Makalah LKS - Lembaga Zakat.

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 28

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

LEMBAGA ZAKAT

Dosen Pengampu :
Rachmania Nurul Fitri Amijaya, M.SEI.

Kelompok 6 :
Riezalva Dhiaulhaq Murdiyanto 200810102085
Deviatul Jannah 210810102005
Yogi Raya Pangestu 210810102033
Muhammad Fahmi Ardiansyah 210810102070

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JEMBER
2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim.
Segala puji bagi Allah yang telah melancarkan segala urusan penulis,
termasuk dalam pembuatan makalah ini, yang penulis beri judul “Lembaga
Keuangan Syariah : Lembaga Zakat”. Salam dan sholawat selalu digaungkan
kepada nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wassalam, karena perjuangan dan
pengorbanan beliaulah kita dapat menikmati segala ilmu dan kebenaran iman saat
ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas kelompok mata kuliah
Lembaga Keuangan Syariah kelas B. Kami sampaikan terima kasih kepada ibu
Rachmania Nurul Fitri Amijaya, M.SEI, selaku dosen pengampu Lembaga
Keuangan Syariah kelas B, atas bimbingan dan arahan dalam pembelajaran, serta
pembuatan makalah ini.
Kami mengakui bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan, oleh
karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk meningkatkan keterampilan menulis
dan kemampuan analisis keadaaan ataupun pembuatan makalah berikutnya.
Penulis sampaikan terima kasih untuk semua pihak yang terlibat dalam pembuatan
makalah ini.

Jember, 1 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
BAB I.........................................................................................................................................
PENDAHULUAN.....................................................................................................................
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................
1.3 Tujuan...............................................................................................................................
BAB II.......................................................................................................................................
PEMBAHASAN.......................................................................................................................
2.1 Pengertian Zakat...............................................................................................................
2.2 Tujuan dan Hikmah Pengelolaan Zakat Dalam Perekonomian Umat..............................
2.3 Macam-Macam Zakat.......................................................................................................
2.4 Penghimpunan Dana Zakat...............................................................................................
2.5 Penyaluran Dana Zakat...................................................................................................
2.6 Pengelolaan Dana Zakat.................................................................................................
2.7 Permasalahan Dalam Zakat............................................................................................
BAB III....................................................................................................................................
PENUTUP...............................................................................................................................
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................
3.2 Saran...............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Zakat adalah ibadah maaliyyah ijtima'iyyah yang memiliki posisi sangat
penting, strategis, dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari
sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat
termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari lima rukun Islam yang ada
(Hafidhuddin, 2002). Zakat merupakan bukti kebenaran iman dan pembenaran
terhadap adanya hari pembalasan yang dengan memahami zakat dapat
memberikan pesan yang penting bagi umat Islam yang mampu dan memiliki
kelebihan harta, yaitu bahwa mereka belum dianggap sebagai orang yang beriman
apabila tidak membayar zakat karena membayar zakat merupakan indikator atau
bukti keimanan seseorang (Furqon, 2015).
Menurut Syafi’ah mendefinisikan zakat sebagai nama untuk barang yang
dikeluarkan untuk harta atau badan (diri manusia untuk zakat fitrah) kepada pihak
tertentu. Sedangkan menurut Hanabilah zakat merupakan hak yang wajib
dikeluarkan pada harta tertentu kepada kelompok tertentu dan pada waktu
tertentu. Kelompok tertentu yang dimaksud ialah kelompok orang-orang yang
termasuk ke delepan golongan penerima zakat (Muzayyanah, & Yulianti, 2020).
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang hukumnya diwajibkan oleh
Allah SWT untuk dilaksanakan oleh setiap umat muslim. Penyebutan kata zakat
dalam Al-Qur’an seiring dengan penyebutan kata shalat, agar kita tidak hanya
memperhatikan hak Allah saja, tetapi juga memperhatikan hak sesama manusia.
Sebagai umat muslim, kita wajib mempelajari ilmu mengenai zakat agar dapat
menjalankan perintahnya dengan baik dan benar, sama halnya dengan kewajiban
mempelajari bagaimana rukun dan syarat menjalankan ibadah shalat serta rukun
Islam lainnya. Kewajiban membayar zakat ini diturunkan dengan tujuan untuk
menumpas kemiskinan, karena sasaran utama pembagian zakat ialah untuk
mencukup kebutuhan orang-orang fakir dan miskin. Sedangkan tujuan dari
pengelolaan zakat ialah, meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam

iv
pengelolaan zakat dan untuk meningkatkan manfaat zakat sebagai bentuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan
(Yudhira, 2020).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian zakat?
2. Bagaimana signifikansi zakat dalam perekonomian umat?
3. Apa saja macam-macam zakat?
4. Bagaimana penghimpunan dana zakat?
5. Bagaimana penyaluran dana zakat?
6. Bagaimana pengelolaan dana zakat?
7. Bagaimana permasalahan dalam zakat?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian zakat.
2. Mengetahui signifikansi zakat dalam perekonomian umat.
3. Mengetahui macam-macam zakat.
4. Mengetahui penghimpunan dana zakat.
5. Mengetahui penyaluran dana zakat.
6. Mengetahui pengelolaan dana zakat.
7. Mengetahui permasalahan dalam zakat.

v
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Zakat

Zakat secara harfiah mempunyai makna (pensucian), (pertumbuhan),


(berkah). Menurut istilah zakat berarti kewajiban seorang muslim untuk
mengeluarkan nilai bersih dari kekayaannya yang tidak melebihi satu nisab,
diberikan kepada mustahik dengan beberapa syarat yang telah ditentukan ( Al-
Jaziri, 1990).
Menurut Hamdan Rasyid, di dalam Al-qur'an kata zakat disebutkan
sebanyak 32 kali dan sebagian besar beriringan dengan kata shalat. Bahkan jika
digabung dengan perintah untuk memberikan infak, sedekah untuk kebaikan dan
memberi makan fakir miskin maka jumlahnya mencapai 115 kali. Sementara itu,
kata sholat beserta derivasinya disebut sebanyak 67 kali, puasa (shiam) disebut
sebanyak 13 kali, dan haji sebanyak 10 kali. Hal ini tentunya menunjukkan
kesalehan sosial seseorang yang dimanifestasikan dalam bentuk pemenuhan
membayar zakat, infak dan sedekah tidak kalah pentingnya dibanding dengan
kesalehan individual yang termanifestasi dalam bentuk pelaksanaan ibadah shalat,
puasa, dan haji (Rasyid, 2003).
Zakat menurut UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat adalah
harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh
orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya (Soemitra, 2009).
Zakat adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah pada bulan
Syawal tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan. Ijma
(kesepakatan) ulama telah sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang
mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam. Zakat merupakan ibadah maliyah
yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia
Allah dan juga merupakan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan
keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa,
sebagai pengikat batin antara golongan kaya dengan miskin dan sebagai

vi
penghilang jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang
lemah.

2.2 Tujuan dan Hikmah Pengelolaan Zakat Dalam Perekonomian Umat

Tujuan pengelolaan zakat Menurut amanah dari Undang-Undang tahun


1999, yaitu :
1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai
dengan tuntutan agama.
2. Meningkatkan fungsi dan peranan perantara keagamaan dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3. meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
Adapun hikmah dari zakat antara lain :
1. Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhuafa.
2. Pilar amal jama’i antara aghniya dengan para mujahid dan da’i yang
berjuang dan berdakwah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
3. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk.
4. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
5. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang allah SWT berikan.
6. Untuk pengembangan potensi umat.
7. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk islam.
8. Menambah pendapatan negara untuk proyek proyek yang berguna bagi
umat (Soemitra, 2009).
Selain itu juga, zakat merupakan ibadah yang memiliki nilai dimensi
ganda, trasendental dan horizontal. Oleh sebab itu, zakat memiliki banyak arti
dalam kehidupan umat manusia, terutama Islam. Zakat memiliki banyak hikmah,
baik yang berkaitan dengan Allah SWT. maupun hubungan sosial kemasyarakatan
di antara manusia, antara lain:
1. Menolong, membantu, membina, dan membangun kaum dhuafa yang
lemah papah dengan materi sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok
hidupnya. Dengan kondisi tersebut mereka akan mampu melaksanakan
kewajibannya terhadap Allah SWT.

vii
2. Membersihkan/mensucikan harta, jiwa manusia dari sifat kikir dan dosa
serta cinta dunia, berakhlak dengan sifat Allah, me- ngembangkan
kekayaan batin, menarik simpati dan rasa cinta fakir miskin, menyuburkan
harta, membantu orang yang lemah dan sebagai tanda syukur terhadap
kepemilikan harta dan mendorong untuk berusaha, bekerja keras, kreatif
dan produktif dalam usaha serta efisiensi waktu.""
3. Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi
harta (social distribution), dan keseimbangan tanggung jawab individu
dalam masyarakat. Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan
Islam.
4. yang berdiri atas prinsip-prinsip: Ummatan Wahidatan (umat yang satu),
Musawah (persamaan derajat, dan kewajiban), Ukhuwah Islamiyah
(persaudaraan Islam) dan Takaful Ijtima' (tanggung jawab bersama).
5. Dapat menyucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa
(menumbuhkan akhlak mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa
kemanusiaan), dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. Dengan
begitu akhirnya suasana ketenangan batin karena terbebas dari tuntutan
Allah SWT. dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati.
6. Zakat adalah ibadah maliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial
ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT. dan juga merupakan
perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kema- nusian dan keadilan,
pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa,
sebagai pengikat batin antara golongan kaya dengan yang miskin dan
sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang
kuat dengan yang lemah.
7. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera di mana hubungan
seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai, dan harmonis yang
akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir batin. Dalam
masyarakat seperti itu tak- kan ada lagi kekhawatiran akan hidupnya
kembali bahaya komunisme (atheis) dan paham atau ajaran yang sesat dan
menyesatkan. Sebab dengan dimensi dan fungsi ganda zakat, persoalan
yang dihadapi kapitalisme dan sosialisme dengan sendirinya sudah

viii
terjawab. Akhirnya sesuai dengan janji Allah SWT., akan terciptalah
sebuah masyarakat yang baldatun thoyibun wa Rabbun Ghafur."
8. Sebagai sarana untuk menunjang seluruh aktivitas di jalan Allah yang
digolongkan pada dakwah (Soemitra, 2009).

2.3 Macam-Macam Zakat

Secara umum, zakat terdiri dari dua macam yakni zakat fitrah dan zakat
yang berhubungan dengan harta yakni zakat mal:
1. Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada
bulan Ramadhan oleh setiap muslim bagi dirinya dan bagi orang yang
ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk sehari pada hari
Raya Idul Fitri. Zakat fitrah dinamakan al-fitri yang mengacu kepada kata fitri
yang artinya adalah makan. Dinamakan zakat fitri karena terkait dengan bentuk
harta yang diberikan kepada mustahiknya, yaitu berupa makanan. Selain itu zakat
ini dinamakan fitri juga karena terkait dengan hari lebaran yang bernama fitri.
Besarnya zakat fitrah menurut ukuran sekarang adalah 2,176 kg. Sedangkan
makanan yang wajib dikeluarkan yang disebut nash hadits yaitu tepung, terigu,
kurma, gandum, zahib (anggur) dan aqith (semacam keju). Untuk daerah yang
makanan pokoknya selain 5 makanan tersebut, mazhab Maliki dan Syafi'i
membolehkan membayar zakat dengan makanan pokok yang lain. Menurut
mazhab Hanafi pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan dengan membayarkan
harganya dari makanan pokok yang dimakan (Zulhendra, 2017).
2. Zakat Harta (Mal)
Zakat harta adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau
badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya. Syarat kekayaan itu dizakati antara
lain milik penuh, berkembang, cukup nisab, lebih dari kebutuhan pokok, bebas
dari utang, sudah berlalu satu tahun (haul). Harta yang dikenakan zakat, antara
lain :
a. Emas, Perak, dan Uang

ix
Emas dan perak merupakan logam mulia yang sering dijadikan
perhiasan. Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang
yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karenanya
segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham
atau surat berharga lainnya, termasuk ke dalam kategori emas dan perak.
Sehingga penentuan nisab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas
dan perak. Seorang muslim yang mempunyai emas dan perak wajib
mengeluarkan zakat bila sesuai dengan nisab dan haul. Adapun nisab emas
adalah 20 dinar setara dengan 85 gr dan nisab perak adalah 200 dirham
atau setara dengan 674 gr.
Contoh perhitungan :
Nyonya Inur memiliki emas 120 gr, dipakai dalam aktivitas sehari-hari
sebanyak 15 gr. Maka zakat emas yang wajib dikeluarkan oleh wanita
tersebut adalah 120 gr - 15 gr= 105 gr. Bila harga emas Rp 70.000 per
gram maka zakat yang harus dikeluarkan sebesar: 105 gr x Rp 70.000 x
2,5 % = Rp 183.750.
b. Perdagangan dan Perusahaan
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk
diperjual belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-
alat, pakaian, makanan, perhiasan, dan lain-lain. Perniagaan tersebut
diusahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi,
dan sebagainya. Nisab zakat perdagangan sama dengan nisab emas yaitu
senilai 85 gr emas, dengan kadarnya zakat sebesar 2,5 %. Zakat dapat
dibayar dengan uang atau barang dan dikenakan pada perdagangan
maupun perseroan. Perhitungan zakat dilakukan dengan rumus: (Modal
diputar + Keuntungan + piutang yang dapat dicairkan)-(utang+ kerugian) x
2,5 %.
Contoh perhitungan:
Pada akhir tutup buku perusahaan masih memiliki kekayaan dalam bentuk
barang senilai Rp 10 juta, uang tunai sebesar Rp 15 juta, dan piutang
sebesar Rp 2 juta Namun perusahaan memiliki utang dan pajak yang harus
dibayarkan senilai Rp 7 juta. Sehingga perhitungan saldo yang dimiliki

x
perusahaan adalah (Rp 10 juta + 15 juta + 2 juta - Rp 7 juta)= Rp 20 juta.
Maka zakat yang wajib dibayarkan adalah sebesar 2.5% x Rp 20 juta = Rp
500 ribu. Contoh perhitungan ini dapat dilakukan pada perhitungan zakat
yang diqiyaskan pada zakat emas dan perak.
c. Hasil Pertanian dan Perkebunan
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang
bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-
buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dan lain-lain. Nisab
hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg. Apabila hasil
pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma,
dan sebagainya, maka nisabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut.
Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan,
sayur-sayuran, daun, bunga, dan sebagainya, maka nisabnya disetarakan
dengan harga nisab dari makanan pokok yang paling umum di daerah
tersebut.
Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan,
atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram/irigasi
(ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%. Pada sistem pertanian saat ini,
biaya tidak sekadar air, akan tetapi ada biaya lain seperti pupuk,
insektisida, dan lain-lain. Maka untuk mempermudah perhitungan
zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya diambil dari hasil
panen, kemudian sisanya apabila lebih dari nisab dikeluarkan zakatnya
10% atau 5% tergantung sistem pengairannya.
d. Hasil Pertambangan
Ma'din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam
perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah,
tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dan lain- lain. Kekayaan
laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara,
ambar, marjan, dan lain-lain. Menurut mazhab Hanafi dan qaul mazhab
Syafi'i berpendapat bahwa yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah 1/5.
Sedangkan mazhab Maliki. Syafi'i, dan Hambali berpendapat bahwa yang
wajib dikeluarkan zakatnya adalah 1/10.

xi
e. Hasil Peternakan
Peternakan yang wajib dizakati terdiri dari ternak unta, sapi,
kerbau, kuda, serta kambing atau domba. Syarat zakat hewan yakni sampai
haul, mencapai nisabnya, digembalakan dan mendapatkan makanan di
lapangan tempat pengembalaan terbuka, tidak dipekerjakan, tidak boleh
memberikan binatang yang cacat dan tua (ompong), pembiayaan untuk
operasional ternak dapat mengurangi dan bahkan menggugurkan zakat
ternak.
f. Hasil Pendapatan (Zakat Profesi)
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan
profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud
mencakup profesi pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris,
akuntan, artis, wiraswasta, dan lain-lain. Pendapat ulama yang
berkembang saat ini, menganalogikan zakat profesi kepada zakat
pertanian, yakni dibayar ketika mendapatkan hasilnya, tanpa menunggu
setahun. Sedangkan tarifnya, menurut ulama kontemporer, dianalogikan
kepada zakat emas dan perak yakni sebesar 2,5%, atas dasar qiyas asy-
syabah, yaitu dari segi waktu mengeluarkan dan nisabnya dianalogikan
kepada zakat pertanian. Sedangkan dari segi tarifnya dianalogikan kepada
zakat emas perak.
Contoh perhitungan :
Seorang pegawai negeri berpenghasilan Rp 2.000.000 dalam sebulan. Lalu
dipotong kebutuhan dasar/kebutuhan pokok, seperti makan dan
kredit/kontrak rumah. Jika sisa dari kebutuhan pokok tersebut 1.000.000
sebulan, maka dalam setahun jumlahnya sebesar Rp 12.000.000. Jumlah
ini telah mencapai nisab, maka zakat yang harus dikeluarkan sebesar 2,5%
x Rp 12 juta, yaitu Rp 300.000.
g. Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut
dengan harta karun. Termasuk di dalamnya harta yang ditemukan dan
tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. Zakat rikaz adalah sebesar

xii
20% dan tidak dipersyaratkan sampai satu tahun, karena wajib dikeluarkan
zakatnya pada saat didapat (Soemitra, 2009).

2.4 Penghimpunan Dana Zakat

Pengumpulan ialah suatu proses, cara dan perbuatan mengumpulkan.


sedangkan zakat merupakan perintah Allah SWT dalam agama Islam yang
diwajibkan untuk dikeluarkan dan diserahkan kepada orang-orang yang berhak
menerima berupa jumlah harta tertentu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
pengumpulan atau penghimpunan zakat ialah bagaimana proses atau cara untuk
menghimpun sejumlah harta tertu yang telah diperintahkan oleh Allah untuk
dikeluarkan dan diberikan kepada orang yang berhak untuk menerimanya
(Wikaningtyas & Sulastiningsih, 2015).
Penghimpunan dana zakat merupakan kegiatan mengumpulkan dana zakat
dari para muzakki kepada organisasi pengelola zakat untuk disalurkan kepada
mustahik (orang yang berhak menerima) sesuai dengan ukurannya masing-
masing. Pengumpulan dana zakat dan infak/ sedekah yang dilakukan oleh Badan
Amil Zakat Nasional ialah dengan cara menerima langsung atau mengambil
langsung dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki yang bersangkutan.
selain itu Badan Amil Zakat Nasional juga bekerjasama dengan Bank dalam
pengumpulan zakat, infak/ sedekah (Putra, 2019).
Strategi penghimpunan dana zakat yang dilakukan oleh setiap lembaga
zakat yang terdapat di Indonesia berbeda-beda. Setiap lembaga pengelola zakat
memiliki cara dan prosedur masing-masing dalam menghimpun dana zakat
masyarakat. Terdapat beberapa cntoh Lembaga Pengelola Zakat (LPZ) yang ada
di Indonesia seperti BAZNAZ Pusat, Dompet Dhuafa, PKPU, Rumah Zakat dan
DPUDT. Pada Lembaga BAZNAZ Pusat segmentasi penghimpunan dana
berskala lokal seperti daerah Jakarta pusat dan sekitarnya. meskipun demikian
tidak menutup kemungkinan BAZNAZ pusat menghimpun dana dari luar daerah
Jakarta bahkan luar negeri. Karena BAZNAZ pusat mewakili Badan Amil Zakat
Nasional di Indonesia, untuk nasional sudah ada BAZNAZ Provinsi dan
BAZNAZ Daerah (kota/kabupaten) yang tersebar di seluruh Indonesia.

xiii
Metode promosi yang dilakukan oleh BAZNAZ pusat hanya
menggunakan satu metode fundraising, yaitu metode fundraising tidak langsung.
Kegiatan yang diselenggarakan hanya melibatkan donatur potensial dan muzaki
yang telah terdaftar di BAZNAZ pusat. Strategi penghimpunan zakat yang
dilakukan oleh BAZNAZ pusat melalui proses-proses sebagai berikut yaitu:
sosialisasi langsung ke donatur individu ataupun kelompok, membuat aplikasi
muzakki conner, yaitu aplikasi untu smartphone sehingga dapat memudahkan
muzakki untuk membayarkan zakatnya secara langsung ke BAZNAZ pusat tanpa
mendatanginya jika ingin berdonasi zakat.
Dompet dhuafa dalam melaksanakan strategi penghimpunan dana zakat
telah mencapai skala internasional, disebabkan karena telah mempunyai kantor
cabang di berbagai negara seperti: Jepang, Amerika, Korea, Australia dan
Hongkong. Proses promosi yang dilaksanakan oleh Dompet Dhuafa dan
sosialisasi yang diterapkan oleh Dompet dhuafa menggunakan sistem ATL (above
the line) dan BTL (below the line), serta direct campaign, yaitu menjalankan
hubungan kerja sama dengan mal besar yang bersegmen B, A, A+. Kerja sama
tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat muslim
untuk melakukan pembayaran zakat serta donasi sekaligus memberikan
pemahaman secara langsung kepada masyarakat segmen menengah ke atas.
Strategi penghimpunan dana zakat pada lembaga PKPU ialah
menggunakan program promosi marketing multi dimensi baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui media elektronik ataupun media cetak. Sedangkan
penghimpunan dana zakat dalam lembaga rumah zakat yaitu: membuat iklan di
media sosial dan pengiriman kabar kepada donatur. Pada lembaga zakat DPUDT
penghimpunan dana zakat yang dilakukan berasal dari dalam dan juga luar negeri.
Dari dalam negeri, strategi yang digunakan ialah dengan cara membentuk tim
silaturahmi kepada para donatur potensial dan memasang iklan di radio darut
tauhid, sedangkan untuk penghimpunan dana zakat untuk luar negeri yaitu:
DPUDT mempunyai orang-orang terpercaya yang dipilih dari darut tauhid untuk
menghimpun dana zakat dari WNA dan WNI yang ada diluar negeri, atau sering
disebut juga dengan direct advertising (Aziz & Sukma, 2016).

xiv
2.5 Penyaluran Dana Zakat

Belakangan ini, intermediary system yang mengelola zakat seperti


lembaga pengelola zakat lahir secara menjamur. Pada Negara Indonesia sendiri,
dunia lembaga pengelola zakat menunjukkan perkembangan yang cukup pesat.
Mereka berusaha untuk berkomitmen mempertemukan pihak muzakki dan pihak
mustahik, dengan harapan akan terjadi proyeksi pemerataan pendapatan antara
muzakki dan mustahik atau bahkan menjadikan kelompok yang defisit menjadi
surplus.
Adapun penyaluran zakat secara produktif seperti yang telah terjadi dan
dilakukan pada masa Rasulullah SAW, yang dijelaskan dalam sebuah hadist
riwayat Imam Muslim dari Salim bin Abdillah bin Umar dari Ayahnya, bahwa
Rasulullah SAW telah memberikan kepadanya zakat lalu menyuruhnya untuk
dikembangkan atau diberikan lagi. Hubungan dengan pemberian zakat yang
bersifat produktif, ialah bahwa pemerintah Islam diperbolehkan membangun
pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian
kepemilikan dan keuntungannya bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan
terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang masa. Pada saat ini, pengganti
pemerintah diperankan oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang
kuat, amanah serta profesional. BAZ atau LAZ, jika akan memberikan zakat yang
bersifat produkstif harus pula melakukan pembinaan kepada para mustahik agar
kegiatan usahanya dapat berjalan dengan lancar dan baik serta dapat
meningkatkan kualitas keimanan dan keislaman si mustahik.
Untuk pendayagunaan dana zakat, distribusinya dikategorikan dalam 4
bentuk penyaluran yaitu sebagai berikut:
1. Distribusi bersifat konsumtif tradisional, yakni merupakan zakat yang
diberikan kepada mustahik untuk digunakan secara langsung, seperti zakat
fitrah yang diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari atau yang dibagikan kepada korban bencana alam.
2. Distribusi bersifat konsumtif kreatif, yakni penyaluran zakat yang
diwujudkan dalam bentuk lain dari barang semula, seperti diberikan dalam
bentuk alat-alat sekolah ataupun beasiswa.

xv
3. Distribusi bersifat produktif tradisional, yakni merupakan zakat yang
diberikan dalam bentuk barang-barang yang produktif, seperti kambing,
sapi, domba, alat cukur dan lainnya. Tujuan dari pendistribusian dalam
bentuk ini ialah agar dapat menciptakan suatu usaha yang membuka
lapangan kerja bagi fakir miskin ataupun pengangguran.
4. Distribusi dalam bentuk produktif kreatif, yaitu penyaluran dana zakat
yang diwujudkan dalam bentuk permodalan, baik untuk membangun
proyek sosial atau menambah modal pedagang pengusaha kecil (Amelia,
2012).
Adapun golongan yang berhak untuk mendapatkan penyaluran dana zakat
dikelompokkan dalam 8 golongan, sebagai berikut:
1. Orang-orang fakir (al-Fuqara)
2. Orang-orang miskin (al-Masakin)
3. Para pengurus/ panitia zakat (al-Amilin)
4. Para muallaf yang dibujuk hatinya (al-Muallaf al-Qulub)
5. Untuk memerdekakan budak (al-Riqob)
6. Orang-orang yang berhutang (al-Gharimin)
7. Untuk jalan Allah (fi sabilillah)
8. Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil), (Muzayyanah &
Yulianti, 2020).

2.6 Pengelolaan Dana Zakat

Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian,


pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta
pendayagunaan zakat. Oleh karena itu, untuk optimalisasi pendayagunaan zakat
diperlukan pengelolaan zakat oleh lembaga amil zakat yang profesional dan
mampu mengelola zakat secara tepat sasaran (Soemitra, 2009).
Pengelolaan zakat melalui lembaga amil didasarkan beberapa pertimbangan:
Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat. Kedua,
menjaga perasaan rendah diri para mustahik apabila berhadapan langsung untuk
menerima haknya dari muzaki. Ketiga, untuk mencapai efisiensi, efektivitas dan
sasaran yang tepat dalam menggunakan harta zakat menurut skala prioritas yang

xvi
ada di suatu tempat misalnya apakah disalurkan dalam bentuk konsumtif ataukah
dalam bentuk produktif untuk meningkatkan kegiatan usaha para mustahik.
Keempat untuk memperlihatkan syiar Islam dan semangat penyelenggaraan
negara dan pemerintahan yang islami. Sebaliknya, jika penyelenggaraan zakat itu
begitu saja diserahkan kepada para muzakki, maka nasib dan hak-hak orang
miskin dan para mustahik lainnya terhadap orang-orang kaya tidak memperoleh
jaminan yang pasti (Hafidhuddin, 2002).
Pada prinsipnya pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahik
dilakukan berdasarkan persyaratan yaitu :
a. Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahik delapan asnaf.
b. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi
kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.
c. Mendahulukan mustahik dalam wilayahnya masing-masing.
Sedangkan untuk pendayagunaan hasil pengumpulan zakat secara produktif
dilakukan setelah terpenuhinya poin-poin di atas. Disamping itu, terdapat pula
usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan, dan mendapat persetujuan
tertulis dari dewan pertimbangan. Adapun menurut Soemitra, prosedur
pendayagunaan pengumpulan hasil zakat untuk usaha produktif berdasarkan:
a. Melakukan studi kelayakan:
b. Menetapkan jenis usaha produktif;
c. Melakukan bimbingan dan penyuluhan:
d. Melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan;
e. Mengadakan evaluasi;
f. Membuat pelaporan (Soemitra, 2009).
Esensi dari zakat adalah pengelolaan dana yang diambil dari wajib zakat
untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dan bertujuan untuk
mensejahterakan kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dan secara umum
dapat disimpulkan bahwa maju dan berkembangnya pengelolaan zakat dapat
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan sosial dan
ekonomi (Andriyanto, 2011).
Di Indonesia, kontemporer telah terbit UU No. 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat. Undang-undang yang lahir pada 27 Oktober 2011 ini

xvii
menimbulkan kontroversi besar di dunia zakat nasional. UU No. 23/2011 yang
meregulasi pengelolaan zakat di Indonesia modern yang sekuler dan demokrasi,
menimbulkan perdebatan sengit karena mengklaim berbasis pada "pendapat fikih
klasik" bahwa hanya negara yang memiliki otoritas dalam mengelola zakat.
Undang- undang ini menghapus sistem desentralisasi zakat nasional di bawah
rezim UU No. 38/1999 dan menggantinya dengan sistem sentralisasi dimana kini
hanya pemerintah saja yang berhak mengelola zakat nasional (Wibisono, 2015).

2.7 Permasalahan Dalam Zakat

Penghimpunan dana zakat dan pendayagunaan zakat akhir akhir ini


mengalami
perkembangan, dalam pendayagunaannya, zakat yang dulu hanya bersifat
konsumtif, saat ini cenderung produktif, seperti penggunaan untuk
pengembangan dan pemberdayaan UMKM. Sehingga zakat dapat
meningkatkan pendapatan, profit, dan konsumsi masyarakat. Namun, dibalik
kemajuan tersebut,juga terdapat beberapa permasalahan tentang zakat.Ada
beberapa hal yang secara umum menjadi masalah dalam pengumpulan zakat
yang maksimal diantaranya:regulasi,ketidakpercayaan muzakki terhadap
lembaga pengelola,dan lain-lain. Adapun masalah-masalah yang menjadi
tantangan dan pengelolaan zakat antara lain:
1. Masalah Regulator
Regulator zakat dinilai oleh kebanyakan orang sebagai lembaga
yang paling bermasalah dalam pengelolaan zakat nasional. Peran-peran
yang seharusnya dapat dilakukan regulator tidak dijalankan dengan
baik dan optimal Seharusnya regulator yang dalam hal ini adalah
pemerintah pusat dapat melakukan pembangunan sistem jaringan dan
membuat standarisasi pengelolaan zakat secara nasional dan
pengawasan pemerintah selaku regulator pengelolaan zakat,
memberikan dukungan dan fasilitas yang diperlukan dalam rangka
implementasi undang-undang/peraturan teknis yang dikeluarkan
tentang pengelolaan zakat di tingkat pusat, merealisasikan anggaran

xviii
untuk operasional pengelolaan zakat bagi Badan Amil Zakat melalui
APBN serta mengakomodir usulan dan aspirasi yang berkembang di
masyarakat berkenaan dengan substansi amandemen undang-undang
tentang pengelolaan zakat.
Adapun tantangan pengelolaan zakat terkait dengan masalah
regulator ini di antaranya adalah :
A. Rendahnya koordinasi antara regulator dan OPZ Hal ini
merupakan kelemahan utama dalam regulator zakat, Rendahnya
peran Kemenag Dalam hal ini kurangnya perhatian Kemenag
dalam melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap
OPZ Sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang untuk
melakukan penataan dan akreditas, Kementerian Agama
terkesan lepas tanggung jawab terhadap permasalahan zakat
nasional dan menyerahkannya kepada BAZNAS pusat.
B. Zakat belum menjadi obligatory system Zakat yang hanya
diposisikan sebagai kewajiban sukarela oleh negara (voluntary
system memiliki dampak buruk bagi pengelolaan zakat nasional
Di antara dampak tidak diterapkannya kewajiban berzakat bagi
yang telah wajib zakat (obligatory system) adalah rendahnya
kesadaran berzakat masyarakat yang dalam hal ini adalah
muzakki Meskipun telah memiliki pengetahuan tentang fiqih
zakat, muzakki cenderung tidak ingin menunaikan zakat karena
tidak ada sanksi (punishment) yang diterima bila tidak bayar
zakat (Sudewo, 2004).
2. Masalah OPZ
OPZ di indonesia telah mengalami pertumbuhan yang pesat
dalam beberapa tahun terakhir Namun, sayangnya masih banyak hal
yang menjadi tantangan dari OPZ dalam pengelolaan zakat serta
masalah sistem manajemen zakat yang belum terpadu. Adapun
tantangan tantangan tersebut di antaranya adalah:
a. Transparansi

xix
Salah satu tantangan pengelolaan zakat dari segi OPZ
adalah masalah transparansi. Di mana permasalahan ini
berdampak pada muzakki karena jika prinsip transparansi tidak
diberlakukan dalam pengelolaan zakat, maka muzakki tentunya
tidak akan serta merta untuk mempercayakan hartanya kepada
lembaga-lembaga pengelola zakat. Tantangan dalam hal ini
dapat berupa tantangan dalam hal keterbukaan informasi,
komunikasi, dan anggaran dalam suatu OPZ Dalam hal ini,
Lembaga pengelola zakat harus memiliki sifat amanah atau
jujur.
Sifat ini sangat penting karena berkaitan dengan
kepercayaan umat. Artinya para muzakki akan dengan rela
menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat, jika
lembaga ini memang patut dan layak dipercaya. Keamanan ini
diwujudkan dalam bentuk transparansi (keterbukaan) dalam
menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara berkala dan
juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan ketentuan syariah
islamiah (Indrijatiningrum, 2005).
b. Akuntabilitas
Bagi muzakki adanya BAZ atau LAZ akan membantu
menyalurkan zakat yang wajib dikeluarkan kepada mustahik,
dengan lebih mudah. Namun sebagian dari muzakki (wajib
zakat) masih meragukan keberadaan BAZ atau LAZ dalam hal
pendistribusian zakat yang berhak, di samping banyaknya
keinginan dari muzakki untuk memberikan zakat secara
langsung kepada yang berhak Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar muzakki masih menginginkan pengelolaan zakat
yang lebih baik yaitu bahwa pengelolaan zakat harus memiliki
profesionalisme, transparansi dalam pelaporan dan penyaluran
yang tepat sasaran.

xx
Sama halnya dengan permasalahan transparansi
pengelolaan zakat, masalah akuntabilitas juga kerap kali
menjadi tantangan dalam pengelolaan zakat. Dalam masalah
akuntabilitas ini, lembaga pengelola zakat sangat dituntut untuk
pertanggungjawaban mengenai pengelolaan zakat. Masalah
akuntabilitas di sini adalah terkait dengan bagaimana OPZ itu
mampu memberikan laporan administrasi, pengumpulan serta
pendistribusian zakat yang akuntabel dan dikelola oleh para
penanggung jawab yang profesional (Qardhawi, 2005).
Dalam akuntabilitas laporan, prinsip utama yang harus
digunakan adalah transparansi dan kejujuran. Dengan prinsip ini
OPZ berupaya memberikan informasi laporan kegiatan maupun
laporan pengumpulan dan pendistribusian dana zakat secara
jelas, jujur dan dapat dipercaya. Berbicara mengenai ketidak
percayaan masyarakat terhadap organisasi sektor publik lebih
disebabkan oleh kesenjangan informasi antara pihak manajemen
yang memiliki akses langsung terhadap informasi dengan pihak
institusi atau masyarakat yang berada di luar manajemen
Konsep mengenai akuntabilitas dan aksesibilitas menempati
kriteria yang sangat penting terkait dengan pertanggungjawaban
organisasi dalam menyajikan, melaporkan dan mengungkap
segala aktivitas kegiatan serta sejauh mana laporan keuangan
memuat semua informasi yang relevan yang dibutuhkan oleh
para pengguna dan seberapa muda informasi tersebut diakses
oleh masyarakat (Endalwat, 2014).
c. SDM (Sumber Daya Masyarakat)
Seiring dengan pertumbuhan OPZ di Indonesia, yang
menjadi tantangan selanjutnya adalah OPZ ini tidak diimbangi
dengan adanya pasokan sumber daya amil yang profesional atau
minimnya sumber daya manusia yang berkualitas. Adapun amil
zakat adalah orang atau lembaga yang mendapatkan tugas untuk

xxi
mengambil, memungut, dan menerima zakat dari para muzakki
menjaga dan memeliharanya untuk kemudian menyalurkannya
kepada para mustahik (Hafidhuddin, 2002). Dalam hal ini
pekerjaan menjadi seorang pengelola zakat (amil) belumlah
menjadi tujuan hidup atau profesi dari seseorang, bahkan dari
lulusan ekonomi syariah sekalipun. Para sarjana meskipun dari
lulusan Ekonomi Syariah lebih memilih untuk berkarir di sektor
keuangan seperti perbankan atau asuransi.
Sangat sedikit orang yang memilih untuk berkarir
menjadi seorang pengelola zakat. Menjadi seorang amil
belumlah menjadi pilihan hidup dari para sarjana itu, karena
tidak ada daya tarik kariernya. Padahal lembaga amil
membutuhkan banyak sumber daya manusia yang berkualitas
agar pengelolaan zakat dapat profesional, amanah, akuntabel
dan transparan Karena sesungguhnya kerja menjadi seorang
amil mempunyai dua aspek tidak hanya aspek materi semata
namun aspek sosial juga sangat menonjol.
SDM amil zakat saat ini sebenarnya dapat dikategorikan
dalam dua kelompok Amil tetap/full timer, Amil tidak tetap/part
timer yaitu orang-orang yang mengelola zakat di lembaga amil
zakat, tapi waktu yang digunakan adalah paruh waktu atau
sambil mengerjakan tugas lain yang diprioritaskan. Amil zakat
yang saat ini ada menghadapi berbagai permasalahan, antara
lain:
1) Minimnya kompetensi yang diakibatkan karena banyak
di antara amil zakat yang direkrut dan anggota
masyarakat atau profesional yang tidak memiliki latar
belakang pengetahuan atau keahlian tentang pengelolaan
zakat.
2) Minimnya balas jasa yang diberikan kepada amil yang
berakibat daya tawar lembaga amil zakat terhadap tenaga

xxii
berkualitas dan profesional rendah Faktor ini yang
menyebabkan tenaga amil menjadikan pekerjaannya
sebagai bukan pekerjaan utama melainkan pekerjaan
sampingan.
3) Minimnya pengembangan kualitas amil yang berakibat
tidak seimbangnya antara tantangan permasalahan dan
tuntutan pelaksanaan tugas dengan kemampuan amil
(Zumrotun, 2016).
d. Sistem akuntansi perzakatan
Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi oleh
kalangan organisasi pengelola zakat saat ini adalah standarisasi
sistem akuntansi dan audit, yang bertujuan untuk menciptakan
transparansi keuangan sekaligus memperbaiki kualitas
pelayanan keuangan kepada masyarakat. Selama ini organisasi
pengelola zakat ketika diaudit, mengalami permasalahan karena
adanya istilah- istilah yang menurut tim audit tidak begitu jelas.
Karena memang tidak ditemukan dalam standar akuntansi
keuangan sistem standar akuntansi keuangan syariah yang telah
ada. Diantara kunci kesuksesan suatu organisasi pengelola zakat
sangat ditentukan oleh tingkat kepercayaan publik terhadap
kekuatan financial untuk mendukung program-program yang
digulirkannya. Selain itu, tingkat kepercayaan masyarakat juga
ditentukan oleh tingkat kesesuaian operasional organisasi
pengelola zakat dengan sistem syariah islam kepercayaan ini
terutama kepercayaan diberikan oleh para muzakki dan
mustahik, di mana keduanya termasuk stakeholder utama sistem
perzakatan saat ini.
Salah satu sumber utama untuk meraih kepercayaan
publik adalah tingkat kualitas informasi yang diberikan kepada
publik, di mana organisasi pengelola zakat harus mampu
meyakinkan publik bahwa ia memiliki kemampuan dan

xxiii
kapasitas di dalam mencapai tujuan-tujuan pemberdayaan
maupun tujuan-tujuan program yang sesuai dengan syariat islam
karena itu, membangun sebuah sistem akuntansi yang besifat
standar merupakan sebuah keniscayaan dan telah menjadi
kebutuhan utama yang harus dipenuhi (Qardhawi, 2005).
e. Sinergi tidak berjalan dengan baik
Sinergi antar OPZ adalah prioritas masalah pengelolaan
zakat nasional di OPZ terpenting Kurangnya sinergi antar OPZ
ini dikarenakan adanya egoisme lembaga terutama pada OPZ
besar. Setiap pengelola zakat memiliki masa lalu yang panjang
dan sulit. Saat ini adalah waktu di mana banyak pengelola zakat,
khususnya lembaga zakat, menikmati hasil dari perjuangannya
di masa lampau. Namun di saat hendak menikmati hasil dari
perjuangan panjang tersebut, lahir sebuah regulasi yang
dianggap mengancam eksistensinya.
Kurangnya sinergi antara pengelola zakat sangat tampak
pada kurangnya kerjasama antar BAZNAS dan LAZ
Penyebabnya adalah egoisme yang muncul pada kedua pihak
pengelola zakat tersebut. Di satu sisi badan amil zakat
menganggap bahwa regulasi zakat yang baru, yakni Undang-
Undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
merupakan undang-undang yang mengancam eksistensinya.
Itulah sebabnya sebagian lembaga zakat mengajukan review
supaya undang-undang tersebut dapat diperbaiki (Huda et al,
2015).
Seharusnya kondisi seperti ini tidak perlu terjadi
mengingat seluruh pengelola zakat pada hakikatnya adalah
sebuah lembaga yang berorientasi pada kemaslahatan umat,
khususnya muzakki dan mustahik Seharusnya persatuan lebih
diutamakan dibandingkan mengedepankan bendera organisasi.

xxiv
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang hukumnya diwajibkan oleh
Allah SWT untuk dilaksanakan oleh setiap umat muslim. Zakat secara harfiah
mempunyai makna (pensucian), (pertumbuhan), (berkah). Menurut istilah zakat
berarti kewajiban seorang muslim untuk mengeluarkan nilai bersih dari
kekayaannya yang tidak melebihi satu nisab, diberikan kepada mustahik dengan
beberapa syarat yang telah ditentukan.
Tujuan dari zakat sendiri adalah meningkatkan pelayanan bagi masyarakat
dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntutan agama, meningkatkan fungsi dan
peranan perantara keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan

xxv
masyarakat dan keadilan sosial dan, meningkatkan hasil guna dan daya guna
zakat.
Secara umum, zakat terdiri dari dua macam yakni zakat fitrah dan zakat
yang berhubungan dengan harta yakni zakat mal. Zakat fitrah adalah sejumlah
bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan oleh setiap
muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya yang memiliki kelebihan
makanan pokok untuk sehari pada hari Raya Idul Fitri. Sedangkan Zakat harta
adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki
oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya.
Penghimpunan dana zakat merupakan kegiatan mengumpulkan dana zakat
dari para muzakki kepada organisasi pengelola zakat untuk disalurkan kepada
mustahik (orang yang berhak menerima) sesuai dengan ukurannya masing-
masing.
Adapun golongan yang berhak untuk mendapatkan penyaluran dana zakat
dikelompokkan dalam 8 golongan, sebagai berikut: Orang-orang fakir (al-Fuqara),
Orang-orang miskin (al-Masakin), Para pengurus/ panitia zakat (al-Amilin), Para
muallaf yang dibujuk hatinya (al-Muallaf al-Qulub), Untuk memerdekakan budak
(al-Riqob), Orang-orang yang berhutang (al-Gharimin), Untuk jalan Allah (fi
sabilillah), Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil).
Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta
pendayagunaan zakat. Oleh karena itu, untuk optimalisasi pendayagunaan zakat
diperlukan pengelolaan zakat oleh lembaga amil zakat yang profesional dan
mampu mengelola zakat secara tepat sasaran.

3.2 Saran

Makalah ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk menggali ilmu tentang
Penyaluran dan pengelolaan dana zakat. Serta dapat menjadi pendukung dalam
kegiatan pembelajaran melalui berbagai referensi dari buku dan jurnal yang
berbeda, supaya kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan tidak
bertumpu pada satu sumber saja.

xxvi
DAFTAR ISI

Al-Jaziri, A. (1990). Kitab ala Mazahib al-Arba'ah, Beirut: Dar al-Fikri, Jilid 1, hlm.
590.
Amelia, E. (2012). Penyaluran Dana Zakat Produktif Melalui Pola Pembiayaan
(Studi Kasus BMT Binaul Ummah Bogor). Jurnal Signifikan 1(2)
Andriyanto, I. (2011). Strategi pengelolaan zakat dalam pengentasan kemiskinan.
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 19(1), 25-46.
Aziz, A. & Sukma, A. (2016). Strategi Penghimpunan Dana Zakat Lima Lembaga
Pengelola Zakat Di Indonesia. Jurnal Syirkah 2(1)
Furqon, A. (2015). Manajemen zakat. CV Karya Abadi Jaya : Semarang

xxvii
Hafidhuddin, D. (2002). Zakat dalam perekonomian modern. Gema insani :
Depok.
Huda, N., Novarini, Mardoni, Y., & Sa ri, C. P. ( 2015). Zakat Perspektif Mikro -
Makro (Pendekatan Riset). (1st ed.). Kencana.
Indrijatiningrum, M. (2005). Zakat sebagai alternatif penggalangan dana
masyarakat untuk
Muzayyanah, & Yulianti, H. (2020). MUSTAHIK ZAKAT DALAM ISLAM (Studi
Pendekatan Sosio Kultural Masyarakat). al-Mizan 4(1)
pembangunan. Universitas Indonesia.
Putra, T. W. (2019). Penghimpunan Dana Zakat Dan Sedekah Di Badan Amil
Zakat Nasional. Jurnal LAA MAISYIR 6(2)
Qaradhawi, Y. (2005). Spektrum zakat, dalam membangun ekonomi kerakyatan.
Zikrul Hakim.
Rasyid, H. (2003). Editor. Fiqh Indonesia, Cet. I (Jakarta, Al-Mawardi Prima), hlm.
103.
Soemitra, A. (2009). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. PRENADAMEDIA
GROUP : Jakarta.
Sudewo, E. (2004). Manajemen zakat tinggalkan 15 tradisi terapkan 4 prinsip
dasar. Institut Manajemen Zakat Ciputat: Institut Manajemen Zakat.
Wibisono, Y. (2015). Mengelola Zakat Indonesia Diskusi Pengelolaan Zakat
Nasional dari Rezim Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 ke Rezim
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011. Kencana : Jakarta.
Wikaningtyas, S. U. & Sulastiningsih (2015). Strategi Penghimpunan Dana Zakat
Pada Organisasi Pengelola Zakat Di Kabupaten Bantul. Jurnal Riset
Manajemen 2(1)
Zulhendra, J. (2017). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Zakat Fitrah Dalam
Bentuk Uang. Normative Jurnal Ilmiah Hukum, 5(2 November), 94-105.
Zumrotun, S. (2016). Peluang, Tantangan dan Strategi Zakat dalam Pemberdayaan
Ekonomi Umat. Jurnal Hukum Islam 14( 1), 49–63.

xxviii

You might also like