Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 27

ANALISIS MOTIVASI PETERNAK DALAM USAHA

PETERNAKAN DOMBA GARUT PADA


ASOSIASI HIMPUNAN PETERNAKAN DOMBA KAMBING
INDONESIA (HPDKI)
DI DAERAH KOTA BOGOR DAN SEKITARNYA

USULAN PENELITIAN

Oleh :

Fadlikal Bogie Alfiandi


NIM. 185050109111043

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
ANALISIS MOTIVASI PETERNAK DALAM USAHA
PETERNAKAN DOMBA GARUT PADA
ASOSIASI HIMPUNAN PETERNAKAN DOMBA KAMBING
INDONESIA (HPDKI)
DI DAERAH KOTA BOGOR DAN SEKITARNYA

USULAN PENELITIAN

Oleh :

Fadlikal Bogie Alfiandi

NIM. 185050109111044

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020

2
ANALISIS MOTIVASI PETERNAK DALAM USAHA
PETERNAKAN DOMBA GARUT PADA
ASOSIASI HIMPUNAN PETERNAKAN DOMBA KAMBING
INDONESIA (HPDKI)
DI DAERAH KOTA BOGOR DAN SEKITARNYA

Usulan Penelitian

Oleh :

Fadlikal Bogie Alfiandi

NIM. 185050109111043

Mengetahui: Menyetujui
Program Studi Peternakan Dosen Pembimbing,
Ketua,

(Dr. Herly Evanuarini, S.Pt., MP.) (Dr.Ir.Suprih Bambang S., MS)


NIP. 197501102008012003 NIP. 195806101985031003
Tanggal : Tanggal :

3
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
rahmat, karunia serta nikmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunanusulan penelitian
skripsi dengan judul “ANALISIS MOTIVASI PETERNAK DALAM USAHA
PETERNAKAN DOMBA GARUT PADA ASOSIASI HIMPUNAN PETERNAKAN
DOMBA KAMBING INDONESIA (HPDKI) DI DAERAH KOTA BOGOR DAN
SEKITARNYA” dengan lancar tanpa halangan suatu apapun. Usulan penelitian skripsi ini
penulis susun untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Penyelesaian penulisan usulan penelitian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari
beberapa pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua yang selalu memberikan
dukungan, semangat dan doa. Terima kasih banyak, semoga Allah selalu melimpahkan
rahmat dan kasih sayang kepada kedua orang tua dan adik.
2. Dr. Ir. Suprih Bambang S., MS selaku Dosen
Pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan, bimbingan
dan saran selama proses pembuatan usulan penelitian.
3. Premy Puspitawati Rahayu, S.Pt., MP. selaku
Dosen Penasehat Akademik Fakultas Peternakan Universitas Brwaijaya.
4. Prof. Dr. Sc. Agr. Ir. Suyadi, MS. IPU. selaku
Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brwaijaya.
5. Dr. Khotibul Umam Al Awwaly, S.Pt.,M.Si
selaku Ketua Jurusan Fakultas Peternakan Universitas Brwaijaya
6. Dr. Herly Evanuarini, S.Pt., MP. selaku
Ketua Program Studi Fakultas Peternakan Universitas Brwaijaya
7. Rizki Prafitri, S.Pt., MA. selaku Ketua Minat
Sosial Ekonomi Peternakan Universitas Brawijaya
8. Teman–teman dan semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan usulan penelitian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan usulan penelitian skripsi ini masih banyak
kekurangan, sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun akan sangat diharapkan
untuk kesempurnaan nantinya dalam penulisan laporan hasil penelitian skripsi. Semoga
usulan penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagaimana mestiya.

Malang, September 2020

Penulis

4
Riwayat Hidup
Penulis bernama Fadlikal Bogie Alfiandi yang dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal
5 November 1997. Penulis merupakan anak ke pertama dari dua bersaudara dari pasangan
Bapak Ahmad Lufti dan Ibu Elfika.Penulis memiliki saudara kandung bernama Fahrizal Rifqi
Ramadhan. Penulis memulai jenjang pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Yasi Bogor
dan lulus pada tahun 2003. Penulis meneruskan pendidikan di SDN Empang 2 Bogor dan
lulus pada tahun 2009. Tahun 2009-2012 penulis melanjutkan ke SMP Negeri 2 Bogor.Tahun
2012 penulis melanjutkan pendidikan di SMA 4 Bogor dan lulus di tahun 2015.Di tahun
2015-2018 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor Program Diploma
pada Program Keahlian Paramedik Veteriner melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk. Pada
tahun 2018 penulis melanjutkan pendidikannya di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
Malang untuk mendapatkan gelar sarjana melalui jalur Seleksi Alih Program (SAP).
Selama menjadi mahasiswa pada tahun 2014 penulis melaksanakan PKL pertama di
Kebun Binatang Cikembulan Garut dibawah naungan dan menuliskan laporan berjudul
“Manajemen Pakan Burung Unta di Taman Satwa Cikembulan Garut”. Tahun 2015 penulis
melaksanakan PKL ke dua di tiga lokasi, pertama di Larasatwa Veterina Satwa Bintaro yang
bergerak di bidang breeding dan klinik perawatan hewan kesayangan, ke dua di PT Waluya
Wijaya Farm yang bergerak di bidang peternakan sapi perah dan sapi potong, serta yang ke
tiga di PT QL Agrofood yang bergerak dibidang perunggasan. Akhir PKL Ke-2 penulis
mengambil penulisan Tugas Akhir dengan judul “Metode Pemasangan Cincin Hidung pada
sapi potong di PT Waluya Wijaya Farm”.

5
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................9
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................9
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................11
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................................11
1.4 Kegunaan Penelitian......................................................................................................11
1.5 Kerangka Pikir Penelitian..............................................................................................11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................14
2.1 Pengertian Motivasi.......................................................................................................14
2.2 Teori Motivasi...............................................................................................................15
2.2.1 Teori Kebutuhan dari Maslow.......................................................................................15
2.2.2 Alderfer’s Existence, Relatedness and Growth (ERG)...............................................17
2.2.3 Faktor Internal Yang Mempengaruhi Motivasi...........................................................18
2.2.4 Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Motivasi..........................................................20
2.3 Domba Garut.................................................................................................................21
2.4 Peternakan Domba.........................................................................................................22
BAB III METODA PENELITIAN.......................................................................................23
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................................................23
3.2 Jenis Dan Sumber Data.................................................................................................24
3.4 Metode Analisis Data....................................................................................................24
3.5 Penilaian Motivasi Peternak..........................................................................................26

6
DAFTAR TABEL

7
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. KERANGKA PIKIR PENELITIAN..........................................................................14

8
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan daerah tropis yang memiliki potensi untuk pengembangan


ternak domba. Domba merupakan komoditas ternak yang banyak dipelihara oleh masyarakat
pedesaan di Indonesia. Usaha ternak domba di Indonesia memiliki prospek yang baik,
mengingat daging domba dapat diterima oleh masyarakat di Indonesia. Populasi domba di
daerah Jawa Barat mencapai 10.038.828 di tahun 2018 (Badan Pusat Statistika Jawa Barat
2018)
Salah satu domba yang banyak dipelihara oleh para peternak di jawa barat yakni
domba garut. Keunggulan domba adalah bersifat prolifik, artinya mempunyai rataan jumlah
anak lahir (lambcrop) yang banyak yaitu ≥ 1,75ekor. Peternak domba rata-rata memelihara
ternak dengan cara digembalakan. Pemeliharaan domba dengan cara digembalakan sangat
mempengaruhi performa produksi, karena sangat bergantung atas ketersediaan hijauan pakan
di padang penggembalaan baik kuantitas atau pun kualitasnya. Kuantitas dan kualitas hijauan
yang dikonsumsi menjadi penyebab baik tidaknya performa induk domba yang digembalakan
(Somanjaya R et al. ,2015).
Triesnamurti (2009) mengemukakan pada tahun 1864 Pemerintah Hindia Belanda
memasukkan beberap ekor domba Merino. Pada tahun 1869 domba tersebut di bawa ke
Kabupaten Garut, dan secara bertahap disebarkan ke beberapa penggemar domba. Domba
Merino juga disebarkan ke daerah lain, seperti Sumedang dan Bandung. Dalam
perjalanannya, terjadi persilangan yang berlangsung terusmenerus antara domba Merino dan
domba lokal dari daerah Cibuluh dan Wanaraja Kabupaten Garut, dan domba Kapstaad.
Persilangan tanpa rencana dan tanpa arah ini menghasilkan satu sumber daya genetik domba
yang khas, yaitu memiliki kombinasi telinga rumpung (rudimenter) dengan ukuran lebih kecil
dari 4 cm atau menyerupai bentuk daun kacang gude dengan ukuran 4-8 cm. Domba ini
berekor seperti ekor tikus atau ekor babi hutan dengan warna wol dominan hitam pada bagian
muka.
Domba memiliki kemampuan untuk berkembangbiak, tumbuh dengan cepat, dan
relatif mudah dalam pemeliharaannya. Salah satu potensi genetik domba adalah bersifat
prolifik/beranak lebih dari satu ekor perkelahiran dan dapat beranak tiga kali dalam kurun
waktu dua tahun, Namun tingginya tingkat kematian anak domba yang dilahirkan, terutama
pada masa pra-sapih yang dapat mencapai 75%. Tingginya tingkat kematian pada masa ini
diduga karena oleh induk domba tidak mendapat zat makanan yang cukup untuk berproduksi
pada akhir kebuntingan sehingga bobot lahir rendah (Handarini et al. 2016). Kebutuhan
pakan domba dengan bobot badan sekitar 20 kg adalah: BK 5%, PK 9,8%, TDN 60%, Ca
0,38 % dan P 0,28% (Kementerian Pertanian 2014).
Domba merupakan ternak yang mampu berkembang dan bertahan di semua zona
agroekologi, karenanya ternak domba menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Domba
telah menjadi komoditas ternak yang tidak dipisahkan dari kultur dan kehidupan masyarakat
pertanian di Jawa Barat. Secara ekonomi, komoditas ini mampu menjadi mata pencaharian
penyangga bagi petani atau sebagai tabungan keluarga karena domba dapat dijual kapan saja
jika keluarga petani tersebut membutuhkan keuangan, misalnya untuk menyekolahkan anak,
perkawinan ataupun kebutuhan lainnya (Badar et al. 2014).
Umumnya ternak domba oleh masyarakat di wilayah pedesaan dijadikan sebagai
komoditas tabungan yang sewaktu-waktu digunakan untuk menutupi kebutuhan rumah
tangga termasuk untuk biaya pendidikan, kesehatan, pesta perkawinan dan khitanan anggota

9
keluarganya. Bagi sebagian petani di Jawa Barat, peternakan domba telah menjadi usaha
andalan dan tumpuan ekonomi rumah tangga. Sebagian peternak khususnya masyarakat
pecinta domba adu, selain memperoleh manfaat ekonomi yang lebih baik, mereka juga
memperoleh sosial benefit berupa prestise, status sosial, dan kesenangan dari performa
eksterior domba yang dipeliharanya. Dilihat dari sisi demand, ternak domba memiliki pasar
khusus (niece market) yang belum tergantikan oleh ternak lainnya, seperti daging domba
disukai oleh pedagang sate, katering ataupun rumah makan. Penjualan domba meningkat
drastis di saat Iedul Adha sebagai hewan kurban. Apabila dipetakan, ada 4 pasar potensial
yang bisa dimanfaatkan oleh peternak untuk memasok dombanya, yiatu: (1) pasar harian,
yaitu untuk suplai ke pedagang sate, katering, atau restoran, (2) pasar mingguan, yaitu
menjajakan dombanya di pasar-pasar hewan, (3) pasar tahunan, yaitu hari raya Idul Adha,
dan (4) pasar spesial/khusus, yaitu khusus untuk domba-domba adu yang biasanya dilakukan
pada turnamen-turnamen domba Garut (Firman et al 2018).
Potensi pasar ini menjadi peluang bagi para peternak domba untuk memasok
kebutuhan pasar-pasar tersebut. Hal inilah yang melandaskan dapat menjadi iklim yang baik
untuk berinvestasi pada usaha ternak domba. Selain mendapatkan keuntungan dari hasil
pemeliharaan ternak domba, juga dapat berkontribusi dalam pembangunan, seperti dapat
menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan peternak di pedesaan.
Pemeliharaan ternak domba umumnya masih bersifat tradisional dan merupakan
usaha sampingan, yaitu pemeliharaan ternak kambing tanpa melakukan usaha-usaha
pemeliharaan yang baik seperti sistem perkandangan yang memenuhi syarat teknis dan
ekonomis, pemberian pakan yang sesuai standar gizi akan kebutuhan ternak kambing dan
lain-lain (Rivani, 2004.) Salah satu faktor penentu keberhasilan suatu usaha peternakan
adalah motivasi peternak. Motivasi ini yang nantinya akan memberikan dorongan kepada
peternak untuk menjalankan usahanya. Peternak yang memiliki motivasi yang tinggi akan
berdampak pada kelangsungan usaha yang mereka jalankan, dalam hal ini hasil yang mereka
peroleh dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan secara tidak langsung akan meningkatkan
kesejahteraan hidup peternak, hal ini sesuai dengan pendapat Hambali (2005) yang
menyatakan bahwa motivasi peternak untuk memenuhi kebutuhan keberadaan, yaitu
kepuasan peternak terhadap pendapatan yang diperoleh sebagai hasil dari usaha ternaknya.
Menurut Rivani (2004) bahwa motivasi peternak untuk memelihara domba di
pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu 1) Peranan pemerintah, 2) Nilai Ekonomis Ternak
Domba 3) Permintaan, dan 4) Luas Lahan. Dilanjutkan kembali oleh Mauludin (2009) bahwa
motivasi peternak yaitu suatu dorongan yang melatar belakangi peternak untuk berpartisipasi
dalam pembangunan peternakan.
Untuk mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pada peternak, terdapat beberapa
factor guna menentukannya sesuai yang dikemukakan Notoadmojo (2003) yakni faktor-
faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku yaitu perilaku diperilaku oleh 3 faktor utama,
yaitu: 1) Faktor predisposisi (predisposing factors) merupakan Faktor-faktor yang mencakup
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat,
tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan, dan sebagainya. 2) Faktor pendukung
(enabling factors) merupakan Faktor-faktor yang mencakup ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan
sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dsb. Termasuk juga
fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes,
pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dsb. Termasuk juga dukungan sosial, baik
dukungan suami maupun keluarga. 3) Faktor penguat (reinforcing factors) Faktor-faktor
tersebut meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan tokoh agama. Termasuk
juga disini undang-undang peraturan-peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah

10
daerah yang terkait dengan kesehatan. Perubahan bukanlah merupakan hal yang baru di
masyarakat, sekalipun masyarakat tersebut diidentikkan dengan masyarakat yang terisolir (Li,
1999).
Kehidupan sosial masyarakat yang tinggal di desa-desa terpencil juga berjalan sama
dinamisnya dengan kehidupan masyarakat-masyarakat perkotaan. Perubahan mode ekonomi
membawa konsekuensi tersendiri dalam kehidupan masyarakat petani pedesaan. Perubahan
tersebut diantaranya berkaitan dengan upaya peningkatan produksi pertanian dan
pengefektifan tenaga kerja. Pada akhirnya, perubahan mode ekonomi produksi tersebut
mempengaruhi struktur sosial masyarakat yakni distribusi penguasaan tanah yang berbeda
dan meningkatnya angka kemiskinan di pedesaan. Hal yang terjadi kemudian adalah
munculnya peluang ekonomi lain (non-pertanian) dengan memasuki sektor informal sebagai
suatu strategi untuk meningkatkan pendapatan (Pottier, 2005; Tjondronegoro, 2008; Sajogyo,
2002).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah motivasi peternak domba garut di Wilayah Kota Bogor?


2. Apakah faktor yang berhubungan dengan motivasi peternak domba garut di Kota
Bogor?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengkaji motivasi peternak domba garut di wilayah Kota Bogor?

2. Mengkaji faktor yang berhubungan dengan motivasi peternak di Kota Bogor?

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Hasil penelitian dapat menjadi acuan dalam mengetahui nilai ekonomis yang didapat
para peternak domba garut
2. Hasil penelitian dapat menjadi acuan yang diperlukan guna motivasi awal peternak
dalam memulai usaha domba garut
1.5 Kerangka Pikir Penelitian

Motivasi merupakan hal yang sangat utama dalam mendorong moral, kedisiplinan dan
prestasi kerja dalam beternak domba garut. Peternak dengan motivasi tinggi diharapkan akan
mengutamakan pekerjaannya dalam melaksanakan dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa
tanggung jawab. Untuk menerangkan motivasi beternak domba garut akan digunakan teori
ERG Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah : (1) kebutuhan akan keberadaan (existence), (2)
kebutuhan berhubungan (relatedness) dan (3) kebutuhan untuk berkembang (growth need).
Alasan menggunakan teori ERG karena salah satu teori motivasi yang konverensif
dimana dalam teori ERG ada tiga kebutuhan yaitu (1) kebutuhan akan keberadaan
(Psikologi), (2) kebutuhan berhubungan (sosial) dan (3) kebutuhan untuk berkembang
(ekonomi). Sementara fakta di lapangan menunjukkan bahwa motivasi peternak berusaha
domba garut berdasarkan 3 (tiga) kebutuhan yaitu :

11
1. Kebutuhan akan keberadaan (psikologi) yang ditandai dengan tingkat motivasi
yang fluktuatif.
2. Kebutuhan akan berhubungan (sosial) yang ditandai dengan usaha peternakan
domba garut merupakan usaha yang turun temurun dan masyarakat beternak domba garut
karena melihat keluarga atau tetangga yang beternak domba garut.
3. Kebutuhan untuk berkembang (ekonomi) yang ditandai dengan harga domba garut
di Kota Bogor dan Sekitarnya yang sangat tinggi.
Faktor yang mempengaruhi motivasi beternak sapi perah dalam penelitian ini dibagi
menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari :
umur, pendidikan, pengalaman beternak, dan kosmopolit.
Sedangkan untuk faktor eksternal terdiri dari : ketersediaan sarana produksi, jaminan
pasar, dukungan dari Dinas, dan persepsi peternak terhadap penggunaan modal. Umur adalah
merupakan salah satu karakteristik internal dari individu yang ikut mempengaruhi fungsi
biologis dan fisiologis individu tersebut.
Umur akan mempengaruhi seseorang dalam mempelajari, memahami dan menerima
pembaharuan, umur juga berpengaruh terhadap peningkataan produktivitas kerja yang
dilakukan seseorang. Hasil penelitian Hambali (2010) faktor internal yang mempengaruhi
motivasi peternak adalah umur, ini tidak sesuai dengan pendapat Febrina dkk (2009) yang
hasil penelitiannya menunjukkan umur tidak berhubungan dengan motivasi peternak.
Pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam menerima teknologi baru, semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang tentunya akan semakin tinggi pula daya serap teknologi
dan semakin cepat untuk menerima inovasi yang datang dari luar dan begitu juga sebaliknya.
Hasil penelitian Hambali (2010) faktor internal yang berhubungan dengan motivasi adalah
pendidikan, hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Sumiati (2011) yang hasil
penelitiaannya menunjukkan pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat motivasi.
Pengalaman peternak sangat erat kaitannya dengan keterampilan yang dimiliki.
Semakin lama pengalaman beternak seseorang maka keterampilan yang dimiliki akan lebih
tinggi dan berkualitas. Hasil penelitian Sumiati (2011) menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang nyata antara pengalaman usaha tani/ternak terhadap motivasi, hal ini didukung
oleh hasil penelitian Luanmase (2011) yang menunjukkan bahwa faktor internal yang
berpengaruh signifikan terhadap motivasi adalah pengalaman berusaha tani/ternak. Di lain
pihak tidak sesuai dengan pendapat Hambali (2010) yang hasil penelitiannya menunjukkan
tidak ada hubungan antara pengalaman beternak terhadap motivasi.
Sifat kosmopolit, dimungkinkan terjadinya peningkatan wawasan dan belajar di
kalangan petani atas keberhasilan orang yang berada di luar daerahnya sehingga petani
tersebut dapat terpacu, dan tanggap terhadap peluang pasar yang berpotensi dapat
meningkatkan pendapatan dengan banyaknya output produksi yang dihasilkan. Hasil
penelitian Sumiati (2011) menunjukkan bahwa sifat kosmopolit tidak berpengaruh nyata
terhadap motivasi petani/peternak dalam menjalankan usahanya.
Ketersediaan sarana produksi yaitu sejauh mana peternak mampu menjangkau atau
memenuhi kebutuhan sarana produksi yang diperlukan dalam menjalankan usaha ternaknya.
Hasil penelitian Hambali (2010) menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antaran
ketersediaan saran produksi terhadap motivasi peternak.
Jaminan pasar sangat berpengaruh terhadap permintaan hasil produk yang dihasilkan
dalam beternak. Apabila produk yang dihasilkan memiliki jaminan pasar yang baik maka
usaha yang dijalankan mampu berjalan dengan baik begitupun sebaliknya. Hasil penelitian
Hambali (2010) menunjukkan adanya hubungan antara jaminan pasar dengan motivasi dalam
beternak, ini juga didukung oleh hasil penelitian Sumiati (2011) yang menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi motivasi petani adalah jaminan pasar.

12
Dukungan dari pemerintah merupakan hal yang sangat penting dalam keberhasilan
usaha peternakan. Dukungan ini akan memberikan hasil yang baik bagi peternak dalam
menjalankan usahanya. Penggunaan modal dalam usaha ternak akan berdampak pada
keseriusan peternak dalam menjalankan usahanya, semakin tinggi modal yang digunakan
semakin baik peternak dalam menjalankan usahanya, begitu pun sebaliknya. Semakin mudah
peternak memperoleh modal maka semakin tinggi pula keinginan mereka untuk berusaha.
Hasil penelitian Dewandini (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan tidak
signifikan anatar penggunaan modal dengan motivasi peternak.

Secara ringkas, kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Umur

Pendidikan

Faktor Internal
Pengalaman
Beternak Existence
Needs

Kosmopolitan

Related
Motivasi
Needs

Ketersediaan Sarana
Produksi
Growth
Jaminan Pasar Needs
Faktor Eksternal

Dukungan Dari
Pemerintah

Persepsi Peternak
dalam Penggunaan
Modal

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Motivasi

Motivasi adalah suatu kekuatan, motivasi dapat membujuk, meyakinkan, dan mendorong
anda kepada tindakan. Dengan kata lain, motivasi dapat didefinisikan sebagai alasan untuk
bertindak (motive for action). Motivasi adalah kekuatan yang dapat mengubah hidup anda.
Motivasi adalah daya pendorong dalam hidup ini. Motivasi berasal dari keinginan untuk
berhasil. Tanpa keberhasilan, hanya sedikit sekali kebanggaan dalam hidup kita, tidak ada
kenikmatan atau kepuasan di tempat kerja dan di rumah (Khera, 2002).

Motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motiv (motive) yang berarti dorongan, sebab
atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi
yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang
berlangsung secara sadar. Dari pengertian tersebut berarti pula semua teori motivasi bertolak
dari prinsip utama bahwa manusia (seseorang) hanya melakukan suatu kegiatan, yang
menyenangkan untuk dilakukan. Prinsip itu tidak menutup kondisi bahwa dalam keadaan
terpaksa seseorang mungkin saja melakukan sesuatu yang tidak disukainya. Dalam
kenyataannya kegiatan yang didorong oleh sesuatu yang tidak disukai cenderung berlangsung
tidak efektif dan tidak efisien (Nawawi, 2001).

Menurut Khera (2002) motivasi adalah kekuatan yang dapat mengubah hidup seseorang
sedangkan Nawawi (2001) menyatakan motivasi adalah kondisi yang mendorong atau
menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung sadar. Dari
kedua pendapat di atas maka motivasi merupakan dorongan yang dilandasi oleh kekuatan
untuk melakukan suatu perbuatan/kegiatan dengan tujuan mengubah hidup yang dilakukan
secara sadar.

Soemanto (1987) secara umum mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan tenaga
yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksireaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan
manusia itu selalu bertujuan, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang
memberi kekuatan bagi tingkah laku mencapai tujuan, telah terjadi di dalam diri seseorang.

Menurut Hasibuan (2010) Motivasi berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi
hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Selanjutnya
Zainun (1989) menyatakan motivasi dapat ditafsirkan dan diartikan berbeda oleh setiap orang
sesuai tempat dan keadaan daripada masing-masing orang itu. Salah satu diantaranya
penggunaan istilah dan konsep motivasi ini adalah untuk menggambarkan hubungan antara
harapan dengan tujuan. Setiap orang dan organisasi ingin dapat mencapai tujuan dalam
kegiatankegiatannya. Satu tujuan biasanya ditampilkan oleh berbagai tanggapan yang
ditentukan lebih lanjut oleh banyak faktor.

14
Menurut Winardi (2011) ada beberapa pengertian motivasi dari beberapa ahli :

1. Motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya,


diarahkannya, dan terjadi persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke
arah tujuan tertentu (Mitchell, 1982:81)

2. Motivasi adalah kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-
tujuan keorganisasian, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya, untuk memenuhi
kebutuhan individual tertentu (Robbins, dkk, 1995 : 50).

3. Motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi
seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi dalam hal
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu (Gray, dkk, 1984:69).

Menurut Mitchell (1982 : 81); Robbins dkk (1995 : 50); Gray dkk (1984 :69) dapat
disimpulkan bahwa motivasi merupakan proses yang bersifat internal dan eksternal bagi
individu untuk melaksanakan kegiatankegiatan tertentu. Dari ketiga pendapat para ahli di atas
maka motivasi merupakan proses psikologi, proses yang bersifat internal dan eksternal yang
dilakukan untuk mrncapai suatu tujuan dan melaksanakan kegiatankegiatan tertentu.

Menurut Soemanto (1987); Hasibuan (2010); Zainun (1989) dapat disimpulkan bahwa
motivasi adalah penggambaran antara hubungan dengan harapan. Dari ketiga pendapat di atas
maka motivasi merupakan dorongan untuk bergerak melakukan sesuatu agar apa yang
diharapkan sesuai dengan tujuan yang diinginkan seseorang.

2.2 Teori Motivasi

2.2.1 Teori Kebutuhan dari Maslow


Setiap manusia memiliki kebutuhan dalam hidupnya, kebutuhan tersebut terdiri dari
kebutuhan fisik, kebutuhan psikologis dan kebutuhan spiritual. Dalam teori ini kebutuhan
diartikan sebagai kekuatan atau tenaga (energi) yang menghasilkan dorongan bagi individu
untuk melakukan kegiatan, agar dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan tersebut.
Kebutuhan yang sudah terpenuhi/terpuaskan tidak berfungsi atau kehilangan kekuatan dalam
memotivasi suatu kegiatan, sampai saat timbul kembali sebagai kebutuhan baru, yang
mungkin saja sama dengan yang sebelumnya (Nawawi, 2001). Maslow dalam teorinya
mengetengahkan tingkatan (herarchy) kebutuhan yang berbeda kekuatannya dalam
memotivasi seseorang melaukakan suatu kegiatan. Dengan kata lain kebutuhan bersifat
bertingkat, yang secara berurutan berbeda kekuatannya dalan memotivasi suatu kegiatan
termasuk juga yang disebut bekerja. Urutan tersebut dari yang terkuat sampai yang terlemah
dalam memotivasi terdiri dari : kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial,
kebutuhan status/kekuasaan dan kebutuhan aktualisasi. (Nawawi, 2001). Maslow memandang
motivasi manusia sebagai suatu hierarki lima macam kebutuhan yang berkisar sekitar
kebutuhan-kebutuhan yang paling dasar, hingga kebutuhan-kebutuhan yang paling tinggi
untuk aktualisasi diri. Menurut Maslow, para individu akan termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan mana saja yang bersifat prepoten atau yang paling kuat untuk kebutuhan tersebut

15
pada saat tertentu. Prepotensi suatu kebutuhan tergantung pada situasi individual yang
berlaku dan pengalaman-pengalaman yang baru saja dialami. Ia memenuhi dengan
kebutuhan-kebutuhan fiskal yang bersifat paling mendasar, di mana masing-masing
kebutuhan perlu dipenuhi sebelum individu yang bersangkutan berkeinginan untuk
memenuhi sesuatu kebutuhan pada tingkatan berikutnya lebih tinggi (Winardi, 2011). Dasar
Maslow’s Need Hierarchy Theory (Hasibuan, 2010) yakni :

a. Manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan, ia selalu menginginkan lebih banyak.
Keinginan ini terus menerus, baru berhenti jika akhir hayatnya tiba.

b. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya, hanya
kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasinya.

c. Kebutuhan manusia bertingkat-tingkat (hierarchy) sebagai berikut :

1. Physiological Needs Physiological Needs (kebutuhan fisik = biologis) yaitu kebutuhan


yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan,
minum, udara, perumbahan dan lain-lainnya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini
merangsang seseorang berperilaku dan bekerja giat. Kebutuhan fisik ini termasuk kebutuhan
utama, tetapi merupakan tingkat kebutuhan yang bobotnya paling rendah.

2. Safety and Security Needs Safety and Security Needs (keamanan dan keselamatan) adalah
kebutuhan akan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan
keselamatan dalam melakukan pekerjaan. Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk, yaitu :

a). Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan jiwa di tempat pekerjaan pada saat
mengerjakan pekerjaan di waktu jam-jam kerja.

b). Kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada waktu jam-jam kerja.

3. Affiliation or Acceptance Needs (Belongingness) Affiliation or Acceptance Needs adalah


kebutuhan sosial, teman, dicintai dan mencitai serta diterima dalam pergaulan kelompok
karyawan dan lingkungannya.

4. Esteem or Status Needs Esteem or Status Needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri,
pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya.

5. Self Actualization adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan,
kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat
memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain.

Dari teori Maslow’S mengemukakan ada 5 (lima) tingkatan (herarchi) dalam memotivasi
seseorang dalam melakukan sesuatu yaitu pertama kebutuhan fisik, diantaranya makan dan
minum. Kedua kebutuhan rasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam
melakukan pekerjaa. Ketiga kebutuhan sosial diantaranya kebutuhan akan teman, pergaulan,
dicintai dan mencintai. Keempat kebutuhan status/kekuasaan terdiri dari pengakuan serta
penghargaan dari masyarakat. Kelima kebutuhan aktualisasi terdiri dari kecakapan,

16
kemampuan, penggunaan potensi yang optimal dalam meraih prestasi kerja yang memuaskan
yang bagi orang lain sulit untuk mencapainya.

2.2.2 Alderfer’s Existence, Relatedness and Growth (ERG)


Theory Teori ERG juga mengandung suatu dimensi frustrasi-regresi. Teori ERG
mengatakan bahwa bila suatu tingkat kebutuhan dari urutan lebih tinggi terhalang, akan
terjadi hasrat individu itu untuk meningkatkan kebutuhan tingkat lebih-rendah.
Ketidakmampuan memuaskan suatu kebutuhan akan interaksi sosial, misalnya, mungkin
meningkatkan hasrat memiliki lebih banyak uang atau kondisi kerja yang lebih baik. Jadi
frustrasi halangan dapat mendorong pada suatu kemunduran ke kebutuhan yang lebih Rendah
(Kadji, 2012). Alderfer’s Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory ini dikemukakan
oleh Clayton Alderfer seorang ahli dari Yale Univerdity. Teori ini merupakan
penyempurnaan dari teori kebutuhan yang dikemukakan oleh A. H. Maslow. ERG Theory ini
oleh para ahli dianggap lebih mendekati keadaan sebenarnya berdasarkan fakta-fakta empiris
(Hasibuan, 2010).

Teori ERG merupakan teori yang menyempurnakan teori Maslow yang lebih mengarah
atau mendekati pada keadaan sebenarnya berdasarkan fakta-fakta yang empiris. Dalam teori
ERG ada 3 (tiga) kebutuhan yaitu

1. Kebutuhan akan keberadaan (Exixtence Needs) yang merupakan kebutuhan dasar


yang ada pada diri seseorang yang terdiri dari kebutuhan psikologi (physiological
needs) dan kebutuhan akan rasa aman (safety needs) dari Maslow’s.

2. Kebutuhan akan Afiliasi (Relatedness Needs) yang merupakan pentingnya hubungan


dengan orang lain dan bermasyarakat, kebutuhan ini juga berkaitan dengan kebutuhan
kebutuhan mencintai (love needs) dan kebutuhan akan penghargaan diri (Esteem
Needs) dari Maslow’s.

3. Kebutuhan akan kemajuan yang merupakan keinginan dari dalam diri seseorang untuk
majua atau lebih meningkatkan kemampuan pribadi yang dimilikinya.

Alderfer mengemukakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan yang utama (Hasibuan, 2010),
yaitu :

1) Kebutuhan akan Keberadaan (Exixtence Needs)

Exixtence Needs berhubungan dengan kebutuhan dasar termasuk di dalamnya Physiological


Needs dan Safety Needs dari Maslow.

2) Kebutuhan akan Afiliasi (Relatedness Needs)

Relatedness Needs menekankan akan pentingnya hubungan antar individu (interpersonal


relationship) dan juga bermasyarakat (social relationship). Kebutuhan ini berkaitan juga
dengan Love Needs dan Esteem Needs dari Maslow

3) Kebutuhan akan Kemajuan (Growth Needs)

17
Growth Needs adalah keinginan intrinsik dalam diri seseorang untuk maju atau meningkatkan
kemampuan pribadinya.

Berbeda dengan teori hierarki kebutuhan, teori ERG memperlihatkan bahwa

(1) dapat beroperasi sekaligus lebih dari satu kebutuhan, dan

(2) jika kepuasan dari suatu kebutuhan tingkat lebih tinggi tertahan, hasrat untuk
memenuhi kebutuhan tingkat lebih rendah meningkat. Hierarki kebutuhan Maslow mengikuti
kemajuan yang bertingkat-tingkat dan kaku.

Teori ERG tidak mengandaikan suatu hierarki yang kaku di mana kebutuhan yang lebih
rendah harus lebih dahulu cukup banyak dipuaskan sebelum orang dapat maju terus.
Misalnya, seseorang dapat mengusahakan pertumbuhan meskipun kebutuhan eksistensi dan
hubungan belum dipuaskan; atau ketiga kategori kebutuhan dapat beroperasi sekaligus
(Kadji, 2012).

Ringkasnya teori ERG berargumen seperti Maslow, bahwa kebutuhan tingkat lebih
rendah yang terpuaskan menghantar ke hasrat untuk memenuhi kebutuhan tingkat lebih
tinggi; tetapi kebutuhan ganda dapat beroperasi sebagai motivator sekaligus, dan halangan
dalam mencoba memuaskan kebutuhan tingkat lebih tinggi dapat menghasilkan regresi ke
suatu kebutuhan tingkat lebih rendah. Teori ERG lebih konsisten dengan pengetahuan kita
mengenai perbedaan individual di antara orang-orang. Variabel seperti pendidikan, latar
belakang keluarga, dan lingkungan budaya dapat mengubah pentingnya atau kekuatan dorong
yang dipegang sekelompok kebutuhan untuk seorang individu tertentu(Kadji, 2012).

2.2.3 Faktor Internal Yang Mempengaruhi Motivasi


Menurut Hariadja (2002) bahwa motivasi internal adalah sebagai dorongan internal.
Motivasi sebagai dorongan internal, yaitu motif atau dorongan sebagai kata kunci. Suatu
motivasi dapat muncul sebagai akibat dari keinginan pemerintahan kebutuhan yang tidak
terpuaskan dimana kebutuhan itu muncul sebagai dorongan internal atau dorongan alamiah
(naluri), seperti makan, minum, tidur, berprestasi, berinteraksi dengan orang lain, mencari
kesenangan, berkuasa, dan lain – lain yang cenderung bersifat internal, yang berarti
kebutuhan itu muncul dan menggerakkan perilaku semata – mata karena tuntutan fisik dan
psikologis yang muncul melalui mekanisme sistem biologis manusia. Motivasi internal
adalah rasa kepuasan dari dalam diri, bukan karena keberhasilan atau kemenangan, tetapi
karena kepuasan telah melakukan sesuatu. Motivasi internal adalah perasaan berprestasi,
yang lebih dari sekedar pencapaian sebuah tujuan. Mencapai tujuan yang tidak bernilai tidak
akan menimbulkan rasa puas. Motivasi internal ini dapat bertahan lama, karena berasal dari
dalam diri dan ditafsirkan ke dalam motivasi diri (self-motivation). Motivasi perlu
diidentifikasikan dan harus terus menerus diperkuat untuk mencapai keberhasilan. Dua faktor
terpenting yang memotivasi adalah pengakuan dan tanggung jawab. Pengakuan berarti
dihargai diperlakukan dengan hormat dan bermartabat dan mempunyai perasaan memiliki.
Tanggung jawab menimbulkan perasaan memiliki dan hak kepemilikan akan sesuatu.
Perasaan ini kemudian menjadi bagian dari gambaran yang lebih besar. Kurangnya tanggung
jawab akan menyebabkan menurunnya motivasi (Khera, 2002). Motivasi intrinsik adalah

18
pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai individu, berupa kesadaran
mengenai pentingnya atau manfaat/makna pekerjaan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain
motivasi ini bersumber dari pekerjaan yang dikerjakan, baik karena mampu memenuhi
kebutuhan, atau menyenangkan, atau memungkinkan mencapai suatu tujuan, maupun karena
memberikan harapan tertentu yang positif di masa depan. Misalnya pekerjaan yang bekerja
secara berdedikasi semata-maa karena merasa memperoleh kesempatan untuk
mengaktualisasikan atau mewujudkan realisasi dirinya secara maksimal (Nawawi, 2002).
Seperti yang telah dikemukakan, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk dalam faktor internal adalah
(a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d)
kebutuhan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; dan (g) prestasi kerja yang dihasilkan (Angelia,
2010).

Menurut Saemanto (1987) motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor internal.
Faktor Internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu, terdiri atas:

1) Persepsi individu mengenai diri sendiri, seseorang termotivasi atau tidak untuk
melakukan sesuatu banyak tergantung pada proses kognitif berupa persepsi. Persepsi
seseorang tentang dirinya sendiri akan mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang
untuk bertindak.

2) Harga diri dan prestasi, faktor ini mendorong atau mengarahkan inidvidu (memotivasi)
untuk berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan memperoleh kebebasan serta
mendapatkan status tertentu dalam lingkungan masyarakat serta dapat mendorong individu
untuk berprestasi.

3) Harapan, adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan ini merupakan informasi
objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap dan perasaan subjektif seseorang.
Harapan merupakan tujuan dari perilaku.

4) Kebutuhan, manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya sendiri yang
berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih potensinya secara total. Kebutuhan akan
mendorong dan mengarahkan seseorang untuk mencari atau menghindari, mengarahkan dan
memberi respon terhadap tekanan yang dialaminya.

5) Kepuasan kerja lebih merupakan suatu dorongan afektif yang muncul dalam diri
individu untuk mencapai goal atau tujuan yang diinginkan dari suatu perilaku.

Hasil penelitian dari Hambali (2010) hasilnya menemukan factor-faktor internal yang
mempengaruhi motivasi beternak domba adalah umur, pendidikan dan jumlah tanggungan
keluarga. Dilanjutkan penelitian (Susantyo, 2001) faktor internal yang mempengaruhi
motivasi petani adalah tingkat pendidikan, kebutuhan rumah tangga dan sifat kosmopolit.

Dari beberapa pendapat di atas yang menyangkut masalah faktor internal yang
mempengaruhi motivasi peternak adalah umur, pendidikan, pengalaman beternak, dan
kosmofolit. Faktor internal ini yang dimaksud adalah karakteristik peternak yang terdiri dari
umur, pendidikan, pengalaman beternak dan sifat kosmopolit.

19
2.2.4 Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut Hariadja (2002) bahwa motivasi eksternal adalah sebagai dorongan eksternal.
Motivasi ekternal adalah kebutuhan juga dapat berkembang sebagai akibat dari interaksi
individu dengan lingkungannya, misalnya kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi sebagai
dorongan biologis dapat berubah ketika dia berinteraksi dengan lingkungan kerja dimana
disana terdapat suatu norma kelompok yang tidak menghendaki prestasi individu. Ini akan
mengakibatkan motif berprestasi menurun, sebaliknya seorang yang tidak memiliki motif
berprestasi yang tinggi dapat berubah ketika orang tersebut berada dalam lingkungan
kelompok kerja dimana prestasi individu sangat dihargai. Ini akan mengakibatkan munculnya
motif berprestasi yang tinggi.

Motivasi Ekstrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai
individu, berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan pekerjaan secara
maksimal. Mislanya berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah/gaji yang tinggi,
jabatan/posisi yang terhormat atau memiliki kekuasaan yang besar (Nawawi, 2001).

Menurut Khera (2002) motivasi eksternal berasal dari luar diri, seperti uang, pengakuan,
sosial popularitas atau ketakutan sedangkan menurut Angelia (2010) faktor eksternal yang
mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain: (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok
kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada
umumnya; dan (e) sistem imbalan yang berlaku serta cara penerapannya. Sedangkan faktor
eksternal yang mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : a) jenis dan sifat
pekerjaan b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung c) organisasi tempat bekerja d)
situasi lingkungan pada umumnya e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

Menurut Saemanto (1987) motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Faktor eksternal faktor yang berasal dari luar diri individu terdiri atas:

1. Jenis dan sifat pekerjaan, dorongan untuk bekerja pada jenis dan sifat pekerjaan
tertentu sesuai dengan objek pekerjaan yang tersedia akan mengarahkan individu untuk
menentukan sikap atau pilihan pekerjaan yang akan ditekuni. Kondisi ini juga dapat
dipengartuhi oleh sejauh mana nilai imbalan yang dimiliki oleh objek pekerjaan dimaksud.

2. Kelompok kerja dimana individu bergabung, kelompok kerja atau organisasi tempat
dimana individu bergabung dapat mendorong atau mengarahkan perilaku individu dalam
mencapai suatu tujuan perilaku tertentu, peranan kelompok atau organisasi ini dapat
membantu individu mendapatkan kebutuhan akan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan
serta dapat memberikan arti bagi individu sehubungan dengan kiprahnya dalam kehidupan
sosial.

3. Situasi lingkungan pada umumnya, setiap individu terdorong untuk berhubungan


dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi secara efektif dengan lingkungannya,

4. Sistem imbalan yang diterima, imbalan merupakan karakteristik atau kualitas dari
objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang yang dapat mempengaruhi motivasi atau dapat
mengubah arah tingkah laku dari satu objek ke objek lain yang mempunyai nilai imbalan

20
yang lebih besar. Sistem pemberian imbalan dapat mendorong individu untuk berperilaku
dalam mencapai tujuan; perilaku dipandang sebagai tujuan, sehingga ketika tujuan tercapai
maka akan timbul imbalan. Hasil penelitian dari Dewandini (2010) hasilnya menemukan
lingkungan ekonomi terdiri atas ketersediaan kredit usahatani, ketersediaan sarana produksi,
dan adanya jaminan pasar. Keuntungan terdiri dari tingkat kesesuaian potensi lahan, tingkat
ketahanan terhadap resiko, tingkat penghematan waktu budidaya, dan tingkat kesesuaian
dengan budaya setempat. Hasil penelitian dari Hambali (2010) hasilnya menemukan
faktorfaktor eksternal yang mempengaruhi motivasi beternak domba adalah pengetahuan
informasi pasar dilanjutkan penelitian Susantyo (2001) faktor eksternal yang mempengaruhi
motivasi petani adalah kemudahan pemasaran dan intensitas penyuluh. Dari beberapa
pendapat di atas yang menyangkut masalah faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi
peternak domba adalah ketersediaan sarana produksi, jaminan pasar (permintaan pasar),
dukungan dari Dinas Peternakan dan Persepsi peternak terhadap penggunaan modal.

2.3 Domba Garut

Indonesia merupakan daerah tropis yang memiliki potensi untuk pengembangan ternak
domba. Domba merupakan komoditas ternak yang banyak dipelihara oleh masyarakat
pedesaan di Indonesia. Usaha ternak domba di Indonesia memiliki prospek yang baik,
mengingat daging domba dapat diterima oleh masyarakat di Indonesia.Populasi domba di
daerah Jawa Barat sangat besar hingga mencapai 10.826.494 di tahun 2015 (Kementerian
Pertanian 2015). Ternak domba garut merupakan rumpun domba lokal Indonesia yang telah
dibudidayakan secara turun temurun, sehingga menjadi kekayaan sumber daya genetik ternak
lokal Indonesia (Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak 2018). Domba mempunyai
potensi cukup tinggi dan penyebaraannya secara merata di seluruh wilayah Indonesia, juga
tidak memerlukan dukungan lahan yang luas, dibandingkan ternak besar. Sektor pertanian,
termasuk subsektor peternakan, mampu menciptakan lapangan usaha sebesar 3,23% dengan
penyerapan tenaga kerja sebanyak 35,54 juta orang (Kementerian Pertanian, 2015).
Salah satu domba yang banyak dipelihara oleh para peternak di jawa barat yakni
domba garut. Triesnamurti (2009) mengemukakan pada tahun 1864 Pemerintah Hindia
Belanda memasukkan beberap ekor domba Merino. Pada tahun 1869 domba tersebut di bawa
ke Kabupaten Garut, dan secara bertahap disebarkan ke beberapa penggemar domba. Domba
Merino juga disebarkan ke daerah lain, seperti Sumedang dan Bandung. Dalam
perjalanannya, terjadi persilangan yang berlangsung terusmenerus antara domba Merino dan
domba lokal dari daerah Cibuluh dan Wanaraja Kabupaten Garut, dan domba Kapstaad.
Persilangan tanpa rencana dan tanpa arah ini menghasilkan satu sumber daya genetik domba
yang khas, yaitu memiliki kombinasi telinga rumpung (rudimenter) dengan ukuran lebih kecil
dari 4 cm atau menyerupai bentuk daun kacang gude dengan ukuran 4-8 cm. Domba ini
berekor seperti ekor tikus atau ekor babi hutan dengan warna wol dominan hitam pada bagian
muka.
Kementan (2011) menetapkan bahwa domba garut merupakan salah satu rumpun
domba lokal Indonesia, yang mempunyai keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik
serta kemampuan adaptasi yang baik pada keterbatasan lingkungan.Domba garut berasal dari
persilangan domba merino dari Australia, dengan domba kaapstad dari Afrika Selatan yang
disilangkan dengan domba ekor tipis atau domba lokal (FAO 2003).
Hasil persilangan tersebut menghasilkan domba berciri khas dengan ciri-ciri
diantaranya kombinasi telinga rumpung (rudimenter) dengan ukuran lebih kecil dari 4 cm
dengan ukuran 4 – 8 cm dan warna wol dominan hitam pada bagian muka (Kementan 2011).

21
Domba Garut sebagai aset nutfah Jawa Barat, memiliki potensi yang baik untuk
dikembangkan sebagai sumber daging dan cukup tanggap terhadap manajemen pemeliharaan
yang baik, dibandingkan domba lokal dan bangsa domba lain yang ada di Indonesia, di
samping itu memiliki keunggulan unik yang dapat dijadikan daya tarik pariwisata daerah
Upaya untuk memaksimumkan potensi domba garut, dapat diawali dengan menginventarisasi
berbagai sifat kualitatif yang dimiliki, sebagai bahan dasar dalam melakukan standardisasi
sifat-sifat kualitatif domba garut, karena bahan untuk komoditas ekspor dalam era global
tidak mungkin dapat terwujud tanpa memiliki standar mutu baku. Langkah awal dalam
pembuatan standardisasi sifat-sifat kualitatif domba garut dapat dilakukan dengan
mencandrakan sifat-sifat kualitatif domba garut jantan tipe tangkas, meliputi antara lain
warna bulu, motif bulu, dan bentuk tanduk (Heriyadi 2005).
Keunggulan domba adalah bersifat prolifik, artinya mempunyai rataan jumlah anak
lahir (lambcrop) yang banyak yaitu ≥ 1,75ekor. Peternak domba di pedesaan rata-rata
memelihara ternak dengan cara digembalakan. Pemeliharaan domba dengan cara
digembalakan sangat mempengaruhi performa produksi, karena sangat bergantung atas
ketersediaan hijauan pakan di padang penggembalaan baik kuantitas atau pun kualitasnya.
Kuantitas dan kualitas hijauan yang dikonsumsi menjadi penyebab baik tidaknya performa
induk domba yang digembalakan. (Somanjaya R et al. ,2015).
Menurut Nurmi (2017) yang menyatakan bahwa domba dan kambing merupakan 2
genus dari Bovidae yang berdekatan, walaupun demikian ada perbedaan mencolok diantara
keduanya yaitu domba dan kambing tidak dapat dikawin silangkan disebabkan jumlah
kromosom yang berbeda, domba memiliki kelenjar yang terdapat dibawah mata yang terbuka
serta menghasilkan sekresi yang terkadang berlebihan, sehingga domba sering mengeluarkan
air mata. Ciri khas lain adalah domba memiliki tanduk berpenampang segitiga yang tumbuh
melilit seperti spiral. Peternakan domba dalam sub sistem pertanian di pedesaan memiliki
peranan yang signifikan. Pada skala nasional, domba memiliki peranan yang cukup signifikan
sebagai penyedia daging dalam mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan konsumsi
protein hewani masyarakat. Di Indonesia, terdapat tiga kategori sistim produksi ternak
ruminansia termasuk domba yaitu: (i) sistim ekstensip, (ii) sistim kombinasi arrable cropping
(pinggiran jalan, sistim penggembalaan pada pangonan umum maupun lahan tanaman,
tethering, cut-and-carry feeding), dan (iii) sistim integrasi tanaman dengan ternak.
Domba banyak diusahakan oleh peternak kecil dipedesaan, pemeliharaannya masih
sederhana antara 2-5 ekor (Rusdiana et al., 2010). Usaha pemeliharaan domba ada dua cara
budidaya untuk menghasilkan anak dan penggemukkan untuk menghasilkan daging. Usaha
dengan cara penggemukkan domba jantan, tujuannya selain untuk mendapatkan daging juga
dapat djual pada saat hari raya Idul Adha. Harga jual domba jantan dan betina sangat
berbeda, dan harganya fluktuatif tergantung kondisi pasar (Wibowo et al., 2016).
Usaha ternak dengan cara digembalakan, dikandangkan dan pemeliharaanya tidak
teratur dapat dikatakan sebagai usaha sampingan atau tabungan (Rusdiana et al., 2016). Biaya
produksi terbesar adalah untuk biaya pakan dan tenaga kerja. Domba merupakan ternak yang
mudah diusahakan dan juga memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan
pendapatan keluarga peternak. Menurut Siswati et al., (2015) ternak domba dilihat dari segi
teknis mempunyai sifat toleran terhadap lingkungan dan hijauan pakan dan sangat mudah
dijual serta cepat untuk dalam perputaran modal usaha. Domba dapat diusahakan pada
kondisi lahan yang marginal, dan dapat berkembang biak dengan baik.

2.4 Peternakan Domba

22
Ternak domba garut merupakan rumpun domba lokal Indonesia yang telah
dibudidayakan secara turun temurun, sehingga menjadi kekayaan sumber daya genetik ternak
lokal Indonesia (Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak 2018). Domba mempunyai
potensi cukup tinggi dan penyebaraannya secara merata di seluruh wilayah Indonesia, juga
tidak memerlukan dukungan lahan yang luas, dibandingkan ternak besar. Sektor pertanian,
termasuk subsektor peternakan, mampu menciptakan lapangan usaha sebesar 3,23% dengan
penyerapan tenaga kerja sebanyak 35,54 juta orang (Kementerian Pertanian, 2015). Usaha
domba, merupakan peluang usaha yang tersedia dan sebagai upaya untuk meningkatkan
pendapatan peternak (Gustimulyanti et al., 2016). Semakin meningkat pendapatan
masyarakat dan pengetahuan maka, akan semakin meningkat pula kebutuhan gizi, serta
perubahan selera masyarakat (Ilham et al., 2008) dan (Muzayyanah et al., 2016). Kecukupan
pangan asal daging, menjadi program Pemerintah yang paling utama (Adawiyah et al., 2016).
Domba banyak diusahakan oleh peternak kecil dipedesaan, pemeliharaannya masih sederhana
antara 2-5 ekor (Rusdiana et al., 2010).
Usaha pemeliharaan domba ada dua cara budidaya untuk menghasilkan anak dan
penggemukkan untuk menghasilkan daging. Usaha dengan cara penggemukkan domba
jantan, tujuannya selain untuk mendapatkan daging juga dapat djual pada saat hari raya Idul
Adha. Harga jual domba jantan dan betina sangat berbeda, dan harganya pluktuatif
tergantung kondisi pasar (Wibowo et al., 2016). Usaha ternak dengan cara digembalakan,
dikandangkan dan pemeliharaanya tidak teratur dapat dikatakan sebagai usaha sampingan
atau tabungan (Rusdiana et al., 2016). Biaya produksi terbesar adalah untuk biaya pakan dan
tenaga kerja. Domba merupakan ternak yang mudah diusahakan dan juga memiliki potensi
yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan keluarga peternak. Menurut
(Siswati et al., (2015) ternaak domba dilihat dari segi teknis mempunyai sifat toleran
terhadap lingkungan dan hijauan pakan dan sangat mudah dijual serta cepat untuk dalam
perputaran modal usaha. Tenaga kerja peternak cukup tersedia dan sebagai faktor penting
pada usaha domba (Rusdiana dan Praharani 2015).Pertumbuhan ekonomi terus diupayakan
tujuannya untuk meningkatkan nilai ekonomi masyarakat, sehingga dapat dijadikan alternatif
sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi baru (Supriyati dan Erma 2006) dan (Kusnadi
2011).
Domba dapat diusahakan dikondisi lahan yang marginal, dan dapat berkembang biak
dengan baik. Persoalan yang sering dihadapi oleh peternak pada usaha ternak adalah
penyediaan pakan.Pakan merupakan inti persoalan yang perlu diusahakan penyediaannya
dengan baik. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, penerapan teknologi sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, kemampuan peternak dalam menganalisa usahanya.Usaha
domba sudah dikenal dengan pola usaha ektensif, semi intensif dan intensif (Rusdiana dan
Adiati 2019).

BAB III METODA PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah tiga puluh peternakan domba
garut yang termasuk dalam Asosiasi Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia di
daerah Kota Bogor dan sekitarnya.

23
3.2 Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang dgunakan pada penelitian ini adalah yaitu :


1. Data kualitatif yaitu data yang berupa kata, kalimat, gambaran yang bersumber dari hasil
wawancara dan pengamatan langsung dilapangan, berupa motivasi peternak dalam usaha
peternakan domba dan faktor yang mempengaruhi motivasi peternakan domba garut
HPDKI di Kota Bogor dan sekitarnya.

2. Data kuantitaif yaitu data yang berupa angka-angka berdasarkan hasil olahan kuesioner
berupa umur peternak, lama berternak, dan skala usaha dari peternakan domba garut
HPDKI di Kota Bogor dan sekitarnya.

Penelitian menggunakan beberapa sumber data yang dapat digolongkan menjadi dua yakni
sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang
tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2011).
Sumber data primer sebagaimana yang juga disebutkan oleh Moleong (2011) sebagai
data primer merupakan suatu data atau informasi yang diperoleh secara langsung oleh peneliti
melalui berbagai teknik pengambilan data seperti observasi maupun wawancara dengan
informan. Sedangkan sumber sekunder atau data sekunder sebagai data yang digunakan oleh
peneliti untuk memberikan gambaran tambahan, gambaran pelengkap atau sebagai informasi
tambahan untuk diproses lebih lanjut.
Sumber data sekunder diperoleh dari tulisan/artikel yang telah diterbitkan yang
kemudian dianalisis dengan teori/literatur terkait menjadi laporan penelitian. Data sekunder
yang dibutuhkan untuk menentukan faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku sosial
peternak. Data sekunder bersumber dari data yang terdapat di Kementerian Pertanian serta
Badan Pusat Statistik Jawa Barat.

3.3 Pengukuran Variabel

Variabel merupakan pusat perhatian pada penelitian kuantitatif atau dengan kata lain
merupakan sebuah konsep yang memiliki variasi atau memiliki lebih dari satu nilai.Variabel
bebas (Independen Variabel) dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, lama beternak,
kosmopolit, ketersediaan sarana produksi, jaminan pasar, dukungan dari Dinas dan
penggunaan modal. Sedangkan variabel terikat (Dependent Variabel) adalah tingkat motivasi.
Dalam penelitian ini, pengambilan keputusan manajemen sebagai variable dependen.
Pengukuran motivasi peternak adalah dengan menggunakan skala likert.

3.4 Metode Analisis Data

Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah :


Motivasi peternak dalam melakukan usaha pengembangan ternak domba garut di
daerah Kota Bogor dan sekitarnya terdapat beberapa factor yang dapat diketahui dengan yang
menganalisa menggunakan alat analisis korelasi sederhana. Karl Pearson yang merupakan
seorang ahli matematika yang berasal dari Inggris mengemukakan pertama kali rumus
perhitungan koefisien korelasi sederhana tersebut. Rumus yang dipergunakan untuk
menghitung Koefisien Korelasi Sederhana adalah sebagai berikut :
r =               nΣxy – (Σx) (Σy)                   
.         √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}
Dimana :

24
r : Koefisien korelasi
n : Jumlah responden
ΣX : Jumlah skor Variabel Independent
ΣY : Jumlah skor Variabel dependent
Σy2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y
Σxy= Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y
Hasil pengujian, instrument dikatakan valid apabila hasil koefisien korelasi yang dinyatakan
dalam r ≥ 0,3 (Sugiyono, 2014).

Riduwan dan Sunarto (2007), menyatakan bahwa ketentuan nilai (r) tidak lebih dari (-1≤ r ≤ +1).
Apabila nilai r =-1 artinya korelasinya negative sempurna , r = 0 artinya tidak ada korelasinya,
dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat, dimana r dapat dikelompokkan sebagai berikut:

0,00 – 0,199 tingkat hubungan sangat rendah

0,20 – 0,399 tingkat hubungan rendah

0,40 – 0,599 tingkat hubungan cukup kuat

0,60 – 0,799 tingkat hubungan kuat

0,80 – 1,000 tingkat hubungan sangat kuat

Untuk mengukur variabel penelitian yang digunakan maka dilakukan pengukuran dengan cara
menguraikan indikator-indikator variabel dalam bentuk item-item pertanyaan yang disusun
dalam kuesioner dengan bobot nilai (skor) jawaban 1-5 untuk memperoleh nilai total masing-
masing variabel adalah dengan menjumlahkan nilai-nilai dari item pertanyaan dan kemudian
dibagi dengan jumlah item pertannyaan. Nilai variabel tersebut digolongkan dalam beberapa
kategori yang didasarkan pada skala likert dengan ketentuan sebagai berikut (Riduwan, 2009)
Sangat Tinggi : 5

Tinggi : 4

Cukup : 3

Rendah : 2

Kurang : 1

3.5 Penilaian Motivasi Peternak

25
1. Penialian Variabel Independent
Penilaian motivasi Peternak domba dilakukan melalui variable independent yang terdiri dari:
 Umur
 Pendidikan
 Lama Beternak
 Kosmopolit
 Ketersediaan Sarana Produksi,
 Jaminan Pasar,
 Dukungan Dari Dinas
 Penggunaan Modal.

Pewawancara akan membuat sebanyak 20 pertanyaan kepada responden yang mencakup


pertanyaan yang terkait dengan kedelapan variable tersebut.
 Nilai tertinggi = skor tertinggi x Jumlah responden x jumlah pertanyaan
5 x 30 x 20
= 3000

 Nilai terendah = Skor terendah x jumlah responden x jumlah pertanyaan


1 x 30 x 20
= 600

Untuk mengetahui rentang kelas dengan rumus sebagai berikut :


Jumlah skor tertinggi – jumlah skor terendah = 3000 - 600 = 480
Jumlah skor 5

Dari hasil tersebut dapat dirumuskan kriteria sebagai berikut :

Sangat Tinggi = 2520,01 - 3000

Tinggi = 2040,01- 1520

Sedang = 1560,01 - 2040

Rendah = 1080,01 - 1560

Kurang = 600 – 1080

2. Penialian Variabel Dependent

Penilaian motivasi Peternak domba dilakukan melalui variable dependent yakni tingkat
motivasi.
Pewawancara akan membuat sebanyak 10 pertanyaan kepada responden yang mencakup
pertanyaan yang terkait dengan kedelapan variable tersebut.

Perhitungan skort dilakukan sebagai berikut :

 Nilai tertinggi = skor tertinggi x Jumlah responden x jumlah pertanyaan

26
5 x 30 x 10
= 1500
 Nilai terendah = Skor terendah x jumlah responden x jumlah pertanyaan
1 x 30 x 10
= 300

Untuk mengetahui rentang kelas dengan rumus sebagai berikut :

Jumlah skor tertinggi – jumlah skor terendah = 1500-300 = 240


Jumlah skor 5

Dari hasil tersebut dapat dirumuskan Kriteria sebagai berikut :

Sangat Tinggi = 1260,01 - 1500

Tinggi = 1020,01- 1260

Sedang = 780,01 – 1020

Rendah = 540,01 - 780

Kurang = 300 – 540

27

You might also like