Professional Documents
Culture Documents
Kesmavet Karantina
Kesmavet Karantina
Kesmavet Karantina
BAB I
PENDAHULUAN
Jaminan keamanan pangan dapat diartikan sebagai jaminan bahwa pangan atau bahan
pangan tersebut bila dipersiapkan dan dikonsumsi secara benar tidak akan membahayakan
kesehatan manusia. Produk peternakan seperti daging, telur dan susu mempunyai nilai gizi
yang sangat tinggi. Kandungan gizi yang tinggi tersebut membuat daging, telur dan susu
menjadi media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme, baik
mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan pada daging, telur dan susu maupun yang
menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsi produk ternak tersebut.
Selain penjaminan terhadap bahan pangan konsumsi, juga diperlukan pencegahan dan
penanggulangan penyakit-penyakit zoonosis. Dalam mewujudkan hal ini diperlukan juga
adanya integrasi antar ruang lingkup ilmu dan instansi-instansi yang bergerak di bidang
kesehatan untuk bersama-sama melancarkan penyelenggaraan kesmavet.
Hal inilah yang mendasari pentingnya pengetahuan mengenai prosedur laboratorik untuk
pengujian kualitas bahan pangan, identifikasi dan deteksi penyakit, serta prosedur-prosedur
dan mekanisme dalam pencegahan dan penanggulangan bahaya penyakit hewan, khususnya
penyakit zoonosis yang dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya koasistensi kesmavet ini adalah :
1. Mengetahui prosedur administrasi dan tindakan karantina hewan di instalasi bandara
dan instalasi pelabuhan
2. Mengetahui uji laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit hewan
karantina
3. Mengetahui mekanisme pelaksanaan program surveilance penyakit oleh Dinas Pertanian
Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang
4. Mengetahui mekanisme pelaksanaan program penanggulangan wabah penyakit hewan
oleh Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang
5. Mengetahui mekanisme penerapan program vaksinasi rutin untuk berbagai penyakit oleh
Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang
6. Mengetahui mekanisme pembuatan surat ijin untuk pengiriman hewan dan produk asal
hewan dari dalam/luar wilayah Kota Kupang dan mekanisme pembuatan Ijin Praktek
Dokter Hewan dan Ijin Mendirikan Depo Obat Hewan
7. Mampu melakukan pemeriksaan antemortem dan postmortem ternak sapi dan babi
8. Mampu menilai kelayakan desain rumah potong hewan
9. Mampu menilai penerapan kesejahteraan hewan di rumah potong hewan
10. Mengetahui prosedur administrasi dan tindakan karantika ikan dan produk ikan
11. Mengetahui metode dan prosedur diagnostik penyakit pada ikan dan produk perikanan
BAB II
1. Instalasi Bandara
Waktu dan Lokasi :
Waktu : 03-04 Desember 2018
Lokasi : Kargo dan Kantor Karantina Hewan Instalasi Bandar Udara Eltari Kupang
Prosedur yang dilakukan :
Pemeriksaan ayam DOC layer dan broiler asal Jawa Timur di Kargo Bandara
yang meliputi pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik ayam diikuti dengan
tindakan pembebasan.
2. Instalasi Pelabuhan
Waktu dan Lokasi :
Waktu : 10-14 Desember 2018
Lokasi : Instalasi Karantina Pertanian Kelas 1 Tenau
Prosedur yang dilakukan :
Melakukan diskusi mengenai tugas, fungsi, prosedur administrasi dan tindakan
karantina hewan.
3. Instalasi Laboratorium
Waktu dan Lokasi :
Waktu : 10-14 Desember 2018
Lokasi : Laboratorium Karantina Pertanian Kelas 1 Kupang
Prosedur pengujian produk asal hewan (Uji TPC)
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain : cawan petri, gelas ukur, corong, tabung reaksi,
mikropipet 1 ml, tabung durham, timbangan digital, oven incubator, autoclave, dan
kompor.
Bahan yang digunakan antara lain : media Buffered Peptone Water (BPW), media
Plate Count Agar (PCA), aquades dan sampel produk asal hewan.
Metode Pengujian
Pembuatan Media BPW :
Media ditimbang sebanyak 1,6 gram menggunakan timbangan digital
Media dilarutkan ke dalam 80 ml akuades
Media dimasak hingga media homogen dan berwarna jernih
Media disterilkan dengan menggunakan autoclave
Pembuatan Media PCA :
Media ditimbang sebanyak 3,6 gram menggunakan timbangan digital
Media dilarutkan ke dalam 160 ml akuades
Media dimasak hingga media homogen dan berwarna jernih
Media disterilkan dengan menggunakan autoclave
Penanaman pada Media :
Sebanyak 1 ml filtrate masing-masing daging dimasukkan ke dalam tabung reaksi
berisi 9 ml media BPW lalu dihomogenkan untuk diperoleh pengenceran 10-1 dan
dilakukan pengenceran hingga 10-6.
Suspensi sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-5 dan 10-6 dimasukkan ke dalam
cawan petri steril
Sebanyak 15-20 ml media PCA ditambahkan ke dalam cawan petri lalu
dihomogenkan dengan memutar cawan petri membentuk angka delapan.
Cawan petri didiamkan hingga media memadat lalu diinkubasikan pada oven
dengan suhu 37 oC selama 24 jam
Prosedur pengujian RBT :
Darah sapi diambil melalui vena jugularis lalu didiamkan dan dilakukan
koleksi serum. Sebanyak 25 µl serum dicampurkan dengan 25 µl antigen brucella lalu
digoyangkan secara manual selama 4 menit dan diamati hasil reaksi yang terlihat.
Pemeriksaan
Mekanisme administrasi perijinan pengiriman hewan dan produk asal hewan dari
wilayah kota kupang ke luar kota kupang serta mekanisme administrasi perijinan pemasukan
hewan dan produk asal hewan dari luar kota kupang ke wilayah Kota Kupang dilakukan
dengan mengacu pada SK Walikota Kupang No.61/KEP/HK/2008 tentang Ijin Pemasukan
dan Pengeluaran Ternak, Pakan Ternak, Hasil Ternak serta Hasil Ikutannya. Tahapan
administrasi perijinan antara lain :
Pengajuan permohonan kepada Kepala Dinas dengan kelengkapan surat permohonan
dan fotokopi KTP.
Kepala Dinas mendisposisikan permohonan ke Bidang Veteriner. Perlu dilengkap
dengan pas foto
Kepala Bidang Veteriner mendisposisikan ke Seksi Usaha dan Pengembangan Ternak
dan Produksi apabila mengurus ijin pemasukan atau pengeluaran pakan ternak, hasil
ternak serta hasil ikutannya. Perlu dilengkapi dengan SKK dari UPTD Kesmavet Kota
Kupang.
Kepala Bidang Veteriner mendisposisikan ke Seksi Kesehatan Hewan apabila
mengurus ijin pemasukan atau pengeluaran ternak. Perlu dilengkapi dengan daftar
distribusi DOC, SKS dari daerah asal dan buku vaksin khusus kucing dan anjing.
Dilakukan pelayanan Sertifikat Sehat oleh Seksi Kesehatan Hewan sesuai dengan
permohonan yang diajukan.
Penandatanganan Sertifikat kesehatan oleh dokter hewan yang berwenang.
Pemrosesan sertifikat/ijin sesuai permohonan oleh Seksi Kesehatan Hewan.
Penyerahan sertifikat/ijin kepada pemohon.
Penyelesaian administrasi sesuai SK Walikota Kupang No.61/KEP/HK/2008 ke
bendahara penerima/penyetor.
6. Mekanisme Pembuatan Ijin Praktek Dokter Hewan dan Ijin Mendirikan Depo Obat
Hewan
Mekanisme pengurusan Nomor Kontrol Veteriner, ijin praktek dokter hewan dan ijin
mendirikan depo obat hewan dilakukan dengan mengacu pada Perda Kota Kupang No.16
Tahun 2002 tentang Ijin Usaha Sarana Kesehatan Hewan. Alur atau mekanisme yang harus
dilalui antara lain :
Pengajuan permohonan kepada Kepala Dinas
Kepala Dinas mendisposisikan permohonan ke Bidang Veteriner. Perlu dilengkap
dengan fotokopi KTP
Kepala Bidang Veteriner mendisposisikan ke seksi Kesehatan hewan yang menangani
depo obat hewan, toko obat hewan, praktik dokter hewan, klinik hewan dan
laboratorium keswan.
Petugas dari Bidang Veteriner Seksi Kesehatan Hewan melakukan identifikasitempat
usaha dan persyaratan sesuai permohonan.
Pemrosesan sertifikat/ijin sesuai permohonan oleh Seksi Kesehatan Hewan.
Penyerahan sertifikat/ijin kepada pemohon.
Penyelesaian administrasi sesuai Perda No.16 tahun 2002 ke bendahara
penerima/penyetor.
1. Aspek Teknis
a. RPH sebagai tempat dilaksanakan pemotongan hewan secara benar sesuai standar
teknis
b. RPH sebagai tempat pem antemortem dan postmortem untuk mencegah penularan
penyakit termasuk zoonosis
c. RPH bagian surveilans dengan mengidentifikasi penyakit hewan menular yang terjadi
untuk dipantau dan penulusuran balik ke daerah asal yang dilakukan melalui
penelitian dan/atau penyidikan lebih lanjut
d. RPH sebagai tempat seleksi dalam pengendalian pemotongan ternak sapi/kerbau
betina yang masih produktif.
2. Aspek Sosial
RPH sebagai sarana pelayanan kepada masyarakat dalam penyediaan daging yang aman
dan layak dikonsumsi serta halal bagi ternak yang dipersyaratkan.
PEMERIKSAAN POSTMORTEM
Pemeriksaan postmortem adalah pemeriksaan terhadap karkas dan jeroan setelah
pemotongan ternak. Tujuan pemeriksaan postmortem adalah untuk meneguhkan diagnosa
antemortem, mendeteksi dan mengeliminasi kelainan-kelainan pada daging agar daging
tersebut aman dan layak dikonsumsi, menjamin pemotongan yang baik dan benar, halal serta
higienis dan memeriksa kualitas daging sebelum didistribusikan ke pasar. Pemeriksaan
postmortem umumnya dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan incise bila diperlukan.
Pemeriksaan postmortem dilakukan pada masing-masing 30 ekor ternak sapi dan babi.
Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan kepala, paru-paru, hati, jantung, limpa dan otot.
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat ada tidaknya perubahan morfologi, struktur dan
keberadaan cacing maupun bentuk kista cacing. Pada pemeriksaan yang dilakukan baik pada
ternak sapi maupun babi ditemukan beberapa keadaan patologis yang dapat dilihat pada
gambar di bawah.
Hasil Pemeriksaan Postmortem
a. Pemeriksaan Kepala
Pemeriksaan pada daerah kepala meliputi pemeriksaan lidah dan otot masseter.
Pemeriksaan pada lidah bertujuan untuk mengetahui adanya nodul-nodul yang biasanya
ditemukan pada kasus actinomycosis maupun lesi patologis lain seperti adanya hemoragi,
sedangkan pemeriksaan otot masseter bertujuan untuk mengetahui keberadaan kista
sistiserkus ovis pada sapi dan sistiserkus selulosa pada babi. Hasil pemeriksaan menunjukkan
tidak ditemukan adanya perubahan patologis baik pada ternak sapi maupun babi.
b. Pemeriksaan Otot
Pemeriksaan otot atau karkas bertujuan untuk melihat warna karkas, ada tidaknya
pembengkakan dan kista cacing. Beberapa otot seperti otot masseter, otot intercostae dan otot
diafragma merupakan organ predileksi dari larva cacing taenia atau sistiserkus. Adanya
pembengkakan pada karkas baik lokal maupun menyeluruh sangat tidak disukai. Hal ini
terjadi karena ternak terserang penyakit helminthiasis dan trypanosomyasis. Perubahan pada
warna karkas dapat disebabkan karena pengeluaran darah yang tidak sempurna. Hasil
pemeriksaan menunjukkan tidak ditemukan adanya perubahan patologis baik pada warna,
struktur maupun morfologi otot. Otot atau karkas berwarna merah kecoklatan tanpa adanya
nodul ataupun kista.
c. Pemeriksaan Hati
a. Bebas dari haus dan lapar (Freedom from hunger and thirst)
Ternak harus diperlakukan dengan baik yaitu dengan menyiapkan air minum segar dan
pakan sebelum disembelih guna mempertahankan kesehatan dan kebugaran ternak
setelah menempuh perjalanan dari tempat asal ke tempat pemotongan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di RPH, prinsip ini belum diterapkan
secara baik, dimana ternak yang diistirahatkan biasanya tidak diberi makan dan minum
kecuali jika disediakan dan diberikan oleh pemilik. Terutama pada ternak babi, babi yang
diikat tidak pernah diberi makan selama istirahat dan diikat dengan tali yang pendek
sehingga babi tidak bisa mengakses air yang berada dekat kandang istirahat.
b. Bebas dari ketidaknyamanan fisik
Ternak yang akan disembelih disediakan tempat perlindungan dan peristirahatan agar
cukup tenaga ketika akan disembelih dan tidak stress akibat cekaman panas maupun
hujan.
Prinsip ini belum diterapkan di RPH Kota Kupang. Kandang istirahat yang disediakan
memiliki lantai yang tidak tertutup sempurna sehingga sewaktu-waktu dapat melukai
ternak. Selain itu sapi-sapi yang mengalami cacat fisik seperti lumpuh diikat di luar
kandang istirahat sehingga terkena hujan dan juga cekaman panas. Sapi-sapi yang diikat
dalam kandang pun terlalu banyak sehingga membatasi gerakan ternak, bahkan beberapa
ekor sapi terinjak oleh sapi yang lain.
c. Bebas sakit, terluka dan penyakit (Freedom pain, injury and diseases)
Ternak yang akan disembelih harus bebas dari rasa sakit, terluka dan penyakit sehingga
menghasilkan daging yang sehat. Berdasarkan pengamatan di RPH, ternak cenderung
merasakan sakit akibat perlakuan saat penurunan ternak dari mobil angkut, saat menuju
tempat pemotongan dan saat penyembelihan. Ternak yang diturunkan dari mobil angkut,
ditarik paksa dengan menggunakan tali dan seringkali meninggalkan luka pada daerah
sekitar leher dan wajah. Selain itu, pada RPH babi, ternak babi ditarik secara kasar
menggunakan tali dan seringkali menyebabkan babi jatuh ke dalam selokan air. Sebelum
dilakukan pemotongan, seharusnya ternak dipingsankan terlebih dahulu untuk
mengurangi rasa sakit saat pemotongan, namun pemingsanan tidak dilakukan. Setelah
ternak ditikam dengan pisau, tidak dipastikan apakah ternak sudah benar-benar mati,
sehingga sering ditemukan ternak sapi yang kesakitan saat disiram dengan air dan ternak
babi yang menggeliat kesakitan akibat penyiraman dengan air panas yang digunakan
untuk membersihkan permukaan tubuh babi.
d. Bebas dari rasa ketakutan dan stress (Freedom from fear and distress)
Ternak konsumsi dicegah dari rasa ketakutan akibat ruda paksa dan perlakuan
penyiksaan pemotongan ketika tidak menggunakan pisau tajam. Berdasarkan hasil
pengamatan, hamper semua ternak sebelum dipotong mengalami stres dan rasa takut. Hal
ini dilihat dari cara menggiring ternak menuju ruang pemotongan yang dilakukan dengan
kasar sehingga ternak sering melawan dan memberontak. Selain itu, ternak lain yang
belum dipotong dibiarkan melihat proses pemotongan yang menyebabkan ternak stres.
BAB IV
PENUTUP
1. Evaluasi terhadap higiene dan kualitas bahan pangan asal hewan perlu dilakukan untuk
menjamin keamanan dan kesehatan bahan pangan yang dikonsumsi. Pemeriksaan dapat
dilakukan secara sederhana dengan uji organoleptik maupun uji laboratoris.
2. Karantina hewan dan karantina ikan merupakan lembaga yang berperan dalam mencegah
keluar/masuknya penyakit hewan atau penyakit karantina ikan ke dalam maupun ke luar
wilayah Indonesia maupun antararea dalam negara Indonesia. Dalam melaksanakan
fungsinya, karantina diberi wewenang untuk melakukan 8 tindakan karantina yang
meliputi pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan,
pemusnahan dan pembebasan.
3. Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang merupakan salah
satu lembaga yang berperan dalam melakukan tugas surveilance penyakit, pelayanan
kesehatan hewan, tindakan pencegahan dan penanggulangan wabah, dan pengurusan
administrasi ijin pengeluaran dan pemasukan produk hewan, ijin mendirikan sarana
kesehatan hewan dan ijin pemasaran produk yang berkaitan dengan hewan.
Humphrey T. 2006. Public health aspects of Salmonella enteric in food production. Dalam
Mastroeni P, Maskell D, editor, Salmonella Infections, Clinical, Immunological and
Molecular Aspects. Cambridge: Cambridge University Pr. Hlm 89-116
Lawrie RA, Ledward DA. 2006. Lawrie’s Meat Science. Cambridge: Woodhead Pub.
Lubis, H.A., I Gusti K.S, dan Mas D.R. 2012. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan telur
ayam kampung terhadap jumlah Eschericia Coli. Indonesia Medicus Veterinus.1
(1):144-159.
Marlina, E.T., R.L. Balia, dan Y.A Hidayat. 2012. Uji organoleptik daging ayam yang diberi
ransum yang mengandung lumpur susu terfermentasi oleh Aspergillus niger. Jurnal
Ilmu Ternak, 12(1):20-23.
Munday, B.L., Nakai, T. 1997. Special topic review: Nodaviruses as pathogens in larval and
juvenile marine finfish. World Journal of Microbiology and Biotechnology 13, 375–
381
Neta AVC, Mol JPS, Xavier MN, Paixao, TA, Lage AP, Santos RL. 2010. Pathogenesis of
bovine brucellosis. J Vet. 184:146-155
Pui, C.F., Wong W, Chai L.C, Tunung R, Jeyaletchumi P, Noor H.M.S, Ubong, A,
Farinazleen M.G, Cheah Y.K, Son R. 2011. Salmonella: A foodborne pathogen. Int
Food Res J. 18:465-473.
Romanoff, A.L. and A. J. Romanoff. 1963, The Avian Eggs, John Wiley and Sons, Inc., New
York
Standar Nasional Indonesia (SNI) No: 01-6366-2000. Batas Maksimum Residu Mikroba dan
Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Standar Nasional
Indonesia.
Sudrajat, G. 2007. Sifat fisik dan organoleptik bakso daging sapi dan daging kerbau dengan
penambahan karagenan dan khitosan. Fakultas Peternakan: Institut Pertanian Bogor.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Soeparno, 2009. Ilmu dan teknologi daging. Yogyakarta:Penerbit Gadjah Mada University
Press.
Sunarlim, R dan Usmiati, S. 2009. Karakteristik Daging Kambing dengan Perendaman Enzim
Papain (The Characteristic Of Goat Meat Soaked In Papain). Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian. Bogor.
Syam, S.Y, 2009. Pengaruh Pengemasan dan Lama Maturasi Terhadap pH, Daya Ikat Air dan
Susut Masak Daging Sapi Bali. Skripsi Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
Yuwanto, T. 2010, Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.