Professional Documents
Culture Documents
Implementasi Pencapaian Secara Progresif
Implementasi Pencapaian Secara Progresif
Implementasi Pencapaian Secara Progresif
1-18
Tulisan Diterima: 03-02-2021; Direvisi: 18-03-2021; Disetujui Diterbitkan: 25-03-2021
ABSTRACT
The government and the parliaments initiated the omnibus law's formation with Law No. 11/2020. This
regulation aims to improve the investment ecosystem by changing, removing and forming new norms
from various sectoral. The regulation process was considered not transparent, and the public only
learned about the substance of the regulation when the academic review and draft were submitted to the
DPR. Omnibus Law is potential for regression to protect and fulfill economic, social and cultural
rights. This research will answer the problem formulations: (1) how is the conception of progressive
realization in the fulfillment of economic, social and cultural rights; (2) how is the view of the contents
of the omnibus law that intersect with human rights. The research method used is qualitative with a
descriptive presentation. Primary data collects from parliamentarians, experts and activists, while
secondary data comes from reports, journals, books and regulations. The result of this study concluded
(a) there was regression in the implementation of the progressive realization of economic, social, and
cultural rights; (b) the substantial material in the omnibus law on Cipta Kerja still ignores human
rights norms, especially indications of decent working conditions, natural resources, and the
environment.
Keywords: human rights; omnibus law; and progressive realization.
ABSTRAK
Pemerintah bersama DPR membentuk omnibus law melalui UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja, regulasi ini ditujukan untuk peningkatan ekosistem investasi dengan merubah, menghapus dan
membentuk norma baru dari berbagai regulasi sektoral. Proses penyusunan regulasi dinilai tertutup,
publik baru mengetahui norma-norma ketika naskah akademik dan draf disampaikan kepada DPR pada
12 Februari 2020, ternyata substansi omnibus law berimplikasi pada potensi pemunduran dalam
perlindungan hak ekonomi, sosial dan budaya. Berdasarkan pada hal tersebut, penelitian ini akan
menjawab rumusan masalah: (1) bagaimana konsepsi progressive realization dalam pemenuhan hak
ekonomi, sosial dan budaya; (2) bagaimana pandangan terhadap muatan omnibus law Cipta Kerja yang
bersinggungan dengan hak asasi manusia. Metode penelitian yang dilakukan adalah kualitatif dengan
penyajian deskriptif. Pengumpulan data primer dilakukan dengan permintaan keterangan anggota
parlemen, akademisi/ahli, dan aktivis, sedangkan data sekunder dari laporan, jurnal, buku dan peraturan
perundang-undangan. Penelitian ini berkesimpulan bahwa (a) implementasi progressive realization
yang seharusnya menuju pada pemenuhan hak secara penuh dalam bidang ekosob justru mengalami
pemunduran; (b) secara substansi materi dalam omnibus law masih mengabaikan norma hak asasi
manusia terutama indikasi penurunan kondisi layak dan adil dalam aspek ketenagakerjaan, sumber daya
alam dan lingkungan hidup.
Kata kunci: omnibus law; hak asasi manusia; dan realisasi secara progresif.
1
JURNAL HAM
Volume 12, Nomor 1, April 2021
PENDAHULUAN
Berdasarkan Naskah akademis perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik
omnibus law Cipta Kerja, secara eksplisit dengan terjadi kecenderungan penurunan dari
paradigmatik yang disusun dalam regulasi ini target 6.0%, sejak 2010 pertumbuhan ekonomi
adalah memajukan ekosistem ekonomi. Hal yang mencapai 6,4% kemudian terus menurun,
tersebut didasarkan pada upaya mewujudkan pada 2014 hanya 5.0%, dan pada 2018 juga
Visi Indonesia 2045 yang bertujuan masih sekitar 5,3%; (c) masih lebarnya rentang
menjadikan Indonesia menjadi 5 (lima) disparitas pertumbuhan ekonomi antar daerah,
kekuatan ekonomi dunia dengan pendapatan sehingga alokasi ekonomi, sumber daya dan
tinggi, tingkat kemiskinan mendekati 0 (nol) modal masih terkonsentrasi di Pulau Jawa
persen dan memiliki tenaga kerja yang (58%) dan Sumatera (25%)3 .
berkualitas. Langkah tersebut dimulai tahun
Salah satu upaya pemerintah untuk
2020 - 2024 melalui upaya pemerintah
menghadapi tantangan tersebut adalah melalui
menjaga pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7
kebijakan legislasi dengan menginisiasi dan
(lima koma tujuh) persen dan pertumbuhan
mengajukan omnibus law Cipta Kerja. Pada 12
PDB riil per Kapita sebesar 5 (lima) persen.
Februari 2020, secara resmi Surat Presiden
Diharapkan pada 2036 Indonesia keluar dari
(Surpres) beserta draf omnibus law diserahkan
Middle Income Trap (MIT) dan tahun 2040
pemerintah melalui Menteri Koordinator
angka pertumbuhan ekonomi diproyeksikan
Bidang Ekonomi, Airlangga Hartanto kepada
rata-rata 6 (enam) persen dan pertumbuhan
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Puan
Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita
Maharani. Konsepsi reformasi regulasi ini
sebesar 4 (empat) +/- 1 (satu) persen1.
diharapkan oleh pemerintah akan memberikan
Meskipun demikian, pemerintah peningkatan kualitas yang semakin baik
menyadari target optimis tersebut sulit dicapai sebagai sistem subtansial dalam hukum.
dalam situasi ekonomi dunia yang mengalami Mengingat, bahwa reformasi legislasi memiliki
perlambatan yang berpengaruh terhadap makna yang paling mendasar adalah “to make
kondisi internal dalam negeri. Terdapat 3 (tiga) better” ataupun “return to a former good
faktor yang telah diidentifikasi mempengaruhi state”, sehingga diharapkan dengan omnibus
perlambatan tersebut yakni: (a) daya saing law maka penataan sistem hukum di Indonesia
Indonesia masih rendah yang didasarkan pada semakin membaik.4
skema indeks kemudahan berusaha (Ease of
Menilik substansi omnibus law Cipta
Doing Business/EoDB). Berdasarkan peringkat
Kerja terdapat 15 (lima belas) bab, 174
EoDB pada 2020, Indonesia hanya menempati
(seratus tujuh puluh empat) pasal, 79 (tujuh
urutan ke 73 (tujuh puluh tiga) jauh tertinggal
puluh sembilan) undang-undang sektoral yang
dari Thailand pada posisi 21 (dua puluh satu)
terkait, dan 1.244 (seribu dua ratus empat
dan Malaysia urutan 12 (dua belas). Indikator
puluh empat) pasal yang akan dirubah, dihapus
EoDB didasarkan pada respon pelaku usaha
dan/atau dibentuk norma baru5. Secara garis
terhadap perizinan, peraturan perundang-
undangan, pelayanan pemerintah, akses
terhadap keuangan, dan kepastian hukum2; (b) Rangking,di%20posisi%2069%20dan%2027,
Bisnis Indonesia, June 22, 2020.
3
Bappenas, “Prakarsa Pemerintah Daerah Dalam
1
Kemenkoperekonomian, “Naskah Akademis Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan
RUU Cipta Kerja” (2020). Pembangunan Daerah” (Jakarta, 2018).
2
Hadijah Alaydrus, “Peringkat Kemudahan 4
Ahmad Ulil Aedi, Sakti Lazuardi, Ditta Chandra
Berusaha Indonesia Turun ke Posisi 73”, diakses Putri, “Arsitektur Penerapan Omnibus Law
dari Melalui Transplantasi Hukum Nasional
https://ekonomi.bisnis.com/read/20181101/9/8555 Pembentukan Undang-Undang,” Jurnal Ilmiah
30/peringkat-kemudahan-berusaha-indonesia- Kebijakan Hukum, Vol. 14, No. 1 (2020): 1-18.
turun-ke-posisi- 5
Dian Erika Nugrahaeni, ”5 Aturan dalam RUU
73#:~:text=Bisnis.com%2C%20JAKARTA-- Cipta Kerja yang Berpotensi Memiskinkan
2
Implementasi Pencapaian Secara Progresif
Agus Suntoro
besar beberapa kluster atau bab yang diatur juga mendapatkan perhatian dari berbagai
yakni: peningkatan ekosistem dan berusaha; aktivis, ahli, akademisi dan kelompok sipil
ketenagakerjaan; kemudahan dan perlindungan masyarakat banyak yang menyuarakan
Usaha Kecil Menengah; kemudahan berusaha; penentangan - terhadap substansi dalam
dukungan riset dan inovasi; pengadaan lahan; omnibus law7.
kawasan ekonomi; investasi pemerintah pusat
Berdasarkan pemikiran tersebut,
dan proyek strategis nasional; pelaksanaan
penelitian dan penulisan ini menjadi penting
administrasi pemerintahan; dan pengenaan
karena diskursus mengenai omnibus law masih
sanksi6.
sedikit di Indonesia, apalagi ditinjau dan
Setelah melalui perdebatan legislasi di memasukan perspektif HAM. Oleh karena itu,
DPR dan juga dipengaruhi demonstrasi oleh penulisan ini akan fokus pada 2 (dua) aspek
publik terutama kaum buruh dan mahasiswa, yaitu: (a) bagaimana tinjauan progressive
pada 5 Oktober 2020 dalam Sidang Paripurna, realization dalam pembentukan UU Cipta
DPR dan Pemerintah sepakat terkait dengan Kerja dan (b) bagaimana pandangan hak asasi
omnibus law. Setelah itu, kemudian manusia dikaitkan dengan ketentuan dalam
ditandatangani Presiden Joko Widodo dan muatan omnibus law Cipta Kerja yang
diundangkan pada 2 November 2020 menjadi bersinggungan dengan hak asasi manusia, yang
UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. dalam aspek ini dibatasi pada ruang lingkup
hak atas kehidupan yang layak berkaitan
Berdasarkan pandangan pada proses
dengan hak atas ketenagakerjaan serta hak atas
dan substansi dari omnibus law terdapat
lingkungan hidup yang sehat.
indikasi bahwa materi muatan banyak
memiliki relasi dan keterkaitan dengan hak Penulisan ini memiliki kebaruan dan
asasi manusia. Apabila dilakukan pencermatan kekhususan dalam pembahasan omnibus law
secara mendalam berbagai hak menjadi bagian Cipta Kerja, karena pada umumnya penulisan
yang terdampak dalam substansi omnibus law yang sebelumnya dilakukan pada 2019 dan
Cipta Kerja mulai dari persoalan pemenuhan 2020 misalnya oleh Mandala Harefa dan
hak atas penghidupan yang layak dalam Achmad Sani Alhusain dengan judul
persoalan perburuhan, aspek lingkungan hidup Pembentukan Omnibus Law dalam Upaya
yang baik dan sehat, persoalan akses terhadap Meningkatkan Investasi fokus pada proses
sumber daya alam, persoalan penggusuran pembentukan omnibus law ditinjau dari aspek
paksa dan hak atas keadilan. stimulus ekonomi dengan mendorong investasi
secara masif.8 Sedangkan penelitian, Pudjo
Tentunya, secara garis besar rumpun
Utomo dengan judul Omnibus Law: Dalam
hak-hak tersebut menjadi bagian dari hak
Perspektif Hukum Responsif lebih
ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) yang
menekankan pemikiran Nonet-Selznick agar
menuntut negara melalui pemerintah untuk
pembentukan hukum mencirikan sifat
mewujudkan pemenuhan, perlindungan dan
responsif terhadap perkembangan kebutuhan
penegakannya. Dalam aspek inilah doktrin
manusia9. Dari kedua penelitian tersebut, tidak
mengenai progressive realization menjadi
menyinggung dan menggunakan pendekatan
penting bahwa tidak diperkenankan adanya
hak asasi manusia, akan tetapi keduanya
pemunduran dalam hal askes dan kualitas
dengan adanya regulasi yang baru terhadap 7
Noviarizal Fernandez, “Ngotot Bahas Omnibus
implementasi hak-hak tersebut. Kondisi ini
Law, Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Pemerintah
dan DPR“, Bisnis Indonesia, April 3, 2020.
Buruh”, diakses dari 8
Mandala Harefa; Achmad Sani Alhusain,
https://nasional.kompas.com/read/ “Pembentukan Omnibus Law Dalam Upaya
2020/02/20/14274841/5-aturan-dalam-ruu-cipta- Meningkatkan Investasi,” Parliamentary Review
kerja-yang-berpotensi-memiskinkan- Vol. II, No. 1 (2020): 11–20.
buruh?page=all, February 20, 2020. 9
Pudjo Utomo, “Omnibus Law: Dalam Perspektif
6
Kemenkoperekonomian, “Rancangan UU Cipta Hukum Responsif,” Jurnal Nurani Hukum vol. 2,
Kerja” (2020). no.1, Juni (2019): 31–40.
3
JURNAL HAM
Volume 12, Nomor 1, April 2021
4
Implementasi Pencapaian Secara Progresif
Agus Suntoro
berbagai buku, jurnal, laporan, serta peraturan pangan, hak atas pekerjaan, dan berbagai hak
perundang-undangan. lain. Untuk mewujudkan tanggung jawabnya
inilah inisiatif negara, dalam hal ini pemerintah
dengan membentuk berbagai kementerian,
PEMBAHASAN lembaga, badan-badan khusus dan termasuk
BUMN diperlukan. Dalam konteks Indonesia,
a. Tinjauan Terhadap Progressive dengan adanya Pasal 33 UUD 1945 maka
Realization secara lugas mengamanatkan kepada negara
Dalam konstruksi HAM, tanggung melalui pemerintah untuk sebesar-besarnya
jawab negara lebih spesifik dalam bentuk mewujudkan kemakmuran rakyat karena
penghormatan (to respect), melindungi (to diberikan kewenangan satu-satunya untuk
protect), dan memenuhi (to fullfil). Konsepsi menguasai, mengelola dan mengatur
ini tidak saja didasarkan pada Deklarasi Umum pemanfaatan semua sumber daya dan kekayaan
Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional alam.
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (the Diskursus konseptual mengenai
International Convenant on Economic, Social pencapaian secara progresif (progressive
and Cultural Rights/ICESCR) yang telah realization) dalam hak ekosob secara umum
diratifikasi dengan UU No. 11 Tahun 2005, didasarkan pada Article 2(1) of the ICESCR
juga termaktub dalam Pasal 28 I Ayat (4) UUD yang menyatakan bahwa “Each State Party to
1945 dan Pasal 8 UU No. 39 Tahun 1999 the present Covenant undertakes to take steps,
tentang Hak Asasi Manusia, akan tetapi juga indi vidually and through international
sesuai dengan teori mengenai negara berbasis assistance and cooperation, especially
hak. economic and technical, to the maximum of its
Jacob Kirekemann dan Thomas available resources, with a view to achieving
Martin14 dalam Applying a Rights–Based progressively the full realization of the rights
Approach: An Insipirational Guide for Civil recognized in the present Covenant by all
Society menyatakan bahwa “A fundamental appropriate means, including particularly the
thesis for the human rights framework is the adoption of legislative measures”.
idea that the legitimacy of the state is based on Katharine G. Young, dari Boston
its respect, protection and fulfilment of the University dalam Waiting for Rights:
rights of each and every individual”, Progressive Realization and Lost Time
menekankan bahwa dalam negara berbasis hak menggambarkan bahwa secara internasional,
maka hak dimaknai sebagai elemen paling penjabaran doktrinal dari konsep realisasi
penting yang dipertahankan yang memiliki progresif dimulai dengan sungguh-sungguh
makna untuk mencegah praktik pada tahun 1990, setelah pengakhiran Perang
penyalahgunaan kekuasaan melalui Dingin dan tekanan banyak negara bekas
pembentukan regulasi oleh legislator dan penjajahan. Pada saat itu, Komite PBB untuk
pemerintah. Hak Ekosob menggambarkan realisasi
Implementasi dari konsepsi ini adalah progresif sebagai perangkat fleksibilitas yang
negara diwajibkan memenuhi hak-hak warga diperlukan untuk pemenuhan hak. Komite
negara, termasuk hak-hak ekonomi, sosial, dan memuji doktrin ini karena kemampuannya
budaya (ekosob) secara bertahap menuju mengakomodasi realitas dunia nyata dan
realisasi penuh hak. Beberapa ciri khas hak kesulitan yang dihadapi oleh berbagai negara
ekosob meliputi hak atas perumahan, hak atas menuju realisasi penuh. Kondisi ini
dipengaruhi perbedaan kepemilikan sumber
14
daya alam antar berbagai negara pihak. Untuk
Jacob Kirkemann Boesen and Tomas Martin, itu, komite memahami karakteristik akses dan
Applying A Rights-Based Approach: An
kepemilikan sumber daya alam yang berlainan
Inspirational Guide for Civil Society, ed. Mette
Holm (Copenhagen, Denmark: The Danish untuk mewujudkan realisasi penuh dan fakta
Institute for Human Rights, 2007). bahwa tidak sedikit negara yang mengalami
5
JURNAL HAM
Volume 12, Nomor 1, April 2021
kemunduran dalam realisasinya sehingga perlu mencampuri. Sebagai contoh dalam beberapa
dipertimbangkan - dan dilihat secara hati- hak yang dijamin dalam ICESR seperti hak
hati15. untuk berserikat, hak mogok, kebebasan
melakukan riset, larangan eksploitasi anak
Selanjutnya Office the United Nation
untuk pekerjaan berbahaya - dan berbagai hal
High Commissioner for Human Rights
lain.
(OCHCR) dalam dokumennya mengenai
progressive realization menegaskan cakupan Pandangan kritis terhadap pemaknaan
kewajiban negara pihak untuk melakukan dua progressive realization tersebut juga
hal, yakni: (a) mengambil langkah-langkah didasarkan pada paragraf 16 dan 22 Prinsip
yang tepat menuju implementasi atau realisasi Limburg yang menyatakan bahwa “All States
secara penuh hak ekosob; (b) memaksimalkan parties have an obligation to begin
pemanfaatan seluruh sumber daya yang ada. immediately to take steps towards full
Konsep progressive realization berangkat dari realization of the rights contained in the
fakta bahwa realisasi penuh hak-hak ekonomi, Covenant” dan “Some obligations unders the
sosial dan budaya umumnya tidak akan dapat Covenant require immediate implementation in
dicapai dalam waktu yang singkat. Konsep ini full by all States parties, such as the
juga mempertimbangkan tingkat kesulitan probihation of discrimination in article 2(2) of
yang dihadapi tiap negara dalam menjamin the Covenant.”
perwujudan penuh hak ekosob16.
Oleh karenanya, meskipun ICESCR
Ifdhal Kasim, mantan Ketua Komnas dan Prinsip Limburg menetapkan pencapaian
HAM dalam Implementasi Hak-hak Ekonomi, secara bertahap dan mengakui realitas
Sosial dan Budaya: Kerangka Normatif dan keterbatasan sumberdaya yang tersedia di satu
Standar Internasional17, melihat progressive sisi, pada sisi lain ia juga menetapkan berbagai
realization didasarkan pada rumusan artikel kewajiban yang memiliki efek segera
2(1) ICESCR. Dalam ICESCR menggunakan (immediate effect). Mengingat pada dasarnya
formulasi “… undertakes to take steps, … to dalam implementasi hak ekosob, kini bisa
the maximum of its available resources, with a dituntut kepada negara untuk memenuhinya
view to achieving progressively the full bahkan melalui proses judisial. Dalam konteks
realization of the rights recognized in the inilah, tindak lanjut dalam pemenuhan hak
present Covenant …”. Meskipun demikian perlu dikonkretkan dalam upaya mengadopsi
Ifdhal, tidak sepenuhnya setuju terkait langkah-langkah legislatif (by all appropriate
pembedaan yang diameterikal dan kontras means including particularly adoption of
antara pemenuhan hak ekosob dan hak sipil legislative measures) sehingga menjadi dasar
politik, karena dalam beberapa aspek keduanya oleh seluruh pihak dalam upaya menjamin
saling terkait dalam realisasinya. Meskipun pemenuhan hak ekosob tersebut.
realisasi hak ekosob bercirikan hak positif
Sarah Joseph dalam Research
(positive rights) yang menegaskan perlunya
Handbook on International Human Rights
intervensi (keterlibatan) dari negara untuk
Law18 secara khusus membahas progressive
memenuhi kewajiban dalam konvenan,
realization, intinya menekankan pentingnya
terdapat nuansa negative rights dalam hak
realisasi negara untuk memenuhinya dalam
sipol berupa freedom from (bebas dari) yang
waktu sesegera mungkin, dengan cara yang
justru meminta negara untuk tidak
terus menerus, meningkat, tumbuh,
berkembang, mengintensifkan, mempercepat,
15
Katharine G Young, “Waiting for Rights : eskalasi, bertahap dan selangkah demi
Progressive Realization and Lost Time” (Boston, selangkah. Meskipun tidak diatur bagaimana
USA, 2019). penuntutan terhadap progressive realization
16
Pihri Buhaerah, “Mengukur Hak-Hak Ekosob”
(Jakarta, 2015).
17
Ifdhal Kasim, “Implementasi Hak-Hak Ekonomi, 18
Joseph, Research Handbook on International
Sosial Dan Budaya” (Komnas HAM, 2007). Human Rights Law.
6
Implementasi Pencapaian Secara Progresif
Agus Suntoro
7
JURNAL HAM
Volume 12, Nomor 1, April 2021
Lebih jauh, pemenuhan hak ekosob b. Realisasi Hak atas Pekerjaan dan
sangat berkaitan erat dengan komitmen Penghidupan yang Layak
pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah dalam
Philip Alston dalam Core Labour
kebijakannya terutama berkaitan dengan
Standards (CLS) and Transformation of the
proses legislasi, pembangunan ataupun
Intentional Labour Right Regime22,
tindakan lainnya harus menjadikan progressive
mengajukan konsep penilaian terhadap kondisi
realization dan penanganan kemiskinan
kerja layak dan adil didasarkan pada indikator
menjadi titik sentralnya. Dengan demikian,
bagaimana pemenuhan hak-hak fundamental
seluruh struktur dan proses yang
(normatif), larangan kerja paksa, hak untuk
mempengaruhi seluruh distribusi dan
berkumpul dan berorganisasi, hak atas upah
redistribusi pendapatan yang didalamnya
yang setara, dan prinsip non diskriminasi.
menyangkut hak atas pekerjaan, kondisi kerja
yang layak dan adil, kontrol atas sumber daya Pandangan Alston tersebut merujuk
alam, lingkungan, ketersediaan dan akses atas pada paragraph 2 Declaration on
pelayanan publik, adanya jaminan sosial Fundamental Principles and Rights at Work
termasuk dalam pembentukan legislasinya (1998) yang menyatakan bahwa “Safeguarding
kesemuannya difokuskan pada implementasi and promoting respect for basic workers right,
bagi perwujudan hak tersebut20. including the prohibition of forced labour and
child labour, freedom of association and the
Sebagai tindak lanjut dari berbagai
right to organized and bargain collectively,
pemikiran dan pengukuran progressive
equal remuneration for men and women for
realization Sarah Joseph dan Eitan Felner,
work equal value, and non-discrminination in
dikaitkan dengan substansi dalam omnibus law
employment, fully implementating the
Cipta Kerja, maka secara jelas bahwa terdapat
vonventions, and taking into account the
tantangan yang berat bagi upaya perlindungan,
principles embodied in thoses conventions in
pemenuhan dan penegakan hak ekosob karena
the case of thoses countries that are not States
terindikasi ternyata justru mengalami pola
parties to thus achieve truly sutanied economic
kemunduran (regressive patterns). Indikator
growth and sustaniable development”23.
tersebut, terutama terlihat dalam perumusan
norma-norma dalam omnibus law terutama Virginia Mantouvalou dalam Are
berkaitan aspek hak atas pekerjaan, hak atas Labour Rights Human Right?, menekankan
lingkungan hidup dan sumber daya alam yang pentingnya pendekatan positivisme melalui
secara khusus akan diuraikan dalam pembentukan regulasi domestik dalam upaya
pembahasan berikutnya. Idealnya hukum yang menjamin pemenuhan hak atas pekerjaan dan
dibentuk bersifat progresif yakni mempunyai penghidupan yang layak dengan mangacu pada
keberpihakan - dan memiliki kegunaan untuk literatur hukum internasional. Beberapa
kepentingan masyarakat secara luas. Produk diantaranya adalah the Universal Declaration
hukum dalam sistem perundang-undangan, of Human Rights (UDHR), terutama Pasal 4
disebut memiliki kualitas yang baik apabila yang melarang perbudakan, Pasal 23 yang
secara prosedural dan substansial mampu mengatur syarat kerja dan hak atas pekerjaan,
menyerap harapan dan melindungi dan Pasal 24 mengenai hak untuk istirahat dan
kepentingan masyarakat.21 libur; ICESR, (1966), Europan Convention on
20
Yosep Adi Prasetyo, “Hak Ekosob Dan https://doi.org/http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2
Kewajiban Negara,” Pemerkuatan Pemahaman 020.V20.233-244.
HAM Untuk Hakim Seluruh Indonesia (Lombok: 22
Alston, “Core Labour Standars and the
Komnas HAM, 2012). Transformation of the International Labour Rights
21
Eko Noer Kristiyanto, “The Urgency of Omnibus Regime.”
Law to Accelerate Regulatory Reform in The 23
International Labour Organization, “Declaration
Perspective of Progressive Law,” Jurnal on Fundamental Principles and Rights at Works,
Penelitian Hukum De Jure 20, no. 10 (2020): 1998,” International Documents on Corporate
233–44, Responsibility § (2010).
8
Implementasi Pencapaian Secara Progresif
Agus Suntoro
Human Rights (ECHR, 1950) dan the San Pengaturan ini secara khusus mengubah,
Salvador Protocol in the Area of Economic, menyisipkan, menghapus dan menetapkan
Social and Cutural Right (1999) 24. pengaturan baru yang bersinggungan dengan 4
(empat) UU yaitu: (a) UU No. 13 Tahun 2003
Berdasarkan pada kedua pandangan
tentang Ketenagakerjaan; (b) UU No 40 Tahun
ahli tersebut dan juga Komentar Umum 18
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
Hak Atas Pekerjaan ICESR, menegaskan
dan UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan
secara keseluruhan prinsip hak atas pekerjaan
Penyelenggara Jaminan Sosial; dan (d) UU No.
dan penghidupan yang layak tersebut tercipta
18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja
apabila memenuhi kondisi: (1) ketersediaan,
Migran Indonesia.
berkaitan dengan penciptaan lapangan
pekerjaan yang difasilitasi secara maksimal Berdasarkan analisis terhadap omnibus
oleh negara; (2) aksesibilitas (keberterimaan), law Cipta Kerja khususnya substansi materi
adanya lowongan pekerjaan tanpa diskriminasi ketenagakerjaan, terdapat berbagai rumusan
atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, pasal yang justru memperlemah konsep
bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat progressive realization dan mengindikasikan
lainnya, asal usul negara atau sosial, kekayaan, terjadinya regressive patterns dengan
kelahiran, difabilitas fisik atau mental, status menurunkan standar dan jaminan terhadap hak
kesehatan (termasuk HIV/AIDS), orientasi untuk mendapatkan pekerjaan dan
seksual, atau sipil, politik-politik, status sosial penghidupan yang layak, diantaranya:
atau status lainnya; dan (3) akseptabilitas dan
Tabel 2
mutu, berkaitan dengan kondisi kerja yang adil
Pasal Bermasalah dalam Omnibus Law
dan nyaman, khususnya kondisi kerja yang
Cipta Kerja
aman, hak untuk membentuk serikat buruh
serta hak untuk memilih dan menerima
Pasal Pengaturan Aspek
pekerjaan secara bebas25. Penilaian
Oleh karena itu mendasarkan pada Pasal Menghapus Pasal 43 Diskriminasi
konsep negara berbasis hak dan dalam 81 dan 44 UU No. 13 Terhadap
konstruksi hak asasi manusia bahwa pilar Tahun 2003 yang Akses
utama yang bertanggungjwab terhadap hak mengatur urgensitas Ketersediaan
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak penggunaan tenaga Pekerjaan
dengan prasyarat tersebut adalah negara kerja asing, jangka
melalui pemerintah (duty holder). Hal tersebut waktu, pendamping di
merupakan mandat Pasal 28I Ayat (4) UUD Indonesia, standar
1945 jo. Pasal 71 UU Nomor 39 Tahun 1999 kompetensi, kriteria
jabatan dan jabatan
tentang Hak Asasi Manusia, mengingat hak
dalam struktur
atas pekerjaan ini sangat penting untuk perusahaan.
pemenuhan hak-hak asasi lainnya serta
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan Pasal Meskipun Privatisasi
inheren dengan martabat manusia. 81 menghidupkan Hubungan
kembali Pasal 59 UU Kerja dan
Kembali ke konteks dalam omnibus 13/2003 yang Sifat
law Cipta Kerja, pengaturan ketenagakerjaan membatasi pekerjaan Hubungan
dirumuskan di Bab VI antara Pasal 81-84. kontrak hanya pada Kerja Bersifat
pekerjaan (a) sekali Kontrak
selesai; (b)
24
Virginia Mantouvalou, “Are Labour Rights diperkirakan
Human Rights?,” European Labour Law Journal waktunya sebentar;
3, No. 2 (2012): 151–172. (c) musiman dan (d)
25
Komnasham, Komentar Umum Kovenan jenis atau sifat tidak
Internasional Hak Sipil dan Politik; Kovenan tetap. Akan tetapi
Internasional Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, dengan
Pertama (Jakarta: Komnas HAM RI, 2009).
9
JURNAL HAM
Volume 12, Nomor 1, April 2021
10
Implementasi Pencapaian Secara Progresif
Agus Suntoro
11
JURNAL HAM
Volume 12, Nomor 1, April 2021
Setelah dilakukan analisis mendalam adanya pemutusan hubungan kerja sepihak dan
dan didasarkan pada pandangan Philip Alston penghalangan kegiatan untuk berserikat29.
serta Virginia Mantouvalou, serta Komentar 18
Oleh karena itu, kita perlu mendorong
Hak Atas Pekerjaan terhadap substansi
dalam upaya pemenuhan hak ekosob, dalam
omnibus law Cipta Kerja terkait dengan aspek
menjamin hak atas pekerjaan dan penghidupan
ketenagakerjaan, terindikasi pemunduran dan
yang layak maka negara melalui pemerintah
justru bukan mengarah pada progressive
didorong untuk berupaya mengambil langkah-
realization menuju realisasi penuh, karena
langkah (undertakes to take steps), sejauh
dipengaruhi faktor:
dimungkinkan oleh sumberdaya yang tersedia
(a) Pengurangan aspek ketersediaan, beberapa (to the maximum available resources),
kebijakan yang diambil terutama berkaitan pencapaian secara bertahap demi realisasi
dengan pelonggaran terhadap penerimaan sepenuhnya (achieving progressively the full
tenaga kerja (dari luar negeri) perlu realization), dan dengan semua cara yang
diperketat terutama untuk yang tidak tepat, termasuk pada khususnya dengan
menjanjikan transfer teknologi dan bersifat mengadopsi langkah-langkah legislatif (by all
tenaga unskill, hal itu perlu dilakukan agar appropriate means including particularly
memberikan kesempatan kerja yang luas adoption of legislative measures), bukan justru
bagi masyarakat; semakin melemahkan upaya perlindungan,
pemenuhan dan penegakan HAM, terutama
(b) Aksesibilitas/keberterimaan, penurunan
bagi para pekerja/buruh melalui rumusan
didasarkan dari aspek jaminan
norma-norma dalam omnibus law Cipta Kerja.
kelangsungan pekerjaan terutama karena
meletakan hubungan kerja ke dalam ranah Dalam sistem hukum ketenagakerjaan
privat antara buruh dengan pengusaha, masih terjadi disparitas kedudukan antara
perubahan sifat hubungan kerja PKWT pemberi kerja (pengusaha) dengan para buruh.
(kontrak) untuk semua jenis, sifat dan level Perbedaan bargaining position inilah yang
pekerjaan dan kemudahan dalam proses menjadi landasan normatif dalam teori konsep
PHK yang sangat merugikan buruh dan negara kesejahteraan (welfarestate) menggeser
mengancam kelangsungan hak atas ranah hukum privat menjadi hukum publik.
pekerjaan; dan Oleh karenanya peran dan intervensi negara
masih sangat diperlukan untuk melindungi
(c) Akseptabilitas dan mutu, berkaitan
pekerja sebagai kelompok yang memiliki
penurunan kondisi kerja yang layak dan
posisi lebih lemah30. Perlindungan hukum yang
adil meliputi pengaturan mengenai upah
dimaksud dengan tujuan supaya dalam
yang layak dan jaminan sosial yang
hubungan kerja dapat terjamin adanya keadilan
semakin berkurang, pengurangan hak-hak
maupun perlindungan terhadap hak asasi
istirahat dan cuti, serta melemahkan serikat
manusia (pekerja) yang keduanya merupakan
pekerja dan serikat buruh dalam
tujuan dari perlindungan hukum itu sendiri.31
menjalankan organisasi serta membela
kepentingan buruh.
Padahal merujuk pada data pengaduan
Komnas HAM, dengan regulasi UU No. 29
Komnas HAM, “Laporan Tahunan 2019”,
13/2003 yang dinilai substansi norma dan (Jakarta: Komnas HAM, 2019)
pengaturannya lebih memberikan keadilan dan 30
Haikal Arsalan; Dinda Silviana Putri, “Law and
kelayakan kerja, ternyata jumlah kasus Human Right Reformation on Industrial Dispute
ketenagakerjaan pada 2019 saja mencapai 213 Settlement,” Jurnal HAM 11, No. 1, April (2020):
(dua ratus tiga belas) kasus, baik yang 39–149.
struktural dengan korban banyak pekerja
31
Fithriatus Shalihah, “Perjanjian Kerja Waktu
ataupun kasus individual. Persoalan yang Tertentu (PKWT) Dalam Hubungan Kerja
Menurut Hukum Ketenagakerjaan Indonesia
paling banyak diadukan berkaitan tidak
Dalam Perspektif Ham,” Uir Law Review 1, No.
diberikan hak-hak normatif seperti upah, 02 (2017): 149–60.
12
Implementasi Pencapaian Secara Progresif
Agus Suntoro
13
JURNAL HAM
Volume 12, Nomor 1, April 2021
pengaturan yang rinci, detail dan jelas agar perlunya unsur kesalahan dan pembuktian.
tidak menimbulkan multitafsir dan berdampak Secara ringkas, melalui Pasal 88 omnibus law
pada kemunduran upaya menjaga lingkungan. menghapus frase “bertanggung jawab mutlak
Sejatinya jika mendasarkan pada Pasal 23 Ayat atas kerugian yang terjadi tanpa perlu
(1) UU No. 32 Tahun 2009 kriteria usaha yang pembuktian unsur kesalahan”.
wajib memiliki AMDAL limitasinya terukur,
Implikasinya bagi perusahaan atau
yakni jika usaha: (a) mengubah bentuk lahan
orang yang tindakannya, usahanya dan/atau
dan bentang alam; (b) eksploitasi terhadap
kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan
sumber daya alam; (c) proses dan kegiatan
dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau
yang menimbulkan pencemaran dan
menimbulkan ancaman serius terhadap
kemerosotan daya alam; (d) proses dan hasil
lingkungan hidup, meskipun dapat dituntut
eksploitasi mempengaruhi lingkungan alam
pertanggungjawaban akan tetapi masih
dan buatan; (e) kegiatan yang mempengaruhi
memerlukan pembuktian unsur kesalahannya.
kawasan konservasi; (f) introduksi jasad renik,
Padahal esensi konsep strict liability sebagai
tumbuhan dan hewan; (g) usaha yang memiliki
mekanisme pengawasan bagi pelaku agar
resiko tinggi dan berkaitan dengan pertahanan
menjaga dan menaati kaidah lingkungan hidup,
negara; dan (h) penerapan teknologi yang
melakukan upaya pencegahan dan pemulihan
memiliki dampak bagi perubahan lingkungan
dampak. Penerapan hukum pidana lingkungan
hidup.
ini dalam pandangan Prof. Sudarto, ahli hukum
Aspek lain yang menjadi sorotan, pidana Universitas Diponegoro dimaksudkan
adalah berkaitan dengan pembatasan ruang sebagai mekanisme penanggulangan kejahatan
partisipasi dan akses publik, terutama dalam lingkungan, sekaligus upaya pencegahan.
proses penyusunan AMDAL. Perubahan Pasal Diharapkan dengan penerapan secara tegas
26 Ayat (2) omnibus law Cipta Kerja, akan terwujud cita pembangunan hukum
mengatur bahwa dalam proses penyusunan nasional Indonesia, yakni mewujudkan
dokumen Amdal maka hanya masyarakat keadilan dan kesejahteraan masyarakat36.
sekitar lokasi yang terdampak langsung yang
Pentingnya penerapan konsep strict
dilibatkan dalam proses konsultasi.
liability selaras dengan Framework Principles
Implikasinya, hanya warga sekitar lokasi area
on Human Rights and the Environment Angka
produksi yang bisa menyampaikan pandangan,
35, yang memberikan kewajiban kepada
keberatan dan masukan terhadap proses
perusahaan untuk melakukan perencanaan,
AMDAL. Padahal dampak kerusakan
mitigasi, pengelolaan dan pemulihan terhadap
lingkungan tidak saja menyangkut sisi hulu
dampak usahanya. Prinsip ini secara khusus
sumber eksploitasi atau operasi kegiatan, akan
diadopsi dari Guiding Principle Business on
tetapi sampai hilir yang akan berdampak pada
Human Rights (Rugie Principle)37 angka 22
masyarakat luas. Dalam ekosistem lingkungan
yang menyatakan bahwa “In assessing human
hidup tidak dikenal pembatasan yang bersifat
rights impacts, business enterprises will have
administratif dengan mengkotak-kotakan
looked for both actual and potential adverse
wilayah karena sifatnya holistik dan
impacts. Potential impacts should be prevented
komprehensif.35
or mitigated through the horizontal integration
Persoalan kritikal lain yang dinilai of findings across the business enterprise,
terjadi kemunduran adalah perubahan
paradigma dalam penuntutan pidana dengan 36
Sumarni Alam, “Optimimalisasi Sanksi Pindana
mereduksi makna konsep strict liability, yakni Terhadap Pelanggaran Baku Mutu Lingkungan
tanggung jawab terhadap kerugian akibat Dari Limbah,” Jurnal Penelitian Hukum De Jure
perilaku pengerusakan lingkungan tanpa 20, No. 1, Maret (2020): 137–151.
37
United Nation Human Rights Office of The High
Commissioner, “Guiding Principles on Business
35
Brian Azeri Dkk, “Kertas Posisi Rancangan UU and Human Rights Guiding Principles on
Cipta Kerja (Omnibus Law) Dalam Perspektif Business and Human Rights” (New York and
Hak Asasi Manusia” (Jakarta, 2020). Geneva, 2011).
14
Implementasi Pencapaian Secara Progresif
Agus Suntoro
38
Laporan Pemantauan Hak atas Kesehatan dalam
Karhutla (Jakarta: Komnas HAM, 2015).
39
Susana Borràs, “New Transitions from Human Nature,” Transnational Environmental Law 5, no.
Rights to the Environment to the Rights of 1 (2016): 113–143.
15
JURNAL HAM
Volume 12, Nomor 1, April 2021
16
Implementasi Pencapaian Secara Progresif
Agus Suntoro
Kristiyanto, Eko Noer. “The Urgency of Law Review 1, No. 02 (2017): 149–160.
Omnibus Law to Accelerate Regulatory https://doi.org/10.25299/uirlrev.2017.1.02.
Reform in The Perspective of Progressive 955.
Law.” Jurnal Penelitian Hukum De Jure the International Labour Organization. ILO:
20, No. 10 (2020): 233–244. Declaration on Fundamental Principles and
Mantouvalou, Virginia. “Are Labour Rights Rights at Works, 1998, 1 International
Human Rights?” European Labour Law Documents on Corporate Responsibility §
Journal 3, No. 2 (2012): 151–172. (2010).
https://doi.org/10.1177/2013952512003002 https://doi.org/10.4337/9781845428297.00
04. 035.
Prasetyo, Yosep Adi. “Hak Ekosob Dan Utomo, Pudjo. “Omnibus Law: Dalam
Kewajiban Negara.” Pemerkuatan Perspektif Hukum Responsif.” Jurnal
Pemahaman HAM Untuk Hakim Seluruh Nurani Hukum Vol. 2, No. 1, Juni (2019):
Indonesia. Lombok: Komnas HAM, 2012. 31–40.
Shalihah, Fithriatus. “Perjanjian Kerja Waktu Young, Katharine G. “Waiting for Rights :
Tertentu (PKWT) Dalam Hubungan Kerja Progressive Realization and Lost Time.”
Menurut Hukum Ketenagakerjaan Boston, USA, 2019.
Indonesia Dalam Perspektif Ham.” Uir
17
JURNAL HAM
Volume 12, Nomor 1, April 2021
KOSONG
18