Kelompok 3 - Kasus Korupsi Benih Lobster KKP

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 20

KASUS KORUPSI BENIH LOBSTER KEMENTRIAN KELAUTAN DAN

PERIKANAN

Dosen Pengampu: Dr. Achmad Fauzi, S.Pd., M.Ak

Mata Kuliah: Akuntansi Pemerintahan

Disusun oleh :
Kelompok 3

Alda Aurellia (1706620025)


David Al Khabib Ardinda (1706620014)
Hanny Agustiani (1706620043)
Hilmy Tsabit Robbani (1706620019)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu negara di mana mayoritas wilayah indonesia berupa laut
dan perairan yang mana sumber daya di dalamnya memiliki suatu peranan yang penting dan
bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam memanfaatkan sumber daya laut
pemerintah memperbolehkan kegiatan jual beli termasuk ke ranah internasional. Namun tidak
semua jenis hewan laut dapat diekspor ke luar negri dikarenakan Indonesia belum memiliki
alat teknologi yang memadai untuk tetap menjaga kestabilan sumber daya hewan laut seperti
lobster. Terdapat aturan yang melarang kegiatan untuk melakukan perdagangan dan ekspor
benih lobster tersebut termuat dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran
Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), Dan Rajungan (Portunus Spp.)
Di era Edhy Prabowo sebagai Mentri Kelautan dan Peikanan Republik Indonesia,
pelarangan kegiatan untuk melakukan perdagangan dan ekspor benih lobster dalam Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2016 dicabut dan
dilakukan revisi menjadi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2020, dengan alasan bahwa peraturan ini dapat meningkatkan
perekonomian para nelayan yang sempat menghilang sejak dibekukan oleh Mentri Susi
Pudjiastuti sebelumnya.
Namun pada 2020 silam, Edhy Prabowo terjerat masalah suap benih lobster dimana ia
mendapatkan dana suap untuk izin ekspor benih lobster dari PT ACK dan dari Direktur PT
DPP karena kegiatan ekspor hanyak dapat dilakukan oleh perusahaan tersebut. Berdasarkan
latar belakang diatas maka kami bermaksud untuk mengangkat topik kasus korupsi benih
lobster oleh Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prbaowo.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka timbul beberapa permasalahan, diantaranya:
1. Bagaimana kronologi kasus Korupsi Benih Lobster Kementrian Kelautan dan
Perikanan?
2. Siapa saja pihak yang terlibat dalam kasus Korupsi Benih Lobster Kementrian Kelautan
dan Perikanan?
3. Bagaimana putusan yang diberikan kepada seluruh tersangka yang terlibat dalam kasus
suap korupsi Benih Lobster Kementrian Kelautan dan Perikanan?
4. Bagaimana analisis kasus Korupsi Benih Lobster Kementrian Kelautan dan Perikanan?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini ialah :
1. Untuk memahami kronologi pada Kasus Korupsi Benih Lobster Kementrian Kelautan
dan Perikanan.
2. Untuk mengetahui siapa saja pihak yang terlibat dalam Kasus Korupsi Benih Lobster
Kementrian Kelautan dan Perikanan.
3. Untuk mengetahui sanksi apa saja yang diberikan kepada para pelaku Kasus Korupsi
Benih Lobster Kementrian Kelautan dan Perikanan.
4. Untuk mengetahui bagaimana analisis kasus tersebut terhadap Laporan Keuangan
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
BAB II
PROFIL LEMBAGA KEMENTERIAN

A. Visi dan Misi


VISI
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Mendukung Terwujudnya Visi
- Misi Presiden dan Wakil Presiden, Yaitu:
Terwujudnya Masyarakat Kelautan dan Perikanan yang Sejahtera dan Sumber Daya
Kelautan dan Perikanan yang Berkelanjutan untuk “Mewujudkan Indonesia Maju yang
Berdaulat, Mandiri dan, Berkepribadian, berlandaskan Gotong Royong”.
MISI
Misi Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Sesuai Visi-Misi Presiden
dan Wakil Presiden yaitu:
1. Peningkatan Kualitas Manusia, melalui peningkatan Daya Saing SDM KP dan
Pengembangan Inovasi dan Riset Kelautan dan Perikanan.
2. Struktur Ekonomi yang Produktif, Mandiri, dan Berdaya Saing, melalui peningkatan
Kontribusi Ekonomi Sektor Kelautan dan Perikanan terhadap Perekonomian
Nasional.
3. Mencapai Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan, melaluli Peningkatan Kelestarian
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan.
4. Pengelolaan Pemerintahan yang Bersih, Efektif, dan Terpercaya, melalui Penigkatan
Tata Kelola Pemerintahan di KKP.

B. Tugas dan Fungsi


Kementerian Kelautan dan Perikanan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan menyelenggarakan
fungsi:
1. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang pengelolaan ruang laut, pengelolaan
konservasi dan keanekaragaman hayati laut, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau
kecil, pengelolaan perikanan tangkap, pengelolaan perikanan budidaya, penguatan
daya saing dan sistem logistik produk kelautan dan perikanan, peningkatan
keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan, serta pengawasan pengelolaan sumber
daya kelautan dan perikanan
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan ruang laut, pengelolaan konservasi dan
keanekaragaman hayati laut, pengelolaan pesisir dan pulaupulau kecil, pengelolaan
perikanan tangkap, pengelolaan perikanan budidaya, penguatan daya saing dan
sistem logistik produk kelautan dan perikanan, peningkatan keberlanjutan usaha
kelautan dan perikanan, serta pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan
perikanan;
3. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan kebijakan pengelolaan
ruang laut, pengelolaan konservasi dan keanekaragaman hayati laut, pengelolaan
pesisir dan pulau-pulau kecil, pengelolaan perikanan tangkap, pengelolaan perikanan
budidaya, penguatan daya saing dan sistem logistik produk kelautan dan perikanan,
peningkatan keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan, serta pengawasan
pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan;
4. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang kelautan dan perikanan;
5. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia dan pemberdayaan masyarakat di
bidang kelautan dan perikanan;
6. Pelaksanaan perkarantinaan ikan, pengendalian mutu, keamanan hasil perikanan,
dan keamanan hayati ikan;
7. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan KKP;
8. Pembinaan dan pemberian dukungan administrasi di lingkungan KKP;
9. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab KKP; dan
10. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan KKP.

C. Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan
dan Perikanan, susunan organisasi Kementerian Kelautan dan Perikanan terdiri atas 1
Sekretariat Jenderal; 1 Inspektorat Jenderal; 5 Direktorat Jenderal; 1 Badan Penelitian
dan Pengembangan Kelautan dan Perikan; 1 Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Kelautan dan Perikanan; 1 Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan
Keamanan Hasil Perikanan; dan 4 Staf Ahli Menteri Kelautan.
Sumber: kkp.go.id
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kronologi Kasus Korupsi Benih Lobster


- Pihak yang Terkait
1. Edhy Prabowo  Menteri kelautan dan Perikanan.
2. Safitri  Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan.
3. Andreau  Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan.
4. Ainul Faqih  Istri Menteri kelautan dan Perikanan.
5. Siswandi  Pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi.
6. Suharjito  Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito.
7. Amiril Mukminin  Sekretaris Pribadi Edhy.

- Narasi
Pada Rabu 10 Maret 2021 dilaksanakan sidang kasus korupsi benih lobster
(benur) dengan terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Jaksa Penuntut Umum KPK menghadirkan terdakwa suharjito atau orang yang
menyuap Edhy Prabowo. Jaksa juga menghadirkan saksi yakni Sekretaris pribadi
Edhy Prabowo, Amiril Mukminin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Jakarta. Jaksa Penuntut Umum KPK kembali mengungkapkan fakta terkait
korupsi ini. JPU menunjukkan percakapan Edhy Prabowo yang menyetujui
penghentian penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap PT Aero
Citra Kargo (ACK). Percakapan tersebut terungkap dalam WhatsApp, yang mana
ada percakapan antara sekretaris pribadi Edhy yaitu Amiril Mukminin dengan staf
khusus Edhy bernama Safitri. Hal itu ditampilkan dalam sidang di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). (10/03/2021).
Amiril: “Abang izin, tadi aku sudah lapor bokap, untuk BC ke ACK akan
dikeluarkan dengan intervensi pak An.”
Safitri: “Bokap ok.”
Amiril: “Iya bro. Kemarin memang gitu arahan yang saya sampaikan ke pak
An. Arahan Bokap.”
Safitri: “Segera keluarkan bang SP3Knya kata bokap.”
Amiril: “Ok siap bro laksanakan.”
Dalam sidang hakim mempertanyakan isi percakapan tersebut
Hakim: ”Bokap ini siapa? Jawab saja, bokap 'kan bisa ayah kandung atau ayah
calon mertua”
Amiril: ”Bapak Pak”
Hakim: ”Bapak siapa?”
Amiril: ”Pak Menteri”
Hakim: ”Kalau AN siapa? Jangan lupa ingatan, ingat ya Saudara juga
tersangka. Jangan ditutup-tutupi supaya Saudara nyenyak nanti
tidurnya”
Amiril: ”Kayaknya Bang Andreau”
Hakim: “BC itu apa?”
Amiril: ”Bea cukai”
Hakim: “Jadi, pengertiannya apa?”
Amiril: “Seingat saya ada masalah di Bea Cukai”
Hakim: “Kok, ada intervensi?”
Amiril: “Kayaknya terkait info ACK gagal kirim”
Kesimpulan dari percakapan tersebut. Pertama, bokap mengartikan Edhy
Prabowo dan Amiril menjadi saksi terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa
Pratama (PT DPPP) Suharjito yang didakwa memberikan suap sebesar Rp 2,146
miliar kepada Edhy Prabowo. Kedua, An mengartikan Andreau selaku staf khusus
Mentri Kelautan dan Perikanan. Ketiga, SP3k mengartikan Surat Pemberhentian
Penindakan. Keempat, BC mengartikan Bea Cukai, sebab terjadi permasalahan
karena PT Aero Citra Kargo (ACK) gagal mengirim ekspor Benih Bening Lobster
(BBL).
Pengiriman dilakukan sejak April 2020 dengan komposisi pemegang saham
PT ACK yaitu Achmad Bachtiar selaku representasi Edhy Prabowo melalui
Amiril Mukminin mendapat dividen sebesar 41,65%. Kemudian, Yudi Surya
sebagai representasi Siswandi selaku Pengurus PT ACK sebesar 16,7%. Serta
Amiril Mukminin sebesar 41,65%.
Berawal dari Finance PT ACK bernama nini, membagikan uang yang diterima
dari PT Dua Putra Perkasa (PT DPPP), dan perusahaan-perusahaan eksportir
Benih Bening Lobster (BLL) lain kepada pemilik saham PT ACK. Hal ini seolah-
olah sebagai dividen atas:
 Achmad Bachtian senilai Rp 12,312 miliar
 Amiril Mukminin senilai Rp 12,312 miliar
 Yudi Surya Atmaja senilai Rp 5,047 miliar
Selain itu, uang dari biaya operasional dikelola oleh Amiril Mukminin atas
sepengetahuan Edhy Prabowo untuk membeli barang-barang kebutuhan pribadi
atas permintaan Edhy Prabowo. Dengan total Rp 52.319.542.040

B. Analisis Kasus
- Kronologi kasus
Kasus bermula dari diterbitkannya surat keputusan oleh Menteri Edhy
Prabowo tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster. Tim
ini bertugas untuk memeriksa kelengkapan dokumen yang diajukan oleh perusahaan
calon eksportir benih lobster atau benur. Edhy menunjuk staf khususnya: Andreau dan
Safitri sebagai ketua dan wakil ketua tim uji tuntas tersebut. Dengan maksud
dibukanya kembali ekspor benih lobster dilakukan semata demi menyejahterakan
rakyat.
Ekspor benur merupakan aktivitas terlarang di era Menteri Susi Pudjiastuti.
Menurut Edhy pencabutan Peraturan Menteri KP 56 Tahun 2016 tentang Larangan
Ekspor Benih Lobster yang diterbitkan Susi Pudjiastuti karena dinilai merugikan
masyarakat. "Saya mencabut Permen Nomor 56 yang dirasa masyarakat merugikan.
Karena masyarakat (nelayan) banyak mencari mata pencaharian dari lobster, dan tiba-
tiba dihapus (dilarang) tanpa ada alternatif lain” kata Edhy Prabowo.
Kebijakan yang kembali menginzinkan ekspor benih lobster tertuang dalam
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020. Pusaran Ekspor
Benih Lobster Regulasi ini mengatur pengelolaan hasil perikanan seperti lobster,
kepiting, dan rajunfan. Menurut Edhy, banyak lobster di alam bebas mati secara
alami, sehingga perlu ada ekspor agar bernilai ekonomi. Pelegalan ekspor benih
lobster dilakukan untuk menggairahkan sektor perikanan budidaya. "Karena jika
lobster dibiarkan di alam bebas pun juga tidak bermanfaat dan akan mati. Masyarakat
ada dan bisa dimanfaatkan. Kalau dikatakan setelah diambil nantinya akan habis tidak
juga, karena perusahaan maupun masyarakat yang mengambilnya wajib
mengembalikan dua persennya," kata Edhy.
Selanjutnya, perusahaan yang mendapat izin ekspor tidak asal tunjuk.
Perusahaan harus melewati proses admistrasi hingga uji kelayakan. Kementrian
Kelautan dan Perikanan membentuk panitia untuk menyeleksi perusahaan penerima
izin. "Pendaftaran izin ini terbuka. Ada prosesnya, dari mulai berkas hingga
peninjauan langsung proses budidaya yang dimiliki. Setelah kelayakannya
terverifikasi, baru mendapat izin. Proses ini terbuka, tidak ada yang kami tutupi," kata
Edhy.
Pernyataan dari Edhy Prabowo mengenai pencabutan Peraturan Menteri KP 56
Tahun 2016 tentang Larangan Ekspor Benih Lobster, menjadi sorotan KPK yang
mencurigai adanya pencucian uang. "Selanjutnya pada awal bulan Oktober 2020,
Suharjito selaku Direktur PT DPPP datang ke kantor Kementrian Kelautan dan
Perikanan di lantai 16 dan bertemu dengan Safitri. Dalam pertemuan tersebut,
diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder
PT Aero Citra Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp1.800/ekor," jelas Wakil Ketua
KPK Nawawi Pomolango.
Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPPP diduga melakukan
transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sekitar Rp731 juta. Atas
uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan
eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening dua orang
pemegang PT ACK masing-masing dengan total Rp9,8 miliar. "Pada tanggal 5
November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening pengurus PT ACK ke rekening
salah satu bank atas nama Amiril Mukminin (staf istri Menteri Edhy) sebesar Rp 3,4
miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Menteri Edhy dan istrinya, serta ketua dan
wakil ketua tim uji tuntas (Safitri dan Andreau)," kata Wakil Ketua KPK Nawawi.
"Pada sekitar bulan Mei 2020, Menteri Edhy diduga juga menerima sejumlah uang
sebesar US$ 100.000 dari Suharjito melalui pengurus PT ACK," tambahnya. KPK
menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau
janji oleh penyelenggara negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau
pengelolaan perikanan atau komoditas sejenis lainnya tahun 2020.

- Putusan
Tanggal 25 November 2020, Berdasarkan informasi yang diterima KPK,
sejumlah tim lalu dibentuk hingga kemudian mereka melakukan operasi tangkap
tangan pada Rabu sekitar pkl 00.30 di sejumlah lokasi yakni Bandara Soekarno
Hatta, Depok, Tangerang Selatan, dan Bekasi. Edhy Prabowo ditetapkan sebagai
tersangka penerima hadiah atau janji bersama dengan Safitri, Andreau, Ainul,
Amiril, Siswandi. Sementara tersangka pemberi hadiah adalah Suharjito, Direktur
PT DPP.
Terbagi, diantaranya:
 Tersangka penerima dijerat dengan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1)
KUHP. Dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 300 Juta subsider 6 bulan
kurungan.
 Tersangka pemberi hadiah dijerat menggunakan Pasal 5 ayat (1) huruf a
atau b atau Pasal 13 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat
(1) KUHP. Dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 300 Juta subsider 6
bulan kurungan.
C. Pengaruh terhadap Laporan Keuangan
1. Laporan Realisasi Anggaran

Pencairan Bank Garansi dalam bentuk Uang Milik Eksportir BBL sebesar 52,3
miliar atau 75,74%, mempengaruhi Understated atau kurang Pendapatan Negara
Bukan Pajak (PNBP) bagian Pendapatan Pungutan Hasil Perikanan sebesar 52 miliar.
Karena adanya Transaksi Ekspor BBL hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra
Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp1.800/ekor dan Pendapatan perizinan 2% dari
total eksportir.

2. Neraca
Pencairan Bank Garansi dalam bentuk Uang Milik Eksportir BBL sebesar 52,3
miliar atau 75,74%, Bank Garansi disini diakui sebagai Dana yang dibatasi
Penggunaannya, Kas Lainnya di Bendahara Pengeluaran, Kas Lainnya di
Bendahara Penerimaan, dan Kas Lainnya dari Hibah. Membuat pencatatan diakui
di Aset Lainnya di Neraca. Membuat Overstated atau lebih pada Aset lain-lain
3. Laporan Operasional

Pada Kementrian Kelautan dan Perikanan terdapat pendapatan Sumber Daya


Alam, dimana pada Triwulan III tahun 2020 mengalami peningkatan yang
signifikan oleh pembukaan izin ekspor Benih Bening Lobster. Hal ini dipengaruhi
oleh:
 Pencabutan Peraturan Menteri KP 56 Tahun 2016 tentang Larangan Ekspor
Benih Lobster
 untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT
Aero Citra Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.
 Ekspor benih lobster dikenakan pajak 2% dari margin penjualan.
 Uang tunai sejumlah Rp 52.319.542.040 yang disetorkan ke Bank BNI NO
Rek 8844202001510036 rekening penampungan KPK perkara Kementrian
Kelautan dan Perikanan

4. Laporan Perubahan Ekuitas

Pada Laporan Ekuitas terjadi defisit yang tidak sebesar tahun 2019, sebab
terjadi pembukaan pelarangan ekspor Benih Bening Lobster (BBL), dan
mempengaruhi Koreksi atas reklasifikasi atas peninjauan ulang Bank garansi sebesar
52,3 miliar
BAB IV
KESIMPULAN

Indonesia memiliki wilayah laut dan perairan yang luas dan kaya akan sumber daya,
termasuk benih lobster yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Namun, untuk menjaga
kestabilan sumber daya laut, pemerintah Indonesia melarang ekspor benih lobster. Namun,
kebijakan ini dicabut dan direvisi pada era Mentri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo
dengan alasan meningkatkan perekonomian para nelayan.
Namun, pada 2021, Edhy Prabowo terjerat dalam kasus korupsi suap benih lobster,
dimana ia diduga menerima dana suap dari PT ACK dan Direktur PT DPP untuk memberikan
izin ekspor benih lobster. Kasus ini menunjukkan adanya korupsi yang merajalela di
Indonesia dan perlunya penegakan hukum yang lebih kuat untuk melawan korupsi.
Kesimpulannya, kasus korupsi benih lobster oleh Edhy Prabowo menunjukkan perlunya
transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan dan perlunya kerangka anti-korupsi yang
kuat untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.
Kasus korupsi Benih Lobster merupakan kasus yang sangat terkenal di Indonesia
melibatkan beberapa individu, termasuk Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo,
dan stafnya. Kasus ini bermula dengan dikeluarkannya surat keputusan oleh Menteri Edhy
Prabowo untuk membentuk tim yang akan meninjau aplikasi izin dari perusahaan pengekspor
benih lobster. Tim tersebut dipimpin oleh stafnya, Andreau dan Safitri, dan bertugas untuk
memeriksa kelengkapan dokumen yang diajukan oleh perusahaan tersebut. Isu utama dalam
kasus ini adalah dugaan suap yang diberikan oleh Suharjito, direktur PT Dua Putra Perkasa,
kepada Edhy Prabowo sebesar IDR 2,146 miliar untuk memastikan diterbitkannya SP3K
(Surat Penghentian Penyidikan) dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk PT Aero Citra
Kargo (ACK). PT ACK mengalami kesulitan dalam mengekspor benih lobster sejak April
2020.
Amiril Mukminin, sekretaris pribadi Menteri, juga terlibat dalam kasus ini.
Percakapan WhatsApp antara Amiril dan Safitri mengungkapkan bahwa Edhy telah setuju
untuk menghentikan penyelidikan terhadap PT ACK. Percakapan tersebut juga menunjukkan
bahwa Edhy telah melakukan intervensi untuk mempercepat penerbitan SP3K. Kasus ini juga
melibatkan pembagian dividen dari PT ACK kepada para pemegang sahamnya, termasuk
Edhy Prabowo dan Amiril Mukminin. Pembagian dividen diduga dilakukan melalui
Departemen Keuangan PT ACK, yang mentransfer uang ke rekening para pemegang saham.
Kasus ini juga mengungkap bahwa Amiril Mukminin telah mengelola biaya pribadi Edhy
menggunakan dana dari biaya operasional PT ACK.
Kasus ini menyoroti korupsi yang merajalela di Indonesia dan perlunya penegakan
hukum yang lebih kuat untuk memeranginya. Keterlibatan pejabat pemerintah yang
berpangkat tinggi, termasuk seorang menteri, menunjukkan sifat meresapnya korupsi di
negara ini. Kasus ini juga mengilustrasikan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam
pemerintah dan perlunya kerangka anti-korupsi yang kuat untuk mencegah kasus semacam
ini terjadi di masa depan.
LAMPIRAN

Pertanyaan dan Jawaban


1. Menurut kelompok 3, langkah apa yang paling tepat untuk mencegah agar kasus ini
tidak terjadi lagi? – Adrian Pasha
Jawab:
Melihat dari kondisi yang seharusnya terjadi, tentunya KKP perlu melakukan
pengawasan dan control secara penuh dengan bekerjasama dengan instansi terkait
seperti bea cukai, bandara, Pelabuhan, dan kepolisian. Seharusnya koordinasi antar
instansi ini berjalan dengan baik agar tidak terjadi lagi penyelundupan benih lobster.
Maka dari itu secara tidak langsung perlunya evaluasi secara periodik terhadap
pengawasan dan control antara KKP dan pihak instansi yang bekerja sama. Untuk
menutup peluang terjadinya tindakan tersebut, lembaga pemerintahan harus terus
meningkatkan transparansi, meningkatkan akuntabilitas, melakukan penyederhanaan
proses kerja dan proses pelayanan kepada masyarakat, sekaligus meningkatkan
kualitas pelayanan kepada masyarakat.

2. Bagaimana pencatatan penjurnalan pada LO dan LRA terkait korupsi ini? – Ahmad
Naufal
Jawab:
Untuk kebutuhan LRA
Kas di bendahara penerimaan (D)
Pendapatan Pungutan Hasil Perikanan (K)
Untuk kebutuhan LO
Kas di bendahara penerimaan (D)
Pendapatan Pungutan Hasil Perikanan (K)

3. Kenapa diperbolehkan kembali peraturan terkait izin ekspor lobster padahal Menteri
sebelumnya melarang ekspor, dan dibagian LRA diakui rugi understated karena
adanya biaya angkut atas ekspor terlalu tinggi atau bagaimana? Kenapa diakui sebagai
korupsi – Faisal Labib Zulfiqar
Jawab:
 Menteri KP tahun 2014-2019 era Susi Pudjiastuti. Dia melarang keras ekspor
benih lobster lewat Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 56 Tahun 2016
tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan
Rajungan Dari Wilayah Negara Republik Indonesia.
Susi menyebut ekspor benih lobster hanya menguntungkan negara tetangga
terutama Vietnam yang membeli. Pasalnya mereka akan mengembangkan
budidaya, lalu diekspor lagi ke negara lain dengan nilai lebih tinggi dari yang
dijual oleh Indonesia.
Kepemimpinan Edhy Prabowo, kebijakan larangan ekspor benih lobster pun
dievaluasi menjadi dibolehkan lewat Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 tentang
pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah Indonesia.
Secara umum perbedaan dari Permen KP 56/2016 dengan Permen KP
12/2020 meliputi: (1) Permen 56 tidak dilengkapi definisi fase pertumbuhan
lobster, (2) Dilarang menjual  benih untuk budidaya (pasal 7 ayat 1), dan (3)
Dilarang memindahkan (ekspor) benih lobster (pasal 7 ayat 3).
Adapun Permen KP No. 12 Tahun 2020 mengatur tentang: (1) Definisi fase
pertumbuhan lobster (Pasal 1, poin 7 dan 8); (2) Diperbolehkan budidaya benih
lobster disertai tanggung jawab pelepasliaran 2% dari hasil panen (Pasal 3, poin
e); dan, (3) Diperbolehkan ekspor benih lobster disertasi syarat ketat.
Keran ekspor benih lobster dibuka Edhy dengan alasan banyak nelayan yang
hidupnya bergantung pada budidaya komoditas satu tersebut. Terkait banyak
kekhawatiran soal lobster akan punah jika diekspor, katanya satu lobster bisa
bertelur sampai 1 juta ekor sekaligus jika musim panas.oleh karena itu Edhy
beranggapan bahwa pembukaan kembali kebijakan ekspor benih lobster ini akan
membuka keran pendapatan nelayan dan negara.
 LRA mengalami understated dikarenakan terjadi kurang pencatatan pendapatan
dibandingkan dengan belanja yang dikarena oleh ekspor benih lobster ini hanya
dapat dilakukan oleh 2 perusahaan yaitu PT Aero Citra Kargo (ACK) dan PT Dua
Putra Perkasa (DPP) yang mengakibatkan biaya angkut yang seharusnya masuk
kedalam pendapatan negara namun dibayarkan kepada pihak PT ACK dan PT
DPP dengan nilai Rp1.800/ekor

Daftar Pustaka
B, R. (2021, Maret 11). Media Kupang.com. Retrieved from Fakta Baru Kasus Korupsi Benih
Lobster, Melalui Percakapan WhatsApp Terungkap Peran Edhy Prabowo:
https://mediakupang.pikiran-rakyat.com/news/pr-1381572662/fakta-baru-kasus-
korupsi-benih-lobster-melalui-percakapan-whatsapp-terungkap-peran-edhy-prabowo?
page=4
CNN Indonesia. (2020, November 26). CNN Indonesia. Retrieved from Kronologi Kasus
Edhy Prabowo: Awalnya SK, Berakhir di KPK:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201126012548-12-574574/kronologi-
kasus-edhy-prabowo-awalnya-sk-berakhir-di-kpk
Iqbal, M. (2021, Juni 29). CNBC Indonesia. Retrieved from Korupsi Benih Lobster: Edhy
Prabowo Dituntut 5 Tahun Penjara:
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210629185320-4-256888/korupsi-benih-
lobster-edhy-prabowo-dituntut-5-tahun-penjara
KKP. (n.d.). Visi dan Misi. Retrieved from KEMENTERIAN KELAUTAN DAN
PERIKANAN: https://kkp.go.id/page/7-visi-dan-misi

You might also like