Rujuk Dalam Islam

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 21

MAKALAH

RUJUK DAN TATA CARA


Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Perkawinan
Dosen Psengampu :
1. Drs. Sitti Nurkhaerah, M.H.I
2. Saharudin, S.H., M.H

Kelompok 6 :
Zulkifli ( 203090004)
Anna Safitriy ( 203090014)
Nurhalizah K.Ma’asari ( 203090027)
Nurul Husna ( 203090078)
Andini ( 203090040)
Moh Arif M As ( 203090026)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI DATOKARAMA PALU

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha kuasa atas berkat dan rahmat-nya,
sehingga dipermudah dalam penyusunan makalah ini. Sholawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W. Beserta kepada seluruh keluarga,
sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Makalah ini kami buat untuk diajukan sebagai tugas dari mata kuliah hukum Perkawinan
mengenai “Rujuk Dan Tata Cara”.Tentunya dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Maka penulis berharap adanya kritikan dan masukan untuk perbaikan
makalah yang di buat di masa yang akan datang.

Palu, 30 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
A. Pengertian Rujuk dalam Hukum Islam.......................................................................................3
B. Dasar Hukum Rujuk dalam Islam...............................................................................................4
C. Rukun dan Syarat Rujuk dalam Islam........................................................................................6
D. Macam-macam Rujuk...................................................................................................................7
E. Tata Cara Rujuk Menurut Hukum Islam...................................................................................8
F. Pengertian Rujuk dalam Hukum Positif....................................................................................10
G. Tata Cara Rujuk dalam Kompilasi Hukum Islam....................................................................11
BAB III.....................................................................................................................................................16
PENUTUP................................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Masalah Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan
ummat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina
dalam sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat. Dalam rumah tangga
berkumpul dua insan yang berlain jenis (suami-istri), mereka saling berhubungan agar
mendapat keturunan sebagai penerus generasi insan-insan yang berada dalam rumah
tangga itulah yang disebut “keluarga‟.Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu
bangsa, keluarga yang dicita-citakan dalam ikatan perkawinan yang sah adalah keluarga
sejahtera dan bahagia yang selalu mendapat ridha dari Allah SWT.Dalam kehidupan
rumah tangga tidak selamanya rukun, akan banyak aneka faktor yang menyebabkan
disharmoni keluarga, yang kadang disebabkan oleh adanya faktor pisikologis, biologis,
ekonomis, organisasi, bahkan perbedaan budaya serta tingkat pendidikan antara suami
dan istri. Oleh karena itu prinsip-prinsip perkawinan dalam Islam merupakan suatu
keharusan dan keniscayaan untuk selalu di bina sejak dini, karena bagaimanapun juga
hidup berumah tangga tidak selamanya berjalan dengan mulus dari hambatan-hambatan,
persoalan-persoalan muncul saling berganti dalam kehidupan rumah tangga.

Aneka faktor disharmonis itulah sehingga keduanya dihadapkan pada perceraian


(talak) yang merupakan jalan akhir bila tidak ditemukan dengan cara keduanya (suami-
istri) untuk berdamai. Meskipun disini perceraian adalah jalan terakhir untuk
menyelesaikan konflik dalam sebuah perkawinan, ini merupakan suatu yang final (paling
puncak) namun untuk menyusun Kembali kehidupan keluarga yang mengalami
kegoncangan tersebut, bukanlah suatu hal yang tidak mungkin terjadi. Untuk itulah
agama Islam mensyari‟atkan adanya iddah ketika terjadi perceraian, hal ini akan
memberi peluang bagi keluarga yang mengalami perceraian. Manfaat iddah salah satunya
untuk memberi kesempatan kepada suami-istri untuk berfikir secara jernih untuk sekali
lagi mencoba membangun kembali sebuah keluarga yang sakinah mawaddah warrahmah
sebagaimana yang mereka inginkan. Untuk berkumpul lagi setelah perkawinan, dalam
rujuk para ulama sepakat rujuk itu diperbolehkan dalam Islam upaya rujuk ini diberikan
sebagai alternatif terakhir untuk menyambungkan kembali hubungan lahir yang telah
terputus.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap Mekanisme Rujuk ?
2. Bagaiman Tinjauan Hukum Positif terhadap Mekanisme Rujuk ?
3. Bagaimana Persamaan dan Perbedaan Mekanisme Rujuk dalam hukum Islam dan Hukum
Positif ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam terhadap Mekanisme Rujuk.
2. Untuk mengetahui Tinjauan Hukum Positif terhdap Meknisme Rujuk.
3. Untuk mengetahui Persamaan dan Perbedaan Mekanisme Rujuk dalam Hukum Islam dan
Hukum Positif.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Rujuk dalam Hukum Islam

Rujuk berasal dari bahasa arab yaitu raja‟a - yarji‟u - ruju‟an yang berarti kembali atau
mengembalikan. Rujuk menurut istilah adalah mengembalikan status hukum perkawinan
secara penuh setelah terjadi thalak raj‟i yang dilakukan oleh bekas suami terhadap bekas
istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu.1

Rujuk ialah mengembalikan istri yang telah dithalak pada pernikahan yang asal sebelum
diceraikan.

Sedangkan rujuk menurut para ulama madzhab adalah sebagai berikut:


1. Hanafiyah
Rujuk adalah tetapnya hak milik suami dengan tanpa adanya penggantian dalam
masa iddah, akan tetapi tetapnya hak milik tersebut akan hilang bila masa iddah.2
2. Malikiyah
Rujuk adalah kembalinya istri yang dijatuhi talak, karena takut berbuat dosa tanpa
akad yang baru, kecuali bila kembalinya tersebut dari talak ba‟in, maka harus dengan
akad baru, akan tetapi hal tersebut tidak bisa dikatakan rujuk.3
3. Syafi‟iyah
Rujuk adalah kembalinya istri ke dalam ikatan pernikahan setelah dijatuhi talak satu
atau dua dalam masa iddah. Menurut golongan ini bahwa istri diharamkan
berhubungan dengan suaminya sebagaimana berhubungan dengan orang lain,
meskipun sumi berhak merujuknya dengan tanpa kerelaan. Oleh karena itu rujuk
menurut golongan syafi‟iyah adalah mengembalikan hubungan suami istri kedalam
ikatan pernikahan yang sempurna.4
4. Hanabilah,
Rujuk adalah kembalinya istri yang dijtuhi talak selain talak ba‟in kepada suaminya
dengan tanpa akad. Baik dengan perkataan atau perbuatan (bersetubuh) dengan niat
ataupun tidak.

Pada dasarnya para ulama madzhab sepakat, walaupun dengan redaksi yang berbeda
bahwa rujuk adalah kembalinya suami kepada istri yang dijatuhi talak satu atau dua,
dalam masa iddah dengan tanpa akad nikah yang baru, tanpa melihat apakah istri
mengetahui rujuk suaminya atau tidak, apakah ia senang atau tidak, dengan alasan bahwa
1
Djaman Nur, Fiqih Munakahat, (Bengkulu: Dina Utama Semarang, 1993), h.174
2
Abdurrahman, Al-jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba‟ah, ( Mesir: Al-Maktab AtTijariyati Al-Kubro), h. 377
3
Abdurrahman Al-jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba‟ah, …, h.377
4
Abdurrahman Al-jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba‟ah, …, h. 377
istri selama masa iddah tetapi menjadi milik suami yang telah menjatuhkan talak tersebut
kepadanya.
Bekas suami dalam masa iddah berhak merujuk istrinya itu dan mengembalikan
sebagaimana suami istri yang sah secara penuh, namun karena timbulnya keharaman itu
berdasarkan thalak yang diucapkan oleh bekas suami kepada bekas istrinya itu.
Maka untuk membolehkan kembali bekas istri menjadi istrinya lagi harus dengan
pernyataan rujuk yang diucapkan oleh bekas suaminya tersebut.

B. Dasar Hukum Rujuk dalam Islam

Adapun dasar hukum rujuk terdapat dalam Al-Qur‟an dan AsSunnah, yaitu :

1. Al-Qur‟an

a. Q.S. (2) Al-Baqoroh ayat 228:

‫ق هّٰللا ُ فِ ْٓي‬
َ َ‫ت يَتَ َربَّصْ نَ بِا َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلثَةَ قُر ُۤوْ ۗ ٍء َواَل يَ ِحلُّ لَه َُّن اَ ْن يَّ ْكتُ ْمنَ َما َخل‬ ُ ‫َو ْال ُمطَلَّ ٰق‬
‫ك اِ ْن اَ َرا ُد ْٓوا‬ ُّ ‫اَرْ َحا ِم ِه َّن اِ ْن ُك َّن يُْؤ ِم َّن بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر َوبُعُوْ لَتُه َُّن اَ َح‬
َ ِ‫ق بِ َر ِّد ِه َّن فِ ْي ٰذل‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫ال َعلَ ْي ِه َّن َد َر َجةٌ ۗ َو ُ ع‬
‫َز ْي ٌز‬ ِ ‫ف َولِلرِّ َج‬ ِ ۖ ْ‫اِصْ اَل حًا ۗ َولَه َُّن ِم ْث ُل الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه َّن بِ ْال َم ْعرُو‬
‫َح ِك ْي ٌم‬

Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru‟ tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman merujukinya dalam masa menanti itu. Jika mereka
(para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma‟ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai
satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”.5

b. Q.S. (2) Al-Baqoroh ayat 229:

‫ان ۗ َواَل يَ ِحلُّ لَ ُك ْم اَ ْن تَْأ ُخ ُذوْ ا ِم َّمٓا‬ ٍ ‫ْر ْي ۢ ٌح بِاِحْ َس‬ ِ ‫ف اَوْ تَس‬ ٍ ْ‫ك بِ َم ْعرُو‬ ٌ ۢ ‫ق َمر َّٰت ِن ۖ فَا ِ ْم َسا‬ ُ ‫اَلطَّاَل‬
‫ٰاتَ ْيتُ ُموْ هُ َّن َش ْيـًٔا آِاَّل اَ ْن يَّ َخافَٓا اَاَّل يُقِ ْي َما ُح ُدوْ َد هّٰللا ِ ۗ فَا ِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل يُقِ ْي َما ُح ُدوْ َد هّٰللا ِ ۙ فَاَل‬
ٰۤ ُ ‫هّٰللا‬
‫ك‬
َ ‫ول ِٕى‬ ‫َت بِ ٖه ۗ تِ ْلكَ ُح ُدوْ ُد هّٰللا ِ فَاَل تَ ْعتَ ُدوْ هَا َۚو َم ْن يَّتَ َع َّد ُح ُدوْ َد ِ فَا‬ ْ ‫َاح َعلَ ْي ِه َما فِ ْي َما ا ْفتَد‬ َ ‫ُجن‬
ٰ ‫هُم‬
َ‫الظّلِ ُموْ ن‬ ُ

5
Departeen Agama Ri, Al-Qur‟an dan Terjemah,…, h. 36
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu oleh rujuk lagi dengan cara
yang ma‟ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa
keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada
dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya brangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itula orang-orang yang zalim”.6
Hak rujuk yang terkandung pada ayat-ayat diatas, adalah hak yang diberikan oleh syari‟at
Islam kepada bekas suami selama masa iddah, karena itu suami tidak membatalkannya,
walaupun ada suami yang berkata: “tidak ada rujuk bagiku”. Rujuk dapat dilakukan
manakala talak yang dijatuhkan suami adalah talak raj‟i, bukan talak ba‟in atau talak
tebus.

c. Q.S. (2) Al-Baqoroh ayat 231:

ٍ ۗ ْ‫ف اَ ْو َس ِّرحُوْ هُ َّن بِ َم ْعرُو‬


‫ف‬ ٍ ‫طلَّ ْقتُ ُم النِّ َس ۤا َء فَبَلَ ْغ َن اَ َجلَه َُّن فَا َ ْم ِس ُك ْوهُ َّن بِ َم ْعر ُْو‬ َ ‫َواِ َذا‬
‫ك فَقَ ْد ظَلَم نَ ْفسهٗ ۗ واَل تَتَّخ ُذ ْٓوا ٰا ٰي هّٰللا‬ َ ِ‫ض َرارًا لِّتَ ْعتَ ُدوْ ا ۚ َو َم ْن يَّ ْف َعلْ ٰذل‬
ِ ‫ت‬ ِ ِ َ َ َ ِ ‫َواَل تُ ْم ِس ُكوْ هُ َّن‬
‫ب َو ْال ِح ْك َم ِة يَ ِعظُ ُك ْم بِ ٖه‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫هُ ُز ًوا َّو ْاذ ُكرُوْ ا نِ ْع َمتَ ِ َعلَ ْي ُك ْم َو َمٓا اَ ْن َز َل َعلَ ْي ُك ْم ِّمنَ ْال ِك ٰت‬
‫َۗواتَّقُوا هّٰللا َ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن هّٰللا َ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِ ْي ٌم‬
Artinya : “Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir
iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma‟ruf , atau ceraikanlah mereka
dengan cara yang ma‟ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi
kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka barangsiapa
berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya janganlah
kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu,
dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah (As
Sunnah). Allah member pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya iru.
Dan bertakwalah kepada Allah serta Ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui
segala sesuatu”.7

Dalam ayat tersebut menerangkan, bahwa masa iddah adalah masa berfikirnya suami
dan istri, apakah suami akan kembali kepada bekas istrinya atau tidak. Apabila suami
berpendapat bahwa ia boleh rujuk dalam masa iddah tersebut, tetapi beranggapan
bahwa ia tidak mampu melanjutkan kehidupan rumah tangganya, maka ia harus rela
melepaskan bekas istrinya secara baik dan jangan mengahalangi ketika istri itu akan
6
Departeen Agama Ri, Al-Qur‟an dan Terjemah,…, h. 37
7
Departemen Agama Ri, Al-Qur‟an dan Terjemah,…, h. 37
melakukan perkawinan dengan laki-laki lain. Ayat di atas pada hakekatnya niat suami
untuk merujuk istrinya tersebut didasari dengan maksud ishlah. Sehingga dapat
memungkinkan adanya perbaikan rumah tangga yang kedua kalinya.

2. Rujuk Bersadarkan As-Sunnah

a. Sabda Nabi Saw. Dalam kisah umar, hadits riwayat Bukhari dan muslim.

‫ق ا ْم َرَأتَهُ َو ِه َي َحاِئضٌ َعلَى َع ْه ِد َرسُوْ ِل هللاِ ص فَ َسَأ َل‬ َ َّ‫ع َِن َع ْب ِد هللاِ ْب ِن ُع َم َر رض اَنَّهُ طَل‬
‫ ُمرْ هُ فَ ْلي َُرا ِج ْعهَا ثُ َّم‬:‫ال َرسُوْ ُل هللاِ ص‬ َ َ‫ فَق‬. َ‫ب َرسُوْ َل هللاِ ص ع َْن ذلِك‬ ِ ‫ُع َم ُر ب ُْن ْالخَ طَّا‬
‫ق قَب َْل اَ ْن‬ ْ ‫ْض ثُ َّم ت‬
َ َّ‫ َو اِ ْن َشا َء طَل‬.‫ ثُ َّم اِ ْن َشا َء اَ ْم َسكَ بَ ْع ُد‬.‫َطهُ َر‬ َ ‫َطه َُر ثُ َّم ت َِحي‬ ْ ‫ْليُ ْم ِس ْكهَا َحتَّى ت‬
163 ‫ق لَهَا النّ َسا ُءالبخارى‬ َ َّ‫ك ْال ِع َّدةُ الَّتِىا َ َم َر هللاُ اَ ْن يُطَل‬
َ ‫ فَتِ ْل‬، َّ‫يَ َمس‬
Artinya: “Diriwayatkan dari ibnu umar r.a berkata. “sesungguhnya dia telah menceraikan
istrinya dalam keadaan haid. Khusus itu terjadi pada jaman Rasulullah SAW. Kemudian
masalah itu ditanyakan oleh Umar bin Al-khathab kepada Rasulullah Saw,. Ia,. Lalu
beliau bersabda, “perintahkan supaya dia rujuk (kembali) kepada istrinya, kemudian
menahannya sampai istrinya suci, kemudian haid lagi, kemudian suci lagi kemudian
apabila mau, dia dapat menahannya ataupun menceraikannya, asalkan dia belum
mencampurinya, itulah tempo iddah yang diperintahkan oleh Allah yang maha mulia lagi
maha agung bagi yang diceraikan.8HR. Bukhari juz 6, hal. 163].
Kemudian hadits di atas menjelaskan bahwa jika seseorang menghendaki ridho Allah
Swt. Maka perceraian bukanlah jalan terbaik dari sebuah perkawinan untuk berakhir.
Adanya masa iddah dalam perceraian merupakan upaya untuk berfikir kepada suami
memberikan pemulihan langakah yang terbaik dengan beberapa pertimbangan demi
kemaslahatan hidupnya yang lebih lanjut dalam keluarga.

C. Rukun dan Syarat Rujuk dalam Islam


Rukun dan syarat-syarat rujuk adalah hal yang harus dipenuhi untuk terlaksananya
sebuah perbuatan rujuk tersebut.9
Di antara rukun dan syarat-syarat rujuk tersebut adalah sebagai berikut :
1. Istri
keadaan istri disyaratkan sebagai berikut.
a. Sudah dicampuri, karena istri yang belum dicampuri apabila ditalak, terus putus
pertalian antara keduanya,10 Jika istri dicerai belum pernah dicampuri, maka tidak
sah rujuk, tetapi harus dengan perkawinan baru lagi.

8
Sohari dan Mahfud Salimi, Hadits Ahkam II, „‟Hadits-Hadits Hukum”, (Cilegon: LP Ibek, 2008), h. 95
9
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, …, h. 341
10
Selamet Abidin, Fikih Munakahat, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h. 154
b. Istri yang tertentu. Kalau suami menalak beberapa istrinya, kemudian ia rujuk
kepada salah seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukkan,
rujuknya itu tidak sah.
c. Talaknya adalah talak raj‟i. jika ia ditalak dengan talak tebus atau talak tiga, ia
talak dapat dirujuk lagi.11 Kalau bercerainya dari istri secara fasakh atau khulu
atau cerai dengan istri yang ketiga kalinya, atau istri belum pernah dicampuri,
maka rujuknya tidak sah.12
d. Rujuk itu terjadi sewaktu istri masih dalam iddah talaq raj‟i. laki laki masih
mempunyai hubungan hukum dengan istri yang ditalaknya secara thalaq raj‟i,
selama masih berada dalam iddah. Sehabis iddah itu putuslah hubungannya sama
sekali dan dengan sendirinya tidak lagi boleh dirujuknya.13
2. Suami Rujuk itu dilakukan oleh suami atas kehendak sendiri, artinya bukan, atau laki-
laki yang merujuk adalah suami bagi perempuan yang dirujuk yang dia miliki dia
menikahi istrinya itu dengan nikah yang sah, dan laki-laki yang merujuk mestilah
seseorang yang mampu melaksanakan pernikahan dengan sendirinya, yaitu telah
dewasa dan sehat akalnya dan bertindak dengan kesadarannya sendiri. Seseorang
yang masih belum dewasa atau dalam keadaan gila tidak ada rujuk yang dilakukan.
Begitu pula bila rujuk itu dilakukan atas paksaan dari orang lain, tidak sah rujuknya.
Tentang sahnya rujuk orang yang mabuk karena sengaja minum yang memabukan,
ulama beda pendapat sebagaimana beda pendapat dalam menetapkan sahnya akad
yang dilakukan oleh orang mabuk.14
3. Saksi Dalam hal ini Para ulama masih berbeda pendapat, apakah saksi itu wajib
menjadi rukun atau sunat. Sebagian mengatakan wajib, sedangkan yang lain
mengatakan tidak wajib, melainkan hanya sunat.
Fuqoha telah berpendapat tentang adanya saksi dalam rujuk, apakah ia menjadi syarat
sahnya rujuk atau tidak. Imam Malik berpendapat bahwa saksi dalam rujuk adalah
disunahkan, sedangkan Imam Syafi‟i mewajibkan adanya dua orang saksi
sebagaimana yang berlaku dalam akad nikah.

D. Macam-macam Rujuk
1. Hukum rujuk pada talak raj’i
Kaum muslimin telah sependapat bahwa suami mempunyai hak rujuk istri pada talak
raji selama masih berada dalam masa iddah tanpa mempertimbangkan persetujuan
istri, Fuqoha juga sependapat bahwa syariat talak raji ini harus terjadi setelah dukhul
(pergaulan) dan rujuk dapat terjadi dengan kata-kata dan saksi.

11
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2011), h. 328
12
Selamet Abidin, Fikih Munakahat, …, h. 154
13
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, …, h. 341
14
Amir Syarifuddin, Hukum perkawinan Islam di Indonesia, …, h. 341
Adapun batas-batas tubuh bekas istri yang boleh dilihat oleh suami, fuqoha
berselisih pendapat mengenai batas-batas yang boleh dilihat oleh suami dari istrinya
yang dijatuhi talak raj‟i selama ia berada dalam masa iddah.

Malik berpendapat bahwa suami tidak boleh bersepi-sepi dengan istri tersebut,
tidak boleh masuk kekamarnya kecuali atas persetujuan istri, dan tidak boleh melihat
rambutnya.

Abu Hanifah berpendapat bahwasanya tidak mengapa (tidak berdosa) istri tersebut
berhias diri untuk suaminya, memakai wangiwangian, serta menampakan jari-jemari
dan celak. Pendapat ini dikemukakan pula oleh Tsauri, Abu Yusuf, dan Auza‟i.15

2. Hukum Rujuk pada Talak Bain


Talak bain bisa terjadi karena bilangan talak yang kurang dari tiga. Ini terjadi pada
yang belum digauli tanpa diperselisihkan. Talak bain bisa terjadi pada istri yang
menerima khulu‟, dengan silang pendapat. Hukum rujuk sesudah talak tersebut sama
dengan nikah baru, yakni tentang persayaratan adanya mahar, wali, dan persetujuan.
Hanya saja, jumhur fuqoha berpendapat bahwa untuk perkawinan ini tidak
dipertimbangkan berakhirnya masa iddah. Mazhab sepakat tentang orang yang telah
menalak istrinya dengan talak tiga. Ia tidak boleh menikahinya lagi hingga istrinya
yang telah ditalaknya dinikahi oleh orang lain dan disetubuhi dalam pernikahan yang
sah. Adapun, yang dimaksud pernikahan dalam masalah ini adalah termasuk
persetubuhannya. Hal ini merupakan sayarat diperbolehkannya menikahi lagi bagi
suami pertama mantan istrinya tersebut bercerai dengan suami yang baru.16Dari
berbagai hukum rujuk yang telah dikemukakan di atas, yang paling utama ada lima 5
macam yang tergantung kepada kondisi, antara lain: wajib, haram, makruh, jaiz, dan
sunah.
1) Suami wajib merujuk istrinya apabila saat dithalak dia belum
menyempurnakan pembagian waktunya (apabila istrinya lebih dari satu).
2) Suami haram merujuk istrinya apabila dengan rujuk itu justru menyakiti hati
istrinya.
3) Suami makruh merujuk istrinya apabila rujuk justru lebih buruk dari cerai
(cerai lebih baik dari rujuk).
4) Suami jaiz atau mubah (bebas) merujuk istrinya. Suami sunah merujuk
istrinya apabila rujuk itu ternyata lebih menguntungkan bagi semua pihak
(termasuk anak).
E. Tata Cara Rujuk Menurut Hukum Islam

1. Merujuk Istri dengan Perkataan menurut Ulama Fiqih

15
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid , …, h. 593
16
Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab, (Bandung: Hasyimi,
2013). h .354
Para Ulama memperbolehkan seorang suami untuk merujuk istrinya dengan beberapa
cara di antaranya yaitu merujuk istrinya yang tertalak raj‟i dengan melafadkan, baik
dengan lafad yang jelas (sarih) sebagaimana seorang suami mengatakan kepada istrinya
yang tertalak raj‟i dengan ucapan “raja’tuki” yang artinya aku merujuk engkau maupun
dengan sindiran (kinayah) sebagaimana seorang suami mengatakan kepada istrinya yang
tertalak raj‟i dengan perkataan “zawajtuki” yang berarti aku kawini engkau.
Diperbolehkan juga merujuk istrinya dengan menggunakan lafad selain bahasa arab,
meskipun seseorang itu mahir menggunakan bahasa arab.17

Merujuk dengan menggunakan lafad yang sarih (jelas) tidak membutuhkan niat ketika
mengucapkannya. Namun apabila suami hendak merujuk istrinya yang tertalak dengan
menggunakan lafad kinayah (sindiran) maka niat untuk merujuk menjadi syarat sahnya.
Disyaratkan untuk mentakyin (menentukan) bagi seseorang yang hendak merujuk istri-
istrinya yang tertalak. Tidak cukup hanya dengan mengucapkan rajaktu al-mutalakah
(aku merujuk wanita yang tertalak), Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalah
fahaman siapa yang hendak ia rujuk, apakah salah satu dari mereka atau keseluruhan
istrinya yang telah tertalak.

Merujuk dengan cara melafadkan para ulama berpendapat bahwa merujuk tidak
mewajibkan adanya saksi, namun hanya mensunahkan saja. dengan alasan bahwa
perceraian saja dapat terjadi tanpa adanya saksi, maka begitu juga dalam masalah rujuk
tanpa adanya saksi rujuk sah hukumnya. Disyaratkan pula dalam merujuk tidak
menggantungkan rujuknya.

2. Merujuk Istri dengan Perbuatan


Para ulama berbeda pendapat mengenai keabsahan seorang suami yang hendak merujuk
istrinya yang tertalak raj‟i dengan perbuatan ada yang memperbolehkan (mengesahkan)
rujuknya, ada yang mengesahkan namun harus disertai dengan niat dan ada pula yang
sama sekali tidak mengesahkan rujuk dengan perbuatan, harus dengan melafadkannya
baik itu sarih (jelas) maupun kinayah (sindiran).
a. Pendapat Ulama Syafi‟iyah
Ulama syafi‟iyah berpendapat bahwa cara merujuk istri yang tertalak raj‟i harus
dengan ucapan,18 baik dengan menggunakan lafad yang sarih (jelas) maupun
dengan kinayah (sindiran). Dan tidak sah rujuknya seseorang dengan cara
menggauli istrinya yang tertalak raj‟i. Lebih lanjut ulama Syafi‟iyah
berpendapat bahwa talak raj‟i itu menghilangkan kayid nikah sebagaimana talak
ba‟in, Maka tidak halal hukumnya merujuk istri dengan perbuatan contohnya
dengan mempergaulinya, begitu juga tidak di perbolehkan berduaan, melihat
dan mencium istrinya yang tertalak raj‟i baik disertai niat untuk merujuk

17
Syeh Ibrahim Al-Baijuri, Al-Baijuri, (London: Dar Al-Fiqri, Beirut, Juz 2, 1994), h. 218
18
Abd Ar-Rahman Al-Jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba‟ah,..., h.
istrinya maupun tidak disertai niat, apabila hal itu dilakukan maka akan
mendapatkan ta‟zir bukan had.
b. Pendapat Ulama Hanafiyah
Sah hukumnya merujuk istri dengan perbuatan (menggaulinya) dengan syarat
suami yang hendak merujuk dengan perbuatan harus di sertai adanya sahwat.
Begitu juga diperbolehkan bagi suami berduaan dengan istrinya dan masuk ke
rumahnya tanpa minta izin terlebih dahulu, dan di sunahkan bagi sang suami
untuk memberi tahu terlebih dahulu dengan memberikan tanda baginya sebelum
masuk rumah dan apabila tidak melakukan hal ini maka hukumnya makruh. Hal
tersebut diperbolehkan apabila suami berkeinginan merujuk istrinya. Sedangkan
apabila suami tidak berkeinginan merujuknya maka hukumnya makruh tanzih,
karena terkadang dengan berduaan suami akan menyentuh istri dengan sahwat,
yang dengan hal itu dikatakan rujuk sedangkan sang suami tidak berkeinginan
merujuknya. Sehingga suami harus mentalaknya kembali karena tidak adanya
keinginan untuk rujuk, yang hal ini akan berakibat terhadap lamanya masa idah
bagi istri dan hal ini tidak baik.
c. Pendapat Ulama Malikiyah
Sah hukumnya merujuk istri yang tertalak raj‟i dengan cara menggaulinya,
ketika sang suami berniat merujuk istrinya begitu juga diperbolehkah bagi suami
yang berniat merujuk istrinya bermesraan dengannya, dengan cara menyentuh,
melihat aurotnya, berduaan dan menggaulinya. Namun apabila sang suami
melakukan hal tersebut tanpa ada niat untuk merujuk Maka hukumnya haram
menggauli istrinya.
Di sini peranan niat menjadi faktor yang utama dengan kata lain niat menjadi
syarat utama untuk seseorang dapat merujuk istrinya yang tertalak raj‟i dengan
cara menggaulinya. Sehingga walaupun terjadi hubungan di antara suami isteri
bukan berarti hal tersebut bisa dianggap rujuk bila tidak disertai dengan niat
untuk merujuk isterinya.
d. Pendapat Ulama Hambali
seseorang yang telah mentalak istrinya dengan talak raj‟i dapat merujuk istrinya
dengan cara menggaulinya, baik dengan niat untuk merujuk istrinya maupun
tidak berniat untuk merujuknya. Dengan demikian bahwa seorang suami yang
menggauli istrinya secara otomatis ia telah merujuk istrinya yang tertalak raj‟i
meskipun suami tidak berniat untuk merujuk istrinya.19

F. Pengertian Rujuk dalam Hukum Positif

Rujuk menurut Hukum Positif adalah kembalinya bekas suami kepada bekas istri yang
masih dalam masa iddah raj‟i atau disebut thalak satu dan dua. Bekas suami dalam masa
iddah berhak merujuk istrinya itu dan mengembalikan sebagaimana suami istri yang sah
secara penuh, namun karena timbulnya keharaman itu berdasarkan thalak yang
diucapkan oleh bekas suami kepada bekas istrinya itu.Maka untuk membolehkan
19
Abd Ar-Rahman Al-Jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba‟ah,..., h. 332
Kembali bekas istri menjadi istrinya lagi harus dengan pernyataan rujuk yang diucapkan
oleh bekas suaminya tersebut.

Tata Cara dan Prosedur rujuk telah diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3
Tahun 1975 tentang kewajiban Pegawai Pencatat Nikah dan Tata Kerja Pengadilan
Agama dalam melaksanakan Peraturan Perundang-undangan perkawinan bagi yang
Beragama Islam, kemudian dikuatkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 167, 168,
dan 169. Dalam Permenag RI tersebut, rujuk diatur dalam pasal 32, 33, 34, dan 38.20
G. Tata Cara Rujuk dalam Kompilasi Hukum Islam
Tata Cara Rujuk dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam pasal 167-169 yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 167
a. Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersama-sama istrinya ke Pegawai
Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat
tinggal suami istri dengan membawa penetapan tentang terjadinya talak dsn surat
keterangan lain yang perlakukan.
b. Rujuk dilakukan dengan persetujuan istri dihadapan Pegawai Pencatat Nikah
atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah.
c. Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah memeriksa dan
Menyelidiki apakah suami yang akan merujuk itu memenuhi syarat-syarat
merujuk menurut hukum munakahat, apakah rujuk yang akan dilakukan itu
masih dalam iddah talak raj‟i, apakah dan perempuan yang akan dirujuk itu
adalah istrinya.
d. Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masaing yang
bersangkutan beserta saksi-saksi menandatangani Buku Pendaftaran Rujuk.
e. Setelah rujuk itu dilaksanakan, Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai
Pencatat Nikah menasihati suami istri tentang hukum-hukum dan kewajiban
mereka yang berhubungan dengan rujuk.
Pasal 168
a. Dalam hal rujuk dilakukan dihadapan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah daftar
rujuk dibuat rangkap 2 (dua), diisi dan ditandatangani oleh masing-masing yang
bersangkutan beserta saksi-saksi, sehelai dikirim kepada Pegawai Pencatat Nikah
yang mewilayahinya, disertai surat-surat keterangan yang diperlukan untuk
dicatat dalam Buku Pendaftaran Rujuk dan yang lain disimpan.
b. Pengiriman lembar pertama dan daftar rujuk oleh Pembantu Pegawai Pencatat
Nikah dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sesudah rujuk
dilakukan.

20
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 256
c. Apabila lembar pertama dan Daftar Rujuk itu hilang, maka Pembantu Pegawai
Pencatat Nikah membuatkan salinan dan daftar lembar kedua, dengan berita
acara tentang sebab-sebab hilangnya.

Pasal 169
a. Pegawai Pencatat Nikah membuat surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan
mengirimkannya kepada Pengadilan Agama ditempat berlangsungnya talak
yang bersangkutan, dan kepada suami dan istri masing-masing diberikan
kutipan Buku Pendaftaran Rujuk menurut contoh yang ditetapkan oleh Menteri
Agama.
b. Suami istri atau kuasanya dengan membawa kutipan Buku Pendaftaran Rujuk
tersebut datang ke Pengadilan Agama di tempat berlangsungnya talak dahulu
untuk mengurus dan mengambil kutipan Akta Nikah masing-masing yang
bersangkutan setelah tersedia Kutipan Akta Nikah tersebut, bahwa yang
bersangkutan telah rujuk.
c. Catatan yang dimaksud ayat (2), berisi tempat terjadinya rujuk, tanggal rujuk
diikrarkan, nomor dan tanggal Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk dan tanda
tangan Panitera.21
 Prosedur rujuk di KUA
a. Persyaratan dan Prosedur Rujuk

 Pria yang akan merujuk harus datang bersama wanita yang akan dirujuk
kepenghulu yang mewilayahi tempat tinggalnya dengan membwa:
 Surat keterangan untuk merujuk dari parnong Desa (modal
Tra).
 Kutipan buku pendaftaran talak (model 82)
 Harus di lakukan pemeriksaan rujuk, yaitu:
 Apakah suami yang akan merujuk memenuhi syarat rujuk.
 Apakah rujuk yang di lakukan masih dalam idah talak raj‟i.
 Apakah wanita yang akan di rujuk bekas isteri peria yang akan
merujuk.
 Apakah ada persetujuan dari wanita yang akan di rujuk.
 Mengucapkan ikrar rujuk Setelah pemeriksaan dan ternyata tidak ada
halangan dan di penuhi syarat, peria yang merujuk mengikrarkan rujuk di
depan wanita yang di rujuk, saksi-saksi dan penghulu.22

21
Suparman Usman, Hukum Islam dan Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 255
22
Dirjen Bimas dan Urusan Haji., Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan ,(Jakarta: dirjen Urusan
Agama Islam, 2015) h.664
b. Proses Pencatatan Rujuk diatur sebagai berikut:

 Penghulu mencatat rujuk dalam Buku Pendaftaran Rujuk kemudian


membacanya, jika perlu diterjemahkan dalam bahasa yang dimengerti oleh
pihak-pihak yang bersasangkutan.
 Dibuat Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk rangakap dengan dua nomor dan
kode yang lama.
 Kutipan diberikan kepada suami dan kepada istri.
 Penghulu membuat Surat keterangan tentang terjadinya rujuk, dan
mengirimkannya kepada Pengadilan Agama yang mengeluarkan Surat
keterangan tentang terjadinya talak/cerai yang bersangkutan.
 Suami-istri dengan membawa kutipan Buku Pendaftaran Rujuk (model
RA) datang ke Pengadilan Agama tempat terjadinya talak untuk
mendapatkan kembali Kutipan akta nikah masiang-masing.
 Pengadilan Agama meberikan Kutipan Akta Nikah yang bersangkutan
dengan menyimpan Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk, setelah terlebih
dahulu memberikan catatan pada ruang yang tersedia pada Kutipan Akta
Nikah tersebut.
 Kalau talak yang dicatat itu juga, maka pada ruang “catatan lain-lain”
Buku Pendaftaran talak ditulis sebagai berikut: “Telah dirujuk di ...…….
Pada tanggal ………. Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk No……. Tahun
…….. Tanda tangan Pegawai Pencatat ……………………………… …..
Tanggal ……………………………….
 Kalau talaknya dicatat ditempat lain, segera diberitahukan rujuk ini kepada
kantor yang bersangkutan dengan menggunakan model Rc rangkap dua,
keduanya dikirimkan kekantor yang bersangkutan.
 Penghulu menerima model Rc mencatatnya pada buku pendaftaran buku
talak dan mengirimkannya kembali lembar kedua model Rc ke Pengadilan
Agama.
 Setelah lembar kedua moder Rc diterima kembali oleh Pengadilan Agama
lalu dikumpulkan dan kutipan buku Pendaftaran Talak yang bersangkutan.
 Model Tra dan lain-lain surat yang diperlukan serta model Rc lembar
kedua yang telah diterima kembali dikumpulkan menjadi satu dengan
kutipan Buku Pendaftaran Talak model Rc diletakkan diatas Kutipan Buku
Pendaftran Talak, sedangkan model Tra diletakkan paling atas diberi
nomor yang lama denga nomor pendaftran.
 Surat-surat diatas disimpan dengan baik dan dipelihara sesuai dengan
nomor urut Buku Pendftaran Rujuk.
 Kalau surat-surat pembritahuan tentang rujuk tersebut telah “Surat
ketreranga Rujuk tahun…….nomor sampai dengan nomor .…… jika
Pegawai Pencatat yang diberi wewenang pencatatnya maka:
o Penghulu mencatat rujuk dalam model dilembaran rangkap dua,
kemudian membacanya, jika perlu diterjemahkan dalam bahasa
yang dimengerti oleh dan dihadapan yang merujuk dan yang
dirujuk serta saksisaksi.
o Kedua lembar itu ditandatangani oleh yang bersangkutan, saksi
dan penghulu yang mengawasainya.
o Surat-surat yang diperlukan sebagaimana tersebut dikumpulkan
menjadi satu model “D1 lembaran” simpan dalam sebuah map
bersama dengan buku diatas.
o Selambat-lambatnya 15 hari sejak rujuk di ikrarkan moch. “131
yang dilampiri surat-surat yang diperlukan” dan biayanya
disampaikan kepada Pegawai pencatat.
o Pegawai Pencatat yang menerima model D1 lembar dari penghulu
mmeriksa dengan teliti, dan mencatat rujuk te: Hebt dalam Buku
Pendaftaran Rujuk.
o Pihak suami dan istri dibuatkan kutipan Buku Pencatatan rujuk
dengan nomor dan kode yang sama, untuk disampaikan
kepadanya.

c. Administrasi Rujuk 14Dirjen Bimas dan Urusan Haji., Himpunan


Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan , …, h.666 45

 Biaya rujuk Biaya pencatatan rujuk sama dengan biaya pencatatn nikah
biaya pencatatan rujuk diatur berdasarkan pasal 22 ayat 4 Peraturan
Menteri Agama Nomor 2 tahun 1990 yang bersangkutan membayar
hononarium Pembantu PPN yang besarnya ditetapkan oleh kepala kantor
wilayah Departemen Agama dengan Persetujuan Gubernur kepala Daerah
setempat.
 Biaya pencatatan
a. Biaya pencatatn rujuk dibayar langsung oleh yang
bersangkutan (suami/isteri) kepada bendahara khusus KUA Kecamatan
yang mencatat peristiwa rujuk, sebelum rujuk dilaksanakan selanjutnya
biaya tersebut disetorkan ke kas Negara dan rekening Menteri Agama
sesuai ketentuan dalam instruksi Menteri Agama No. 3 tahun 1991.
Adapun honorarium Pembantu PPNdiserahkan langsung oleh yang
bersangkutan kepada Pembantu PPN.
b. Biaya pencatatn rujuk yang pemeriksaan dan
pencatatannya dilakukan oleh PPN dibayr oleh yang bersangkutan (suami
isteri) melalui Pembantu PPN sebelum rujuk dilaksakan,untuk diserahkan
oleh bendaharawan khusus KUA Kecamatan Yang mewilayahi.
 Pebukuan, Penyimpanan dan Penyetoran.

Biaya pencatatn rujuk yang diterima oleh khususws dicatat


dalam buku kas tabelaris yang disediakan.Sebelum disetorkan, semua
biaya pencatatn rujuk harus disimpan dalam rangkas menurut ketentuan
yang berlaku.

d. Formulir pencatatan

 Formulir pencatatan yang diperlukan dalam pelaksanaa pencatatan rujuk


diluar Negeri dibagi 3 macam:
a. Formulir pokok, yaitu formulir yang secara menjadi tanggung jawab
dan diisi oleh Pegawai Pencatat Nikah/penghulu, yaitu: - Model D1 :
Buku Pendaftaran Rujuk - Model D2 : Kutipan Buku Pendaftan/Rujuk
b. Formulir pelengkap, yaitu formulir model Tra yang merupakan
kelengkapan dari pelaksanaan rujuk.
c. Formulir mutasi, yaitu formulir model Rc yang dipergunakan untuk
memberitahukan perubahan seseorang kepada Pegawai Pencatat yang
sebenarnya telah mencatat talaknya.
 Pengaturannya:
a. Formulir model R:
- Berbentuk buku dan dijilid berisi 25 lembar,
- Diberi catatan dan sampulnya, ditandatangani lembsr pertama dan
terakhir serta digarap lembar-lembar lainnya oleh Pegawai Pencatat.
- Dicatat penerimaan dan penanggungannya deismbait stock disimpan
secara tertib dan aman dikantor dan tidak boleh dibawa keluar kantor.
b. Formulir model RA:
- Dicatat penerimaan dan pengunaannya dalam buku stock
- Dipergunakan secara berurutan sesuai dengan seri nomornya untuk
mempermudah dan pengontrolan ditulis dengan huruf balok yang
bagus dan jelas menggunakan tinta hitam.
- Dibuat rangkap dua untuk masing-masing suami istri.
- Diserahkan kepada masing-masing suami istri dengan
mempergunakan ekspedisi khusus dengan tanda tangan penerimaan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Cara merujuk dalam Pandangan Hukum Islam terhadap suami istri para ulama
bebeda pendapat. Menurut Hanafi rujuk bisa terjadi dengan perbuatan
meskipuntanpa adanya niat. Berbeda halnya dengan Imam Malik yang
menambahkan harus adanya niat rujuk dari sang suami disamping perbuatan.
Karena menurut Imam Malik rujuk melalui perbuatan saja tidak sah tanpa adanya
niat. Sedangkan menurut Imam Asy-Syafi’i rujuk harus dengan ucapan yang jelas
bagi orang yang dapat mengucapkannya, dan tidak sah jika hanya dengan
perbuatan, pendapat tersebut bisa dipahami bahwa ucapan yang jelas menjadi
syarat sahnya rujuk bagi oarng yang mampu mengucapkan atau tidak bisu.
2. Cara merujuk dalam Tinjauan Hukum Positif adalah rujuk dapat dilakukan
terhadap istri yang masih dalam masa iddah talak raj’I dengan syarat adanya
persetujuan dan kerelaan istri dan tidak disertai dengan pembayaran iwad, setelah
mendapatkan persetujuan dari istri, bekas suami datang bersama-sama istrinya
kePegawai Pencatat Nikah yang ada di daerah suami istri tersebut, kemudian
rujuk diucapkan oleh suami dihadapan Pegawai Pencatat Nikah atau P3NTR
dengan dihadiri dua orang saksi yang adil.
3. Hasil analisis penulis persamaan dan perbedaan rujukantara Hukum Islam dan
Hukum Positif. Persamaannya adalah istri yang akan dirujuk harus memenuhi
syarat-syarat sebagaimana yang ditentukan dalam syara, yaitu: baligh/dewasa,
berakal sehat, tidak dipaksa dan tidak dalam keadaan murtad, dengandisaksikan
dua orang saksi dan diwajibkan dengan lafadz (ucapan). sedangkan perbedaannya
tata cara rujuk antara Hukum Islam dan Hukum Positif,yaitu:dalam Hukum Islam
perbedaannya adalah rujuk dapat dilakukan ditempat suami istri, dengan cara
menggauli, tidak dibutuhkan kerelaan istri, dan tidak disyaratkan dua orang saksi
tanpa adanya pencatatan resmi. Adapun dalam Hukum Positif perbedaanya adalah
rujuk dilaksanakan dengan cara mendatangi ke Pegawai Pencatat Nikah atau
Pembantu P3N yang mewilayahi tempat tinggal suami istri dengan membawa
penetapan tentang terjadinya talak dan surat keterangan lain yang diperlukan,
kerelaan atau persetujuan istri menjadi syarat untuk sahnya rujuk dihadapan
Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu P3N, dan setiap orang yang hendak rujuk
akan dicatat akta rujuknya oleh Pegawai Pencatat Akta Nikah dan disyaratkan
untuk melafadzkan kata-kata rujuk dihadapan Pegawai Pencatat Akta Nikah dan
dihadiri oleh dua orang saksi yang adil.

B. Saran
Demikian makalah yang penulis buat, semoga dengan adanya makalah ini dapat
menambah wawasan dan pemahaman kita mengenai Rujuk dan Tata Cara Rujuk.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
baik dari segi tulisan maupun referensi yang menjadi bahan rujukan. Untuk itu
penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang diberikan, guna
penyempurnaan makalah penulis berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Himpunan Peraturan dan perundang-undangan tentang perkawinan, Jakarta:


Akademika presindo, 1986

Abidin, Selamet, Fikih Munakahat, Bandung: CV PustakaSetia, 1999

Aburrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Jakarta: CV Akademika persindo, 1992

Ad-Dimasyqi, Muhammad bin Abdurrahman, Syaikh al-Allamah, Fiqih Empat Mazhab,


Bandung: Hasyimi, 2013

Al-Asqalani, Hajar, Ibnu, Terjemah Bulughul Maram, Jakarta: Pustaka Amani 2000

Al-Baijuri, Ibrahim,Syeh, Al-Baijuri, London: Dar Al-Fiqri, Beirut, Juz 2, 1994

Al-Husaini, Takyuddin Abi Bakar bin Muhammad, mAl-Imam Kifayatu

Ahyar, Surabaya: Bina Ilmu 1997

Aliyas’ad, fathul mu’in, Yogyakarta: menara kudus, 1996

Al-Maragi, Mustofa, Ahmad, Tafsir Al maragi, juz 1, 2, 3, Semarang: CV Toha Putra 1974

Amrin M. Tatang, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1995

Ari kunto Suharsini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: RinekaCipta

Ayyub, Hasan, Syaikh, Fikih Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2011

Darsono, Ibrahim, PenerapanFikih, solo: PT TigaSrangakaiPustakaMandiri, 2003

Departemen Agama RI, AI-Qur’an danTerjemah, Bandung: PT Sygma, 2009

You might also like