Jual Beli Dalam Islam

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 11

JUAL BELI DALAM ISLAM

Di susun
Oleh:
Tri Ermayanti
Devi Indriani

Abstrak
Jual beli artinya salah satu aspek penting pada kehidupan ekonomi serta merupakan bagian integral
berasal sistem ekonomi Islam. pada Islam, jual beli mempunyai hukum-hukum yang diatur pada
prinsip-prinsip syariah yg melibatkan konsep-konsep mirip keadilan, kejujuran, dan saling
menguntungkan. abstrak ini akan membahas beberapa aspek penting pada jual beli dari perspektif
Islam.
Pertama, prinsip keadilan sangat krusial pada jual beli dalam Islam. Jual beli wajib dilakukan
menggunakan adil serta setara antara penjual serta pembeli. Harga barang atau jasa yang
diperdagangkan wajib lumrah dan tak ada manipulasi atau penipuan yg dilakukan oleh keliru satu
pihak. Keadilan jua mencakup hak-hak pembeli dan penjual, mirip hak pembeli untuk menerima barang
yg sesuai menggunakan pelukisan serta hak penjual buat menerima pembayaran yang adil dan tepat
saat.
Kedua, dalam jual beli Islam, prinsip kejujuran sangat penting. Penjual wajib memberikan berita yg
amanah dan lengkap pada pembeli mengenai barang yg dijual, termasuk keadaan barang, kualitas,
dan segala stigma yang ada. Pembeli pula harus amanah pada melakukan pembayaran serta tidak
menahan-nunda pembayaran secara tidak adil. jujur pada jual beli ialah inti berasal nilai-nilai Islam
yang mendorong integritas serta kepercayaan antara penjual serta pembeli.
Ketiga, jual beli pada Islam harus saling menguntungkan bagi ke 2 belah pihak. tidak diperbolehkan
bagi galat satu pihak buat mendapatkan laba yang hiperbola atau merugikan pihak lain secara tidak
adil. Prinsip saling menguntungkan ini juga mengharuskan para pelaku bisnis buat mempertimbangkan
kepentingan rakyat secara umum serta menjaga ekuilibrium ekonomi yang sehat.Selain itu, Islam pula
memberikan pedoman khusus terkait menggunakan jenis-jenis transaksi jual beli yang diperbolehkan
atau tidak diperbolehkan. Beberapa contoh transaksi yg tak diperbolehkan dalam Islam antara lain riba
(bunga), gharar (ketidakpastian yg hiperbola), dan maisir (perjudian). Transaksi semacam ini diklaim
tak adil dan berpotensi merugikan salah satu pihak dalam jual beli.

PENDAHULUAN
Jual beli merupakan sebuah kenyataan ekonomi yg telah ada sejak zaman dahulu kala. dalam
kehidupan sehari-hari, jual beli menjadi keliru satu aktivitas yang tak terpisahkan pada memenuhi
kebutuhan manusia. dalam Islam, jual beli jua sebagai bagian integral berasal kehidupan umat Muslim.
namun, dalam Islam, jual beli tidak hanya diklaim menjadi suatu kegiatan ekonomi semata, melainkan
juga memiliki dimensi moral, etika, serta spiritual yg kuat.Islam menjadi agama yang komprehensif,
memberikan pedoman serta hukum yg jelas terkait jual beli. Ajaran Al-Quran dan Hadis menjadi
sumber utama bagi umat Muslim pada mengatur serta menjalankan jual beli sinkron dengan prinsip-
prinsip syariah. Prinsip-prinsip ini menekankan pentingnya keadilan, etika, kejujuran, serta
keseimbangan dalam setiap transaksi jual beli.Galat satu prinsip utama dalam jual beli pada Islam
adalah prinsip keadilan serta saling menguntungkan (al-'adl wa al-i'thaf). Prinsip ini menekankan
pentingnya adanya kesepakatan yang adil antara penjual serta pembeli, pada mana keduanya saling
menghormati hak serta kewajiban masing-masing. dalam jual beli, tidak boleh ada pihak yg merugikan
pihak lain atau memanfaatkan ketidaktahuan atau kelemahan pihak lain untuk menerima keuntungan
yang tidak masuk akal.
Selain itu, pada jual beli Islam pula mengharamkan praktik riba atau bunga. Riba dianggap menjadi
pendayagunaan ekonomi yg merugikan dan bertentangan menggunakan prinsip keadilan dalam Islam.
pada Islam, transaksi jual beli wajib bersifat halal, yang berarti wajib menghindari praktik riba serta
menjauhkan diri asal segala bentuk spekulasi atau perjudian yang tidak sejalan dengan nilai-nilai
Islam.Prinsip kejujuran serta transparansi jua sebagai landasan penting dalam jual beli dalam Islam.
seseorang penjual dibutuhkan menyampaikan informasi yang jelas serta akurat perihal barang atau
jasa yang ditawarkan, termasuk syarat barang, harga, serta segala gosip penting yang bisa
mempengaruhi keputusan pembeli. Menyembunyikan stigma atau kerusakan yg ada di barang yg dijual
ialah tindakan yg tidak diperbolehkan dalam Islam.
Selain itu, jual beli pada Islam juga memperhatikan aspek sosial serta kemanusiaan. Konsep zakat
pada Islam mengajarkan umat Muslim buat membagi sebagian dari wabah yg diperoleh berasal jual
beli pada mereka yang membutuhkan. Hal ini mencerminkan tanggung jawab sosial serta
kesejahteraan umat Muslim dalam menjalankan aktivitas ekonomi dengan mengikuti prinsip-prinsip ini,
umat Muslim diperlukan bisa menjalankan jual beli yg adil, beretika, serta sinkron menggunakan ajaran
Islam. Jual beli dalam Islam bukan hanya sekadar mencari laba materi, melainkan juga ialah
kesempatan buat mempertinggi korelasi sosial, memperkuat ikatan dengan sesama, dan mendapatkan
keberkahan berasal Allah SWT. dalam pandangan Islam, jual beli yg dilakukan dengan prinsip-prinsip
syariah akan menyampaikan manfaat yg jauh lebih besar baik secara materiil juga spiritual, pada
kehidupan global serta akhirat.

BAHAN DAN METODE

Dalam konteks jual beli pada Islam, bahan dan metode yang digunakan berkaitan dengan aturan dan
prinsip syariah yang mengatur transaksi ekonomi. Berikut artinya beberapa bahan serta metode yang
relevan pada jual beli dalam Islam:
1. Al-Quran
Al-Quran artinya asal primer aturan Islam dan sebagai pedoman dalam menjalankan jual beli
yang sinkron menggunakan prinsip-prinsip Islam. Ayat-ayat Al-Quran memberikan petunjuk
wacana keadilan, kejujuran, dan saling menguntungkan dalam transaksi ekonomi.
2. Hadits
Hadits adalah koleksi ucapan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad SAW. Hadits yg
terkait menggunakan jual beli memberikan penjelasan serta model nyata ihwal praktik jual beli
yang dianjurkan serta yg wajib dihindari.
3. Fiqh
Fiqh ialah ilmu yang menelaah dan menggali hukum Islam dari sumber-Sumbernya. pada
konteks jual beli, fiqh mengkaji serta mengklarifikasi hukum-hukum serta prinsip-prinsip yang
berlaku pada transaksi ekonomi, seperti aturan-hukum ihwal penentuan harga, pembayaran,
serta kepemilikan.
4. Majelis Ulama
Majelis Ulama merupakan badan yang terdiri asal para ulama dan cendekiawan agama yg
mempunyai pengetahuan mendalam perihal syariah. Mereka memberikan fatwa (pendapat
aturan) terkait menggunakan aneka macam masalah jual beli pada Islam serta memberikan
pedoman pada umat Muslim dalam menjalankan transaksi ekonomi yg sinkron menggunakan
syariah.
Perjanjian Jual Beli (Aqd): pada jual beli Islam, krusial untuk memiliki perjanjian jual beli yg sah dan
sinkron dengan syariah. Perjanjian ini harus mencakup rincian barang atau jasa yang diperdagangkan,
harga, syarat-syarat pembayaran, serta hak-hak serta tanggung jawab kedua belah pihak.
Pengetahuan serta Pendidikan: Bagi para pelaku usaha Muslim, penting buat mempunyai pengetahuan
yang memadai perihal prinsip-prinsip jual beli pada Islam. Ini dapat dilakukan melalui studi agama,
menghadiri kelas atau seminar yg berfokus di ekonomi Islam, atau berkonsultasi dengan ahli syariah
yang kompeten.
Metode dalam jual beli dalam Islam ialah menggunakan mengikuti prinsip-prinsip dan aturan yg
disebutkan pada atas. Metode ini melibatkan praktik-praktik mirip penentuan harga yg adil,
menyampaikan gosip yg amanah ihwal barang atau jasa yg diperdagangkan, menjaga integritas dan
kejujuran pada transaksi, dan menghindari praktik-praktik yang dilarang pada Islam seperti riba, gharar,
dan maisir.
dengan menerapkan bahan serta metode ini, para pelaku usaha Muslim dapat menjalankan jual beli yg
sesuai menggunakan prinsip-prinsip Islam dan menjaga integritas dan keadilan pada kegiatan ekonomi
mereka.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. JUAL BELI
Pengertian Jual Beli Jual beli dalam istilah fikih disebut dengan al’bai yang berarti menjual, mengganti,
dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-bai dalam bahasa arab terkadang digunakan
untuk pengertian lawannya, yakni kata asyi-syira’ (beli). Dengan kata lain al-bai berarti jual tetapi
sekaligus juga berarti beli. Jual beli menurut bahasa artinya pertukaran atau saling menukar.
Sedangkan menurut pengertian fikih, jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain
dengan rukun dan syarat tertentu. Jual beli juga dapat diartikan menukar uang dengan barang yang
diinginkan sesuai dengan rukun dan syarat tertentu. Setelah jual beli dilakukan secara sah, barang
yang dijual menjadi milik pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti harga
barang, menjadi milik penjual. Secara etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu
(yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, almubadah, dan at-tijarah. Menurut
terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain:
1. Menurut ulama Hanafiyah: Jual beli adalah “pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan
cara khusus (yang dibolehkan).”
2. Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’: Jual beli adalah “pertukaran harta dengan harta untuk
kepemilikan.”
3. Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mugni: Jual beli adalah “pertukaran harta dengan harta,
untuk saling menjadikan milik.” Pengertian lainnya jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara
penjual (yakni pihak yang menyerahkan/menjual barang) dan pembeli (sebagai pihak yang
membayar/membeli barang yang dijual). Akad bai’ ini dapat di buat sebagai sarana untuk memiliki
barang atau manfaat dari sebuah barang untuk selama-lamanya.
B. Dasar Hukum Jual Beli Jual beli sudah ada sejak dulu, meskipun bentuknya berbeda. Jual beli juga
dibenarkan dan berlaku sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW sampai sekarang. Jual beli
mengalami perkembangan seiring pemikiran dan pemenuhan kebutuhan manusia.
Jual beli yang ada di masyarakat di antaranya adalah:
1. Jual beli barter (tukar menukar barang dengan barang).
2. Money charger (pertukaran mata uang).
3. Jual beli kontan (langsung dibayar tunai).
4. Jual beli dengan cara mengangsur (kredit). Jual beli dengan cara lelang (ditawarkan kepada
masyarakat umum untuk mendapat harga tertinggi).Berbagai macam bentuk jual beli tersebut harus
dilakukan sesuai hukum jual beli dalam agama Islam. Hukum asal jual beli adalah mubah (boleh). Allah
SWT telah menghalalkan praktik jual beli sesuai َ ‫ َو أ َح َّل الَّ ل ُه ْا لَ ب ْي َع‬...:berfirman SWT Allah 275 ayat
Baqarah-al Surah Dalam .Nya-syariat dan ketentuan ‫ب اَرِّ ال َم رَّ َح َو‬... Artinya:“… dan Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Q.S. al-Baqarah: 275).
Riba’ adalah haram dan jual beli adalah halal. Jadi tidak semua akad jual beli adalah haram
sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang berdasarkan ayat ini. Jual beli yang dilakukan tidak
boleh bertentangan dengan syariat agama Islam. Prinsip jual beli dalam Islam, tidak boleh merugikan
salah satu pihak, baik penjual ataupun pembeli. Jual beli harus dilakukan atas dasar suka sama suka,
َ ‫نوا َال َت ْأ ُُك لوا َأ ْم َواَ ل ُك ْم‬: ayat’ Nisa-an surat dalam Allah oleh dijelaskan ini
bukan karena ُ 29 ‫ب َْي ن ُك ْم‬
ِ ‫يا َأ ُّي َها اَّل ِذي َن آ َم ما ً ُك ْمۚ ِإ َّن الَّل َه َكا َن‬
Hal .paksaan َ ‫ب ُك ْم َر ِحي ًة َع ْن َت َرا ٍض ِم ْن ُك ْمۚ َو َال َت ْقُ ُتل وا َأ ْن ُف َس‬
َ ْ
orang-orang Hai“:Artinyaِ ‫ با ل با ِط ِل ِإ َّال َأ ْن َت ُكو َن ِت َجا َر‬yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29) Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda
“sesungguhnya jual beli itu didasarkan atas saling meridai.” (H.R. Ibnu Maajah).
Hukum jual beli ada 4 macam, yaitu:
1. Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli.
2. Wajib, apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang untuk membayar hutang.
3. Sunah, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan barang
yang dijual.
4. Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan. Menjual barang untuk
maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk merusak harga pasar, dan jual beli dengan
tujuan merusak ketenteraman masyarakat. C. Rukun Jual Beli Dalam menetapkan rukun jail beli, di
antara para ulama terjadi perbedaan pendapat, menurut ulama Hanafiah rukun jual beli adalah ijab dan
kabul yang menunjukkan pertukaran barang secara rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Akan
tetapi karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindra sehingga tidak kelihatan,
maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak.
Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama ada empat, yaitu:
1. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli).
2. Ada Shighat (lafal ijab dan qabul).
3. Ada barang yang dibeli.
4. Ada nilai tukar pengganti barang.
Menurut ulama Hanafiyah, orang yang berakad barang yang dibeli, dan nilai tukar barang termasuk ke
dalam syarat-syarat jual beli, bukan rukun jual beli. Jual beli dinyatakan sah apabila memenuhi rukun
dan syarat jual beli. Rukun jual beli berarti sesuatu yang harus ada dalam jual beli. Apabila salah satu
rukun jual beli tidak terpenuhi, maka jual beli tidak dapat dilakukan. Ijab adalah perkataan penjual
dalam menawarkan barang dagangan, misalnya: “Saya jual barang ini seharga Rp5.000,00”.
Sedangkan kabul adalah perkataan pembeli dalam menerima jual beli, misalnya: “Saya beli barang itu
seharga Rp5.000,00”. Imam Nawawi berpendapat, bahwa ijab dan kabul tidak harus diucapkan, tetapi
menurut adat kebiasaan yang sudah berlaku. Hal ini sangat sesuai dengan transaksi jual beli yang
terjadi saat ini di pasar swalayan. Pembeli cukup mengambil barang yang diperlukan kemudian dibawa
ke kasir untuk dibayar. D. Syarat Jual Beli Jual beli dikatakan sah, apabila memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan. Persyaratan itu untuk menghindari timbulnya perselisihan antara penjual dan
pembeli akibat adanya kecurangan dalam jual beli. Bentuk kecurangan dalam jual beli misalnya
dengan mengurangi timbangan, mencampur barang yang berkualitas baik dengan barang yang
berkualitas lebih rendah kemudian dijual dengan harga barang yang berkualitas baik. Rasulullah
Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur tipuan. Oleh karena itu seorang
pedagang dituntut untuk berlaku jujur dalam menjual dagangannya.
Adapun syarat sah jual beli adalah sebagai berikut:
• Berakal.
• Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda, tidak sekaligus menjadi penjual atau pembeli.
• Orang yang mengucapkannya telah balig dan berakal.
• Kabul sesuai dengan ijab.
• Ijab dan kabul dilakukan dalam satu majelis.
• Barang yang dijual ada atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupan
untuk mengadakan barang itu.
• Barang yang di jual memiliki manfaat.
• Barang yang dijual adalah milik penjual atau milik orang lain yang dipercayakan kepadanya untuk
dijual.
• Barang yang dijual dapat diserahterimakan sehingga tidak terjadi penipuan dalam jual beli.
• Barang yang dijual dapat diketahui dengan jelas baik ukuran, bentuk, sifat dan bentuknya oleh
penjual dan pembeli. Termasuk unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang yang di
jual (untuk zaman sekarang adalah uang). Ijab adalah pernyataan penjual barang sedangkan Kabul
adalah perkataan pembeli barang. Dengan demikian, ijab kabul merupakan kesepakatan antara
penjual dan pembeli atas dasar suka sama suka.
Ijab dan kabul dikatakan sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
• Kabul harus sesuai dengan ijab.
• Ada kesepakatan antara ijab dengan kabul pada barang yang ditentukan mengenai ukuran dan
harganya.
• Akad tidak dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan akad, misalnya: “Buku ini
akan saya jual kepadamu Rp10.000,00 jika saya menemukan uang”.
• Akad tidak boleh berselang lama, karena hal itu masih berupa janji. E. Bentuk-bentuk Jual Beli Ulama
Hanafiyah membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjadi tiga bentuk, yaitu: Dikatakan sahih
apabila jual beli ini disyariatkan, memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan, bukan milik orang lain,
tidak tergantung pada hak khiyar lagi.
Jual beli yang diperbolehkan dalam Islam adalah:
• Telah memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli.
• Jenis barang yang dijual halal.
• Jenis barangnya suci.
• Barang yang dijual memiliki manfaat.
• Atas dasar suka sama suka bukan karena paksaan.
• Saling menguntungkan. Dikatakan batal apabila salah satu rukun atau sepenuhnya tidak terpenuhi.
Atau jual beli itu pada dasar da n sifatnya tidak di syariatkan, seperti jual beli yang dilakukan anak-
anak, orang gila, atau barang yang di jual itu adalah barang-barang yang diharamkan syara’, seperti
babi, bangkai, dan khamer. Adapun bentuk-bentuk jual beli yang terlarang dalam agama Islam karena
merugikan masyarakat di antaranya sebagai berikut: a. Jual beli sesuatu yang tidak ada Para ulama
fikih sepakan menyatakan jual beli ini tidak sah/batil. Misalnya, memperjual belikan buah-buahan yang
putiknya pun belum muncul dipohonnya atau anak sapi yang belum ada sekalipun diperut ibunya telah
ada. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu
Daud, Ahmad Ibnu Hambal, An-Nasai, dan At-Tirmidzi. Akan tetapi, Ibnu Qayyim al-Zauziyyah (691-751
H/1292-1350 M), pakar fikih Hanbali, mengatakan bahwa jualbeli yang barangnya tidak ada waktu
berlangsungnya akad, tetapi diyakini akan ada di masa yang akan datang sesuai dengan
kebiasaannya, boleh diperjualbelikan dan hukumnya sah, alasannya karena tidak dijumpai di dalam al-
Quran dan as-Sunnah larangan terhadap jual beli seperti ini. Yang ada dan dilarang dalam sunnah
Rasulullah SAW., menurutnya adalah jual beli tipuan (ba’I al-gharar). Memperjual belikan sesuatu yang
diyakini ada pada masa yang akan datang, menurutnya tidak termasuk jual beli tipuan. Seperti menjual
barang yang hilang atau burung piaraan yang lepas dan terbang di udara. jual beli barang curian.
Alasannya adalah Hadis yang diriwayatkan Ahmad ibn Hambal, Muslim, Abu Daud, dan At-Tirmidzi
sebagai berikut:
a. jangan kamu membeli ikan di dalam air,
b. karena jual beli seperti ini adalah jual beli tipuan.
c. Jual beli yang mengandung unsur penipuan Yang pada lahirnya baik tetapi dibalik itu terdapat
unsur-unsur tipuan, sebagaimana terdapat dalam sabda Rasulullah SAW tentang memperjual
belikan ikan yang masih ada di dalam air di atas.
d. Jual beli benda-benda najis Seperti khamer, babi, dan darah, karena semua itu dalam
pandangan Islam adalah najis dan tidak mengandung makna harta.
e. Jual beli al-arbun Jual beli yang bentuknya dilakukan melalui perjanjian, pembeli membeli
sebuah barang dan uangnya seharga barang diserahkan kepada penjual, dengan syarat
apabila pembeli tertarik dan setuju maka jual beli sah tetapi jika pembeli tidak setuju, dan
barang dikembalikan maka uang telah diberikan kepada penjual menjadi hibah bagi penjual.
f. Memperjual belikan sesuatu yang tidak boleh dimiliki seseorang Seperti air sungai, air danau,
dan air laut. Karena air yang tidak dimiliki seseorang merupakan hak bersama umat manusia,
dan tidak boleh diperjual belikan. Ulama Hanafiyah yang membedakan jual beli fasid dengan
jual beli yang batal. Apabila kerusakan dalam jual beli itu terkait dengan barang yang dijual
belikan, maka hukumnya batal. Seperti memperjual belikan benda-benda yang haram (khamar,
babi, dan darah). Apabila kerusakan pada jual beli itu menyangkut harga barang dan boleh
diperbaiki, maka jual beli itu di namakan fasid. F. Khiyar Khiyar dalam bahasa arab berarti
pilihan, pembahasan khiyar dikemukakan para ulama fikih dalam masalah yang menyangkut
transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi sebagai salah satu hak bagi
kedua belah pihak yang melakukan transaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam
transaksi yang dimaksud. Dalam jual beli sering terjadi penyesalan di antara penjual dan
pembeli. Penyesalan ini terjadi karena kurang hati-hati, tergesa-gesa atau sebab lainnya.
Untuk menghindari penyesalan dalam jual beli, maka Islam memberikan jalan dengan khiyar.
Khiyar adalah hak untuk meneruskan jual beli atau membatalkannya. Maksudnya, baik penjual
atau pembeli mempunyai kesempatan untuk mengambil keputusan apakah meneruskan jual
beli atau membatalkannya dalam waktu tertentu atau karena sebab tertentu. Khiyar dalam jual
beli ada tiga macam yaitu: Khiyar majlis adalah hak bagi penjual dan pembeli yang melakukan
akad jual beli untuk membatalkan atau meneruskan akad jual beli selama mereka masih belum
berpisah dari tempat akad. Apabila keduanya telah berpisah dari satu majlis, maka hilanglah
hak khiyar majlis ini. Khiyar syarat adalah suatu keadaan yang membolehkan salah seorang
atau masing-masing orang yang melakukan akad untuk membatalkan atau menetapkan jual
belinya setelah mempertimbangkan dalam 1, 2, atau 3 hari. Setelah waktu yang ditentukan
tiba, maka jual beli harus segera ditegaskan untuk dilanjutkan atau dibatalkan. Waktu khiyar
syarat selama 3 hari 3 malam terhitung waktu akad. Khiyar ‘aibi adalah hak untuk memilih
meneruskan atau membatalkan jual beli karena ada cacat atau kerusakan pada barang yang
tidak kelihatan pada saat ijab kabul. Pada masa sekarang, untuk memberikan pelayanan yang
memuaskan kepada pembeli, para produsen dan penjual barang biasanya memberikan
jaminan produk atau garansi. Pemberian garansi juga dimaksudkan untuk menghindari adanya
kekecewaan pembeli terhadap barang yang dibelinya. Khiyar diperbolehkan oleh Rasulullah
Muhammad SAW karena memiliki manfaat. Diantara manfaat khiyar adalah untuk menghindari
adanya rasa tidak puas terhadap barang yang dibeli, menghindari penipuan, dan untuk
membina ukhuwah antara penjual dan pembeli. Dengan adanya khiyar, penjual dan pembeli
merasa puas.
g. Prinsip Jual Beli Dalam Islam Jual beli dalam syariat Islam memiliki arti "pertukaran suatu
barang yang memiliki nilai dengan barang yang memiliki nilai lainnya atas kesepakatan
bersama." Melihat pengertian jual beli dalam Islam ini, syarat jual beli dalam islam pada
umumnya cukup sederhana.
Berikut ini beberapa ketentuan penting yang harus ada dalam rukun dan syarat jual beli
dalam Islam:
a. Pihak penjual dan pembeli yang bertransaksi.
b. Barang atau jasa yang akan diperjualbelikan.
c. Harga yang dapat diukur dengan nilai uang atau barang lainnya.
d. Serah terima Semua rukun di atas harus terpenuhi, jika salah satu tidak terpenuhi, maka
jual beli tidak dapat dilakukan dan tidak sah. Sama halnya seperti rukun jual beli, syarat
jual beli juga harus diterapkan agar barang tersebut menjadi sah.
Berikut adalah syarat syarat yang harus dipenuhi dalam jual beli:
1. Kesepakatan Bersama Suatu tindakan jual beli sah dengan syarat harus ada
kesepakatan bersama. Hal ini berdasarkan surat An-Nisa ayat 29 yang berarti: (Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas
dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu) {QS: An-Nisa Ayat 29}.
2. Menggunakan Akal Sehat Transaksi jual beli dalam Islam wajib dilakukan oleh dua
pihak yang sehat secara akal dan melihat konteks transaksi. Contoh kasus yang bisa
dikatakan tidak sah berdasarkan aspek akal sehat adalah ketika pihak penjual
merupakan seorang anak kecil yang berlaku di luar kuasanya. Jika anak kecil ini tiba-
tiba menjual mobil ayahnya tanpa sepengetahuan, maka jual beli tidak sah. Beda
ceritanya dengan contoh lain ketika ada seorang anak kecil yang menjaga toko milik
orangtuanya. Tidak ada salahnya jika anak kecil tersebut menjual barang
dagangannya pada Anda. Kembali lagi pada kasus transaksi jual beli dengan mesin.
Bagaimana kita dapat mengukur aspek akal sehat dalam pertukaran demikian ketika
kita melakukan transaksi dengan mesin? Jawabannya adalah kita jangan melihat
mesin tersebut sebagai pihak penjual. Pihak penjual dalam contoh ini ialah
perusahaan yang menggunakan mesin itu sebagai metode pembayaran. Jual beli
tersebut tetaplah sah.
3. Barang yang Diperjualbelikan Harus milik Sang Penjual Poin ini melarang jual beli
dimana seorang penjual menjanjikan barang yang sebenarnya tidak dimilikinya.
Misalnya ada dua orang yang sedang mengobrol, sebut si Nabila dan Rezka. Nabila
ingin membeli mobil dari teman Rezka, sebut saja si Saifullah. Lalu Rezka
menjanjikan bahwa dia dapat membantu Nabila membeli mobil milik Saefullah.
Akhirnya Nabila dan Rezka melakukan ijab kabul. Selanjutnya Rezkamembeli mobil
Saefullah dan menjualnya kepada Nabila. Transaksi ini tidak sah dalam Islam karena
Rezka sebenarnya belum memiliki mobil tersebut ketika mereka melakukan serah
terima.
4. Harga Dan Jenis Barang Harus Diketahui Informasi harga dari barang atau jasa yang
dijual harus disampaikan dan diketahui oleh pihak pembeli baik itu dengan cara
diperlihatkan atau melalui penjelasan. Informasi tentang kondisi barang dapat
diketahui melalui cara dilihat langsung atau melalui deskripsi dan audio-visual.
Pembeli tetap dapat menolak transaksi jika barang yang dilihatnya ternyata tidak
sesuai dengan kenyataannya. H. Jual Beli yang Terlarang Dalam Islam Jual beli dapat
dilarang dalam agama jika dapat merugikan atau melanggar rukun dan ketentuan
yang sudah ditetapkan. Bahkan jika tetap Anda laksanakan maka bisa mengakibatkan
keharaman pada hasilnya. Oleh karenanya agar dapat menghindarinya. Allah SWT
berfirman: (Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu) {QS ; An-Nisa Ayat 29} Adapun
transaksi dapat dilarang karena beberapa hal misalnya haram zatnya, haram selain
zatnya, dan tidak lengkap akadnya yaitu ketika rukun serta syaratnya ada
kekurangan.
Berikut sedikit contoh dari penyebab jual beli terlarang.
1. Riba Kegiatan ini diartikan sebagai pengambilan kelebihan saat melakukan
transaksi jual beli dengan tata cata tertentu misalnya pembayaran dengan
system mencicil. Di era modern riba bisa disebut dengan bunga atau
persenan.
2. Gharar Berasal dari istilah Arab yaitu al-khathir yang artinya pertaruhan.
Lebih lengkapnya gharar yaitu transaksi yang mengandung ketidakjelasan.
Hal tersebut berlaku baik dari pihak pembeli maupun penjual sehingga
peluang besar terjadi penipuan atau kerugian
3. Maisir Unsur Merupakan bentuk permainan yang mengandung unsur
taruhan dengan disepakati bahwa pemenang akan mendapatkan hasilnya
secara keseluruhan atau sesuai aturan.
4. Tadlis Tadlis dapat terjadi ketika salah satu pihak yang wilayahnya sesuatu
yang berkaitan dengan transaksi tersebut dari pihak lain sehingga
menimbulkan keuntungan pribadi.
5. Ghabn Ghabn adalah penjual menaikkan harga di atas rata-rata pasar yang
tidak diketahui oleh pembeli. Biaya biaya tidak terlalu jauh dan lebih
tinggi.Biasanya terjadi saat adanya kelangkaan dan tentunya membuat
kondisi semakin sulit.
6. Ba’I Najasy Kegiatan ini dilakukan dengan cara memanipulasi dengan
menciptakan penawaran palsu untuk meningkatkan omset penjualan. Ba’i
Najasy termasuk dalam kategori penipuan sehingga tidak dilarang karena
merugikan pihak pembeli.

1. Riba
Riba merupakan suatu kegiatan pengambilan nilai tambah yang memberatkan dari sebuah akad
perekonomian, seperti jual beli maupun utang piutang. Riba juga merujuk pada kelebihan dari jumlah
uang pokok yang dipinjamkan oleh pemberi pinjaman ke orang yang meminjam. Dalam pengertian
bahasa, riba memiliki arti tambahan atau dalam bahasa Arab disebut sebagai azziyadah. Tambahan
yang dimaksud dalam pengertian riba adalah usaha haram yang merugikan salah satu pihak dalam
proses transaksi.
Dalam zaman sekarang riba bisa dikatakan sebagai bunga hutang. Dalam konteks islam riba dibagi
menjadi tiga yaitu:
1. Riba fadhl Jenis riba ini terjadi tatkala terjadi kegiatan jual beli atau pertukaran barangbarang
ribawi namun dengan kadar atau takaran yang berbeda. Contoh kasusnya saatmenjelang hari
raya idul fitri banyak orang yang menawarkan menukar pecahan uang sebesar 100 ribu
dengan pecahan dua ribu namun jumlahnya hanya 48 lembar, sehingga total uang yang
diberikan hanya 96 ribu.
2. Riba yad Riba yad terjadi ketika proses transaksi tidak menegaskan berapa nominal harga
pembayaran. Jadi, saat proses tersebut, tidak ada kesepakatan sebelum serah terima. Contoh
kasusnya, ada orang yang menjual motor dan menawarkan barang seharga 12 juta jika
dibayar tunai, namun jika dicicil menjadi 15 juta.
3. Riba nasi’ah Riba nasi'ah terjadi tatkala ada proses jual-beli dengan tempo tertentu. Transaksi
tersebut dilakukan dengan dua jenis barang ribawi yang sama namun dengan penangguhan
penyerahan atau pembayaran. Contoh lainnya, misal ada dua orang Nabila dan Rezka yang
ingin bertukar emas 24 karat. Nabila sudah memberikanemas pada Rezka. Namun Rezka
mengatakan baru akan menyerahkannya sebulan lagi Dapat disimpulkan bahwa Riba
memberikan dampak negatif bagi akhlak dan jiwa pelakunya. Jika diperhatikan, maka kita akan
menemukan bahwa mereka yang berinteraksi dengan riba adalah individu yang secara alami
memiliki sifat kikir, dada yang sempit, berhati keras, menyembah harta, tamak akan
kemewahan dunia dan sifat-sifat hina lainnya. Riba merupakan akhlak kaum jahiliyah. Barang
siapa yang melakukannya, maka sungguh dia telah menyamakan dirinya dengan mereka.

KESIMPULAN

Jual beli merupakan peralihan kepemilikan dengan cara pergantian menurut bentuk yang
diperbolehkan oleh syara’. aturan melakukan jual beli ialah boleh (‫ )جواز‬atau (‫)مباح‬. Rukun jual beli ada
3 yaitu, adanya ‘aqid (penjual dan pembeli), ma’qud ‘alaih (barang yg diperjual belikan), serta sighat
(ijab qobul). Syaratnya ‘aqid baligh serta berakal, islam bagi pembeli mushaf, serta tak terpaksa,
kondisi bagi ma’qud ‘alaih adalah kudus atau mungkin disucikan, berguna, dapat diserah terimakan
secara cepat atau lambat, milik sendiri, diketahui/dapat dilihat. kondisi legal shighat merupakan tidak
ada yang membatasi (memisahkan), tak diselingi kata-kata lain, tak dita’likkan (digantungkan) dengan
hal lain, dan tidak dibatasi ketika.
Jual beli ada 3 macam yaitu, menjual barang yang mampu dipandang hukumnya boleh/legal, menjual
barang yg disifati (memesan barang) hukumnya boleh/legal Jika barang yg dijual sinkron menggunakan
sifatnya (sesuai promo), menjual barang yang tidak kelihatan Hukumnya tak boleh/tidak sah.
DAFTAR PUSTAKA

Mujiatun, S. (2014). Jual beli dalam perspektif islam: Salam dan istisna’. Jurnal Riset Akuntansi dan
Bisnis, 13(2).
Shobirin, S. (2016). Jual Beli Dalam Pandangan Islam. BISNIS: Jurnal Bisnis Dan Manajemen Islam,
3(2), 239-261.
Afifah, N., & Musyafa’ah, N. L. (2019). Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Online. Maliyah: Jurnal
Hukum Bisnis Islam, 9(1), 118-137.
adella Ainiyyah, F. (2021). Transaksi Jual Beli Online dalam Perspektif Islam (Studi Kasus MH
Whitening Skin). Al-Ubudiyah: Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, 2(2), 1-12.
Salim, M. (2017). Jual Beli Secara Online Menurut Pandangan Hukum Islam. Al Daulah: Jurnal Hukum
Pidana Dan Ketatanegaraan, 6(2), 371-386.
Putri, A. (2020). TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRAKTEK JUAL BELI DENGAN SISTEM
PEMBAYARAN GOBIZ. Fadhilah Zikriyyah.
Wahida, Z. (2022). PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE
DENGAN MODEL PERIKLANAN. AL-ILMU, 7(1), 156-179.
Fitria, T. N. (2017). Bisnis jual beli online (online shop) dalam Hukum Islam dan Hukum Negara. Jurnal
Ilmiah Ekonomi Islam, 3(01), 52-62.
Khadafi, M. (2011). Internalisasi nilai-nilai akhlak melalui pembelajaran al-qur’an hadits di smp
muhammadiyah 8 surakarta tahun ajaran 2009/2010.

Hidayat, E., & Kuswandi, E. (2015). Fiqih Jual Beli.


Ulum, M. (2020). Prinsip-prinsip jual beli online dalam Islam dan penerapannya pada E-commerce
Islam di Indonesia. Jurnal Dinamika Ekonomi Dan Bisnis, 17(01).
Suretno, S. (2018). Jual Beli dalam Perspektif Al-Qur’an. Ad-Deenar: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam,
2(01), 93-109.

You might also like