Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

 

Metode Analisa Komponen ( MAK )

Ada banyak cara dalam menentukan tebal perkerasan, dan hampir tiap negara mempunyai cara
tersendiri. Di Indonesia metode yang digunakan untuk menentukan tebal perkerasan lentur adalah
metode Bina Marga yang bersumber dari metode AASHTO 1972 dan dimodifikasi sesuai dengan
kondisi jalan di Indonesia. metode Bina Marga ( Metode Analisa Komponen ) juga telah disahkan
oleh Dewan Standarisasi Nasional (DSN)
( DSN) Indonesia menjadi Standar Nasional Indonesia dengan
nomor SNI F 1732 1989
Untuk rancangan tebal perkerasan, struktur perkerasan yang dimaksud terdiri dari lapisan
sebagai berikut :

Lapisan permukaan (Surface Course)

Lapisan pondasi atas (Base Course)

Lapisan pondasi bawah (Subbase Course)

Tanah dasar (Sub Grade)

Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metode Bina Marga
( Metode Analisa Komponen ) adalah :

1.  Menentukan daya dukung tanah dasar (DDT) dengan mempergunakan


m empergunakan pemeriksaan
CBR. Nilai DDT diperoleh dari konversi nilai CBR tanah dasar dengan menggunakan
menggunakan
 persamaan :

DDT = 1,6649 + 4,3592 log (CBR) .............................................


...........................................................
.............. (2.1)
dimana :
DDT = nilai daya dukung tanah dasar
CBR = nilai CBR tanah dasar , atau

DDT = (4,3 log CBR) + 1,7 atau

Hubungan
CBR antara DDT dan CBR dari grafik dengan menarik garis mendatar dari nilai

2.  Menentukan umur rencana (UR)  dari jalan yang hendak direncanakan. Pada
 perencanaan jalan baru
baru umumnya meng
menggunakan
gunakan umur rencana
rencana 10 tahun.

3.  Menentukan faktor pertumbuhan


pertumbuhan lalu lintas (i %) selama masa pelaksanaan dan
selama umur rencana.

4.  Menentukan faktor regional (FR).


Hal-hal yang mempengaruhi nilai FR antara lain :
a. prosentase kendaraan berat,
 b. kondisi iklim dan curah hujan setempat,
c. kondisi persimpangan yang ramai,
d. keadaan medan,

Eva AL Teknik Sipil PNJ


Page 1 
 

e. kondisi drainase yang ada,


pertimbangan
pertimbang an teknis lainnya

Tabel 2.2 Nilai Faktor Regional (FR)

K eland
landa
ai an I K eland
landa
ai an I I K eland
landa
aian I I I
( < 6% ) ( 6-10% ) ( > 10% )
% kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat
< 30% > 30% < 30% > 30% < 30% > 30%
I kl
klim
im I 0,5 1,0 - 1,5 1,0 1,5 - 2,0 1,5 2,0 - 2,5
< 900 mm/th
I kl
klim
im I I 1,5 2,0 - 2,5 2,0 2,5 - 3,0 2,5 3,0 - 3,5
> 900 mm/th

5.  Menentukan Lintas Ekuivalen


Jumlah repetisi beban yang akan menggunakan jalan tersebut dinyatakan dalam lintasan
sumbu standar atau lintas ekuivalen. Lintas ekuivalen yang diperhitungkan hanya untuk lajur
tersibuk atau lajur dengan volume tertinggi.

a. Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP)  


Lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut dibuka atau pada awal umur rencana disebut
Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), yang diperoleh dari persamaan :

LEP = Σ A j x E j x C j x (1 + i)n’ 


=

dimana :
A j = jumlah kendaraan untuk satu jenis kendaraan.
E j = angka ekuivalen beban sumbu untuk satu jenis kendaraan. ... C j = koefisien distribusi
kendaraan pada jalur rencana.
i = faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan sampai jalan dibuka. n’ = jumlah tahun dari 
dari  
saat pengambilan data sampai jalan dibuka.
 j = jenis kendaraan.
Tabel: Angka ekivalen beban sumbu.

Beban sumbu Angka ekivalen

Kg Lb Sumbu tunggal Sumbu ganda

1.000 2.205 0,0002 -

2.000 4.409 0,0036 0,0003

3.000 6.614 0,0183 0,0016

4.000 8.818 0,0577 0,0050

5.000 11.023 0,1410 0,0121

6.000 13.228 0,2933 0,0251

7.000 15.432 0,5415 0,0466

8.000 17.637 0,9328 0,0794

Eva AL Teknik Sipil PNJ


Page 2 
 

8.160 18.000 1,0000 0,0860

9.000 19.841 1,4798 0,1273

10.000 22.046 2,2555 0,1940

11.000 24.251 3,3022 0,2840

12.000 26.455 4,6770 0,4022

13.000 28.660 6,4419 0,5540

14.000 30.864 8,6447 0,7452

15.000 33069 11,4184 0,9820

16.000 35.276 14,7815 1,2712

Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987.

Tabel Konfigurasi beban sumbu.

G N ) ) RODA TUNGGAL
I n n
E N A to( L to(
S T
A IP O
S A
A
L L PADA UJUNG SUMBU
T M T M M
R O U O A A
U & K M U T U S G S U
GI U MI MI K N K MI
T N T
F B A A S A S 8 O 8 S
N M R B K R K 1 S 1 K
n A A A
O U E ot E E E O E
K S B B M B M U K U M

1,1
1,5 0,5 2,0 0,0001 0,0005
HP 50% 50%
34% 66%
1,2
BUS 3 6 9 0,0037 0,3006
34% 66%
1,2L
2,3 6 8,3 0,0013 0,2174
TRUK 34% 66%

1,2H
4,2 14 18,2 0,0143 5,0264
TRUK 25% 75%

1,22
5 20 25 0,0044 2,7416 18% 28% 27% 27%
TRUK

1,2+2,2
6,4 25 31,4 0,0085 3,9083 18% 41% 41%

18% 28% 54%


Eva AL Teknik Sipil PNJ
Page 3 
 

TRAILER

1,2-2
6,2 20 26,2 0,0192 6,1179
TRAILER

1,2-2,2
10 32 42 0,0327 10,183
TRAILER

(Sumber : Manual Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No. 01/MN/BM/83).

Tabel 2.3 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Lebar Perkerasan (L) Jumlah Jalur Kend. Ringan *) Kend. Berat **)
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
L < 5,50 m 1 jalur 1,00 1,00 1,00 1,00
5,50 m < L < 8,25 m 2 jalur 0,60 0,50 0,70 0,50
8,25 m < L < 11,25 m 3 jalur 0,40 0,40 0,50 0,475
11,25 m < L < 15,00 m 4 jalur - 0,30 - 0,45

15,00
18,75 m
m<<L
L<< 18,75
22,00 m
m 5
6 jalur
jalur -- 0,25
0,20 -- 0,425
0,40

b. Lintas Ekuivalen Akhir (LEA)


Besarnya lintas ekuivalen pada saat jalan
j alan tersebut membutuhkan perbaikan struktural
disebut Lintas Ekuivalen Akhir (LEA), yang diperoleh dari persamaan:

LEA= LEP (1+r)


 
UR 
  ....................................................................................................... (2.3)

dimana 
LEP = Lintas Ekuivalen Permulaan.
r = faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana.
UR = umur rencana jalan tersebut.

c. Lintas
Lintas Ekuivalen
Ekuivalen Tengah
Tengah (LET)dengan persamaan :
diperoleh

LET=( LEP +LEA)/2 ...................................


..........................................................
= ....................................................
..................................
..... (2.4)

d. Lintas Ekuivalen Rencana (LER)

Besarnya lintas ekuivalen yang akan melintasi jalan tersebut selama masa pelayanan, dari
saat dibuka sampai akhir umur rencana disebut Lintas Ekuivalen Rencana, yang diperoleh
dari persamaan :
LER = LET x (UR/10) ...............................................................................
..................................................................................
... (2.5)

6. Menentukan Indeks Permukaan (IP)


a. Indeks Permukaan Awal (IPo) yang ditentukan sesuai dengan jenis lapis permukaan
yang akan dipakai.
Tabel 2.4 Nilai Indeks Permukaan Awal (IP 0)

Eva AL Teknik Sipil PNJ


Page 4 
 

Jenis Lapis Permukaan IP0 Roughness (mm/km)


LASTON >4 < 1000
3,9 - 3,5 > 1000
LASBUTAG 3,9 - 3,5 < 2000
3,4 - 3,0 > 2000
HRA 3,9 - 3,5 < 2000
3,4 - 3,0 > 2000
BURDA 3,9 - 3,5 < 2000
BURTU 3,4 - 3,0 < 2000
3,4 - 3,0 < 3000
LAPEN 2,9 - 2,5 > 3000
2,9 - 2,5
LATASBUM 2,9 - 2,5
BURAS 2,9 - 3,5
LATASIR < 2,4
JALAN TANAH < 2,4
JALAN KERIKIL
.
Indeks Permukaan Akhir (IPt) berdasarkan besarnya nilai LER dan klasifikasi jalan
tersebut.
Beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang dibawah ini:
IP = 1,0 : Permukaan jalan dalam keadaan rusak berat dan sangat mengganggu lalu lintas
kendaraan
IP = 1,5 : Kondisi jalan
j alan dengan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin ( jalan ``
  tidak terputus )
IP = 2,0 : Tingkat pelayanan rendah tetapi jalan masih mantap
IP = 2,5 : Umumnya permukaan jalan masih stabil.

Tabel 2.5 Nilai Indeks Permukaan Akhir (IPt)

LER = Lintas Ekivalen Rencana Klasifikasi Jalan


lokal kolektor Arteri tol
< 10 1,0 – 
1,0 –  1,5 1,5 1,5 – 
1,5 –   -
2,0
10 – 
10 –  100 1,5 1,5 – 
1,5 –   2,0 -

100 – 
100 –  1000 1,5 – 
1,5 –  2,0 2,0
2,0 2,0 – 
2,0 –   -
2,5
> 1000 - 2,0 – 
2,0 –   2,5 2,5
2,5

Sumber : SNI 1732 – 


1732 –  1989 – 
 1989 –  F
 F

Klasifikasi jalan dibagi 3 berdasarkan fungsinya yaitu:


1. Jalan lokal : Adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
 jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah (± 20-40 km)
2. Jalan kolektor : Adalah jalan yang melayani angkutan
angkutan setempat dengan ciri-ciri
ciri-ciri jarak
sedang, kecepatan rata-rata sedang (± 40-60 km)
Jalan arteri : Adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
 jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi (± 60-80 km)

Eva AL Teknik Sipil PNJ


Page 5 
 

Untuk menentukan klasifikasi jalan dapat diketahui berdasarkan ciri-ciri perjalanan


dankecepatan rata-rata angkutan.

7. Menentukan Indeks Tebal Perkerasan (ITP)  dengan menggunakan rumus dasar metode
AASHTO 1983, yang telah memasukkan faktor regional yang terkait dengan kondisi lingkungan
dan faktor daya dukung tanah dasar yang terkait dengan perbedaan kondisi tanah dasar, sehingga
didapat persamaan :

Log Wt18 9,36 log (ITP 1 ) - 0,20 


0,4 094   log FR 0,372 (DDT - 3,0) ... .(2.6a)
+

 
) ,9
( )

(−)
dengan : Gt = log  
 1,5)
dimana :
Gt = fungsi logaritma dari perbandingan antara kehilangan tingkat pelayanan dari IP = IPo
sampai IP = IPt dengan kehilangan tingkat pelayanan dari IPo sampai IP = 1,5.
Wt 18 = beban lalu lintas
li ntas selama umur rencana atas dasar beban sumbu tunggal 18000 pon yang
telah diperhitungkan terhadap faktor regional.
(Sumber : Sukirman, S., Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1993)

Atau
Menggunakan salah satu dari nomogram 1-9 yang sesuai dengan nilai Ipo dan Ipt

8. Menentukan koefisien kekuatan relatif bahan (a1,a2,a3)

Tabel 2.6 Koefisien kekuatan relatif bahan

Koefisien Kekuatan Bahan Jenis Bahan


Kekuatan
Relatif
a1 a2 a3 MS (kg) Kt (kg/cm) CBR (%)
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - -
0,32 - - 454 - - Laston
0,30 - - 540 - -
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - -
0,28 - - 454 - - Lasbutag
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)
- 0,28 - 590 - - -
- 0,26 - 454 - - Laston Atas
- 0,24 - 340 - - -
- 0,23 - - - - Lapen (mekanis)
- 0,19 - - - - Lapen (manual)
- 0,15 - - 22 - Stab. tanah dengan semen
- 0,13 - - 18 - -
- 0,15 - - 22 - Stab. tanah dengan kapur
- 0,13 - - 18 - -
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A)

Eva AL Teknik Sipil PNJ


Page 6 
 

- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B)


- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (kelas B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran

Tabel 2.7 Tebal Minimum Tiap Lapisan menurut


menurut MAK (cm)

ITP Tebal Minimum Bahan


Lapisan Permukaan
< 3,00 5 Lapis pelindung
(Buras/Burtu/Burda)
3,00 – 
3,00 –  6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA,
Lasbutag, Laston
6,71 – 
6,71 –  7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA,
Lasbutag, Laston
7,50 –  9,99
7,50 –  7,5 Lasbutag Laston
> 10,00 10 Laston
Lapisan Pondasi
< 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah
dengan semen, stabilisasi
3,00 – 
3,00 –  7,49 20 *) tanah dengan kapur
10 Batu pecah, stabilisasi tanah
dengan semen, stabilisasi
7,50 – 
7,50 –  9,99 20 tanah dengan kapur
Laston Atas
15 Batu pecah, stabilisasi tanah
dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur, pondasi macadam

10 – 
10 –  12,14 20 Laston Atas
> 12,25 25 Batu pecah, stabilisasi tanah
dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur, pondasi macadam,
Lapen, Laston Atas
Lapis Pondasi Bawah
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah
10 cm

*) batas 20 cm dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk lapis pondasi bawah digunakan
material berbutir kasar
Sumber : SNI 1732 – 
1732 –  1989 – 
 1989 –  F
 F

Indeks tebal perkerasan adalah angka yang berhubungan dengan penentuan tebal minimum tiap
lapisan di suatu jalan. Jalan yang memakai perkerasan lentur memiliki 3 lapisan utama yaitu
Lapis permukaan, lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah. Tiap lapisan memiliki nilai
minimum untuk Indeks Tebal Perkerasan yang diambil dari nomogram ITP berdasarkan
hubungan DDT, LER dan Faktor Regional dan tabel tiap minimum tebal lapisan menurut MAK.

Eva AL Teknik Sipil PNJ


Page 7 
 

Tabel 2.8 Penentuan Nomogram ITP :

No Ipt Ipo Nomogram ITP


1 1 2,4 9
2 1 2,5 -2,9 8
3 1,5 2,5 -2,9 7
4 1,5 3,5 -3,9 6
5 1,5 2,5 -2,9 5
6 2 3,5 -3,9 4
7 2 4 3
8 2,5 3,5 -3,9 2
9 2,5 4 1

9. Menentukan tebal perkerasan dengan rumus :

ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3


Dimana :
D1 = lapis permukaan
D2 = lapis pondasi atas
D3 = lapis pondasi bawah
a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan (Tabel 2.6).
ITP
ITP
15
14
Nomogram
2 3 13
DDT P = 8,16 t 3
12
10 IPt = 2,0
11 IPo = 3,9  – 3,5
9 4
10

8 10.000 9
5.000 5
8
7 1.000 FR
6
500
6 7 0.5
1.0
100
2.0 7
5 50 6 5.0
8
4 10
5 5 9
3
1.0 10
0.5 4
2 11
12
1
3 13
14
15

Eva AL Teknik Sipil PNJ


Page 8 
 

Eva AL Teknik Sipil PNJ


Page 9 
 

Eva AL Teknik Sipil PNJ Page


10 
 

Eva AL Teknik Sipil PNJ Page


11 
 

Eva AL Teknik Sipil PNJ Page


12 
 

Eva AL Teknik Sipil PNJ Page


13 
 

Eva AL Teknik Sipil PNJ Page


14 
 

Eva AL Teknik Sipil PNJ Page


15 
 

Eva AL Teknik Sipil PNJ Page


16 
 

Eva AL Teknik Sipil PNJ Page


17 
 

Eva AL Teknik Sipil PNJ Page


18 

You might also like