Proposal Penelitian Maulana Adhi Nugraha (Revisi 1)

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 37

Rencana Penelitian

Analisis Kondisi Kepemilikan Kartu Tanda Penduduk


Elektronik Pada Populasi Kunci Di Kota Surakarta

Rencana Penelitian untuk Tugas Akhir D4 Studi Demografi dan Pencatatan


Sipil

Oleh

Maulana Adhi Nugraha

NIM. E3119081

SEKOLAH VOKASI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2023
1

1. Judul Penelitian

Analisis Kondisi Kepemilikan Kartu Tanda Penduduk Elektronik Pada


Populasi Kunci di Kota Surakarta

2. Bidang Ilmu

Demografi dan Pencatatan Sipil

3. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi


Kependudukan menekankan pentingnya kewajiban negara untuk
memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status
pribadi dan status hukum setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa
penting yang dialami oleh penduduk yang berada di dalam dan/atau luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini selaras dengan Pasal
28D ayat 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang memberikan jaminan kepada setiap orang atas pengakuan, jaminan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di mata hukum.

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk


memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil warga negara atas barang,
jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 mengamanatkan negara agar memenuhi kebutuhan dasar setiap
warganya demi kesejahteraanya (Dewi & Suparno, 2022:78).

Pelayanan publik merupakan pelayanan dasar dalam


penyelenggaraan pemerintahan. Pelayanan publik sebagai indikator
penting dalam penilaian kinerja pemerintah, baik di tingkat pusat maupun
daerah. Penyelenggaraan pemerintahan dikatakan baik jika pelayanan
publik yang dilakukan berorientasi pada kepentingan masyarakat (Hayat,
2017:1). Pelayanan yang baik dan berkualitas memberi dampak yaitu
kepuasan masyarakat karena masyarakat mampu menilai secara langsung
2

kinerja yang diberikan. Pelayanan publik yang baik adalah pelayanan


publik yang tidak diskriminatif yang berarti pelayanan publik tidak
memadang suku, ras, agama, gender, golongan, maupun status ekonomi
tertentu dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini senada dengan
Pasal 4 huruf g Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik yaitu asas persamaan perlakuan atau tidak diskriminatif dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.

Kartu Tanda Penduduk hadir sebagai bentuk perlindungan dan


pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap
peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh
penduduk atau Warga Negara Indonesia (WNI). Selain itu, dengan
kehadiran Kartu Tanda Penduduk menjadi dasar bagi pemenuhan hak-hak
lainnya seperti, hak atas pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan, serta
hak untuk berpartisipasi dalam politik dan pemerintahan. Ketiadaan KTP
menjadi penghalang bagi seseorang untuk mendapatkan hak-hak tersebut
dan layanan publik yang disediakan oleh negara (Singgi, 2017:49).

Pengakuan atas identitas diri tidak didapatkan oleh beberapa


kelompok populasi kunci. Populasi kunci adalah orang atau sekelompok
orang yang disebabkan karena situasi sosial yang dimilikinya atau perilaku
yang dilakukannya menyebabkan mereka menjadi rentan atau berisiko
terpapar atau memaparkan HIV kepada/dari orang-orang yang ada di
kelompok atau di luar kelompoknya. Salah satu kelompok yang termasuk
ke dalam populasi kunci adalah wanita pekerja seksual (WPS). Wanita
Pekerja Seksual (WPS) seringkali kesulitan mengakses layanan publik
yang disediakan oleh negara karena tidak memiliki KTP-el. Berdasarkan
laporan pemetaan populasi kunci yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kota Surakarta, jumlah populasi kunci yang termasuk ke dalam golongan
wanita pekerja seksual berjumlah 281 orang. Sedangkan berdasarkan
pendataan di lapangan oleh Dinas Administrasi Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Surakarta yang dilakukan pada 21 September 2022,
3

sebagai tindak lanjut dari permohonan Surat Direktur Yayasan Solidaritas


Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia Surakarta Nomor:
469/E/SPEK-HAM/IX/ 2022 tertanggal 13 September 2022, maka
dilakukan perekaman KTP-el bagi populasi kunci di salah satu hotspot
populasi kunci, yaitu Gilingan. Berdasarkan Pengecekan biometrik
terhadap 13 orang populasi kunci, ditemukan 9 orang memiliki data
biometrik. Sedangkan 2 orang belum rekam KTP-el dan 2 lainnya tidak
ditemukan data biometrik dan tidak memiliki identitas. Stigma dan
diskriminasi terhadap wanita pekerja seksual yang membuat mereka
terpaksa keluar dari rumah, baik secara sukarela ataupun karena terpaksa.
Ketika hal ini terjadi, kebanyakan dari mereka berada di bawah umur, atau
tidak memiliki kesempatan untuk membawa serta dokumen
kewarganegaraannya. Maka ketika mereka tiba di tempat baru, umumnya
mereka tidak memiliki identitas diri. Stigma dan diskriminasi tersebut
umumnya juga membuat mereka enggan mengurus identitas diri. Hal ini
kemudian berdampak pada tidak terpenuhinya hak-hak sipil dan politik
mereka (Singgi, 2017:49).

Berdasarkan uraian latar belakang tersebur, maka penulis ingin


melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS KONDISI
KEPEMILIKIKAN KARTU TANDA PENDUDUK ELEKTRONIK
PADA POPULASI KUNCI DI KOTA SURAKARTA”

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis


merumuskan rumusan masalah yang akan dibahas dan diteliti, yaitu:

1. Bagaimana kondisi kepemilikan Kartu Tanda Penduduk Elektronik


pada populasi kunci di Kota Surakarta?

2. Bagaimana upaya peningkatan kepemilikan Kartu Tanda Penduduk


Elektronik pada populasi kunci di Kota Surakarta?
4

5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Objektif

a. Mengetahui kondisi kepemilikan Kartu Tanda Penduduk


Elektronik pada populasi kunci di Kota Surakarta.

b. Mampu memberikan penyelesaian masalah terkait dengan


upaya peningkatan kepemilikan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik pada populasi kunci di Kota Surakarta.

2. Tujuan Subjektif

a. Mendapatkan data-data dan informasi secara lengkap


mengenai analisis kondisi kepemilikan Kartu Tanda
Penduduk Elektronik bagi populasi kunci di Kota Surakarta
sebagai bahan penulisan tugas akhir untuk memenuhi syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Terapan Sosial di Sekolah
Vokasi Universitas Sebelas Maret.

b. Menambah wawasan, pemahaman, dan pengetahuan


peneliti tentang pembuatan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik bagi populasi kunci di Surakarta.

6. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi


peneliti atau pihak lain yang berkepentingan sebagai pembaca. Oleh
karena itu, penelitian ini mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian tentang Analisis Kondisi Kepemilikan Kartu


Tanda Penduduk Elektronik Pada Populasi Kunci di Kota
5

Surakarta diharapkan mampu memberikan manfaat


terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang
demografi dan pencatatan sipil.

b. Penelitian tentang Analisis Kondisi Kepemilikan Kartu


Tanda Penduduk Elektronik Pada Populasi Kunci di Kota
Surakarta dapat digunakan sebagai referensi atau bahan
kajian oleh pihak terkait untuk kebijakan tentang demografi
dan pencatatan sipil.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian tentang Analisis Kondisi Kepemilikan Kartu


Tanda Penduduk Elektronik Pada Populasi Kunci di Kota
Surakarta diharapkan mampu menambah wawasan peneliti
dalam bidang demogrfi dan pencatatan sipil.

b. Penelitian tentang Analisis Kondisi Kepemilikan Kartu


Tanda Penduduk Elektronik Pada Populasi Kunci di Kota
Surakarta diharapkan mampu memberikan masukan bagi
Dinas Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Surakarta dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan bagi masyarakat.

7. Tinjauan Pustaka

a. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Pelayanan Publik

a. Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan publik merupkan pelayanan dasar dalam


penyelenggaraan pemerintahan. Pelayanan publik sebagai
indikator penting dalam penilaian kinerja pemerintah, baik
di tingkat pusat maupun daerah. Penyelenggaraan
6

pemerintahan dikatakan baik jika pelayanan publik yang


dilakukan berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Pelayanan yang baik dan berkualitas memberikan implikasi
kepuasan pada masyarakat, karena masyarakat secara
langsung menilai kinerja pelayanan yang diberikan (Hayat,
2017:1).

Pelayanan publik berasal dari kata pelayanan dan


publik. Pelayanan merupakan suatu proses keseluruhan dari
pembentukan citra perusahaan baik melalui berita,
pembentukan budaya perusahaan secara internal, maupun
melakukan komunikasi terhadap pandangan perusahaan
kepada para pemimpin pemerintahan serta publik lainnya
yang berkepentingan (Mustanir, 2022:11).

Sedangkan pengertian publik adalah sejumlah orang


yang dalam kesempatan tertentu, di tempat tertentu, akan
berkomunikasi dengan kita. Publik sering dikaitkan dengan
sekelompok masyarakat atau individu tapi jarang individu
lebih ke suatu kelompok yang banyak (Mustanir, 2022:11).
Sedangkan definisi publik menurut Inu Kencana Syafiie
adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan
berpikir, perasaan, harapan, dan tindakan yang benar dan
baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki
(Syafiie, 2010:18)

Pengertian pelayanan publik menurut Undang-


Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
adalah suatu kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
7

penyelenggara pelayanan. Sedangkan di dalam Keputusan


Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik dijelaskan bahwa
pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan
penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan
administrasi yang disediakan oleh penyelenggara publik.

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian


layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang
mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan
aturan pokok dantata cara yang telah ditetapkan (Suhartoyo,
2019:149).

Pelayanan publik menurut Sinambela adalah setiap


kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah
manusia yang memiliki setiap kegiatan yang
menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan
menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada
suatu produk secara fisik (Sinambela, 2014:5)

Ratminto dan Atik Septi Winarsih berpendapat


bahawa pelayanan publik adalah segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa
publik yang pada prinsipnya menjadi tanggungjawab dan
dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah, dan
di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan (Winarsih, 2014:5).
8

b. Asas-asas Pelayanan Publik

Pelayanan publik dilakukan tak lain untuk


memberikan kepuasan bagi pengguna jasa, karena itu dalam
penyelenggaraannya diperlukan asas-asas pelayanan.
Dengan kata lain, dalam memberikan pelayanan publik
instansi penyedia pelayanan publik harus memperhatikan
asas pelayanan publik (Hardiyansyah, 2011:24).

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun


2009 tentang Pelayanan Publik, asas-asas pelayanan publik
yaitu:

a. Kepentingan umum;

b. Kepastian hukum;

c. Kesamaan hak;

d. Keseimbangan hak dan kewajiban;

e. Keprofesionalan;

f. Partisipatif;

g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;

h. Keterbukaan;

i. Akuntabilitas;

j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok


rentan;

k. Ketepatan waktu; dan

l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.


9

Sedangkan asas-asas pelayanan publik menurut


Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/2003 adalah sebagai berikut:

a. Transparansi, bersifat terbuka mudah dan dapat


diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan
disediakan secara memadai serta mudah dimengerti;

b. Akuntabilitas, dapat dipertanggungjawabkan sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Kondisional, sesuai dengan kondisi dan kemampuan


pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap
berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas;

d. Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat


dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan
masyarakat;

e. Kesamaan hak, tidak diskriminatif dalam arti tidak


membedakan suku, ras, agama, golongan, gender,
dan status ekonomi;

f. Keseimbangan hak dan kewajiban, pemberi dan


penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan
kewajiban masing-masing pihak.

c. Jenis-jenis Pelayanan Publik

Selanjutnya mengenai jenis-jenis pelayanan publik


yang menjadi urusan pemerintah, baik pemerintah pusat
maupun daerah tercantum dalam ketentuan Pasal 7 ayat 2
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah
10

Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah


Kabupaten Kota. Pelayanan publik dibagi sebagai berikut:

1. Pelayanan yang berkaitan dengan persoalan


kependudukan;

2. Pelayanan yang berkaitan dengan persoalan


ketertiban dan keamanan;

3. Pelayanan yang berkaitan dengan perizinan;

4. Pelayanan yang berkaitan dengan


kesejahteraan;

5. Pelayanan yang berkaitan dengan pengawasan


kegiatan masyarakat;

6. Pelayanan yang berkaitan dengan


pengembangan perekonomian;

7. Pelayanan yang berkaitan dengan pembinaan


politik;

8. Pelayanan yang berkaitan dengan sosial


budaya;

9. Pelayanan yang bersifat membatuan (seperti


pembayaran PBB); dan

10. Pelayanan administrasi surat menyurat bagi


kepentingan warga masyarakat.

Sedangkan menurut Mahmudi (dalam


Hardiyansyah, 2011:20-23) pelayanan publik yang harus
diberikan oleh pemerintah dapat diklasifikasikan ke dalam
dua kategori utama, yaitu: pelayanan kebutuhan dasar dan
pelayanan umum. Pelayanan kebutuhan dasar meliputi: (a)
11

kesehatan, (b) pendidikan dasar, dan (c) bahan kebutuhan


pokok. Sedangkan untuk pelayanan umum meliputi: (a)
pelayanan administratif, (b) pelayanan barang, dan (c)
pelayanan jasa.

2. Tinjauan tentang Administrasi Kependudukan

a. Pengertian Administrasi Kependudukan

Pengertian administrasi kependudukan (selanjutnya


disebut dengan adminduk) tercantum dalam Pasal 1 ayat 1
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan:

“Administrasi kependudukan adalag rangkaian


kegiatan penataan dan penertiban dokumen dan
Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk,
Pencatatan Sipil, pengelolaan Administrasi
Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk
pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.”
Menteri Dalam Negeri merupakan pihak yang
bertanggung jawab dalam hal administrasi kependudukan di
Indonesia. Melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pendaftaran Penduduk disebutkan bahwa pendaftaran
penduduk adalah kegiatan pendaftaran dan/atau pencatatan
data penduduk beserta perubahannya, perkawinan,
perceraian, kematian, mutasi penduduk, penerbitan Nomor
Induk Kependudukan, Nomor Induk Kependudukan
Sementara, Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, akta
pencatatan penduduk, serta pengelolaan data penduduk dan
penyuluhan.
12

b. Pengertian Dokumen
Kependudukan

Pengertian Dokumen Kependudukan tercantum di


dalam Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bahwa
Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang
diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai
kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan
dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Produk dokumen yang dihasilkan dari pelayanan


pendaftaran penduduk berbeda dengan produk dokumen
hasil pencatatan sipil. Pelayanan pencatatan sipil
menghasilkan dokumen berupa akta pencatatan sipil atau
catatan pinggir pada akya pencatatan sipil. Sedangkan
produk dokumen dari kegiatan pendaftaran penduduk
adalah kartu identitas penduduk atau surat keterangan
kependudukan lainnya. (Usman, 2019:10)

c. Jenis-jenis Dokumen Kependudukan

Jenis-jenis dokumen kependudukan tercantum


dalam Pasal 59 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan. Adapun jenis-
jenis dokumen kependudukan berdasarkan undang-undang
tersebut, yaitu:

a. Biodata Penduduk;

b. KK;

c. KTP;
13

d. Surat Keterangan Kependudukan; dan

e. Akta Pencatatan Sipil.

Secara keseluruhan, terdapat 23 jenis dokumen


kependudukan yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok
utama, yaitu kartu, surat, dan akta. Untuk dokumen berupa
kartu, yaitu:

1. Kartu Tanda Penduduk;

2. Kartu Keluarga;

3. Kartu Identitas Anak.

Untuk dokumen kependudukan berupa surat terbagi


menjadi 14 jenis, yaitu:

1. Surat Keterangan Pindah;

2. Surat Keterangan Pindah Datang;

3. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri;

4. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri;

5. Surat Keterangan Tempat Tinggal;

6. Surat Keterangan Kelahiran;

7. Surat Keterangan Lahir Mati;

8. Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan;

9. Surat Keterangan Pembatalan Perceraian;

10. Surat Keterangan Kematian;

11. Surat Keterangan Pengangkatan Anak;


14

12. Surat Keterangan Pelepasan


Kewarganegaraan Indonesia;

13. Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas;


dan

14. Surat Keterangan Pencatatan Sipil.

Dokumen kependudukan berupa akta terbagi


menjadi 6 jenis, yaitu:

1. Akta Kelahiran;

2. Akta Kematian;

3. Akta Perkawinan;

4. Akta Perceraian;

5. Akta Pengakuan Anak; dan

6. Akta Kelahiran.

d. Pengertian, Syarat, dan Tata Cara Penerbitan


KTP-el

Salah satu jenis dokumen kependudukan yang


dikeluarkan oleh lembaga pencatatan sipil adalah Kartu
Tanda Penduduk Elektronik atau sering disingkat dengan
KTP-el. Pengertian KTP-el tercantum di dalam Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan Pasal 1 ayat 14 dijelaskan
bahwa Kartu Tanda Penduduk Elektronik, selanjutnya
disingkat KTP-el, adalah Kartu Tanda Penduduk yang
dilengkapi cip yang merupakan identitas resmi penduduk
sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana.
15

Pengertian KTP-el juga tercantum di dalam


Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 Tahun
2018 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran
Penduduk Dan Pencatatan Sipil Pasal 1 ayat 8 dijelaskan
bahwa Kartu Tanda Penduduk Elektronik yang selanjutnya
disingkat KTP-el adalah Kartu Tanda Penduduk yang
dilengkapi dengan cip yang merupakan identitas resmi
Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota atau
Unit Pelaksana Teknis Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil.

Syarat penerbitan KTP-el baru bagi penduduk


Warga Negara Indonesia (WNI) tercantum di dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 Tahun
2018 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran
Penduduk Dan Pencatatan Sipil Pasal 15. Penerbitan KTP-
el baru bagi Penduduk Warga Negara Indonesia harus
memenuhi persyaratan:

a. Telah berusia 17 (tujuh belas) tahun, sudah


kawin, atau belum kawin; dan

b. KK.

Tata cara penerbitan KTP-el bagi penduduk Warga


Negara Indonesia yang belum memiliki KTP-el dan proses
penerbitan KTP-el oleh petugas diatur dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011
tentang Pedoman Penerbitan Kartu Tanda Penduduk
16

Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional


Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b.

Bagi penduduk Warga Negara Indonesia yang


belum memiliki KTP-el melapor kepada petugas di tempat
pelayanan KTP-el, dengan mengisi formulir permohonan
dan membawa persyaratan yaitu NIK dan fotokopi Kartu
Keluarga.

Sedangkan bagi petugas di tempat pelayanan KTP-


el memproses permohonan penerbitan KTP-el bagi
penduduk Warga Negara Indonesia yang belum memiliki
KTP-el dengan tata cara:

1. Merekam isi formulir permohonan KTP-el ke


dalam database kependudukan;

2. Melakukan verifikasi data penduduk secara


langsung;

3. Melakukan pengambilan dan perekaman pas


photo, tanda tangan, sidik jari penduduk, dan
iris mata;

4. Membubuhkan tanda tangan dan stempel


tempat pelayanan KTP-el pada Formulir
Permohonan;

5. Formulir Permohonan sebagaimana dimaksud pada


angka 4 sebagai bukti telah dilakukan verifikasi,
pengambilan dan perekaman pas photo, tanda
tangan, sidik jari, dan iris mata penduduk
sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3;
17

6. Melakukan penyimpanan data sebagaimana


dimaksud pada angka 3 dan biodata penduduk ke
dalam database di tempat pelayanan KTP-el;

7. Data yang disimpan dalam database sebagaimana


dimaksud pada angka 6 dikirim melalui jaringan
komunikasi data ke server Automated Fingerprint
Identification System di pusat data Kementerian
Dalam Negeri;

8. Data penduduk sebagaimana dimaksud pada angka 7


disimpan dan dilakukan proses identifikasi
ketunggalan jatidiri seseorang;

9. Hasil identifikasi sidik jari penduduk sebagaimana


dimaksud pada angka 8, apabila:

a. Identitas tunggal, data dikembalikan ke


tempat pelayanan KTP-el;dan

b. Identitas ganda, dilakukan klarifikasi dengan


tempat pelayanan KTP-el.

10. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil


Kabupaten/Kota melakukan personalisasi data yang
sudah diidentifikasi sebagaimana dimaksud pada
angka 9 huruf a ke dalam blangko KTP-el;

11. Setelah dilakukan personalisasi sebagaimana


dimaksud pada angka 10), Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota mendistribusikan
KTP-el ke tempat pelayanan KTP-el;

12. Menerima KTP-el dan melakukan verifikasi melalui


pemadanan sidik jari penduduk 1:1;
18

13. Hasil verifikasi sidik jari penduduk sebagaimana


dimaksud pada angka 12:

a. Apabila datanya sama, maka KTP-el


diberikan kepada penduduk;

b. Apabila datanya tidak sama, maka KTP-el


tidak diberikan kepada penduduk.

14. Dalam hal terdapat data yang tidak sama


sebagaimana dimaksud pada angka 13 huruf b,
petugas di tempat pelayanan KTP-el mengembalikan
KTP-el ke Kementerian Dalam Negeri melalui
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten/Kota untuk dimusnahkan.

3. Tinjauan Tentang Populasi Kunci

a. Pengertian Populasi Kunci

Dalam program penanggulangan AIDS, populasi


kunci didefinisikan sebagai orang atau sekelompok orang
yang disebabkan karena situasi sosial yang dimilikinya atau
perilaku yang dilakukannya menyebabkan mereka menjadi
rentan atau berisiko terpapar atau memaparkan HIV
kepada/dari orang-orang yang ada di kelompok atau di luar
kelompoknya.

Kelompok masyarakat yang termasuk ke dalam


populasi kunci dijelaskan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013
tentang Penanggulangan HIV dan AIDS Pasal 10 ayat 7,
populasi kunci meliputi:

a. Pengguna napza suntik;


19

b. Wanita Pekerja Seks (WPS), langsung


maupun tidak langsung;

c. Gay, waria, dan laki pelanggan/pasangan


seks dengan sesama lelaki (LSL); dan

d. Warga binaan lapas/rutan.

b. Definisi Operasional Populasi Kunci

Definisi operasional dibuat untuk


memudahkan pengumpulan data dan
menghindarkan perbedaan interpretasi serta
membatasi ruang lingkup variabel. Dengan definisi
operasional, maka dapat ditentukan cara yang
dipakai untuk mengukur variabel, tidak terdapat arti
dan istilah-istilah ganda yang apabila tidak dibatasi
akan menimbulkan tafsiran yang berbeda (Suwandi,
2022:102).

Definisi operasional populasi kunci menurut


buku Petunjuk Teknis Pemetaan Populasi Kunci
Untuk Perencanaan Intervensi Program HIV yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, adalah sebagai
berikut:

a. Wanita pekerja seks langsung

Perempuan yang menjual seks untuk uang


atau barang sebagai sumber utama pendapatan
mereka. Sumber utama artinya ada kepastian
memperoleh pendapatan, bukan besar/kecilnya
pendapatan. Para perempuan ini termasuk mereka
20

yang bekerja di rumah bordil, lokalisasi, jalanan,


atau tempat-tempat umum di mana pelanggan
datang untuk membeli seks. Para perempuan ini
mungkin bekerja atau tidak bekerja untuk makelar
atau mucikari.

b. Wanita pekerja seks tidak langsung

Perempuan yang bekerja di tempat hiburan


(seperti karaoke, bar, panti pijat, dan lain-lain) dan
yang menjual seks kepada pelanggan mereka yang
ditemui di tempat hiburan. Transaksi seks dapat
terjadi di tempat hiburan atau di luar tempat
hiburan dan pemilik/manajer tempat hiburan
mungkin memfasilitasi atau tidak memfasilitasi
transaksi seks tersebut. Tidak semua perempuan
yang bekerja di tempat hiburan tersebut menjual
seks, sehingga perlu untuk membedakan pekerja
seks dan bukan pekerja seks selama pemetaan di
jenis hotspot ini.

c. Laki-laki yang berhubungan seks dengan


laki-laki

Laki-laki yang berhubungan seks dengan


pasangan laki-lakinya. Kelompok ini termasuk
orang-orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai
gay, biseksual, atau heteroseksual. Kategori ini
termasuk orang-orang yang menjual dan/atau
membeli seks dengan laki-laki lain (pekerja seks
laki-laki).

d. Waria
21

Transgender (laki-laki menjadi perempuan)


atau laki-laki secara biologis yang

mengidentifikasi dirinya sebagai perempuan


dan/atau berperilaku dan berpakaian seperti
perempuan.

e. Pengguna napza suntik

Pria dan wanita yang menyuntikkan napza


dalam 12 bulan terakhir selain yang ditentukan
oleh profesional medis. Kelompok ini mencakup
penasun yang sedang dalam terapi subtitusi opiat
atau dalam program abstinen.

c. Perilaku Berisiko Penularan HIV

Penularan HIV sampai saat ini diketahui


melalui hubungan seksual (homoseksual maupun
hetero seksual) serta non seksual seperti melalui
transplantasi organ dan jaringan tubuh yang
terinfeksi HIV, transmisi parenteral, dan transmisi
transplasenta. Cairan tubuh yang terbukti
menularkan di antaranya semen, cairan vagina atau
serviks dan darah penderita. (Tambaip, dkk,
2021:15) Cara penularan yang diketahui melalui:

a. Transmisi seksual

Penularan HIV melalui hubungan


seksual baik secara heteroseksual maupun
homoseksual merupakan penularan yang
sering terjadi. Transmisi HIV pada
homoseksual menggunakan hubungan
seksual anogenital merupakan perilaku
22

seksual berisiko tinggi bagi penularan HIV.


Hal ini disebabkan mukosa rektum yang
sangat tipis dan mudah mengalami perlukaan
pada saat berhubungan seksual secara
anogenital.

Sedangkan transmisi seksual pada


heteroseksual dapat terjadi dari laki-laki ke
peremuan maupun sebaliknya. Infeksi HIV
pada heteroseksual terjadi melalui hubungan
seksual tanpa kondom.

b. Transmisi non seksual

Transmisi non seksual HIV dapat


terjadi akibat penggunaan jarum suntik dan
alat tusuk lainnya (misalnya alat tindik) yang
tidak steril atau telah terkontaminasi seperti
pada penyalahgunaan narkotika suntik yang
menggunakan jarum suntik secara bersama-
sama. Transmisi jenis ini disebut sebagai
transmisi parenteral.

Penularan HIV juga dapat terjadi


pada ibu yang mengidap HIV positif kepada
janin yang dikandungnya. Penularan dapat
terjadi ketika hamil, melahirkan, dan waktu
menyusui. Transmisi jenis ini disebut dengan
transmisi transplasenta.

Transmisi HIV juga dapat terjadi


akibat transplantasi organ dan jaringan tubuh
yang ternfeksi HIV. Transplantasi organ
potensial meningkatkan HIV yang telah
23

dicangkokkan pada orang sehat, maka virus


HIV akan menyebar ke seluruh tubuh.

b. Kerangka Berpikir

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Kepemilikan Kartu Tanda Penduduk Elektronik pada populasi


kunci di Kota Surakarta

Kondisi kepemilikan Kartu Tanda Upaya peningkatan kepemilikan


Penduduk Elektronik pada Populasi Kartu Tanda Penduduk Elektronik
Kunci di Kota Surakarta pada Populasi Kunci di Kota
Surakarta

Kebijakan terkait pemanfaatan KTP-


el dalam pelayanan publik bagi
populasi kunci di Kota Surakarta
24

Penjelasan:

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, penulis


menjabarkan terkait kepemilikan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik pada populasi kunci di Kota Surakarta. Populasi
kunci adalah orang atau sekelompok orang yang disebabkan
karena situasi sosial yang dimilikinya atau perilaku yang
dilakukannya menyebabkan mereka menjadi rentan atau
berisiko terpapar atau memaparkan HIV kepada/dari orang-
orang yang ada di kelompok atau di luar kelompoknya.
Salah satu kelompok masyarakat yang termasuk ke dalam
populasi kunci adalah Wanita Pekerja Seksual (WPS). Di
dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan memberikan
kewajiban bagi pemerintah untuk memberikan perlindungan
dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status
hukum atas setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa
Penting yang dialami oleh Penduduk dan/atau Warga
Negara Indonesia. Kartu Tanda Penduduk Elektronik hadir
sebagai perwujudan pemenuhan hak sipil dan politik. Selain
sebagai alat identitas diri, KTP-el dapat berguna dalam
mengakses pelayanan publik. Namun pengakuan atas
identitas diri ini tidak didapatkan oleh wanita pekerja seks,
yang kesulitan menikmati layanan publik karena tidak
memiliki KTP. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka
diperlukan kebijakan terkait pemanfaatan KTP-el dalam
pelayanan publik bagi populasi kunci di Kota Surakarta
25

8. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis pada


penelitian ini adalah penelitian empiris. Penelitian empiris
merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji keadaan
sebenarnya yang terjadi di masyarakat, yaitu mencari fakta-fakta
yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian (Benuf,
2020:27). Penelitian dilakukan dengan cara terjun langsung ke lokasi
penelitian untuk mendapatkan data penelitian mengenai kondisi
kepemilikan Kartu Tanda Penduduk Elektronik pada populasi kunci
di Kota Surakarta.

b. Sifat Penelitian

Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif. Penelitian


deskriptif adalah sebuah penelitian yang mempunyai tujuan untuk
memberi gambaran tentang suatu masyarakat atau sekelompok orang
tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antar
fenomena (Rustanto, 2015:5). Berdasarkan pengertian tersebut,
penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menggali dan
memahami serta mendeskripsikan fenomena sosial berdasarkan data
yang diperoleh di lapangan terkait dengan kondisi kepemilikan Kartu
Tanda Penduduk Elektronik pada populasi kunci di Kota Surakarta.

c. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan


kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai
26

lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai


instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara
trianggulasi (gabungan), analisis bersifat induktif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi
(Sugiyono, 2016:1). Penelitian kualitatif digunakan terhadap
masalah yang belum jelas, untuk mengetahui makna yang
tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk
mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan untuk
meneliti sejarah perkembangan dari suatu situasi (Rustanto,
2015:13). Hasil kegiatan penelitian kualitatif dapat berupa uraian
yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang
dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau
organisasi tertentu dalam suatu keadaan, konteks tertentu yang dikaji
dari sudut pandang yang menyeluruh (Jaya, 2020:6). Melalui
pendekatan kualitatif yang dilakukan pada penelitian ini diharapkan
dapat menemukan rumusan kebijakan yang tepat terkait pemanfaatan
Kartu Tanda Penduduk Elektronik dalam pelayanan publik bagi
populasi kunci di Kota Surakarta

d. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di Dinas Administrasi


Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta yang beralamat
di Kompleks Balaikota Surakarta, Jalan Jenderal Sudirman Nomor 2
Kampung Baru, Pasar Kliwon, Surakarta, Jawa Tengah 57111 selaku
instansi yang berwenang dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik dan Yayasan SPEK-HAM Surakarta yang beralamat di
Jalan Srikoyo Nomor 20, Karangasem, Laweyan, Kota Surakarta,
Jawa Tengah 57145 sebagai instansi pendamping populasi kunci.

e. Sumber Data
27

Sumber data penelitian merupakan tempat dimana data


penelitian ditemukan. Adapun sumber data yang digunakan penulis
dalam penelitian terdiri atas:

1) Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau


dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber
datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data
baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data
primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung.
Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan
data primer antara lain observasi, wawancara, diskusi
terfokus (focus group discusion), dan penyebaran kuesioner.
(Siyoto, 2015:68). Data primer yang digunakan dalam
penelitian ini dari lapangan secara langsung dengan
wawancara langsung:

a) Sub Koordinator Bidang Pendaftaran Penduduk,


Dinas Administrasi Kependudukan dan Pencatatn
Sipil Kota Surakarta;

b) Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk, Dinas


Administrasi Kependudukan dan Pencatatn Sipil Kota
Surakarta;

c) Pendamping populasi kunci, Yayasan SPEK-HAM


Surakarta.

2) Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau


dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada
28

(peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat


diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik
(BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain. (Siyoto, 2015:68).
Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah
data jumlah populasi kunci di Kota Surakarta tahun 2022 dari
Dinas Kesehatan Kota Surakarta.

f. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling


strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data
maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar
data yang ditetapkan.Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk


saling bertukar informasi dan ide melalui tanya jawa
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
tertentu. Dengan wawancara maka peneliti dapat mengetahui
hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam
menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi.
Tujuan wawancara dalam penelitian ini, untuk mendapatkan
informasi mengenai kondisi kepemilikan Kartu Tanda
Penduduk Elektronik pada populasi kunci dan kebijakan yang
dapat diambil terkait dengan kepemilikan Kartu Tanda
Penduduk Elektronik pada populasi kunci di Kota Surakarta,
narasumber pada penelitian ini sebagai berikut:

a) Sub Koordinator Bidang Pendaftaran Penduduk,


Dinas Administrasi Kependudukan dan Pencatatn
Sipil Kota Surakarta;
29

b) Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk, Dinas


Administrasi Kependudukan dan Pencatatn Sipil Kota
Surakarta;

c) Pendamping populasi kunci, Yayasan SPEK-HAM


Surakarta.

2) Observasi

Observasi adalah alat dasar semua ilmu


pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan
data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh
melalui observasi (Sugiyono, 2016:64). Tujuan observasi
pada penelitian ini untuk mengetahui kondisi kepemilikan
Kartu Tanda Penduduk Elektronik pada populasi kunci di
Kota Surakarta.

3) Dokumentasi

Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan


lebih dapat dipercaya bila didukung oleh dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan
menggunakan dokumen atau bahan-bahan tertulis, cetak,
rekaman peristiwa yang berhubungan dengan hal yang ingin
diteliti (Rustanto, 2015:60). Dalam penelitian ini
dokumentasi yang digunakan adalah rekaman wawancara dan
foto wawancara dengan narasumber terkait penelitian tentang
kondisi kepemilikan Kartu Tanda Penduduk Elektronik pada
populasi kunci di Kota Surakarta. Narasumber pada
penelitian ini, yaitu:

a) Sub Koordinator Bidang Pendaftaran Penduduk,


Dinas Administrasi Kependudukan dan Pencatatn
Sipil Kota Surakarta;
30

b) Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk, Dinas


Administrasi Kependudukan dan Pencatatn Sipil Kota
Surakarta;

c) Pendamping populasi kunci, Yayasan SPEK-HAM


Surakarta.

g. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara


sistematis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke
dalam kategori, menjabarkan ke dakam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2016:89).

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini


adalah model analisis dari Miles dan Huberman yang terdiri atas:

1) Reduksi data

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal


yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari
tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan Sugiyono,
2016:92).

2) Penyajian data

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah


penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data
dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
31

hubungan antar kategori, flowchart, dan sebagainya


(Sugiyono, 2016:95). Penyajian data dilakukan untuk melihat
gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari
gambaran keseluruhan. Pada tahap ini penulis berupaya
mengklasifikasikan dan menyajikan data sesuai dengan
pokok permasalahan yang diawali dengan pengkodean pada
setiap subpokok permasalahan (Siyoto, 2015:123).

3) Kesimpulan atau verifikasi

Langkah terakhir dalam analisis data model Miles


dan Huberman adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Pada bagian ini peneliti mengutarakan kesimpulan dari data-
data yang diperoleh. Kegiatan ini bertujuan untuk mencari
makna data yang dikumpulkan dengan mencari hubungan,
persamaan, atau perbedaan. Penarikan kesimpulan bisa
dilakukan dengan jalan membandingkan kesesuaian
pernyataam dari subyek penelitian dengan makna yang
terkandung dengan konsep-konsep dasar penelitian tersebut
(Siyoto, 2015:124).

9. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika penulian bertujuan untuk memberikan gambaran


secara meyeluruh terkait sistematika penulisan Tugas Akhir sesuai dengan
Buku Pedoman Tugas Akhir. Adapun penjabaran sistematika dalam
penulisa Tugas Akhir penulis yang terdiri dari 4 bab adalah sebagai
berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menjabarkan terkait latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penulisan Tugas Akhir.
32

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis memberikan landasan teori atau penjelasan secara
teoretis yang bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan.
Landasan teori tersebut meliputi tinjauan tentang teori-teori yang relevan
dengan penulisan Tugas Akhir. Adapun tinjauan tersebut antara lain:

1. Tinjauan tentang pelayanan publik;

2. Tinjauan tentang administrasi kependudukan;

3. Tinjauan tentang populasi kunci.

Selain itu, dalam bab ini penulis juga memaparkan tentang kerangka
pemikiran guna memudahkan dalam pemahaman alur berpikir penulis.

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menguraikan dan menyajikan pembahasan dari hasil
yang diperoleh selama proses penelitian mengenai analisis kondisi
kepemilikan Kartu Tanda Penduduk Elektronik pada populasi kunci di
Kota Surakarta.

BAB IV: PENUTUP

Pada bab ini penulis menguraikan simpulan yang diperoleh dari hasil
penelitian yang telah dilaksanakan serta mengemukakan saran yang
relevan terhadap permasalahan yang diteliti.
33

10. Jangka Waktu Penelitian

Bulan

No Kegiatan 1 2 3 4 5 6

1. Pengajuan Judul

2. Penyusunan Proposal

3. Seminar Proposal

4. Pengumpulan Data

5. Analisis Data

6. Penulisan Laporan
34

Daftar Pustaka

Buku

Arinta Dea Dini Singgi, N. R. (2017). Kajian Hukum dan Kebijakan HIV di Indonesia:
Sebuah Tinjauan terhadap Peraturan Perundang-Undangan dan
Implementasinya di Enam Kota/Kabupaten. Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum
Masyarakat.

Hardiyansyah. (2011). Kualitas Pelayanan Publik: Konsep, Dimensi, Indikator, dan


Implementasinya. Yogyakarta: Gava Media.

Hayat. (2017). Manajemen Pelayanan Publik. Depok: Raja Grafindo Persada.

Jaya, I. M. (2020). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif: Teori, Penerapan, dan
Riset Nyata. Yogyakarta: Anak Hebat Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Petunjuk Teknis Pemetaan Populasi Kunci Untuk
Perencanaan Intervensi Program HIV. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Mustanir, A. (2022). Pelayanan Publik. Pasuruan: Qiara Media dan Basya Media.

Rustanto, B. (2015). Penelitian Kualitatif Pekerjaan Sosial. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Sinambela, L. P. (2014). Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, dan


Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Siyoto, S. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Sleman: Literasi Media Publishing.

Sugiyono. (2016). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

Suhartoyo. (2019). Implementasi Fungsi Pelayanan Publik dalam Pelayanan Terpadu


Satu Pintu (PTSP). Administrative Law & Governance Journal, 2(1), 143-154.

Suwandi, E. (2022). Metodologi Penelitian. Jakarta Selatan: PT. Scifintech Andrew


Wijaya.

Syafiie, I. K. (2010). Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Tambaip, T. (2021). Penanganan Virus HIV/AIDS. Sleman: Deepublish.

Usman, R. (2019). Hukum Pencatatan Sipil. Jakarta: Sinar Grafika.


35

Jurnal

Aswandi, B. (2019). Negara Hukum dan Demokrasi Pancasila Dalam Kaitannya Dengan
Hak Asasi Manusia (HAM). Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 1(1), 128-
145.

Benuf, K. D. (2020). Metodologi Penelitian Hukum sebagai Instrumen Mengurai


Permasalahan Hukum Kontemporer. Gema Keadilan, 7(1), 20-33.
doi:10.14710/gk.2020.7504

Dewi, C. R., & Suparno. (2022). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik. Jurnal Media Administrasi, 7(1), 78-91.

Fadli, M. R. (2021). Memahami Desain Metode Penelitian Kualitatif. Humanika, Kajian


Ilmiah Mata Kuliah Umum, 21(1), 33-54. doi:10.21831/hum.v21i1. 38075

Putri, P. E. (2020). Pengaruh Kualitas Pelayanan Publik (Pembuatan Kartu Tanda


Penduduk Elektronik) Di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Surabaya
Terhadap Tingkat Kepuasan Warga Kota Surabaya. Kajian Moral dan
Kewarganegaraan, 8(2), 276-290.

Solechan. (2019). Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam Pelayanan Publik.
Administraive Law & Governance Journal, 2(3), 541-557.

Winarsih, R. D. (2014). Manajemen Pelayanan: Pengembangan Model Konseptual,


Penerapan Citizen's Character dan Standar Pelayanan Minimal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor


23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan


Antara Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten Kota.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan
Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
36

Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2010 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang


Penanggulangan HIV dan AIDS.

Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/2003


tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Internet

Dinkes Salatiga. 2023. https://dinkes.salatiga.go.id/pertemuan-stakeholder-


pemetaan-dan-estimasi-populasi-kunci-program-hiv-aids-kota-salatiga.

Disadmindukcapil Surakarta. 2023. https://dispendukcapil.surakarta.go.id/disdukcapil-


lakukan-cek-biometrik-populasi-kunci/.

You might also like