Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 17

A.

     PENGERTIAN
Secara etimologi istilah blended learning terdiri dari dua
kata blended dan learning. Kata blend berarti “campuran, bersama
untuk meningkatkan kualitas agar bertambah baik” (Collins
Dictionary), atau formula suatu penyelarasan kombinasi atau
perpaduan. Sedangkan learning memiliki makna umum yakni belajar,
dengan demikian sepintas mengandung makna pola pembelajaran
yang mengandung unsur percampuran, atau penggabungan antara
satu pola dengan pola lainnya. Elenena Mosa (2006) menyampaikan
bahwa yang dicampurkan adalah dua unsur utama, yakni
pembelajaran di kelas (classroom lesson) dengan online learning.

Sedangkan menurut Harding, Kaczynski dan Wood, 2005, Blended


learning merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan pembelajaran tradisonal tatap muka dan
pembelajaran jarak jauh yang menggunakan sumber belajar online
dan beragam pilihan komunikasi yang dapat digunakan oleh guru
dan siswa

Blended learning tidak sepenuhnya pembelajaran dilakukan


secara onlineyang menggantikan pembelajaran tatap muka di kelas,
tetapi untuk melengkapi dan mengatasi materi yang belum
tersampaikan pada pembelajaran saat mahasiswa belajar di kelas.
Menurut Bonk dan Graham (2006, p.5) mendefinikan kombinasi dari
e-Learning dan pembelajaran tatap muka dikelas sebagai berikut :

Blended learning is the combination of instruction from two


historically separate models of teaching and learning: Traditional
learning systems and distributed learning systems. It emphasizes the
central role of computer- based technologies in blended learning.

Guru menggunakan teknologi komputer dengan akses internet


dalam menyediakan informasi, bahan bacaan, dan materi pelajaran
untuk. Beberapa guru memungkinkan siswa untuk berinteraksi satu
sama lain dengan menggunakan teknologi
komunikasi asynchronous dan synchronous.
Komunikasi asynchronous didefinisikan sebagai instruksi atau
komunikasi yang berlangsung diwaktu yang berbeda dan lokasi yang
berbeda (Fenton & Watkins, 2010, p.233).
Komunikasi synchronous didefinisikan sebagai instruksi atau
komunikasi yang terjadi secara real time, dimana siswa dan guru
berada pada waktu yang sama serta kemungkinan besar dari
berbagai lokasi (Fenton & Watkins, 2010, p.240).

Blended learning dapat diartikan sebagai proses pembelajaran yang


memanfaatkan berbagai macam pendekatan. Pendekatan yang
dilakukan dapat memanfaatkan berbagai macam media dan
teknologi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa blended
learning adalah pembelajaran yang mengkombinasi strategi
penyampaikan pembelajaran menggunakan kegiatan tatap muka,
pembelajaran berbasis komputer (offline), dan komputer secara
online (internet dan mobile learning). Materi pelajaran yang
disampaikan melalui media ini mempunyai grafik, teks, animasi,
simulasi, audio dan video.

Secara spesifik dalam pendidikan guru blended e-learning memiliki


makna sebagai berikut:

1. Blended e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi,


pendidikan, pelatihan-pelatihan tentang materi keguruan baik
substansi materi pembelajaran maupun ilmu pendidikan secara
online.
2. Blended e-learning tidak berarti menggantikan model balajar
konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar
melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi
pendidikan.
3. Blended e-learning menyediakan berbagai seperangkat alat yang
dapat memperkaya nilai belajar konvensional, kajian terhadap buku
teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer.
4. Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; dimana guru dan siswa,
siswa dan sesama siwa, atau guru dengan sesama guru dapat
berkomunikasi dengan relatif mudah tanpa dibatasi oleh hal-hal yang
protokoler.
5. Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan komputer
network).

Pendapat Haughey (1998)  tentang pengembangan  blended e-


learning mengungkapkan bahwa terdapat tiga kemungkinan dalam
pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu:

1. Web Course adalah penggunaan internet untuk keperluan


pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya
terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan
ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan
pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui Internet.
Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh. Untuk
pendidikan guru model seperti ini dapat digunakan untuk
peningkatan “knowledge dan skill”, memperkuat pengetahuannya
tentang materi pelajaran sebagai spesifikasi keilmuannya dan
memperkuat pemahaman tentang metodologi pembelajaran melalui
simulasi pembelajaran yang disajikan melalui internet misalnya video
streaming, video conference dan lain-lain. Intinya, semua aktivitas
belajar mengajar dilakukan secara online tanpa adanya tatap muka
sama sekali.

2. Web Centric Course adalah penggunaan internet yang memadukan


antar belajar jarak jauh dan tatap muka (konvesional). Sebagian
materi disampaikan melalui internet,dan sebagian lagi melalui tatap
muka, sedangkan fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini
pendidik bisa memberikan petunjuk pada peserta didik untuk
mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya.
Peserta didik juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari
situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan
pendidik lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah
dipelajari melalui internet tersebut. Model ini lebih relevan untuk
digunakan dalam pengembangan pendidikan guru, dilihat dari
kondisi, kultur dan infrastruktur yang dimiliki saat ini. Secara
substansial materi keguruan identik dengan nilai yang tidak hanya
dapat ditransfer melalui pembelajaran tanpa tatap muka, melainkan
diperlukan direct learning, sehingga unsur-unsur modelling dari
seorang guru dapat diadaptasi dengan baik. Untuk penguasaan
materi konseptual, teoritikal dan keterampilan dapat menggunakan
Blended e-learning dengan sistem jarak jauh.

3. Web Enhanced Course adalah pemanfaatan internet untuk


menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di
kelas. pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas
pembelajaran. Fungsi internet dalam pembelajaran adalah untuk
memberikan pengayaan antara peserta didik dengan guru, sesama
peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara
sumber yang lain. Oleh karena itu, peran guru disini dituntut untuk
menguasai teknik informasi di internet, membimbing mahasiswa
dengan menyajikan materi melalui web, melayani bimbingan melalui
internet, dan materi-materi lain yang diperlukan.

Menurut Watson (2009 : 3), ada beberapa bentuk implementasi


blended learning, yaitu:

1. Online penuh, dengan ada pilihan untuk melakukan pembelajaran


tatap muka (face to face).
2. Sebagian atau online penuh, dengan dibutuhkan waktu tertentu
untuk pembelajaran tatap muka (face to face), baik di kelas atau
laboratorium.
3. Sebagian besar atau online penuh, dengan siswa tetap belajar
konvensional dalam kelas atau laboratorium setiap hari
4. Pembelajaran konvensional di kelas, tapi siswa dipersyaratkan
mengikuti aktifitas online tertentu sebagai pengayaan atau
tambahan,
5. Pembelajaran konvensional, dengan melibatkan sumber online, dan
aktifitas online yang bukan menjadi syarat bagi siswa mengikutinya.

Dari kelima model di atas, model implementasi yang paling


sederhana adalah model 5 yakni pemanfaatan bahan-bahan online
tanpa harus mensyaratkan siswa untuk terhubung dengan internet
Menurut Harmon dan Jones,(2000), terdapat lima level penggunaaan
ICT dalam pembelajaran, yaitu :

1. Level-1 Information : pada level ini bahan-bahan pembelajaran tidak


terlalu banyak yang disajikan melalui ICT, tetapi terbatas pada bahan
yang sifatnya informasi untuk menunjang proses pembelajaran.
2. Level-2 Supplemental : pada level ini sudah memasukkan bahan
pembelajaran tetapi sifatnya masih terbatas, belum menguraikan isi
pembelajaran secara lengkap, dan materi yang disajikan pokok-
pokoknya saja. Misal melalui power point, acrobat reader, file html
dan lain sebagainya.
3. Level-3 Essensial : dalam lavel ini hampir semua materi
pembelajaran disajikan dalam bentuk web. Dengan demikian, sudah
ada ketergantungan penggunaan ICT dalam pembelajaran.
4. Level-4 Communal : pada level ini mengombinasikan pola
pembelajaran tatap muka atau penggunaan web secara online. Pada
pola ini dituntut kemandirian dari para guru untuk mencari dan
mengembangkan bahan belajarnya secara mandiri dengan materi-
materi yang dikuasainya.
5. Level-5 Immersive : pada level ini pembelajaran dilangsungkan
secara vitual. Seluruh isi materi pembelajaran disajikan secara
onlineB.           KONSEP TENTANG BELAJAR

Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-learning sebagai


berikut. Pertama, elearning merupakan penyampaian informasi,
komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua, e-learning
menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar
secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap
buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga
dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-
learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di
dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui
pengayaan content dan pengembangan teknologi
pendidikan. Keempat, Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung
pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan
antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan
lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil
yang lebih baik.

Berdasarkan komponen yang ada dalam blended e-learning maka


teori belajar yang mendasari model pembelajaran tersebut adalah
teori belajar Konstuktivisme (individual learning). Karakteristik teori
belajar konstruktivisme (individual learning) untuk blended e-learning
(Hasibuan, 2006:4) adalah sebagai berikut :

1. Active learnes
2. Learners construct their knowledge
3. Subjective, dynamic and expanding
4. Processing and understanding of information
5. Learners has his own learning.

Individual learning dalam teori ini pelajar adalah peserta yang aktif,
kalau dapat membangun pengetahuan mereka sendiri, secara
subjektif, dinamis dan berkembang. Kemudian memproses dan
memahami suatu informasi, sehingga pelajar memilik
pembelajarannya sendiri. Pelajar membangun pengetahuan mereka
berdasarkan atas pengetahuan dari pengalaman yang mereka alami
sendiri. Teori belajar berikutnya yang melandasi model Blended e-
learning adalah teori belajar kognitf. Pendekatan kognitif
menekankan bagan sebagai satu struktur pengetahuan yang
diorganisasi (Brunner,1990; Gagne et.al., 1993). Menurut Bloom
(1956) mengindentifikasi enam tingkatan belajar kognitif yaitu
“pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis”.
Teori terakhir adalah teori belajar konstruktivisme sosial yang
dikembangkan oleh Vygotsky. Menurut Vigotsky (1978) adalah
sebagai berikut: “the way learners construct knowledge, think,
reason, and reflect on is uniquely shaped by their relationship with
other. He argued that the guidance given by more capable other,
allows the learner to engage is levels of activity that could not be
managed alone.”

Konstruktivisme sosial disebut juga collaborative learning.


Karakteristik teori belajar tersebut adalah sebagai berikut (Hasibuan,
2006:4):

Teori ini membuat pelajar membangun pengetahuan, berfikir,


mencari alasan, dan dicerminkan dengan bentuk yang unik melalui
berhubungan dengan yang lain. Pelajar belajar dari penyelesaian
masalah yang nyata, pelajar juga bergabung pada suatu
pembangkit-pengetahuan. Pengajar juga masuk ke dalam sebagai
pelajar bersama-sama dengan siswanya. Bentuk tugas juga akan
diolah dan pengetahuan dinilai dan diciptakan lalu membangun
pengetahuan yang baru.

Jika dikaji secara terminologis maka blended e-learning menekankan


pada penggunaan internet seperti pendapat Rosenberg (2001)
menekankan bahwa blended e-learning merujuk pada penggunaan
teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada
dengan Cambell (2002), kamarga (2002) yang intinya menekankan
penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat blended e-
learning, termasuk untuk pendidikan guru. Secara spesifik dalam
pendidikan guru blended e-learning memiliki makna sebagai berikut.

1. Blended e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi,


pendidikan, pelatihan-pelatihan tentang materi keguruan baik
substansi materi pelajaran maupun ilmu pendidikan secara online.
2. Blended e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat
memperkaya nilai belajar secara konvensional (model
belajarkonvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan
latihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan
perkembangan globalisasi.
3. Blended e-learning tidak berarti menggantikan model belajar
konvesional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar
tersebut melaluipengayaan content dan pengembangan teknologi
pendidikan.
4. Kapasitas guru amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara
penyampaiannya. Makin baik keselarasan antarconten dan alat
penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas
siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
5. Memanfaatakan jasa teknologi elektronik; di mana guru dan siswa,
siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat
berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-
hal yang protokoler.
6. Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan komputer
networks).
7. Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials)
disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa
kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan
memerlukannya.
8. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan
belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan
dapat dilihat setiap saat di komputer.

Beberapa platform yang dapat digunakan dalam pembelajaran


dengan Blended Learning seperti Group Miling List (Milis, seperti
Yahoo groups, Google+, dan lain-lain), Web Blog Guru, Social Media
(Facebook, Twitter, Instagram, Path, dan lain-lain), Aplikasi-aplikasi
Learning Management Systems atau LMS(seperti Moodle, Edmodo,
Quipper, Kelase, dll) dan sebagainya.

Seperti yang dikemukakan oleh Gegne (1984) Belajar yang efektif


mempunyai kriteria sebagai berikut: (1) melibatkan pembelajaran
dalam proses belajar; (2) mendorong munculnya keterampilan untuk
belajar mandiri (learn how to learn); (3) meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan pembelajar; (4) memberi motivasi untuk belajar
lebih lanjut. Darmodihardjo (1998:39) mengemukakan bahwa tutor
dalam pelaksanaan tugasnya memiliki peran yang meliputi; (1)
sebagai motivator, (2) sebagai fasilitator, (3) sebagai pembimbingan
dan evaluator, (4) pengembangan materi pelajaran, (5) pengelola
proses belajar mengajar, (6) agen pembaruan. Sementara itu
Muhammad Zen (2000:69-70) mengemukakan bahwa tugas tutor
selaku pengajar meliputi; (1) sebagai informator, (2) sebagai
organisator, (3) sebagai motivator, (4) sebagai pengarah, (5) sebagai
inisiator, (6) sebagai transmiter, (7) sebagai fasilitator, (8) sebagai
mediator, (9) sebagai evaluator.

Karakteristik Blended e-Learning

Adapun karakteristik dari Blended Learning yaitu:

1. Pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara penyampaian,


model pendidikan, gaya pembelajaran, serta berbagai media
berbasis teknologi yang beragam.
2. Sebagai sebuah kombinasi pendidikan langsung (face to face),
belajar mandiri, dan belajar mandiri via online.
3. Pembelajaran yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara
penyampaian, cara mengajar dan gaya pembelajaran.
4. Pendidik dan orangtua peserta didikmemiliki peran yang sama
penting, pendidik sebagai fasilitator, dan orangtua sebagai
pendukung.

Tujuan Blended Learning

1. Membantu pendidik untuk berkembang lebih baik di dalam proses


belajar, sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar.
2. Menyediakan peluang yang praktis realistis bagi guru dan pendidik
untuk pembelajaran secara mandiri, bermanfaat, dan terus
berkembang
3. Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi pendidik, dengan
menggabungkan aspek terbaik dari tatap muka dan instruksi online.
Kelas tatap muka dapat digunakan untuk melibatkan para siswa
dalam pengalaman interaktif. Sedangkan kelas online memberikan
pendidik, sedangkan porsi online memberikan para siswa dengan
konten multimedia yang kaya akan pengetahuan pada setiap saat,
dan di mana saja selama Pendidik memiliki akses internet.

C.        PROSES
BELAJAR/ SINTAKS
Secara mendasar terdapat tiga tahapan dasar dalam model blended
learningyang mengacu pembelajaran berbasis ICT, seperti yang
diusulkan oleh Grant Ramsay (dalam Tao, 2011), yakni: (1) seeking
of information, (2) acquisition of information, dan (3) synthesizing of
knowledge.

Tahapan seeking of information, mencakup pencarian informasi dari


berbagai sumber informasi yang tersedia di TIK, memilih secara kritis
diantara sumber penyedia informasi dengan berpatokan
pada content of relevantion, content of validity/releability, dan
academic clarity. Pengajar berperan sebagai pakar yang dapat
memberikan masukan dan nasehat guna membatasi pebelajar  dari
tumpukan informasi potensial dalam TIK.

Pada tahapan acquisition of information, pelajar secara individual


maupun dalam kelompok kooperatif –  kolaboratif berupaya untuk
menemukan, memahami, serta mengkonfrontasikannya dengan ide
atau gagasan yang telah ada dalam pikiran pelajar, kemudian
menginterprestasikan informasi/pengetahuan dari berbagai sumber
yang tersedia, sampai mereka mampu kembali mengkomunikasikan
dan menginterpretasikan ide-ide dan hasil interprestasinya
menggunakan fasilitas TIK.

Tahap terakhir pembelajaran berbasis TIK adalah tahap synthesizing


of knowledge adalah mengkonstruksi/merekonstruksi pengetahuan
melalui proses asimilasi dan akomodasi bertolak dari hasil analisis,
diskusi dan perumusan kesimpulan dari informasi yang diperoleh.

Sintaks Model Blended Learning

Sintak Peran Guru

(1) (2)

Fase: seeking of information          Guru menyampaikan kompetensi


dan tujuan pembelajaran untuk
Pencarian informasi dari menginisiasi kesiapan belajar siswa
berbagai sumber informasi yang sekaligus mempersiapkan siswa dalam
tersedia  di TIK (online), buku, proses eksplorasi materi yang relevan
maupun penyampaian melalui kegiatan pembelajaran tatap
melalui  face to face  di kelas muka (face to face) di kelas maupun
pembelajaran dengan suplemen
TIK(online). Kegiatan eksplorasi materi
dapat dilakukan secara individual
maupun kelompok
         Guru memfasilitasi, membantu,
dan mengawasi siswa dalam proses
eksplorasi materi, sehingga informasi
yang diperoleh tetap relevan dengan
topik yang sedang dibahas, serta
diyakini validitas/reliabilitas dan  
akuntabilitas akademiknya.

         Guru membimbing siswa


mengerjakan LKS  dalam diskusi
kelompok untuk menginventarisasi
informasi, menginterpretasi dan
mengelaborasi konsep materi menuju
pemahaman terhadap topik yang
sedang dibelajarkan.
         Guru mengkonfrontasi  ide atau
gagasan yang telah ada dalam pikiran
siswa dengan hasil interprestasi
informasi/pengetahuan dari berbagai
sumber yang tersedia.

         Guru mendorong dan


Fase: acquisition of information memfasilitasi siswa untuk
Menginterprestasi dan mengkomunikasikan hasil interprestasi
mengelaborasi informasi secara dan elaborasi ide-ide secara tatap muka
personal maupun komunal (face to face) maupun  menggunakan
fasilitas TIK (online), secara kelompok
maupun personal.

         Guru men-scaffolding siswa


dalam mengerjakan soal-soal baik
secara personal maupun dalam
kelompok

         Guru menugaskan siswa untuk


mengelaborasi penguasaan materi
melalui pemberian soal-soal yang
bersifat terbuka dan kaya (open-rich
problem).
         Guru menjustifikasi hasil
eksplorasi dan akuisasi materi secara
akademik, dan bersama-sama siswa
menyimpulkan materi yang
Fase: synthesizing of knowledge dibelajarkan.
Merekonstruksi pengetahuan          Guru membantu siswa
melalui proses asimilasi dan mensintesis pengetahuan dalam
akomodasi bertolak dari hasil struktur kognitifnya
analisis, diskusi dan perumusan
kesimpulan dari informasi yang          Guru mendampingi siswa dalam
diperoleh mengkonstruksi/merekonstruksi materi
melalui proses akomodasi dan asimilasi 
bertolak dari hasil analisis, diskusi dan
perumusan kesimpulan terhadap materi
yang dibelajarkan

(Diadaptasi dari Grant,20

3.       KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

KELEBIHAN

Velle (2001) mengemukakan beberapa keuntungan pengintegrasian 


TIK dalam pembelajaran, yaitu:

4. Pebelajar lebih termotivasi belajar dengan dukungan TIK.


5. Aktivitas dan keterlibatan belajar lebih tinggi karena TIK lebih
interaktif dan menantang.
6. ICT menyediakan potensi sumber informasi yang sangat luas,
7. Dapat memvisualisasikan model kompleks sehingga memudahkan
pemahaman.
8. Dapat melakukan tugas berulang secara cepat dan akurat.
9. Proses belajar dapat melampaui ruang dan waktu.
10. Dapat menampilkan rancangan pembelajaran yang lebih
kreatif, interaktif dan inovatif. Hal ini didukung oleh beberapa hasil
penelitian yang menunjukkan efektivitas pemanfaatan TIK dalam
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran.

Mardana (2004) dan Suwindra (2004) menemukan bahwa


pemanfaatan komputer sebagai inovasi teknologi pembelajaran
dengan pemodelan simulasi secara signifikan dapat meningkatkan
hasil belajar dan literasi komputer siswa. Petunjuk tentang manfaat
penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak
jauh (Elangoan, 1999; Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini,
1997), antara lain. Pertama, Tersedianya fasilitas e-moderating di
mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui
fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan
berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat
dan waktu. Kedua, Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar
atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet,
sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan
ajar dipelajari. Ketiga, Siswa dapat belajar atau me-review bahan
ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan
ajar tersimpan di komputer. Keempat, Bila siswa memerlukan
tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang
dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih
mudah. Kelima, Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi
melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang
banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang
lebih luas. Keenam, Berubahnya peran siswa dari yang biasanya
pasif menjadi aktif. Ketujuh, Relatif lebih efisien, misalnya bagi
mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah
konvensional.

 
KEKURANGAN

Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau


e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai
kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), antara lain. Pertama, Kurangnya
interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri.
Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values
dalam proses belajar dan mengajar. Kedua, Kecenderungan
mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya
mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. Ketiga, Proses
belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada
pendidikan. Keempat, Berubahnya peran guru dari yang semula
menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut
mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan
ICT. Kelima, Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang
tinggi cenderung gagal. Keenam, Tidak semua tempat tersedia
fasilitas internet. Ketujuh, Kurangnya tenaga yang mengetahui dan
memiliki ketrampilan internet. Kedelapan, Kurangnya penguasaan
bahasa komputer.

Kekurangan Blended Learning secara umum:

1. Media yang dibutuhkan sangat beragam, sehingga sulit diterapkan


apabila sarana dan prasarana tidak mendukung.
2. Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan
akses internet. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap
penggunaan teknologi
3. Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan
akses internet

 
4.   BIDANG/ MUATAN
PEMBELAJARAN/
MATERI YANG SESUAI
Penerapan Blended Learning dalam pendidikan dasar dan berbeda
dengan Blended Learning di Perguruan Tinggi. Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan pendekatanan dan metode pendidikan terutama
di perguruan tinggi yang melaksanakan pendidikan jarak jauh.

Terkait pendapat Haughey tentang pengembangan sistem


pembelajaran berbasis internet yakni ; Web Course, Web Centric
Course dan Web Enhanced Course, penulis merasa bahwa Web
Enhanced Course lah yang paling cocok diterapkan dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah dasar, dimana guru dan siswa
memanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas
pembelajaran yang dilakukan di kelas  tanpa meninggalkan kegiatan
tatap muka. Hal ini berarti guru melakukan pembelajaran tatap muka
dengan melibatkan kegiatan siswa yang memanfaatkan bahan-
bahan yang tersedia di internet misalnya film, animasi, game dan
sebagainya. Kegiatan siswa dan guru melakukan akses internet
dilakukan misalnya ketika berdiskusi, siswa dapat mencari bahan-
bahan di internet dan mempresentasikannya di kelas.

Penulis merasa muatan pelajaran apapun cocok untuk diintegrasikan


dengan model pembelajaran blanded learning, karena siswa bias
mendapat informasi tambahan dan penguatan konsep dari materi
baik yang disajikan guru, tersedia pada buku maupun lingkungan
sekolah.

Penulis mengambil contoh dalam muatan IPA tentang pertumbuhan


tanaman, proses menstruasi, selain dari informasi di buku siswa
dapat mendapatkan memahami prosesnya dari video-video yang
tersedia di internet, sehingga pemahaman siswa akan lebih kuat dan
peran guru selanjutnya untuk menegaskan kembali pengetahuan
siswa tersebut.

Dalam muatan IPS, siswa bisa mengamati langsung bagaimana


proses terjadinya gempa, terbentuknya magma, siklus air dan
berbagai macam peristiwa alam yang tidak bisa diamati secara detail
dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam muatan SBDP, siswa bisa mempelajari bagaimana cara


membuat kerajinan tangan dari tutorial video dan mempelajari lagu
daerah dan lagu nasional dengan mengikuti alunan irama pada video
di internet.

Itu hanya sekilas beberapa contoh, bahwa betapa fleksiblenya model


pembelajaran blended learning ketika diintegrasikan kedalam
berbagai muatan pelajaran. Serta dengan penerapan blended
learning, mampu menyajikan sesuatu yang abstrak menjadi lebih
konkret yang lebih mudah untuk diingat dan dipahami, serta mampu
merubah kegiatan pembelajaran konvensional menjadi lebih
menyenangkan bagi siswa dan guru sendiri

You might also like