Professional Documents
Culture Documents
Skripsi Capstone Revisi Untuk
Skripsi Capstone Revisi Untuk
iii
2.2.12.2 Off-Grid System ....................................................................... 40
2.2.12.3 Hybrid System .......................................................................... 41
2.2.13 Komponen-Komponen PLTS ...................................................... 42
2.2.13.1 Modul Surya ............................................................................ 42
2.2.13.2 Inverter .................................................................................... 45
2.2.13.3 Baterai ...................................................................................... 46
2.2.13.4 Solar Charge Controller (SCC) .............................................. 46
2.2.13.5 Kabel PV.................................................................................. 47
2.2.13.6 Kabel Tray ............................................................................... 48
2.2.13.7 Floater ..................................................................................... 49
2.2.13.8 Jangkar Penahan (Anchoring) dan Tambatan (Mooring) ........ 51
2.2.14 Peraturan Menteri PUPR Nomor 6 Tahun 2020 ....................... 53
2.2.15 Syarat Kelayakan PLTMH .......................................................... 54
2.2.16 Analisa Teknis Kelayakan PLTMH ............................................ 55
2.2.17 Analisa Ekonomi ........................................................................... 57
2.2.11.1 Parameter Ekonomi Teknik ..................................................... 57
2.2.11.2 Parameter Ekonomi Pembangunan .......................................... 60
2.2.18 Cash Flow ....................................................................................... 60
2.2.19 Life Cycle Cost ............................................................................... 61
2.2.13.1 Rencana Life Cycle Cost ......................................................... 62
2.2.13.2 Faktor Penting dalam Life Cycle Cost..................................... 62
2.2.20 Break Event Point .......................................................................... 63
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 64
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 64
3.2 Data ........................................................................................................ 64
3.2.1 Sumber Data .................................................................................. 64
3.2.2 Jenis Data ....................................................................................... 65
3.2.3 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 65
3.3 Prosedur Penelitian .............................................................................. 65
3.4 Analisis Data ......................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69
iv
DAFTAR GAMBAR
v
Gambar 2.27 Rigid Mooring System .................................................................. 52
Gambar 2.28 Taut Mooring System .................................................................... 52
Gambar 2.29 Catenary Mooring System ............................................................. 53
Gambar 2.30 Compliant Mooring System ......................................................... 53
Gambar 2.31 Skema Power House pada PLTMH............................................... 57
Gambar 2.32 Skema Sebuah Cash Flow suatu Perusahaan ................................ 61
Gambar 3.1 Lokasi Proyek Bendungan Tamblang Dilihat melalui Google Earth
............................................................................................................................... 64
Gambar 3.2 Digram Alir Prosedur Penelitian ..................................................... 68
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Operasi Turbin Berdasarkan Head ....................................................... 30
vii
DAFTAR SINGKATAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
tahun 2050. Hal ini sesuai dengan yang tertuang pada Kebijakan Energi Nasional
dan Rencana Umum Energi Nasional. Potensi EBT di Provinsi Bali sendiri sangat
melimpah untuk dimanfaatkan dalam penggunaan energi bersih. Menurut RUEN,
potensi EBT yang meliputi tenaga air mencapai 624 MW di Bali dan Nusa
Tenggara, tenaga surya mencapai 1.254 MW, tenaga bayu mencapai 1.019 MW,
dan biomassa mencapai 191,6 MW dengan 146,9 MW dari biomassa dan 44,7 MW
dari biogas. Maka dari itu, untuk mendukung kebijakan Bali Energi Bersih pada
tahun 2050, pemanfaatan EBT di provinsi Bali harus dimaksimalkan di berbagai
sektor, salah satunya adalah dengan memanfaatkan EBT untuk keubutuhan energi
listrik, seperti PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro), PLTS
(Pembangkit Listrik Tenaga Surya), PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu), dan
PLTBM (Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa).
Salah satu pemanfaatan EBT di Provinsi Bali yang sedang dimaksimalkan
antara lain adalah PLTMH, dengan menggunakan bendungan atau waduk sebagai
basis operasinya. Pembangunan bendungan di Provinsi Bali pun mulai dilakukan
dengan tujuan diaplikasikan sebagai pemanfaatan energi listrik. Salah satu contoh
nya adalah pembangunan Bendungan Tamblang, dengan luas 73 Ha yang berlokasi
di Desa Sawan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Menurut Kementrian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, bendungan Tamblang diproyeksi akan
memiliki kapasitas tampungan sebesar 7,6 juta m3 dengan proyeksi debit air sekitar
510 liter/detik serta menambahkan cadangan listrik melalui PLTMH sebesar 0,54
MW, dan didukung dengan tinggi bendungan dengan dasar sungai mencapai 68
meter. Bendungan Tamblang dibangun dengan inti tegak puncak setinggi 260
meter, lebar puncak 12 meter dan dilengkapi dengan terowongan pengelak diameter
4,50 meter, dengan tipe bendungan Rock Fill Dam. Proyek pembangunan PLTMH
Tamblang di Bendungan Tamblang sendiri difungsikan untuk mengisi kebutuhan
air irigasi di Daerah Irigasi (DI) Desa Bulian dan Desa Bungkulan dengan luas 588
hektar (Ha).
Selain diaplikasikan sebagai PLTMH, potensi EBT lainnya yang dapat
dimanfaatkan di Bendungan Tamblang adalah PLTS Terapung. PLTS Terapung
yang dibangun dengan memanfaatkan permukaan waduk pada bendungan dengan
3
batasan maksimal 5 % dari luas permukaan genangan waduk pada muka air normal.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri PUPR No. 6 Tahun 2020 ayat 6 dan
tentunya merupakan suatu bentuk dukungan pemerintah khususnya dalam
membangun PLTS Terapung untuk pemanfaatan wilayah permukaan waduk atau
bendungan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pembangunan PLTMH dan PLTS
Terapung di Bendungan Tamblang sangat penting untuk dilakukan, hal ini juga
didasari oleh tujuan Pemprov Bali untuk menjadikan Bendungan Tamblang sebagai
Daerah Tujuan Wisata (DTW) untuk Wisata Hijau, dengan memanfaatkan potensi
pembangkit EBT di Bendungan Tamblang secara maksimal.
Dengan perencanaan Daerah Tujuan Wisata Hijau Bendungan Tamblang,
diperlukan kajian lebih lanjut mengenai tipe komponen yang ada di dalam DTW
tersebut, yang dilakukan dengan memproyeksikan beban yang digunakan pada
DTW Bendungan Tamblang, kemudian memproyeksikan daya yang dihasilkan
masing-masing baik dari PLTMH dan PLTS Terapung yang direncanakan,
sehingga mampu dilakukan analisis terhadap pemanfaatan energi listrik yang
bersumber dari EBT untuk DTW Hijau nantinya. Setelah memproyeksikan daya
pembangkit dan pembebanan DTW Hijau, dilakukan analisa secara ekonomi untuk
menentukan kelayakan perencanaan DTW Hijau Bendungan Tamblang, dengan
menggunakan parameter ekonomi teknik dan menentukan profitabilitas yang
diperoleh dari pemanfaatan pembangkit listrik EBT yang direncanakan.
Berdasarkan penjelasan diatas, demi mewujudkan pemanfaatan energi
bersih khususnya di Provinsi Bali, dengan memanfaatkan potensi EBT di
Bendungan Tamblang untuk Daerah Tujuan Wisata Hijau melalui perencanaan
PLTMH dan PLTS Terapung, penelitian berbasis capstone project ini akan
berfokus pada perencanaan pemanfaatan EBT untuk Daerah Tujuan Wisata Hijau
Bendungan Tamblang, sehingga menjadi solusi untuk mendukung perkembangan
EBT di Provinsi Bali maupun Indonesia sendiri dalam mewujudkan Net Zero
Emmission pada tahun 2050.
Pada capstone project ini, kedua mahasiswa memiliki sub topik masing-
masing dalam satu kesatuan penelitian. Sub topik pertama yaitu Perencanaan
Pembangkit Listrik EBT untuk Mendukung Wisata Hijau di Bendungan Tamblang,
Desa Sawan, Kabupaten Buleleng, dengan menggunakan software Helioscope
untuk melakukan simulasi dalam perencanaan PLTS dengan analisis energi yang
dihasilkan, didukung dengan software Sketchup untuk membuat desain 3D dari
PLTS Terapung yang direncanakan, dan untuk menentukan turbin yang cocok
digunakan pada PLTMH Tamblang dilakukan berdasarkan data head dan debit
rencana, yang disesuaikan dengan potensi yang ada serta kenampakan kontur di
Bendungan Tamblang. Sub topik kedua yaitu Analisis Ekonomi terhadap
Perencanaan Pemanfaatan EBT untuk Wisata Hijau di Bendungan Tamblang, Desa
7
8
9
debit atau kapasitas aliran air serta head yang ada pada sumber air maka energi
yang dimanfaatkan untuk dapat menghasilkan energi listrik juga semakin besar
(Contained Energy Indonesia, 2016).
Pada prinsipnya PLTA, PLTM, dan PLTMH memiliki cara kerja yang
sama dalam proses pembangkitan untuk menghasilkan energi listrik, hal yang
membedakannya yaitu terletak pada kapasitas daya keluaran yang dihasilkan pada
proses pembangkitannya. Pembangkit listrik tenaga air bekerja dengan
mengkonversi energi potensial air yang kemudian dialirkan untuk dapat memutar
turbin sehingga menghasilkan energi rotasi mekanik. Perputaran yang terjadi pada
turbin selanjutnya menggerakkan generator sehingga dapat menghasilkan energi
listrik. Proses konversi energi potensial menjadi energi listrik pada pembangkit
listrik tenaga air memanfaatkan tinggi jatuh efektif (head) dan debit air yang ada
pada saluran irigasi, sungai, maupun yang bersumber dari bendungan (Contained
Energy Indonesia, 2016).
dari nozzle akan memiliki kecepatan yang sangat tinggi. Kecepatan air tersebut
dimanfaatkan untuk dapat mendorong sudu turbin sehingga mengakibatkan arah
kecepatan aliran air berubah. Perubahan kecepatan aliran air tersebut akan
menghasilkan perubahan momentum dari air yang kemudian mengakibatkan turbin
dapat berputar (Mafruddin & Irawan, 2020). Turbin impuls terbagi menjadi
beberapa jenis yaitu sebagai berikut:
1. Turbin Pelton
Turbin air yang paling efisien digunakan dalam sistem pembangki listrik
tenaga air apabila dibandingkan dengan jenis turbin impuls lainnya adalah
turbin pelton. Turbin pelton memiliki satu set sudu atau runner yang
diputar dengan memanfaatkan semburan air melalui satu atau beberapa
nozzle dan dapat digunakan pada aliran air yang rendah. Pemanfaatan
turbin pelton pada pembangkit listrik tenaga air dalam skala besar
membutuhkan head yang sangat tinggi yaitu sekitar 150 meter. Sedangkan
jika dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air dalam skala mikro,
turbin pelton hanya mebutuhkan head sekitar 20 meter (Mafruddin &
Irawan, 2020).
air dengan head kisaran antara 3 sampai dengan 150 meter. Semburan air
yang bersumber dari nozzle akan mendorong sudu turbin untuk
menghasilkan putaran atau energi mekanik. Penggunaan nozzle pada
turbin turgo digunakan untuk menghasilkan kecepatan air yang keluar
agar lebih tinggi sehingga putaran yang dihasilkan akan lebih besar.
Dengan kecepatan putar turbin turgo yang tinggi maka dimungkinkan
untuk dapat ditransmisikan secara langsung dari turbin ke generator.
Kondisi transmisi yang langsung tersebut dapat mengurangi biaya
perawatan dan meningkatkan efisiensi dari sistem pembangkit
(Mafruddin & Irawan, 2020).
3. Turbin Cross-flow
Turbin cross-flow adalah jenis turbin impuls yang dapat dioperasikan pada
aliran air dengan head berkisar diatas 1 meter sampai 200 meter dan memanfaatkan
debit air antara 0,02 m3/s sampai dengan 7 m3/s. Turbin cross-flow dapat
menghasilkan kecepatan putaran sebesar 60 rpm sampai 200 rpm tergantung dari
diameter runner atau roda serta head dan debit air. Turbin cross-flow bekerja
dengan memanfaatkan momentum air yang berasal dari nozzle. Air yang disalurkan
dari nozzle dengan kecepatan tertentu masuk ke runner atau bagian yang berputar
27
pada turbin, kemudian memberikan dorongan pada sudu turbin untuk tahap
pertama. Selanjutnya air akan keluar dari celah sudu runner turbin melalui ruang
kosong dalam runner, setelah itu air akan mendorong sudu untuk yang kedua
kalinya dengan kecepatan air yang lebih rendah dibandingkan dorongan tahap
pertama sehingga turbin dapat berputar selama air dialirkan menuju turbin
(Mafruddin & Irawan, 2020).
2. Turbin Kaplan
Turbin Kaplan adalah jenis turbin reaksi yang bekerja pada kecepatan
tinggi sehingga dalam penerapannya dapat secara langsung terhubung dalam satu
poros dengan generator. Kondisi turbin kaplan yang dapat bekerja dengan
kecepatan tinggi menyebabkan ukuran runner pada turbin kaplan lebih kecil. Selain
itu, sudu yang tersusun pada turbin kaplan dapat disesuaikan dan diatur berdasarkan
beban yang digerakkan turbin. Dengan demikian turbin kaplan akan memiliki
tingkat efisiensi maksimal pada beban yang tidak penuh. Turbin kaplan banyak
digunakan dalam instalasi pembangkit listrik tenaga air karena turbin ini dapat
menyesuaikan apabila terdapat perubahan head yang terjadi sepanjang tahun
(Mafruddin & Irawan, 2020).
29
2.2.5 Debit
Debit merupakan suatu besaran yang digunakan untuk mengetahui
banyaknya air yang dapat dialirkan pada suatu luasan penampang yang dihitung
persatuan waktu (Krishnastana, et al., 2018). Terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi besarnya debit air yang ada pada suatu tempat seperti keadaan
geologi dan curah hujan. Adanya perubahan musim yang terjadi setiap tahunnya di
Indonesia mengakibatkan debit aliran air selalu berubah yang mengakibatkan
energi yang dihasilkan suatu pembangkit tenaga air setiap tahunnya tidak stabil.
Dengan kondisi tersebut maka dalam perencanaan sistem PLTMH perlu untuk
mengetahui debit rencana dan debit andalan suatu aliran air sehingga sistem
tersebut dapat bekerja menghasilkan energi listrik sepanjang tahun. Untuk
menentukan besarnya debit pada aliran air dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan berikut (Widiarta, et al., 2021).
m
𝑉 = s ………….………………………………..(2.3)
A = l × d………………………………………..(2.4)
𝑄 = V × A……………………………………....(2.5)
Keterangan :
V = Kecepatan (m/s)
m = Jarak (m)
s = Waktu (s)
A = Luas Penampang (m2)
l = Lebar Sungai (m)
31
Gambar 2.10 Pengaruh Iradiasi Terhadap Tegangan dan Arus Pada Modul Surya
(Sumber : Pemayun, 2016)
Gambar 2.11 Pengaruh Temperatur Modul Terhadap Output Tegangan Modul Surya
(Sumber : Pemayun, 2016)
5. Shading (bayangan)
Produksi energi yang dihasilkan dari modul surya dipengaruhi oleh
shading yang menutupi permukaan modul. Shading dalam hal ini dapat
diakibatkan karena bayangan pepohonan, asap, kabut, daun yang jatuh,
awan, ataupun panel surya sekitarnya yang dapat menutupi satu atau lebih
bagian sel surya. Sel surya yang terkena shading akan menjadi beban pasif
dan berhenti untuk memeproduksi energi listrik, sehingga sel tersebut
akan memblok arus yang diproduksi oleh sel lain yang terhubung seri dan
akan berpengaruh terhadap produksi dari modul surya, selain itu juga akan
dapat merusak modul akibat dari panas yang berlebih.
6. Kecepatan angin
Kecepatan angin yang ada disekitar modul dapat mempengaruhi energi
yang dihasilkan oleh modul surya, hal ini akan menjadi sumber pendingin
alami yang dapat menurunkan temperatur modul sehingga tegangan yang
dihasilkan menjadi lebih besar dan akan mempengaruhi produksi
energinya.
7. Orientasi panel surya
36
dengan permukaan modul surya, maka perlu untuk mengetahui besarnya sudut
penyimpangan jahuhnya sinar matahari terhadap permukaan bumi(α), dengan
menggunakan persamaan 2.7 dan 2.8 sebagai berikut.
𝛼 = 90° − 𝑙𝑎𝑡 + 𝛿 (𝑁 ℎ𝑒𝑚𝑖𝑠𝑝ℎ𝑒𝑟𝑒)……………….……..(2.7)
atau
𝛼 = 90° + 𝑙𝑎𝑡 − 𝛿 (𝑆 ℎ𝑒𝑚𝑖𝑠𝑝ℎ𝑒𝑟𝑒)……………………..(2.8)
Keterangan :
Lat = Garis lintang lokasi terpasang modul surya (dalam derajat)
δ = sudut deklinasi matahari (23,45 derajat)
Apabila sudut penyimpangan jahuhnya sinar matahari terhadap
permukaan bumi (α) diketahui, maka sudut kemiringan modul surya (β) dapat dicari
sehingga memperoleh sudut optimal. Sudut yang harus dibentuk oleh modul surya
(β) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 2.9 sebagai berikut.
𝛽 = 90° − 𝛼……………………………………………..(2.9)
Keterangan :
β = Sudut kemiringan modul surya
α = Sudut penyimpangan jahuhnya sinar matahari terhadap permukaan bumi
2. Polycrystalline Silicon
Tipe modul surya yang terbuat dari bahan kristal silikon yang dilebur dan
dicetak berbentuk persegi disebut dengan modul surya tipe polycrystalline
silicon. Tipe modul surya ini terdiri dari banyak kristal silikon yang
memiliki ciri khas tersendiri karena terdapat fragmen di dalam sel surya
yang menyusunnya. Tipe polycrystalline silicon memiliki efisiensi yang
lebih rendah jika dibandingkan dengan tipe monocrystalline silicon yaitu
sebesar 17%. Namun, tipe ini banyak digunakan karena memiliki harga
yang relatif lebih terjangkau dengan susunan sel surya yang lebih rapi dan
lebih rapat (Sunenergy.id, 2022).
44
3. Thin Film
Modul surya thin film disusun dengan menggunakan sel surya yang sangat
tipis dengan ukuran sekitar 10 nm, hal ini jauh lebih tipis jika
dibandingkan dengan modul surya tipe crystalline silicon dengan ukuran
200-300 nm. Dengan ukuran sel surya yang sangat tipis menjadikan
modul surya tipe thin film sangat ringan dan fleksibel. Selain itu, pada
temperatur yang semakin tinggi modul surya ini tidak akan mengalami
penurunan kinerja dalam mengkonversi energi. Namun, dengan
keunggulan yang demikian efisiesi yang dimiliki tipe thin film terbilang
sangat rendah yaitu sekitar 10% (Sunenergy.id, 2022).
45
2.2.13.3 Baterai
Baterai merupakan komponen yang digunakan sebagai media
penyimpanan cadangan energi yang dihasilkan pada sistem pembangkit listrik
tenaga surya. Energi yang disimpan pada baterai akan digunakan sebagai cadangan
atau backup ketika modul surya tidak menghasilkan energi listrik seperti ketika
cuaca mendung ataupun penggunaan listrik pada malam hari. Selain itu, baterai
digunakan sebagai penyimpanan kelebihan daya yang dihasilkan oleh modul surya
ketika daya melebihi kebutuhan beban. Penggunaan baterai yang tepat akan dapat
menjaga baterai lebih awet. Pada proses pengisian, baterai tidak boleh sampai
mengalami overcharge atau ketika daya baterai digunakan juga tidak boleh sampai
kosong, karena hal ini akan dapat menyebabkan berkurangnya masa pakai baterai
sehingga baterai lebih cepat rusak. Biasanya baterai yang digunakan dalam aplikasi
tenaga surya merupakan baterai yang berbas dari pemeliharaan bertimbal asam
yaitu baterai VRLA (Valve Regulated Lead Acid) (Idris, 2019).
2.2.13.5 Kabel PV
Kabel Photovoltaic (PV) merupakan jenis kabel yang digunakan dan
didesain secara khusus untuk instalasi pada panel surya dalam melakukan
interkoneksi sistem kelistrikan pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Kabel PV didesain khusus dengan standar kualitas tertentu yang memiliki sifat fisik
dan kimia untuk tahan terhadap tekanan suhu tinggi sekitar 140 derajat dengan
waktu kerja dapat bertahan selaa 240 menit. Selain itu, dapat tahan terhadap korosi,
memilki kompatibilitas yang baik, dan memiliki ketahanan terhadap radiasi
ultraviolet yang baik. Dengan kabel yang didesain khusus untuk sistem kelistrikan
PLTS maka akan berpengaruh pada biaya pemeliharaan kabel PV yang tinggi
namun memiliki umur masa pakai hingga lebih dari 25 tahun (swacable.com, 2022).
48
2.2.13.7 Floater
Floater merupakan komponen yang digunakan dalam pemasangan modul
surya di atas permukaan air. Floater dipasang untuk menopang modul surya,
peralatan kelistrikan, dan sebagai akses jalan untuk mempermudah ketika
konstruksi serta melakukan maintenance.PLTS terapung. Dengan fungsinya yang
demikian maka floater bibuat dari bahan yang memiliki karakteristik yang kuat,
mudah dirawat, serta tahan terhadap UV dan korosi. Teknologi yang digunakan
sebagai komponen pengapung dapat dikelompokkan menjadi tiga klasifikasi
(Kementerian ESDM, 2021), yaitu:
1. Klasifikasi pertama berupa rakit yang terbuat dari aluminium atau baja
yang digunakan untuk menempatkan komponen dengan dimensi besar.
Sistem ini sangat kokoh, namun dalam proses perakitannya terbilang lebih
sulit dengan biaya yang lebih mahal. Keuntungan menggunakan rangka
yang terbuat dari bahan aluminium yaitu dapat membantu untuk
menurunkan temperatur modul surya (Kementerian ESDM, 2021).
Gambar 2.24 merupakan contoh desain dari teknologi pengapung yang
terbuat dari aluminium atau baja.
memiliki bobot yang ringan sehingga rentan terhadap gelombang air dna
angin yang dapat merusak struktur floater. Pemasangan mooring pada
media HDPE membutuhkan banyak kabel untuk memastikan floater
terpasang dengan baik (Kementerian ESDM, 2021). Gambar 2.25
merupakan contoh desain dari teknologi pengapung yang terbuat dari
bahan HDPE.
Perubahan atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.
27/PRT/M/2015 tentang Bendungan. Berdasarkan permen yang telah diterbitkan,
terdapat penambahan kegiatan yang dapat memanfaatkan ruang pada daerah
genangan waduk sebagai PLTS terapung. Pemanfaatan ruang pada daerah
genangan waduk dilakukan dengan tetap memperhatikan keamanan bendungan,
fungsi waduk, kondisi sosial, ekonomi, dan budaya setiap daerah, serta daya rusak
air.
Pemanfaatan ruang pada pengembangan PLTS terapung harus
memperhatikan beberapa aspek, diantaranya:
1. Letak dan desain PLTS terapung harus mendukung pengelolaan kualitas
air.
2. Luar permukaan daerah genangan waduk yang dapat dimanfaatkan untuk
PLTS terapung paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari total luas
permukaan genangan waduk pada muka air normal.
3. Tata letak PLTS terapung tidak mengganggu fungsi dari bangunan
pelimpah dan bengunan pengambilan (intake) serta memperhatikan jalur
pengukuran batimetri waduk.
Pada peraturan yang dikeluarkan juga menjelaskan tentang pemanfaatan
ruang pada daerah genangan waduk dapat dilakukan berdasarkan izin dari Menteri,
Gubernur, Atau Bupati/Walikota yang bersngkutan dengan rekomendasi dari unit
pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air pada wilayah sungai yang
bersangkutan.
Keterangan :
NPV : Net Present Value (Rp)
NB : Net Benefit = Benefiit – Cost
Bi : Benefit yang telah didiskon
Ci : Cost yang telah didiskon
n : tahun ke-
i : discount factor (%)
Syarat suatu proyek dapat dijalankan adalah nilai NPV harus lebih dari
nol (NPV > 0). Jika NPV < 0 maka proyek tidak layak untuk dijalankan.
2. Benefit-Cost Ratio (BCR)
Benefit Cost Ratio atau BCR merupakan perbandingan pendapatan yang
diperoleh dari ekspor energi listrik dengan keseluruhan biaya pengeluaran
yang dikeluarkan selama periode proyek aktif (Wijaya, et al., 2012).
Untuk menentukan BCR dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan 2.11 berikut :
59
Pendapatan
BCR = Pengeluaran..................................................(2.11)
Suatu proyek disebut layak investasi apabila memiliki nilai BCR > 1, dan
sebaliknya suatu proyek tidak dijalankan jika nilai BCR < 1.
3. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return atau IRR adalah besarnya nilai keuntungan yang
digunakan dalam melunasi pinjaman dari bank sehingga tercapai
keseimbangan dengan pertimbangan memperoleh keuntungan. IRR
disajikan dalam bentun persentase (%) dan suatu proyek dikatakan layak
apabila nilai IRR lebih besar dari suku bunga bank (IRR > 0) (Abuk &
Rumbino, 2020). Untuk menentukan IRR dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan 2.12 berikut :
NPV1
IRR = i1 (NPV ) × (i2 − i1 )...........................(2.12)
1 −NPV2
Keterangan :
IRR = Internal Rate of Return (%)
NPV1 = Net Present Value dengan bunga tingkat rendah (Rp)
NPV2 = Net Present Value dengan bunga tingkat tinggi (Rp)
i1 = tingkat bunga rendah/pertama (%)
i2 = tingkat bunga tinggi/kedua (%)
4. Payback Period (PP)
Payback Period atau PP adalah waktu yang dibutuhkan dalam
memperoleh kembali biaya yang dikeluarkan untuk investasi. Semakin
singkat suatu waktu PP untuk diperoleh dari periode yang ditentukan,
maka proyek tersebut dianggap layak secara investasi. Untuk menentukan
PP dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.13 dan 2.14
berikut:
a. Jika cash flow dari proyek sama tiap tahun, maka :
Investasi Awal
PP = × 1 TAHUN................................(2.13)
Arus kas
a−b
PP = n + c−b × 1 TAHUN.......................................(2.14)
2. Kas keluar, atau disebut cash outflow yaitu kas yang diperoleh dari
kegiatan transaksi yang keluar atau pengeluaran. Pengeluaran terdiri atas:
a. Pengeluaran biaya produksi, gaji karyawan dan pengeluaran
pembelian.
b. Pembelian aktiva tetap
c. Pengeluaran untuk sewa, pajak, dividen, bunga, dan lain-lain.
Gambar 3.1 Lokasi Perencanaan Wisata Hijau Bendungan Tamblang Dilihat melalui
Google Earth
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
3.2 Data
3.2.1 Sumber Data
Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari data Balai
Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida yang memuat kenampakan geografis serta
kontur dari Bendungan Tamblang, dapat berupa data curah hujan yang digunakan
untuk mengukur debit air, serta data observasi lapangan seperti pengukuran
ketinggian head . Sumber data penelitian ini juga bersumber dari kajian ilmiah yang
diperoleh dari jurnal ilmiah, skripsi, dan artikel ilmiah yang berkaitan dengan kajian
64
65
Mulai
Melakukan observasi dan identifikasi lokasi penelitian secara langsung yaitu pada
Bendungan Tamblang di Desa Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali
Pengumpulan data-data
penunjang penelitian yang
mendukung perencanaan
PLTMH dan PLTS
Terapung
X
68
Membuat RAB serta Aliran Kas (cash flow) untuk memproyeksikan aliran
kas masuk dan keluar selama proyek berlangsung
Menentukan apakah proyek tersebut bersifat profit atau akan merugikan dan
tidak layak investasi
Selesai
69
70
Yulianto, S., Maghfurah, F., Qadri, M. & Kuntadi, K. S., 2018. Disain
Perencanaan Unit Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Tipe Cross flow
Kapasitas 5 kW. Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2018, 17
Oktober.pp. 1-6.