Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

Psikoborneo, Vol 2, No 1, 2014 : 54-59 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

KONSEP DIRI WANITA YANG TIDAK PERAWAN


DAN KEPUASAN PERKAWINAN
Satiti Nur Fatimah1

Program Studi Psikologi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Mulawarman Samarinda

ABSTRACT. Satisfaction of marriage is the desire of couples because marriage will determine a person's
happiness and life satisfaction. However, the condition of women who aren't virgins at marriage a scourge of
its own within the woman's, and this causes to feelings of remorse and guilt which continuous to squeeze them.
The concept of self made individual can had a picture of himself. This study aimed to determine how the self-
concept of women who aren’t virgins and marital satisfaction that the women feel. This research is a qualitative
that seeks to describe or depict the object to be examined based on the facts on the ground. Subjects in this
research are women aren't virgins when they got married. The results of this study can be seen generally that
the self-concept of women who aren't virgins when married tend to be negative with a negative self-concept
will feel disgusted, feel inferior, guilty, humiliated, feel regret, and angry at herself. Not virgins on woman when
married aren't able to make them feel perfect in the eyes of their husband, this affects the behavior relationship
of the husband and wife and this leads to a lack of marital satisfaction perceived by the wife as the wife's
inability to be proud of himself to their husband, wife's inability to express what is experienced and perceived,
as well as the wife's inability to sustain the argument at the time of the conflict.

Keywords: satisfaction of marriage, self concept, virgins

ABSTRAK. Kepuasan pernikahan adalah keinginan pasangan karena pernikahan akan menentukan kebahagi-
aan dan kepuasan hidup seseorang. Namun, kondisi wanita yang tidak perawan saat menikah menjadi momok
tersendiri dalam diri wanita, dan ini menyebabkan perasaan penyesalan dan rasa bersalah yang terus menerus
menekan mereka. Konsep individu yang dibuat sendiri dapat memiliki gambaran tentang dirinya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsep diri wanita yang tidak perawan dan kepuasan pernikahan yang
dirasakan wanita. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang berupaya mendeskripsikan atau menggam-
barkan objek yang akan diteliti berdasarkan fakta di lapangan. Subjek dalam penelitian ini adalah wanita bukan
perawan ketika mereka menikah. Hasil penelitian ini dapat dilihat secara umum bahwa konsep diri wanita yang
tidak perawan ketika menikah cenderung negatif dengan konsep diri yang negatif akan merasa jijik, merasa
rendah diri, bersalah, terhina, merasa menyesal, dan marah pada diri. Bukan perawan pada wanita ketika meni-
kah tidak dapat membuat mereka merasa sempurna di mata suami mereka, ini mempengaruhi hubungan per-
ilaku suami dan istri dan ini menyebabkan kurangnya kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh istri sebagai
ketidakmampuan istri untuk bangga akan dirinya sendiri kepada suami mereka, ketidakmampuan istri untuk
mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan, serta ketidakmampuan istri untuk mempertahankan argumen
pada saat konflik.

Kata kunci: kepuasan perkawinan, konsep diri, keperawanan

PENDAHULUAN sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan


Perkawinan merupakan kejadian yang mem- wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
iliki makna penting dalam siklus tahap perkembangan keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal ber-
seseorang. Perkawinan yang memuaskan dapat dipas- dasarkan keTuhanan yang maha Esa Pasal 1 UU No.
tikan merupakan dambaan setiap pasangan suami istri 1 (1974).
karena perkawinan akan menentukan kebahagiaan Perkawinan pada dasarnya adalah
dan kepuasan hidup seseorang. Peraturan perundang- menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk men-
undangan di Indonesia mendefinisikan perkawinan capai tujuan bersama. Menurut Gunarsa (1991) dalam

1
Email: tifanysukma@gmail.com
54
Psikoborneo, Vol 2, No 1, 2014 : 54-59 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

perkawinan dua orang menjadi satu kesatuan yang keperawanan dianggap sangat penting sebagai lam-
saling merindukan, saling menginginkan kebersa- bang kesucian bagi seorang perempuan. Begitu pent-
maan, saling memberi dorongan dan dukungan, sal- ingnya keperawanan hingga harus dijaga sebaik
ing melayani sehingga kesemuanya diwujudkan da- mungkin. Banyak kalangan di masyarakat menyakini
lam kehidupan yang dinikmati bersama. Tujuan hilangnya keperawanan sebelum pernikahan merupa-
perkawinan sesungguhnya adalah membentuk kan hal yang memalukan. Kehilangan keperawanan
keluarga bahagia dan kekal. Untuk mencapai yang melanda kaum wanita merupakan penyesalan
keluarga yang bahagia maka diperlukan adanya per- dan perasaan bersalah yang terus menghimpit
samaan antara suami dan istri. Namun hal tersebut mereka, sehingga tidak jarang dari beberapa bentuk
bukanlah hal yang mudah untuk dicapai karena perilaku penyesalan tersebut timbul rasa kek-
seorang lelaki dan perempuan yang melakukan hawatiran tidak akan mendapatkan jodoh karena su-
perkawinan pada dasarnya memang berbeda dengan dah tidak suci lagi. Bahkan untuk memulai hubungan
adanya perbedaan tersebut diperlukan adanya dengan laki-laki, perempuan seperti ini akan berfikir
penyesuaian. seribu kali karena ketakutannya akan penolakan
Asmin (1986) mengatakan bahwa tujuan Fitriawati (2004).
perkawinan mengandung harapan, bahwa dengan me- Kondisi wanita yang sudah tidak perawan
langsungkan perkawinan akan diperoleh suatu keba- tidak dapat dipungkiri menjadi suatu momok
hagiaan, baik materiil maupun spirituil. Kebahagiaan tersendiri dalam diri wanita tersebut, dikarenakan
yang ingin dicapai adalah kebahagiaan yang kekal, masih tingginya kultur timur yang dianut oleh
karenanya perkawinan yang diharapkan juga adalah masyarakat Indonesia. Keperawanan dalam sebuah
perkawinan yang kekal, yang hanya dapat berakhir perkawinan menjadi hal yang sangat penting. Hal ini
dengan kematian salah satu pasangan tersebut. menyebabkan wanita yang sudah tidak perawan be-
Clayton (1975) menyatakan kepuasan rada dalam ketidak beruntungan, dan ini
perkawinan merupakan evaluasi secara keseluruhan mempengaruhi konsep diri mereka. Konsep diri ada-
tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi lah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya
perkawinan atau evaluasi suami istri terhadap seluruh sendiri. Konsep diri merupakan gabungan dari keya-
kualitas kehidupan perkawinan. Lasswell dan Lass- kinan yang dimiliki orang tentang dirinya sendiri,
well (2002) menyebutkan bahwa taraf kepuasan da- karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, as-
lam hubungan perkawinan ditentukan oleh seberapa pirasi serta prestasi Hurlock (1999).
baik suami istri dapat memenuhi kebutuhan pasan- Soemanto (2006) menyatakan bahwa konsep
gannya dan seberapa banyak kebebasan dari hub- diri itu adalah pikiran atau persepsi seseorang tentang
ungan tersebut untuk membiarkan setiap anggotanya dirinya sendiri, dan merupakan faktor penting yang
dalam memenuhi kebutuhan mereka dengan kata lain mempengaruhi tingkah laku. Fitts (Hendriati, 2006)
pasangan suami istri akan merasakan kepuasan mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek
perkawinan apabila berhasil memenuhi kebutuhan penting dalam diri seseorang karena konsep diri
diri sendiri maupun pasangannya. seseorang merupakan kerangka acuan (frame of ref-
Kepuasan merupakan suatu hal yang erence) dalam berinteraksi dengan lingkungan
dihasilkan dari penyesuaian antara yang terjadi Konsep diri wanita berbeda dari konsep diri
dengan yang diharapkan. Atau perbandingan dari pria. Perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor peran
hubungan yang aktual dengan pilihan jika hubungan jenis kelamin. Sejak awal mula kelahirannya, pria dan
yang dijalani akan berakhir (Burgess dan Locke, wanita sudah diperlakukan secara berbeda sesuai
1960). Baik suami ataupun isteri dapat mengalami dengan tuntutan perannya. Garis perbedaan antara
ketidakpuasan dalam pernikahan meskipun tidak ada pria dan wanita sudah dibuat sedemikian jelas sejak
konflik dalam rumah tangganya tetapi mereka juga awal mula kehidupannya (Patmonodewo, 2001).
dapat merasa sangat puas dalam ikatan dengan masa- Konsep diri wanita memiliki beberapa aspek. Di an-
lah penyesuaian yang tidak terpecahkan. taranya adalah aspek fisik. Keadaan fisik merupakan
Fischer (dalam Lailatushifah, 2003) hal yang penting bagi wanita, termasuk di dalamnya
mengemukakan bahwa perasaan tidak puas dalam adalah keperawanan yang juga secara biologis meru-
suatu perkawinan merupakan awal dari kegagalan pakan bagian dari kelengkapan tubuh wanita. Kepera-
perkawinan. Seseorang yang tidak puas dengan wanan merupakan sebuah simbol diri wanita. Maka
perkawinannya akan memilih perceraian sebagai titik bila hal ini hilang atau rusak, akan membawa
tolak akhir bila berbagai upaya yang dilakukan tidak pengaruh pada konsep dirinya.
dapat memperbaiki kondisi perkawinan yang mem- Akhir-akhir ini muncul fenomena terjadinya
buruk. pergeseran nilai dalam masyarakat. Tuntutan dalam
Budaya Indonesia juga beranggapan bahwa masyarakat dan harapan kaum pria akan keperawanan
seks bebas dan aktivitas seksual dianggap tabu dan wanita sebelum menikah, membuat keperawanan
menjadi salah satu tolak ukur bagi wanita dengan
55
Psikoborneo, Vol 2, No 1, 2014 : 54-59 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

demikian bila terjadi kesenjangan antara harapan Spanier dan Cole (Prasetya, 2004) mendefin-
ideal dengan kenyataan diri yang ada, maka akan isikan kepuasan perkawinan sebagai evaluasi subjek-
berdampak pada konsep diri wanita. tif menganai perasaan seseorang atas pasangannya,
atas perkawinannya, dan atas hubungannya dengan
TINJAUAN PUSTAKA pasangannya. Chappel dan Leigh (Retnowati & Pu-
Kepuasan Perkawinan jiastuti, 2004) menyebutkan kepuasan perkawinan se-
Menurut Chaplin (2006) kepuasan adalah bagai evaluasi subjektif terhadap kualitas pernikahan
suatu keadaaan kesenangan dan kesejahteraan yang secara keseluruhan. Apabila seseorang merasa puas
disebabkan karena seseorang telah mencapai tujuan terhadap perkawinan yang telah dijalaninya, maka ia
dan sasaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia beranggapan bahwa harapan, keinginan dan tujuan
(1991) kepuasan diartikan perihal (yang bersifat) yang ingin dicapai pada saat ia menikah telah ter-
puas, kesenangan, kelegaan. Kata puas sendiri berarti penuhi, baik sebagian ataupun seluruhnya. Ia merasa
merasa senang, lega, gembira, kenyang, dan se- hidupnya lebih berarti dan lebih lengkap dibanding-
bagainya karena sudah terpenuhi hasrat hatinya lebih kan dengan sebelum menikah.
dari cukup.
Kepuasan menurut Alston dan Dudley (Hur- Konsep Diri
lock, 1999) diartikan sebagai kemampuan seseorang Konsep diri didefinisikan oleh Hardy dan
untuk menikmati pengalaman-pengalamannya yang Heyes (1988) sebagai pengetahuan dan sikap
disertai tingkat kegembiraan. Kepuasan juga merupa- mengenai siapa dirinya serta mengembangkan sikap
kan sesuatu yang menyenangkan yang timbul bila dan perilaku tersebut terhadap dirinya sendiri. Rais
kebutuhan dan harapan-harapan tertentu serta tujuan- (Gunarsa & Gunarsa, 2006) berpendapat tentang
tujuan tertentu individu tercapai atau terpenuhi. istilah konsep diri itu sendiri, maka harus dibedakan
Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dengan istilah kepribadian. Kepribadian itu terbentuk
tentang perkawinan adalah ikatan lahir batin antara berdasarkan penglihatan orang lain terhadap diri
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
sendiri, jadi pandangan dari luar. Konsep diri se-
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan baliknya, merupakan sesuatu yang ada dalam diri
Ketuhanan yang Maha Esa. Walgito (2002) sendiri, jadi pandangan dari dalam atau dengan cara
mengartikan perkawinan sebagai bersatunya seorang yang lebih mudah di mengerti, dapat dikatakan bahwa
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri untuk kepribadian adalah "saya" seperti orang lain melihat
membentuk keluarga. "saya" dan konsep diri adalah "saya" seperti
Clayton (1975) menyatakan kepuasan "saya"melihat diri "saya" sendiri. Jadi, konsep diri
perkawinan merupakan evaluasi secara keseluruhan merupakan pendapat mengenai diri sendiri dan hanya
tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi terdapat dalam pikiran seseorang dan bukan dalam re-
perkawinan atau evaluasi suami istri terhadap seluruh alitas yang konkrit.
kualitas kehidupan perkawinan. Lasswell dan Hurlock (1999) menyatakan bahwa konsep
Lasswell (2002) menyebutkan bahwa taraf kepuasan diri sebenarnya adalah konsep seseorang tentang
dalam hubungan perkawinan ditentukan oleh siapa dirinya. Konsep ini merupakan bayangan cer-
seberapa baik suami istri dapat memenuhi kebutuhan min, yang ditentukan sebagian besar oleh peran dan
pasangannya dan seberapa banyak kebebasan dari hubungan dengan orang lain, dan reaksi orang lain
hubungan tersebut untuk membiarkan setiap terhadapnya.
anggotanya dalam memenuhi kebutuhan merek.
Menurut Stuart dan Sundeen sebagaimana
Dengan kata lain pasangan suami istri akan merasa-
dikutip oleh Keliat, konsep diri merupakan semua ide,
kan kepuasan perkawinan apabila berhasil memenuhi
kebutuhan diri sendiri maupun pasangannya. pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui in-
Rosen‐Grandon, Myers dan Hattie (2004) ber- dividu tentang dirinya dan mempengaruhi individu
pendapat bahwa kepuasan perkawinan merupakan dalam berhubungan dengan orang lain Keliat (1992).
suatu sikap yang relatif stabil dan mencerminkan Konsep diri merupakan gambaran yang dimil-
evaluasi keseluruhan individu dalam suatu hubungan iki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui
pernikahannya. Kepuasan perkawinan ini tergantung pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari in-
atas kebutuhan individu, harapan, dan keinginan dari teraksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan meru-
hubungan yang dijalaninya. Sebenarnya, konsep ini pakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari
hampir sama dengan definisi kebahagiaan pernikahan pengalaman yang terus-menerus dan terdiferensiasi.
karena hanya individu yang menjalaninya yang Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-
mampu mengatakan bagaimana kebahagiaan atau saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang
kepuasan mereka. mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari,
Hendriati (2006).
56
Psikoborneo, Vol 2, No 1, 2014 : 54-59 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Soemanto (2006) menyatakan bahwa konsep Pada subyek kedua perasaan menyesal, ber-
diri itu adalah pikiran atau persepsi seseorang tentang salah, minder, perasaan tidak mampu membanggakan
dirinya sendiri, dan merupakan faktor penting yang dirinya sendiri didepan suami menyebabkan ku-
mempengaruhi tingkah laku. Sedangkan menurut rangnya kepuasan perkawinan yang dominan pada
Chaplin (2006) bahwa self concept diartikan sebagai ekspresi dari afeksi dimana kurangnya perhatian dan
evaluasi individu mengenal diri sendiri, penilaian kasih sayang yang diberikan suami, ditambah dengan
atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu kurangnya kepuasan perkawinan dalam hal komu-
yang bersangkutan. Fitts (Hendriati, 2006) nikasi membuat setiap terjadinya konflik tidak dapat
mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek diselesaikan secara baik dan dibiarkan begitu saja dan
penting dalam diri seseorang. Karena konsep diri menyebabkan seksualitas keintiman tidak terpuaskan.
seseorang merupakan kerangka acuan (frame of ref- Pada subyek ketiga perasaan tidak mampu
erence) dalam berinteraksi dengan lingkungan. membanggakan dirinya dihadapan suami, perasaan
Calhoun dan Acocella (1995) menjelaskan bersalah, perasaan jijik pada diri sendiri, perasaan
bahawa konsep diri adalah gambaran mental diri minder menyebabkan kurangnya kepuasan perkawi-
sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang diri nan yang dominan pada komunikasi, penyelesaian
sendiri, pengharapan bagi diri sendiri, dan penilaian masalah, ekspresi dari afeksi dan seksualitas dan
terhadap diri sendiri. Rosenberg (dalam Burns, 1993) keintiman karena ketidakmampuan subjek untuk
mendifinisikan konsep diri sebagai perasaan harga mengutarakan atau menyampaikan rasa tidak puas
diri atau sebagai suatu sikap positif atau negative ter- saat melakukan hubungan intim, serta kurangnya per-
hadap suatu objek khusus yaitu "diri". Perasaan harga hatian dan kasih sayang yang diberikan oleh suami
diri menyatakan secara tidak langsung bahwa dia kepada subjek.
seorang yang berharga, menghargai dirinya sendiri
terhadap sebagai apa dia sekarang, tidak mencela ten- Kesimpulan dan Saran
tang apa yang tidak ia lakukan, dan tingkatan dia me- Kesimpulan
rasa positif tentang dirinya sendiri. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah se-
Perasaan harga diri yang rendah menyiratkan bagai berikut:
penolakan diri, penghinaan diri dan evaluasi diri yang 1. Pada subjek RS, konsep diri yang cenderung
negatif. negatif yang dimiliki oleh subjek RS membuat
subjek merasa kurangnya kepuasan perkawinan
METODE PENELITIAN dalam hal komunikasi, seksualitas dan keintiman
Metode penelitian yang digunakan dalam serta manajemen konflik. Akan tetapi dalam hal
penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek pada ekspresi dari afeksi subjek RS merasa tetap
penelitian ini adalah istri yang tidak perawan pada mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari
saat menikah dengan menggunakan teknik purposive suaminya. Dengan konsep diri yang cenderung
sampling. Metode pengumpulan data yang dimaksud negatif subjek tidak mampu untuk dapat mem-
pada penelitian ini adalah menggunakan metode banggakan dirinya sendiri didepan suaminya, dit-
pengumpulan data secara kualitatif berupa wa- ambah dengan perasaan bersalah, menyesal,
wancara mendalam. Alat pengukuran atau istrumen minder, merasa disepelekan, jijik, merasa marah
yang digunakan yaitu pedoman pedoman wawancara. pada diri sendiri.
Teknik analisa data yang digunakan yaitu teknik ana-
2. Kemudian pada subjek EE, kondisi konsep diri
lisa model interaktif menurut Miles dan Huberman
yang cenderung negatif menyebabkan kurangnya
(Sugiyono, 2010). Terdiri dari reduksi data, penyajian
data, dan kesimpulan/verifikasi. kepuasan dalam perkawinan. Terutama dalam
hal komunikasi seperti kurangnya rasa percaya
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN dari suami dan seksualitas keintiman dimana
Pada hasil penelitian terkait dengan konsep subjek tidak berani mengatakan pada saat subjek
diri wanita yang tidak perawan dan kepuasan tidak mencapai titik kepuasan dan perasaan
perkawinan ditemukan bahwa pada subyek pertama minder yang dirasakan subjek pada saat akan
ditemukan karena konsep diri yang negatif me- berhubungan intim serta kurangnya ekspresi dari
nyebabkan ketidakpuasan perkawinan yang dominan afeksi yang dirasa oleh subjek menjadikan setiap
pada komunikasi yang buruk dan tidak efektif se- terjadi konflik tidak dapat diselesaikan dengan
hingga membuat setiap terjadinya konflik tidak dapat baik dan dengan tuntas.
diselesaikan dan akhirnya membuat hubungan sek- 3. Terakhir pada subjek TF, kondisi konsep diri
sualitas keintiman menjadi tidak terpuaskan. yang negatif menyebabkan kurangnya kepuasan
perkawinan dalam hal komunikasi, seksualitas
57
Psikoborneo, Vol 2, No 1, 2014 : 54-59 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

dan keintiman, manajemen konflik serta ekspresi Chaplin, J. P. (2006). Kamus lengkap psikologi (ter-
dari afeksi yang dirasakan oleh subjek. Karena jemahan Kartini Kartono). Jakarta: PT. Raja
subjek menjadi pribadi yang lebih tertutup ten- Grafindo
tang dirinya dan apa yang subjek rasakan bahkan Clayton, P. R. (1975). The family marriage and social
saat subjek tidak mencapai kepuasan dalam change. Washington DC: Health and Com-
berhubungan intim dengan suaminya subjek pany.
lebih memilih untuk tidak menyampaikannya Gunarsa, S. D. (1991). Psikologi praktis: anak,
dan pada akhirnya setiap terjadi konflik tidak remaja dan keluarga. Jakarta: BPK Gunung
dapat ditangani dan diselesaikan dengan baik. Mulia.
4. Konsep diri istri yang tidak perawan saat meni- Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. (2006). Psikologi
kah cenderung negatif karena pola komunikasi perkembangan anak dan remaja. Jakarta:
yang tidak baik, sehingga istri menjadi kurang PT. BPK Gunung Mulia.
asertif dan menyebabkan komunikasi tidak sepe- Hardy, M., & Heyes, S. (1988). Pengantar Psikologi
nuhnya efektif serta berkualitas saat terjadinya (Edisi Kedua). Jakarta: Erlangga.
konflik dan pada akhirnya menyebabkan ku- Hendriati, A. (2006). Psikologi perkembangan: pen-
rangnya kepuasan perkawinan yang dirasakan. dekatan ekologi kaitannya dengan konsep
diri dan penyesuaian diri pada remaja. Ban-
dung: PT. Refika Aditama.
Saran Hurlock, E. B. (1999). Psikologi perkembangan suatu
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat be- pendekatan sepanjang rentang kehidupan
berapa saran yang diajukan peneliti diantaranya: (terjemahan Istiwidayanti). Jakarta: Er-
a. Dalam menjalani hubungan rasa percaya kepada langga.
pasangan, rela menerima kekurangan pasangan Keliat, A. (1992). Gangguan konsep diri. Jakarta:
masing-masing merupakan aspek yang sangat Buku Kedokteran EGC.
penting demi terjaganya keharmonisan rumah Lailatushifah, S. N. F. (2003). Kesadaran akan
tangga, karena seseorang akan lebih bisa kesetaraan gender dan kepuasan perkawinan
menerima kelebihan daripada kekurangan pada suami istri dalam rumah tangga pekerja
seseorang. Kemudian belajar untuk bisa bersikap ganda. Jurnal Harmoni Sosial, 2, 52-61.
asertif pada istri ataupun wanita yang sudah tidak Laswell, J. T., & Laswell, T. (2002). Marriage and
perawan pada saat menikah. The Family. California: California Publish-
b. Untuk penelitian selanjutnya agar lebih menguta- ing Company.
makan komunikasi yang baik antar pasangan Moleong, L. J. (2008). Metodologi penelitian kuali-
pada suami istri pada istri yang sudah tidak pera- tatif (Ed. Revisi). Bandung: PT Remaja
wan pada saat menikah dan juga komunikasi Rosdakarya Offset.
pasangan bagaimana pandangan suami serta Patmonodewo, S. (2001). Bunga rampai psikologi
komitmen suami pada istri sebelum menikah. perkembangan pribadi: dari bayi sampai
lanjut usia. Jakarta: Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Press.
Arikunto, S. (2001.) Prosedur penelitian: suatu pen- Prasetya, B. E. A. (2004). Hubungan Antara Jumlah
dekatan praktek (Edisi Revisi V Cetakan ke- Anak dengan Kepuasan Pernikahan pada
12). Jakarta: PT Rineka Cipta Kaum Istri di Metro Manila Filipina.
Asmin, S. H. (1986). Status Perkawinan antar Psikowacana, 3 (2), 101-108.
Agama: ditinjau dari Undang-Undang Retnowati, S., & Pujiastuti, E. (2004). Kepuasan per-
Perkawinan No. 1/1974. Jakarta: PT. Dian nikahan dengan depresi pada kelompok
Rakyat. wanita menikah yang bekerja dan yang tidak
Burgess, E. W., & Locke, H. J. (1960). The family: bekerja. Humanitas: Jurnal Psikologi Indo-
From institution to companionship (2nd Edi- nesia, 1 (2), 245-253.
tion). New York: American Book Company. Rosen‐Grandon, J. R., Myers, J. E., & Hattie, J. A.
Burns, R. B. (1993). Konsep diri: teori, pengukuran, (2004). The relationship between marital
perkembangan dan perilaku. Jakarta: Arcan. characteristics, marital interaction pro-
Calhoun, J. F., & Acocella, J. R. (1995). Psikologi cesses, and marital satisfaction. Journal of
tentang penyesuaian dan hubungan keman- Counseling & Development, 82 (1), 58-68.
usiaan. Semarang: IKIP Semarang.

58
Psikoborneo, Vol 2, No 1, 2014 : 54-59 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Soemanto, W. (2006). Psikologi pendidikan landasan Walgito, B. (2002). Bimbingan dan konseling
kerja pemimpin pendidikan. Jakarta: PT. perkawinan. Yogyakarta: Yayasan Penerbi-
Rineka Cipta. tan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah
Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif, Mada.
kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

59

You might also like