Analisis Gaya Bahasa Surat Makkiyah Dan Madaniyah (2) - 2

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 5

ANALISIS GAYA BAHASA SURAT MAKKIYAH DAN

MADANIYAH: ARTIKEL INI MEMBAHAS GAYA BAHASA


DAN RETORIKA YANG DIGUNAKAN DALAM SURAT
MAKKIYAH DAN MADANIYAH

Rosihan Anwar
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Syekh Nurjati Cirebon
e-mail: hanrosy14@gmail.com

Abstract: Makkiyah and Madaniyah letters are two types of letters


in the Al-Qur'an which have their own characteristics. One of the
interesting aspects to be analyzed in these two types of letters is the
style of language and rhetoric used. This article aims to analyze the
style of language and rhetoric in the Makkiyah and Madaniyah
letters.This research was conducted using a qualitative analysis
method of several verses taken from several Makkiyah and
Madaniyah letters. The results of the analysis show that Makkiyah
letters tend to use more figurative language styles, such as
metaphors and similes, to convey messages that are more abstract
and philosophical. Meanwhile, Madaniyah letters tend to use a
clearer and more assertive style of language, especially in matters
relating to laws and procedures for worship. Apart from that,
Makkiyah letters also often use rhetoric that is more emotional and
persuasive in conveying their messages, while Madaniyah letters
focus more on rational and logical arguments. These two types of
letters also have a tendency towards a distinctive use of Arabic and
had a strong influence on the development of Arabic as a literary
language. In conclusion, an analysis of style and rhetoric in the
Makkiyah and Madaniyah letters shows that these two types of
letters have their own characteristics in the use of different language
and rhetoric. This analysis can provide deeper insights in
understanding the messages of the Qur'an and provide inspiration in
the development of Arabic literature and the Arabic language as a
whole.

Keyword: Makkiyah Madaniyah, Language Style, Rethoric

Pendahuluan
Al-Qur'an adalah sumber utama bagi umat Muslim dalam mempelajari
dan memahami agama Islam. Selain sebagai pedoman hidup, Al-Qur'an juga
dapat dijadikan sebagai objek penelitian dalam berbagai bidang ilmu, termasuk
sastra dan linguistik. Salah satu aspek menarik yang dapat dianalisis dalam Al-
Qur'an adalah gaya bahasa dan retorika yang digunakan dalam surat Makkiyah
dan Madaniyah.
Surat Makkiyah dan Madaniyah adalah dua jenis surat dalam Al-Qur'an
yang memiliki karakteristik dan konteks historis yang berbeda. Surat Makkiyah
diturunkan pada periode awal kenabian Nabi Muhammad di Mekah, sedangkan
surat Madaniyah diturunkan setelah Nabi Muhammad pindah ke Madinah dan
membangun negara Islam. Kedua jenis surat ini memiliki ciri khas masing-
masing dalam penggunaan bahasa dan retorika yang berbeda.
Dalam surat Makkiyah, gaya bahasa cenderung lebih figuratif dan
metaforis, yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan abstrak dan
filosofis. Contohnya, dalam Surat Al-Insan, ayat 3: "Sesungguhnya Kami
menciptakan manusia dari air yang hina (mani yang disimpan di dalam rahim),
yang Kami uji (dengan berbagai macam ujian) untuk menguji (kesabarannya)
apakah dia bersyukur ataukah dia bersikap kufur (ingkar)". Dalam ayat ini,
Allah menggunakan metafora air yang hina untuk menggambarkan asal-usul
manusia yang rendah, serta sebagai pengenalan tentang adanya ujian dan
keberkahan yang Allah berikan.
Sedangkan dalam surat Madaniyah, gaya bahasa cenderung lebih jelas
dan tegas, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan hukum dan tata cara
ibadah. Contohnya, dalam Surat Al-Baqarah, ayat 183: "Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu agar kamu bertakwa". Dalam ayat ini, Allah memberikan
perintah yang tegas dan jelas tentang kewajiban berpuasa bagi orang-orang
yang beriman.

Menelusuri Makna dan Kesan dalam Gaya Bahasa Surat Makiyah dan
Madaniyah
Untuk memahami perbedaan gaya persuasi pada periode makkiy dan
madaniy dalam Al-Qur’an, kita perlu melihat latar sosial masyarakat pada
masa itu. Sangat penting untuk mengetahui tentang sejarah dan masyarakat
Makkah dan Madinah, oleh karena itu kita akan memulai dengan pembahasan
sosiologi. Dengan memahami konteks sosial dan sejarah masyarakat tersebut,
kita dapat lebih memahami ciri-ciri gaya makkiy dan madaniy.
Memahami masyarakat pada masa turunnya Al-Qur’an membutuhkan
pengetahuan sejarah. Mengetahui sejarah dengan baik dapat membantu kita
memahami karakter orang yang berbeda selama kedua periode tersebut. Al-
Qur’an menceritakan kisah para nabi dan orang-orang masa lalu dengan
karakter uniknya masing yang penuh dengan pelajaran dan hikmah. Pelajaran
ini bisa berupa hal-hal positif untuk diikuti atau nilai-nilai negatif untuk
dihindari.1 Misalnya, kisah Nabi Yusuf diceritakan hampir satu surah penuh
(Surah Yusuf/12). Di akhir cerita, Allah menutupnya dengan pernyataan bahwa
cerita tersebut merupakan pelajaran bagi mereka yang berakal. Pelajaran yang
dapat kita petik dari kisah-kisah tersebut tidak terbatas pada kisah Nabi Yusuf
dalam Surat Yusuf/12 saja, tetapi berlaku untuk semua kisah dalam Al-Qur’an.
Bahkan kisah-kisah yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an pun bisa menjadi
pelajaran bagi kita. Syekh Asy-Sya’rawi (1911-1998) menjelaskan bahwa
semua kisah dalam Al-Qur’an merupakan pelajaran penting bagi umat
manusia.2 Salah satu hikmah yang dapat kita petik dari sejarah masyarakat
Arab pada masa turunnya Al-Qur’an adalah bagaimana menghadapi orang-
orang yang memiliki kepribadian dan budaya yang berbeda. Dengan demikian,
pesan dapat tersampaikan secara efektif dan efisien, menghemat waktu, tenaga,
dan beban mental dengan hasil yang maksimal.
Ilmu komunikasi sangat erat kaitannya dengan ilmu bahasa.
Membandingkan gaya bahasa dalam komunitas yang berbeda membutuhkan
jenis pengetahuan yang khusus. Untuk memahami dan menganalisis perbedaan
gaya bahasa makkiy dan madaniy, kita perlu menggunakan analisis
sosiohistoris sebagai alat analisis budaya dan sosiolinguistik sebagai alat
analisis bahasa. Sosiolinguistik adalah bidang interdisipliner yang mempelajari
bahasa dalam kaitannya dengan penggunannya dalam masyarakat. 3 Ini disebut
bidang interdisipliner karena melibatkan dua bidang studi: sosiologi, yang
menangani masalah sosial, dan linguistik, yang mempelajari bahasa.
Sosiolinguistik mengkaji bagaimana bahasa berfungsi dalam masyarakat dan
mencoba menjelaskan bagaimana manusia menggunakan kaidah bahasa secara
akurat dalam berbagai situasi. Ketika orang-orang dari latar belakang yang
berbeda interaksi, mereka mungkin menggunakan variasi bahasa yang berbeda.
Variasi bahasa terjadi karena berbagai interaksi sosial. Penggunaan variasi
bahasa meningkat ketika bahasa tersebut digunakan oleh banyak penutur dalam
suatu wilayah yang luas.4
Sebelum islam masuk ke Makkah, sebagian besar masyarakat disana
adalah pedagang. Ketika Al-Qur’an diturunkan, dimaksudkan untuk membantu
memperbaiki sistem perdagangan yang sudah ada sejak lama. Beberapa surat
Al-Qur’an yang diturunkan di Makkah adalah berkaitan tentang perdagangan.
Di dalam Al-Qur’an terdapat cerita tentang suku Quraisy dan perjalanan

1
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, hlm. 14-16.
2
Muhammad Mutawalli as-Sya’rawiy, Tafsir asy-Sya’rawiy, Kairo: Akhbar al-Yaum, 1991, jilid ke-12, hlm.
132.
3
Yetri Fitriani (dkk), “Bahasa Pedagang Ikan di Pasar Panorama Bengkulu (Kajian Sosiolinguistik)”, dalam
Jurnal Korpus, Volume I, Nomor I, Agustus 2017, hlm. 120.
4
Yetri Fitriani (dkk), Bahasa Pedagang, ..., hlm. 119.
dagang mereka sepanjang tahun. Al-Qur’an juga berbicara tentang pentingnya
memiliki sistem perdagangan yang adil dan bagaimana setiap tindakan yang
kita lakukan akan ditimbang dan diberi imbalan yang sesuai. Hali ini
disebutkan dalam ayat-ayat seperti surah Al-Haqqah/69:19 dan 25, dan Surah
Al-Inyiqaq/84:7. Dalam perdagangan, penting untuk mencatat tindakan kita,
seperti halnya bisnis melacak transaksi dan tabungan mereka. Hal ini
disebutkan dalam surah Al-Haqqah/69:19 dan 25. Menepati janji juga penting
dalam perdagangan, karena kepercayaan adalah aspek yang sangat penting.
Allah berjanji untuk memenuhi janji-janji-Nya kepada kita, sebagaimana
disebutkan dalam surat Ath-Thur/52:21. Seperti halnya para pedagang
menggunakan timbangan untuk mengukur barang dagangannya, tindakan kita
juga akan ditimbang dengan timbangan. Hal ini disebutkan dalam surah At-
Takatsur/102:6 dan 8. Bahkan pada masa jahiliah, timbangan digunakan untuk
menakar barang. Dalam hukum islam, timbangan juga digunakan untuk
menentukan jumlah zakat fitrah. Sebagai kesimpulan, Al-Qur’an menekankan
pentingnya memiliki sistem perdagangan yang adil dan bagaimana setiap
tindakan yang kita lakukan akan ditimbang dan diberi imbalan yang sesuai.
Penting untuk mencatat tindakan kita, memenuhi janji kita, dan jujur dalam
urusan kita.5
Thaha mengatakan bahwa pada masa makkiyah, Al-Qur’an memiliki
pesan “Islam yang utuh” dengan cara persuasif. 6 Masa ini juga dikenal sebagai
masa perbaikan moral. Beberapa bahasa persuasif yang digunakan dalam Al-
Qur’an selama ini antara lain: (1) Pesan Lugas dan Menggugah (emotional
appeal), Al-Qur’an terbagi menjadi dua jenis surat: makkiyah dan madaniyah.
Surat makkiyah pendek dan sering menggunakan bahasa yang sederhana untuk
menarik orang-orang Makkah yang kebanyakan ahli dalam bahasa Arab. Nada
surah-surah ini sangat kuat dan mendorong orang untuk berbuat baik dan
meninggalkan cara lama mereka menyembah berhala. Ada 86 surat makkiyah
dan hanya 28 surat madaniyah. Surat makkiyah biasanya pendek dan disebut
Al-Mufashshal. Namun, ada beberapa surat makkiyah dengan ratusan ayat,
seperti surat Al-A’raf dengan 206 ayat. Di sisi lain, ada surah madaniyah yang
pendek, seperti surah An-Nashr yang hanya terdiri dari 3 ayat. Namun jika kita
bandingkan jumlah surah makkiyah dengan surah madaniyah dalam kelompok
Al-Mufashshal, kita bisa melihat bahwa ini adalah ciri umum.
Manna Khalil Al-Qaththan berbicara tentang bagaimana beberapa
ulama tidak setuju tentang dimana Al-Mufashshal dimulai. Ada yang
mengatakan dimulai dari surah Qaf/50, ada yang mengatakan dimulai dari
surah Al-Hujarat/49.
5
W. Mongomery Watt dan Richard Bell, Introduction to the Qur’an, ..., hlm. 4.
6
Aksin Wijaya, Arah Baru Studi Ulum Al-Qur’an Memburu Pesan di Balik Fenomena Budaya, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009, hlm. 125.

You might also like