Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Civic Edu: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 5, No.

2 Desember 2022 e-ISSN: 2580-0086

PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI


PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM
MENANGGULANGI RADIKALISME
Pipit Widiatmaka1, Arief Adi Purwoko2, Oki Anggara3, Putri Handayani Lubis4
pipitwidiatmaka@iainptk.ac.id
1, 2, 3, 4
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Ngeri Pontianak

ABSTRACT

This study aims to determine the meaning of radicalism, the role of civic education in universities, and
the role of civic education as a vehicle for multicultural education to anticipate the development of
radicalism in universities. The type of research used is qualitative and uses library research methods.
Data collection techniques using document studies and data analysis used content analysis. The results
of the study indicate that radicalism is an ideology that is very threatening to the diversity that exists in
Indonesia, until now this ideology has begun to develop in the world of education, especially in
universities. Radicalism began to develop in universities because most of the students were colleges
were gathering places for young people and were easily influenced by something new. The role of civic
education in higher education is very important and much needed, considering that this course is
personality development and moral education. Citizenship education can function as multicultural
education so that these courses can open students' insight that Indonesia is a multicultural country and
can depend on all existing differences so that radicalism in higher education can be overcome. Through
civic education, it can also build the character of tolerance, through an effective learning process with
character education strategies, namely moral knowing, moral loving, and moral doing. Educators at
universities must supervise their students' activities in the university environment.
Keyword: Civic Education, Multicultural Education, Radicalism

ABSTRAK

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui makna radikalisme, peran pendidikan kearganegaraan
di perguruan tinggi, dan peran pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pendidikan multikultural
untuk mengantisipasi berkembangnya radikalisme di perguruan tinggi. Jenis penelitian yang digunakan
ialah kualitatif dan menggunakan metode penelitian kepustakaan. Teknik pengumpulan data
menggunakan studi dokumen dan analisis data yang digunakan ialah analisis konten. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa radikalisme merupakan faham yang sangat mengancam keberagaman yang ada di
Indonesia, hingga saat ini faham tersebut mulai berkembang di dunia pendidikan khususnya di
perguruan tinggi. Radikalisme mulai berkembang di perguruan tinggi karena sebagian besar mahasiswa
karena perguruan tinggi tempat berkumpulnya para pemuda dan mudah dipengarui dengan sesuatu yang
baru. Peran pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi sangat penting dan sangat dibutuhkan,
menggingat mata kuliah tersebut adalah mata kuliah pengembangan kepribadiaan dan juga merupakan
pendidikan moral. Pendidikan kewarganergaan dapat difungsikan sebagai pendidikan multikultural,
sehingga melalui mata kuliah tersebut mampu membuka wawasan mahasiswa bahwa Indonesia adalah
negara multikultural dan mampu merdeka di atas semua perbedaan yang ada, sehingga radikalisme di
perguruan tinggi dapat ditanggulangi. Melalui pendidikan kewarganegaraan juga dapat membangun
karakter toleransi, melalui proses pembelajaran yang efektif dengan strategi pendidikan karakter, yaitu
moral knowing, moral loving, dan moral doing. Pendidik di perguruan tinggi diharuskan mengawasi
kegiatan para mahasiswanya di lingkungan perguruan tinggi.

Kata Kunci: Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Multikultural, Radikalisme

68
Civic Edu: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 4, No. 2 Desember 2021 e-ISSN: 2580-0086

I. PENDAHULUAN oleh kelompok atau organisasi radikal untuk


menjalankan aksinya yaitu menolak
Indonesia adalah negara yang
memiliki keberagaman suku, budaya, Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
nasional. Misal fitnah dan provokasi dari
bahasa, agama dan lain sebagainya,
sehingga tidak dipungkiri bahwa Indonesia beberapa tokoh organisasi Al-Jama’ah Al-
disebut sebagai negara multikultural. Islamiyah, seperti Abdullah Sungkar, yang
Keberagaman yang ada di Indonesia mengatakan bahwa “Pancasila adalah
merupakan suatu kelebihan yang dimiliki doktrin-doktrin batil yang meracuni pikiran
oleh Indonesia, namun keberagaman pemuda-pemuda Islam Indonesia.
tersebut bisa menimbulkan disintegrasi Kemudian Abu Bakar Ba’asyir menuding
nasional apabila tidak mampu dirawat dan Pancasila sebagai rekayasa pihak
dijaga karena keberagaman rentan terhadap Kristen/Katholik untuk menghancurkan
konflik. Hakikatnya sejak awal para institusi Islam di Indonesia (Hendropriyono,
founding fathers bangsa Indonesia telah 2009). Pasca reformasi radikalisme mulai
menyadari akan keragaman bahasa, budaya, berkembang di seluruh lapisan masyarakat,
agama, suku dan etnis di Indonesia. yang berujung pada terjadinya tindakan
Singkatnya bangsa Indonesia adalah bangsa terorisme di beberapa daerah. Fenomena ini
multikultural, maka bangsa Indonesia sangat mengancam eksistensi keberagaman
menganut semangat Bhineka Tunggal Ika. di Indonesia menggingat masyarakat
Konsep Bhineka Tunggal Ika terlebih Indonesia adalah masyarakat yang
dahulu (Mahfud, 2011). Bhineka Tunggal hoterogen.
Ika merupakan kalimar bijak yang Radikalisme di Indonesia mulai
dipelihara dan digunakan sebagai pedoman merambah ke lingkungan pendidikan,
atau sumber kajian di masyarakat. Bhineka sehingga banyak siswa maupun mahasiswa
Tunggal Ika adalah kalimat yang tertulis terpengaruh dengan ideologi tersebut, dan
dipita lambang negara Garuda Pancasila, pada akhirnya menolak ideologi Pancasila,
yang berarti berbagai keragaman etnis, yang dianggap bertentangan dengan ajaran
agama, adat-istiadat, bahasa daerah, budaya agama Islam. Direktur Pencegahan BNPT
dan lainya yang mewujud menjadi satu (Brigadir Jenderal Hamidin)
kesatuan tanah air, satu bangsa dan satu mengungkapkan bahwa “hingga tahun 2016
bahasa Indonesia (Bedjo, 2007). Hal ini hasil penelitian BNPT yang bekerja sama
dimaksudkan untuk mewujudkan persatuan dengan perguruan tinggi menunjukkan dari
yang menjadi keinginan masyarakat seluruh pelaku teror di Indonesia paling
Indonesia. Kunci yang sekaligus menjadi banyak dilakukan oleh orang yang berusia
mediasi untuk mewujudkan cita-cita itu 21-30 tahun, angkanya mencapai 47 %.
adalah toleransi. Toleransi adalah karakter Dilihat dari segi pendidikan pelajar, tingkat
yang harus dimiliki oleh seluruh masyarakat SMA memiliki jumlah tertinggi, mencapai
Indonesia agar keberagaman di Indonesia 63 %. Tingkat perguruan tinggi di posisi
dapat terjaga dengan baik. kedua dengan jumlah 16 %” (Widiatmaka,
Pasca reformasi Isu SARA menjadi Pipit & Purwoko, 2021). Fenomena ini
isu yang menarik untuk diperbincangkan, sangat miris menggingat banyak pemuda
karena banyak konflik yang dilatarbelakangi yang merupakan calon pemimpin Indonesia
oleh isu tersebut. Pada dasarnya pasca di masa yang akan datang terpengaruh
reformasi konflik yang berbau SARA dengan ideologi radikal dan menolak
semakin meningkat, karena reformasi Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
memberikan kebebasan yang tidak ada nasional
batasnya atau kebebasan yang berlebihan. Badan Nasional Penanggulangan
Kebebasan terebut ternyata dimanfaatkan Terorisme bersama dengan Kementerian

69
Civic Edu: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 4, No. 2 Desember 2021 e-ISSN: 2580-0086

Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi pada lantaran ingin mencari sensasi dan
tanggal 29 Februari 2016 kegagahan” (Widiatmaka, Pipit & Purwoko,
menyelenggarakan kegiatan “Dialog 2021)
Pencegahan Radikal Terorisme dan ISIS di Fenomena tersebut menunjukkan
Kalangan Perguruan Tinggi se-Jawa bahwa radikalisme yang sudah masuk ke
Tengah” di Universitas Diponegoro dunia pendidikan khususnya di perguruan
Semarang. Perguruan tinggi dipilih sebagai tinggi semakin mengkhawatirkan masa
mitra strategis dalam upaya pencegahan depan bangsa Indonesia, karena pemuda
terorisme, karena menurut Anas Saidi adalah pemegang estafet kpemimpinan di
peneliti LIPI mengungkapkan bahwa masa yang akan datang. Apabila pemuda
temuan yang mengagetkan bahwa (mahasiswa) terpengaruh dengan ideologi
radikalisme ideologi telah merambah dunia yang radikal masa depan keberagaman di
mahasiswa khususnya melalui organisasi Indonesia akan terancam punah. Pendidikan
kemahasiswaan yang baru tumbuh pasca kewarganegaraan sebagai mata kuliah
reformasi. Pasca reformasi organisasi pengembangan keperibadian diharapkan
kemahasiswaan dari kelompok Cipayung menjadi ujung tombak untuk
seperti PMII, HMI, GMNI, PMKRI, GMKI, menanggulangi radikalisme di perguruan
dan lainnya telah kurang dominan dan tinggi, sehingga keberagaman di Indonesia
digeser oleh kelompok organisasi dapat terjaga dan terpelihara.
kemahasiswaan yang rajin menanamkan Penelitian ini memiliki tujuan untuk
ideologi radikal (Malik, 2017) mengetahui makna radikalisme, peran
Perguruan tinggi menjadi tempat yang pendidikan kearganegaraan di perguruan
sangat efektif untuk menyebarkan ideologi tinggi, dan peran pendidikan
radikal, karena perguruan tinggi adalah kewarganegaraan sebagai wahana
tempat berkumpulnya para pemuda dalam pendidikan multikultural untuk
rangka menuntut ilmu. Di sisi lain, pemuda mengantisipasi berkembangnya radikalisme
yang terpengaruh dengan ideologi radikal di perguruan tinggi.
tersebut, akan berpotensi menjadi seorang
teroris. Direktur Pencegahan BNPT, II. METODE
Brigadir Jenderal Hamidin mengungkapkan Jenis penelitian yang digunakan
bahwa “hingga tahun 2016 hasil penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian
BNPT yang bekerja sama dengan perguruan kualitatif dan menggunakan metode
tinggi menjelaskan alasan mengapa pemuda penelitian kepustakaan. Teknik
menjadi target utama rekruetmen menjadi pengumpulan data menggunakan studi
anggota jaringan teroris, yaitu 1) Pemuda dokumen (buku, jurnal, dan prosiding) serta
sedang dalam proses pencarian jati diri. internet atau informasi yang terkait dengan
Berdasar hasil riset The United States penelitian ini. Teknik analisis yang
Institute of Peace pada tahun 2010, digunakan adalah analisis data konten.
mengungkapkan bahwa 2.032 anggota Langkah-langkah analisis data konten ialah
jaringan Al-Qaeda adalah mahasiswa atau 1) menyatukan data yang dikumpulkan oleh
remaja yang mempertanyakan identitas peneliti, 2) melakukan pemilahan data, 3)
dirinya, 2) Pemuda terlibat terorisme karena pemberian tanda atau kode di setiap data, 4)
membutuhkan kebersamaan sehingga menyederhanakan data yang diperoleh, 5)
kelompok teroris pandai memanfaatkan penarikan kesimpulan, dan 6) melakukan
remaja yang emosinya tidak stabil, 3) penarasian dari hasil penelitian (Moleong,
Pemuda memiliki hasrat ingin memperbaiki 2021). Penelitian ini berusaha mengungkap
apa yang menurutnya tidak benar atau tidak peran pendidikan kewarganegaraan sebagai
adil, 4) Ideologi pemuda biasa dijejali wahana pendidikan multikultural untuk
dengan semangat perubahan, dan 5) Ada menanggulangi paham radikalisme.
juga pemuda yang menjadi pelaku teror

70
Civic Edu: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 4, No. 2 Desember 2021 e-ISSN: 2580-0086

III. HASIL DAN PEMBAHASAN yang cinta tanah air, rela berkorban bagi nusa
dan bangsa (Widiatmaka, 2021).
Peran Pendidikan Kewarganegaraan
Pada dasarnya pendidikan
kewarganegaraan di perguruan tinggi sangat
Pendidikan Kewarganegaraan efektif untuk membangun karakter toleransi
merupakan mata kuliah pengembangan
menggingat seluruh materi yang tercakup di
kepribadian di perguruan tinggi, sehingga setiap dalam mata kuliah tersebut bersumber dari
program studi wajib memberikan mata kuliah
Pancasila (Widiatmaka, 2021). Di sisi lain,
tersebut kepada mahasiswa, meskipun program
pendidikan kewarganergaan juga dituntut untuk
studi eksak, seperti matematika, kimia.
dapat membangun karakter yang berdasarkan
Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun
kepribadian bangsa Indonesia. Melalui mata
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada kuliah tersebut mahasiswa dapat memahami
Pasal 37 ayat (2) menjelaskan bahwa kurikulum
bahwa Indonesia dibangun oleh founding fathers
pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan di atas perbedaan, seperti suku, agama, bahasa,
agama, pendidikan kewarganegaraan, dan
ras, dan lain sebagainya. Perbedaan yang
bahasa. Dasar tersebut merupakan ketentuan
dibangun oleh founding fathers, saat ini mulai
yang wajib diikuti oleh seluruh universitas, terancam karena banyak pemuda yang
institut maupun sekolah tinggi di Indonesia. melakukan tindakan radikal untuk menolak
Pemerintah melalui Dirjen Dikti Departemen Pancasila. Fenomena ini sangat
Pendidikan Nasional RI mengeluarkan mengkhawatirkan bagi masa depan Indonesia,
Keputusan Nomor 267/ DIKTI/Kep/2000 karena generasi penerusnya melakukan
tentang Penyempurnaan Garis-Garis Besar tindakan-tindakan radikal yang bertentangan
Proses Pembelajaran (GBPP) Mata Kuliah dengan Pancasila.
Pengembangan Kepribadian (MKPK) Pendidikan harus mampu memberikan
Pendidikan Kewarganegaraan pada perguruan panyadaran kepada masyarakat bahwa konflik
tinggi di Indonesia, pada pasal 3 dalam
bukan satu hal yang baik untuk dibudayakan.
Keputusan Dirjen Dikti tersebut bahwa
Selayaknya pula pendidikan mampu
pendidikan Kewarganegaraan dirancang dengan memberikan tawaran-tawaran yang
maksud untuk memberikan pengertian kepada mencerdaskan antara lain dengan cara men-
mahasiswa tentang pengetahuan dan design materi, metode hingga kurikulum yang
kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan mampu menyadarkan masyarakat akan
antar warga negara dengan negara serta
pentingnya sikap saling toleran, menghormati
pendidikan pendahuluan bela negara sebagai perbedaan suku, agama, ras, etnis dan budaya
bekal agar menjadi warga negara yang dapat masyarakat Indonesia yang multikultural
diandalkan oleh bangsa dan negara.
(Mahfud, 2011). Pada dasarnya pendidikan
Pendidikan kewarganegraan di kewarganegaraan di perguruan tinggi
perguruan tinggi memiliki peran yang sangat
membekali mahasiswa tiga kompetensi,
penting untuk membangun karakter mahasiswa sehingga sehingga tidak mudah terpengaruh
agar menjadi warga negara yang baik dengan ideologi radikal dan tetap berpegang
berdasarkan Pancasila. Sapriya mengungkapkan
teguh pada ideologi Pancasila. Kompetensi
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan tersebut, yaitu 1) Civic knowledge, kompetensi
Tinggi memiliki tujuan 1) dapat memahami dan ini membekali warga negara pengetahuan
mampu melaksanakan hak dan kewajiban secara bagaimana untuk menjadi warga negara yang
santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai baik (good citizen) berdasarkan Pancasila, 2)
warga negara terdidik dalam kehidupannya Civic skill, kompetensi ini berkenaan dengan
selaku warga negara Republik Indonesia yang apa yang harus dapat dilakukan oleh mahasiwa
bertanggung jawab, 2) Menguasai pengetahuan
bagi kelangsungan kehidupana berbangsa dan
dan pemahaman tentang beragam masalah dasar bernegara yang berdasarkan Pancasila, yaitu
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan keterampilan intelektual dan partisipasi, dan 3)
bernegara yang hendak diatasi dengan Civic dispositions, kompetensi dalam ranah ini
penerapan pemikiran yang berlandaskan menuntut mahasiswa harus memiliki karakter
Pancasila, Wawasan Nusantara dan Ketahanan yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila agar
Nasional secara kritis dan bertanggung jawab, menjadi warga negara yang baik (good citizen),
dan 3) Memupuk sikap dan prilaku yang sesuai seperti karakter religius, karakter tanggung
dengan nilai-nilai kejuangan serta patriotisme

71
Civic Edu: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 4, No. 2 Desember 2021 e-ISSN: 2580-0086

jawab, karakter toleransi dan lain sebagainya mengimplementasikannya berbeda. Misal di


(Nuryadi & Widiatmaka, 2022). jalur pendidikan informal, orang tua harus
menjadi tauladan bagi anaknya dengan
Pendidikan Kewarganegraan sebagai menunjukkan beberapa perbedaan yang ada di
Wahana Pendidikan Multikultural lingkungan sekitarnya kepada anaknya. Melalui
proses tersebut, maka wawasan anak didiknya
Keberagaman di Indonesia tidak serta menjadi lebih luas dan faham akan keberagaman
merta muncul dengan sendirinya, namun yang ada. Di pendidikan formal anak didik
melalui proses yang panjang sehingga mendapatkan pelajaran tentang keberagaman
membentuk suatu kesatuan yang memiliki melalui mata pelajaran PPKn dan Sejarah,
perbedaan lata belakang, yang kemudian sehingga melalui pendidikan formal anak didik
kelompok tersebut dikenal dengan nama bangsa akan memiliki wawasan yang lebih luas tentang
Indonesia (Widiatmaka et al., 2022). Cogan keberagaman yang ada di Indonesia. Di
memaparkan bahwa masyarakat multikultural perguruan tinggi mata kuliah pendidikan
Indonesia tidak bisa dibangun secara taken for kewarganegaran diharapkan mampu membuka
granted atau trial and error, sebaliknya harus pemahaman atau cakrawala mahasiswa bahwa
diupayakan secara sistematis, programatis, Indonesia adalah negara yang multikultural dan
integrated dan berkesinambungan. Salah satu bukan negara monocultural (Widiatmaka,
strategi yang bisa dilakukan dalam konteks 2022). Melalui proses tersebut mahasiswa
tersebut adalah melalui pendidikan secara sadar maupun tidak sadar akan tertanam
kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan mindset bahwa setiap warga negara Indonesia
yang dimaksud dalam hal ini adalah pendidikan harus menerima kenyataan itu dan dituntut
kewarganegaraan dalam arti luas (citizenship untuk menjaga dan memelihara keberagaman
education) yang memiliki perspektif tersebut.
kewarganegaraan dunia abad ke-21 yang Radikalisme yang berkembang di
terkenal dengan sebutan kewarganegaraan perguruan tinggi pada dasarnya sangat
multidimensi yang salah satu cirinya memiliki mengancam keberagaman di Indonesia, baik
karakteristik multikultural (Winataputra, 2012) sekarang maupun di masa depan, sehingga
Pendidikan kewarganegaraan pendidikan multikultural menjadi ujung tombak
merupakan mata kuliah yang memiliki posisi untuk menanggulangi radikalisme di perguruan
dan peran penting, karena memuat materi yang tinggi. Pendidikan multikultural untuk
selalu menekankan dan membangun persatuan menanggulangi radikalisme harus memiliki
dan kesatuan di dalam perbedaan yang ada strategi yang baik agar tujuan di dalam
sehingga mata kuliah tersebut dapat difungsikan pembelajaran tersebut dapat tercapai secara
sebagai pendidikan multikultural. Ada beberapa maksimal. Banks memaparkan mengemukakan
pedekatan dalam proses pendidikan bahwa terdapat lima dimensi yang terkait
multikultural, yakni 1) Tidak lagi menyamakan dengan pendidikan multikultural, yaitu 1)
pandangan pendidikan (education) dengan Content integration, mengintegrasikan berbagai
persekolahan (schooling), atau pendidikan budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan
multikultural dengan program-program sekolah konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam
formal, 2) Menghindari pandangan yang mata kuliah/disiplin ilmu, 2) The knowledge
menyamakan kebudayaan dengan kelompok construction process, membawa mahasiswa
etnis, 3) Pengembangan kompetensi dalam suatu untuk memahami implikasi budaya ke dalam
kebudayaan baru biasanya membutuhkan sebuah mata pelajaran (disiplin), 3) An equity
interaksi inisiatif dengan orang-orang yang paedagogy, menyesuaikan metode pembelajaran
sudah memiliki kompetensi, 4) Meningkatkan dengan cara belajar mahasiswa dalam rangka
kompetensi dalam beberapa kebudayaan, dan 5) memfasilitasi prestasi akademik mahasiswa
Kemungkinan bahwa pendidikan (baik formal yang beragam baik dari segi ras, budaya ataupun
maupun non formal) meningkatkan kesadaran sosial, 4) Prejudic reduction, mengidentifikasi
tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan karakteristik ras mahasiswa dalam menentukan
(Mahfud, 2011) metode pengajarannya, dan 5) Empowering
Pada dasarnya pendidikan multikultural school culture, melatik kelompok untuk
dapat diimplementasikan di setiap jalur berpartisipasi dalam kegiatan olahraga,
pendidikan, baik pendidikan formal, nonformal berintegrasi dengan seluruh staf dan mahasiswa
maupun informal, namun strategi dalam yang berbeda etnis dan ras dalam upaya

72
Civic Edu: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 4, No. 2 Desember 2021 e-ISSN: 2580-0086

menciptakan budaya akademik (Budimansyah, membangun sikap toleransi melalui jalur


2008). pendidikan formal atau di perguruan tinggi
Pendidikan multikultural yang dibutuhkan pendidik yang memiliki pemahaman
terintegrasi di dalam pendidikan yang luas tentang keberagaman, memiliki
kewarganegaraan merupakan suatu strategi karakter toleransi dan memiliki kompetensi
untuk menanggulangi radikalisme di perguruan sebagai seorang pendidik yang berkualitas
tinggi, sehingga tidak dipungkiri di setiap (Widiatmaka, Pipit & Purwoko, 2021).
program studi wajib mengajarkan mata kuliah Kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang
pendidikan kewarganegraan kepada pendidik menurut Undang-Undang No. 14
mahasiswanya (Rahnang et al., 2022). Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal
Pendidikan multikultural pada dasarnya suatu 10 ayat 1 dibagi menjadi 4 (empat) kompetensi,
proses untuk membangun karkater toleransi yaitu 1) kompetensi pedagogik adalah
mahasiswa, melalui proses tersebut pendidikan kemampuan guru dalam mengelola
multikultural dapat difungsikan sebagai pembelajaran peserta didik, 2) kompetensi
deradikalisasi. kepribadian adalah kemampuan kepribadian
yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
Pendidikan Kewarganegraan sebagai berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik,
Wahana Pendidikan Multikulural untuk 3) kompetensi profesional adalah kemampuan
Membangun Sikap Toleransi penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam, dan 4) kompetensi sosial adalah
Radikalisme yang berkembang di kemampuan pendidik sebagi bagian dari
seluruh lapisan masyarakat khususnya di masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul
perguruan tinggi menjadi tantangan pendidikan dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kewarganegaraan untuk menanggulanginya, kependidikan, orang tua wali peserta didik, dan
menggingat peran pendidikan kewarganergaan masyarakat sekitar.
salah satunya adalah membangun sikap toleransi Pada dasarnya proses pembangunan
yang berdasarkan Pancasila (Adiansyah & karakter toleransi merupakan proses pendidikan
Widiatmaka, 2022). Pada dasarnya pendidikan karakter, sehingga para pendidik harus paham
kewarganergaan memiliki peran yang sentral tentang strategi pendidikan karakter, agar
dalam menanggulangi radikalisme di perguruan karakter toleransi tersebut tertanan di dalam
tinggi, seperti yang dinyatakan oleh Amirsyah, karakter mahasiswa. Abdul & Andayani (2012)
yaitu “untuk membendung kuatnya arus menawarkan suatu strategi pendidikan karkater
radikalisme, maka pembentukan karakter dan yang efektif untuk membangun akhlak mulia,
jiwa nasionalisme merupakan suatu khususnya karakter toleransi yaitu:
keniscayaan, diupayakan melalui pendidikan
formal oleh pemerintah terhadap masyarakat 1. Moral knowing/learning to know
sejak pra sekolah sampai perguruan tinggi Tahapan ini merupakan langkah
dengan memberikan muatan materi pengetahuan pertama dalam pendidikan karkater, tujuan
pada kurikulum pendidikan meliputi mata tahapan ini diorientasikan pada penguasaan
pelajaran Pancasila, Kewarganegaraan, tentang nilai-nilai. Setiap individu harus mampu
Kewiraan, Budi pekerti sesuai dengan tingkat membedakan nilai-nilai akhlak mulia dan akhlak
pendidikan mulai dari tingkat pendidikan dasar tercela serta nilai universal, memahami secara
sampai dengan universitas (Amirsyah, 2012). logis dan rasional pentingnya akhlak mulia dan
Haryatmoko memaparkan bahwa secara bahaya akhlak tercela dalam kehidupan, serta
alami sesungguhnya manusia lahir sebagai mengenal sosok Nabi Muhammad SAW,
makhluk yang tidak toleran, maka toleransi tidak sebagai figur teladan akhlak mulia melalui
akan datang begitu saja dalam pemikiran dan hadits-hadits dan sunahnya. Jadi pada dasarnya
kesadaran seseorang atau masyarakat. Sikap mahasiswa harus paham dan mengetahui bahwa
yang toleran merupakan akumulasi dari proses karakter toleransi merupakan akhlak mulia dan
pembelajaran dan pembiasaan yang panjang. perlu dibangun dan dikembangkan.
Orang yang tidak toleran pada dasarnya 2. Moral loving/moral feeling
memang tidak pernah berdialog, tidak pernah Tahapan ini dimaksudkan untuk
belajar, dan tidak pernah menggunakan menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh
penalarannya untuk memahami dan menerima terhadap nilai-nilai akhlak mulia khususnya
yang lain (Sauqi & Naim, 2008). Pada dasarnya karakter toleransi, yang menjadi sasaran

73
Civic Edu: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 4, No. 2 Desember 2021 e-ISSN: 2580-0086

pendidik adalah emosional, hati atau jiwa, bukan semua jalur pendidikan, entah itu formal,
lagi akal, rasio dan logika. Pendidik menyentuh informal mauun nonformal. Apabila ketiga jalur
emosi sehingga tumbuh kesadaran, keinginan, pendidikan tersebut mampu bersinergi, maka
dan kebutuhan, maka individu tersebut mampu karakter toleransi dapat terbangun dengan baik
berkata kepada dirinya sendiri “iya, saya harus dan pada akhirnya akan menjadi suatu budaya.
seperti itu…” atau “saya perlu mempraktikan Pendidikan formal khususnya perguruan tinggi
akhlak ini…”, untuk mencapai tahapan ini memiliki peran yang sentral dalam membangun
pendidik bisa memasukinya dengan kisah-kisah karakter toleransi untuk menanggulangi
yang menyentuh hati atau kompetensi. Melalui radikalisme di perguruan tinggi, seperti yang
proses ini mahsiswa diharapkan dapat diungkapkan oleh Rektor UIN Syarif
berintropeksi diri (muhasabah), sehingga, Hidayatullah Jakarta, yaitu pentingnya peranan
semakin tahu kekuarangannya dunia pendidikan pelaku terorisme mulai
3. Moral doing/learning to do memfokuskan perekrutan anggota baru di
Tahap Ini merupakan puncak lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah,
keberhasilan pendidikan karkater, setiap pesantren maupun universitas (Amirsyah,
individu tersebut mempraktikkan nilai-nilai 2012). Perguruan tinggi menjadi ujung tombak
akhlak mulia itu dalam perilakunya sehari-hari untuk membangun karakter bangsa khususnya
khususnya karakter toleransi. Individu tersebut karakter toleransi, di sisi lain perguruan tinggi
akan menjadi semakin sopan, ramah, hormat, juga merupakan tempat yang mudah
penyayang, jujur, disiplin, cinta, adil serta terkontaminasi ideologi radikal, karena tempat
murah hati dan seterusnya. Selama perubahan tersebut adalah tempat berkumpulnya para
akhlak belum terlihat dalam perilaku, individu pemuda menuntut ilmu yang sebagian besar
tersebut harus memiliki setumpuk pertanyaan belum memiliki pondasi dalam kehidupannya
yang harus selalu dicari jawabannya. Tindakan sehingga mudah terpengaruh dengan ideologi-
selanjutnya adalah pembiasaan dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
pemotivasian
Strategi pendidikan karakter tersebut
pada dasarnya dapat diimplementasikan di

IV. KESIMPULAN baik dan cerdas serta dapat menerima dan


menghormati perbedaan yang ada.
Pendidikan kewarganegaraan pada
dasarnya dapat dimanfaatkan sebagai
pendidikan multikultural untuk membuka DAFTAR PUSTAKA
wawasan mahasiswa bahwa kehidupan
manusia di seluruh dunia khususnya di Abdul, M., & Andayani, D. (2012).
Indonesia memiliki perbedaan latar Pendidikan Karakter Perspektif Islam,
belakang khususnyaperbedaan, suku, Bandung: PT. Bandung: Remaja
agama, ras dan lain sebagainya. Melalui Rosdakarya.
pendidikan multikultural tersebut pada
dasarnya dapat membangun sikap toleransi Adiansyah, & Widiatmaka, P. (2022).
mahasiswa sehingga tidak mudah Problematika Guru dalam
terpengaruh paham-paham yang Memberikan Bimbingan Konseling
bertentangan dengan Pancasila. Melalui Siswa untuk Menumbuhkan Karakter
pendidikan multikultural tersebut yang Sosial Melalui Pembelajaran PPKn di
terintegrasi di dalam mata kuliah Era Society 5.0. JPK (Jurnal
pendidikan kewarganegaraan dapat Pancasila Dan Kewarganegaraan),
mengantisipasi berkembangnya paham 7(1), 1–8.
radikalisme yang merusak keberagaman di https://doi.org/http://dx.doi.org/10.24
Indonesia, karena esensi pendidikan 269/jpk.v7.n1.2022.pp01-08
multikultural ialah untuk membangun Amirsyah. (2012). Meluruskan Salah
mahasiswa menjadi warga negara yang Paham Terhadap Deradikalisasi. In

74
Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu. 5(1), 171–186.
Bedjo, S. (2007). Manajemen Pendidikan https://doi.org/https://doi.org/10.2177
Berbasis Sekolah. Sagung Seto. 6/ub.waskita.2021.005.02.8

Budimansyah, D. (2008). PKn dan Widiatmaka, P. (2021). Pendidikan


Masyarakat Multikultural. Bandung: Kewarganegaraan Sebagai Ujung
Program Studi Pendidikan Tombak Pembangunan Karakter
Kewarganegaraan, Sekolah Pancasila di Perguruan Tinggi.
Pancasila: Jurnal Keindonesiaan,
Pascasarjana, Universitas ….
1(2), 176–185.
Hendropriyono, A. M. (2009). Terorisme: https://doi.org/https://doi.org/10.5273
Fundamentalis Kristen, Yahudi, 8/pjk.v1i2.41
Islam. Penerbit Buku Kompas.
Widiatmaka, P. (2022). Strategi dalam
Mahfud, C. (2011). Pendidikan Menjaga Eksistensi Kearifan Lokal
Multikultural. Yogyakarta: Pustaka sebagai Identitas Nasional Bangsa
Pelajar. Indonesia di Era Disrupsi. Pancasila
Malik, A. (2017). Waspada Benih Jurnal Keindonesiaan, 2(2), 136–148.
Radikalisme di dalam Kampus. Jalan https://doi.org/https://doi.org/10.5273
Damai. 8/pjk.v2i2.84
https://jalandamai.org/waspada- Widiatmaka, P., Purwoko, A. A., & Shofa,
benih-radikalisme-kampus.html A. M. A. (2022). Rumah Radakng dan
Moleong, L. J. (2021). Metodologi Penanaman Nilai Toleransi di
penelitian kualitatif. PT Remaja Masyarakat Adat Dayak. Dialog,
Rosdakarya. 45(1), 57–68.
https://doi.org/https://doi.org/10.4765
Nuryadi, M. H., & Widiatmaka, P. (2022). 5/dialog.v45i1.584
Keunggulan Youtube sebagai Media
Pembelajaran untuk Menumbuhkan Winataputra, U. S. (2012). Pendidikan
Sikap Nasionalisme Mahasiswa. Kewarganegaraan dalam Perspektif
Journal of Civic Education, 5(3), 356– Pendidikan untuk Mencerdaskan
367. Kehidupan Bangsa (Gagasan,
https://doi.org/https://doi.org/10.2403 Instrumentasi, dan Praksis). In
6/jce.v5i3.757 Bandung: Widya Aksara Press.
Rahnang, R., Widiatmaka, P., Aditya, F., &
Adiansyah, A. (2022). Pembangunan
Karakter Toleransi pada Anak Usia
Dini dan Implikasinya terhadap
Ketahanan Pribadi. Jurnal Obsesi:
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,
6(6), 6993–7002.
Sauqi, A., & Naim, N. (2008). Pendidikan
Multikultural: Konsep dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-Ruz Media Group.
Widiatmaka, Pipit & Purwoko, A. A.
(2021). Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai Wahana untuk Membangun
Karakter Toleransi di Perguruan
Tinggi. WASKITA: Jurnal Pendidikan
Nilai Dan Pembangunan Karakter,

75

You might also like