Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 22

MAGHZA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, IAIN Purwokerto


Edisi:
DOI:

Tradisi Ruwat Bumi di Desa Rembul Dalam


Persektif Al-Qur’an

Alamat Universitas Islam Negeri Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri Purwokerto di
Jalan A. Yani Nomor 40 A, Karanganjing, Purwanegara, Kecamatan Purwokerto Utara,
Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah dengan kode pos 53126.
Abstract
this research is intented to bring out the view of Al-Quran surat Al- Baqarah
verse 267 about the Earth Ruwat Tradition. This research is a type of living
quran research in which it explicitly describes the meaning of the Earth Ruwat
Tradition. This research also uses data from interviews with religious leaders of
the village. According to Javanese beliefs, Ruwat Bumi must be carried out with
the aim of "Dedicating" the harvest of rice fields owned, because it is not the
result of farmers alone, but there is the intervention of Allah SWT. This Ruwat
Bumi tradition is also used to express gratitude to Allah SWT as well as a form
of shadaqoh from farmers for the harvest or the results of their rice fields, this
has been mentioned in Surah Al-Baqarah verse 267. The conclusion that can be
drawn from this research is that the Rembul Village Community carries out the
Earth Ruwat Tradition as an expression or a way for them to explain their
gratitude to Alllah SWT for the harvest and the results of their rice fields, the
implementation of the Earth Ruwat in Rembul Village is carried out by
gathering the entire village community and bringing some of their crops to be
collected, after being collected then prayed for by the Local Traditional Leaders
and distributed to people around the village of Rembul, the results are in raw
form distributed to the community and some have been processed into food
eaten together with the Rembul Village Community.
Keywords: Tradition, Ruwat Bumi, Gratitude, Shadaqah.

Abstrak
Penelitian ini ditujukan untuk memunculkan pandangan Al-Quran Surat Al-
Baqarah ayat 267 tentang Tradisi Ruwat Bumi. Penelitian ini merupakan jenis
penelitian living quran yang didalamnya secara eksplisit memaparkan arti
Tradisi Ruwat Bumi. Penelitian ini juga menggunakan data dari hasil wawancara
dengan tokoh agama desa tersebut. Menurut kepercayaan masyarakat jawa,
Ruwat bumi harus dilakukan dengan tujuan untuk “Menyedekahi” hasil panen
sawah yang dimiliki, karena hal tersebut bukan hasil dari petani saja, melainkan
ada ikut campur Allah SWT. Tradisi Ruwat Bumi ini juga digunakan untuk
mengidzarkan rasa syukur Kepada Allah SWT serta bentuk shadaqoh dari Petani
atas panen atau hasil sawah mereka, hal ini telah disebutkan dalam surat Al-
Baqarah ayat 267. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah
Masyarakat Desa Rembul melakukan Tradisi ruwat bumi sebagai ungkapan atau
cara mereka menjelaskan rasa syukur Kepada Alllah SWT atas panen dan hasil
sawah mereka, pelaksanaan Ruwat bumi di Desa Rembul dilakukan dengan cara
mengumpulkan seluruh masyakarat Desa dan membawa sebagian hasil panen
mereka untuk kemudian dikumpulkan, setelah dikumpulkan kemudian didoakan
oleh Tokoh Adat Setempat dan dibagikan kepada orang-orang sekitar desa
rembul, hasilnya pun ada yang bentuk mentah dibagikan ke masyarakat dan ada
pula yang sudah diolah menjadi makanan dimakan bersama-sama Masyarakat
Desa Rembul.
Kata kunci: Tradisi, Ruwat Bumi, Syukur, Shadaqah.

A. PENDAHULUAN

A
l-Quran adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
melalui malaikat Jibril. Kitab suci ini adalah anugerah dan petunjuk
bagi semua makhluk di alam semesta dan merupakan fondasi
terpenting umat Islam, karena di dalamnya terkandung prinsip-prinsip utama
agama. barang siapa yang bepegang erat terhadap Al-Qur’an maka ia tidak akan
sesat selama-lamanya, didalam Al-Qur’an terdapat banyak persoalan
permasalahan, sadaqah merupakan salah satu permasalahan yang ada didalam
Al-Qur’an.(Mujahidin et al., 2020) Kemudian al-quran dipandang sebagai
pedoman umat muslim dalam segala aspek kehidupan baik sosial maupun
kebudayaan, dalam hal ini peneliti akan menyajikan antara sedekah bumi atau
ruwat bumi dalam pandangan al-quran. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa
masyarakat kebudayaan dan identitas Indonesia merupakan dua aspek yang
saling terkait dan tidak dapat dipisahkan .(Toto Suryana, 2011)

Ajaran Islam berdampak besar bagi perkembangan budaya dan


peradaban Indonesia. Hal ini karena ajaran Islam dapat menyatu dengan budaya
Indonesia. Budaya yang diwariskan dengan baik juga mengarah pada perilaku
manusia yang baik. Oleh karena itu, siapapun yang memahami budaya melalui
ajaran Islam yang benar dapat memperoleh manfaat dari pendidikan.
Kebudayaan atau tradisi tersebut memiliki nilai-nilai Islami. Dalam konteks ini,
pernyataan tersebut berarti bahwa orang-orang yang berpikiran sama harus
mengutamakan hidup rukun daripada menciptakan masalah yang dapat
memecah belah umat. Namun, semuanya harus tetap sesuai dengan ajaran Islam
dan tidak boleh melampaui batas. Pencampuran budaya tradisional dengan
ajaran Islam harus dilakukan dengan baik dan tidak menyimpang serta
melanggar ajaran Islam. Saat kondisi ini terpenuhi, campuran dapat dipantau dan
dijalankan. 

Menurut penulis ruwat bumi merupakan tradisi turun temurun


sebagaimana kebiasaan jawa lainnya seperti suroan, ruwat bumi merupakan
ungkapan rasa syukur atas hasil yang telah diperoleh dari bumi dan juga sebagai
penghormatan kepada leluhur. Namun ada beberapa masyarakat yang masih
berfikir bahwa tradisi ruwat bumi ini hanya dilakukan secara cuma-cuma,
dengan ini penulis tertarik untuk meneliti tama ruwat bumi berdasarkan
pandangan Al-Qur’an.

Mengkaji ilmu Al-Quran adalah penting karena Al-Quran adalah kitab


suci dalam agama Islam yang dianggap sebagai wahyu Allah kepada Nabi
Muhammad SAW. Ada beberapa alasan mengapa mengkaji ilmu Al-Quran
dianjurkan dan dianggap penting dalam kehidupan seorang Muslim:
 Petunjuk Hidup: Al-Quran berisi petunjuk hidup yang komprehensif bagi
umat Muslim. Ia mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk ajaran
moral, etika, hukum, dan pedoman tentang bagaimana menjalin
hubungan dengan Allah dan sesama manusia. Dengan mengkaji ilmu Al-
Quran, seseorang dapat memahami ajaran-ajaran ini dan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
 Hubungan dengan Allah: Al-Quran adalah sarana untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Melalui kajian Al-Quran, seseorang dapat
memperdalam pemahaman tentang sifat-sifat Allah, kehendak-Nya, dan
bagaimana beribadah kepada-Nya dengan benar. Ini membantu
memperkuat hubungan spiritual antara individu dan penciptanya.
 Pencerahan dan Kebenaran: Al-Quran mengandung pencerahan dan
kebenaran yang tidak tergantikan. Ia memberikan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang kehidupan, tujuan hidup, dan
akhirat. Dengan mempelajari dan mengkaji ilmu Al-Quran, seseorang
dapat mendapatkan wawasan dan pemahaman yang lebih dalam tentang
makna hidup dan kebenaran universal.
 Mencegah Penyelewengan: Dalam sejarah, ada banyak pemahaman dan
interpretasi yang salah tentang agama. Dengan mengkaji ilmu Al-Quran
secara langsung, seseorang dapat menghindari penyelewengan agama
dan pemahaman yang keliru. Ini memungkinkan individu untuk memiliki
pemahaman yang lebih otentik dan akurat tentang ajaran Islam.
 Meraih Rahmat dan Pahala: Al-Quran menyatakan bahwa orang yang
mempelajari dan mengkaji ayat-ayatnya akan mendapatkan rahmat dan
pahala yang besar. Dalam Islam, mengkaji ilmu Al-Quran dianggap
sebagai ibadah yang bernilai tinggi. Dengan mempelajari dan
mengamalkan Al-Quran, seseorang dapat mendapatkan keberkahan dan
manfaat spiritual yang melimpah.
Mengkaji ilmu Al-Quran bukan hanya tentang membaca teksnya secara harfiah,
tetapi juga memahami konteks, tafsir, dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-
hari. Melalui pengkajian yang mendalam, seseorang dapat memperoleh hikmah
dan panduan yang bermanfaat untuk hidupnya.
Penting untuk memahami bahwa dalam Islam, Al-Quran dan Hadis
memiliki peran yang berbeda namun saling melengkapi. Al-Quran adalah kitab
suci yang dianggap sebagai wahyu langsung dari Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW, sedangkan Hadis adalah koleksi perkataan, perbuatan, dan
persetujuan Nabi Muhammad SAW yang mencerminkan pemahaman dan
aplikasi praktis ajaran Al-Quran.
Meskipun Al-Quran adalah sumber utama hukum dan petunjuk bagi
umat Muslim, Hadis juga memiliki peran penting dalam memahami dan
menjelaskan ajaran Islam. Berikut adalah beberapa alasan mengapa Hadis tidak
dapat digantikan oleh Al-Quran:
 Penjelasan Rinci
Hadis memberikan penjelasan dan rincian yang lebih terperinci tentang
banyak aspek kehidupan yang tidak secara langsung disebutkan dalam
Al-Quran. Hadis membahas berbagai masalah seperti tata cara beribadah,
hukum, etika, tafsir Al-Quran, dan sejarah hidup Nabi Muhammad SAW.
Dengan Hadis, kita dapat memahami bagaimana Nabi Muhammad SAW
menerapkan ajaran Al-Quran dalam kehidupan nyata.
 Konteks dan Aplikasi
Hadis memberikan konteks dan aplikasi praktis dari ajaran Al-Quran. Al-
Quran sendiri diturunkan dalam konteks sosial dan sejarah tertentu, dan
Hadis membantu memahami cara Nabi Muhammad SAW menjalankan
dan mengamalkan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hadis
juga memberikan penjelasan tentang situasi dan kondisi di mana ayat-
ayat Al-Quran diturunkan, yang membantu dalam memahami makna
yang tepat.
 Menjaga Integritas Al-Quran
Hadis juga berperan penting dalam menjaga integritas dan keaslian Al-
Quran. Hadis mengandung sanad (rantai perawi) yang mencatat jalur
transmisi dari Nabi Muhammad SAW ke generasi berikutnya. Dengan
mempelajari dan menganalisis sanad Hadis, para ulama dapat
memverifikasi keabsahan Al-Quran dan menghindari adanya manipulasi
atau distorsi dalam teks Al-Quran.
 Pengembangan Hukum Islam
Hadis memiliki peran penting dalam pengembangan hukum Islam atau
fikih. Hadis menyediakan landasan bagi para ulama untuk memahami
dan menerapkan ajaran Islam dalam situasi yang berbeda dan
mengekstrapolasi prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Quran ke
dalam hukum yang relevan dan aplikatif.
Penting untuk menjaga keseimbangan dan memahami kedudukan dan
peran Al-Quran dan Hadis dalam Islam. Sementara Al-Quran adalah sumber
utama ajaran agama, Hadis membantu dalam memahami dan menerapkan ajaran
tersebut secara lebih konkret dan kontekstual. Oleh karena itu, kedua sumber ini
harus dipelajari dan dipahami dengan baik untuk memperoleh pemahaman yang
komprehensif tentang Islam.
B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan metode penelitian Living Qur'an


dalam konteks tradisi Ruwat Bumi yang ada di Desa Rembul. Living Qur'an
adalah pendekatan penelitian yang mengintegrasikan pemahaman Al-Quran
dengan kehidupan sehari-hari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memperdalam pemahaman Al-Quran dan menggali makna dan aplikasi praktisnya
dalam tradisi Ruwat Bumi. Penelitian ini memiliki relevansi penting dalam
memperkuat identitas keagamaan masyarakat Desa Rembul dan mempromosikan
harmoni antara Islam dan budaya lokal.
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Studi Literatur Al-Quran: Peneliti akan melakukan studi mendalam
terhadap ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan tradisi Ruwat Bumi,
seperti kepercayaan terhadap alam, penghormatan terhadap leluhur, dan
praktik-praktik ritual yang dilakukan dalam tradisi tersebut. Peneliti akan
mempelajari konteks historis dan teks Al-Quran serta penafsiran ulama
terkait ayat-ayat tersebut.
2. Observasi Partisipatif: Peneliti akan melakukan observasi partisipatif di
Desa Rembul, mengamati dan berinteraksi langsung dengan masyarakat
yang menjalankan tradisi Ruwat Bumi. Peneliti akan terlibat dalam
kegiatan ritual dan wawancara dengan para praktisi untuk memahami
keyakinan, pemahaman, dan pengalaman mereka terkait tradisi ini.
3. Wawancara: Peneliti akan melakukan wawancara dengan tokoh agama,
tokoh adat, dan anggota masyarakat yang berperan dalam menjaga dan
meneruskan tradisi Ruwat Bumi. Wawancara ini akan memberikan
wawasan tentang sejarah, filosofi, dan nilai-nilai yang mendasari tradisi
tersebut, serta hubungannya dengan ajaran Al-Quran.
Wawancara ini akan dilakukan melalui percakapan chatting dengan
Muhammad Hasyim, seorang tokoh agama yang memiliki pengetahuan
dan pengalaman dalam tradisi Islam, serta dengan seorang bapak RT di
desa tersebut yang memiliki pemahaman tentang tradisi lokal.
4. Analisis Data: Data yang dikumpulkan melalui studi literatur, observasi
partisipatif, dan wawancara akan dianalisis dengan pendekatan induktif.
Peneliti akan mencari pola, tema, dan kesamaan antara praktik tradisi
Ruwat Bumi dan ajaran Al-Quran. Analisis ini akan membantu dalam
mengidentifikasi hubungan yang kuat antara tradisi tersebut dengan nilai-
nilai Al-Quran.
Alasan penggunaan metode penelitian Living Qur'an dalam penelitian ini
adalah untuk memungkinkan pengintegrasian langsung antara Al-Quran dan
tradisi Ruwat Bumi. Dengan menggunakan metode ini, peneliti dapat menafsirkan
ayat-ayat Al-Quran secara kontekstual dan relevan dengan kehidupan masyarakat
Desa Rembul. Metode ini juga memungkinkan peneliti untuk memahami
pemikiran dan keyakinan masyarakat setempat secara mendalam, sehingga
memungkinkan identifikasi nilai-nilai Al-Quran yang termanifestasi dalam praktik
mereka.
Dengan menerapkan metode penelitian Living Qur'an, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam memperkuat pemahaman dan
pengamalan agama Islam yang harmonis dengan budaya lokal. Hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai sumber referensi bagi masyarakat Desa Rembul, serta
dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya
mempertahankan dan menghormati tradisi Ruwat Bumi dalam kerangka ajaran
Al-Quran.

C. PEMBAHASAN

1. Tradisi

Tradisi atau adat istiadat yang berasal dari masyarakatitu sendiri,


terutama adat istiadat yang mewujudkan nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan
peraturan yang terkait. Apalagi tradisi yang lazim di masyarakat tertentu
merupakan warisan leluhur atau nenek moyang. (Robi Darwis, 2017).
Tradisi juga, adalah suatu kebiasaan sekelompok masyarakat,
sekelompok keluarga, maupun perorangan. Kebiasaan sekelompok
masyarakat pada hakekatnya disusun oleh kebiasaan dan lingkungan
keluarga. Kebiasaan yang telah teratur tata caranya disebut adat-istiadat.
Kebiasaan ini sering mengikat dan memaksa seseorang atau sekelompok
masyarakat untuk mematuhi dan melakukannya. Jika tradisi diabaikan
dapat mendatangkan bahaya atau bencana. Sering dipermasalahkan
apakah tradisi itu masih berguna bagi masyarakat modern sekarang ini?
Mungkin jawabannya adalah: berguna, dengan alasan karena sebagian orang
yang menganggap tradisi adalah warisan nenek moyang yang sedikit
banyak tentu masih mengandung unsur-unsur kebudayaan yang
bermanfaat1

Oleh karena itu, tradisi erat kaitannyadengan kepercayaan atau


agama (religio) dan juga dengan kebudayaan (culture). Pengertian agama di
sini menyangkut pula bermacam-macam kepercayaan yang berkembang
di dalam masyarakat (religio naturalis),misalnya animisme (kepercayaan
kepada arwah nenek moyang), dinamisme (kepercayaan kepada kekuatan gaib),
fetisme (kepercayaan kepada benda pusaka), spiritisme (kepercayaan
kepada jiwa/ spirit) dan magisme (kepercayaan kepada kekuatan magis).

Orang dan budaya memiliki pengaruh timbal balik, yang dapat langsung
atau tidak langsung (Roszi & Mutia, 2018). Budaya mengandung nilai-nilai
moral dan kepercayaan yang dihormati oleh pencipta budaya itu sendiri dan
diwujudkan dalam masyarakat melalui tradisi. Budaya berarti semua karya,
selera, dan kreasi masyarakat. (Soekanto, 1982). Karya masyarakat meliputi
teknologi dan kebudayaan material atau benda-benda yang digunakan manusia
untuk memanfaatkan lingkungan sekitarnya dan menghasilkan kekuatan dan
manfaat bagi masyarakat. Dalam hal ini, budaya masyarakat Indonesia sangat
beragam karena keragaman suku, agama, kepercayaan dan aspek masyarakat
lainnya. 
1
Lelono, H. (2015). Tradisi ruwatan: bersih bumi kearifan lokal dalam mitigasi bencana. Berkala
Arkeologi, 35(2), 139-152.
Negeri ini memiliki keanekaragaman budaya yang besar, Karakteristik
kebangsaan yang harus dilestarikan serta diwariskan, sebab memiliki
kepercayaan yang kuat terhadap tradisi yang tumbuh di sekitarnya.
2. Al-Qur’an
Alquran dikenal sebagai kitab suci umat Islam di seluruh dunia, terutama
bagi mereka yang mengikuti ajaran Muhammad. Buku ini dianggap sebagai
Firman Tuhan dan dianggap sebagai keajaiban yang diungkapkan oleh Tuhan
SWT. Menurut kepercayaan Islam, Alquran adalah karya ilahi yang diciptakan
oleh malaikat Jibril dan pertama kali diterima oleh Nabi Muhammad di masa
lalu. Ayat 1-5 Surat Al-'Alaq menyatakan bahwa Al-Qur'an adalah puncak dari
semua wahyu yang pernah Allah berikan kepada umat manusia. tetapi juga
merupakan elemen dari rukun iman yang diberikan kepada Nabi Muhammad
SAW. sebagai pedoman hidup di dunia.

Pada dasarnya, perbedaan ini dapat dibagi menjadi dua kelompok.


Beberapa berpendapat bahwa Al-Qur'an adalah naturalisme (kata benda) tidak
berhubungan dengan akar kata lainnya. 

Menurut ulama Al-SyafiI, kata Al-Qur'an yang dikenal dengan Alif lam
(al) tidak memiliki asal usul karena merupakan nama unik yang diberikan oleh
Allah SWT untuk kitabnya yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. ,
seperti Mazmur, Taurat, serta Injil yang diberikan kepada nabi Daud, nabi Musa,
dan nabi Isa a.s (Suyuti).

Beberapa ahli Alquran mengklaim bahwa asal kata Alquran dapat


ditelusuri kembali ke qaraa yaqrau-qiraatan-wa-quranan (‫را‬II‫ق‬−‫را‬I‫يق‬−‫راة‬I‫ق‬−‫ا‬II‫)وقرآن‬,
yang secara harfiah berarti "membaca".

Menatap Relasi al-Qur'an dengan Budaya Dengan meminjam teori


kemakhlukan al-Qur'an Muktazilah, Nasr Hamid menganggap al-Qur'an sebagai
teks, sebagaimana teks yang lain pada umumnya.2 Ketika Muktazilah
mengatakan bahwa al-Qur'an adalah makhluk karena ia diciptakan Tuhan, maka

2
Nasr Hamid Abu Zaid, Teks Otoritas Kebanaran, tarj. Sunarwoti Dema, Yogyakarta: LkiS, 2003, hal.
19.
pada saat itu, menurut Nasr Hamid, Muktazilah menganggap al-Qur'an sebagai
tindakan Tuhan yang acapkali berkaitan dengan realitas. Oleh karena al-Qur'an
telah berubah wajah menjadi teks profan sebagaimana layaknya teks-teks lain,
maka ketika sampai ke realitas duniawi, teks ini bisa didekati dengan pendekatan
apapun sebagaimana teks-teks lainnya, termasuk di antara dengan linguistik
struktural Saussure, yang dikenal dengan linguistik modern. Dalam pandagan
linguistik Struktural,3 bahasa (language) terpola menjadi dua bagian, yakni,
pertama, langue, yaitu sistem bahasa yang lahir dari interaksi unsur-unsur yang
terdapat dalam suatu masyarakat yang bertutur, yang kemudian sistem bahasa itu
menjadi milik bersama dari masyarakat bertutur tersebut.

Sementara itu, suatu tuturan yang bersifat aktual, temporal, personal dan
individual atau speech dalam bahasa Inggris yang digunakan seseorang dalam
komunikasi, dengan merujuk pada sistem bahasa tertentu, disebut parole,
sebagai pola kedua dari analisa Saussure.4 Dengan kata lain, parole merupakan
perwujudan individual dari sistem bahasa atau langue, yaitu tindak bicara
konkret seorang individu yang pada saat tertentu dengan menggunakan sistem
tanda atau langue tertentu untuk menyampaikan pikiran dan pesannya kepada
orang lain yang terlibat dalam komunikasi dan orang lain itu hidup dalam satu
tingkat keberadaan yang sama.5

Dengan pemahaman bahasa sebagai langue, sebagai bagian dari


unsurunsur yang terdapat dalam realitas sosial, di situ terdapat dua sistem yang
saling terkait dan berdialektika, yaitu sistem tanda bahasa dan sistem sosial
budaya masyarakat penutur bahasa. Sebagai sistem yang mengkonstruksi, maka
sistem sosial budaya masyarakat tentunya menjadi landasan bagi sistem bahasa.
Hal ini pada gilirannya menyebabkan bahasa, menjadi sistem tanda dari sistem

3
Aksin Wijaya, Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan: Kritik Atas Nalar Tafsir Gender, Yogyakarta:
Safirian Insania Press, 2004, hal. 36
4
Ferdinand De Saussure, Pengantar Linguistik Umum, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993,
hal. 85. Lihat Sri Ahimsa Putra, Strukturalisme Levi Strauss: Mitos dan Karya Sastra, Yogyakarta:
Galang Press, 2001. Dan Jean Piageat, Strukturalisme, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995, hal. 62-
81.
5
Agus, Cremers, Antara Alam dan Mitos, Memperkenalkan Antropologi Struktural Claude Levi Strauss,
Flores, NTT; Penerbit Nusa Indah, 1997, hal. 43
sosial budaya yang melandasinya. Pada gilirannya, jika masyarakat mengalami
perubahan dan perkembangan, maka bahasa yang lahir darinya juga mengalami
perubahan dan perkembangan.

Dari perkembangan budaya masyarakat penutur bahasa itu lahirlah dua


makna dalam internal bahasa, pertama, makna khusus, suatu makna yang terkait
langsung dengan peristiwa kultural untuk memproduksi bahasa, kedua, makna
umum, yakni aspek dinamis bahasa yang selalu mengalami perubahan sesuai
dengan model-model pembacaan yang ada. Menurut Nasr Hamid, 6 pembedaan
tersebut berkaitan dengan pembedaan antara makna parsial yang temporal, yang
dia sebut makna awal dan makna umum yang universal. Dari makna awal ini
lahirlah dua makna, historis dan metaforis. Makna historis mulai ditingalkan
zaman tatkala realitas budaya yang memproduksinya mulai mengalami
perubahan, sedang makna metafor, masih bisa diinterpretasi secara metaforis,
kendati ia tetap dilihat dalam konteks historisitasnya semata tanpa memiliki
kaitan signifikan dengan realitas budaya kekinian. Kemudian, dari makna umum
yang universal tadi, lahirlah makna dinamis yang disebut signifikansi. 7
Signifikansi ini acapkali mengikuti perubahan dan perkembangan zaman yang
memproduksinya dan dimana ia hendak diberlakukan. Dalam konteks al-Qur'an,
unsur pertama yang disebut makna awal, merupakan pesan awal al-Qur'an, yakni
makna yang muncul sejak pertama kali alQur'an berkomunikasi secara dialogis
dengan masyarakat Arab, sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu. Komunikasi
dialogis awal ini bersifat oral dan komunikasi seperti ini melibatkan dua hal,
pendengaran dan lisan.8Pada saat ini, pesan pengucap, Muhammad sebagai
representasi Tuhan, masih bisa ditangkap secara murni, tentunya dalam arti
relatif dari kata itu, oleh pendegar, yakni masyarakat arab yang terlibat dalam
komunikasi, tanpa melihat struktur bahasa yang digunakannya.

6
Nasr Hamid Abu Zayd, Naqd al-Khitab al-Dini, Mesir: Sina Li-al-Nasr, , cet 2, hal. 220- 224
7
K.M. Newton, Menafsirkan Teks: Perngantar Kritis Mengenai Teori Dan Prakateks Penafsiran Sastra,
tarj. Soelestia, Semarang: IKIP Semarang Press, 1994, hal. 59
8
Muhammad Karim al-Kawwaz, Kalamullah: Al-Janib Al-Syafahi Min Al-Dlahirah AlQur’aniyah,
London: Dar Al-Saqi, 2002, hal. 9
Komunikasi al-Qur'an pada level ini mengambil dua bentuk, bentuk
relasi al-Qur'an dengan masyarakat Arab pra al-Qur'an dan era al-Qur'an dengan
menggunakan bahasa Arab oral. Pada saat ini, al-Qur'an merupakan tradisi yang
hidup, sebab al-Qur'an berfungsi menjawab pelbagai persoalan yang muncul saat
itu, karena itu, ia belum memiliki signifikansi bagi mereka yang hidup pada
masa itu. Untuk menemukan makna dalam fase ini diperlukan analisis historis.
Sementara itu, signifikansi al-Qur'an muncul setelah al-Qur'an mewujud ke
dalam teks tulisan, yang umum disebut Mushaf Usmani, sesuai dengan
perkembangan Islam yang semakin hari semakin meluas ke pelbagai daerah
taklukan, dan al-Qur'an dalam bentuk ini terkait erat dengan realitas pasca
alQur'an. Tapi tentunya, pada saat ini, al-Qur'an pun masih mempunyai makna
awal, kendati makna awal tersebut tidak lagi hidup sebagaimana ketika ia
mewujud dalam bahasa oral. Makna awal dalam fase ini berwujud teks, karena
itu ia berada dalam kondisi mati, yang memerlukan kajian lebih lanjut dengan
cara mengaitkan teks dengan konteks saat itu. Al-Qur'an dalam bentuk ini telah
memiliki dua unsur makna, yakni makna awal dan signifikansi. Selanjutnya, di
bawah ini akan dianalisis relasi al-Qur'an yang masih dalam bentuk oral dengan
dua realitas budaya, budaya Arab pra dan era al-Qur'an.

1. TRADISI RUWAT BUMI di DESA REMBUL DALAM PERSPEKTIF AL-


QUR’AN
Desa Rembul merupakan salah satu desa yang berada di Kec. Bojong
Kab. Tegal, desa Rembul tersebut terletak diantara desa Dk. Tere dan desa
Karang Mulya, Penduduk desa Rembul kurang lebih sebanyak 8850 jiwa(wahyu
widodo, 2023). Profesi masyarakat Rembul kebanyakan menjadi petani dan
berdominan menanam sayur-sayuran terutama wortel.
Masyarakat desa Rembul mengadakan acara ruwat bumi tepatnya pada
tanggal 10 syura, pada saat pagi menjelang siang didalam tradisi ruwat bumi ada
yang memandikan kambing kendit, kambing kendit tersebut merupakan hewan
yang istimewa, ada juga yang memandikan ayam cemani, ayam cemani diartikan
sebagai manusia yang banyak dosanya, meskipun sudah disucikan tetapsaja akan
berbuat dosa, biasanya dimandikan di pancuran 13 guci, pancuran 13 tersebut
diartikan sebagai penyembuhan penyakit. Lalu ada juga karnafalan mengelilingi
desa yang mana para masyarakatnya ada yang membawa tumpeng atau biasa
disebut nasi kuning dan memiliki arti apa bila berbuat sesuatu harus hati-hati dan
sopan santun, bunga setaman “bunga yang membawa kebahagiaan atau cerah
ceria setiap hari”, membakar kemenyan “syariat menyampaikan terimakasih
kepada leluhur”, ada juga yang membawa hasil tanaman yang belum diolah
seperti buah-buahan, ubi, singkong dan lain sebagainya, yang mana hasil
tanaman tersebut nantinya akan menjadi rebutan hasil bumi dari gunung, setelah
karnafalan selesai nantinya ada acara pembagian rata tentang hasil bumi
tersebut, namun untuk orang yang ekonominya kurang mampu akan mendapat
sedkit banyak, karnafal tersebut dilakukan dengan jalan kaki, tetapi untuk kepala
desa dan bupati karnafalannya menggunakan kuda “sebaga tanda
penghormatan”. Setelah memasuki waktu Ashar dilanjut dengan Istighosah
bersama dan malamnya mengadakan kumpul-kumpul bersama di depan balai
desa dengan bertujuan silaturahmi(Muhammad Azim, 2022).
Orang Jawa percaya bahwa untuk mendapatkan hasil pertanian yang
melimpah, seseorang harus bersedekah. Oleh karena itu, tanah yang ditanaminya
harus diselamatkan atau diberi sedekah agar tidak ada rasa khawatir dan atas
kehendak Tuhan YME atas segala makanan yang kita terima. (Fauziyah &
Bustomi, 2019). “Sebab, semua rezeki yang kita dapatkan tidak hanya berasal
dari diri kita sendiri, tetapi melalui campur tangan Tuhan.
Pelaksanaan tradisi Ruwa Bumi sangat penting dan dilakukan setahun
sekali untuk menunjukkan rasa syukur masyarakat atas nikmat yang
dilimpahkan Yang Maha Kuasa. Tanggal pelaksanaan tradisi tersebut diatur agar
masyarakat dapat mempersiapkan diri untuk mengikuti tradisi tersebut.
Pelaksanaan tradisi Ngaruwat dilakukan melalui berkumpulnya seluruh
masyarakat desa dan membawa bahan baku dan hasil olahan untuk gizi. Tujuan
dilakukannya tradisi ngaruwat-bumi dan ruwat-bumi adalah untuk memperingati
hari syukuran dan merupakan dua ekspresi budaya religi yang memiliki
kesamaan ritual dan objek. (Kurnia, 1985). Perbedaan Ngaruat Bumi dan Ruwat
Bumi terletak pada cara pembuatannya. Pada umumnya waktu penyelenggaraan
Ngaruat Bumi ditentukan oleh pemerintah daerah dan dilaksanakan bersama
oleh masyarakat setempat. Peneliti telah mengidentifikasi masalah besar dari
tradisi Ruwat Bumi atau Sedekah Bumi yang dipraktikkan oleh masyarakat:
tradisi ini sering diartikan sebagai bentuk sedekah yang diberikan kepada petani
atas hasil panen dan tanah yang mereka tanam. 

Peneliti menemukan tema penting di balik praktik masyarakat Ruwat


Bum, atau tradisi sedekah, yaitu pentingnya sedekah sebagai bentuk shadaqah
dari para petani hingga panen dan seluruh negeri. (Salimatul Jammah, 2021).
Kajian ini penting karena ada perbedaan antara sedekah di pedesaan dengan
zakat, dan keduanya tidak dapat menggantikan yang lain. Oleh karena itu,
peneliti ingin mengkaji proses pelaksanaan dan pemenuhan syarat-syarat rukun
zakat dalam hadits dan keabsahannya.

Alquran mengajarkan pentingnya berbagi berkah yang dilindungi oleh


Allah dalam kaitannya dengan penggunaan tanaman pertanian. Seperti yang
dikatakan Firman Tuhan, semua sarana kehidupan yang diterima orang harus
digunakan untuk kebaikan dan dibagikan kepada mereka yang
membutuhkan. Seperti firman Allah :

ۡ‫يٰـۤاَُّي َها الَّ ِذ ۡي َن ٰا َمنُ ۡۤوا اَ ۡن ِف ُق ۡوا ِم َّما َر َز ۡق ٰن ُكم‬


“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (dijalan Allah) sebagian
rezeki yang Kami berikan kepadamu...”
Kemudian Allah menjelaskan secara rinci berbagai tanaman yang diciptakan-Nya :

ِ ‫ت َما َك َس ۡبتُمۡ َو ِم َّماۤ اَ ۡخ َر ۡجنَا لَـ ُكمۡ ِّم َن ا ۡلاَ ۡر‬


‫ض‬ ِ ‫يٰـۤاَُّي َها الَّ ِذ ۡين ٰامنُ ۡۤوا اَ ۡن ِف ُق ۡوا ِم ۡن طَيِّ ٰب‬
َ َ

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu…” (QS al-Baqarah: 267)
Secara etimologis, istilah “Kaidah” berarti menetapkan atau bersandar
pada sesuatu yang memberikan dasar bagi kelangsungan berbagai kegiatan.
Selain itu kaidah juga dapat diartikan sebagai prinsip dasar yang menjadi
landasan konsep atau pemikiran dalam suatu disiplin ilmu seperti fikih. 
(pokoknya) (Syafe’i & Syafe’i, 2007). Melalui penerapan kaidah Tasyrika
Niyah-Fiqh atau gabungan dari kedua tujuan tersebut, maka proses sedekah
secara komunal sebagai shadaqah tanaman atau tanah dianggap sesuai dengan
syariat Islam.

Sedekah dan zakat adalah dua konsep yang berbeda dalam Islam,
meskipun keduanya berhubungan dengan memberikan dan berbagi rezeki.
Berikut adalah penjelasan detail dan rinci mengenai perbedaan antara sedekah
dan zakat:
 Definisi:
 Sedekah: Sedekah dalam Islam merujuk pada tindakan sukarela
memberikan harta atau sumber daya kepada orang lain, terutama
kepada yang membutuhkan, tanpa ada kewajiban atau persyaratan
tertentu.
 Zakat: Zakat adalah salah satu dari lima rukun Islam yang
merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang memiliki harta
yang mencapai nisab (ambang batas tertentu) dan telah berada di
dalam kepemilikan selama satu tahun hijriyah. Zakat memiliki
persentase tertentu yang harus dikeluarkan dari harta tertentu
sesuai dengan ketentuan syariat.
 Tujuan:
 Sedekah: Sedekah bertujuan untuk memberikan bantuan dan
pertolongan kepada yang membutuhkan, meringankan
penderitaan, dan berbagi rezeki dengan orang lain. Sedekah
didorong oleh kepedulian sosial dan kebaikan hati.
 Zakat: Zakat bertujuan untuk membersihkan harta dan jiwa,
mengurangi kesenjangan sosial, serta mengentaskan kemiskinan
dan memperkuat persaudaraan umat Muslim. Zakat adalah salah
satu bentuk ibadah kepada Allah SWT yang melibatkan
pengambilan sebagian dari harta kekayaan dan memberikannya
kepada yang berhak menerima.
 Kewajiban:
 Sedekah: Sedekah tidak diwajibkan secara khusus dalam agama
Islam. Namun, Islam mendorong umat Muslim untuk bersedekah
secara sukarela sebagai bentuk ibadah, kebaikan, dan pengabdian
kepada Allah serta kepedulian terhadap sesama.
 Zakat: Zakat adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap
Muslim yang memenuhi syarat tertentu. Zakat diperintahkan
secara tegas dalam Al-Quran dan merupakan salah satu pilar
utama Islam. Tidak membayar zakat secara tepat waktu dan tepat
jumlahnya dapat dianggap sebagai dosa.
 Objek Penerima:
 Sedekah: Sedekah dapat diberikan kepada siapa saja yang
membutuhkan, termasuk orang miskin, yatim piatu, fakir, janda,
dan orang-orang yang terkena musibah. Tidak ada aturan yang
spesifik mengenai penerima sedekah.
 Zakat: Zakat memiliki kategori penerima yang telah ditentukan
secara jelas dalam Al-Quran, seperti orang miskin, orang yang
dalam kesulitan, amil zakat (pegawai yang mengumpulkan dan
mendistribusikan zakat), hamba sahaya yang ingin
memerdekakan diri, dan lain-lain.
Meskipun ada perbedaan antara sedekah dan zakat, keduanya memiliki
nilai penting dalam Islam. Sedekah adalah tindakan sukarela yang mendorong
kebaikan dan kepedulian sosial, sedangkan zakat adalah kewajiban yang
ditentukan secara spesifik dan memiliki tujuan sosial dan keagamaan. Keduanya
merupakan bentuk ibadah dan membantu mensejahterakan masyarakat serta
mengurangi kesenjangan sosial.
Kegagalan untuk memenuhi syarat-syarat ini dapat mengakibatkan
penarikan zakat, tetapi tetap berlaku untuk sedekah atau sedekah duniawi.
Beberapa syarat zakat yang harus dipenuhi adalah:

a) Kurang dari 10 % dari produksi yang dihasilkan oleh sistem irigasi digunakan
untuk pengeluaran zakat .

b) Tidak memenuhi persyaratan orang yang berhak atas mustahiki atau zakat.

Dasar Al-Quran penting dalam mengadakan tradisi karena Al-Quran dianggap


sebagai sumber hukum dan panduan utama bagi umat Muslim. Berikut adalah
beberapa alasan rinci mengapa dasar Al-Quran diperlukan dalam mengadakan
tradisi:
 Otoritas dan Keabsahan: Al-Quran dianggap sebagai wahyu langsung
dari Allah SWT yang diungkapkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sebagai teks suci dalam Islam, Al-Quran memiliki otoritas yang tak
terbantahkan. Mengadakan tradisi berdasarkan Al-Quran memastikan
bahwa tradisi tersebut memiliki keabsahan yang kuat dan diakui oleh
komunitas Muslim.
 Petunjuk Hidup: Al-Quran berfungsi sebagai petunjuk hidup yang
komprehensif bagi umat Muslim. Teks ini memberikan aturan dan
prinsip-prinsip yang mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk
ibadah, etika, hukum, dan moral. Dengan mengadakan tradisi
berdasarkan Al-Quran, umat Muslim mengikuti panduan yang telah
ditentukan oleh Allah SWT.
 Keberkahan dan Pahala: Mengadakan tradisi berdasarkan Al-Quran
diyakini memiliki keberkahan dan pahala yang besar. Dalam Al-Quran,
Allah seringkali memerintahkan umat Muslim untuk melakukan amal
saleh dan ibadah tertentu. Dengan mengadakan tradisi yang didasarkan
pada perintah-perintah Al-Quran, umat Muslim dapat mencari keridhaan
Allah dan mengharapkan pahala-Nya.
 Identitas Keagamaan: Tradisi-tradisi yang didasarkan pada Al-Quran
membantu memperkuat identitas keagamaan umat Muslim. Al-Quran
mengajarkan nilai-nilai, keyakinan, dan praktek-praktek keagamaan yang
khas bagi komunitas Muslim. Dengan mengadakan tradisi yang
berdasarkan Al-Quran, umat Muslim menjaga keutuhan identitas
keagamaan mereka dan menjalin ikatan yang erat dengan tradisi-tradisi
Islam yang khas.
 Kesinambungan dan Warisan Budaya: Al-Quran merupakan sumber
ajaran yang berkelanjutan dan berlaku untuk semua waktu dan tempat.
Mengadakan tradisi berdasarkan Al-Quran membantu menjaga
kesinambungan nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam dari generasi ke
generasi. Tradisi-tradisi ini menjadi bagian dari warisan budaya umat
Muslim yang diperkaya oleh ajaran-ajaran Al-Quran.
 Keselarasan dengan Ajaran Islam: Mengadakan tradisi berdasarkan Al-
Quran memastikan keselarasan dengan ajaran-ajaran Islam yang murni.
Al-Quran menjadi filter untuk memastikan bahwa tradisi-tradisi yang
diadakan tidak bertentangan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip
agama. Dengan demikian, tradisi-tradisi tersebut memperkuat keimanan
dan taqwa umat Muslim.
 Penjagaan dari Penyimpangan: Al-Quran memuat peringatan terhadap
penyimpangan dan bid'ah (praktik-praktik baru yang tidak didasarkan
pada ajaran Islam). Mengadakan tradisi berdasarkan Al-Quran membantu
menjaga kesucian agama dan menghindari penyimpangan dari ajaran
yang benar. Hal ini penting untuk memastikan bahwa tradisi-tradisi yang
diadakan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip Islam yang sejati.
Dalam menjalankan tradisi-tradisi berdasarkan Al-Quran, penting untuk
memahami konteks dan menafsirkan teks dengan benar. Keterbukaan terhadap
interpretasi yang benar dan menghormati keragaman pemahaman dalam Islam
juga perlu diperhatikan.

D. KESIMPULAN
Salah satu bentuk tradisi di masyarakat adalah ngaruwat, dimana semua
penduduk desa berkumpul untuk mengantarkan hasil panen yang sudah diolah
dan yang masih mentah. Simbol upacara penting bagi masyarakat untuk
mengungkapkan makna acara, seperti halnya bahasa, makanan, benda, dll.
Simbol-simbol tersebut memegang peranan penting dalam upacara karena
digunakan secara simbolis untuk menunjukkan semangat dan tujuan acara agar
dapat dipahami oleh para hadirin. 

Dalam Al-Quran, konsep sedekah bumi tidak dijelaskan secara spesifik


dengan istilah "sedekah bumi". Namun, terdapat prinsip-prinsip yang terkait
dengan pemberian dan berbagi rezeki yang dapat menjadi dasar dari praktik
sedekah bumi. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai dasar-dasar dari
sedekah bumi menurut Al-Quran:
1. Kepercayaan Pada Kepemilikan Allah: Al-Quran mengajarkan
bahwa segala yang ada di dunia ini adalah milik Allah. Manusia
hanya dianggap sebagai pemegang amanah atau pengelola atas
harta benda yang diberikan oleh Allah. Dalam perspektif ini,
sedekah bumi berarti mengakui kepemilikan hakiki Allah atas
segala yang ada di bumi dan mengakui bahwa manusia hanya
menjadi pengelola yang bertanggung jawab atas penggunaannya.
2. Kesadaran atas Kebaikan dan Karunia Allah: Al-Quran memuat
banyak ayat yang mengajarkan kesadaran atas kebaikan dan
karunia Allah yang diberikan kepada manusia. Sebagai ungkapan
rasa syukur, manusia diajarkan untuk memberikan sedekah dari
rezeki yang diberikan Allah kepada mereka. Sedekah bumi bisa
meliputi memberikan sebagian hasil pertanian, buah-buahan,
ternak, atau sumber daya alam yang diperoleh dari bumi.
3. Kewajiban Zakat: Al-Quran secara khusus memerintahkan umat
Muslim untuk memberikan zakat sebagai salah satu bentuk
sedekah. Zakat adalah kewajiban berbagi sejumlah tertentu dari
harta kekayaan yang dimiliki sebagai bentuk ibadah kepada Allah
dan sebagai upaya mengentaskan kemiskinan dan mengurangi
kesenjangan sosial. Meskipun zakat tidak secara eksplisit berkaitan
dengan bumi, namun prinsip keberkahan dan berbagi harta benda
yang terkandung dalamnya dapat menjadi dasar pemahaman
sedekah bumi.
4. Keutamaan dan Balasan dari Sedekah: Al-Quran mengajarkan
bahwa memberikan sedekah memiliki keutamaan yang tinggi dan
akan mendatangkan balasan dari Allah SWT. Sedekah dianggap
sebagai perbuatan baik yang dapat membersihkan harta dan
memperoleh berkah dari Allah. Ayat-ayat seperti Surah Al-Baqarah
(2:261) dan Surah Al-Baqarah (2:272) menyebutkan tentang pahala
dan keberkahan yang didapatkan dari sedekah.
Selain itu, praktek sedekah bumi juga melibatkan sikap tulus dan ikhlas dalam
memberikan, tanpa mengharapkan imbalan atau pujian dari manusia. Sedekah
bumi juga dapat dilakukan melalui partisipasi dalam program-program sosial
dan kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu dan mensejahterakan sesama.
Penting untuk memahami bahwa sedekah bukan hanya dalam bentuk materi atau
harta benda, tetapi juga dapat melibatkan pemberian waktu, pengetahuan, dan
keterampilan untuk kebaikan masyarakat dan lingkungan.
Dalam menjalankan praktek sedekah bumi, penting untuk merujuk pada prinsip-
prinsip umum dalam Al-Quran yang mendorong berbagi rezeki, kebaikan, dan
kepedulian terhadap sesama.
Meskipun konsep "sedekah bumi" tidak secara eksplisit disebutkan dalam
Al-Quran, prinsip-prinsip di atas memberikan landasan yang kuat untuk praktik
sedekah bumi. Pada intinya, sedekah bumi merupakan wujud pengakuan atas
kepemilikan Allah atas segala yang ada di bumi, penghargaan terhadap karunia-
Nya, dan kewajiban berbagi rezeki sebagai bentuk ibadah kepada Allah dan
membantu sesama. Sedekah bumi adalah praktik yang mendorong kepedulian
terhadap lingkungan, keadilan sosial, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

E. SARAN
1. Beberapa pemuka agama, ustadz serta perangkat desa mendirikan Lembaga
Amil Zakat untuk memberi nasehat kepada petani agar membayar zakat sesuai
syariat Islam sehingga mereka memahami ketentuan nisab dan besaran zakat.
harus diperoleh dari hasil panen.

2. Ketika hadits zakat dilakukan sebagai alternatif zakat atau ketika tujuan
pemberian digabungkan dengan zakat, pertimbangkan syarat-syarat hukum zakat
sehingga praktik ini memiliki dua tujuan: Memberi dan Zakat. 

DAFTAR PUSTAKA

Fauziyah, S., & Bustomi, B. (2019). Ritual Sedekah Bumi di Desa Teras Bendung
Kecamatan Lebak Wangi Kabupaten Serang-Banten. Tsaqofah, 17(1), 24–41.
Kurnia, E. (1985). A . Latar Belakang Masalah. 1–22.
Mujahidin, E., Daudin, A., Nurkholis, I. I., & Ismail, W. (2020). Tahsin Al-Qur’an
untuk orang dewasa dalam perspektif Islam. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah,
14(1), 26. https://doi.org/10.32832/jpls.v14i1.3216
Robi Darwis. (2017). Tradisi Ngaruwat Bumi dalam Kehidupan Masyarakat (Studi
Deskriptif di Kampung Cihideung Girang Desa Sukakerti Kecamatan Cisalak
Kabupaten Subang).
Roszi, J., & Mutia, M. (2018). Akulturasi Nilai-Nilai Budaya Lokal dan Keagamaan
dan Pengaruhnya terhadap Perilaku-Perilaku Sosial. FOKUS Jurnal Kajian
Keislaman Dan Kemasyarakatan, 3(2), 171. https://doi.org/10.29240/jf.v3i2.667
Salimatul Jammah. (2021). Komunikasi Transendental Tradisi Macanan dalam
Perspektif Mulla Sadra (Studi di Desa Kisik Kecamatan Bungah Kabupaten
Gresik)Title. Pesquisa Veterinaria Brasileira, 26(2), 173–180.
http://www.ufrgs.br/actavet/31-1/artigo552.pdf
Soekanto, S. (1982). Sosiologi: suatu pengantar.
Syafe’i, R., & Syafe’i, R. (2007). Ilmu Ushul Fiqih. Pustaka Setia.
Toto Suryana. (2011). Konsep dan aktualisasi kerukunan antar umat beragama.
Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, 9(2), 127–136.
wahyu widodo. (2023). Profil Desa Rembul 2023 Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal.
Slawi Ayu.Com. https://www.slawiayu.com/desa/desa-rembul-kecamatan-
bojong-kabupaten-tegal.html.

You might also like