Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

Jurnal E-ISSN 2502-3101

P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP


KONSUMEN DALAM HAL TERJADINYA
HORTWEIGHTING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG
RI NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN

Oleh :
Ni Komang Ayu Nira Relies Rianti

Abstract
Shortweighting is one of the selling practices of goods that harm consumers.
Where the actual weight of the item is less than the weight indicated on the goods
packaging label. Clearly, consumers are severely disadvantaged as a result of
changes in the goods made by businessmen. With The result that consumers get
goods that are not in accordance with the conditions and the promised warranty
or stated on the label. The legal issues in this writing are 1. How is the liability
of businessmen to consumers in the case of short-weighting reviewed by Law No.
8 of 1999? and 2. What kind of dispute settlement efforts that can be taken by the
consumer in case of short-weighting? This research is normative legal research.
The conclusion of this study is that the businessmen are to be responsible if proven
to occur sales practice short-weighting. It is contained in Article 19 of Law No.
8 of 1999 on Consumer Protection. The legal efforts to resolve disputes that
can be reached by consumers can be through 2 (two) ways of settling disputes,
outside the court or alternative dispute resolution and settlement of litigation.
The settlement of disputes outside the court can be through the settlement of
disputes solved by deliberation by the parties and could be through the Indonesia
Consumer Dispute Settlement Institution (BPSK).

Keywords: Shortweighting, Bussinessmen, Consumer Protection

Abstrak
Shortweighting adalah salah satu praktek penjualan barang yang merugikan
konsumen. Dimana berat barang yang sebenarnya adalah lebih kecil dari
berat yang tertera pada label kemasan barang. Jelas sekali bahwa konsumen
sangat dirugikan akibat adanya perubahan barang tersebut yang dilakukan
oleh pelaku usaha. Sehingga konsumen mendapatkan barang yang tidak sesuai
dengan kondisi dan jaminan yang dijanjikan atau yang dinyatakan dalam label.
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah 1. Bagaimanakah tanggungjawab
pelaku usaha terhadap konsumen dalam hal terjadinya shortweighting ditinjau
dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999? dan 2. Apakah upaya penyelesaian
sengketa yang dapat ditempuh oleh konsumen bila terjadi shortweighting? Jenis
penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif. Kesimpulan
dari hasil penulisan penelitian ini bahwa pelaku usaha bertanggung jawab
apabila terbukti terjadi praktik penjualan shortweighting. Hal tersebut tertuang
 PT PLN (Persero) Distribusi Bali pada Bidang Pengadaan. Email : lies_rianti@yahoo.com

521
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan


Konsumen. Upaya penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh konsumen
dapat melalui 2 (dua) cara yaitu penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan
penyelesaian litigasi. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan yaitu bisa melalui
penyelesaian sengketa secara damai oleh pihak sendiri dan bisa melalui Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Kata kunci : Shortweighthing, Pelaku Usaha, Perlindungan Konsumen

I. PENDAHULUAN untuk membuat dan menetapkan


Dewasa ini bangsa Indonesia segala peraturan secara sepihak atas
sedang giat melaksanakan pemba- barang dan jasa yang diproduksi atau
ngunan ekonomi untuk dapat segera diperdagangkan nya. Hal tersebut
keluar dari krisis ekonomi yang sering terjadi karena pada saat itu
berkepanjangan. Pembangunan belum adanya peraturan khusus di
nasional ini bertujuan untuk bidang perlindungan konsumen.
mewujudkan suatu masyarakat adil Masyarakat Indonesia baik
dan makmur yang merata materiil dan pelaku bisnis maupun pihak konsumen
spiritual dalam era demokrasi ekonomi menginginkan ada sebuah Undang-
berdasarkan Pancasila dan Undang- undang yang secara komprehensif
Undang Dasar 1945. Bahwa untuk mengatur hubungan antara penjual
meningkatkan harkat dan martabat maupun pembeli. Keinginan tersebut
konsumen perlu meningkatkan didorong oleh munculnya praktik-
kesadaran, pengetahuan, kepedulian, praktik perdagangan yang tidak sehat.
kemampuan dan kemandirian Praktik-praktik perdagangan yang tidak
konsumen untuk melindungi dirinya sehat tersebut, dapat menimbulkan
serta menumbuh kembangkan sikap kerugian bagi konsumen.
pelaku usaha yang bertanggung Contoh kasus nyata menjelang
jawab. Lebaran tahun 2007, penjualan
Pepatah Indonesia “pembeli biskuit yang dikemas dalam kaleng
adalah raja” ternyata cuma jadi pemanis berisi 700g dan biasanya penuh satu
bibir. Yang terjadi justru sebaliknya, kaleng. Namun betapa kagetnya
para konsumen lah kerap menjadi ketika YLKI menemukan biskuit yang
buak atau korban. Dulu kedudukan sama, ternyata biskuit itu dibungkus
konsumen lebih rendah dari pada satu per satu dalam plastik sehingga
pelaku usaha, konsumen tidak dapat terkesan memenuhi kemasan kaleng.
memperoleh apa yang sebenarnya Ketika dibuka dari plastiknya dan
menjadi haknya. Konsumen hanya dimasukan kedalam kaleng, isinya
dapat menerima saja yang dilakukan  Sularsi, SH, Senior Staff YLKI, http://ylki.
dan apapun yang menjadi keputusan or.id/2011/11/membeli-barang-dalam-
keadaan-terbungkus, diakses 4 Desember
pelaku usaha. Pelaku usaha bebas 2017 Pukul 16.30 Wita.

522
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

tidak akan lebih dari separuh kaleng. khusus yang mengatur mengenai
Jika konsumen hanya berpatokan pada perlindungan konsumen yaitu Undang-
fisik kemasannya maka akan salah Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang
besar. Hal ini merupakan merugikan diundangkan pada tanggal 20 April
konsumen, maka patut diwaspadai oleh dalam Lembaran Negara Tahun 1999
konsumen serta perlunya pengawasan Nomor 42, tambahan Lembaran
oleh instansi yang terkait agar tidak Negara Nomor 3821, dengan tujuan
terjadi misleading. agar hak-hak konsumen dilindungi
Salah satu contoh lainnya serta mengangkat martabat konsumen
kasus shortweighting yang terjadi di dengan cara menghindarkannya dari
Indonesia adalah pengoplosan gas akses negatif pemakaian barang dan/
LPG. Sebagaimana berita yang dirilis atau jasa.
oleh metronews.com dalam media Seiring dengan diundangkannya
online tanggal 4 Oktober 2017,
Undang-Undang Perlindungan Konsu-
terungkapnya ledakan Gudang Elpiji di
men tersebut, maka hak-hak konsumen
Karang Tengah merupakan salah satu
lebih diperhatikan, salah satunya
dugaan adanya tindakan pelaku usaha
adalah hak atas informasi yang benar,
yang merugikan konsumen. Dari hasil
jelas dan jujur mengenai kondisi dan
penyelidikan kepolisian diduga telah
jaminan barang dan/atau jasa serta
terjadi praktik pengoplosan elpiji,
hak untuk mendapatkan advokasi,
yakni dari tabung 3 Kg ke tabung LPG
12 Kg dan 50 Kg. perlindungan dan upaya penyelesaian
Menurut Rachmadi Usman sengketa perlindungan konsumen
perlu diberlakukan suatu sistem secara patut.
pengawasan dengan diwajibkannya Konsumen berkepentingan akan
“wajib uji makanan”. Wajib ini tidak perlindungan hukum sehubungan
hanya meliputi persyaratan mutu, dengan kualitas maupun kuantitas
tetapi juga mengenai hal-hal lain yang barang dan/jasa. Sebuah kenyataan
penting dalam usaha memberikan bahwa konsumen menduduki
perlindungan konsumen seperti wajib posisi yang cukup penting di dalam
dafar makanan dan minuman, masalah kelangsungan roda perekonomian.
kemasan, masalah label serta tanggung Namun sangat di sayangkan bahwa
jawab produsen. Dikaitkan dengan kedudukan konsumen justru berada
hal tersebut di atas, maka pemerintah di posisi lemah di bandingkan dengan
mengeluarkan undang-undang pelaku usaha dalam hal perlindungan
konsumen.
 YDH, 2017, http://news.metrotvnews.com/
read/2017/10/04/767975/ylki-minta-polisi- Menurut pasal 1 huruf 2
usut-ledakan-gudang-pengisian-elpiji, diakses Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tanggal 4 Desember 2017 Pukul 16.35 Wita.
 Rachmadi Usman, 2004, Hukum Persaingan berbunyi: “Konsumen adalah setiap
Usaha di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka orang pemakai barang dan/ jasa yang
Utama, Jakarta, hlm. 1.

523
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

tersedia dalam masyarakat, baik bagi 1. Kedudukan pelaku usaha dan


kepentingan diri sendiri, keluarga, konsumen tidak seimbang dan
orang lain maupun mahluk hidup lain, konsumen berada di posisi
dan untuk tidak diperdagangkan. Yusuf lemah.
Shofie menjelaskan bahwa masyarakat 2. Prinsip ekonomi pelaku usaha
yang diartikan sebagai konsumen, tidak untuk mendapatkan keuntungan
selalu harus memberikan prestasinya yang semaksimal mungkin
dengan cara membayar uang untuk dengan modal seminimal
memperoleh barang dan/atau jasa. mungkin, sangat potensial
Dengan kata lain, dasar hubungan merugikan konsumen baik
hukum antara konsumen dan pelaku secara langsung maupun tidak
usaha tidak perlu kontraktual (the langsung.
privity of contract). Kemudian Endang Sri Wahyuni,
Bertolak dari luas dan menyatakan lemahnya posisi konsumen
kompleknya hubungan antara pelaku dibandingkan dengan pelaku usaha
usaha dan konsumen, maka untuk dikarenakan sangat sedikit konsumen
melindungi konsumen sebagai yang mengetahui tentang hak-haknya.
pemakai akhir produk barang dan/jasa Hal ini disebabkan karena minimnya
membutuhkan berbagai aspek hukum pendidikan, dan pengetahuan serta
agar benar-benar dapat dilindungi kemampuan hukum dan ekonomi dari
dengan adil. Sejak awal produksi, konsumen yang umumnya adalah
perlindungan konsumen sudah harus masyarakat kecil.
dimulai. Dan peran pemerintah sangat Perlindungan konsumen di
diperlukan dalam rangka melindungi Indonesia jika diteliti lebih jelas lagi
kepentingan konsumen pada belum sepenuhnya dapat terwujud,
umumnya. walaupun telah ada undang-undang
Menurut Yusuf Shofie, yang mengaturnya, tetap saja pelaku
keberadaan UUPK di tengah-tengah usaha dapat berbuat semaunya
globalisasi saat ini justru merupakan terhadap barang dan/jasa yang ia
instrumen hukum yang tidak tawarkan kepada konsumen. Begitu
hanya berfungsi untuk melindungi banyak kecurangan-kecurangan yang
kepentingan hukum konsumen pelaku usaha lakukan guna untuk
melainkan juga kepentingan hukum mendapatkan keuntungan yang besar
bagi pelaku usaha. Merujuk pada atas penjualan barang dan/jasa yang
penjelasan umum UUPK, yaitu: mereka produksi atau diperdagangkan.
Salah satunya adalah kasus adanya
 Yusuf Sofie, 2000, Perlindungan Konsumen  Endang Sri Wahyuni, 2003, Aspek Hukum
Dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT. Sertifikasi Dan Keterkaitannya Dengan
Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 250. Perlindungan Konsumen, PT. Citra Aditya
 Ibid, hlm. 8. Bakti, Bandung, hlm.96.

524
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

ketidak sesuaian berat bersih suatu memberikan hak kepada konsumen


barang yang tertera pada label dengan yang dirugikan tersebut untuk meminta
kenyataan yang sesungguhnya ( untuk pertanggungjawaban dari pelaku
selanjutnya disebut shortweighting). usaha yang merugikannya serta untuk
Shortweighting adalah salah satu menuntut ganti rugi atas kerugian yang
praktik penjualan barang yang diderita oleh konsumen tersebut.
merugikan konsumen. Dimana berat Berdasarkan latar belakang
barang yang sebenarnya adalah lebih tersebut diatas, maka dapat dirumuskan
kecil dari berat yang tertera pada label suatu permasalahan sebagai berikut:
kemasan barang. 1. Bagaimanakah tanggungjawab
Jelas sekali terlihat bahwa pelaku usaha terhadap konsu-
konsumen sangat dirugikan akibat men dalam hal terjadinya
adanya perubahan barang tersebut shortweighting ditinjau dari
yang dilakukan oleh pelaku usaha. Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Sehingga konsumen mendapatkan 1999?
barang yang tidak sesuai dengan 2. Apakah upaya penyelesaian
kondisi dan jaminan yang dijanjikan sengketa yang dapat ditempuh
atau yang dinyatakan dalam label. oleh konsumen bila terjadi
Menurut pasal 8 ayat (1) butir b shortweighting?
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Penelitian ini merupakan karya
tentang Perlindungan Konsumen, ilmiah asli yang belum pernah diteliti
menyebutkan bahwa : “Pelaku sebelumnya. Adapun karya ilmiah
usaha dilarang memproduksi dan/ yang terkait dengan karya ilmiah
memperdagangkan barang dan/jasa yang Penulis tulis yaitu: Pertama,
yang tidak sesuai dengan berat bersih, oleh Gde Manik Yogiartha tahun
isi bersih atau netto, dan jumlah 2016 yang berjudul Tanggungjawab
dalam hitungan sebagaimana yang Pelaku Usaha Terkait Dengan Jual-
dinyatakan dalam label atau etiket Beli Telepon Seluler Tanpa Garansi
barang tersebut”. yang menggambarkan bagaimana
Konsekuensi hukum dari tanggungjawab pelaku usaha terhadap
pelanggaran yang diberikan oleh transaksi jual-beli telepon seluler
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tanpa garansi serta sanksi hukum bagi
tentang Perlindungan Konsumen, dan pelaku usaha tersebut. Kedua, oleh
sifat perdata dari hubungan hukum Ni Putu Januaryanti Pande tahun 2017
antara pelaku usaha dan konsumen,
 Gde Manik Yogiartha, Tanggungjawab Pelaku
maka demi hukum setiap pelanggaran Usaha Terkait Dengan Jual-Beli Telepon
yang dilakukan oleh pelaku Seluler Tanpa Garansi. Jurnal Magister Hukum
Udayana (Udayana Master Law Journal), vol.
usaha yang merugikan konsumen, 5 no.1 edisi mei 2016. https://ojs.unud.ac.id/
index.php/jmhu/article/view/20613/14457.
 Ujang Sumarwan, 2002, Perilaku Konsumen
diakses tanggal 20 November 2017.doi:https://
Teori Dan Penerapannya Dalam Pemasaran,
doi.org/10.24843/JMHU.2016.v05.i01.p09.
Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 334.

525
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

dengan judul Perlindungan Konsumen terjadinya shortweighting serta upaya


Terhadap Produk Kosmetik Impor penyelesaian sengketa yang dapat
Yang Tidak Terdaftar Di BBPOM ditempuh.
Denpasar yang menggambarkan pada
implementasi perlindungan hukum II. METODE PENELITIAN
terhadap konsumen yang menderita Metode penelitian hukum
kerugian akibat kosmetik Impor yang adalah sebagai cara kerja keilmuan
tidak terdaftar di BBPOM Denpasar yang salah satunya ditandai dengan
serta faktor-faktor yang mempengaruhi menggunakan metode (dalam bahasa
beredarnya kosmetik tersebut.10 Yunani disebut Methodos, Meta berarti
Selanjutnya ketiga, karya ilmiah diatas, sedangkan thodos berarti suatu
yang ditulis oleh Agus Brotosusilo jalan, suatu cara).12 Apabila dilihat dari
Tahun 1992 yang berjudul Hak-hak jenisnya, maka penelitian hukum dapat
Produsen Dalam Hukum Perlindungan dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
Konsumen yang lebih menekankan penelitian hukum normatif, penelitian
perlindungan konsumen yang ditinjau hukum empiris, atau gabungan
dari hak produsen secara umum.11 Jelas keduanya.13 Penulisan karya ilmiah ini
nampak perbedaan dari karya ilmiah menggunakan jenis penelitian hukum
tersebut dengan karya ilmiah yang normatif. Penelitian hukum normatif
dibuat oleh Penulis. Dari ketiga karya artinya penelitian yang bertitik berat
ilmiah terdahulu diatas belum satupun terhadap bahan hukum berupa aturan
yang menganalisa tentang tanggung atau norma hukum positif dan menjadi
jawab pelaku usaha dalam hal terjadi bahan acuan utama dalam penelitian.14
shortweighting. Sedangkan pendekatan yang digunakan
Tujuan dari penelitian ini adalah dalam penelitian ini adalah pendekatan
untuk memberikan gambaran yang perundang-undangan (the statute
jelas tentang bentuk perlindungan approach) yaitu mengkaji semua
hukum terhadap konsumen dalam hal undang-undang dan peraturan yang
10 Ni Putu Januaryanti Pande, Perlindungan
berhubungan dengan isu hukum yang
Konsumen Terhadap Produk Kosmetik Impor sedang diteliti. Bahan hukum yang
Yang Tidak Terdaftar Di BBPOM Denpasar.
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana
digunakan terdiri dari bahan hukum
Master Law Journal), vol.6 no.1 edisi mei primer, bahan hukum sekunder, dan
2017, https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu/
bahan hukum tersier.
article/view/22288/20922. diakses tanggal 20
November 2017. doi:https://doi.org/10.24843/
JMHU.2017.v06.i01.p02.
11 Agus Brotosusilo, Hak-Hak Produsen Dalam
Hukum Perlindungan Konsumen, Jurnal 12 Jhony Ibrahim, 2006, Teori dan Metodeologi
Hukum dan Pembangunan, vol. 22 no.5 Penelitian Hukum Normatif, Bayu Publishing,
tahun 1992, http://www.jhp.ui.ac.id/index. Malang, hlm. 26.
php/home/article/view/1011, diakses tanggal 13 Soerjono Soekanto, 2006, Pengantar Penelitian
20 November 2017. Doi:http://dx.doi. Hukum, UII Press, Jakarta, hlm. 201.
org/10.21143/jhp/vol22.no5.1011 14 Ibid.

526
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

III. HASIL DAN PEMBAHASAN upaya penyelesaian sengketa


3.1 Tanggungjawab Pelaku perlindungan konsumen secara
Usaha Dalam Hal Terjadi patut;
Shortweighting ditinjau dari f) hak untuk mendapat pembinaan
Undang-Undang Nomor 8 dan pendidikan konsumen;
Tahun 1999 g) hak untuk diperlakukan atau
Konsumen menurut pasal 1 dilayani secara benar dan jujur
angka 1 Undang-Undang tentang serta tidak diskriminatif;
Perlindungan Konsumen adalah “setiap h) hak untuk mendapatkan kom-
orang pemakai barang dan/atau jasa pensasi, ganti rugi dan/atau
yang tersedia dalam masyarakat, baik penggantian, apabila barang
bagi kepentingan diri sendiri, orang dan/atau jasa yang diterima tidak
lain, maupun makhluk hidup lain dan sesuai dengan perjanjian atau
tidak untuk diperdagangkan”. tidak sebagaimana mestinya;
Hak konsumen dalam Undang- i) hak-hak yang diatur dalam
Undang Perlindungan Konsumen ketentuan peraturan perundang-
Nomor 8 Tahun 1999 pada Bab undangan lainnya.
III Bagian Pertama pasal 4, yaitu
konsumen mempunyai hak sebagai Pengaturan mengenai kewajiban
berikut : konsumen, terdapat dalam pasal 5
a) Hak atas kenyamanan, keamanan Undang-Undang tentang Perlindungan
dan keselamatan dalam Konsumen, yang menyebutkan bahwa
mengkonsumsi barang dan/atau kewajiban konsumen antara lain :
jasa; a) Membaca atau mengikuti
b) hak untuk memilih barang dan/ petunjuk informasi dan prosedur
atau jasa serta mendapatkan pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa tersebut barang dan/atau jasa, demi
sesuai dengan nilai tukar dan keamanan dan keselamatan.
kondisi serta jaminan yang b) Beritikad baik dalam melakukan
dijanjikan; transaksi pembelian barang dan/
c) hak atas informasi yang benar, atau jasa
jelas dan jujur mengenai kondisi c) Membayar sesuai dengan nilai
dan jaminan barang dan/atau tukar yang disepakati.
jasa; d) Mengikuti upaya penyelesaian
d) hak untuk didengar pendapat dan hukum sengketa perlindungan
keluhannya atas barang dan/jasa konsumen secara patut.
yang digunakan; Pasal 1 angka 3 Undang-
e) hak untuk mendapatkan Undang Perlindungan Konsumen,
advokasi, perlindungan, dan menyebutkan:

527
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

Pelaku usaha adalah setiap e. Hak-hak yang diatur dalam


orang perorangan atau badan usaha, ketentuan peraturan perundang-
baik yang berbentuk badan hukum undangan lainnya.
maupun bukan badan hukum yang Selain mempunyai hak-hak yang
didirikan dan berkedudukan atau harus dipenuhi, pelaku usaha juga
melakukan kegiatan dalam wilayah mempunyai kewajiban-kewajiban
hukum Negara Republik Indonesia, yang harus dilakukan. Kewajiban
baik sendiri maupun bersama melalui pelaku usaha tersebut diatur dalam
perjanjian menyelenggarakan kegiatan pasal 7 Undang-Undang Perlindungan
usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Konsumen, yang menyebutkan bahwa
Pelaku usaha yang dimaksudkan dalam kewajiban pelaku usaha adalah :
pengertian ini adalah perusahaan, a. Beritikad baik dalam melakukan
korporasi, BUMN, koperasi, importer, kegiatan usahanya;
pedagang, distributor, dan lain-lain. b. Memberikan informasi yang
Sama seperti halnya pemberian benar, jelas dan jujur mengenai
hak dan kewajiban kepada konsumen, kondisi dan jaminan barang
undang-undang juga memberikan dan/atau jasa serta memberikan
hak dan kewajiban kepada pelaku penjelasan penggunaan, per-
usaha. Dalam Bab III mengenai hak baikan, dan pemeliharaan;
dan kewajiban pelaku usaha, Bagian c. Memperlakukan atau melayani
Kedua Pasal 6, menyebutkan bahwa konsumen secara benar dan jujur
hak-hak pelaku usaha adalah : serta tidak diskriminatif;
a. Hak untuk menerima pembayaran d. Menjamin mutu barang dan/atau
yang sesuai dengan kesepakatan jasa yang diproduksi dan/atau
mengenai kondisi dan nilai diperdagangkan berdasarkan
tukar barang dan/atau jasa yang ketentuan standar mutu barang
diperdagangkan; dan/atau jasa yang berlaku;
b. Hak untuk mendapat perlin- e. Memberi kesempatan kepada
dungan hukum dari tindakan konsumen untuk menguji, dan/
konsumen yang beritikad tidak atau mencoba barang dan/atau
baik; jasa tertentu serta memberi
c. Hak untuk melakukan pembelaan jaminan dan/atau garansi atas
diri sepatunya di dalam barang yang dibuat dan/atau
penyelesaian hukum sengketa yang diperdagangkan;
konsumen; f. Memberi kompensasi, ganti
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik rugi, dan/atau penggantian atas
apabila terbukti secara hukum kerugian akibat penggunaan,
bahwa kerugian konsumen tidak pemakaian, dan pemanfaatan
diakibatkan oleh barang dan/atau barang dan/atau jasa yang
jasa yang diperdagangkan; diperdagangkan;

528
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

g. Memberi kompensasi, ganti dilarang bagi pelaku usaha yaitu dalam


rugi, dan/atau penggantian Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan
apabila barang dan/atau jasa Konsumen. Pasal 8 ayat (1) butir b,
yang diterima atau dimanfaatkan merupakan dasar hukum yang tidak
tidak sesuai dengan perjanjian. memperbolehkan adanya praktik-
Aspek hukum perlindungan praktik penjualan makanan yang
konsumen jika dikaitnya dengan menggunakan cara yang tidak sesuai.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun Salah satu praktik penjualan barang
1999 tentang Hukum Perlindungan yang dilarang oleh Undang-Undang
Konsumen, mengenakan hak dan Perlindungan Konsumen adalah
kewajiban bagi pelaku usaha di dalam praktik penjualan barang dengan cara
memenuhi tuntutan untuk menciptakan shortweighting.
produk yang berkualitas. Shortweighting adalah salah
Rajagukguk Erman menyatakan satu praktik penjualan barang yang
tidak adanya atau kurangnya merugikan konsumen, dimana berat
kesadaran akan tanggung jawabnya barang yang sebenarnya adalah lebih
sebagai pelaku usaha akan berakibat kecil dari berat yang tertera pada label
fatal dan menghadapi risiko bagi kemasan barang.16 “Shortweighting
kelangsungan hidup atau kredibilitas juga dapat diartikan bahwa berat suatu
usahanya. Rendahnya kualitas produk barang adalah kurang dari berat/bobot
atau adanya cacat produk yang yang seharusnya”.17 Hal yang sama
dipasarkan sehingga menyebabkan juga disebutkan oleh Menurut Ujang
kerugian pada konsumen. Di samping Sumarwan, Shortweighting adalah
akan menghadapi kompensasi (ganti salah satu praktik penjualan barang
rugi), juga akan berakibat bahwa yang merugikan konsumen, dimana
produk tersebut akan kalah bersaing berat barang yang sebenarnya adalah
dalam merebut pasar. Sehingga perlu lebih kecil dari berat yang tertera pada
dilakukannya pembaharuan hukum label kemasan barang. Shortweighting
yang berkaitan dengan produk liability juga dapat diartikan bahwa berat suatu
terutama dalam rangka mempermudah barang adalah kurang dari berat/bobot
pemberian ganti rugi bagi konsumen yang seharusnya.18
yang menderita kerugian akibat produk Hubungan antara konsumen
yang diedarkan di masyarakat.15 dengan pelaku usaha timbul suatu
Selain itu dalam Undang- kerugian sebagai akibat dari
Undang Nomor 8 Tahun 1999, juga penggunaan, pemanfaatan serta
mengatur mengenai perbuatan yang
16 Ibid, hlm. 334.
17 HRA. Rivai Wirasamita, Kamus Lengkap
15 Rajagukguk Erman, 2000, Hukum
Ekonomi, CV Pionir Jaya, Bandung, 2002,
Perlindungan Konsumen, Mandar Maju,
hlm. 449.
Bandung, hlm. 43.
18 Ujang Sumarwan, loc. cit.

529
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

pemakaian atas suatu barang tertentu Pasal 1365 KUHPerdata, sehingga


yang dihasilkan oleh pelaku usaha, maka konsumen sebagai penggugat harus
konsumen dalam hal ini keluhannya membuktikan unsur-unsur sebagai
berhak untuk didengar. Konsumen berikut:
juga berhak untuk memperoleh ganti a. Adanya perbuatan melawan
kerugian dan sebaliknya pelaku usaha hukum;
berkewajiban untuk mendengarkan b. Adanya kesalahan/kelalaian
keluhan konsumen dan memberi ganti pengusaha/perusahaan;
rugi akibat kerugian konsumen. c. Adanya kerugian yang dialami
Ketentuan yang dijadikan konsumen;
sebagai dasar hukum adanya hak untuk d. Adanya hubungan kausal antara
menuntut ganti rugi oleh konsumen perbuatan melanggar hukum
kepada pelaku usaha atas kerugian dengan kerugian yang dialami
yang dideritanya akibat mengkonsumsi konsumen.19
barang dan/atau jasa yang diproduksi Beban pembuktian dalam hal
atau diperdagangkan oleh pelaku ini dihadapkan pada konsumen,
usaha, yaitu pasal 1365 KUH Perdata dan konsumen harus membuktikan
jo Pasal 1865 KUH Perdata. keempat unsur tersebut. Hal ini
Pasal 1365 KUH Perdata, dirasakan tidak adil bagi konsumen
menyebutkan bahwa: dengan dasar pertimbangan yaitu
“Tiap perbuatan melanggar lemahnya kedudukan konsumen
hukum, yang membawa kerugian dibandingkan dengan pelaku usaha.
kepada orang lain, mewajibkan Karenanya pelaku usaha lah yang
orang yang karena salahnya harus membuktikan bahwa ia tidak
menerbitkan kerugian itu, lalai dalam proses produksinya. Oleh
mengganti kerugian tersebut.” karena beban pembuktian ada pada
Pasal 1865 KUH Perdata, pelaku usaha dalam membuktikan
menyebutkan bahwa: ada atau tidaknya unsur kesalahan.
“Setiap orang yang mendalilkan Sehingga sistem pembuktian yang
bahwa ia mempunyai sesuatu hak, digunakan terhadap gugatan ganti
atau guna meneguhkan haknya rugi dalam penyelesaian sengketa
sendiri maupun membantah konsumen adalah sistem pembuktian
suatu hak orang lain, menunjuk terbalik yang didasarkan pada ada
pada suatu peristiwa, diwajibkan tidaknya unsur kesalahan yang
membuktikan adanya hak atau dilakukan oleh pelaku usaha. Hal ini
peristiwa tersebut”. sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
Hubungan kontraktual tidaklah 19 dan Pasal 22 Undang-Undang
diisyaratkan jika gugatan yang Perlindungan Konsumen. Sedangkan
diajukan konsumen berdasarkan pada
19 Rajagukguk Erman, op. cit, hlm. 66.

530
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

mengenai tanggung jawab pelaku usaha Ada 4 bentuk tanggung jawab,22 yaitu
terhadap konsumen atas tuntutan ganti 1. Tanggung jawab berdasarkan
rugi tertuang dalam Pasal 24 Undang- unsur kesalahan
Undang Perlindungan Konsumen. Teori ini menyatakan bahwa
Menurut Pasal 28 Undang- seorang baru dapat di mintakan
Undang Perlindungan Konsumen pertanggung jawaban secara
“Pembuktian terhadap ada tidaknya hukum jika ada unsur kesalahan
unsur kesalahan dalam gugatan ganti yang diberlakukannya.
rugi sebagaimana dimaksud dalam 2. Praduga untuk selalu bertanggung
Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 jawab
merupakan beban dan tanggung jawab Teori ini menyatakan bahwa
pelaku usaha.” tergugat selalu dapat dianggap
Terkait hal tersebut, menurut bertanggung jawab sampai ia
Abdulkadir Muhammad disebutkan dapat membuktikan bahwa ia
bahwa tanggung jawab adalah wajib, tidak bersalah.
menanggung, wajib memikul beban, 3. Praduga untuk tidak selalu
wajib memenuhi segala akibat yang bertanggung jawab
timbul dari perbuatan, rela mengabdi, Teori ini adalah kebalikan dari
dan rela berkorban untuk kepentingan prinsip yang kedua, dimana
pihak lain.20 pelaku usaha tidak dapat diminta
Pelaku usaha dalam hukum pertanggung jawabannya dan
perlindungan konsumen harus dapat di konsumen lah yang menanggung
mintakan pertanggung jawaban, yaitu segala risiko. Teori praduga
jika perbuatannya telah melanggar untuk tidak bertanggung jawab
hak-hak dan kepentingan konsumen, hanya dikenal dalam lingkup
menimbulkan kerugian, atau kesehatan transaksi konsumen yang sangat
konsumen terganggu.21 terbatas.
Menurut kamus hukum, 4. Tanggung jawab mutlak
”Tanggung jawab produk yaitu Teori tanggung jawab mutlak
tanggung jawab para produsen untuk dalam hukum perlindungan
produk yang telah di bawa nya kedalam konsumen secara umum
peredaran yang menimbulkan atau digunakan untuk meminta
menyebabkan kerugian karena cacat pertanggung jawaban pelaku
yang melekat pada produk tersebut”. usaha yang memasarkan
produknya yang merugikan
20 Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata
Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, konsumen. Asas tanggung jawab
hlm. 94.
21 Wahyu Sasongko, 2007, Ketentuan- 22 Munir Fuady, 1996. Hukum Bisnis
Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga,
Konsumen,(Bandar Lampung:Penerbit CitraAditya Bakti, Bandung, hlm.64.
Universitas Lampung), hlm. 93.

531
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

ini lebih dikenal dengan nama pelaku usaha yang berkaitan dengan
product liability. pembuatan produk yang terjadi karena
5. Tanggung jawab dengan kesalahan, kelalaian dan kurang hati-
pembatas hati, sehingga mewajibkan pelaku
Teori ini sangat merugikan usaha sebagai pembuat produk
konsumen bila ditetapkan secara menanggung segala akibatnya sebagai
sepihak oleh pelaku usaha. resiko dari perbuatan tersebut.
Berdasarkan poin-poin diatas
dapat diartikan bahwa tanggung jawab 3.2 Upaya Penyelesaian Sengketa
pelaku usaha timbul karena adanya Yang Dapat Ditempuh Oleh
hubungan antara produsen dengan Konsumen Bila Terjadi
konsumen tetapi terdapat tanggung Shortweighting
jawab masing-masing. Atas dasar Undang-Undang Nomor 8 tahun
keterkaitan yang berbeda maka pelaku 1999 membagi penyelesaian sengketa
usaha melakukan kontak dengan konsumen menjadi 2 bagian, yaitu:
konsumen dengan tujuan tertentu 1) Penyelesaian sengketa secara
yaitu mendapatkan keuntungan yang damai oleh para pihak sendiri
sebesar-besarnya dengan peningkatan dapat dibagi menjadi dua yaitu :
produktivitas dan efisiensi. Sedangkan a. Penyelesaian sengketa
konsumen hubungannya untuk secara damai oleh para
memenuhi tuntutan kebutuhan hidup. pihak sendiri.
Berdasarkan pada ketentuan Susanti Adi Nugroho menye-
pasal-pasal dalam undang-undang butkan bahwa yang dimaksud
perlindungan konsumen bahwa pelaku dengan penyelesaian secara
usaha langsung dianggap bersalah damai adalah penyelesaian yang
jika terjadi kasus gugatan ganti rugi dilakukan oleh kedua belah
sehingga di dalamnya di anut prinsip pihak yang bersengketa (pelaku
praduga bersalah. Oleh karena pelaku usaha dan konsumen) tanpa
usaha harus bertanggungjawab melalui pengadilan atau badan
memberi ganti kerugian secara penyelesaian sengketa konsumen
langsung kepada konsumen.23 dan tidak bertentangan dengan
Pelaku usaha dengan demikian Undang-Undang Perlindungan
harus bertanggung jawab dan Konsumen.24
menanggung risiko apabila terbukti Istilah penyelesaian damai oleh
yaitu keadaan yang disebabkan oleh para pihak ini sering disebut
dengan negoisasi. Negoisasi
23 Susanti Adi Nugroho, 2008, Proses
Penyelesaian Sengketa Konsumen
adalah proses konsensus yang
Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala digunakan para pihak untuk
Implementasinya, Penerbit Kencana, Jakarta.
hlm. 95. 24 Ibid, hlm. 99.

532
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

memperoleh kesepakatan di Sengketa Konsumen (untuk


antara mereka. Negoisasi menurut selanjutnya disingkat dengan
Roger Fisher dan Willian Ury BPSK) dimana penyelesaiannya
adalah komunikasi dua arah dengan menggunakan mekanis-
yang dirancang untuk mencapai me melalui mediasi, konsiliasi
kesepakatan yang sama maupun atau arbitrase.27
berbeda. Negoisasi merupakan Penyelesaian sengketa konsumen
sarana bagi pihak-pihak yang dengan adanya BPSK maka dapat
mengalami sengketa untuk dilakukan secara cepat, mudah dan
mendiskusikan penyelesaiannya murah. Cepat karena undang-undang
tanpa melibatkan pihak ketiga menentukan dalam tenggang waktu 21
penengah yang tidak berwenang hari kerja, BPSK wajib memberikan
mengambil keputusan (mediasi) putusannya. Mudah karena prosedur
dan pihak ketiga pengambil administratif dan proses pengambilan
keputusan (arbitrase dan putusan yang sangat sederhana. Murah
litigasi).25
terletak pada biaya perkara yang
Negoisasi biasanya dipergunakan terjangkau. Penyelesaian sengketa
dalam sengketa yang tidak terlalu konsumen di BPSK diselenggarakan
pelik, di mana para pihak masih untuk mencapai kesepakatan mengenai
beritikad baik untuk duduk bentuk dan besarnya ganti-kerugian
bersama dan memecahkan dan/atau mengenai tindakan tertentu
masalah. Negoisasi dilakukan untuk menjamin tidak akan terulang
apabila komunikasi antar pihak kembali kerugian yang diderita oleh
yang bersengketa masih terjalin konsumen. Bentuk jaminan yang
dengan baik, masih ada rasa dimaksud adalah berupa pernyataan
saling percaya da ada keinginan tertulis yang menerangkan bahwa tidak
untuk cepat mendapatkan akan terulang kembali perbuatan yang
kesepakatan dan meneruskan telah merugikan konsumen tersebut.
hubungan baik.26 Mekanisme penyelesaian
b. Penyelesaian sengketa sengketa melalui BPSK, dapat
melalui lembaga yang diuraikan sebagai berikut; bahwa
berwenang. dalam menangani dan menyelesaikan
Susanti Adi Nugroho menyebut- sengketa konsumen BPSK membentuk
kan bahwa penyelesaian sengketa majelis, dengan jumlah anggota yang
melalui lembaga yang berwenang harus berjumlah ganjil, yaitu terdiri
yaitu melalui Badan Penyelesaian dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang
yang mewakili semua unsur, dan
25 Celina Tri Siwi Kristiyanti., 2008, Hukum
Perlindungan Konsumen. Sinar Grafika, dibantu oleh seorang panitera. Menurut
Jakarta.h. 188, hlm. 188.
26 Ibid. 27 Susanti Adi Nugroho, op. cit, hlm.98.

533
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

ketentuan Pasal 54 Ayat (4), ketentuan b. Upaya penyelesaian


teknis dari pelaksanaan tugas majelis sengketa konsumen di luar
BPSK yang akan menangani dan pengadilan, dinyatakan
menyelesaikan sengketa konsumen tidak berhasil oleh salah
akan diatur tersendiri oleh Menteri satu pihak atau oleh para
Perindustrian dan Perdagangan. pihak yang bersengketa.30
Yang jelas BPSK diwajibkan untuk Satu hal yang harus diingat, bahwa
menyelesaikan sengketa konsumen cara penyelesaian sengketa melalui
yang diserahkan kepadanya dalam
pengadilan menggunakan hukum acara
jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari
umum yang berlaku selama ini, yaitu
terhitung sejak gugatan diterima oleh
HIR/RBg. Pasal 45 ayat (4) Undang-
BPSK.28
Undang Perlindungan Konsumen,
Lembaga penyelesaian diluar
pengadilan, yang dilaksanakan yang menyatakan bahwa “apabila
melalui Badan Penyelesaian Sengketa telah dipilih upaya penyelesaian
Konsumen ini memang dikhususkan sengketa konsumen diluar pengadilan,
bagi konsumen perorangan yang gugatan melalui pengadilan hanya
memiliki perselisihan dengan pelaku dapat ditempuh apabila upaya tersebut
usaha. Sifat penyelesaian sengketa dinyatakan tidak berhasil oleh salah
yang cepat dan murah yang memang satu pihak atau oleh para pihak yang
dibutuhkan oleh konsumen, terutama bersengketa.” Menurut Ahmadi Miru
konsumen perorangan, tampaknya dan Sutarman Yodo, ketentuan tersebut
sudah cukup terakomodasi dalam hanya dapat dibenarkan apabila istilah
Undang-Undang Perlindungan Konsu- “tidak berhasil” tertuju pada BPSK
men.29 yang tidak berhasil memberi putusan
2) Penyelesaian sengketa konsumen dalam cara arbitrase, atau BPSK
melalui proses litigasi. sebagai mediator atau konsiliator,
Penyelesaian sengketa konsumen tidak berhasil mengantar para pihak
melalui pengadilan (Pasal 48
mencapai kesepakatan.31
Undang-Undang Perlindungan
Mekanisme penyelesaian
Konsumen), memiliki makna
sengketa melalui pengadilan, dapat
bahwa penyelesaian sengketa
diuraikan sebagai berikut; bahwa dalam
konsumen melalui pengadilan
hanya dimungkinkan apabila : Pasal 54 Ayat (3) Undang-Undang
a. Para pihak belum memilih Perlindungan Konsumen dikatakan
upaya penyelesaian bahwa putusan yang dijatuhkan
sengketa konsumen diluar majelis (BPSK) bersifat final dan
pengadilan. mengikat. Walaupun demikian, para
28 Yusuf Sofie, op. cit, hlm. 88 30 Sudaryatmo, 1996, Masalah Perlindungan
29 Rahmadi Usman, 2003, Pilihan Penyelesaian di Indonesia, Penerbit Citra Aditya Bakti,
Sengketa di Luar Pengadilan, PT Citra Aditya Bandung, hlm. 19.
Bakti, Bandung, hlm. 40. 31 Susanti Adi Nugroho, op cit, hlm. 105

534
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

pihak yang tidak setuju atas putusan tidak ada upaya banding dan kasasi”.
tersebut dapat mengajukan keberatan Namun ternyata, Undang-Undang
kepada Pengadilan Negeri untuk Perlindungan Konsumen mengenal
diputus. Terhadap putusan Pengadilan pengajuan keberatan kepada
Negeri Ini, meskipun dikatakan bahwa Pengadilan Negeri. 34

Undang-Undang tentang Perlindungan Apabila pelaku usaha menerima


Konsumen hanya memberikan hak (menyetujui atau sependapat)
kepada pihak yang tidak merasa puas dictum (amar, isi) putusan Badan
atas putusan tersebut untuk mengajukan Penyelesaian Sengketa Konsumen
kasasi ke Mahkamah Agung, namun (Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang
dengan mengingat akan relativitas dari Perlindungan Konsumen), maka ia
tidak “merasa puas”, peluang untuk wajib melaksanakan putusan tersebut.
mengajukan kasasi sebenarnya terbuka Jika pelaku usaha tidak menggunakan
bagi setiap pihak dalam perkara.32 upaya hukum yang ada (banding dan
Undang-Undang tentang selanjutnya kasasi), maka putusan
Perlindungan Konsumen juga telah Badan Penyelesaian Sengketa
memberikan jangka waktu yang Konsumen menjadi berkekuatan
pasti bagi penyelesaian perselisihan hukum tetap. Tidak dilaksanakannya
konsumen yang timbul, yakni 21 (dua putusan tersebut, apalagi setelah
puluh satu) hari untuk proses pada dilakukannya fiat eksekusi berdasarkan
tingkat Pengadilan Negeri, dan 30 ( Pasal 57 Undang-Undang Perlindungan
tiga puluh ) hari untuk diselesaikan Konsumen, merupakan tindak pidana
oleh Mahkamah Agung, dengan “jeda” di bidang perlindungan konsumen.35
masing-masing 14 (empat belas)
hari untuk mengajukan keberatan ke IV. KESIMPULAN
Pengadilan Negeri maupun kasasi ke Bertanggung jawab terhadap
Mahkamah Agung.33 kerugian konsumen apabila timbul
Menurut Pasal 54 Ayat (3) praktik penjualan shortweighting,
Undang-Undang Perlindungan adalah produsen dan/atau pelaku
Konsumen, menentukan bahwa usaha yang memperdagangkan barang
“putusan Majelis Badan Penyelesaian tersebut kepada konsumen yang
Sengketa Konsumen bersifat final mana hal tersebut tergantung pada
dan mengikat.” Pada penjelasan pembuktian lebih lanjut terhadap ada/
Pasal 54 Ayat (3) Undang-Undang tidak adanya unsur kesalahan dari
Perlindungan Konsumen, ditegaskan masing-masing pelaku usaha. Sistem
bahwa “kata bersifat final berarti 34 Ridwan Halim, 2003, Filsafat Hukum, Penerbit
Pelita Studiways, Jakarta, hlm. 34.
32 Rahmadi Usman, op. cit, hlm. 49. 35 Priyatna Abdurrasyid, 2002, Arbitrase dan
33 Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Penerbit
Konsumen Indonesia, PT. Gramedia PT Fikahati Aneska dan Badan Arbitrase
Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 38. Nasional, Jakarta, hlm. 67.

535
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

pembuktian yang digunakan dalam kendala implementasinya.


penyelesaian sengketa konsumen Kencana. Jakarta.
adalah sistem pembuktian terbalik Priyatna, A. (2002). Arbitrase
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal dan Alternatif Penyelesaian
19 dan Pasal 22 Undang-Undang Sengketa. Fikahati Aneska,
Perlindungan Konsumen. Tanggung Jakarta.
jawab pelaku usaha terhadap konsumen Rahmadi, U. (2004). Hukum
atas tuntutan ganti rugi tertuang dalam Persaingan Usaha Di Indonesia.
Pasal 24 Undang-Undang Perlindungan PT. Gramedia Pustaka Utama,
Konsumen. Jakarta.
Upaya penyelesaian sengketa Rajagukguk, E. (2000). Hukum
oleh konsumen terkait dengan perlindungan konsumen.
shortweighting dapat ditempuh melalui Bandung: Mandar Maju.
dua cara yaitu penyelesaian sengketa Bandung.
diluar pengadilan dan penyelesaian Ridwan Halim. (2003). Filsafat Hukum,
sengketa konsumen melalui proses Penerbit Pelita Studiways,
litigasi, Penyelesaian sengketa di Jakarta.
luar pengadilan yaitu bisa melalui Shofie, Y. (2000). Perlindungan
penyelesaian sengketa secara damai Konsumen dan Instrumen-
oleh pahak pihak sendiri dan bisa instrumen hukumnya. Citra
melalui Badan Penyelesaian Sengketa Aditya Bakti. Bandung.
Konsumen (BPSK). Sidharta, (2004), Hukum Perlindungan
Konsumen Indonesia, PT.
DAFTAR PUSTAKA Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
BUKU Siwi, K. C. T. (2008). Hukum
Ibrahim, J. (2006). Teori dan Perlindungan Konsumen. Sinar
metodologi penelitian hukum Grafika, Jakarta.
normatif. Malang: Bayumedia Soekanto, S. (2006). Pengantar
Publishing. penelitian hukum. Penerbit
Munir, F. (1996). Hukum Bisnis Dalam Universitas Indonesia (UI-
Teori Dan Praktek. CitraAditya Press).
Bakti, Bandung. Sudaryatmo. (1996). Masalah
Marzuki, P. (2009). Mahmud. Perlindungan di Indonesia.
Penelitian Hukum. Kencana Penerbit Citra Aditya Bakti.
Prenada Media Group, Jakarta. Bandung.
Nugroho, S. A. (2008). Proses Sumarwan, U. (2003). Perilaku
penyelesaian sengketa konsumen konsumen: Teori dan
ditinjau dari hukum acara serta penerapannya dalam pemasaran.

536
Jurnal E-ISSN 2502-3101
P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Desember 2017 Vol. 6, No. 4 : 521 - 537
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

Jakarta: Ghalia Indonesia. Yogiartha, G. (2016). TANGGUNG-


Usman, R. (2003). Pilihan Penyelesaian JAWAB PELAKU USAHA
Sengketa di Luar Pengadilan. TERKAIT DENGAN JUAL-
Citra Aditya Bakti. Bandung. BELI TELEPON SELULER
Wahyuni, E. S. (2003). Aspek hukum TANPA GARANSI. Jurnal
sertifikasi dan keterkaitannya Magister Hukum Udayana
dengan perlindungan konsumen. (Udayana Master Law Journal),
Citra Aditya Bakti. Bandung. 5(1), 93 - 100. doi:10.24843/
Wirasasmita, H. R. (2002). Kamus JMHU.2016.v05.i01.p09
lengkap ekonomi. Pionir Jaya.
Bandung INTERNET
Sularsi, SH, Senior Staff YLKI http://
PERATURAN ylki.or.id/2011/11/membeli-
PERUNDANG-UNDANGAN
barang-dalam-keadaan-
Undang-Undang Nomor 8 Tahun
terbungkus/, diakses tanggal 4
1999 tentang Perlindungan
Desember 2017
Konsumen, Lembaran Negara
YDH, 2017, http://news.metrotvnews.
Republik Indonesia Tahun 1999
com/read/2017/10/04/767975/
Nomor 42. Tambahan Lembaran
ylki-minta-polisi-usut-ledakan-
Republik Indonesia Nomor
gudang-pengisian-elpiji, diakses
3821.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tanggal 4 Desember 2017.
(KUHPerdata)

ARTIKEL JURNAL
Brotosusilo, A. (2017). Hak-hak
Produsen Dalam Hukum
Perlindungan Konsumen. Jurnal
Hukum & Pembangunan, 22(5),
423-439.
Pande, N. (2017). PERLINDUNGAN
KONSUMEN TERHADAP
PRODUK KOSMETIK IMPOR
YANG TIDAK TERDAFTAR
DI BBPOM DENPASAR. Jurnal
Magister Hukum Udayana
(Udayana Master Law Journal),
6(1), 13 - 22. doi:10.24843/
JMHU.2017.v06.i01.p02.

537

You might also like