Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/357339777

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang


di Indonesia

Article · December 2021

CITATIONS READS

0 76

3 authors, including:

Ishaaq Saputra
Curtin University
26 PUBLICATIONS   15 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Re-evaluation of protein requirement and optimum protein to energy ratio for juvenile spiny lobster, Panulirus ornatus View project

All content following this page was uploaded by Ishaaq Saputra on 27 December 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya
Udang di Indonesia
Oleh :
Frederika Niken R Kurnianingtyas1, Ishaaq Saputra2*, dan Mochamad Aji Purbayu3
1Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Wilayah Jayapura
2Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Wilayah Jakarta I
3Balai Uji Standar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

Abstract
Shrimp farming is a main aquaculture industry in Indonesia. Over the past two years, Indonesia shrimp production
increase gradually and reach a peak in 2017. One of the challenges facing the shrimp industry is disease issue and healthy
broodstock. Since 2009, the emerging disease of Early Mortality Syndrome in Asia has become a threat to shrimp Industry in
Indonesia. The disease has spread in China, Vietnam, Malaysia, Thailand, Mexico and lastly in Philippines between 2009 -
2014. A study found that the toxin produced by Vibrio parahaemolyticus damages the hepatopancreas of the shrimp causing
mass mortality. Understanding the aetiology of the disease, method to observing the disease and measures to manage the
disease might decrease the risk of disease outbreak in some area. To date, Ministry of Marine and Fishery Affairs claims that
Indonesian shrimp farming is free from AHPND/EMS. This paper will discuss the strategies and opportunities to prevent the
spread of AHPND/EMS in Indonesian shrimp farming.
Keywords: AHPND/EMS, shrimp, Indonesia

Abstrak
Tambak udang merupakan salah satu industri perikanan terbesar di Indonesia. Selama dua tahun terakhir, produksi
udang Indonesia meningkat secara bertahap dan mencapai puncaknya pada tahun 2017. Salah satu tantangan yang dihadapi
industri budidaya udang adalah masalah penyakit dan ketersediaan induk udang sehat. Sejak tahun 2009, kemunculan
penyakit Early Mortality Syndrome (EMS) di Asia telah menjadi ancaman bagi industri udang di Indonesia. Penyakit ini telah
menyebar di Cina, Vietnam, Malaysia, Thailand, Meksiko and terakhir di Filipina antara tahun 2009 - 2014. Sebuah penelitian
menemukan bahwa racun yang dihasil oleh Vibrio parahaemolyticus merusak hepatoprankreas udang dan menyebabkan
kematian massal. Pemahaman etiologi penyakit, metode pemeriksaan, dan langkah-langkah Pengendalian penyakit akan
mampu mengurangi risiko wabah di beberapa daerah. Sampai saat ini, Kementrian Kelautan dan Perikanan mengumumkan
bahwa tambak udang Indonesia bebas dari AHPND/EMS. Makalah ini akan membahas langkah strategi untuk mencegah
penyebaran AHPND/EMS pada tambak udang di Indonesia yaitu penerapan sistem karantina di pintu pemasukan dan
pengeluaran, program pengawasan penyakit AHPND, penggunaan teknologi dan biosecurity.
Kata kunci : AHPND/EMS, Udang, Indonesia

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang di Indonesia
ke dalam daftar penyakit OIE, meskipun beberapa
I. PENDAHULUAN
tahun sebelumnya, organisasi ini tidak
mencantumkannya sebagai penyakit yang
1.1 Latar Belakang
mengancam kesehatan Ikan, hal tersebut karena
Budidaya udang telah menjadi sektor
penyakit ini tidak memenuhi definisi penyakit
primadona dalam budidaya perikanan karena
infeksi baru berdasarkan Aquatic Animal Health
mampu memberikan kontribusi nilai ekspor bagi
Code, namun sebenarnya penyakit ini telah
perekonomian Indonesia. Revolusi besar dalam
dikenal karena masuk dalam daftar penyakit
dunia budidaya udang di Asia terjadi ketika benih
udang dalam Quarterly Aquatic Animal Disease
Vaname (Litopenaeus vannamei) atau dikenal
(OIE, 2010). Kerugian yang meluas terutama pada
dengan nama udang putih dari Brazil diketahui
vaname stadium post larvae terkait dengan
memiliki sifat unggulan, sehingga vaname mampu
AHPND / EMS pertama kali dilaporkan di Cina
menggantikan spesies budidaya udang windu,
(2009), dan kemudian di Vietnam (2010), Malaysia
black tiger (Penaeus monodon) yang sebelumnya
(2011), Thailand (2012), Meksiko (2013) dan
merupakan spesies unggulan budidaya di tahun
akhirnya Filipina (2014) (Leaño , 2016). Sebagai
2003 (Wyban, 2007). Pada tahun 2002, Indonesia
negara dengan penghasil komoditi udang,
mengimpor induk udang vaname SPF (Specific
penyakit AHPND/ EMS merupakan ancaman bagi
Pathogen Free) dari Amerika, yang kemudian
tambak udang di Indonesia. Kementerian
menyebabkan peningkatan tajam produksi udang
Kelautan dan Perikanan melalui Keputusan
dalam negeri (FAO,2010b). Salah satu faktor
Kepala BKIPM No 130/Kep-BKIPM/2013
yang membuat udang vaname lebih sukses
menetapkan bahwa Wilayah Republik Indonesia
daripada udang windu adalah bahwa vaname
bebas dari AHPND/ EMS. Makalah ini akan
dapat mencapai ukuran yang sesuai permintaan
membahas khususnya terkait dengan berbagai
pasar yaitu sekitar 15 gram dalam waktu tiga
peluang strategis guna pengendalian dan
bulan, sedangkan udang windu membutuhkan
pencegahan penyebaran AHPND di Indonesia.
setidaknya lima bulan. Dengan demikian,
Berbagai upaya strategis yang akan dibahas
budidaya udang vaname dapat mengurangi risiko
dalam makalah ini yaitu penerapan sistem
kerugian akibat wabah infeksi, meskipun kedua
karantina di pintu pemasukan dan pengeluaran,
spesies sama-sama rentan terhadap penyakit
program pengawasan penyakit AHPND,
udang yang ada.
penggunaan teknologi dan biosecurity.
Kendala ekologis dan mekanisme
perdagangan yang berkaitan dengan
1.2 Tujuan
pengembangan budidaya udang telah memicu
Tujuan utama dari makalah ini untuk
kemunculan dan penyebaran penyakit (Utari et al.
mengevaluasi terkait berbagai langkah strategis
, 2012). Salah satu masalah paling penting yang
pencegahanan masuk dan menyebarnya AHPND
muncul dalam industri udang adalah pengendalian
/ EMS pada tambak udang Indonesia.
penyakit dan tersedianya induk yang bebas
penyakit. Kerugian dalam jumlah jutaan USD telah
2. Gambaran Perkembangan Udang di
dilaporkan akibat wabah penyakit (Cock et al. ,
Indonesia.
2015). Baru-baru ini, suatu penyakit mematikan
baru muncul di Asia dan Amerika Tengah
2.1 Perkembangan Produksi dan Penyakit
(Meksiko), yang kemudian kita kenal sebagai
Udang di Indonesia.
Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease
Informasi akurat tentang sejarah
(AHPND) atau Early Mortality Syndrome
perkembangan budidaya udang di Indonesia
(AHPND). Pada tahun 2016, AHPND dimasukkan
masih sangat terbatas. Sebelum tahun 80-an,

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang di Indonesia
produksi udang Indonesia sangat bergantung pemerintah Indonesia mengeluarkan Keputusan
pada hasil tangkapan. Tambak udang pertama Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun
yang dilaporkan untuk tujuan produksi budidaya 2001 tentang “Pelepasan Udang Vaname sebagai
didirikan pada tahun 1962 di Jeneponto, Sulawesi Varietas Udang Unggul”. Keputusan MKP ini
Selatan, kemudian baru menyebar ke Jawa dibuat dalam rangka memperkaya varietas udang
sepuluh tahun kemudian pada tahun 1972 (P. lokal serta peningkatan produksi dan ekonomi
Sianipar dan Genisa, 1987). Meskipun demikian petambak sehingga dipandang perlu untuk
ada pula yang meyakini bahwa budidaya udang mengintroduksi Vanamei dengan kriteria unggul
telah ada di Jawa Timur dimulai pada tahun 1860- diantaranya bebas dari penyakit WSSV.
an, secara umum perkembangan pesatnya Sistem budidaya udang saat ini di
budidaya udang windu dilaporkan terjadi tahun Indonesia dapat dibagi menjadi 3 kategori utama,
1980 (Nurhajarini et al., 2017). Dengan komoditas yaitu budidaya udang tradisional, semi intensif dan
utama adalah P. monodon, budidaya udang intensif. Pada tahun 2017, Direktorat Jenderal
secara tradisional telah lama dibudidayakan oleh Perikanan Budidaya melaporkan total produksi
masyarakat Indonesia. Pada pola ini pertukaran udang Indonesia mencapai 863.198 ton lebih dari
air tambak bergantung pada siklus pasang surut dua kali lipat dibandingkan tahun 2014
dan induk udang didapat dari hasil tangkapan liar (Nainggolan et al., 2017).
atau alam. Penyakit udang merupakan salah satu
Ancaman penyakit pada budidaya udang masalah serius dalam upaya peningkatan
P. monodon memicu terjadinya impor udang produksi udang di Indonesia. Keberadaan
vannamei dari Amerika Latin sebagai spesies penyakit udang telah diketahui menyebabkan
budidaya baru ke negara-negara Asia termasuk kehilangan produksi udang sekitar 20% setiap
Indonesia. Sifat biologis seperti pertumbuhan tahun. Perkembangan produksi dan penyakit
yang lebih baik, ketahanan terhadap penyakit, udang sampai tahun 2017 dapat dilihat pada
toleransi terhadap kadar garam rendah, dan gambar 1. Disamping itu, beberapa laporan
produktifitas yang lebih tinggi menjadikan L. menunjukkan bahwa beberapa penyakit virus
vannamei sebagai calon spesies budidaya udang masih ditemukan dalam kegiatan budidaya udang
terbaik saat itu. Kemudian pada tahun 2001, (Tabel 1)..

Gambar 1. Perkembangan Produksi Udang dan Penyakit dari 1980-2017


(Sumber DJPB, 2018)

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang di Indonesia
Tabel 1. Laporan Penyakit Virus pada Udang di Indonesia
Penyakit Status Referensi
Infectious hypodermal and Ada Sukenda et al. (2009), Koesharyani et al.
haematopoietic necrosis Virus (IHHNV) (2012), Hanggono & Junaidi (2015)

Taura syndrome virus (TSV) Ada Koesharyani et al. (2015), Sukenda et al.
(2009), Surfianti et al. (2010)

White spot syndrome virus Ada Azizah et al. (2019), Latritiani et al. (2017),
(WSSV) Zulpikar et al. (2016), Taslihan (2014),
Hanggono & Junaidi (2015)

Infectious myonecrosis virus (IMNV) Ada Koesharyani et al. (2015), Azizah et al. (2019),
Humidah Sarah et al. (2018), Rekasana et al.
(2013) Koesharyani et.al (2012), Hanggono &
Junaidi (2015), Kusumaningrum et al. (2012)

Penaeus vannamei Nervous Virus Ada Koesharyani et al. (2015)


(PvNV)

Koesharyani et al. (2012) telah positif terinfeksi oleh IMNV dan WSSV. Infeksi virus
melaporkan beberapa kejadian infeksi virus di IHHNV, WSSV dan IMNV ditemuan di beberapa
berbagai tambak udang di Situbondo, Jawa Timur umur udang di Situbondo, Jawa Timur. Gejala klinis
pada tahun 2012. Hasilnya menunjukkan bahwa menunjukkan warna tubuh pucat dapat teramati
udang terinfeksi oleh IHHNV dan IMNV. Udang dari udang yang terinfeksi IMNV. Meskipun IHHNV
yang terinfeksi IHHNV memiliki gejala klinis seperti tidak ditemukan di nauplius, postlarva, dan induk,
struktur tubuh tidak normal, morfologi abnormal, sampel dari uropod udang menunjukkan hasil
warna keputihan dan rostrum melengkung. Di sisi positif IHHNV (Hanggono dan Junaidi, 2015).
lain, gejala klinis tubuh kerdil dan rostrum Selain penyakit yang telah mewabah di Indonesia,
melengkung tidak terlihat pada udang yang ada penyakit lintas batas (transboundary disease)
terinfeksi IMNV (Koesharyani et al. , 2012). yang saat ini perlu mendapatkan perhatian yaitu
Sementara itu, Sukenda et al. (2009) melaporkan Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease/ Early
bahwa udang yang terinfeksi IHHNV tidak Mortality Syndrome. Sebagai produsen udang
berpengaruh terhadap produktivitasnya. Penelitian terbesar kedua setelah China, Indonesia patut
ini menemukan bahwa tidak hanya penyakit IHHNV mewaspadai ancaman wabah AHPND/EMS agar
yang ditemukan pada tambak udang intensif, tetapi tidak masuk dan tersebar ke wilayah Republik
juga TSV dan WSSV. Meskipun specific pathogen Indonesia.
free (SPF) digunakan dalam budidaya,
kemungkinan penyakit virus dapat ditularkan dari 2.2 Riwayat Penyakit AHPND/EMS
kolam lain yang terinfeksi di daerah pantai selatan Acute Hepatopancreatic Necrosis
Provinsi Lampung. Disease (AHPND)/ Early Mortality Syndrome
Berdasarkan pengujian sampel pada (EMS) merupakan penyakit lintas batas yang
benih L.vannamei yang dikirim ke laboratorium sudah mewabah di negara lain sehingga
Karantina Ikan Surabaya (Provinsi Jawa Timur), mengancam budidaya udang di Indonesia.
Azizah et al. (2019) menemukan bahwa sampel Penyakit ini menyebabkan kematian masal hingga

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang di Indonesia
100% pada budidaya udang windu dan udang putih kurang dari 30 hari dan agen penyebabnya belum
berakibat pada kerugian ekonomi. Asian Fisheries ditemukan saat itu sehingga dikategorikan sebagai
Society – FAO di tahun 2018 melaporkan bahwa idiophatic atau tidak diketahui agen penyebabnya.
produksi udang di Thailand mengalami penurunan Etiologi AHPND/EMS telah terkonfirmasi
yang sangat sifnifikan dalam kurung waktu 3 tahun penyebabnya adalah Vibrio parahaemolyticus-
dari 609.552 ton di tahun 2013 menjadi kurang dari AHPND yang memiliki plasmid pembawa toxin Pir
300.000 ton di tahun 2016. Sedangkan wabah A dan Pir B sehingga menyebabkan kerusakan
AHPND di Vietnam mengakibatkan terjadinya hepatopankreas (Joshi et al., 2014; Chung-Te Lee
kerugian ekonomi sekitar rata-rata sebesar US$ 72 et al., 2015). Gejala klinis AHPND tampak dengan
juta per tahun dalam kurun waktu dari 2013-2015. adanya warna pucat dan mengkerut pada
Penyakit yang menyebabkan kematian hepatopankreas, perut dan usus kosong, tubuh
massal udang menyebar di beberana negara di pucat menguning seperti yang dilaporkan oleh
Asia dan lainnya. Suatu penyakit baru yang Zorriehzahra dan Banaederakhshan (2015)
menyebabkan kematian masal pada budidaya (Gambar 3.).
udang setelah kurang dari 30 hari ditebar di tambak
dilaporkan pertama kali di Tiongkok pada tahun
2009. Para pakar belum menemukan penyebab
wabah tersebut sehingga awalnya dinamakan
penyakit Early Mortality Syndrome/ EMS. Setahun
kemudian, kematian massal pada DOC (Day of
Culture) kurang dari 30 hari dilaporkan di Vietnam,
kemudian Malaysia (2011) dan Thailand (2012)
menyusul Meksiko (2013), Bangladeh (2014) dan
Filipina di tahun 2015 yang mengakibatkan
kerugian ekonomi yang sangat besar (Reantaso,
2016).

Gambar 3. Hepatopankreas berwarna keputihan


dan menyusut, perut dan usus kosong,
menunjukkan udang yang terinfeksi VpAHPND
(Sumber: Zorriehzahra dan Banaederakhshan,
Gambar 2. Sebaran penyakit AHPND 2015).

Penyebab penyakit AHPND ditemukan AHPND / EMS menyebabkan kematian massal


oleh para peneliti sebagai penyakit golongan pada udang postlarva berumur sekitar 20-30 hari
bakteri. Sebelumnya, sindrom nekrosis setelah penebaran pada kolam yang baru (Hong
hepatopankreas akut (AHPNS/ Acute dan Lu, 2016) di mana P. monodon, L. vannamei
Hepatopancreatic Necrosis Syndrome) dan P. chinensis adalah spesies yang rentan (FAO,
diidentifikasi sebagai nama penyakit yang 2010a). V. parahaemolyticus umumnya ditemukan
menyebabkan kematian masal udang pada DOC di wilayah estuari dan lingkungan laut dengan

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang di Indonesia
berbagai strain, sebuah penelitian menemukan teknik diantaranya bioassay challenges like
bahwa virulensi V. parahaemolyticus yang immersion, reverse gavage, cohabitation
menyebabkan AHPND tergantung pada dosis, di treatments and feeding (per os) but not IM injection.
mana ambang batas infektif infeksi adalah 104 cfu / Metode bioassay telah berhasil mengidentifikasi
ml (Joshi et al.,, 2014; Lai et al.,, 2015). Temuan ini 100% kematian udang yang terinfeksi dan
menggambarkan bahwa pengurangan koloni karakteristik histologi yang menciri selama
bakteri, terutama vibrio sp. dalam sistem percobaan (Devadas et al. , 2018). Temuan
perikanan, merupakan salah satu cara terbaik menunjukkan bahwa patogenisitas VpAHPND
untuk mencegah wabah penyakit. sangat penting untuk dipelajari oleh seluruh
laboratorium penyakit ikan di Indonesia untuk
2.3 Perkembangan Metode Uji AHPND/ EMS dan mengendalikan peluang terjadinya penyakit yang
Tantangannya di Indonesia lebih besar.
Metode identifikasi penyakit udang ini
telah banyak dikembangkan. Awalnya metode 3. Langkah Strategis Pengendalian Penyebaran
untuk memeriksa gejala AHPND/ EMS adalah AHPND/EMS di Indonesia
histologi dan bioassay yang telah dikembangkan
mulai tahun 2013. Namun, tanda-tanda klinis 3.1 Penerapan Sistem Karantina di Pintu
AHPND mirip dengan CMNV (Hong dan Lu, 2016). Pemasukan dan Pengeluaran
Jadi, penting untuk menyelidiki kasus kematian dini
dengan memeriksa histologi dan tingkat molekuler. a. Tindakan karantina
Pada tahun 2014, primer genomik yang paling Tindakan karantina yang ketat di suatu
sensitif dan spesifik untuk mendeteksi AHPND wilayah dapat mengurangi kemungkinan
ditemukan, yaitu primer AP3 (Flegel, 2012; masuknya penyakit lintas batas (transboundary
Sirikharin et al., 2015). Temuan ini menunjukkan disease) (Cock et al., 2015). Penyebaran cepat
bahwa identifikasi keberadaan agen penyebab AHPND / EMS di Asia Tenggara setiap tahun
penyakit pada udang bersifat sangat penting. terutama diperantarai oleh perdagangan indukan
Karena virulensi V. parahaemolyticus bergantung dan benih (NACA dan FAO, 2013) maka
pada dosis, dengan ambang batas 104cfu/ml, maka Kementerian Kelautan dan Perikanan telah
metode baru untuk mengetahui jumlah kopi DNA melarang pemasukan udang yang dipantau dan
telah ditemukan, yaitu qPCR (Quantitative dikendalikan oleh BKIPM. Larangan pemasukan
Polymerase Chain Reaction) (Han et al.,2015) . udang dan pakan alami dari negara maupun
Selanjutnya, uji LAMP yang divalidasi negara transit yang terkena wabah EMS/AHPND
untuk mengidentifikasi V. parahaemolyticus yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan
menyebabkan AHPND dapat diaplikasikan sebagai Perikanan Nomor 43 Tahun 2014. Seiring
alternatif selain PCR, yang relative lebih mahal perkembangan jenis-jenis penyakit ikan karantina
(Kongrueng et al., 2015). Berdasarkan temuan ini, di luar negeri, serta dalam rangka pelaksanaan
uji histologis dan qPCR tampaknya menjadi pencegahan dan pengendalian penyebaran
metode terbaik untuk dipakai karena penelitian penyakit ikan karantina, maka pemerintah
sebelumnya menemukan gejala klinis AHPND mengeluarkan Keputusan Mentri KP Nomor
mirip dengan penyakit viral lainnya dan bahwa 19/KepmenKP/2018 tentang penetapan jenis-jenis
virulensi V. parahaemolyticus tergantung dosis. penyakit ikan karantina, golongan dan media
Baru-baru ini, penelitian menemukan pembawa. Vibrio parahaemolyticus (Vp AHPND)
adanya metode baru untuk mengamati ditetapkan sebagai penyakit ikan karantina
patogenisitas dari strain Vibrio parahaemolyticus golongan I dengan media pembawa udang windu
(VpAHPND) dengan menggunakan beberapa (Penaeus monodon), udang putih (Litopenaeus

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang di Indonesia
vannamei) dan Penaeus chinensis. Badan Indonesia juga memiliki tanggung jawab untuk
Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan melakukan program pemantauan penyakit ikan di
Hasil Perikanan (BKIPM) mengeluarkan Surat wilayah tertentu sesuai dengan Peraturan Menteri
Edaran Nomor 799/BKIPM/X/2017 tentang No. 54/PERMEN-KP/2017.
pengendalian penyakit AHPND/ EMS. Surat Seiring perkembangan jenis-jenis
edaran ini diantaranya dapat digunakan sebagai penyakit ikan karantina di luar negeri, serta dalam
acuan bagi petugas karantina dalam melakukan rangka pelaksanaan pencegahan dan
pengawasan lalu lintas udang antar area di wilayah pengendalian penyebaran penyakit ikan karantina,
Indonesia dengan mempersyaratkan pengujian maka pemerintah mengeluarkan Keputusan
bebas penyakit AHPND. Peraturan tersebut Menteri Kelautan dan Perikanan No.91 Tahun
merupakan upaya strategis Indonesia dalam 2018 tentang Penetapan Jenis-Jenis Penyakit Ikan
mempertahankan status bebas dari AHPND / EMS. Karantina, Golongan dan Media Pembawa.
Dengan status Indonesia tersebut menjadi peluang Kepmen No.91 telah memuat daftar penyakit virus
yang baik bagi negara untuk meningkatkan ekspor udang Level I termasuk Infectious Hypodermal and
udang yang sehat. Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV),
Yellowhead Virus (YHV), Taura Syndrome Virus
b. Peningkatan analisa resiko impor (TSV), White Spot Syndrome Virus (WSSV),
Peraturan dan keputusan menteri Infectious Myonecrosis Virus (IMNV), Penaeus
tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam vannamei Nervous Virus (PvNV), Covert Mortality
penilaian analisa resiko. Keputusan Kepala BKIPM Nodavirus (CMNV). Sedangkan penyakit bacterial
Nomor 99/Kep-BKIPM/2017 tentang Kategori golongan I termasuk strain khas dari Vibrio
tingkat risiko media pembawa hama dan penyakit parahaemolyticus yang merupakan penyebab
ikan karantina mengatur tentang penilaian analisa penyakit Acute Hepatopancreatic Necrosis
resiko media pembawa penyakit ikan dan juga Disease (AHPND)/Early Mortality Syndrome.
mengatur tentang berbagai macam dokumen
persyaratan dan tindakan karantina khususnya b. Peningkatan fasilitas dan petugas lab
importase. Peningkatan fasilitas laboratorium
pengujian AHPND telah mendapatkan perhatian
3.2 Program pengawasan penyakit AHPND / yang serius. Kementrian Kelautan dan Perikanan
EMS sudah melengkapi laboratorium pengujian
kesehatan Ikan baik di bawah DJPB maupun
a. Program surveilan dibawah BKIPM, khususnya dalam hal
Surveilan aktif dan pasif diperlukan dalam pengembangan metode diagnostis penyakit
upaya pencegahan dan pengawasan ancaman AHPND. Keputusan DJPB Nomor 162/Kep-
AHPND. Laporan adanya wabah dengan gejala DJPB/2017 menyatakan terdapat 3 Laboratorium
mirip dengan penyakit AHPND/ EMS dibeberapa Acuan AHPND yaitu Loka Pemeriksaan Penyakit
tambak udang di Indonesia membutuhkan suatu Ikan dan Lingkungan (LP2IL) Serang, Balai Besar
program monitoring maupun surveilan. BKIPM Perikanan Budidaya Air Payau (BBPP) Jepara dan
melalui Surat Edaran Nomor 799/BKIPM/X/2017 Balai Uji Standar Karantina Ikan dan Pengendalian
tentang pengendalian penyakit AHPND/ EMS telah Mutu Hasil Perikanan (BUSKIPM) dan 11
menunjuk beberapa Unit pelaksana teknis Laboratorium Pengujian AHPND yang tersebar di
karantina ikan untuk melakukan surveilan terhadap Indonesia dengan peranannya yang sangat
penyakit AHPND di sentra budidaya udang. Selain dirasakan oleh para stakeholder. Selain itu
itu, BKIPM sebagai salah satu otoritas kompeten Laboratorium acuan juga memiliki peranan untuk
dalam pengendalian wabah penyakit ikan di menyelenggarakan uji profisiensi ruang lingkup

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang di Indonesia
AHPND terhadap laboratorium penyakit ikan di biosekuriti secara ketat, penggunaan pakan dan
Indonesia. Namun dari berbagai macam metode probiotik yang terdaftar di KKP, manajemen
yang diterapkan dalam mendeteksi AHPND, uji kualitas air, penerapan Cara Pembenihan Ikan
histologis kurang mendapatkan perhatian secara yang Baik (CPIB) dan Cara Pembudidayaan Ikan
khusus di Indonesia. Direkomendasikan kepada yang Baik (CBIB), pengelolaan limbah, monitoring
otoritas kompeten dan instansi terkait untuk AHPND secara rutin, dan apabila ada kasus
menerapkan metode tersebut dalam memeriksa kematian dengan ciri-ciri AHPND untuk segera
keberadaan penyakit khususnya dalam melapor kepada dinas terkait.
pemantauan dan surveilen secara berkala. Hal
tersebut sebagai tindakan pencegahan untuk d. Skala nasional Tim satgas pengendalian
mengendalikan penyebaran penyakit. AHPND
Pemerintah memiliki komitmen kuat
c. Program sosialisasi bagi petambak (SOP dalam mengatasi ancaman wabah AHPND/ EMS.
AHPND) Kementrian Kelautan dan Perikanan baru-baru ini
Sosialisasi merupakan salah satu upaya mengeluarkan Keputusan untuk membentuk Tim
strategis untuk meningkatkan kewaspadaan dan gugus tugas pengendalian penyakit ikan nasional
pengetahuan terhadap ancaman wabah AHPND. melalui Kep Dirjen No 184/Kep-DJPB/2020 yang
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (DJPB) terdiri dari pemerintah, pakar, akademisi dan
telah melakukan sosialisasi secara berkala pelaku usaha. Tim gugus tugas telah menghasilkan
khususnya di sentra pembudidaya udang DJPB 12 kesepakatan penting yang didalamnya
dengan mengeluarkan peraturan Nomor 165/PER- merupakan suatu langkah komitmen dalam
DJPB/2019 mengenai Petunjuk Teknis mengendalikan dan mencegah wabah AHPND.
pencegahan penyakit AHPND. Juknis ini disusun Peran pelaku usaha dan pemerintah serta para
guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pakar dalam mengimplementasikan kesepakatan
semua pihak untuk mewaspadai ancaman wabah tersebut adalah langkah yang penting dalam
AHPND masuk ke dalam wilayah negara Republik mencegah terjadinya wabah AHPND di Indonesia.
Indonesia. Selain itu DJPB juga telah
mengeluarkan Standar Operasional Prosedur 3.3. Teknologi Tambak
(SOP) mengenai pengendalian AHPND di tambak Kementrian Kelautan dan Perikanan saat
udang dan hatchery dan SOP pengambilan dan ini sedang mengembangkan teknologi budidaya
pengiriman sampel yang dapat diakses dengan udang berbasis industri 4.0 yang dikenal dengan
mudah oleh siapa saja. SOP ini bertujuan untuk nama teknologi tambak milenial 4.0 yaitu
menjadikan acuan bagi para petambak maupun penggunaan automatic feeder, water quality
petugas pengendali hama penyakit ikan di monitoring, dan teknologi nanobuble dalam wadah
lapangan dalam rangka upaya pencegahan dan budidaya yang berbentuk bulat dan dapat
penanganan AHPND. Komitmen pencegahan dipindahkan. Teknologi budidaya udang dengan
ancaman AHPND juga terlihat dari nomor kontak system ini diyakini dapat digunakan untuk
para pakar maupun petugas pemerintah yang mencegah terjadinya wabah penyakit. Penelitian
dapat diakses dengan mudah. DJPB juga tentang teknologi nanobubble dalam budidaya
memberikan informasi yang mudah dimengerti oleh udang telah dilaporkan dapat meningkatkan nilai
para petambak mengenai langkah sukses untuk produksi dan survival rate namun belum ada yang
mencegah AHPND yang meliputi persiapan wadah mengkaji lebih mendalam tentang ketahanan
budidaya, menghindari larva, benur dan pakan dari terhadap wabah penyakit.
negara atau lokasi yang terinfeksi, tidak Penelitian yang telah banyak dilakukan
menggunakan indukan dari tambak, penerapan berkaitan dengan teknologi budidaya untuk

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang di Indonesia
mencegah wabah AHPND adalah Budidaya udang Suatu perusahaan budidaya udang yang
sistem bioflok. Sistem BFT menawarkan budidaya mapan akan lebih memiliki akses untuk
berkelanjutan di mana sistem di tambak budidaya mengadaptasi pengetahuan dan teknologi baru.
memiliki sebuah proses nutrifikasi-sendiri (self- Dengan demikian, sistem BFT diadopsi dengan
nutrification) tanpa adanya sistem pertukaran air mudah oleh budidaya skala besar, menghasilkan
yang kompleks (Ekasari et al., 2014; Ferreira et al., kemungkinan bahwa kejadian penyakit bisa
2015). Beberapa penelitian telah membenarkan diminimalisir atau bahkan dihilangkan sama sekali.
keunggulan sistem BFT. Sistem ini mampu Sebaliknya, budidaya skala kecil lebih rentan
menghasilkan karbon dari berbagai sumber yang terhadap wabah penyakit (FAO, 2014). Dari
berbeda sehingga dapat meningkatkan imunitas temuan ini, tampaknya sistem BFT menawarkan
post larva vannamei karena mereka memakan kemungkinan untuk mencegah masuknya penyakit
bioflok sebagai pakan tambahan (Ekasari et al., ke dalam budidaya udang, tetapi ada keterbatasan
2014; Kim et al., 2014; Xu dan Pan, 2013). NACA pengetahuan dan teknologi pembudidaya,
pada tahun 2012 telah menyatakan bahwa bioflok terutama dalam operasi skala tradisional. Ini
dapat meningkatkan imunitas udang, sehingga rata merupakan tantangan dan peluang bagi
– rata prevalensi AHPND lebih rendah di tambak pemerintah Indonesia untuk mendorong lebih
tersebut. Sistem BFT dapat secara efektif banyak penelitian tentang sistem BFT
mengurangi koloni vibrio dalam sistem kultur menggunakan teknologi yang lebih efektif. Dengan
vannamei (Brito et al., 2014) dan menyediakan demikian, teknologi tersebut dapat
lingkungan yang lebih baik bagi vannamei post diimplementasikan terutama untuk industri skala
larva untuk mengembangkan organ kecil, yang sering diabaikan. Untungnya, ada
hepatopankreas. kemungkinan memproduksi SPF AHNPD, karena
Industri budidaya udang Indonesia telah Indonesia masih bebas dari penyakit itu. Kombinasi
memakai sistem BFT dimana sebagian besar penggunaan benih udang SPF dan sistem BFT
diterapkan oleh industri komersial tanpa kejadian kemungkinan akan mengurangi insiden penyakit.
penyakit WSSV pada awal 2000. Ketika penyakit
IMNV terjadi pada 2006, tambak udang di Bali 3.4 Penerapan Biosecuriti
Utara bertahan dengan memakai sistem BFT Penerapan biosekuriti di areal budidaya
(Nyan, 2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa merupakan manajemen yang efektif untuk
sistem BFT kemungkinan merupakan cara yang mencegah timbulnya penyakit. Prinsip biosekuriti
efektif untuk mencegah timbulnya penyakit. Sangat adalah menyiapkan penghalang fisik untuk
penting untuk melakukan penelitian lebih lanjut menghindari pemasukan patogen dan
tentang sistem BFT dalam kultur vannamei dan meningkatkan kesadaran di antara pembudidaya
monodon untuk melakukan pencegahan terhadap masuknya
Meskipun sistem BFT memberikan patogen ke dalam area budidaya (Moss et al. ,
beberapa keuntungan, namun juga memiliki 2012). Beberapa situasi yang menjadi catatan
beberapa keterbatasan. Sistem BFT membutuhkan pada saat kejadian AHPND / EMS di beberapa
biaya tinggi untuk membiayai sumber energi dalam negara diantaranya kepadatan tebar tinggi, kadar
proses memproduksi oksigen untuk menjaga garam tinggi, kurang maksimalnya sistem
udang dan organisme mikroba dalam kondisi pengolahan air dan persiapan tambak sebelum
optimal. Selain itu, dibutuhkan lebih banyak waktu, tebar, oksigen terlarut rendah, kondisi stres udang
sekitar satu bulan, untuk membentuk koloni bakteri post larva selama pengangkutan, dan kesalahan
dengan nitrifikasi, dan sistem ini tidak mudah pengelolaan pakan (Zorriehzahra &
dikendalikan (Thong, 2014). Banaederakhshan, 2015). Kondisi ini dapat
menjadi perhatian bagi petani udang Indonesia

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang di Indonesia
agar selalu menerapkan tambak higienis dan mendapat banyak perhatian. Pemantauan dan
pengolahan air yang baik sebagai suatu kebiasaan pengawasan secara berkala direkomendasikan
untuk mencegah perkembangan bakteri Vibrio dan sebagai tindakan pencegahan sebelum wabah
pada akhirnya menghasilkan lingkungan bebas penyakit terjadi. Meskipun penyakit lain, seperti
penyakit AHPND. WSSV, YHV dan IMNV, merupakan momok bagi
Program seleksi benih yang melibatkan pembudidaya udang di Indonesia, para petani perlu
penebaran udang yang bebas dari penyakit waspada terhadap penyakit yang baru muncul.
tertentu (specific pathogen free/SPF) dapat Dengan memahami perkembangan penyakit baru
diterapkan secara luas. Penggunaan benih stock seperti AHPND, para pembudidaya, pemangku
SPF adalah salah satu komponen biosekuriti (Cock kepentingan, dan pemerintah mungkin dapat
et al. , 2015; Lightner, 2005). Selain itu, benih SPF bekerja sama untuk membuat langkah-langkah
P. monodon telah berhasil meningkatkan tingkat tentang bagaimana cara terbaik pengendaliannya
pertumbuhan dan ketahanan penyakit penyakit sebelum insiden terjadi. Hal tersebut akan
tertentu (Lightner, 2005). Namun, spesies SPF mencegah kerugian akibat bencana karena wabah
tidak dapat menjamin bahwa patogen tidak akan penyakit.
ada tanpa adanya penerapan biosekuriti di
lingkungan budidaya (Lightner, 2005; Moss et al. ,
2012). Sebagai contoh, epidemi penyakit WSSV di
III. REFERENSI
Thailand terjadi bahkan di kolam yang disediakan
Azizah, A., Budi, D. S., Fasya, A. H., Kenconojati,
dengan tebaran yang bebas dari WSSV H., & Azhar, M. H. (2019). Virus Detection
(Withyachumnarnkul, 1999). Penggunaan spesies of Pacific White Shrimp (Litopenaeus
vannamei) at Fish Quarantine Center,
yang tahan penyakit kemungkinan akan lebih Quality Control, and Security of Fishery
berhasil jika disertai dengan praktik pengelolaan Product in Surabaya I. Journal of
Aquaculture Science, 4.
yang tepat (Cock et al., 2015). Berdasarkan doi:10.31093/joas.v4i2.71
masalah ini, penggunaan tebaran SPF dengan Brito, L., Chagas, A., Silva, E., Soares, R., Severi,
pengelolaan air untuk mengurangi jumlah koloni W., & Galvez, A. (2014). Water quality,
Vibrio density and growth of Pacific white
vibrio dalam sistem budidaya akuakultur dapat shrimp Litopenaeus vannamei (Boone) in
menjadi bagian penting untuk mencegah AHPND. an integrated biofloc system with red
seaweed Gracilaria birdiae (Greville).
Aquaculture Research, 47.
doi:10.1111/are.12552
II. KESIMPULAN Cock, J., Salazar, M., & Rye, M. (2015). Strategies
for managing diseases in non-native
Investigasi terhadap kejadian AHPND / shrimp populations. Reviews in
Aquaculture, n/a-n/a.
EMS saat ini masih berlangsung, tetapi doi:10.1111/raq.12132
pengembangan teknologi akuakultur perairan De Schryver, P., Crab, R., Defoirdt, T., Boon, N., &
dapat diadopsi untuk mengurangi risiko AHPND / Verstraete, W. (2008). The basics of bio-
flocs technology: The added value for
EMS. Status industry udang Indonesia, yang saat aquaculture. Aquaculture, 277, 125-137.
ini diklaim masih bebas dari penyakit AHPND dapat doi:10.1016/j.aquaculture.2008.02.019

menjadi tantangan bagi Indonesia dalam Devadas, S., Banerjee, S., Yusoff, F. M., Bhassu,
S., & Shariff, M. (2018). Experimental
memelihara budidaya udang yang lebih methodologies and diagnostic procedures
berkelanjutan dengan memperluas penggunaan for acute hepatopancreatic necrosis
disease (AHPND). Aquaculture, 499.
spesies bebas patogen / SPF spesifik, doi:10.1016/j.aquaculture.2018.06.042
dikombinasikan dengan biosecuriti dan Ekasari, J., Azhar, M., Surawidjaja, E., Nuryati, S.,
mengadopsi teknologi baru, seperti bioflocs, De Schryver, P., & Bossier, P. (2014).
Immune response and disease resistance
terutama untuk industri kecil, yang umumnya tidak of shrimp fed biofloc grown on different

10

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang di Indonesia
carbon sources. Fish & Shellfish s 428–429, 297–302.
Immunology, 41. doi:10.1016/j.aquaculture.2014.03.030
doi:10.1016/j.fsi.2014.09.004
Kim, S. K., Pang, Z., Seo, H. C., Cho, Y. R.,
FAO. (2010a). AQUACULTURE DEVELOPMENT : Samocha, T., & Jang, I. K. (2014). Effect
Ecosystem approach to aquaculture. of bioflocs on growth and immune activity
Retrieved from Rome: of Pacific white shrimp, Litopenaeus
http://www.fao.org/3/i1750e/i1750e00.ht vannamei Postlarvae. Aquaculture
m Research, 45. doi:10.1111/are.12319
FAO. (2010b). The State of World Fisheries and Koesharyani, I., Gardenia, L., & Mufidah, T. (2015).
Aquaculture 2010. Retrieved from Rome: SEBARAN INFEKSI TAURA
SYNDROME, INFECTIOUS
FAO. (2014). The State of World Fisheries and MYONECROSIS, DAN Penaeus
Aquaculture 2014. Retrieved from Rome: vannamei NERVOUS VIRUS (TSV,
Ferreira, G. S., Bolívar, N. C., Pereira, S. A., IMNV, DAN PvNV) PADA BUDIDAYA
Guertler, C., Vieira, F. d. N., Mouriño, J. L. UDANG Litopenaeus vannamei DI JAWA
P., & Seiffert, W. Q. (2015). Microbial BARAT, JAWA TIMUR, DAN BALI. Jurnal
biofloc as source of probiotic bacteria for Riset Akuakultur, 10, 415.
the culture of Litopenaeus vannamei. doi:10.15578/jra.10.3.2015.415-422
Aquaculture, 448, 273-279. Koesharyani, I., Gardenia, L., & Supriyadi, H.
doi:https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2 (2012). MULTI INFEKSI PADA UDANG
015.06.006 Litopenaeus vannamei : DIAGNOSIS
Flegel, T. W. (2012). Historic emergence, impact DENGAN POLYMERASE CHAIN
and current status of shrimp pathogens in REACTION (PCR) DAN REVERSE
Asia. Journal of Invertebrate Pathology, TRANSCRIPTASE-POLYMERASE
110(2), 166-173. CHAIN REACTION (RT-PCR). Jurnal
doi:https://doi.org/10.1016/j.jip.2012.03.0 Riset Akuakultur, 7, 73.
04 doi:10.15578/jra.7.1.2012.73-84

Han, J. E., Tang, K. F. J., Pantoja, C. R., White, B. Kongrueng, J., Tansila, N., Mittraparp-Arthorn, P.,
L., & Lightner, D. V. (2015). qPCR assay Nishibuchi, M., Vora, G., & Vuddhakul, V.
for detecting and quantifying a virulence (2015). LAMP assay to detect Vibrio
plasmid in acute hepatopancreatic parahaemolyticus causing acute
necrosis disease (AHPND) due to hepatopancreatic necrosis disease in
pathogenic Vibrio parahaemolyticus. shrimp. Aquaculture International, 23.
Aquaculture, 442, 12-15. doi:10.1007/s10499-014-9874-3
doi:https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2 Kusumaningrum, E. D., Wardiyanto, & Toha
015.02.024 Tusihadi. (2012). INCIDENCE OF
Hanggono, B., & Junaidi, M. (2015). VIRAL INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS
DISEASE DETECTION IN VANNAMEI (IMNV) OF WHITE LEG SHRIMP
SHRIMP (Litopenaeus vannamei) (Litopenaeus vannamei) IN LAMPUNG
METHOD Polymerase Chain Reaction BAY. e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi
(PCR). Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, Budidaya Perairan, 1(1), 65-70.
6(1), 1-13. Lai, H.-C., Ng, T. H., Ando, M., Lee, C.-T., Chen, I.
Hong, X., & Lu, L. (2016). Progress in research on T., Chuang, J.-C., Mavichak, R., Chang,
acute hepatopancreas necrosis disease S.-H., Mi-De, Y., Chiang, Y.-A.,
(AHPND). Aquaculture International, 24, Takeyama, H., Hamaguchi, H.-O., Lo, C.
577-593. doi:10.1007/s10499-015-9948-x F., Aoki, T., & Wang, H.-C. (2015).
Pathogenesis of acute hepatopancreatic
Humidah Sarah, Slamet Budi Prayitno, & necrosis disease (AHPND) in shrimp. Fish
Haditomo, A. H. C. (2018). STUDI KASUS & Shellfish Immunology, 47.
KEBERADAAN PENYAKIT IMNV doi:10.1016/j.fsi.2015.11.008
(INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS)
PADA UDANG VANAME (Litopenaeus Latritiani, R., Desrina, & Sarjito. (2017).
vannamei) DI PERTAMBAKAN KEBERADAAN White Spot Syndrome
PEKALONGAN, JAWA TENGAH. Jurnal Virus (WSSV) PADA UDANG VANNAMEI
Sains Akuakultur Tropis, 2(1), 66-72. (Litopenaeus vannamei) DI
PERTAMBAKAN KOTA PEKALONGAN.
Joshi, J., Srisala, J., Truong, V., Chen, I. T., Journal of Aquaculture Management and
Nuangsaeng, B., Suthienkul, O., Lo, C. F., Technology, 6(3), 276-283.
Flegel, T., Sritunyalucksana, K., &
Thitamadee, S. (2014). Variation in Vibrio Leaño, E. M. (2016). Regional response on
parahaemolyticus isolates from a single AHPND and other emerging shrimp
Thai shrimp farm experiencing an diseases in the Asia-Pacific. Paper
outbreak of acute hepatopancreatic presented at the Proceedings of the
necrosis disease (AHPND). Aquaculture, ASEAN Regional Technical Consultation

11

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang di Indonesia
on EMS/AHPND and Other Disease (AHPND) in Shrimp. PLoS ONE,
Transboundary Diseases for Improved 10(5), e0126987.
Aquatic Animal Health in Southeast Asia, doi:10.1371/journal.pone.0126987
Philippines.
Sukenda, S. H. Dwinanti, & M. Yuhana. (2009).
Lightner, D. V. (2005). Biosecurity in shrimp Existing of White Spot Syndrome Virus
farming: Pathogen exclusion through use (WSSV), Taura Syndrome Virus (TSV)
of SPF stock and routine surveillance. and Infectious Hypodermal Haematopoitic
Journal of the World Aquaculture Society, Necrosis Virus (IHHNV) in White Shrimp
36, 229-248. Litopenaeus vannamei Reared at
Intensive Tambak System in Bakauheni,
Lyon, A. (2013). Using AquaticHealth.net to Detect Lampung Selatan. Jurnal Akuakultur
Emerging Trends in Aquatic Animal Indonesia, 8(2), 1-8.
Health. Agriculture, v. 3(no. 2), pp. 299-
309-2013 v.2013 no.2012. Supono, S. (2019). BUDIDAYA UDANG.
doi:10.3390/agriculture3020299
Surfianti, O., N.C. Prihatini, M. Fathoni, E.R.
Moss, S., Moss, D., Arce, S., Lightner, D., & Lotz, Ekoputri, Laminem, R. Wilis, E. Pujiastuti,
J. (2012). The role of selective breeding Sokhib, & Koswara, A. D. (2010).
and biosecurity in the prevention of Detection of TSV (Taura Syndrome Virus)
disease. Journal of Invertebrate Disease on Vannamei Shrimp
Pathology, 110, 247-250. (Litopenaeus vannamei) with Variety of
doi:10.1016/j.jip.2012.01.013 Extraction, Temperature and Storage
Time by PCR. Indonesian Journal of
NACA, & FAO. (2013). Quarterly Aquatic Animal Veterinary Science and Medicine, II(1),
Disease Report (Asia and Pacific Region). 15-24.
Retrieved from Bangkok, Thailand:
Taslihan, A. (2014). EPIDEMIOLOGICAL STUDY
Nainggolan, H., Krisna Fery Rahmantya, Anggie OF WHITE SPOT SYNDROME VIRUS
Destiti Asianto, Somad, W. A., Tri (WSSV) ON EXTENSIVE TIGER
Wahyuni, Dadang Wibowo, & Ari SHRIMP (Penaeus monodon Fab.) IN
Zunianto. (2017). Satu Data Produksi DEMAK DISTRICT CENTRAL JAVA
Kelautan dan Perikanan Tahun 2017. The PROVINCE. (Doctoral), Gadjahmada
Center for Data, Statistics and University, Yogyakarta. Retrieved from
Information. http://etd.repository.ugm.ac.id/
Nurhajarini, D. R., Tugas Tri Wahyono, & Dana Thitamadee, S., Prachumwat, A., Srisala, J.,
Listiana. (2017). Perkembangan Jaroenlak, P., Salachan, P.,
Budidaya Tambak Udang di Pesisir Tuban Sritunyalucksana, K., Flegel, T., &
1980 – 2015. Yogyakarta: Balai Itsathitphaisarn, O. (2015). Review of
Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) current disease threats for cultivated
Yogyakarta. penaeid shrimp in Asia. Aquaculture, 452.
Nyan, T. (2014). BIOFLOC AS BIOSECURITY A doi:10.1016/j.aquaculture.2015.10.028
possible solution in preventing shrimp Utari, H. B., Senapin, S., Jaengsanong, C., Flegel,
disease. Paper presented at the World T. W., & Kruatrachue, M. (2012). A
Aquaculture Adelaide, South Australia. haplosporidian parasite associated with
P. Sianipar, & Genisa, A. S. (1987). SEJARAH high mortality and slow growth in Penaeus
DAN TIPE BUDIDAYA UDANG. Oseana, (Litopenaeus) vannamei cultured in
LIPI, 7(1), 35-41. Indonesia. Aquaculture, 366-367, 85-89.
doi:https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2
Rekasana, A., Laksmi Sulmartiwi, & Soedarno. 012.09.005
(2013). DISTRIBUTION OF Infectious
Myo Necrosis Virus (IMNV) IN WHITE Wyban, J. (2007). Thailand's White Shrimp
SHRIMP VANNAMEI (Litopenaeus Revolution. Global Aquaculture Advocate.
vannamei) IN NORTH COAST, EAST Xu, W.-J., & Pan, L.-Q. (2013). Enhancement of
JAVA. Jurnal Ilmiah Perikanan dan immune response and antioxidant status
Kelautan, 5(1), 49-54. of Litopenaeus vannamei juvenile in
Rukyani, A. (2001). Indonesia. Retrieved from biofloc-based culture tanks manipulating
Cebu, Philippines: high C/N ratio of feed input. Aquaculture,
412-413, 117-124.
Sirikharin, R., Taengchaiyaphum, S., Sanguanrut, doi:10.1016/j.aquaculture.2013.07.017
P., Chi, T. D., Mavichak, R.,
Proespraiwong, P., Nuangsaeng, B., Zorriehzahra, J., & Banaederakhshan, R. (2015).
Thitamadee, S., Flegel, T. W., & Early Mortality Syndrome (EMS) as new
Sritunyalucksana, K. (2015). Emerging Threat in Shrimp Industry.
Characterization and PCR Detection Of Advances in Animal and Veterinary
Binary, Pir-Like Toxins from Vibrio Sciences, 3, 64-72.
parahaemolyticus Isolates that Cause doi:10.14737/journal.aavs/2015/3.2s.64.7
Acute Hepatopancreatic Necrosis 2

12

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang di Indonesia
Zulpikar, Ferasyi, T., & Sugito, S. (2016). Analisis
pengaruh faktor kualitas air terhadap
resiko penyakit white spot syndrome virus
(wssv) pada udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) di Kecamatan
Peudada Kabupaten Bireuen. Depik
Jurnal, 5. doi:10.13170/depik.5.1.3753

13

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang di Indonesia
14

Langkah Strategis Pengendalian Potensi Wabah AHPND pada Budidaya Udang di Indonesia

View publication stats

You might also like