Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

‫‪Khutbah Idul Fitri‬‬

‫‪Tiga Ciri Sukses Ramadhan di Momen Lebaran‬‬

‫‪Khutbah I‬‬
‫هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَرُ‪ ،‬هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَرُ‪ ،‬هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ‬
‫ق‬ ‫ص َد َ‬ ‫ص ْيالً‪ ،‬الَ ِإلهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ‪َ ،‬‬ ‫ان هللاِ بُ ْك َرةً َوَأ ِ‬ ‫َأ ْكبَ ُر َكبِ ْيرًا َو ْال َح ْم ُد ِهللِ َكثِ ْيرًا َو ُسب َْح َ‬
‫اب َوحْ َدهُ‪ ،‬الَ ِإلهَ ِإالَّ هللاُ َوالَ نَ ْعبُ ُد ِإالَّ ِإيَّاهُ‬ ‫ص َر َع ْب َدهُ‪َ ،‬وَأ َع َّز ُج ْن َدهُ‪َ ،‬وهَ َز َم اَْألحْ َز َ‬ ‫َو ْع َدهُ‪َ ،‬ونَ َ‬
‫صي َْن لَهُ ال ِّدي َْن َولَ ْو َك ِرهَ ْال َكافِر ُْو َن‪ ،‬الَ ِإلهَ ِإالَّ هللاُ َوهللاُ َأ ْكبَرُ‪ ،‬هللَا ُ َأ ْكبَ ُر َوهللِ ْال َح ْم ُد‬ ‫ُم ْخلِ ِ‬
‫لى الصِّ يَ ِام َو ْالقِيَ ِام َو َج َعلَنَا َخ ْي َر ُأ َّم ٍة‬ ‫ان َوَأ َعانَنا َ َع َ‬ ‫ض َ‬ ‫اَ ْل َح ْم ُد ِهللِ الَّ ِذيْ َوفَّقَنَا ِِإل ْت َم ِام َشه ِْر َر َم َ‬
‫ك لَهُ‬ ‫اس‪ .‬نَحْ َم ُدهُ َعلَى تَ ْوفِ ْيقِ ِه َو ِه َدايَتِ ِه‪َ .‬وَأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي َ‬ ‫ت للِنَّ ِ‬ ‫ُأ ْخ ِر َج ْ‪I‬‬
‫صالَةُ َوال َّسالَ ُم‬ ‫ق ْال ُمبِي ُْن‪َ ،‬وَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُهُ َخاتَ ُم النَّبِيِّي َْن‪َ .‬وال َّ‬ ‫ك ْال َح ُ‬ ‫ْال َملِ ُ‬
‫ان ِإلَى يَ ْو ِم ال ِّدي َْن‪َ ،‬أ َّما‬ ‫صحْ بِ ِه َوالتَّابِ ِعي َْن َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َس ٍ‬ ‫َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو َ‬
‫از ْال ُمتَّقُ ْو َن‪َ ،‬وَأ ُح ُّس ُك ْم َعلَى طَا َعتِ ِه‬ ‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللاِ فَقَ ْد فَ َ‬ ‫بَ ْع ُد‪ :‬فَيَا ِعبَا َد هللاِ‪ُ ،‬أ ْو ِ‬
‫ان ال َّر ِج ِيم‪ ،‬بِس ِْم‬ ‫آن ْال َع ِظي ِْم‪َ :‬أ ُعو ُذ بِاهللِ ِم َن ال َّش ْيطَ ِ‬ ‫ال هللاُ تَ َعالَى فِي ْالقُرْ ِ‬ ‫لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُم ْو َن قَ َ‬
‫ت ِم َن ْالهُ َدى‬ ‫اس َوبَيِّنا ٍ‬ ‫آن هُدًى لِلنَّ ِ‬ ‫ضان الَّ ِذي ُأ ْن ِز َل فِ ْي ِه ْالقُرْ ُ‬ ‫هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن ال َّر ِح ِيم َش ْه ُر َر َم َ‬
‫ان َم ِريْضا ً َأ ْو َعلَى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِم ْن َأي ٍَّام‬ ‫ص ْمهُ َو َم ْن َك َ‬ ‫قان فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال َّشه َْر فَ ْليَ ُ‬ ‫َو ْالفُرْ ِ‬
‫ُأ َخ َر ي ُِري ُد هَّللا ُ بِ ُك ُم ْاليُس َْر َوال ي ُِر ْي ُد بِ ُك ُم ْال ُعس َْر َولِتُ ْك ِملُوا ْال ِع َّدةَ َولِتُ َكبِّرُوا هَّللا َ َعلَى َما هَ َدا ُك ْم‬
‫‪َ Allahu Akbar, wa lillahilh hamd, Lebaran atau‬ولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكر َ‬
‫ُون‬
‫‪momen Idul Fitri hampir selalu diwarnai dengan gegap gempita‬‬
‫‪kegembiraan umat Islam di berbagai penjuru. Gema takbir‬‬
‫‪dikumandangkan di malam harinya, kadang disertai sejumlah‬‬
‫‪aksi pawai. Pada pagi harinya pun mayoritas dari mereka‬‬
‫‪mengenakan pakaian serba baru, makan makanan khas dan‬‬
‫‪istimewa, serta bersiap bepergian untuk silaturahim ke sanak‬‬
‫‪kerabat hingga berkunjung ke beberapa wahana liburan yang‬‬
‫‪menarik. Umat Islam merayakan sebuah momen yang mereka‬‬
‫‪sebut-sebut sebagai “hari kemenangan”. Tapi kemenangan atas‬‬
apa? Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah, Idul Fitri tiba
ketika umat Islam menjalankan ibadah wajib puasa Ramadhan
selama satu bulan penuh. Sepanjang bulan suci tersebut,
mereka menahan lapar, haus, hubungan seks, dan hal-hal lain
yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga
matahari terbenam. Secara bahasa, shaum (puasa) memang
bersinonim dengan imsâk yang artinya menahan. Ramadhan
merupakan arena kita berlatih menahan diri dari segala macam
godaan material yang bisa membuat kita lupa diri. Proses
latihan tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan terhadap
hal-hal yang sebelumnya halal, seperti makan dan minum.
Inilah proses penempaan diri. Targetnya: bila manusia
menahan diri dari yang halal-halal saja mampu, apalagi
menahan diri dari yang haram-haram. Puasa itu ibarat pekan
ujian nasional bagi siswa sekolah. Selama seminggu itu para
murid digembleng untuk belajar lebih serius, mengurangi jam
bermain, dan menghindari hal-hal lain yang bisa mengganggu
hasil ujian tersebut. Ramadhan tentu lebih dari sekadar latihan.
Ia wahana penempaan diri sekaligus saat-saat dilimpahkannya
rahmat (rahmah), ampunan (maghfirah), dan pembebasan dari
api neraka (itqun minan nâr). Aktivitas ibadah sunnah diganjar
senilai ibadah wajib, sementara ibadah wajib membuahkan
pahala berlipat-lipat. Selayak siswa sekolah yang mendapatkan
rapor selepas melewati masa-masa krusial ujian, demikian pula
orang-orang yang berpuasa. Setelah melewati momen-momen
penting sebulan penuh, umat Islam pun berhak mendapatkan
hasilnya. Apa hasil itu? Jawabannya tak lain adalah predikat
“takwa”, sebagaimana terdapat di al-Baqarah ayat 183: ‫يَا َأيُّهَا‬
َ ُ‫ين ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّق‬
‫ون‬ َ ‫ب َعلَى الَّ ِذ‬ َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم الصِّ يَا ُم َك َما ُكت‬ َ ‫" الَّ ِذ‬Hai
َ ِ‫ين آ َمنُوا ُكت‬
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa." Takwa merupakan standar paling tinggi
tingkat kemuliaan manusia. Seberapa tinggi derajat mulia
manusia tergantung pada seberapa tinggi takwanya. Inna
akramakum ‘indallâhi atqâkum. Dalam konteks puasa
Ramadhan, tentu takwa tak bisa digapai dengan sebatas
menahan lapar dan dahaga. Ada yang lebih substansial yang
perlu ditahan, yakni tergantungnya manusia kepada hal-hal
selain Allah, termasuk hawa nafsu. Orang yang berpuasa
dengan sungguh-sungguh akan mencegah dirinya dari segala
macam perbuatan tercela semacam mengubar syahwat,
berbohong, bergunjing, merendahkan orang lain, riya’,
menyakiti pihak lain, dan lain sebagainya. Tanpa itu, puasa kita
mungkin sah secara fiqih, tapi belum tentu berharga di mata
Allah subhanahu wata’ala. Rasulullah sendiri pernah bersabda:
ُ ‫صيَا ِم ِه ِإاَّل ْالجُو‬
‫ع‬ ِ ‫ْس لَهُ ِم ْن‬ َ ‫صاِئ ٍم لَي‬
َ ‫ َك ْم ِم ْن‬Artinya: “Banyak orang yang
berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari puasanya
selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad) Jamaah shalat Idul
Fitri hafidhakumullah, Karena puasa sudah kita lewati dan tak
ada jaminan kita bakal bertemu Ramadhan lagi, pertanyaan
yang lebih relevan bukan saja “kemenangan atas apa yang
sedang kita Idul Fitri?” tapi juga “apa tanda-tanda kita telah
mencapai kemenangan?”. Jangan-jangan kita seperti yang
disabdakan Nabi, termasuk golongan yang sekadar
mendapatkan lapar dan dahaga, tanpa pahala? Jika standar
capaian tertinggi puasa adalah takwa, maka tanda-tanda bahwa
kita sukses melewati Ramadhan pun tak lepas dari ciri-ciri
muttaqîn (orang-orang yang bertakwa). Semakin tinggi kualitas
takwa kita, indikasi semakin tinggi pula kesuksean kita
berpuasa. Demikian juga sebaliknya, semakin hilang kualitas
takwa dalam diri kita, pertanda semakin gagal kita sepanjang
Ramadhan. Lantas, apa saja ciri-ciri orang bertakwa? Ada
beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan ciri-ciri orang
takwa. Salah satu ayatnya terdapat dalam Surat Ali Imran: ‫ين‬ َ ‫الَّ ِذ‬
ُّ‫ــاس َوهَّللا ُ ي ُِحب‬ َ ِ‫ين ْال َغ ْيظَ َو ْال َعـــاف‬
ِ َّ‫ين َع ِن الن‬ ِ ‫ضرَّا ِء َو ْال َك‬
َ ‫اظ ِم‬ َ ُ‫يُ ْنفِق‬
َّ ‫ون فِي ال َّسرَّا ِء َوال‬
َ ِ‫(“ ْال ُمـحْ ِسن‬Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya)
‫ــين‬
pada saat sarrâ’ (senang) dan pada saat dlarrâ’ (susah), dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.” (QS Ali Imran: 134) Jamaah shalat Idul Fitri
hafidhakumullah, Ayat tersebut memaparkan tiga sifat yang
menjadi ciri orang bertakwa. Pertama, gemar menyedekahkan
sebagian hartanya dalam kondisi senang ataupun sulit. Orang
bertakwa tidak akan sibuk hanya memikirkan diri sendiri. Ia
mesti berjiwa sosial, menaruh empati kepada sesama, serta rela
berkorban untuk orang lain dalam setiap keadaan. Bahkan, ia
tidak hanya suka memberi kepada orang yang dicintainya, tapi
juga kepada orang-orang memang membutuhkan. Dalam
konteks Ramadhan dan Idul Fitri, sifat takwa pertama ini
sebenarnya sudah mulai didorong oleh Islam melalui ajaran
zakat fitrah. Zakat fitrah merupakan simbol bahwa “rapor
kelulusan” puasa harus ditandai dengan mengorbankan
sebagian kekayaan kita dan menaruh kepedulian kepada
mereka yang lemah. Ayat tersebut menggunakan fi’il mudhari’
yunfiqûna yang bermakna aktivitas itu berlangsung
konstan/terus-menerus. Dari sini, dapat dipahami bahwa zakat
fitrah hanyalah awal atau “pancingan” bagi segenap kepedulian
sosial tanpa henti pada bulan-bulan berikutnya. Ciri kedua
orang bertakwa adalah mampu menahan amarah. Marah
merupakan gejala manusiawi. Tapi orang-orang yang bertakwa
tidak akan mengumbar marah begitu saja. Al-kâdhim (orang
yang menahan) serumpun kata dengan al-kadhîmah (termos).
Kedua-duanya mempunyai fungsi membendung: yang pertama
membendung amarah, yang kedua membendung air panas.
Selayak termos, orang bertakwa semestinya mampu
menyembunyikan panas di dadanya sehingg orang-orang di
sekitarnya tidak tahu bahwa ia sedang marah. Bisa jadi ia tetap
marah, namun ketakwaan mencegahnya melampiaskan itu
karena tahu mudarat yang bakal ditimbulkan. Termos hanya
menuangkan air panas pada saat yang jelas maslahatnya dan
betul-betul dibutuhkan. Patutlah pada kesempatan lebaran ini,
umat Islam mengontrol emosinya sebaik mungkin. Mencegah
amarah menguasai dirinya, dan bersikap kepada orang-orang
pernah membuatnya marah secara wajar dan biasa-biasa saja.
Ramadhan semestinya telah melatih orang untuk berlapang
dada, bijak sana, dan tetap sejuk menghadapi situasi sepanas
apa pun. Ciri ketiga orang bertakwa adalah memaafkan
kesalahan orang lain. Sepanjang Ramadhan, umat Islam paling
dianjurkan memperbanyak permohonan maaf kepada Allah
dengan membaca: ‫ف َعنِّي‬ ُ ‫ك َعفُ ٌّو تُ ِحبُّ ْال َع ْف َو فَا ْع‬َ َّ‫“ اللَّهُ َّم ِإن‬Wahai Tuhan,
Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta
ampunan, ampunilah aku.” Kata ‘afw (maaf) diulang tiga kali
dalam kalimat tersebut, menunjukkan bahwa manusia
memohon dengan sangat serius ampunan dari Allah SWT.
Memohon ampun merupakan bukti kerendahan diri di
hadapan-Nya sebagai hamba yang banyak kesalahan dan tak
suci. Cara ini, bila dipraktikkan dengan penuh pengahayatan,
sebenarnya melatih orang selama Ramadhan tentang
pentingnya maaf. Bila diri kita sendiri saja tak mungkin suci dari
kesalahan, alasan apa yang kita tidak mau memaafkan
kesalahan orang lain? Maaf merupakan sesuatu yang singkat 
namun bisa terasa sangat berat karena persoalan ego, gengsi,
dan unsur-unsur nafsu lainnya. Amatlah arif ulama-ulama di
Tanah Air yang menciptakan tradisi bersilaturahim dan saling
memaafkan di momen lebaran. Sempurnalah, ketika kita usai
membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan kepada Allah,
selanjutnya kita saling memaafkan kesalahan masing-masing di
antara manusia. Sudah berapa kali puasa kita lewati sepanjang
kita hidup? Sudahkah ciri-ciri sukses Ramadhan tersebut
melekat dalam diri kita? Wallahu a’lam bish shawab. ‫ك هللاُ لِ ْي‬ َ ‫ار‬َ َ‫ب‬
‫ َوتَقَبَّ َل ِمنِّ ْي‬.‫ت َو ِذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬ ِ َ ‫آن ْال َع ِظي ِْم َونَفَ َعنِ ْي َوِإيَّا ُك ْم بِ َما فِ ْي ِه ِم َن ْاآليا‬
ِ ْ‫َولَ ُك ْم فِي ْالقُر‬
‫و ِم ْن ُك ْم تِالَ َوتَهُ ِإنَّهُ هُ َو ال َّس ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم‬.
َ
Khutbah II
‫ْك لَهُ َوَأ ْشهَ ُد‬
‫هللَا ُ َأ ْكبَ ُر ‪ ،×7‬اَ ْل َح ْم ُد ِهللِ َربِّ ْال َعالَ ِمي َْن‪َ ،‬أ ْشهَ ُد َأ ْن الَِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِري َ‬
‫صلِّ َو َسلِّ ْم َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه‬ ‫َأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُهُ‪ ،‬اَللَّهُ َّم َ‬
‫الى فِ ْي‬ ‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن ِإالَّ َوَأ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُم ْو َن‪  ‬قَا َل هللاُ تَ َع َ‬ ‫َأجْ َم ِعي َْن‪ .‬فَيَا ِعبَا َد هللاِ اِتَّقُ ْوا هللاَ َح َّ‬
‫لى النَّبِ ِّي‪ ,‬يَا َأيُّهَا الَّ ِذي َْن َأ َمنُ ْوا َ‬
‫صلُّ ْوا َعلَ ْي ِه‬ ‫ُصلُّ ْو َن َع َ‬ ‫ِكتَابِ ِه ْال َع ِظي ِْم "ِإ َّن هللاَ َو َمالَِئ َكتَهُ ي َ‬
‫لى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعل َى اَلِ ِه َوًأصْ َحابِ ِه َأجْ َم ِعي َْن‪.‬‬ ‫صلِّ َو َسلِّ ْم َع َ‬ ‫َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما"‪ .‬اَللَّهُ َّم َ‬
‫ك يَا‬ ‫لى يَ ْو ِم ال ِّدي ِْن‪َ .‬و َعلَ ْينَا َم َعهُ ْم بِ َرحْ َمتِ َ‬
‫ان ِإ َ‬ ‫َوالتَّابِ ِعي َْن َوتَابِ ِع التَّابِ ِعي َْن َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َس ٍ‬
‫ت‪ ,‬اََأْلحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم‬ ‫ت‪َ ,‬و ْال ُمْؤ ِمنِي َْن َو ْال ُمْؤ ِمنَا ِ‬ ‫َّاح ِمي َْن اَللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِمي َْن َو ْال ُم ْسلِما َ ِ‬
‫اَرْ َح َم الر ِ‬
‫ت‪َ I.‬ربَّنَا ا ْفتَحْ بَ ْينَنَا َوبَي َْن‬ ‫اجا ِ‬
‫لح َ‬ ‫ض َي ْا َ‬ ‫ت يَا قَا ِ‬ ‫ك َس ِم ْي ٌع قَ ِريْبٌ ُم ِجيْبُ ال َّد َع َوا ِ‬ ‫ت ِإنَّ َ‬‫َواَْأل ْم َوا ِ‬
‫ت َخ ْي ُر ْالفَاتِ ِحي َْن‪َ .‬ربَّنَا َأتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي ْاآل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا‬ ‫ق َوَأ ْن َ‬ ‫لح ِّ‬‫قَ ْو ِمنَا بِاْ َ‬
‫بى َويَ ْنه َى َع ِن‬ ‫ار ِعبَا َد هللاِ ِإ َّن هللاَ يَْأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َو ْاِإل حْ َسا ِن َوِإ ْيتَا ِء ِذي ْالقُرْ َ‬ ‫اب النَّ ِ‬ ‫َع َذ َ‬
‫ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغ ِي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكر ُْو َن‪ .‬فَ ْاذ ُكر ُْوا هللاَ يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْد ُع ْوهُ يَ ْستَ ِجبْ‬
‫لَ ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ َأ ْكبَ ُر‬

‫‪Khutbah I‬‬
‫هللاُ َأ ْكبَ ُر (×‪ )٣‬هللاُ َأ ْكبَ ُر (×‪ )٣‬هللاُ َأ ْكبَ ُر (×‪َ )٣‬و هّٰلِل ِ ْال َح ْم ُد هللاُ اَ ْكبَ ُر َكبِ ْيرًا‪َ ،‬و ْال َح ْم ُد هّٰلِل ِ َكثِ ْيرًا‪،‬‬
‫ص ْيالً‪ ،‬الَاِلهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَرُ‪ ،‬هللاُ اَ ْكبَ ُر َوهّٰلِل ِ اَ ْل َح ْم ُد ال َح ْم ُد هّٰلِل ِ الَّ ِذيْ َح َّر َم‬
‫َو ُس ْب َحانَ هللاِ بُ ْك َرةً َواَ ِ‬
‫ضيَافَةً لِ ِعبا َ ِد ِه الصَّالِ ِح ْينَ ‪َ .‬أ ْشهَ ُد َأ ْن الَِإ ٰلهَ ِإالَّهللاُ الَ َش ِر ْيكَ لَهُ الَّ ِذيْ َج َع َل ال َّجنَّةَ‬ ‫صيا َ َم َأيّا َ َم اَأل ْعيا َ ِد ِ‬
‫ال ِّ‬
ٰ ِّ ‫لِ ْل ُمتَّقِ ْينَ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّدَنا َ َو َموْ الَنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ ال َّدا ِع ْي ِإل َى ال‬
‫ص ِّل‬َ ‫ اللّهُ َّم‬.‫ص َرا ِط ال ُم ْستَقِي ِْم‬
‫ َأ َّما‬. َ‫َلى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمـ ٍد َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ حاَبِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َسا ٍن ِإل َى يَوْ ِم ال ِّد ْين‬ َ ‫َو َسلِّ ْم َوبا َ ِر ْك ع‬
‫ق تُقاَتِ ِه‬َّ ‫ َواتَّقُوْ ا هللاَ َح‬. َ‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللاِ فَقَ ْد فَا َز ال ُمتَّقُوْ ن‬ ِ ْ‫ت ُأو‬ ِ َ ‫فَيَآَأيُّهَاال ُمْؤ ِمنُوْ نَ َوال ُمْؤ ِمنا‬. ‫بَ ْع ُد‬
‫ك اَاَّل تَ ْعبُ ُد ْٓوا آِاَّل اِيَّاهُ َوبِ ْال َوالِ َد ْي ِن اِحْ ٰسنً ۗا اِ َّما‬
َ ُّ‫ضى َرب‬ ٰ َ‫ َوق‬ :‫ال هللاُ تَ َعالَى‬ َ َ‫ ق‬. َ‫َوالَتَ ُموْ تُ َّن ِإاَّل َوَأ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُموْ ن‬
ْ‫اخفِض‬ ْ ‫ف َّواَل تَ ْنهَرْ هُ َما َوقُلْ لَّهُ َما قَوْ اًل َك ِر ْي ًما َو‬ ٍّ ُ‫ك ْال ِكبَ َر اَ َح ُدهُ َمٓا اَوْ ِك ٰلهُ َما فَاَل تَقُلْ لَّهُ َمٓا ا‬
َ ‫يَ ْبلُغ ََّن ِع ْن َد‬
‫ص ِغ ْير ًۗا‬ َ ‫ لَهُ َما َجنَا َح ال ُّذ ِّل ِمنَ الرَّحْ َم ِة َوقُلْ رَّبِّ ارْ َح ْمهُ َما َك َما َربَّ ٰينِ ْي‬Maasyiral Muslimin
wal Muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,Tiada kalimat lain
yang paling layak kita ungkapkan pada kesempatan yang mulia ini,
selain kalimat Alhamdulillahirabbil alamin, puja dan puji syukur kepada
Allah swt Tuhan semesta alam yang telah menganugerahkan nikmat
yang tidak bisa kita hitung satu persatu. Di antara nikmat agung itu
adalah masih diberinya kita kemampuan untuk menghirup udara dunia
sekaligus anugerah umur panjang sehingga kita masih bisa beribadah
kepada-Nya serta masih berkesempatan untuk berkumpul bersama
orang-orang yang kita cintai di sekeliling kita.   Semua ini adalah nikmat
yang agung. Terlebih pada momentum Hari Raya Idul Fitri yang menjadi
perayaan kemenangan dan kebahagiaan. Sebuah hari raya di mana
takbir, tahmid, dan tahlil berkumandang di berbagai penjuru dunia
menandai kembalinya fitrah umat Islam seperti bayi yang terlahir
kembali ke dunia ini.
Maasyiral Muslimin wal Muslimat jamaah shalat Idul Fitri
rahimakumullah,
Dalam catatan sejarah, awal mula dilaksanakannya hari raya Idul Fitri
adalah pada tahun ke-2 Hijriah. Saat itu kaum Muslimin mendapatkan
kemenangan besar dalam perang Badar. Perayaan kemenangan yang
diraih umat Islam pada waktu itu, secara tidak langsung merayakan dua
kemenangan yakni kemenangan atas telah paripurnanya menjalankan
kewajiban puasa di bulan Ramadhan dan kemenangan dalam perang
badar. Dalam tradisi bangsa Indonesia, Hari Raya Idul Fitri terkenal
dengan nama Lebaran. Para ahli  bahasa menyebut bahwa kata Lebaran
salah satunya berasal dari bahasa Jawa yakni ‘lebar’ yang memiliki arti
'selesai'. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri, kata Lebaran
dimaknai sebagai hari raya umat Islam yang jatuh pada 1 syawal setelah
selesai menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan. Makna ini
selaras dengan kenyataan, bahwa pada hari Lebaran, kita sudah selesai
menjalankan kewajiban berpuasa dan mewujudkannya dalam bentuk
perayaan kebahagiaan sebagai wujud syukur kepada Allah swt. Pada
hari ini kita berbahagia bersama dan saling menyampaikan doa dengan
berbagai bentuk redaksi seperti: ‘taqabbalallahu minnaa wa minkum’
yang artinya “semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadlan) kita”.
Dan juga doa “wa ja’alanallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidin wal faaiziin’
yang artinya ‘Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang
kembali dan orang-orang yang beruntung atau menang.’ Sebuah doa
yang berisi harapan mendalam agar setelah melaksanakan rangkaian
ibadah di bulan Ramadhan ini kita akan benar-benar kembali suci dan
beruntung mencapai kemenangan dengan predikat sebagai orang-
orang yang bertakwa. Hal ini telah Allah sebutkan dalam Al-Qur’an
surat Al-Baqarah ayat 183: ‫ب َعلَى الَّ ِذ ْينَ ِم ْن‬ َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬
َ‫ قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُوْ ۙن‬Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu
agar kamu bertakwa.” ِ ‫ هللاُ َأ ْكبَ ُر َوهّٰلِل‬،ُ‫ َوهللاُ َأ ْكبَر‬،ُ‫هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَ ُر الَ ِإلهَ ِإالَّ هللا‬
‫ ْال َح ْم ُد‬Maasyiral Muslimin wal Muslimat jamaah shalat Idul Fitri
rahimakumullah,   Kebahagiaan yang kita rasakan ini tentu sangat
kurang lengkap jika dirayakan sendiri. Kebahagiaan akan terasa lebih
nikmat jika bisa dirayakan dengan berkumpul bersama orang-orang
yang kita cintai. Hal inilah yang memunculkan sebuah tradisi ritual di
negara kita yakni Mudik. Sebuah tradisi berisikan kerinduan di tanah
rantau untuk pulang melihat kembali tanah kelahiran. Sebuah tradisi
luhur untuk kembali lagi berkumpul dengan keluarga, mengingat
kembali masa kecil sekaligus bersimpuh sungkem dalam pelukan kedua
orang tua. Mudik juga tidak hanya memiliki dimensi makna sekedar
pulang kampung saja. Di dalamnya terkandung dimensi spiritual yang
nilainya tidak bisa diukur dengan materi dunia. Jarak jauh melintasi laut
dan sungai, medan terjal dan jalan berliku, ditambah waktu, tenaga,
serta biaya yang harus dikeluarkan untuk mudik,  tidak bisa
menghalangi rasa kangen yang membuncah kepada tanah kelahiran.
Teknologi canggih seperti telepon, media sosial, maupun video call juga
tidak akan bisa menggantikan kualitas pertemuan langsung dengan
sanak kerabat kita di kampung halaman. Kemewahan perkotaan tak kan
bisa menggantikan manisnya kenangan kesederhanaan bersama teman
masa kecil yang selalu terbayang jelang lebaran. Berbagai fasilitas di
tanah rantau tidak bisa menghalangi pulang kampung menuju ibu
pertiwi walau berada di tengah hutan dan pucuk gunung yang tinggi
sekalipun. Kerinduan kepada tanah kelahiran seperti ini juga pernah
dirasakan oleh Nabi Muhammad saw seperti yang tersebut dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi
‫ َولَوْ ال َأ َّن قَوْ ِمي‬، ‫ي‬ ِ َّ‫ك ِم ْن بَلَ ٍد َوَأ َحب‬
َّ َ‫ك ِإل‬ ْ ‫ ” َما َأ‬: َ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم لِ َم َّكة‬
ِ َ‫طيَب‬
ُ ‫ َما َس َك ْن‬، ‫ك‬
ِ ‫ت َغ ْي َر‬
‫ك‬ ِ ‫َأ ْخ َرجُونِي ِم ْن‬
Artinya: “Berkata Rasulullah saw, “Alangkah indahnya dirimu (Makkah).
Engkaulah yang paling ku cintai. Seandainya saja dulu penduduk Mekah
tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal di sini” (HR al-Tirmidzi).
‫ هللاُ َأ ْكبَ ُر َوهّٰلِل ِ ْال َح ْم ُد‬،ُ‫ َوهللاُ َأ ْكبَر‬،ُ‫هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَ ُر الَ ِإلهَ ِإالَّ هللا‬
Maasyiral Muslimin wal Muslimat jamaah shalat Idul Fitri
rahimakumullah,
Jika kita renungkan lebih mendalam, hakikat mudik adalah kembali ke
pangkuan orang tua. Sosok paling berjasa yang telah melahirkan kita ke
dunia ini, sosok yang telah menjadi pahlawan kesuksesan kehidupan
kita. Janganlah sombong dengan keberhasilan dan apapun yang telah 
kita raih dalam kehidupan ini. Semua itu tidak akan bisa lepas dari jasa
dan doa kedua orang kita. Bagaimana pun kondisi orang tua kita,
mereka adalah sosok yang harus kita cintai, hormati, dan patuhi.
Mereka adalah jimat kita yang sakral di dunia ini. Karena keridhaan dan
keikhlasan orang tua akan menjadi sumber kesuksesan kehidupan kita
di dunia. Sebaliknya kemarahan mereka adalah merupakan sebuah
kemurkaan dan bencana dalam kehidupan kita. Rasulullah bersabda:
‫ضى ْال َوالِ َد ْي ِن َوس ُْخطُ هللاِ فِى س ُْخ ِط ْال َوالِ َد ْي ِن‬
َ ‫فى ِر‬
ِ ِ‫ضى هللا‬
َ ‫ِر‬
Artinya: "Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan orang tua dan
kemarahan Allah tergantung kemarahan orang tua" Allah swt pun telah
mengingatkan kita untuk senantiasa berbuat baik kepada orang tua.
Jangan membentaknya, jangan pernah sekali-kali berkata kasar kepada
mereka. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 23:
َ ‫ضى َرب َُّك اَاَّل تَ ْعبُ ُد ْٓوا آِاَّل اِيَّاهُ َوبِ ْال َوالِ َدي ِْن اِحْ ٰسنً ۗا اِ َّما يَ ْبلُ َغ َّن ِع ْن َد‬
‫ك ْال ِكبَ َر اَ َح ُدهُ َمٓا اَ ْو‬ ٰ َ‫َوق‬
‫ف َّواَل تَ ْنهَرْ هُ َما َوقُلْ لَّهُ َما قَ ْواًل َك ِر ْي ًما‬ ٍّ ُ‫ِك ٰلهُ َما فَاَل تَقُلْ لَّهُ َمٓا ا‬
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah
engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya
perkataan yang baik”. Sehingga hadirin rahimakumullah.... Mudik
lebaran kali ini bisa menjadi momentum tepat untuk bersimpuh kepada
kedua orang tua kita atas segala khilaf dan kesalahan yang selama ini
telah diperbuat kepada mereka. Mari kita tancapkan dalam hati kita
untuk jangan lagi menyakiti hati dan fisik mereka. Kita perlu sadar
bahwa jasa dan perjuangan mereka tidak akan bisa kita balas dan bayar
lunas. Demi Allah... demi Rasulullah...  sebanyak apapun yang pernah
kita berikan, apa pun yang pernah kita serahkan kepada orang tua kita,
tidak akan pernah setimpal dengan perjuangan dan pengorbanan
mereka membesarkan kita. “Ya Allah, ya Tuhan kami. Anugerahkanlah
kasih sayang-Mu pada kedua orang tua kami. Keruniakanlah
keberkahan, kesehatan, dan umur panjang kepadanya. Kuatkanlah
iman dan Islam mereka serta kekuatan untuk terus membimbing kami.
Maafkanlah atas segala kesalahan yang telah kami perbuat kepada
mereka. Jadikanlah mereka nantinya ahli surga bersama orang-orang
yang Engkau cintai.”

‫ هللاُ َأ ْكبَ ُر َولِ ٰلّ ِه ْال َح ْم ُد‬،ُ‫ َوهللاُ َأ ْكبَر‬،ُ‫هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَ ُر الَ ِإلهَ ِإالَّ هللا‬
Maasyiral Muslimin wal Muslimat jamaah shalat Idul Fitri
rahimakumullah,
Di mudik lebaran kali ini mari kita raih kedua tangannya. Peluk tubuh
mereka yang dulu kekar merawat kita namun sekarang sudah mulai
lemah termakan usia. Mintalah keridhaan dan keikhlasan dari mereka
berdua untuk bekal hidup kita. Bagi kita yang orang tuanya sudah
dipanggil Allah swt, mari kita ziarahi makam mereka. Kunjungi dan
bersihkan pusaranya. Kita perlu sadari, bahwa mereka di sana
menunggu panjatan doa dari kita. Mereka pasti akan tersenyum
melihat kehadiran dan doa yang kita panjatkan. Dan sebaliknya, mereka
pasti akan sangat bersedih ketika kita tidak mendoakannya karena
hanya itulah yang mereka harapkan di alam sana.
Ma’asyiral muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Fitri
rahimakumullah,
Selain kepada orang tua, mari juga saling memaafkan dosa dan
kesalahan dengan orang-orang yang ada dalam kehidupan kita. Tidak
ada manusia yang sempurna. Semua pasti memiliki dosa dan kesalahan
kepada sesama. Sehingga lebaran menjadi salah satu momentum tepat
untuk saling memaafkan. Semoga lah semua dosa kita kepada Allah,
‫‪orang tua dan kepada sesama akan diampuni sehingga kita akan‬‬
‫‪menjadi insan yang kembali suci mendapatkan kemenangan. Amin‬‬

‫َج َعلَنَا هللاُ َواِيَّا ُك ْم ِم َن ْال َعاِئ ِدي َْن َو ْالفَاِئ ِزي َْن َو ْال َم ْقب ُْولِي َْن‪َ ،‬واَ ْد َخلَنَا‬
‫َواِيَّا ُك ْم فِى ُز ْم َر ِة ِعبَا ِد ِه الصَّالِ ِحي َْن‪ ،‬اَقُ ْو ُل قَ ْولِى هَ َذا َوا ْستَ ْغفِ ُر هللا‬
‫ت‪ ،‬فَا ْستَ ْغفِرهُ اِنَّهُ‬ ‫لِى َولَ ُك ْم‪َ ،‬ولِ َوالِ َد ْينَا َولِ َساِئ ِر ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬
‫‪.‬هُ َو ْال َغفُ ْو ُر الر ِ‬
‫َّح ْي ُم‬

‫‪Khutbah II‬‬

‫هللاُ َأ ْكبَ ُر (×‪ )٣‬هللاُ َأ ْكبَ ُر (×‪ )٣‬هللاُ َأ ْكبَ ُر َو هّٰلِل ِ ْال َح ْم ُد هللاُ اَ ْكبَ ُر‬
‫ص ْيالً‪ ،‬الَاِلهَ اِالَّ هللاُ‬ ‫ان هللاِ بُ ْك َرةً َواَ ِ‬ ‫َكبِ ْيرًا‪َ ،‬و ْال َح ْم ُد هّٰلِل ِ َكثِ ْيرًا‪َ ،‬و ُس ْب َح َ‬
‫َوهللاُ اَ ْكبَرُ‪ ،‬هللاُ اَ ْكبَ ُر َوهَّلِل ِ اَ ْل َح ْم ُد‪ .‬اَ ْل َح ْم ُد هللِ َربِّ ال َعالَ ِميِ َن‪َ ،‬أ ْشهَ ُد َأ ْن‬
‫ٰ‬
‫صلِّ َو َسلِّ ْم َعلَى‬ ‫آل ِإ ٰلهَ ِإالَّ هللاُ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّم ًدا َرس ُْو ُل هللاِ‪ ،‬اللّهُ َّم َ‬
‫صحْ بِ ِه َأجْ َم ِعي َْن‪ .‬اَ َّما بَ ْع َد ‪ :‬يَا َأيُّهَا النَّاسُ‬ ‫َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ألِ ِه َو َ‬
‫َّج ِيم‪ ،‬يَا اَيُّهَا‬ ‫ان الر ِ‬ ‫ا اتَّقُوا هللا‪ .‬قال هللا تعالى‪َ :‬أ ُعو ُذ بِاهللِ ِم َن ال َّش ْيطَ ِ‬
‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن ِإالَّ َوَأ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُم ْو َن ‪.‬‬ ‫الَّ ِذي َْن آ َمنُ ْوا اتَّقُ ْوا هللاَ َح َّ‬
‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا اَيُّهَا الَّ ِذي َْن‬ ‫َوقَا َل تَ َعالَى‪ :‬اِ َّن هللاَ َو َمالَِئ َكتَهُ يُ َ‬
‫صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‪،‬‬ ‫صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما‪ .‬اَللَّهُ َّم َ‬ ‫آ َمنُ ْوا َ‬
‫ك‬ ‫آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‪َ ،‬و َعلَى اَ ْنبِيَاِئ َ‬ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‪َ ،‬و َعلَى ِ‬ ‫َ‬
‫َّاش ِدي َْن‪:‬‬ ‫ض اللّهُ َّم َع ِن ْال ُخلَفَا ِء الر ِ‬ ‫ك َو َمالَِئ َك ِة ْال ُمقَ َّربِي َْن‪َ ،‬وارْ َ‬ ‫َو َر ُسلِ َ‬
‫ص َحابَ ِة َوالتَّابِ ِعي َْن‬ ‫ان َو َعلِى‪َ ،‬و َع ْن بَقِيَّ ِة ال َّ‬ ‫اَبِى بَ ْك ٍر َو ُع َم َر َو ُع ْث َم َ‬
‫ض َعنَّا َم َعهُ ْم‬ ‫ان اِلَى يَ ْو ِم ال ِّدي ِْن‪َ ،‬وارْ َ‬ ‫وتَابِ ِعى التَّابِ ِعي َْن‪ ،‬لَهُ ْم بِاِحْ َس ٍ‬
‫ت‪،‬‬ ‫َّاح ِمي َْن اللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُمْؤ ِمنِي َْن َو ْال ُمْؤ ِمنَا ِ‬ ‫ك يَا اَرْ َح َم الر ِ‬ ‫ِب َرحْ َمتِ َ‬
‫ت‪ .‬اللَّهُ َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا‬ ‫ت‪ ،‬اَالَحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َواالَ ْم َوا ِ‬ ‫َو ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬
‫ظهَ َر‬ ‫ْالبَالَ َء َو ْال َوبَا َء َوال َّزالَ ِز َل َو ْال ِم َح َن َوس ُْو َء ْالفِتَ َن َو ْال ِم َح َن َما َ‬
‫ان‬ ‫صةً‪َ ،‬و َساِئ ِر ْالب ُْل َد ِ‬ ‫يسيَّا هَ َذا َخا َّ‬ ‫ِم ْنهَا َو َما بَطَ َن‪َ ،‬ع ْن بَلَ ِدنَا اِ ْن ُدونِ ِ‬
‫ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َعا َّمةً‪ ،‬يَا َربَّ ْال َعالَ ِمي َْن‪َ .‬ربَّنَا آتِنَا فِى ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِى‬
‫ار ‪ .‬تَقَبَّ َل هَّللا ُ ِمنَّا َو ِم ْن ُك ْم‪َ ،‬و َج َعلَنَا هللاُ‬ ‫اب النَّ ِ‬ ‫االَ ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬
‫َواِيَّا ُك ْم ِم َن ْال َعاِئ ِدي َْن ْالفَاِئ ِزي َْن‪ُ ،‬كلُّ َع ٍام َواَنتُ ْم ِب َخي ٍْر‪َ .‬و ْال َح ْم ُد هللِ‬
‫ان‪َ ،‬واِ ْيتَا ِء‬ ‫َربِّ ال َعالَ ِميِ َن ِعبَا َد هللاِ‪ ،‬اِ َّن هللاَ يَْأ ُم ُرنَا ِب ْال َع ْد ِل َو ِ‬
‫االحْ َس ِ‬
‫ِذى ْالقُرْ بَى َويَ ْنهَى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك َر َو ْالبَ ْغ ِي‪ ،‬يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬
‫تَ َذ َّكر ُْو َن‪َ ،‬و ْاذ ُكرُوا هللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم‪َ ،‬وا ْش ُكر ُْوهُ َعلَى نِ َع ِم ِه‬
‫يَ ْذ ُكرْ ُك ْم‪َ ،‬ولَ ِذ ْك ُر هللاِ اَ ْكبَرْ ‪َ .‬وهللاُ يَ ْعلَ ُم ما َ تَصْ نَع ُْو َن‬

You might also like