Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 8

Menghitung Daya Dukung Tanah (qa) Untuk Pijakan

Crane.
Salah satu item yang harus dicek oleh lift planner’s saat membuat
lifting plan adalah memastikan ground bearing pressure (GBP) dari
crane yang dipindahkan kelapisan permukaan tanah harus lebih kecil
dari daya dukung tanah ijin (qa). Tujuannya agar crane tidak
mengalami penurunan berlebih serta tetap level saat beroperasi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa rated load pada crane dibuat
dengan asumsi crane beroperasi dengan kemiringan tidak lebih dari
1% gradient. Bahkan crane dengan merk Demag menyaratkan 0.5%
gradient. Tulisan terkait perhitungan GBP crane sudah kami jelaskan
pada tulisan sebelumnya secara detail baik untuk type crane dengan
outriggers maupun crane dengan crawler. Penjelasan tersebut juga
sudah dilengkapi dengan contoh perhitungan untuk memudahkan
pemahaman. Tetapi kemudian pertanyaanya adalah bagaimana
menentukan daya dukung ijin tanah (qa) yang menjadi batasan GBP
dari crane agar dapat dinyatakan bahwa crane tersebut beroperasi
dengan aman.

Kalau kita buka sejumlah referensi terkait standard atau guideline


lifting operation, jawaban pertanyaan tentang bagaimana
menentukan daya dukung ijin tanah adalah lift planners diminta
berkonsultasi dengan civil atau geotechnical engineer dan atau untuk
kasus kasus operasi pengangkatan rutin bisa mengacu pada table
berikut yang dipropose oleh Jay Shapiro, crane and derrick fourth
edition.
Lift planner’s bahkan civil engineer tetap akan kesulitan untuk
mengiterpretasikan serta mengimplementasikan table ini dilapangan
apabila tidak tersedia data hasil pengujian tanah. Sebab massa tanah
terdiri dari sejumlah lapisan dengan type dan density yang berbeda.
Contoh kasus area pelabuhan yang dibangun diatas rawa-rawa
(swampy), dimana dilakukan pekerjaan penimbunan untuk menaikan
elevasi tanah dan setelah pelabuhan tersebut jadi tentunya pada
lapisan permukaan akan difinishing dengan lapisan perkerasan.
Lapisan perkerasan ini dapat berupa beton, asphalt dengan pondasi
berupa base course yang dipadatkan.  Secara visual bagi lift planner’s
yang tidak mengecek history dari pembangunan pelabuhan ini akan
mengatakan daya dukung tanah cukup bagus berdasarkan
pembacaan table diatas karena yang terlihat olehnya adalah lapisan
perkerasan beton yang sudah jadi atau lapisan timbunan paling atas
berupa base course yang dipadatkan. Sehingga kami menyarankan lift
planner’s untuk tetap berkonsultasi dengan civil atau geotechnical
engineer agar dapat mengetahui berapa daya dukung tanah ijin (qa)
pada lokasi tersebut.

Sebelum menjelaskan lebih jauh mengenai perhitungan daya dukung


tanah untuk pijakan crane serta apa bedanya dengan perhitungan
daya dukung tanah untuk pondasi bangunan gedung, maka kami
berikan review singkat pengetahuan mekanika tanah ketika menerima
beban;

1.    Pengaruh beban terbagi merata yang bekerja pada mat/pondasi


persegi sampai pada kedalaman dua kali lebar mat/pondasi tersebut
(2B jika lebar mat/pondasi adalah B). Artinya pada kedalaman tanah
dibawah 2B, pengaruh beban dari mat/pondasi kurang dari 10%
sebagaimana ditunjukan pada gambar sebelah kiri, isobar distribusi
tegangan tanah akibat beban terbagi merata pada bidang persegi.

2.    Apabila lapisan tanah menerima beban berlebih maka, masa


tanah tersebut akan mengalami kegagalan. Secara umum, model
kegagalan tanah ada dua; pertama adalah general share failure
sebagaimana ditunjukan pada gambar kanan atas serta kegagalan
local shear (punching) yang ditunjukan oleh gambar kiri bawah. Pada
kasus general share failure, ditandahi dengan heave (masa tanah
mumbul) pada kanan kiri mat/pondasi yang disertai dengan
penurunan. Sementara pada local shear failure (punching), hanya
ditandai dengan penurunan berlebih pada mat/pondasi tanpa terjadi
heave.  
Mengacu pada sejumlah literasi perencanaan pondasi dangkal
(shallow foundation), maka akan ditemukan sejumlah formula atau
persamaan yang sering digunakan untuk menghitung daya dukung
tanah. Persamaa Terzaghi’s, Meyerhof’s, Hansen’s and Vesic’s adalah
yang sering kita dengar dan digunakan oleh civil engineer untuk
perencanaan pondasi bangunan. Pada Tulisan ini kami memilih untuk
menggunakan persamaan Terzaghi’s meskipun hasilnya cenderung
lebih korsevatif dari persamaan yang dipropose oleh Hansen mapun
Vesic’s dengan pertimbangan persaan Terzaghi’s cenderung lebih
simple.

 Dengan menggunakan parameter input dari data hasil pengujian


laboratorium, persamaan perhitungan daya dukung tanah yang
diusulkan oleh Terzaghi’s mempertimbangkan tiga elemen konstribusi
Utama; nilai kohesi tanah (c), lebar pondasi (gB) serta beban surcharge
dikanan kiri pondasi (q).

Secara matematis untuk pondasi dengan penampang persegi, qu=


1.3cNc+ 0.4gBNg+ qNq. Dimana Nc, Nq dan Ng merupakan factor
yang tergantung pada f (sudut geser dalam tanah) serta dapat
ditentukan dengan menggunakan grafik berikut. Apabila pondasi
persegi tersebut duduk diatas permukaan tanah semisal mat crane,
maka nilai qNq=0 dikarenakan tidak ada beban surcharge berupa
overburden pressure dari tanah disekitar mat crane, sehingga
persamaan daya dukung tanah ultimit dapat disederhanakan menjadi
qu= 1.3cNc + 0.4gBNg.

Contoh soal perhitungan daya dukung tahan

Untuk memudahkan pemahaman, maka diberikan satu contoh


perhitungan daya dukung tanah ultimit (qult) dari satu lapisan tanah
untuk menopang crane crawler sebagaimana ditunjukan pada gambar
berikut. Dengan lebar crane mat B=3m, maka kedalaman tanah yang
akan mendapatkan pengaruh beban 2B=6 m dimana pengaruh beban
mencapai lapisan tanah yang kedua. Sehingga parameter tanah yang
digunakan untuk perhitungan daya dukung tanah adalah rerata dari
kedua lapisan tanah dimana crane mat tersebut duduk.
Parameter tanah rerata dari dua lapisan tanah sebagaimana
ditunjukan pada gambar diatas dapat dihitung sbb;

gtanah= (g1+g2)/2= (17+18)/2= 17.5kN/m3;

ftanah= (f1+f2)/2= 15;

ctanah= (c1+c2)/2= 20+40= 30kN/m3.

Dengan menggunakan nilai ftanah= 15, maka dengan menggunakan


chart diatas dapat ditentukan Nc= 12, dan Ng= 2.

Selanjutnya daya dukung tanah ultimit (qult) yaitu daya dukung tanah
sesaat sebelum masa tanah runtuh dapat dihitung sbb;

qult= 1.3cNc + 0.4gBNg= 1.3*30*12+ 0.4*17.5*3*2= 510kN/m2

Pada perencanaan pondasi bangunan, daya dukung tanah ijin (qa)


dapat ditentukan dengan membagi qull dengan nilai safety factor (SF).
Secara matematis dapat dituliskan qa= qult/SF.  Safety factor ini
dimaksudkan untuk mengakomodasi uncertenties pada soil profile,
soil strength parameters, serta simplifikasi dari persamaan
perhitungan yang digunakan. Engineer Geoteknik umumnya
menggunakan angka safety factor pada range 2.5 sampai dengan 3.5
untuk analisis pondasi dangkal (shallow foundation), tujuannya untuk
menghidari kegagalan daya dukung serta penurunan berlebih yang
dapat menyebabkan kerusakan pada struktur atas bangunan. Dengan
menggunakan SF= 3, maka daya dukung tanah ijin, qa= qult/3=
510/3= 170 kN/m2.

Pertanyaanya adalah apakah daya dukung ijin pada perhitungan


diatas dapat digunakan untuk perhitungan dan pengecekan ground
bearing pressure dari crane atau untuk desain crane mat jika
membutuhkan crane mat karena GBP yang cukup besar?.

Perbedaan daya dukung tanah ijin dari crane dan pondasi


bangunan
Model keruntuhan yang menjadi basis dari persamaan Terzagi’s untuk
menghitung daya dukung ultimit pondasi dangkal juga dapat
digunakan untuk untuk medesain crane mats. Tetapi pada prakteknya,
Safety factor yang digunakan akan berbeda dengan
mempertimbangkan sejumlah faktor faktor berikut;

1.    Batasan differential settlement ijin; Pada kebanyakan bangunan


gedung, differential settlemet dibatas tidak boleh melebihi 1/500 agar
tidak terjadi kerusakan struktur atau retak pada dinding serta struktur
sekunder lainnya. Sementara pada sejumlah crane, batasan perbedaan
level adalah tidak boleh melebihi 1/100 (1%) sampai dengan 1/200
(0.5%) dimana batasan ini cenderung lebih longgar dari batasan pada
bangunan gedung.

2.    Penurunan pada bangunan gedung memperhitungkan immediate


settlement serta consolidation settlement karena bangunanya akan
berada pada lokasi tersebut untuk jangka waktu yang lama sesuai
service life designya. Sementara pada crane karena hanya sementara
(short loading) maka cukup hanya mepertimbanngkan immediate
settlement. Pada tanah kohesif, immediate settlemet hanya berkisar
20% s/d 60% dari total settlement.

Sehingga berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dikatakan bahwa


penggunaan safety factor (SF) 2.5 s/d 3.5 yang umum digunakan
untuk desain pondasi bangunan adalah konservatif dan akan berbiaya
besar. Sehingga sejumlah penelitian telah dilakukan terkait dengan ini
untuk menentukan nilai SF yang optimal dan masih tetap aman dari
segi operasi.

1.    Shapiro (1999) mengusulkan untuk menggunakan daya dukung


ijin tanah 33.3% sampai dengan 50% lebih besar dari daya dukung ijin
tanah yang dihitung untuk bangunan gedung. Usulan ini beliau
tuliskan pada buku beliau “Crane & Derricks 3rd Edition”.

2.    CIRIA 1996 mengusulkan untuk menggunakan angka SF 1.5 s/d 2


untuk menentukan daya dukung tanah pada kasus crane dengan
outriggers. Usulan ini dituliskan pada beliau “Crane Stability on Site –
An Introduction Guide”.

Kembali pada contoh kasus yang kami telas hitung diatas berdasarkan
ketentuan untuk desain pondasi gedung, maka qa= 170 kN/m2,
sehingga berdasarkan usulan dari Shapiro (1999), maka qa untuk
crane menjadi 230 kN/m2 sampai dengan 250 kN/m2. Sementara
berdasarkan CIRIA 1996, maka daya dukung tanah pada range 250
kn/m2 sampai dengan 340 kN/m2. Tentunya dengan nilai daya
dukung tanah ijin yang lebih besar maka ukuran crane mat yang
dibutuhkan bisa lebih efisien, serta biaya pelaksanaan juga akan lebih
murah dan tentunya tetap dapat dipertanggung jawabkan
keamananya.

You might also like