Professional Documents
Culture Documents
Rujuk Dalam Islam
Rujuk Dalam Islam
Rujuk Dalam Islam
Kelompok 6 :
Zulkifli ( 203090004)
Anna Safitriy ( 203090014)
Nurhalizah K.Ma’asari ( 203090027)
Nurul Husna ( 203090078)
Andini ( 203090040)
Moh Arif M As ( 203090026)
FAKULTAS SYARIAH
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha kuasa atas berkat dan rahmat-nya,
sehingga dipermudah dalam penyusunan makalah ini. Sholawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W. Beserta kepada seluruh keluarga,
sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Makalah ini kami buat untuk diajukan sebagai tugas dari mata kuliah hukum Perkawinan
mengenai “Rujuk Dan Tata Cara”.Tentunya dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Maka penulis berharap adanya kritikan dan masukan untuk perbaikan
makalah yang di buat di masa yang akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
A. Pengertian Rujuk dalam Hukum Islam.......................................................................................3
B. Dasar Hukum Rujuk dalam Islam...............................................................................................4
C. Rukun dan Syarat Rujuk dalam Islam........................................................................................6
D. Macam-macam Rujuk...................................................................................................................7
E. Tata Cara Rujuk Menurut Hukum Islam...................................................................................8
F. Pengertian Rujuk dalam Hukum Positif....................................................................................10
G. Tata Cara Rujuk dalam Kompilasi Hukum Islam....................................................................11
BAB III.....................................................................................................................................................16
PENUTUP................................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan
ummat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina
dalam sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat. Dalam rumah tangga
berkumpul dua insan yang berlain jenis (suami-istri), mereka saling berhubungan agar
mendapat keturunan sebagai penerus generasi insan-insan yang berada dalam rumah
tangga itulah yang disebut “keluarga‟.Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu
bangsa, keluarga yang dicita-citakan dalam ikatan perkawinan yang sah adalah keluarga
sejahtera dan bahagia yang selalu mendapat ridha dari Allah SWT.Dalam kehidupan
rumah tangga tidak selamanya rukun, akan banyak aneka faktor yang menyebabkan
disharmoni keluarga, yang kadang disebabkan oleh adanya faktor pisikologis, biologis,
ekonomis, organisasi, bahkan perbedaan budaya serta tingkat pendidikan antara suami
dan istri. Oleh karena itu prinsip-prinsip perkawinan dalam Islam merupakan suatu
keharusan dan keniscayaan untuk selalu di bina sejak dini, karena bagaimanapun juga
hidup berumah tangga tidak selamanya berjalan dengan mulus dari hambatan-hambatan,
persoalan-persoalan muncul saling berganti dalam kehidupan rumah tangga.
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam terhadap Mekanisme Rujuk.
2. Untuk mengetahui Tinjauan Hukum Positif terhdap Meknisme Rujuk.
3. Untuk mengetahui Persamaan dan Perbedaan Mekanisme Rujuk dalam Hukum Islam dan
Hukum Positif.
BAB II
PEMBAHASAN
Rujuk berasal dari bahasa arab yaitu raja‟a - yarji‟u - ruju‟an yang berarti kembali atau
mengembalikan. Rujuk menurut istilah adalah mengembalikan status hukum perkawinan
secara penuh setelah terjadi thalak raj‟i yang dilakukan oleh bekas suami terhadap bekas
istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu.1
Rujuk ialah mengembalikan istri yang telah dithalak pada pernikahan yang asal sebelum
diceraikan.
Pada dasarnya para ulama madzhab sepakat, walaupun dengan redaksi yang berbeda
bahwa rujuk adalah kembalinya suami kepada istri yang dijatuhi talak satu atau dua,
dalam masa iddah dengan tanpa akad nikah yang baru, tanpa melihat apakah istri
mengetahui rujuk suaminya atau tidak, apakah ia senang atau tidak, dengan alasan bahwa
1
Djaman Nur, Fiqih Munakahat, (Bengkulu: Dina Utama Semarang, 1993), h.174
2
Abdurrahman, Al-jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba‟ah, ( Mesir: Al-Maktab AtTijariyati Al-Kubro), h. 377
3
Abdurrahman Al-jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba‟ah, …, h.377
4
Abdurrahman Al-jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba‟ah, …, h. 377
istri selama masa iddah tetapi menjadi milik suami yang telah menjatuhkan talak tersebut
kepadanya.
Bekas suami dalam masa iddah berhak merujuk istrinya itu dan mengembalikan
sebagaimana suami istri yang sah secara penuh, namun karena timbulnya keharaman itu
berdasarkan thalak yang diucapkan oleh bekas suami kepada bekas istrinya itu.
Maka untuk membolehkan kembali bekas istri menjadi istrinya lagi harus dengan
pernyataan rujuk yang diucapkan oleh bekas suaminya tersebut.
Adapun dasar hukum rujuk terdapat dalam Al-Qur‟an dan AsSunnah, yaitu :
1. Al-Qur‟an
ق هّٰللا ُ فِ ْٓي
َ َت يَتَ َربَّصْ نَ بِا َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلثَةَ قُر ُۤوْ ۗ ٍء َواَل يَ ِحلُّ لَه َُّن اَ ْن يَّ ْكتُ ْمنَ َما َخل ُ َو ْال ُمطَلَّ ٰق
ك اِ ْن اَ َرا ُد ْٓوا ُّ اَرْ َحا ِم ِه َّن اِ ْن ُك َّن يُْؤ ِم َّن بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر َوبُعُوْ لَتُه َُّن اَ َح
َ ِق بِ َر ِّد ِه َّن فِ ْي ٰذل
هّٰللا
ِ ال َعلَ ْي ِه َّن َد َر َجةٌ ۗ َو ُ ع
َز ْي ٌز ِ ف َولِلرِّ َج ِ ۖ ْاِصْ اَل حًا ۗ َولَه َُّن ِم ْث ُل الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه َّن بِ ْال َم ْعرُو
َح ِك ْي ٌم
Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru‟ tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman merujukinya dalam masa menanti itu. Jika mereka
(para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma‟ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai
satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”.5
ان ۗ َواَل يَ ِحلُّ لَ ُك ْم اَ ْن تَْأ ُخ ُذوْ ا ِم َّمٓا ٍ ْر ْي ۢ ٌح بِاِحْ َس ِ ف اَوْ تَس ٍ ْك بِ َم ْعرُو ٌ ۢ ق َمر َّٰت ِن ۖ فَا ِ ْم َسا ُ اَلطَّاَل
ٰاتَ ْيتُ ُموْ هُ َّن َش ْيـًٔا آِاَّل اَ ْن يَّ َخافَٓا اَاَّل يُقِ ْي َما ُح ُدوْ َد هّٰللا ِ ۗ فَا ِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل يُقِ ْي َما ُح ُدوْ َد هّٰللا ِ ۙ فَاَل
ٰۤ ُ هّٰللا
ك
َ ول ِٕى َت بِ ٖه ۗ تِ ْلكَ ُح ُدوْ ُد هّٰللا ِ فَاَل تَ ْعتَ ُدوْ هَا َۚو َم ْن يَّتَ َع َّد ُح ُدوْ َد ِ فَا ْ َاح َعلَ ْي ِه َما فِ ْي َما ا ْفتَد َ ُجن
ٰ هُم
َالظّلِ ُموْ ن ُ
5
Departeen Agama Ri, Al-Qur‟an dan Terjemah,…, h. 36
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu oleh rujuk lagi dengan cara
yang ma‟ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa
keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada
dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya brangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itula orang-orang yang zalim”.6
Hak rujuk yang terkandung pada ayat-ayat diatas, adalah hak yang diberikan oleh syari‟at
Islam kepada bekas suami selama masa iddah, karena itu suami tidak membatalkannya,
walaupun ada suami yang berkata: “tidak ada rujuk bagiku”. Rujuk dapat dilakukan
manakala talak yang dijatuhkan suami adalah talak raj‟i, bukan talak ba‟in atau talak
tebus.
Dalam ayat tersebut menerangkan, bahwa masa iddah adalah masa berfikirnya suami
dan istri, apakah suami akan kembali kepada bekas istrinya atau tidak. Apabila suami
berpendapat bahwa ia boleh rujuk dalam masa iddah tersebut, tetapi beranggapan
bahwa ia tidak mampu melanjutkan kehidupan rumah tangganya, maka ia harus rela
melepaskan bekas istrinya secara baik dan jangan mengahalangi ketika istri itu akan
6
Departeen Agama Ri, Al-Qur‟an dan Terjemah,…, h. 37
7
Departemen Agama Ri, Al-Qur‟an dan Terjemah,…, h. 37
melakukan perkawinan dengan laki-laki lain. Ayat di atas pada hakekatnya niat suami
untuk merujuk istrinya tersebut didasari dengan maksud ishlah. Sehingga dapat
memungkinkan adanya perbaikan rumah tangga yang kedua kalinya.
a. Sabda Nabi Saw. Dalam kisah umar, hadits riwayat Bukhari dan muslim.
ق ا ْم َرَأتَهُ َو ِه َي َحاِئضٌ َعلَى َع ْه ِد َرسُوْ ِل هللاِ ص فَ َسَأ َل َ َّع َِن َع ْب ِد هللاِ ْب ِن ُع َم َر رض اَنَّهُ طَل
ُمرْ هُ فَ ْلي َُرا ِج ْعهَا ثُ َّم:ال َرسُوْ ُل هللاِ ص َ َ فَق. َب َرسُوْ َل هللاِ ص ع َْن ذلِك ِ ُع َم ُر ب ُْن ْالخَ طَّا
ق قَب َْل اَ ْن ْ ْض ثُ َّم ت
َ َّ َو اِ ْن َشا َء طَل. ثُ َّم اِ ْن َشا َء اَ ْم َسكَ بَ ْع ُد.َطهُ َر َ َطه َُر ثُ َّم ت َِحي ْ ْليُ ْم ِس ْكهَا َحتَّى ت
163 ق لَهَا النّ َسا ُءالبخارى َ َّك ْال ِع َّدةُ الَّتِىا َ َم َر هللاُ اَ ْن يُطَل
َ فَتِ ْل، َّيَ َمس
Artinya: “Diriwayatkan dari ibnu umar r.a berkata. “sesungguhnya dia telah menceraikan
istrinya dalam keadaan haid. Khusus itu terjadi pada jaman Rasulullah SAW. Kemudian
masalah itu ditanyakan oleh Umar bin Al-khathab kepada Rasulullah Saw,. Ia,. Lalu
beliau bersabda, “perintahkan supaya dia rujuk (kembali) kepada istrinya, kemudian
menahannya sampai istrinya suci, kemudian haid lagi, kemudian suci lagi kemudian
apabila mau, dia dapat menahannya ataupun menceraikannya, asalkan dia belum
mencampurinya, itulah tempo iddah yang diperintahkan oleh Allah yang maha mulia lagi
maha agung bagi yang diceraikan.8HR. Bukhari juz 6, hal. 163].
Kemudian hadits di atas menjelaskan bahwa jika seseorang menghendaki ridho Allah
Swt. Maka perceraian bukanlah jalan terbaik dari sebuah perkawinan untuk berakhir.
Adanya masa iddah dalam perceraian merupakan upaya untuk berfikir kepada suami
memberikan pemulihan langakah yang terbaik dengan beberapa pertimbangan demi
kemaslahatan hidupnya yang lebih lanjut dalam keluarga.
8
Sohari dan Mahfud Salimi, Hadits Ahkam II, „‟Hadits-Hadits Hukum”, (Cilegon: LP Ibek, 2008), h. 95
9
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, …, h. 341
10
Selamet Abidin, Fikih Munakahat, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h. 154
b. Istri yang tertentu. Kalau suami menalak beberapa istrinya, kemudian ia rujuk
kepada salah seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukkan,
rujuknya itu tidak sah.
c. Talaknya adalah talak raj‟i. jika ia ditalak dengan talak tebus atau talak tiga, ia
talak dapat dirujuk lagi.11 Kalau bercerainya dari istri secara fasakh atau khulu
atau cerai dengan istri yang ketiga kalinya, atau istri belum pernah dicampuri,
maka rujuknya tidak sah.12
d. Rujuk itu terjadi sewaktu istri masih dalam iddah talaq raj‟i. laki laki masih
mempunyai hubungan hukum dengan istri yang ditalaknya secara thalaq raj‟i,
selama masih berada dalam iddah. Sehabis iddah itu putuslah hubungannya sama
sekali dan dengan sendirinya tidak lagi boleh dirujuknya.13
2. Suami Rujuk itu dilakukan oleh suami atas kehendak sendiri, artinya bukan, atau laki-
laki yang merujuk adalah suami bagi perempuan yang dirujuk yang dia miliki dia
menikahi istrinya itu dengan nikah yang sah, dan laki-laki yang merujuk mestilah
seseorang yang mampu melaksanakan pernikahan dengan sendirinya, yaitu telah
dewasa dan sehat akalnya dan bertindak dengan kesadarannya sendiri. Seseorang
yang masih belum dewasa atau dalam keadaan gila tidak ada rujuk yang dilakukan.
Begitu pula bila rujuk itu dilakukan atas paksaan dari orang lain, tidak sah rujuknya.
Tentang sahnya rujuk orang yang mabuk karena sengaja minum yang memabukan,
ulama beda pendapat sebagaimana beda pendapat dalam menetapkan sahnya akad
yang dilakukan oleh orang mabuk.14
3. Saksi Dalam hal ini Para ulama masih berbeda pendapat, apakah saksi itu wajib
menjadi rukun atau sunat. Sebagian mengatakan wajib, sedangkan yang lain
mengatakan tidak wajib, melainkan hanya sunat.
Fuqoha telah berpendapat tentang adanya saksi dalam rujuk, apakah ia menjadi syarat
sahnya rujuk atau tidak. Imam Malik berpendapat bahwa saksi dalam rujuk adalah
disunahkan, sedangkan Imam Syafi‟i mewajibkan adanya dua orang saksi
sebagaimana yang berlaku dalam akad nikah.
D. Macam-macam Rujuk
1. Hukum rujuk pada talak raj’i
Kaum muslimin telah sependapat bahwa suami mempunyai hak rujuk istri pada talak
raji selama masih berada dalam masa iddah tanpa mempertimbangkan persetujuan
istri, Fuqoha juga sependapat bahwa syariat talak raji ini harus terjadi setelah dukhul
(pergaulan) dan rujuk dapat terjadi dengan kata-kata dan saksi.
11
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2011), h. 328
12
Selamet Abidin, Fikih Munakahat, …, h. 154
13
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, …, h. 341
14
Amir Syarifuddin, Hukum perkawinan Islam di Indonesia, …, h. 341
Adapun batas-batas tubuh bekas istri yang boleh dilihat oleh suami, fuqoha
berselisih pendapat mengenai batas-batas yang boleh dilihat oleh suami dari istrinya
yang dijatuhi talak raj‟i selama ia berada dalam masa iddah.
Malik berpendapat bahwa suami tidak boleh bersepi-sepi dengan istri tersebut,
tidak boleh masuk kekamarnya kecuali atas persetujuan istri, dan tidak boleh melihat
rambutnya.
Abu Hanifah berpendapat bahwasanya tidak mengapa (tidak berdosa) istri tersebut
berhias diri untuk suaminya, memakai wangiwangian, serta menampakan jari-jemari
dan celak. Pendapat ini dikemukakan pula oleh Tsauri, Abu Yusuf, dan Auza‟i.15
15
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid , …, h. 593
16
Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab, (Bandung: Hasyimi,
2013). h .354
Para Ulama memperbolehkan seorang suami untuk merujuk istrinya dengan beberapa
cara di antaranya yaitu merujuk istrinya yang tertalak raj‟i dengan melafadkan, baik
dengan lafad yang jelas (sarih) sebagaimana seorang suami mengatakan kepada istrinya
yang tertalak raj‟i dengan ucapan “raja’tuki” yang artinya aku merujuk engkau maupun
dengan sindiran (kinayah) sebagaimana seorang suami mengatakan kepada istrinya yang
tertalak raj‟i dengan perkataan “zawajtuki” yang berarti aku kawini engkau.
Diperbolehkan juga merujuk istrinya dengan menggunakan lafad selain bahasa arab,
meskipun seseorang itu mahir menggunakan bahasa arab.17
Merujuk dengan menggunakan lafad yang sarih (jelas) tidak membutuhkan niat ketika
mengucapkannya. Namun apabila suami hendak merujuk istrinya yang tertalak dengan
menggunakan lafad kinayah (sindiran) maka niat untuk merujuk menjadi syarat sahnya.
Disyaratkan untuk mentakyin (menentukan) bagi seseorang yang hendak merujuk istri-
istrinya yang tertalak. Tidak cukup hanya dengan mengucapkan rajaktu al-mutalakah
(aku merujuk wanita yang tertalak), Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalah
fahaman siapa yang hendak ia rujuk, apakah salah satu dari mereka atau keseluruhan
istrinya yang telah tertalak.
Merujuk dengan cara melafadkan para ulama berpendapat bahwa merujuk tidak
mewajibkan adanya saksi, namun hanya mensunahkan saja. dengan alasan bahwa
perceraian saja dapat terjadi tanpa adanya saksi, maka begitu juga dalam masalah rujuk
tanpa adanya saksi rujuk sah hukumnya. Disyaratkan pula dalam merujuk tidak
menggantungkan rujuknya.
17
Syeh Ibrahim Al-Baijuri, Al-Baijuri, (London: Dar Al-Fiqri, Beirut, Juz 2, 1994), h. 218
18
Abd Ar-Rahman Al-Jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba‟ah,..., h.
istrinya maupun tidak disertai niat, apabila hal itu dilakukan maka akan
mendapatkan ta‟zir bukan had.
b. Pendapat Ulama Hanafiyah
Sah hukumnya merujuk istri dengan perbuatan (menggaulinya) dengan syarat
suami yang hendak merujuk dengan perbuatan harus di sertai adanya sahwat.
Begitu juga diperbolehkan bagi suami berduaan dengan istrinya dan masuk ke
rumahnya tanpa minta izin terlebih dahulu, dan di sunahkan bagi sang suami
untuk memberi tahu terlebih dahulu dengan memberikan tanda baginya sebelum
masuk rumah dan apabila tidak melakukan hal ini maka hukumnya makruh. Hal
tersebut diperbolehkan apabila suami berkeinginan merujuk istrinya. Sedangkan
apabila suami tidak berkeinginan merujuknya maka hukumnya makruh tanzih,
karena terkadang dengan berduaan suami akan menyentuh istri dengan sahwat,
yang dengan hal itu dikatakan rujuk sedangkan sang suami tidak berkeinginan
merujuknya. Sehingga suami harus mentalaknya kembali karena tidak adanya
keinginan untuk rujuk, yang hal ini akan berakibat terhadap lamanya masa idah
bagi istri dan hal ini tidak baik.
c. Pendapat Ulama Malikiyah
Sah hukumnya merujuk istri yang tertalak raj‟i dengan cara menggaulinya,
ketika sang suami berniat merujuk istrinya begitu juga diperbolehkah bagi suami
yang berniat merujuk istrinya bermesraan dengannya, dengan cara menyentuh,
melihat aurotnya, berduaan dan menggaulinya. Namun apabila sang suami
melakukan hal tersebut tanpa ada niat untuk merujuk Maka hukumnya haram
menggauli istrinya.
Di sini peranan niat menjadi faktor yang utama dengan kata lain niat menjadi
syarat utama untuk seseorang dapat merujuk istrinya yang tertalak raj‟i dengan
cara menggaulinya. Sehingga walaupun terjadi hubungan di antara suami isteri
bukan berarti hal tersebut bisa dianggap rujuk bila tidak disertai dengan niat
untuk merujuk isterinya.
d. Pendapat Ulama Hambali
seseorang yang telah mentalak istrinya dengan talak raj‟i dapat merujuk istrinya
dengan cara menggaulinya, baik dengan niat untuk merujuk istrinya maupun
tidak berniat untuk merujuknya. Dengan demikian bahwa seorang suami yang
menggauli istrinya secara otomatis ia telah merujuk istrinya yang tertalak raj‟i
meskipun suami tidak berniat untuk merujuk istrinya.19
Rujuk menurut Hukum Positif adalah kembalinya bekas suami kepada bekas istri yang
masih dalam masa iddah raj‟i atau disebut thalak satu dan dua. Bekas suami dalam masa
iddah berhak merujuk istrinya itu dan mengembalikan sebagaimana suami istri yang sah
secara penuh, namun karena timbulnya keharaman itu berdasarkan thalak yang
diucapkan oleh bekas suami kepada bekas istrinya itu.Maka untuk membolehkan
19
Abd Ar-Rahman Al-Jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba‟ah,..., h. 332
Kembali bekas istri menjadi istrinya lagi harus dengan pernyataan rujuk yang diucapkan
oleh bekas suaminya tersebut.
Tata Cara dan Prosedur rujuk telah diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3
Tahun 1975 tentang kewajiban Pegawai Pencatat Nikah dan Tata Kerja Pengadilan
Agama dalam melaksanakan Peraturan Perundang-undangan perkawinan bagi yang
Beragama Islam, kemudian dikuatkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 167, 168,
dan 169. Dalam Permenag RI tersebut, rujuk diatur dalam pasal 32, 33, 34, dan 38.20
G. Tata Cara Rujuk dalam Kompilasi Hukum Islam
Tata Cara Rujuk dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam pasal 167-169 yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 167
a. Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersama-sama istrinya ke Pegawai
Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat
tinggal suami istri dengan membawa penetapan tentang terjadinya talak dsn surat
keterangan lain yang perlakukan.
b. Rujuk dilakukan dengan persetujuan istri dihadapan Pegawai Pencatat Nikah
atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah.
c. Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah memeriksa dan
Menyelidiki apakah suami yang akan merujuk itu memenuhi syarat-syarat
merujuk menurut hukum munakahat, apakah rujuk yang akan dilakukan itu
masih dalam iddah talak raj‟i, apakah dan perempuan yang akan dirujuk itu
adalah istrinya.
d. Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masaing yang
bersangkutan beserta saksi-saksi menandatangani Buku Pendaftaran Rujuk.
e. Setelah rujuk itu dilaksanakan, Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai
Pencatat Nikah menasihati suami istri tentang hukum-hukum dan kewajiban
mereka yang berhubungan dengan rujuk.
Pasal 168
a. Dalam hal rujuk dilakukan dihadapan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah daftar
rujuk dibuat rangkap 2 (dua), diisi dan ditandatangani oleh masing-masing yang
bersangkutan beserta saksi-saksi, sehelai dikirim kepada Pegawai Pencatat Nikah
yang mewilayahinya, disertai surat-surat keterangan yang diperlukan untuk
dicatat dalam Buku Pendaftaran Rujuk dan yang lain disimpan.
b. Pengiriman lembar pertama dan daftar rujuk oleh Pembantu Pegawai Pencatat
Nikah dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sesudah rujuk
dilakukan.
20
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 256
c. Apabila lembar pertama dan Daftar Rujuk itu hilang, maka Pembantu Pegawai
Pencatat Nikah membuatkan salinan dan daftar lembar kedua, dengan berita
acara tentang sebab-sebab hilangnya.
Pasal 169
a. Pegawai Pencatat Nikah membuat surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan
mengirimkannya kepada Pengadilan Agama ditempat berlangsungnya talak
yang bersangkutan, dan kepada suami dan istri masing-masing diberikan
kutipan Buku Pendaftaran Rujuk menurut contoh yang ditetapkan oleh Menteri
Agama.
b. Suami istri atau kuasanya dengan membawa kutipan Buku Pendaftaran Rujuk
tersebut datang ke Pengadilan Agama di tempat berlangsungnya talak dahulu
untuk mengurus dan mengambil kutipan Akta Nikah masing-masing yang
bersangkutan setelah tersedia Kutipan Akta Nikah tersebut, bahwa yang
bersangkutan telah rujuk.
c. Catatan yang dimaksud ayat (2), berisi tempat terjadinya rujuk, tanggal rujuk
diikrarkan, nomor dan tanggal Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk dan tanda
tangan Panitera.21
Prosedur rujuk di KUA
a. Persyaratan dan Prosedur Rujuk
Pria yang akan merujuk harus datang bersama wanita yang akan dirujuk
kepenghulu yang mewilayahi tempat tinggalnya dengan membwa:
Surat keterangan untuk merujuk dari parnong Desa (modal
Tra).
Kutipan buku pendaftaran talak (model 82)
Harus di lakukan pemeriksaan rujuk, yaitu:
Apakah suami yang akan merujuk memenuhi syarat rujuk.
Apakah rujuk yang di lakukan masih dalam idah talak raj‟i.
Apakah wanita yang akan di rujuk bekas isteri peria yang akan
merujuk.
Apakah ada persetujuan dari wanita yang akan di rujuk.
Mengucapkan ikrar rujuk Setelah pemeriksaan dan ternyata tidak ada
halangan dan di penuhi syarat, peria yang merujuk mengikrarkan rujuk di
depan wanita yang di rujuk, saksi-saksi dan penghulu.22
21
Suparman Usman, Hukum Islam dan Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 255
22
Dirjen Bimas dan Urusan Haji., Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan ,(Jakarta: dirjen Urusan
Agama Islam, 2015) h.664
b. Proses Pencatatan Rujuk diatur sebagai berikut:
Biaya rujuk Biaya pencatatan rujuk sama dengan biaya pencatatn nikah
biaya pencatatan rujuk diatur berdasarkan pasal 22 ayat 4 Peraturan
Menteri Agama Nomor 2 tahun 1990 yang bersangkutan membayar
hononarium Pembantu PPN yang besarnya ditetapkan oleh kepala kantor
wilayah Departemen Agama dengan Persetujuan Gubernur kepala Daerah
setempat.
Biaya pencatatan
a. Biaya pencatatn rujuk dibayar langsung oleh yang
bersangkutan (suami/isteri) kepada bendahara khusus KUA Kecamatan
yang mencatat peristiwa rujuk, sebelum rujuk dilaksanakan selanjutnya
biaya tersebut disetorkan ke kas Negara dan rekening Menteri Agama
sesuai ketentuan dalam instruksi Menteri Agama No. 3 tahun 1991.
Adapun honorarium Pembantu PPNdiserahkan langsung oleh yang
bersangkutan kepada Pembantu PPN.
b. Biaya pencatatn rujuk yang pemeriksaan dan
pencatatannya dilakukan oleh PPN dibayr oleh yang bersangkutan (suami
isteri) melalui Pembantu PPN sebelum rujuk dilaksakan,untuk diserahkan
oleh bendaharawan khusus KUA Kecamatan Yang mewilayahi.
Pebukuan, Penyimpanan dan Penyetoran.
d. Formulir pencatatan
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Cara merujuk dalam Pandangan Hukum Islam terhadap suami istri para ulama
bebeda pendapat. Menurut Hanafi rujuk bisa terjadi dengan perbuatan
meskipuntanpa adanya niat. Berbeda halnya dengan Imam Malik yang
menambahkan harus adanya niat rujuk dari sang suami disamping perbuatan.
Karena menurut Imam Malik rujuk melalui perbuatan saja tidak sah tanpa adanya
niat. Sedangkan menurut Imam Asy-Syafi’i rujuk harus dengan ucapan yang jelas
bagi orang yang dapat mengucapkannya, dan tidak sah jika hanya dengan
perbuatan, pendapat tersebut bisa dipahami bahwa ucapan yang jelas menjadi
syarat sahnya rujuk bagi oarng yang mampu mengucapkan atau tidak bisu.
2. Cara merujuk dalam Tinjauan Hukum Positif adalah rujuk dapat dilakukan
terhadap istri yang masih dalam masa iddah talak raj’I dengan syarat adanya
persetujuan dan kerelaan istri dan tidak disertai dengan pembayaran iwad, setelah
mendapatkan persetujuan dari istri, bekas suami datang bersama-sama istrinya
kePegawai Pencatat Nikah yang ada di daerah suami istri tersebut, kemudian
rujuk diucapkan oleh suami dihadapan Pegawai Pencatat Nikah atau P3NTR
dengan dihadiri dua orang saksi yang adil.
3. Hasil analisis penulis persamaan dan perbedaan rujukantara Hukum Islam dan
Hukum Positif. Persamaannya adalah istri yang akan dirujuk harus memenuhi
syarat-syarat sebagaimana yang ditentukan dalam syara, yaitu: baligh/dewasa,
berakal sehat, tidak dipaksa dan tidak dalam keadaan murtad, dengandisaksikan
dua orang saksi dan diwajibkan dengan lafadz (ucapan). sedangkan perbedaannya
tata cara rujuk antara Hukum Islam dan Hukum Positif,yaitu:dalam Hukum Islam
perbedaannya adalah rujuk dapat dilakukan ditempat suami istri, dengan cara
menggauli, tidak dibutuhkan kerelaan istri, dan tidak disyaratkan dua orang saksi
tanpa adanya pencatatan resmi. Adapun dalam Hukum Positif perbedaanya adalah
rujuk dilaksanakan dengan cara mendatangi ke Pegawai Pencatat Nikah atau
Pembantu P3N yang mewilayahi tempat tinggal suami istri dengan membawa
penetapan tentang terjadinya talak dan surat keterangan lain yang diperlukan,
kerelaan atau persetujuan istri menjadi syarat untuk sahnya rujuk dihadapan
Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu P3N, dan setiap orang yang hendak rujuk
akan dicatat akta rujuknya oleh Pegawai Pencatat Akta Nikah dan disyaratkan
untuk melafadzkan kata-kata rujuk dihadapan Pegawai Pencatat Akta Nikah dan
dihadiri oleh dua orang saksi yang adil.
B. Saran
Demikian makalah yang penulis buat, semoga dengan adanya makalah ini dapat
menambah wawasan dan pemahaman kita mengenai Rujuk dan Tata Cara Rujuk.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
baik dari segi tulisan maupun referensi yang menjadi bahan rujukan. Untuk itu
penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang diberikan, guna
penyempurnaan makalah penulis berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalani, Hajar, Ibnu, Terjemah Bulughul Maram, Jakarta: Pustaka Amani 2000
Al-Maragi, Mustofa, Ahmad, Tafsir Al maragi, juz 1, 2, 3, Semarang: CV Toha Putra 1974
Amrin M. Tatang, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1995
Ari kunto Suharsini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: RinekaCipta