategi
maximalisasi keuntungan. French Autorité de la Concurrence dan German Bundeskartellamt (2016)
mengingatkan bahwa kepemilikan Big Data menjadi sumber market power, terutama ketika
digunakan sebagai barrier to entry.
d.Merger Review Dalam konteks transaksi yang bersifat cross border. Penggunaan analisis Big
Data analysis dalam menerapkan kebijakan persaingan menarik perhatian publik dan otoritas
penegak persaingan usaha, contoh: Google/DoubleClick24 dan merger Facebook/ WhatsApp.
Dengan kata lain: Hal – hal yang perlu di cermati dalam konteks persaingan usaha:
(1) Defenisi pasar bersangkutan (2) asesmen konsentrasi pasar dan kekuatan pasar (market
power) (3) asesmen potensial kerugian konsumen.
• Stucke and Ezrachi mengingatkan bahwa ketidak samaan akses ke data dapat berakibat
pada penurunan kualitas untuk konsumen. Perusahaan dengan kepemilikan Big Data
dengan market power lebih mempunyai kesempatan untuk mengalahkan pesaingnya.
Gebicka Heinemann membangun apa yang disebut “small but significant non-transitory
decrease in the quality (SSNDQ)” test sebagaimana pada test “small but significant non-
transitory increase in price’ (SSNIP) test.
• US FTC dan EU Commission menyimpulkan bahwa tidak ada dasar yang kuat untuk
mengalaskan kerahasiaan data pribadi dengan persaingan usaha (“privacy considerations,
as such, do not provide a basis to challenge this transaction”). Tetapi US FTC’s tetap
menganalisis dampak persaingan yang terjadi.
• Privacy policies could be considered from a competition standpoint whenever these policies are
liable to affect competition, notably when they are implemented by a dominant undertaking for
which data serves as a main input of its products or services. In those cases, there may be a close
link between the dominance of the company, its data collection processes and competition on the
relevant markets, which could justify the consideration of privacy policies and regulations in
competition proceedings.
• The competition agencies stressed that: … the prospect of higher entry barriers has important
consequences for competition only when the level of market concentration is relatively high or if the
market characteristics are favourable to tacit collusion. In that case, while both consumers and
economic efficiency would benefit from the productivity gains associated with the development of
data collection and usage possibilities, they could be also harmed by the increase in entry barriers
and the reduced competition associated with these developments.
Pandangan dari Hukum Persaingan: “business as usual” – penggunaan Big
Data adalah suatu hal yang biasa saja dan meyakini bahwa tool kit atau
perangkat Hukum Persaingan dapat bekerja dengan baik ketika
menyelesaikan berbagai aspek persaingan yang menyangkut merger,
akuisisi, kolusi, penggunaan posisi dominan, eksploitasi kekuatan pasar
dalam data ekonomi dengan beberapa pertimbangan:
1. Konsumen mendapat keuntungan dari harga rendah dan
produk/pelayanan yang lebih murah.
2. Barriers to entry atau hambatan dalam pasar data digital rendah
3. Data tersedia dimana saja
4. Data bukanlah segala-galanya
All these arguments taken together do sound comforting and basically tell us that we
should not worry and that data-driven markets, despite some specificities, such as
multiple sides and strong network effects that need to be duly accounted for by
competition authorities, are otherwise not something extraordinary. They are
“business as usual”.
Big Data juga menyentuh pertanyaan yang fundamental mengenai undang
undang perlindungan data pribadi yang selalu didasarkan pada unsur
transparansi dan persetujuan pengguna data pribadi.
IX. Satu Bahasan ....
• Edwina Aileen Wirasasmita, “Indikasi Predatory Pricing Online Marketplace dalam Perspektif
Hukum Persaingan Usaha”, Tesis Universitas Airlangga, 2018. Bagaimana hukum persaingan
menghadapi Big Data dan analisis big data? Bilamana data dipahami sebagai faktor
pembentuk pangsa pasar, maka perilaku predatory pricing perusahaan platform marketplace
tidaklah terkait kepemilikan pangsa pasar. Apabila perilaku predatory pricing perusahaan
platform marketplace dikaitkan kepemilikan data yang dicerminkan melalui pangsa pasar,
maka itu tidak terjangkau Pasal 1 angka 13 UU No. 5 Tahun 1999.
c. Kita dapat melihat persaingan dan mekanisme pasar yang dinamis, dimana
efisiensi dan inovasi yang berkelanjutan atau peningkatan konsentari pasar dapat
mengakibatkan terjadinya eksploitasi posisi dominan dan stagnasi dalam pasar
persaingan
XI. Rekomendasi
“Competition policy can play a key role in ensuring that citizens get the benefits of a data-driven
economy, and in minimizing its risks”. But competition law may need to adjust its toolkit for this purpose
and make it more suitable to the characteristics of the Internet and to the reality of massive data collection,
analysis, use and re-use. Dengan kata lain, lembaga pengawas persaingan usaha perlu sesegera
mungkin bersiap untuk merepond jenis pasar bersangkutan baru dan memastikan perilaku yang
mana yang bertentangan dengan Hukum Persaingan sesuai dengan perkembangan dan
persaingan dunia digital ekonomi.
XII. Daftar Pustaka:
1. Bruno Lasserre dan Andreas Mundt, 2017, “Competition Law and Big Data: The Enforces’
View”, Italian Antitrust Review, Vol. 4 (1), 2017.
2. “Understanding the Implications of Big Data and Big Data Analytics for Competition Law”
Klaus Mathis dan Avishalom Tor (Eds.), 2018, New Developments in Competition Law and
Economics, Springer International Publishing, New York
3. Rekomendasi Penelitian Big Data, Kecerdasan Buatan, Blockchain, dan Teknologi Finansial di
Indonesia Usulan Desain, Prinsip, dan Rekomendasi Kebijakan Disusun untuk: Direktorat
Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika oleh Centre for
Innovation Policy and Governance (CIPG) 2018
4. OECD 2016 Big Data: Bringing Competition Policy To The Digital Era 29-30 November 2016
5. Dr. rer. nat. I Made Wiryana, SSi, SKom, MAppSc, Artificial Inteligence pada Forensik,
makalah Universitas Gunadarma, 2019.
6. Australia Indonesia Partnership for Economic Governance, The Digital Economy in
Indonesia, Report, 27 December 2017.
7. Big Data: Emerging Concerns under Competition Law, Anshuman Sakle & Anisha
Chand on May 10, 2018 This piece was first published in the February 2018 issue of the Practical
Lawyer (2018) PL (Comp. L) Feb 75
8. Big Data Monitoring And Evaluation, A theoretical framework, tools, and lessons learned from
practice, December 2015 (Draft v2.0), Sally Jackson. Consultant in Monitoring and Evaluation
at Pulse Lab, Jakarta, United Nations Global Pulse
“Information becomes knowledge only when it is placed in context.
Without it, we have no way to differentiate the signal from the noise,
and our search for truth might be swamped by false positives”
Nate Silver
Email: ningrum.sirait@gmail.com
Mobile: + 62 81 161 2296
Terima Kasih