Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 11

PROBLEMATIKA RASISME & FANATISME GEN Z

Oleh:

Farid Abdul Wahid1 2205751

Tegar Dwi Zulfianto2 2205821

Ridzwan Very Agung Lesmana3 2200242

PendidikanTeknik Mesin; Universitas Pendidikan Indonesia

Abstract

Generation z has the advantage of being able to multitask, or do multiple tasks simultaneously,
such as using a computer, engaging in social media, and listening to music. This is because
Generation Z has been exposed to technology since birth, enabling them to make the most of
technology. This research is intended to provide a deeper understanding related to the potential
for activities that can increase the possibility of racism and fanaticism from Gen Z. Given the
role of Gen Z in a country has an important role because Gen Z is the younger generation who
has an important role in Indonesia's development. The research method is the literature study
method, in this research method it is used to explain trends in the results of problems in research
based on literature review. In this study using literature that comes from journals or published
scientific papers that have topics similar to research. The results of the study indicate that the
entry of a new culture into society can be a cause of social issues in the social environment.
Changes in behavior that occur among the younger generation in Indonesia can be a form of
fanaticism due to the entry of other cultures into the country. Efforts that can be made to
suppress the phenomenon of racism and fanaticism are forcing the introduction of culture in
Indonesia in terms of race and ethnicity at a young age and then stemming it with a correct
understanding of religion and the meaning and purpose of Pancasila.
Keywords: Racism, Fanaticism, Generation Z.
Abstrak

Generasi z memiliki kelebihan bisa melakukan multitasking, atau melakukan banyak tugas
secara bersamaan, seperti menggunakan komputer, terlibat dalam media sosial, dan
mendengarkan musik. Hal ini disebabkan karena Generasi Z sudah terpapar teknologi sejak lahir
sehingga memungkinkan mereka untuk memanfaatkan teknologi secara maksimal. Penelitian ini
dimaksudkan untuk memberikan pemahaman lebih terkait dengan potensi aktivitas yang mampu
meningkatkan kemungkinan terjadinya rasisme dan fanatisme dari Gen Z. Mengingat peran Gen
Z dalam suatu negara memiliki peran penting karena Gen Z merupakan generasi muda yang
memiliki peran penting dalam pembangunan Indonesia. Metode pada penelitian yakni metode
studi pustaka,pada metode penelitian ini digunakan untuk menjelaskan kecenderungan hasil dari
permasalahan dalam penelitian berdasarkan dengan kajian pustaka. Pada penelitian ini
menggunakan studi pustaka yang berasal dari jurnal atau karya ilmiah terpublikasi yang memiliki
topik serupa dengan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masuknya budaya baru
dalam masyarakat dapat menjadi penyebab timbulnya isu sosial dalam lingkungan sosial.
Perubahan perilaku yang terjadi pada kalangan generasi muda di Indonesia dapat menjadi salah
satu bentuk adanya tindakan fanatisme akibat masuknya budaya lain kedalam negeri. Upaya
yang dapat dilakukan untuk menekan adanya fenomena rasisme dan fanatisme yakni
menekankan pengenalan budaya di Indonesia dalam hal ras dan suku pada usia muda kemudian
membendungnya dengan pemahaman agama yang benar serta makna dan tujuan Pancasila.
Kata Kunci: Rasisme, Fanatisme, Generasi Z.
1. Pendahuluan

Negara paling populer keempat di dunia yaitu Indonesia memiliki 203 juta penduduk
tetap yang tersebar di hampir seluruh pulau. Indonesia memiliki dua hingga tiga ratus kelompok
etnis yang berbeda, masing-masing dengan bahasa dan dialeknya sendiri. Dari keragaman
identitas yang ada di Indonesia, hal ini juga memunculkan masyarakat yang beragam di setiap
tempat di Nusantara. Namun, sejumlah keragaman budaya Indonesia berpotensi menimbulkan
persoalan yang belum tuntas terselesaikan. Rasisme merupakan salah satu isu yang sering
muncul di Indonesia.

Dalam Andrianto dkk (2022) menyebutkan "Rasisme adalah kerangka keyakinan atau
prinsip yang menyatakan bahwa perbedaan alami bawaan dalam kemanusiaan menentukan
pencapaian sosial atau individu bahwa ras tertentu lebih baik dan memiliki hak daripada
menguasai ras yang berbeda." Pelecehan atau intimidasi, lelucon atau komentar yang
menyakitkan, ejekan atau hinaan secara verbal, komentar yang menyakitkan di media sosial yang
membuat orang tidak menyukai kelompok tertentu, dan lain sebagainya adalah contoh rasisme
(Al-Hafizh, 2016). Ras yang berbeda akan diperlakukan tidak adil sebagai akibat dari rasisme.
Ketidakadilan ini terkadang dibenarkan oleh anggapan bahwa beberapa ras lebih baik atau lebih
buruk daripada yang lain.

Seluruh generasi yang lahir antara tahun 1996 hingga 2012 disebut sebagai generasi z.
Artinya, Generasi Z mengikuti Milenial. Oleh karena itu, gen z akan mencakup anak-anak
berusia antara 10 – 25 saat ini (Rachmawati, 2019). Namun, sejumlah organisasi, seperti Pusat
Penelitian McCrindle, lembaga Sparks and Honey, dan lembaga statistik Kanada, menegaskan
bahwa gen z adalah generasi lahir setelah tahun 1995. Generasi z disebut juga sebagai
iGeneration. Sebutan tersebut dilatarbelakangi oleh nama-nama produk inovasi penggerak dunia,
khususnya Apple. Akibatnya, istilah "iGeneration" mengacu pada anggota generasi z yang melek
internet dan teknologi. Generasi z memiliki kelebihan bisa melakukan multitasking, atau
melakukan banyak tugas secara bersamaan, seperti menggunakan komputer, terlibat dalam media
sosial, dan mendengarkan musik. Hal ini disebabkan karena Generasi Z sudah terpapar teknologi
sejak lahir sehingga memungkinkan mereka untuk memanfaatkan teknologi secara maksimal.

Teknologi informasi, seperti internet, kini mudah diakses. Hal ini memunculkan
kemungkinan bahwa internet dan teknologi lainnya saat ini dipandang sebagai kebutuhan utama
yang harus dipenuhi oleh Generasi Z (Putri dkk, 2019). Besar kemungkinan budaya konsumen
Generasi Z akan terpengaruh oleh masuknya budaya lain. Generasi muda yang mulai tertarik
dengan berbagai bentuk hiburan yang ditawarkan oleh bangsa lain dapat mengembangkan
fanatisme terhadap budaya bangsa tersebut.

Mayoritas Generasi Z di Indonesia saat ini lebih suka terlibat dalam hiburan budaya
bangsa lain daripada bangsanya sendiri. Keadaan ini sangat memprihatinkan karena
menyebabkan hilangnya budaya asli Indonesia. Fanatisme sering disamakan dengan peminat
budaya asing di masyarakat. Masuknya budaya Korea yang saat ini sangat berkembang dalam
kehidupan masyarakat adalah salah satunya. Generasi Z sering meniru bahasa ikonik drama
Korea dan dengan bangga meniru tarian grup Korea Selatan (Putri dkk, 2019). Namun, sangat
sedikit anggota Generasi Z yang menganggap tarian tradisional Indonesia sebagai budaya dan
identitas nasional mereka sendiri.

Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis fenomena sosial


tersebut dengan judul “Problematika Rasisme & Fanatisme Gen Z”. Penelitian ini dimaksudkan
untuk memberikan pemahaman lebih terkait dengan potensi aktivitas yang mampu meningkatkan
kemungkinan terjadinya rasisme dan fanatisme dari Gen Z. Mengingat peran Gen Z dalam suatu
negara memiliki peran penting karena Gen Z merupakan generasi muda yang memiliki peran
penting dalam pembangunan Indonesia.

Tujuan pada penelitian ini yaitu untuk menganalisis terkait dengan isu sosial yang sering
terjadi dalam masyarakat yaitu pada isu rasisme dan fanatisme di kalangan genrasi muda Gen Z
di Indonesia. Selanjutnya penyusunan penelitian ini diharapkan mampu memeberikan kontribusi
yaitu a) secara teortis dapat dimanfaatkan sebagai tambahan literatur dalam bidang kajian
fenomena sosial dan ilmu kewarganegaraan terkait dengan isu sosial diantara masyarakat; b)
secara praktis hasil dari penelitian bisa menjadi referensi untuk mahasiswa untuk meningkatkan
jiwa nasionalisme dan mengamalkan identitas nasional berdasarkan dengan Pancasila.

2. Metode Penelitian

Metode pada penelitian yakni metode studi pustaka,pada metode penelitian ini digunakan
untuk menjelaskan kecenderungan hasil dari permasalahan dalam penelitian berdasarkan dengan
kajian pustaka. Pada penelitian ini menggunakan studi pustaka yang berasal dari jurnal atau
karya ilmiah terpublikasi yang memiliki topik serupa dengan penelitian. Studi literatur yang
digunakan untuk menjelaskan fenomena terkait dengan isu sosial terkait dengan fenomena
rasisme dan fantisme yang terjadi pada generasi Z Indonesia.

Perilaku ini menjadi bentuk dari adanya perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang meningkatkan kemudahan masyarakat dalam mengakses perkembangan suatu
budaya yang berpotensi mengakibatkan kecenderungan perilaku rasisme dan fanatisme terhadap
budaya tersebut. Pada penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif yakni penelitian yang
digunakan untuk mengungkap fenomena tertentu menggunakan penjelasan dan kalimat sehingga
dapat ditarik suatu kesimpilan. Penelitian deskriptif akan digunakan untuk menjelaskan
kemungkinan dari masalah dari bersifat umum hingga bersifat khusus agar dapat ditarik
kesimpulan dalam penelitian.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Konsep Rasisme Generasi Z

Pratikno (2020) mengklaim bahwa kemampuan demokrasi paling signifikan yang


dihasilkan para founding fathers Indonesia adalah Pancasila. Konteks bangsa Indonesia yang
majemuk, majemuk dan mandiri adalah Pancasila. Tindakan yang membenci diskriminasi
terhadap pluralitas, keragaman, dan semua perbedaan sosial. Di Indonesia, Pancasila adalah
bingkai yang mewakili semua suku dan ras. Pancasila dianggap sebagai budaya yang mengikat
bangsa Indonesia. Rasisme adalah pemikiran atau hipotesis yang mengatakan bahwa hubungan
kausal antara kualitas aktual yang diperoleh dan atribut tertentu sejauh karakter, ketajaman,
budaya atau campuran dari masing-masing dari mereka, mengarah pada prevalensi tertentu. Ras
adalah sekelompok orang yang berbeda dari kelompok lain karena sifat fisik yang melekat, yang
dalam banyak hal juga ditentukan oleh makna yang digunakan dalam masyarakat itu.
Keyakinan rasis berpendapat bahwa ada perbedaan biologis di antara orang-orang. Maka
berdasarkan dua pernyataan di atas, Pancasila yang semboyannya adalah “Bhineka Tunggal Ika”
dan menjadi ideologi dasar negara, harus menunjukkan bahwa perbedaan kekayaan bangsa
Indonesia bukanlah suatu kekurangan. Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai sifat dan
kepribadian. Karena semua ini adalah anugerah dari Tuhan, manusia tidak berhak memilih warna
kulit atau bentuk fisiknya saat dilahirkan. Perbedaan ini tidak membuat orang dari satu ras lebih
baik daripada orang dari ras lain; sebaliknya, keragaman ini harus membantu orang belajar dari
dan mengenal orang-orang dari berbagai etnis dan ras.

3.2 Konsep Fanatisme Generasi Z

Fanatisme berasal dari kata bahasa Inggris “fan” yang berarti “penggemar” dalam bahasa
Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan penggemar “sebagai individu yang
menyenangi suatu objek seperti seni, orang, permainan, dll.” Penggemar fanatik adalah mereka
yang memberikan nilai tinggi pada suatu produk atau jasa. Istilah "fan" dapat digunakan untuk
menggambarkan subjek apa saja kapan saja dan oleh siapa saja. Merek, produk, orang (seperti
artis), dan acara televisi adalah contoh umum dari objek fanatik. Seorang penggemar dapat
terlibat dalam berbagai tingkat atau intensitas dengan subjek fanatisme mereka. Sampai saat ini,
fanatisme hanya dipelajari dari sudut pandang negatif. sehingga konsep "penggemar" dan
"fanatik" biasanya memiliki arti yang berlawanan.

Berikut karakteristik fanatisme berdasarkan Thorne dan Bruner (dalam Suryani & Dewi, 2021)

1. Penolakan internal, keterlibatan internal ditandai dengan kesenangan luar biasa yang
diperoleh dari objek fanatisme yang diminati seorang penggemar dibandingkan non-fans,
Tingkat kesetiaan dan pengabdian yang luar biasa adalah definisi lain dari kepemilikan
internal, yang menunjukkan tingkat ketertarikan pada objek yang berada di luar
kebiasaan.
2. Keterlibatan eksternal: Keterlibatan seorang penggemar dengan objek fanatismenya
melalui berbagai tindakan dikenal sebagai keterlibatan eksternal. Tingkat fanatisme
masing-masing penggemar menentukan perilaku yang mereka lakukan.
3. The Desire to Have, atau keinginan untuk merasa ingin memiliki sesuatu dari penyebab
fanatik. Kerinduan itu berhubungan dengan barang-barang material yang berhubungan
dengan objek semangat mereka. Keinginan untuk membeli dan terus membeli produk
tertentu dari obyek fanatisme adalah salah satu contohnya.
4. Interaksi dengan Orang Lain Fanatisme menumbuhkan rasa interaksi sosial dengan orang
lain. Seorang penggemar dapat memilih untuk berinteraksi dengan berbagai cara, seperti
dengan bertemu langsung atau melalui media online. Karena fanatisme memiliki makna
sosial, maka status dan keanggotaan kelompok seseorang dapat dibentuk melalui
interaksi.

3.3 Dampak Rasisme dan Fanatisme Generasi Z

Seringkali, rasisme menjadi masalah di Indonesia karena orang dari semua ras berpikir
bahwa mereka lebih baik dari ras lain. Suatu kelompok percaya bahwa kelompok di bawah
mereka lebih rendah dari mereka dan bahwa mereka lebih unggul dari kelompok di atas mereka.
Ras masih mengalami keramahan. seperti meremehkan ras, agama, atau suku seseorang, yang
dapat membuat masyarakat tidak nyaman. Ketika satu kelompok ras atau etnis memisahkan ras
dari yang lain, itu dapat menyebabkan perpecahan. Di Indonesia masih banyak orang yang hanya
ingin menjadi bagian dari satu suku, agama atau ras dan tidak mau bergabung dengan ras lain.
Lebih buruk lagi ketika orang meremehkan ras lain. Misalnya, pemilik kulit putih memilih untuk
tidak bergaul dengan pemilik kulit hitam tetapi hanya dengan pemilik kulit putih. Hal ini dapat
menimbulkan masalah yang signifikan (Suryani & Dewi, 2021).

Adanya dampak bahaya yang ditimbulkan oleh rasisme jika dibiarkan semakin menyebar
dalam kehidupan sosial masyarakat. Jika lingkungan sosial terus membiarkan rasisme terus
berkembang dalam sebuah peradaban, bukan tidak mungkin masa depan suatu bangsa akan
berkualitas. Generasi muda, khususnya generasi muda Indonesia, harus disikapi atau dicegah
agar tidak berkembang isu ini. Inilah permasalahan yang saat ini terjadi di Indonesia, khususnya
di kalangan generasi muda, akibat kebencian terhadap ras lain dan persaingan pendapat yang
berujung pada kebencian antar satu kelompok atau satuan ras. Jika kita menelaah perkembangan
zaman modern yang sarat dengan teknologi canggih seperti internet dan media, maka akan
ditemukan akar penyebab di mana berbagai budaya bercampur dan menyatu.

Iklan Kefanatikan terhadap suatu kelompok yang dianggap lebih unggul bahkan ada yang
mengungguli kelompok ras lain dibandingkan dengan kelompok rasnya sendiri merupakan
kendala pertama yang dihadapi generasi muda Indonesia dalam melawan rasisme. Rasisme
merupakan isu yang dapat dengan mudah menggiring generasi muda Indonesia kehilangan fokus
terhadap tantangan yang dihadapi peradaban di masa depan. Dengan Pancasila Indonesia yang
telah mengatur segalanya, bahkan UUD 1945, kita bisa melihat bahwa rasisme merupakan
masalah serius di Indonesia jika sudah mendarah daging di generasi muda.

Yang lebih berbahaya adalah skenario di mana generasi muda membenarkan rasisme
melalui kefanatikan terhadap idola lain dan juga lebih memilih untuk menyukai budaya asing
daripada budaya mereka sendiri sambil melarutkan budaya mereka sendiri. Perilaku seperti ini
tidak bisa dibiarkan terus menerus hingga dewasa dan memantapkan dirinya di kalangan generasi
muda Indonesia.

Masuknya budaya baru dalam masyarakat dapat menjadi penyebab timbulnya isu sosial
dalam lingkungan sosial. Namun, pengenalan budaya baru juga memberikan efek
menguntungkan bagi masyarakat, seperti memperluas wawasan masyarakat. Namun terkadang
hal-hal baik ini datang dengan banyak dampak buruk, terutama bagi generasi negara Indonesia.
Beberapa hal yang mempengaruhinya, lebih tepatnya, perubahan perilaku yang jauh dari apa
yang ditunjukkan oleh nenek moyang kita atau yang bergantung pada kualitas sosial dan aturan
negara, khususnya Pancasila. Pergeseran perilaku ini sangat berbeda. Mulai dari cara bicara
orang dewasa, dimana tidak ada lagi sisi santun dan santun serta kosakata yang digunakan malah
terkesan sangat kasar dan tidak mencerminkan jati diri anak yang baik.

Perubahan perilaku yang terjadi pada kalangan generasi muda di Indonesia dapat menjadi
salah satu bentuk adanya tindakan fanatisme akibat masuknya budaya lain kedalam negeri.
Penampilan gaun yang terbuka dan tidak sopan juga mengungkap sejumlah aspek lainnya.
Bahkan anak-anak yang masih di bawah umur pun ikut ambil bagian di dalamnya, sehingga
membuat beberapa orang dewasa resah akan pelanggaran yang bisa saja terjadi. Selain soal
perubahan perilaku, hal lain yang bisa berdampak pada anak muda seperti kita adalah sikap
anarkisme dalam menyampaikan pendapat. Anak muda sering mengalami kesulitan
mengendalikan emosi mereka. Selain itu saat inigenerasi muda lebih sering menunjukkan sikap
apatis ketidakpedulian terhadap lingkungan sekitar dan terkesan acuh. Padahal, hal tersebut jelas
dari nilai-nilai yang dijunjung tinggi bangsa ini sejak dahulu kala. Generasi muda saat ini juga
tampaknya kurang disiplin dan terbiasa dengan aturan.

3.4 Upaya Pencegahan Berdasarkan Nilai Pancasila

Ideologi dan dasar negara, Pancasila, harus merasuk ke dalam jiwa manusia Indonesia.
Pancasila memiliki potensi untuk mempersatukan banyak suku bangsa Indonesia yang beragam.
Sejak Indonesia merdeka, telah tercapai kesepakatan mengenai Pancasila sebagai dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila harus menjadi landasan bagi segala rencana bagaimana
kehidupan bangsa Indonesia direncanakan. Nilai-nilai pancasila akan melarang berpikir dan
bertindak sesuai dengan ideologi negara. Dampak wabah dan budaya dari luar dapat
mempengaruhi nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, pelaksanaan Pancasila sangat dibutuhkan
oleh daerah setempat, karena Pancasila mengandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang
sesuai dengan karakter masyarakat (Nurgiansah, 2021).

Pandangan hidup Pancasila bagi Indonesia adalah bahwa Bhinneka Tunggal Ika harus
dijadikan sebagai bangsa yang mempersatukan umat bukan merusak keragaman. Kemampuan
Pancasila sebagai gaya hidup adalah mengarahkan latihan atau latihan dalam eksistensi
berbangsa dan bernegara di segala bidang. Segala tingkah laku dan aktivitas manusia Indonesia
harus dilandasi oleh nilai-nilai pancasila. Menurut Pratikno (2020), Pancasila sebagai pedoman
hidup tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bangsa Indonesia adalah multikultural. Hal ini
terlihat dari kondisi sosial budaya dan geografis Indonesia yang sangat rumit, beragam, dan luas.
Indonesia adalah negara dengan banyak suku, budaya, agama dan kelompok lain karena
merupakan negara multikultural. Sebagai kekayaan Indonesia, keragaman masyarakat
multikulturalnya sangat rentan memicu konflik dan perpecahan. Masyarakat multikultural adalah
masyarakat di mana beragam komunitas budaya dan semua manfaatnya hidup berdampingan.
Sebagai negara multikultural, Indonesia harus memahami pentingnya saling menghargai satu
sama lain tanpa henti. Bangsa Indonesia perlu menjaga perdamaian, seperti semboyan "Bhinneka
Tunggal Ika", yang memiliki arti berbeda tetapi satu. Keharmonisan dapat dicapai melalui sikap
saling menghargai dan saling menghormati (Syaripulloh, 2014).
Indonesia memiliki keragaman yang sangat banyak, namun keragaman ini menyimpan
banyak potensi benturan yang dapat merusak eksistensi bangsa dan negara. Hal ini ditunjukkan
dengan seringnya perbedaan menimbulkan konflik di Indonesia yang pada akhirnya
memunculkan isu rasisme. Prevalensi rasisme diperburuk oleh perbedaan antara ras kelas atas
dan kelas bawah. Rasisme terhadap kelompok ras kelas bawah sering dilakukan oleh ras yang
lebih tinggi (Nurgiansah & Sukmawati, 2020)

Sehingga dalam uraian tersebut upaya yang dapat dilakukan untuk menekan isu sosial
berupa fanatisme dan rasisme dapat dilakukan dengan meningkatkan pemahaman nasionalis dan
pancasilais serta rasa kasih sayang harus digunakan untuk mengatasi rasisme dalam isu
kepemudaan Indonesia (Suryani & Dewi, 2021). Untuk menjawab persoalan rasisme di
Indonesia dan memastikan masa depan Indonesia sebagai bangsa yang memanusiakan manusia
ditandai dengan sifat-sifat yang baik dan benar, perlu ditanamkan kepada generasi muda
pemahaman tentang nilai-nilai Pancasila, mulai dari ketuhanan hingga keadilan (Rizki, 2022).

Selanjutnya dapat menekankan pengenalan budaya di Indonesia dalam hal ras dan suku
pada usia muda kemudian membendungnya dengan pemahaman agama yang benar serta makna
dan tujuan pancasila untuk persatuan agar perkembangan selanjutnya memperkokoh toleransi
(Suryani & Dewi, 2021). Cinta dalam jiwa semangat yang ada dalam jiwa patriotisme dididik
dan diterapkan sejak awal juga agar semangat usia yang lebih muda terselamatkan dari isu
fanatisme dan rasisme pada generasi muda Indonesia.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis tersebut maka dapat ditarik kesimpulan berupa masuknya
budaya baru dalam masyarakat dapat menjadi penyebab timbulnya isu sosial dalam lingkungan
sosial. Perubahan perilaku yang terjadi pada kalangan generasi muda di Indonesia dapat menjadi
salah satu bentuk adanya tindakan fanatisme akibat masuknya budaya lain kedalam negeri.
Rasisme adalah pemikiran atau hipotesis yang mengatakan bahwa hubungan kausal antara
kualitas aktual yang diperoleh dan atribut tertentu sejauh karakter, ketajaman, budaya atau
campuran dari masing-masing dari mereka, mengarah pada prevalensi tertentu. Seringkali,
rasisme menjadi masalah di Indonesia karena orang dari semua ras berpikir bahwa mereka lebih
baik dari ras lain. Suatu kelompok percaya bahwa kelompok di bawah mereka lebih rendah dari
mereka dan bahwa mereka lebih unggul dari kelompok di atas mereka. Fanatisme menumbuhkan
rasa interaksi sosial dengan orang lain. Fanatisme berdampak pada generasi muda yang saat ini
sering menunjukkan sikap apatis ketidakpedulian terhadap lingkungan sekitar dan terkesan acuh.

Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan adanya fenomena rasisme dan fanatisme
yakni menekankan pengenalan budaya di Indonesia dalam hal ras dan suku pada usia muda
kemudian membendungnya dengan pemahaman agama yang benar serta makna dan tujuan
pancasila untuk persatuan agar perkembangan selanjutnya memperkokoh toleransi.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hafizh, M. (2016). Rasisme dalam Masyarakat Pascakolonial : Sebuah Analisis Wacana


Kritis terhadap Novel-Novel Jacqueline Woodson. Humanus : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Humaniora, 15 (2), 177-194

Andriyanto, N., Ulhaq, M. H. D., & Hendriansyah, M. I. (2022). Representasi Rasisme terhadap
Kulit Hitam dalam Iklan Dunkin Donuts. Jurnal Audiens, 3(3), 10–17.
https://doi.org/10.18196/jas.v3i3.11991

Laosa, R. (2021). Rasisme dalam Permasalahan Generasi Muda Bangsa Indonesia.


https://kumparan.com/rival-laosa/rasisme-dalam-permasalahan-generasi-muda-bangsa-
indonesia-1wGIWCLivJt/full

Nurgiansah, T. H. (2021). Pendidikan Pancasila Sebagai Upaya Membentuk Karakter Jujur.


Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(1), 33–41

Nurgiansah, T. H., & Sukmawati. (2020). Tantangan Guru Pendidikan Kewarganegaraan Di


Masa Adaptasi Kebiasaan Baru. Jurpis: Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 17(2), 139–149.

Pratikno, S, A. 2020. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jember: Program Studi


Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Al-Falah
Assunniyyah

Putri, K. A. (2019). Gaya Hidup Generasi Z Sebagai Penggemar Fanatik Korean Wave. Skripsi
Program Studi Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Budaya, 112.

Putri, K. A., Amirudin, A., & Purnomo, M. H. (2019). Korean Wave dalam Fanatisme dan
Konstruksi Gaya Hidup Generasi Z. Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra, 14(1), 125.
https://doi.org/10.14710/nusa.14.1.125-135

Rachmawati, D. (2019). Welcoming Gen Z in Job World (Selamat Datang Generasi Z di dunia
kerja). Proceeding Indonesian Carrier Center Network (ICCN) Summit 2019, 1(1), 21-24.
http://e-journals.unmul.ac.id/index.php

Rizki, M. M. (2022). Penguatan Nilai-Nilai Moderasi Beragama Bagi Generasi Z di Desa


Sokaraja Lor. Jumat Keagamaan: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(1), 9–15.
https://doi.org/10.32764/abdimas_agama.v3i1.2477

Salsabila, T. A. (2022). Dampak Budaya Luar Terhadap Generasi.


https://kumparan.com/ttaassaa1995/dampak-budaya-luar-terhadap-generasi-
1xZdmxEd3YW/3

Suryani, Z., & Dewi, D. A. (2021). Implementasi Pancasila Dalam Menghadapi Masalah
Rasisme Dan Diskriminasi. Jurnal Kewarganegaraan, 5(1), 192–200.
https://doi.org/10.31316/jk.v5i1.1448

Syaripulloh, S. (2014). Kebersamaan Dalam Perbedaan: Studi Kasus Masyarakat Cigugur,


Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal,
1(1).

You might also like