Professional Documents
Culture Documents
Case Boeing
Case Boeing
ESSAY
Boeing, salah 1 dari 2 pabrikan pesawat jet berbadan besar di dunia, tumbuh menjadi pesaing
tunggal bagi Airbus, setelah melalui serangkaian merger, terutama pada tahun 1997 ketika
mengambil alih kepemilikan McDonnell Douglas. Bermarkas di Chicago, Amerika Serikat,
Boeing saat ini telah melayani permintaan pesawat oleh lebih dari 90 negara di dunia.
Walaupun Boeing saat ini menikmati keuntungan berada pada pasar duopoli bersama Airbus,
Boeing menghadapi berbagai kendala yang dapat dilihat pada cuplikan beberapa berita yang
dilansir sejumlah media berikut.
[Wikipedia]
Because many of the world's airlines are wholly or partially government owned, aircraft
procurement decisions are often taken according to political criteria in addition to commercial
ones. Boeing and Airbus seek to exploit this by subcontracting production of aircraft components
or assemblies to manufacturers in countries of strategic importance in order to gain a competitive
advantage overall.
For example, Boeing has maintained longstanding relationships since 1974 with Japanese
suppliers including Mitsubishi Heavy Industries and Kawasaki Heavy Industries by which these
companies have had increasing involvement on successive Boeing jet programs, a process which
has helped Boeing achieve almost total dominance of the Japanese market for commercial jets.
Outsourcing was extended on the 787 to the extent that Boeing's own involvement was reduced
to little more than project management, design, assembly and test operation, outsourcing most of
the actual manufacturing all around the world. Boeing has since stated that it "outsourced too
much" and that future airplane projects will depend far more on its own engineering and
production personnel.
Berdasarkan artikel-artikel di atas dan pemahaman anda terhadap teori / konsep yang relevan,
jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
a) Jelaskan apakah keuntungan yang diperoleh Boeing dengan melakukan kebijakan
outsourcing pada proses manufakturnya sehingga mencapai puncaknya dengan proporsi
70% pada produksi Boeing 787 Dreamliner?
b) Jelaskan apakah alasan-alasan yang membuat Boeing kemudian menyatakan telah terlalu
banyak melakukan outsourcing dan kemudian memutuskan untuk kembali lebih
mengandalkan pada internal manufacturing nya pada masa yang akan datang? Apakah
keuntungan jangka panjang yang dibidik oleh Boeing dengan kebijakan yang baru ini?
Apakah risiko yang dihadapi oleh Boeing atas kebijakan tersebut, terutama terkait dengan
industri penerbangan?
c) Apakah terdapat asset specificity yang kritis yang membuat Boeing mengkhawatirkan
adanya potensi hold-up problem maupun information leakage dalam hal ini? Dengan
posisi duopoly yang dinikmati Boeing dan revenue size yang begitu besar, apakah
bargaining power Boeing terhadap input suppliernya tidak cukup kuat?