Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/273766156

Pendekatan Ergonomi dalam Bidang Keteknikan Pertanian: Peran Pentingnya


untuk Kesuksesan Transfer Teknologi dan Revitalisasi Pertanian Indonesia

Conference Paper · October 2006

CITATION READS

1 7,227

1 author:

M. Faiz Syuaib
Bogor Agricultural University
47 PUBLICATIONS   226 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Seminar Paper View project

All content following this page was uploaded by M. Faiz Syuaib on 20 March 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Pendekatan Ergonomi dalam Bidang Keteknikan Pertanian:
Peran Pentingnya untuk Kesuksesan Transfer Teknologi dan Revitalisasi
Pertanian Indonesia 1

2
M. Faiz Syuaib
Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Po. Box 220, Bogor 16002, INDONESIA. Telp./Fax: (0251)623026, e-mail: faizs@ipb.ac.id

Abstrak

Dengan kekayaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki, pertanian
merupakan salah satu potensi dan peluang terbesar untuk pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sementara pertanian di banyak negara telah
mencapai kemajuan teknologi yang sedemikian pesat, pekerjaan pertanian di Indonesia
umumnya masih dilakukan secara sangat sederhana dengan mengandalkan tenaga
manusia dan hewan, sangat tergantung pada kondisi alam, serta penggunaan peralatan
dan manajemen tradisional. Mengingat berbagai kelebihan dan potensi alam yang dimiliki,
produktivitas pertanian di Indonesia tergolong masih rendah.

Introduksi berbagai jenis alat dan mesin serta teknologi lainnya di dunia pertanian telah
memberi kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan produktifitas. Walupun
demikian, perubahan atau modernisasi teknologi apabila tidak disertai dengan
perencanaan dan pendekatan yang tepat justru dapat menimbulkan resiko baru yang
kontra produktif, seperti misalnya resiko kecelakaan akibat pengunaan alat dan mesin
pertanian, resiko kesehatan karena penggunaan material ataupun input produksi tertentu,
perubahan ataupun destabilisasi ekosistem, degradasi lingkungan, dll. Untuk itu,
intervensi ergonomi dapat memberi kontribusi yang signifikan dalam kaitannya dengan
desain, perencanaan, pengelolaan, pelatihan dan pendidikan agar alih teknologi di bidang
pertanian dapat berjalan dengan sukses dan efektif serta berdampak positif yang
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan manusia.

1
Makalah Kunci pada Seminar Nasional Ergonomi & Kongres Perhimpunan Ergonomi Indonesia (PEI) di
Universitas Trisakti, Jakarta. 21-22 November 2006.
2
Staf Dosen, Komisi Riset & Kerjasama di Departemen Teknik Pertanian, IPB
Sekretaris Umum DPP Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia (PERTETA)

1
Pendahuluan
Pertanian merupakan tulang punggung bagi sebaian besar negara di Asia Pasifik, termasuk
Indonesia. Pertanian merupakan mata pencaharian dan gantungan hidup tidak kurang dari
50% penduduk Asia. Populasi Asia adalah 2/3 dari total populasi dunia dengan
pertumbuhan yang masih relatif tinggi positif (rata-rata Asia = 1.8%/tahun, Indonesia =
1.45%/tahun). Sementara itu pertumbuhan produksi pangan di kebanyakan negara Asia
(termasuk Indonesia) cenderung stagnan. Oleh karena itu, produktivitas sektor pertanian
harus terus ditingkatkan guna mengejar kebutuhan yang terus meningkat. Disamping
masalah pangan, permasalahan krisis energi, degradasi lingkungan dan kemiskinan
semakin mengemuka akhir-akhir ini, baik di tanah air maupun di banyak negara lainnya di
dunia, berimplikasi terhadap semakin pentingnya pengembangan sektor pertanian dalam
perekonomian maupun pembangunan, di masa kini maupun masa yang akan datang.

Memasuki milenium ketiga ini, sektor pertanian akan menghadapi berbagai tantangan yang
semakin kompleks dan dinamis. Menghadapi era pasar bebas dewasa ini, kita dihadapkan
pada era boderless world di mana persaingan global akan semakin ketat dan terbuka.
Efisiensi, produktivitas, kualitas serta kontinuitas proses produksi dan distribusi menjadi
suatu keharusan agar sektor pertanian dapat bersaing secara cerdas dengan negara-negara
lain di dunia, dan untuk itu, maka teknologi dan manajemen adalah kata kuncinya.

Perkembangan pesat di bidang teknologi dan ekonomi di banyak negara di dunia dewasa
ini berdampak sangat luas terhadap perkembangan dunia pertanian. Ketimpangan
pertumbuhan ekonomi di sisi lain, telah pula menyebabkan kesenjangan yang semakin
lebar antara kondisi pertanian di suatu wilayah ataupun negara dengan yang lainnya. Untuk
memperkecil kesenjangan tersebut, telah banyak ditempuh upaya-upaya transfer teknologi
dari negara-negara yang lebih maju ke negara-negara yang masih berkembang. Ironisnya,
tidak sedikit upaya-upaya transfer teknologi tersebut yang berakhir dengan kegagalan,
terutama yang berkaitan dengan alat atau mesin pertanian.

Introduksi berbagai jenis alat dan mesin serta teknologi lainnya di dunia pertanian telah
memberi kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan produktifitas. Walupun
demikian, perubahan atau modernisasi teknologi apabila tidak disertai dengan perencanaan
dan pendekatan yang tepat justru dapat menimbulkan resiko baru yang kontra produktif,
seperti misalnya resiko kecelakaan akibat pengunaan alat dan mesin pertanian, resiko
kesehatan karena penggunaan material ataupun input produksi tertentu, perubahan ataupun
destabilisasi ekosistem, degradasi lingkungan, dll. Untuk itu, intervensi ergonomi dapat
memberi kontribusi yang signifikan dalam bentuk pendidikan, perencanaan maupun
implementasi agar alih teknologi di bidang pertanian dapat berjalan dengan sukses dan
efektif serta berdampak yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan manusia.

2
Sekilas Tentang Kondisi dan Potensi Pertanian di Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara terkaya di dunia ditinjau dari sisi keanekaragaman
hayati maupun bio-fisiknya. Luas wilayah Indonesia hanya meliputi sekitar 1.3% luas
permukaan bumi, tetapi Indonesia adalah tempat hidup bagi 10% dari jenis species
tanaman di dunia, 12% species mamalia, 16% species reptil dan amphibi, 17% species
burung dan 25% species ikan yang ada di dunia (FAO).

Dari sekitar 192 juta ha wilayah darat Indonesia, sekitar 62 juta ha diantaranya berpotensi
sebagai areal pertanian. Wilayah daratan Indonesia dapat dikelompokkan atas beberapa
jenis tata guna sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan jenis tanah, curah hujan
dan panjangnya masa tanam, wilayah Indonesia dapat digolongkan dalam 5 zona
agro-ekologi, yaitu (1) zona lahan kering dengan iklim kering, (2) zona lahan kering
dengan iklim basah, (3) zona beririgasi, (4) zona pasang surut, dan (5) zona dataran tinggi
atau pegunungan. Lahan kering dan iklim basah adalah kondisi agro-ekologi yang paling
dominan di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan lahan kering dengan iklim kering
terletak di hampir seluruh wilayah Nusa Tenggara, sebagian besar Pulau Madura dan
sebagian besar wilayah pesisir Jawa Timur. Daerah pesisir Timur Sumatera, pesisir Selatan
dan Barat Kalimantan serta sebagian besar pesisir Papua didomonasi oleh areal pasar surut.

Table 1. Estimasi tata guna lahan di Indonesia


No Type of Land Utilization Area (x 1000 ha.) % of total land area
1 Permanent Forest 115,763 60.2
2 Wood land/agro-forestry 10,240 5.3
3 Estate plantation 18,327 9.5
4 Dry-land (upland & garden) 15,585 8.1
5 Temporary fallow land 10,194 5.3
6 Wetland (rice field) 8,400 4.4
7 Housing/settlement 5,686 3.0
8 Swamp/marsh-land 4,755 2.5
9 Grassland/meadows 2,393 1.2
10 Pond & Dike 914 0.4
TOTAL LAND AREA 192,257 100.0
Data: diolah dari sumber BPS (2003)
Sistem bercocok-tanam yang ada di Indonesia sangat bervariasi menurut jenis ekosistem
dan komoditasnya. Pada dasarnya sistem pertanian di Indonesia dapat dikelompokkan
dalam 4 jenis, yaitu: (1) sawah (lahan basah), (2) ladang/tegalan (lahan kering), (3)
perkebunan (tanaman industri), dan (4) agro-forestry. Sawah dan tegalan adalah sistem
yang dominan dilakukan oleh petani perorangan (keluarga), sedangkan perkebunan dan
agro-forestry umumnya dikelola oleh perusahan agro-industri terkait. Pertanian perorangan
umumnya bersifat subsisten (non atau semi-komersial), sedangkan pertanian komersial

3
umumnya dikelola dalam bentuk sistem agro-industri di bawah pengelolaan ataupun
kepemilikan suatu perusahaan. Padi, palawija dan hortikultur adalah jenis komoditas yang
umumnya ditanam oleh petani perorangan; sedangkan sawit, karet, kelapa, kakao, kopi,
tebu, dan teh adalah beberapa komoditas utama sub-sektor perkebunan di Indonesia.

Sementara pertanian di banyak negara telah mencapai kemajuan teknoloi yang sedemikian
pesat, pekerjaan pertanian di Indonesia umumnya masih dilakukan secara sangat sederhana
dengan mengandalkan tenaga manusia dan hewan, sangat tergantung pada kondisi alam,
serta penggunaan peralatan dan manajemen tradisional. Sebagaimana umumnya pertanian
tradisional di negara-negara berkembang lainnya, masalah penting dalam pertanian di
Indonesia adalah ketidak-mampuan dalam mengelola kuantitas, kualiatas dan kontinuitas
produksi secara optimal dan konsisten. Dunia pertanian sangatlah bersifat seasonal, oleh
karena itu akivitas-aktivitas pertanian seharusnya dikelola secara baik serta dilakukan
secara tepat waktu agar diperoleh hasil yang optimal dan konsisten.

Manusia dan hewan masih menjadi sumber tenaga utama untuk aktivitas pertanian primer
di Indonesia. Mekanisasi masih merupakan hal yang “mewah” bagi sebagian besar petani
di sebagian besar wilayah Indonesia. Meskipun demikian, mekanisasi dalam arti terbatas
(penggunaan traktor tangan untuk pengolahan lahan, thresser dan penggiling padi untuk
paspapanen) sudah umum digunakan di beberapa sentra pertanian di Indonesia. Sedangkan
alat dan mesin pertanian berskala besar hanya dapat ditemui di areal-areal perkebunan
komersial di tanah air. Sebagai gambaran umum berdasarkan data resmi BPS, Tabel 2
menunjukkan jenis dan jumlah beberapa macam mesin pertanian yang digunakan petani di
Indonesia dewasa ini. Berdasarkan perhitungan kasar, fakta ini menunjukkan bahwa
tingkat aplikasi mekanisasi di Indonesia adalah tidak lebih dari 20%, atau dengan kata lain
bahwa 80% aktivitas pertanian di Indonesia dilakukan secara manual. Sebagai ilustrasi,
Gambar 1 menunjukkan beberapa aktivitas on-farm di Indonesia (Jawa khususnya).

Table 2. Beberapa jenis mesin pertanian dan kapasitas penggunaannya di Indonesia


Jenis Mesin Unit di seluruh Kapasitas rataan per Kapasitas kerja Total Covering Area
Indonesia unit (jam/musim) (juta ha/musim)
Hand Tractor (2W) 103,446 0.03-0.05 ha/jam 400 - 500 1.2 – 2.0
4W Tractor 4,017 0.06-0.12 ha/jam 400 - 800 0.15 – 0.25
Hand Sprayer 1,546,765 0.10-0.12 ha/jam 105 15 – 17
Power Sprayer 35,890 0.20-0.25 ha/jam 105 0.7 – 0.9
Pedal Thresher 313,732 0.07-0.10 ton/jam 180 0.9 – 1.2
Power Thresher 33,926 0.6-0.8 ton/jam 200 1 – 1.3
Rice Dryer 3,902 0.2 – 0.3 ton/jam 300 0.05 – 0.08
Rice Milling Unit 46,123 0.3 – 0.4 ton/jam 500 1.5 – 2.0
Data: diolah dari sumber BPS (2003)

4
Pengolahan lahan (tenaga hewan atau traktor tangan)

Penanaman (manual)
Crop maintenance

Pemeliharaan (manual)
Crop maintenance

Pemanenan (manual)
Crop maintenance

Pascapanen (manual atau mekanis)


GambarCrop
2. Beberapa ilustrasi aktivitas pertanian on-farm di Indonesia
maintenance

Dibandingkan dengan beberapa negara lain di Asia, tingkat aplikasi dan perkembangan
teknologi pertanian di Indonesia saat ini relatif tertinggal. Salah satu indikator penting
kemajuan teknologi di bidang usaha tani adalah dari aspek penggunaan sumber tenaga
modern, yaitu traktor pertanian. Gambar 3 menunjukkan tren perkembangan pengunaan

5
traktor dan thresser (mesin perontok padi) di Indonesia, dan Tabel 3 menunjukkan rasio
jumlah petani terhadap total populasi dan rasio jumlah traktor terhadap jumlah petani di
Indonesia serta beberapa negara lain di Asia.

Table 3. Rasio jumlah petani/penduduk dan rasio penggunaan traktor/petani di


beberapa negara Asia
No Negara Total Populasi Jumlah Rasio Rasio
Penduduk Petani Traktor Petani/Penduduk Traktor/Petani
(x1000 orang) (x1000 orang) (unit)
1 Japan 127.800 2.172 2.028.000 0,02 0,9337
2 Korea 47.951 1.944 211.576 0,04 0,1088
3 Malaysia 24.876 1.740 43.300 0,07 0,0249
4 Pakistan 157.315 26.682 320.500 0,17 0,0120
5 Thailand 63.465 20.185 220.000 0,32 0,0109
6 India 1.081.229 276.687 2.528.122 0,26 0,0091
7 Vietnam 82.377 28.936 163.000 0,35 0,0056
8 China 1.320.892 510.010 995.421 0,39 0,0020
9 Indonesia 222.611 50.531 94.582 0,23 0,0019
10 Philippines 81.408 12.942 11.500 0,16 0,0009
11 Bangladesh 149.664 39.723 5.530 0,27 0,0001
Data: diolah dari sumber FAOSTAT (2005)

120 360 Thresser (x1000 unit)


Tractor (x1000 unit)

Tractor in Use

100 Thresser in Use 300

80 240

60 180

40 120

20 60

0 0
1961 '65 '70 '75 '80 '85 '90 '95 '00 '03
Year

Gambar 3. Tren perkembangan jumlah tractor dan thresser di Indonesia

Dari Tabel 3 jelas terlihat bahwa, walaupun rasio jumlah petani di Indonesia relatif rendah
(yaitu 23% dan berturut-turut berada di bawah China, Vietnam, Thailand, Bangladesh dan
India), tingkat substitusi tenaga pertanian – yang diindikasikan dengan rasio jumlah
traktor/petani – di Indonesia masih sangat rendah dibanding dengan beberapa negara Asia
lainnya. Rata-rata jumlah traktor di Indonesia adalah 19 unit per 10.000 petani, jauh berada
di bawah sebagian besar negara tetangga kita. Di Jepang, sebagai negara yang paling maju
di Asia, rasio jumlah traktor/petani mendekati 1, sedangkan di Korea sekitar 1/10,
6
Malaysia ¼, Thailand 1/100 dan Vietnam 6/1000. Dengan kata lain, rasio relatif jumlah
penggunaan traktor di Vietnam adalah 3 kali, Thailand 5 kali, Malaysia 13 kali, Korea 50
kali dan Jepang 10.000 kali lebih banyak dibanding Indonesia.

Dilihat dari berbagai potensi yang dimiliki Indonesia, baik itu sumberdaya alam,
sumberdaya hayati, sumberdaya manusia, dan lain sebagainya, apabila dikelola dan
dikembangkan dengan benar pertanian seharusnya dapat mendatangkan hasil yang cukup
menjanjikan dan dapat menjadi tulang punggung ekonomi dan kesejahteraan bangsa.
Secara umum, satu diantara beberapa masalah yang paling mendasar pada pertanian di
Indonesia adalah masalah rendahnya efisiensi dan produktivitas, baik teknis maupun
ekonomis, khususnya di sub-sektor hulu. Rendahnya efisiensi dan produktivitas berarti
rendahnya pendapatan. Selanjutnya, rendahnya pendapatan akan berimplikasi terhadap
rendahnya kemampuan untuk mengembangkan usaha, demikian seterusnya yang pada
akhirnya akan mengarah pada terbentuknya “siklus kemiskinan dan degradasi
produktivitas”sebagaimana diilustrasikan pada lihat Gambar 4.

Low Yield

Low
Productivity Low Income

Low Working Low Purchasing


Capacity Ability

Poor Food
Poor Clothing
Deseases and Poor Education
Accidents Poor Housing
Poor Health
Poor Technology
etc

Gambar 4. Siklus ”kemiskinan dan degradasi produktivitas”

Dibanding dengan pekerja-pekerja di sektor lainnya, pekerja di sektor pertanian relatif


berpenghasilan rendah dan beresiko tinggi. Apabila para pekerja di sektor industri
umumnya dilengkapi dengan perlindungan asuransi ataupun jaminan ketenagakerjaan,
pekerja-pekerja di sektor pertanian umumnya tidak demikian. Tidak ada jaminan
penghasilan bagi petani di Indonesia. Apabila panen gagal tidak ada jaminan apalagi
asuransi yang dapat mengompensasinya. Sebaliknya apabila panen melimpah, umumnya
harga akan seketika turun secara drastis sehingga tidak memberikan peningkatan

7
penghasilan secara signifikan, bahkan kadang lebih merugi. Karena rendahnya penghasilan
dan tingginya resiko dibanding lapangan kerja lainnya, maka apabila ada kesempatan
umumnya tenaga kerja di sektor pertanian akan berpindah ke sektor lain sehingga dari
tahun ke tahun jumlah relatif tenaga kerja di sektor pertanian cenderung menurun.

Sebagaimana yang terlihat di Gambar 5, tren rasio tenaga kerja di sektor pertanian
menunjukkan kecenderungan menurun dari tahun ke tahun. Apabila di dekade 60-an
tenaga kerja di sektor pertanian mencapai sekitar 75% dari total tenaga kerja yang ada,
maka pada dekade 2000-an ini tenaga kerja di sektor pertanian hanya sekitar 40% dari total
tenagakerja yang ada. Sedangkan rasio tenaga kerja wanita dan pria naik dari sekitar 1:3
ditahun 60-an menjadi 3:4 di tahun 2000-an. Tren ketenaga-kerjaan sektor pertanian di
Indonesia disajikan pada Gambar 5 di bawah.

250 Ratio of Agric population by total population


Total Population
(million) people

Total Economically Active Population


Ratio of Economically active population by total population
Ratio of Economically active in agriculture by total population
Total Economically Active in Agriculture 80%
200 Ratio of Female economically active population in agric
Female Economically Active in Agriculture
70%

150 60%
50%

100 40%
30%
50 20%
10%
0 0%
1961 '65 '70 '75 '80 '85 '90 '95 '00 '04
1961 '65 '70 '75 '80 '85 '90 '95 '00 '04
Year
Year

Gambar 5. Tren ketenaga-kerjaan di sektor pertanian di Indonesia

Peran Ergonomi dalam Transfer Teknologi di Bidang Pertanian


Pertanian dalam arti yang sebenarnya tidak hanya meliputi kegiatan ”cocok tanam”, tetapi
juga mencakup banyak aktivitas lainnya seperti pengolahan lahan, irigasi, pengendalian
hama & penyakit, penangananan dan pengolahan hasil, pengemasan, penyimpanan,
transportasi. Hal yang menarik apabila berurusan dengan dunia pertanian adalah
kompleksitas dan heterogenitas dari sektor pertanian itu sendiri. Kondisi spesifik dunia
pertanian sangatlah bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya, antara satu
negara dengan negara lainnya, antara daerah maju dan daerah berkembang, antara sistem
pertanian modern yang bermekanisasi di perkebunan yang sangat luas dengan pertanian
tradisional dengan lahan yang sangat sempit di masyarakat pedesaan.

Suatu agro system (sistem pertanian) harus dipahami sebagai suatu kesatuan sistem yang
terbangun dari beberapa sub-sistem yang saling terkait dan mendukung satu sama lainnya.
Secara umum dapat didefinisikan bahwa suatu agro system yang efektif harus dibangun

8
atas empat sub-sistem, yaitu: on-farm, off-farm, processing industry dan suporting industry.
Keberhasilan ataupun produktivitas suatu agro system sangat ditentukan oleh kelima faktor
penggeraknya, (1) Faktor Manusia, (2) Faktor Fisik (teknis), (3) Faktor Hayati, (4) Faktor
Alam (bio-fisik), dan (5) Faktor Sosial.

Ergonomi sebagai suatu disiplin ilmu yang berkaitan dengan interaksi antara manusia
terhadap sistem dan lingkungan kerjanya, dapat mengambil peran yang sangat penting
dalam kaitannya dengan pemilihan, diseminasi dan implementasi teknologi. Riset dan
aplikasi ergonomi umumnya lebih terfokus pada sektor industri, dan masih sangat sedikit
yang berkaitan dengan sektor pertanian secara umum – apalagi yang menyangkut petani
skala kecil. Banyak hal yang dapat dilakukan melalui intervensi ergonomi guna
memperbaiki kinerja suatu sistem pertanian (agro system), khususnya di Indonesia. Salah
satu masalah paling fundamental untuk memperbaiki kinerja pertanian di Indonesia adalah
transfer teknologi, dan setiap masalah yang berkaitan dengan transfer teknologi berarti
mempunyai implikasi ergonomi.

Intervensi Faktor Manusia (fisik, fisiologis, Intervensi


Ergonomi psikologis, organisasi, dll)
Ergonomi

Faktor fisik/teknis: (alat, Agro


Faktor sosial (edukasi, kultur,
mesin, input produksi, ekonomi, politik, dll)
System
bangunan, dll)

Faktor hayati (flora Faktor alam/bio-fisik


& fauna) (lahan, air, udara)

Gambar 6. Skema intervensi ergonomi dalam agro system

Sebagian besar teknologi baru (khususnya yang berkaitan dengan alat dan mesin) yang
diaplikasikan di Indonesia umumnya berasal dari negara lain (negara maju), di mana
kondisinya sedikit sekali yang sesuai dengan kondisi negara kita, baik dari segi
anthropometri, biomekanik, iklim serta kebiasaan dan budaya kerja. Desain suatu alat yang
dibuat di suatu negara umumnya menggunakan parameter-parameter desain yang sesuai
dengan negara yang bersangkutan. Ketidak-cocokan antara alat/mesin terhadap
penggunanya boleh jadi berimplikasi minor (tidak nyaman, misalnya), tetapi tidak jarang
pula dapat berimplikasi serius (kecelakaan ataupun cidera).

9
Secara umum, beberapa macam intervensi ergonomi yang dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan teknologi di bidang pertanian adalah:

(1) Machine and equipment design (micro ergonomic)


(2) Work organizational and work place design (macro ergonomic)
(3) Technical and skill improvement training (time & motion)
(4) Work health and safety training and implementation (psycho-physiology of work)

Gambar 7 menyajikan beberapa contoh riset dan intervensi ergonomi di bidang pertanian
yang dilakukan di beberapa negara maju (beberapa diantaranya dilakukan oleh penulis
ketika berada di Jepang).

Gambar 7. Beberapa contoh riset dan intervensi ergonomi di bidang pertanian

Kesimpulan

Intervensi ergonomi di bidang pertanian relatif masih baru dan sedikit dibandingkan
dengan di bidang industri. Oleh karena itu, peran dan intervensi ergonomi yang lebih luas
masih sangat dibutuhkan guna meningkatkan efisiensi dan produktivitas di sektor
pertanian.

10
Transfer dan diseminasi teknologi adalah salah satu kebutuhan yang paling krusial untuk
membangun pertanian Indonesia. Oleh karena itu, peran ergonomi sangat dibutuhkan
terutama dalam kaitannya dengan desain, adopsi, adaptasi dan implementasi teknologi
pertanian (terutama alat dan mesin) agar dihasilkan kesesuaian dan efektifitas teknologi
yang bersangkutan terhadap kondisi kerja dan operator di Indonesia.

Manual handling masih mendominasi (lebih dari 80%) aktivitas produksi pertanian di
Indonesia. Oleh karena itu intervensi ergonomi dalam kaitannya dengan pencegahan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) juga sangat dibutuhkan guna memperkecil resiko
cedera dan kecelakaan kerja yang pada akhirnya sangat mempengaruhi produktivitas.

Pustaka

Syuaib, M.F. Ergonomic study on the Process of Mastering Tractor Operation. Dissertation.
Tokyo University of Agriculture and Technology. 2003

Syuaib, M.F. The need of ergonomic consideration for the successful of technology
transfer in agricultural mechanization. The 6th symposium on Agricultural Sciences and
Biochemical Engineering. IASA. Tsukuba, Japan. 2002.

FAOSTAT. http://www.fao.org/faostat/

11

View publication stats

You might also like