Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 112

TEKNIK PEMILIHAN LAHAN PERTANIAN PADI SAWAH

BERKELANJUTAN

MUYA AVICIENNA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Teknik Pemilihan
Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan adalah karya saya dengan arahan
komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011


Muya Avicienna
ABSTRACT

MUYA AVICIENNA. Technique of Selection Sustainable Paddy Field


Agricultural Land. Under direction of BOEDI TJAHJONO and ATANG
SUTANDI

Land use defeated from paddy field agricultural land to non agricultural land
has reached an alarming level. In order to maintain national food sovereignty
required the protection of agricultural land by the establishment of sustainable
paddy field agriculture land. For to realize the existence are need model (methods
and techniques) to selection, deliniation and zonation for sustainable paddy field
agriculture land (LPPB). Determination LPPB preceded by the parameters
selection and criteria determination by Hayashi analysis. From this test can be
formulated that LPPB is an paddy field agricultural land irrigated of technical,
semi technical, simple (rain fed), which has a productivity of over 4.5 tonnes / ha,
had a Benefit Cost Ratio (BCR) > 1.497 and has a Size of Unity Land Cover
(LKHL) > 10 ha. Irrigation systems and LKHL parameters data can be extract
from the ALOS AVNIR-2 imagery, the productivity data can be determined by
the Enhanced Vegetation Index (EVI) data from MODIS Terra and Aqua series
(2005-2009) imagery. The EVI on picpoint and productivity of paddy fields has a
positive correlation with the equation Prod. = 2.9785 + 6.0751 * EVI value. BCR
values obtained from the calculation of productivity and index investments
obtained from MODIS imagery are combined with data from the production cost
of rice paddy land acquired from field surveys. LPPB selection techniques can be
built through remote sensing methods. Activities starting from parameter data
extraction through the sattelite image, field survey, development of criteria
according to field conditions, LPPB classifying through spatial analysis and
presentation of result in the LPPB maps. From this method was known that paddy
field agricultural area can be diferences as LPPB1, LPPB2, LPPB3, LPPB4,
LPPB5, Reserve of LPPB and Non LPPB.

Keywords : zoning, sustainable paddy field, agricultural land defeated, remote


sensing, MODIS, ALOS, Hayashi.
RINGKASAN
MUYA AVICIENNA. Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah
Berkelanjutan. Dibimbing oleh BOEDI TJAHJONO dan ATANG SUTANDI.

Dengan adanya pertumbuhan penduduk, ekonomi dan pembangunan yang


cukup pesat membuat kebutuhan akan ruang (lahan) semakin meningkat.
Ketersediaan Ruang yang terbatas mengakibatkan adanya persaingan penguasaan
yang tidak seimbang dalam penggunaan lahan. Demi memaksimalkan land rent,
lahan pertanian senantiasa dikalahkan untuk dialihfungsikan menjadi kegunaan
lain seperti permukiman, industri maupun infrastruktur dan yang lainnya. Padahal
jika dilihat dari daya dukung lahannya, lahan yang sesuai diperuntukkan untuk
pertanian pangan akan sesuai juga untuk semua peruntukan non pertanian,
sebaliknya lahan yang mempunyai daya dukung sesuai untuk non pertanian belum
tentu dapat digunakan untuk lahan pertanian pangan. Hal ini berarti alih fungsi
lahan hanya bisa dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dan tidak bisa
sebaliknya. Dengan demikian ketersedian lahan yang sesuai untuk pertanian
pangan menjadi sangat terbatas.
Pada kondisi demikian, guna menjaga kedaulatan pangan nasional
diperlukan adanya perlindungan terhadap lahan pertanian pangan dengan jalan
penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Penetapan lahan pertanian
pangan berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan perencanaan tata ruang
wilayah kawasan perdesaan pada wilayah kabupaten. Penetapan kawasan ini akan
digunakan sebagai dasar peraturan zonasi. Oleh karena itu untuk mewujudkannya
dirasa perlu adanya suatu strategi dan model (metode dan teknik) pelaksanaan
yang efisien, efektif dan tepat guna dalam pemilihan, penetapan dan
pendeliniasian lahan pertanian pangan berkelanjutan, khususnya untuk lahan padi
sawah yang merupakan sarana pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat
Indonesia.
Dari beberapa penelitian yang ada menunjukkan bahwa Penginderaan Jauh
mempunyai metode dan teknik yang efisien dalam penyajian data maupun analisis
dalam berbagai kegunaan. Pada penelitian ini metode peninderaaan jauh
digunakan untuk memperoleh data parameter untuk penentuan lahan pertanian
padi sawah berkelanjutan (LPPB). Dalam mencari model pemilihan dan
pendeliniasian LPPB ini diketahui parameter yang mempunyai pengaruh nyata
terhadap LPPB, dan selanjutnya diformulasikan bagaimana cara pengenalan,
pemilihan, penetapan dan deliniasi LPPB.
Data penelitian diperoleh dari data sekunder, penyadapan data dari citra
penginderaan jauh dan survei lapangan. Data penelitian dari data sekunder berupa
data Kesesuaian Lahan dan data RTRWK, sedangkan survei lapangan digunakan
untuk memperoleh data Kelayakan Secara Ekonomi, Produktivitas padi sawah
aktual dan pengecekan lapangan data hasil interpretasi citra.
Dalam penyadapan data menggunakan metode penginderaan jauh digunakan
2 macam citra yaitu Citra ALOS dan Citra MODIS. Citra ALOS AVNIR-2
adalah suatu pencitra multispektral dengan 4 saluran spektral pada daerah spektral
tampak dan inframerah dekat dengan resolusi spasial 10 m diketahui mampu
menyajikan data penggunaan lahan, jaringan infrastruktur (jalan dan irigasi) dan
Luasan Kesatuan Hamparan Lahan (LKHL). Pengenalan data ini melalui pola
tanggap spektral dan karakteristik dasar penciri obyek berupa rona/warna, tekstur,
pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs. Citra MODIS yang digunakan berupa
citra series tahun 2005 – 2009 Terra dan Aqua, mempunyai resolusi spasial 500
m dan resolusi temporal 8 hari digunakan untuk mengetahui data produktivitas
dan indeks penanaman. Data produktivitas padi sawah didekati dengan
mengetahui keterkaitan antara besarnya nilai EVI pada posisi picpoint dengan
produktivitas padi sawah aktual. Dari pendugaan produktivitas padi sawah ini
diketahui bahwa terdapat hubungan yang positif cukup kuat antara nilai EVI
dengan produktivitas padi sawah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien
korelasi (r) = +0,8189 dan nilai koefisien regresi (r²) = 0,6706. Dari hasil uji ini
diperoleh juga bahwa antara produktivitas padi sawah dengan nilai EVI
mempunyai hubungan dengan persamaan Prod. = 2,9785 + 6,0751*Nilai EVI.
Persamaan ini digunakan untuk menduga produktivitas padi sawah series 4 tahun
sebelumnya. Dari hasil perbandingan antara produktivitas padi sawah aktual yang
diperoleh dari survei lapangan dengan produktivitas hasil perhitungan dari nilai
EVI diperoleh hasil adanya simpangan rata-rata sebesar 7,63 % atau terdapat
perbedaan produktivitas sebesar 0,24 ton/ha. Sedangkan Indeks Penanaman
diketahui dari jumlah picpoint dari undulan parobolik yang dinampakkan pada
grafik antara nilai EVI dan periode waktu dari citra yang digunakan. Simpangan
antara Indeks Penanaman hasil wawancara dengan Indeks Penanaman yang
diperoleh dari citra diketahui sebesar 3,63 % atau setara dengan nilai indeks
penanaman sebesar 10 persen. Berdasar dari angka simpangan ini dapat dikatakan
bahwa citra MODIS series dapat digunakan untuk mengetahui Produktivitas dan
Indeks Penanaman padi sawah di suatu wilayah.
Dari uji dominasi melalui analisis Hayashi 1, dengan menggunakan selang
kepercayaan 99 % (ρ= 0,01) dan 95 % (ρ= 0,05) diperoleh batas nilai absolut “r”
0,3445 dan 0,2558. Dari batas nilai absolut ini diketahui bahwa dari ke 9
(sembilan) parameter yang digunakan untuk pemilihan LPPB ini yaitu
produktivitas, BCR, kesesuaian lahan, jaringan jalan, sistem irigasi, luasan
kesatuan hamparan lahan (LKHL), indeks penanaman, penggunaan lahan dan
arahan RTRW, hanya 4 (empat) parameter yang mempunyai keterkaitan langsung
dengan aspek keberlanjutan, yaitu Produktivitas, Sistem Irigasi, LKHL dan BCR.
Pada analisis ini data kesesuaian lahan tidak dapat digunakan untuk
menggambarkan karakter wilayah secara umum karena wilayah penelitian
mempunyai kesesuaian lahan secara potensial hampir seragam (S2 dan S3).
Sedangkan arahan RTRW tidak berhubungan langsung, hanya sebagai penentu
akhir (aspek kebijakan) dalam pemilihan LPPB. Dari analisis ini diketahui
kawasan lahan pertanian padi sawah bisa dikatakan berkelanjutan harus
memenuhi kriteria sesuai secara fisik, yang dicerminkan dari produktivitas di atas
4,5 ton/ha, tidak pernah mengalami penurunan yang sigificant selama 5 tahun
terakhir. Dengan tidak adanya penurunan produktivitas yang drastis berarti lahan
tersebut belum mengalami adanya penurunan potensi atau degradasi lahan. Sesuai
secara fisik didukung juga dengan sistem irigasi yang optimal, yaitu sistem irigasi
yang dapat memberikan kesempatan adanya kegiatan konservasi tanah dan air.
Hal ini dapat dicapai dengan sistem pola tanam Padi-Padi-Palawija dan Sistem
Usaha Tani yang ramah lingkungan. Kelayakan secara ekonomi dapat dilihat dari
nilai BCR di atas BEP yaitu pada lahan-lahan yang mempunyai BCR > 1,497.
Pada lahan yang mempunyai hasil demikian berarti petani dengan lahan 1 ha telah
dapat hidup cukup layak di daerah penelitian. Sedangkan kriteria diterima sosial
dapat diindikasikan dari LKHL. LKHL merupakan cerminan dari apakah
masyarakat mau menerima akan pengusahaan lahan tersebut untuk padi sawah.
Pengusahaan lahan padi sawah akan dapat dilaksanakan jika kondisi geofisik dan
secara ekonomi dianggap memenuhi kriteria yang dipahami oleh masyarakat.
Semakin luas LKHL berarti masyarakat semakin menerima akan pengusahaan
lahan padi sawah tersebut.
Pengenalan LPPB menggunakan pendekatan penginderaan jauh didahului
dengan pengenalan data paramater, yang dimulai dari pengenalan lahan sawah
beririgasi yang ditandai dengan lahan yang jenuh air dan terhubung dengan
jaringan irigasi atau sumber air terdekat. LKHL dapat disajikan dari data
hamparan lahan sawah yang dipadu dengan data sistem irigasi dan jaringan jalan.
Data produktivitas dapat diperoleh melalui pendekatan nilai EVI series yang
diperoleh dari citra dan didukung dengan data produksi padi sawah aktual. Data
BCR diperoleh dari hasil perhitungan dari data Produktivitas dan Indeks
Penamanan yang diperoleh dari citra MODIS yang dipadu dengan data Cost
produksi dari lahan padi sawah yang diperoleh dari survei lapangan. Dalam
menghitung BCR ini diketahui juga nilai BCR pada posisi BEP untuk hidup para
petani di wilayah penelitian. Melalui pembangunan kriteria setiap parameter
sesuai konsisi wilayah maka dapat dideliniasi LPPB dengan cara analisis spasial.
Pada penelitian ini ktriteria LPPB disusun dari sistem irigasi (beririgasi),
produktivitas > 4,5 ton/ha, mempunyai BCR > 1,497 dan mempunyai LKHL > 10
ha.
Dari hasil penelitian diperoleh 3 kesimpulan yaitu bahwa 1) Citra ALOS
AVNIR-2 diketahui mampu menyajikan data penggunaan lahan, jaringan jalan,
sistem irigasi dan Luasan Kesatuan Hamparan Lahan (LKHL). Citra MODIS
Terra-Aqua series dapat digunakan untuk mengetahui Produktivitas dan Indeks
Penanaman padi sawah di suatu wilayah; 2) Dari uji signifikansi dengan selang
kepercayaan 99 % dan 95 % diketahui bahwa dari kesembilan parameter yang
digunakan hanya terdapat empat parameter yang mempunyai keterkaitan langsung
dengan LPPB yaitu Produktivitas, Sistem Irigasi, BCR dan LKHL. Dari
pemahaman ini dapat didefinisikan bahwa LPPB adalah hamparan lahan yang
secara fisik sesuai untuk pertanian padi sawah yang didukung dengan sistem
irigasi dan mempunyai produktivitas diatas 4,5 ton/ha, layak secara ekonomi
ditandai dengan BCR > 1,497 dan diterima secara sosial dapat dilihat dari
kenampakan LKHL > 10 ha. 3) Teknik pemilihan lahan pertanian padi sawah
berkelanjutan dapat dibangun melalui metode penginderaan jauh. Kegiatannya
dimulai dari penyadapan data parameter melalui citra, ceking lapangan,
pembangunan kriteria sesuai kondisi lapangan, klasifikasi LPPB melalui analisis
spasial dan penyajian hasil berupa Peta LPPB. Melalui metode ini kawasan lahan
pertanian padi sawah di wilayah penelitian dibedakan menjadi LPPB 1, LPPB 2,
LPPB 3, LPPB 4, LPPB 5, Cadangan LPPB dan Bukan LPPB.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
TEKNIK PEMILIHAN LAHAN PERTANIAN PADI SAWAH
BERKELANJUTAN

MUYA AVICIENNA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc
Judul Tesis : Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah
Berkelanjutan
Nama : Muya Avicienna
NIM : A156080091
Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc Ir. Atang Sutandi, M.Si,Ph.D


Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 11 Juli 2011 Tanggal Lulus :


PRAKATA
Perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT
bahwa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga rangkaian karya imliah ini,
mulai dari penyusunan proposal, penelitian hingga penulisan tesis berjudul Teknik
Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan dapat diselesaikan tanpa
mendapat rintangan yang cukup berarti.
Dengan selesainya karya ilmiah ini penulis tidak lupa juga mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc dan Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si yang berkenan
membimbing penulis hingga selesainya penulisan tesis ini.
2. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc yang berkenan menjadi Penguji pada ujian tesis ini.
3. Manajemen dan Staf Program Studi PWL IPB atas dorongan, bimbingan dan
kerjasamanya.
4. Pemerintah Daerah Karawang beserta Instansi Sektor terkait yang memberikan
kesempatan penulis untuk penelitian di wilayahnya.
5. Pelaksana Proyek KKP3T Deptan – IPB 2009 yang telah memberikan izin
penulis menggunakan Citra ALOS dan citra MODIS untuk penelitian ini.
6. Ir. Sofyan Ritung M.Sc, Bambang H. Trisasongko, SP. M.Sc, Dyah R. Panuju,
SP. M.Si dan Didit Pribadi, SP. M.Si atas saran dan diskusinya kepada
penulis.
7. Andre Ekadinata, S.Hut, Andi Syahputra, SP, Amirudin Teapon, SP dan Febria
Heidina, SP atas segala bantuan dan diskusinya.
8. Ayahanda H. Salim AR, Ibunda Hj. Rr. Moerjati, istri Drg. Hj. Nurliana
Aritonang, ananda Khumaira AM beserta semua anggota keluarga yang dengan
sabar memberikan dorongan serta segala doanya.
9. Rekan-rekan sekalian, baik yang di kampus maupun di tempat kerja.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap
pembacanya.

Bogor, Juli 2011


Muya Avicienna
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cakranegara Mataram pada tanggal 7 Maret 1964
sebagai putera sulung dari pasangan H. Salim Aburrachman dan Hj. Rr. Moerjati.
Pendidikan sarjana ditempuh di Pogram Studi Penginderaan Jauh, Fakultas
Geografi UGM, lulus pada tahun 1990. Kesempatan belajar di Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah pada program Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun
2008.
Penulis menekuni profesi sebagai konsultan, terakhir bekerja pada PT.
Geojaya Tehnik Jakarta sebagai Manajer Operasi. Semasa mengikuti perkuliahan
S1, pada tahun ajaran 1988-1989 penulis menjadi asisten mata kuliah
Penginderaan Jauh Dasar dan Fotogrammetri Dasar. Saat ini penulis tercatat
sebagai Ahli Madya Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh pada
Ikatan Surveyor Indonesia.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………………………………………………………….... xv

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xviii

PENDAHULAN
Latar Belakang ………………………………………………………… 1
Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 3
Kegunaan Penelitian …………………………………………………... 3

TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ………………………………. 4
Prediksi Produktivitas Pertanian ……………………………………… 9
Konsepsi Penelitian Yang Dilaksanakan ……………………………... 10
Kerangka Pemikiran ………………………………………………….. 11

METODE PENELITIAN
Kerangka Pendekatan Penelitian …………………………………….. 12
Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………………… 13
Metode Pengumpulan Data ………………………………………….. 14
Metode Analisis ……………………………………………………… 15

KONDISI WILAYAH PENELITIAN


Kondisi Geografis …………………………………………………… 22
Kesesuaian Lahan……………………………………………………. 25
Arahan Kebijakan …………………………………………………… 27
Penggunaan Lahan ………………………………………………….. 29
Luasan Kesatuan Hamparan Lahan ………………………………… 32
Kondisi Infrastruktur ……………………………………………….. 34
Kelayakan Secara Ekonomi ………………………………………… 38

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pemanfaatan Metode Penginderaan Jauh Dalam Penyadapan
xiii
Data Parameter ……………………………………………………… 41
Penentuan Parameter Yang Digunakan Untuk Penentuan Pemilihan
Lahan Pertanian Padi Sawah Bebekelanjutan (LPPB)…………..….. 54
Kriteria Penentu Pemilihan LPPB…………………………………... 63
Teknik Pengenalan LPPB Melalui Citra Penginderaan Jauh…….…. 65

KESIMPULAN …………………………………………………………... 70

SARAN …………………………………………………………………… 71

GLOSSARY ……………………………………………………………… 72

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 74

LAMPIRAN ……………………………………………………………… 77

xiv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kriteria Lahan Sawah Abadi Aktual ………………………………. 6

Tabel 2. Kriteria Lahan Pertanian Abadi Tanaman Tahunan ……………….. 7

Tabel 3. Kriteria Lahan Pertanian Pangan Semusim Lahan Kering ………… 7

Tabel 4. Data Yang Diperlukan dan Cara Perolehannya ………………….… 15

Tabel 5. Citra MODIS Terra Aqua Yang Digunakan ……………………… 18

Tabel 6. Data Curah Hujan Bulanan Rata-Rata Tahun 2005 – 2009 ………... 23

Tabel 7. Luas Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian ……………………… 30

Tabel 8. Data Lapangan Yang Digunakan Untuk Menghitung BCR ……….. 38

Tabel 9. Lokasi Survei, Potensi Lahan dan BCR …………………………… 40

Tabel 10. Nilai EVI dan Produktivitas Padi Sawah Aktual 2009 …………… 47

Tabel 11. Hasil Perhitungan Produktivitas Padi Sawah dari Nilai EVI ……. 49

Tabel 12. Perbandingan Antara Produktivitas Aktual dan Produktivitas


dari Citra MODIS ……………………………………………….. 50

Tabel 13. Perbandingan Antara Indeks Penanaman Aktual dan Indeks


Penanaman dari Citra MODIS ………………………………….. 53

Tabel 14. Parameter yang Digunakan Untuk Penetuan LPPB ………….… 54

Tabel 15. Komposisi Sampel Untuk Survei Lapangan…………………….. 55

Tabel 16. Skor Baku Masing-Masing Kategori dari Variabel Penjelas …… 57

Tabel 17. Matriks Korelasi antar Variabel yang telah Dikwalifikasi ……… 60

Tabel 19. Kriteria Penentu LPPB …………………………………………. 64

xv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ……………………………………………... 11

Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Penelitian ………………………………. 12

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian …………………………………………… 13

Gambar 4. Kerangka Analisis Penelitian ……………………………………. 15

Gambar 5. Tahapan Kegiatan Pelaksanaan Penyadapan dan Analisis Data


dari Citra ALOS ………………………………………………... 16

Gambar 6. Ekstraksi Data Produktivitas Pertanian …………………………. 19

Gambar 7. Kondisi Topografi dan Lereng Wilayah Penelitian …………….. 22

Gambar 8. Peta Jenis Tanah Wilayah Penelitian …………………………… 24

Gambar 9. Peta Sub-Kelas Kesesuaian Lahan Wilayah Penelitian ………… 26

Gambar 10. Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Berdasar RTRWK


Karawang 2003 -2013 ………………………………………... 28

Gambar 11. Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian ………………………. 31

Gambar 12. Klasifikasi Luasan Kesatuan Hamparan Lahan Wilayah


Penelitian …………………………………………………….. 33

Gambar 13. Sistem Jaringan Transportasi Wilayah ………………………. 35

Gambar 14. Sebaran Status Irigasi Sawah ………………………………… 37

Gambar 15. Karakteristik Obyek pada Citra ……………………………….. 42

Gambar 16. Kenampakan Tekstur pada Citra ………………………………. 43

Gambar 17. Kenampakan Karakter Dasar Penciri Obyek …………………… 44

Gambar 18. Hubungan Nilai EVI dan Masa Pertumbuhan Padi sawah ….. 46

Gambar 19. Grafik Hubungan Antara Nilai EVI dan Produktivitas


Padi Sawah Aktual ………………………………………….. 48

Gambar 20. Kenampakan Obyek Yang Mengalami Bias Hubungan


Antara Nilai EVI dan Produktivitas Padi sawah …………….. 51
xvi
Gambar 21. Grafik nilai EVI Yang Mengalami Gangguan Produksi
Padi Sawah …………………………………………………... 51

Gambar 22. Cara Pengukuran Indeks Penanaman dari Grafik …………… 52

Gambar 23. Diagram Alir Teknik Pemilihan Lahan


Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan ……………………….. 67

Gambar 24. Peta Arahan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan


Wilayah Penelitian ………………………………………….. 68

Gambar 25. Grafik Produktivitas dan Berbagai Kelas KLPPB…………… 69

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Komposisi dan Lokasi Sampel Unit Lahan
Wilayah Penelitian …………………………………………….. 78

Lampiran 2 Hasil Ekstraksi EVI (Layer Stacking) Citra MODIS tahun


2005 – 2009 …………………………………………………… 79

Lampiran 3 Grafik Produktivitas tiap sampel unit lahan …………………… 82

Lampiran 4 Karakteristik Wilayah di lokasi sampel Unit Lahan ………….. 87

Lampiran 5 Kuantifikasi data untuk bahan Analisis Hayashi ……………… 88

Lampiran 6 Hasil analisis kuantifikasi hayashi ……………………………. 89

xviii
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kebutuhan akan ruang (lahan) dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan
yang cukup cepat. Pertumbuhan ini sebagai akibat adanya ruang (lahan) yang
tidak bertambah, sementara laju pertumbuhan penduduk, ekonomi dan
pembangunan terus meningkat, sehingga permintaan akan kebutuhan lahan terus
meningkat. Kondisi seperti ini membawa pada konflik kepentingan dalam
pemakaian lahan.
Pada kenyataannya telah terjadi persaingan penguasaan yang tidak
seimbang dalam penggunaan lahan, terutama sektor pertanian dan non pertanian.
Demi memaksimalkan land rent, lahan pertanian senantiasa dikalahkan untuk di-
alih fungsikan menjadi kegunaan lain seperti permukiman, industri maupun
infrastruktur seperti jalan dan yang lainnya. Berdasar RTRWK (Se-Indonesia) saat
ini saja, secara otomatis telah ada rencana alih fungsi lahan pertanian menjadi
lahan non pertanian secara sistematis sebanyak 3,1 juta hektar atau 40 % dari luas
sawah yang ada di Indonesia (Data BPN 2004).
Dengan semakin meningkatnya pertambahan penduduk, perkembangan
ekonomi dan industri, mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi dan
fragmentasi lahan pertanian pangan yang mengancam daya dukung wilayah
secara nasional untuk menjaga kedaulatan pangan. Menurut Apriantono (2009)
laju besaran alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Indonesia
dari tahun 1999 – 2002 diperkirakan mencapai 330.000 ha atau setara dengan
110.000 ha/tahun, sedangkan menurut data BPS tahun 2003 alih fungsi sawah ke
non sawah mencapai 188.000 ha/tahun, atau dengan laju konversi mencapai 2,42
% pertahun.
Padahal jika dilihat dari sisi daya dukung lahannya, lahan untuk pertanian
pangan selalu memiliki daya dukung lahan yang paling baik, artinya lahan yang
sesuai untuk pertanian pangan umumnya akan sesuai juga untuk semua
peruntukan non pertanian, sebaliknya lahan yang mempunyai daya dukung sesuai
untuk non pertanian belum tentu dapat digunakan untuk lahan pertanian pangan.
Dengan demikian alih fungsi lahan selalu bergerak dari lahan pertanian menjadi
lahan non pertanian, dan tidak sebaliknya. Padahal ketersediaan lahan yang
2

mempunyai kesesuaian daya dukungnya untuk lahan pertanian pangan sangat


terbatas. Selanjutnya kondisi demikian membawa suatu tekanan terhadap
kapasitas sumberdaya yang ada.
Pada tanggal 16 September 2009 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah
mengesyahkan Undang-Undang nomor 41 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (UU PLPPB). UU ini melengkapi UU No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang yang bertujuan mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan
ketahanan nasional.
Penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian
dari penetapan perencanaan tata ruang wilayah kawasan perdesaan pada wilayah
kabupaten. Penetapan kawasan ini akan digunakan sebagai dasar peraturan zonasi
(UU No. 26/2007 dan UU No. 41/2009). Oleh karena itu untuk mewujudkannya
dirasa perlu adanya suatu strategi dan model (metode dan teknik) pelaksanaan
yang efisien, efektif dan tepat guna dalam pemilihan, penetapan dan
pendeliniasian lahan pertanian pangan berkelanjutan, khususnya untuk lahan padi
sawah yang merupakan sarana pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat
Indonesia.
Berkaitan dengan penetapan lahan pertanian berkelanjutan, pada tahun 2003
Puslitbangtanak pernah bekerjasama dengan Setjen Deptan untuk menyusun
kriteria biofisik untuk pemilihan dan penetapan lahan pertanian abadi
(berkelanjutan) dengan memanfaatkan hasil-hasil penelitian Puslitbangtanak yang
telah ada. Penyusunan kriteria ini dilakukan dengan cara desk study melalui
diskusi. Penetapan kriteria lahan abadi ini dimaksudkan untuk skala tinjau dengan
hanya mempertimbangkan aspek biofisik, adapun parameter lain yang terkait
dengan kondisi lahan seperti kelayakan ekonomi, luasan kesatuan hamparan,
kondisi aktual maupun aspek kebijakan belum dijadikan sebagai pertimbangan.
Selain itu dari berbagai penelitian yang telah dilaksanakan, menunjukkan
bahwa teknik penginderaan jauh mempunyai cara yang optimal dalam
penyadapan, pemantauan, analisis dan penyajian data. Sejalan dengan
perkembangan teknologi, metodologi dan teknik dalam penginderaan jauh telah
3

merambah ke berbagai penggunaan, termasuk dalam manajamen, estimasi dan


pemantauan produksi pertanian serta beberapa permodelan yang mendukungnya.
Berdasarkan pada uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang
yang dapat diangkat dan perlu diketahui, yaitu antara lain :
1. Sejauh mana metodologi dan teknologi penginderaan jauh dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui produktivitas lahan pertanian padi dan
menyadap data yang akan digunakan sebagai parameter untuk pemilihan
lahan pertanian padi sawah berkelanjutan?
2. Faktor dan parameter apa saja yang mempunyai pengaruh dan seharusnya
digunakan dalam pemilihan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan?
3. Apakah model penginderaan jauh yang efisien dapat dibangun untuk
pemilihan dan pendeliniasian kawasan potensial sebagai lahan pertanian padi
sawah berkelanjutan?

Tujuan Penelitian
Berdasar pada uraian di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah :
1. Memanfaatkan metode dan teknik penginderaan jauh untuk menilai
produktivitas lahan pertanian padi sawah beserta penyadapan data parameter
yang digunakan untuk pemilihan kawasan lahan pertanian padi sawah.
2. Menentukan parameter yang mempunyai pengaruh nyata dalam pemilihan
lahan pertanian padi sawah berkelanjutan.
3. Mendapatkan teknik untuk memilih dan mendeliniasi (zonasi) lahan pertanian
padi sawah berkelanjutan berdasarkan pada parameter terpilih.

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif metode
dan teknik dalam memilih dan mendeliniasi (zonasi) lahan pertanian padi sawah
berkelanjutan, yang menjadi bagian dari rangkaian penetapan perencanaan tata
ruang wilayah kawasan perdesaan pada wilayah kabupaten.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka merupakan upaya memperjelas batasan permasalahan,


memberikan referensi, serta mengkaji konsepsi penelitian. Berkenaan dengan
judul penelitian, beberapa hal yang perlu mendapatkan telaahan dari pustaka dapat
dijelaskan sebagaimana uraian berikut :

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Pandangan dari sisi Perundangan

Dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan


Pertanian Pangan Berkelanjutan pada pasal 19 dijelaskan bahwa penetapan lahan
pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan perencanaan
tata ruang wilayah kabupaten/kota. Penetapan Kawasan ini akan digunakan
sebagai dasar peraturan zonasi.
Selanjutnya berkenaan dengan istilah lahan pertanian pangan berkelanjutan
ini, pada Undang Undang No. 41/ 2009 dapat dijelaskan beberapa definisi terkait,
yaitu :
a. Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan
fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor-faktor yang mempengaruhi
penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang
terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.
b. Lahan Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha
pertanian.
c. Pertanian pangan adalah usaha manusia untuk mengelola lahan dan
agroekosistem dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan
manajemen untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan serta
kesejahteraan rakyat.
d. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian
yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna
menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan kedaulatan pangan
nasional (Pasal 1 angka 3).
Pada pasal 5 disebutkan bahwa Lahan Pertanian Pangan yang ditetapkan
sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat berupa:
5

 Lahan beririgasi;
 Lahan reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut (lebak); dan/atau
 Lahan tidak beririgasi.

e. Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah lahan potensial


yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediannya tetap
terkendali untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan
pada masa yang akan datang (Pasal 1 angka 4).
f. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya
pertanian pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan lahan pertanian
pangan berkelanjutan dan/ atau hamparan lahan cadangan pertanian pangan
berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk
mendukung kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional (Pasal 1
angka 7).
Produktifitas lahan pertanian pangan dapat dikatakan berkelanjutan jika
hasil produktifitas lahan dapat bertahan dan bisa juga meningkat dari waktu ke
waktu tanpa terjadinya penurunan kwalitas (degradasi) lahan dan lingkungan.
Pada pasal 3 UU PLPPB disebutkan bahwa Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan diselenggarakan dengan tujuan:
a. melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
b. menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
c. mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;
d. melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani;
e. meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat;
f. meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani;
g. meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak;
h. mempertahankan keseimbangan ekologis; dan
i. mewujudkan revitalisasi pertanian.
Sedangkan pada pasal 9 UU PLPPB diisyaratkan bahwa lahan pertanian
pangan yang sudah ada dan yang potensial dapat direncanakan sebagai lahan
pertanian pangan berkelanjutan yang didasarkan atas kriteria :
a. kesesuaian lahan;
b. ketersediaan infrastruktur;
6

c. penggunaan lahan;
d. potensi teknis lahan; dan atau
e. luasan kesatuan hamparan lahan.

Referensi dari penelitian yang ada


Sofyan Ritung et al. (2007) melaksanakan desk study untuk penyusunan
kriteria pertanian lahan abadi (lahan kering dan lahan beririgasi) dengan
memanfaatkan data hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh
Puslitbangtanak dan instansi lainnya, yang disertai dengan verifikasi lapangan.
Penetapan lahan pertanian abadi ini menggunakan kriteria Biofisik. Lahan
pertanian dibedakan menjadi dua, yaitu lahan beririgasi dan lahan kering. Lahan
berigasi adalah lahan sawah yang sumber airnya berasal dari sistem irigasi. Lahan
yang digolongkan ke dalam lahan beririgasi (sawah) antara lain adalah sawah
irigasi, sawah tadah hujan, sawah pasang surut dan lebak. Parameter yang
digunakan yang digunakan untuk penetapan lahan sawah abadi ada 3 yaitu :
a. Status Irigasi
b. Indeks Penanaman (IP) padi (%)
c. Produktivitas padi sawah rata-rata tahunan (P)
Hasil penetapan lahan pertanian abadi untuk sawah dari penelitian tersebut
dibedakan menjadi 4 klasifikasi, yaitu Lahan Utama Abadi (LAU) I s/d IV,
sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Kriteria Lahan Sawah Abadi Aktual


Indeks Pertanaman Produktivitas
Model Status Irigasi Kelas **) Keterangan
(IP) - Padi (%) Padi Sawah *)
1 ≥ 200 ≥P LU-I = LAU-I
2 ≥ 200 <P LU-II = LAU-II Termasuk irigasi teknis, semi
Beririgasi
3 < 200 ≥P LU-II = LAU-II teknis dan sederhana
4 < 200 <P LU-II = LAU-II
5 ≥ 200 >P LU-III = LAU-III Sawah berteras dan berfungsi
Tadah hujan,
6 ≥ 200 <P LU-IV = LAU-IV sebagai riparian zones
pasang surut,
7 < 200 ≥P LU-IV = LAU-IV diarahkan sebagai lahan abadi
lebak
8 < 200 <P LU-IV = LAU-IV utama
*) Produktivitas tanaman padi (P) : Jawa, Bali dan NTB = 4,5 ton/ha
Sumetera dan Sulawesi = 4,0 ton/ha
Kalimantan = 3,0 ton/ha
**) LAU = lahan sawah abadi utama (BBSDLP, 2006)
LU = lahan sawah utama (Puslitbangtanak, 2003 - 2004)
LS = lahan sawah sekunder (Puslitbangtanak, 2003 - 2004) Sumber : Ritung et al (2007)
7

Pertanian lahan kering yang dimaksud adalah lahan kering yang sudah
digunakan baik untuk tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Lahan
kering dibedakan berdasarkan persyaratan agroekosistemnya yakni ketinggian
tempat (m dpl) dan kondisi iklim (tipe hujan). Kritteria yang digunakan terdiri
atas :
a. Topografi (elevasi dan lereng)
b. Iklim (basah dan kering)
c. Keadaan tahan (jenis tanah, kedalaman efektif dan tekstur tanah)
d. Penggunaan lahan

Hasil penetapan lahan pertanian kering ini dibedakan untuk tanaman tahunan dan
tanaman pangan musiman sebagaimana tabel berikut.

Tabel 2. Kriteria Lahan Pertanian Abadi Tanaman Tahunan

NO. Parameter Dataran Rendah (< 700 m dpl) Dataran Tinggi (≥ 700 m dpl)
1 Lereng a. Tan. Semusim : < 15 % a. Tan. Semusim : < 30 % pada Andisols atau
< 15 % pada tanah lainnya
b. Tan. Tahunan : < 40 % b. Tan. Tahunan : < 40 %
2 Kedalaman Tanah ≥ 50 cm ≥ 50 cm
3 Tekstur Tanah Semua kelas, kecuali pasir dan Semua kelas, kecuali pasir dan
berbatu > 15 % berbatu > 15 %
4 Bahan Induk Tanah a. Tan. Semusim : Volkan, aluvium a. Tan. Semusim : Volkan, aluvium
b. Tan. Tahunan : Volkan, sedimen, b. Tan. Tahunan : Volkan, sedimen,
aluvium aluvium
Sumber : Ritung et al (2007)

Tabel 3. Kriteria Lahan Pertanian Pangan Semusim Lahan Kering

Sumber : Ritung et al (2007)


8

Beberapa hal yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain :
a. Parameter kriteria lahan pertanian abadi untuk sawah sudah cukup valid untuk
diaplikasikan. Kriteria tersebut terdiri dari status irigasi, indeks pertanaman
(IP) dan produktivitas.
b. Konsep kriteria lahan pertanian abadi tanaman pangan semusim lahan kering
yang dihasilkan terdiri dari 5 faktor kondisi lahan dan 2 faktor penggunaan,
yaitu : lereng, jenis tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah, iklim, penggunaan
lahan dan peruntukan lahan.
c. Penerapan aplikasi kriteria penetapan lahan pertanian abadi pada lahan sawah
dan lahan kering dengan skala tinjau.

Referensi lainnya
Menurut Rustiadi pada tahun 2007 menyampaikan bahwa terdapat beberapa
pertimbangan dalam penetapan lahan pangan abadi (berkelanjutan), yaitu :
a. Mempertimbangkan kesesuaian lahan
b. Mempertimbangkan kondisi eksiting
c. Tidak dipaksakan bagi semua daerah, melainkan harus didasarkan oleh
adanya kriteria.
d. Mempertimbangkan keseimbangan ekosistem dan daya dukung alam dan
lingkungan.
e. Terbatas pada lahan dengan intensitas tanam 2 kali/tahun dengan
produktivitas lebih dari 4,5 ton/ha.
f. Mencakup lahan sawah maupun lahan kering, lahan pasang surut dan pinggir
sungai.
g. Untuk sawah diutamakan beririgasi, atau non irigasi dengan luas hamparan di
atas 2 ha.
Dari kajian ini terdapat beberapa kriteria yang secara umum dapat
digunakan untuk penetapan lahan pangan berkelanjutan, dan perlu untuk diuji,
yaitu kesesuaian lahan, kondisi aktual (penggunaan lahan), intensitas tanam
(indeks penanaman) dan sistem irigasi.
9

Prediksi Produktivitas Pertanian

Pada dasarnya semua obyek di permukaan bumi mempunyai karakter


tertentu dalam menyikapi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari
sumber tenaga. Setiap karakter spektral yang tergambar pada citra mencerminkan
karakter obyek, begitu juga dengan karakter spektral pada tiap tutupan vegetasi.
Karakter spektral pada vegetasi merupakan cerminan fisik vegetasi, tingkat
pertumbuhan, dan lingkungan ekologi permukaan lahan.
Telah banyak penelitian yang dilaksanakan berkaitan dengan prediksi
produksi pertanian melalui penginderaan jauh, diantaranya Zhongxin Chen et al.
(2008) yang telah menggunakan penginderaan jauh untuk pemantauan dan
manajemen pertanian. Wahyunto et al. (2006) mengadakan pendugaan
produktivitas tanaman sawah melalui analisis citra satelit Landsat. Pendugaan
produktivitas didekati dari nilai NDVI (normalized difference vegetation indeks).
Prediksi hasil tanaman pertanian dapat dilakukan dengan mengidentifikasi
tingkat kehijauan suatu tanaman dengan menggunakan metode rasio
(perbandingan) band inframerah dan inframerah dekat, yang dikenal dengan
NDVI. NDVI merupakan suatu pembagian dari gelombang yang dipantulkan
oleh vegetasi dengan gelombang yang diserap oleh tanaman yaitu gelombang
infrared dekat dengan gelombang merah, dan penjumlahan dan pengurangannya
dari tiap-tiap gelombang merupakan suatu normalisasi dari irradians (Shorts 2006,
As-Syakur 2008).
Formulasi lain yang dikembangkan berupa indeks vegetasi terkoreksi
(Enhanced Vegetation Index). Penajaman indeks vegetasi dilakukan dengan cara
koreksi radiometrik dari pengaruh kondisi lahan (tanah dan kerapatan kanopi) dan
aerosol yang terdeteksi oleh band biru serta posisi penyinaran matahari. Dengan
menggunakan metode tersebut dapat dimonitor perkembangan tanaman pertanian
mulai dari masa tanam, pemeliharaan hingga produksi. Sehingga produksi hasil
pertanian secara kualitas dan kuantitas dapat diprediksi dengan baik (Shorts 2006,
As-Syakur 2008).
Secara spesifik penelitian Heidina (2010) menggunakan MODIS Aqua dan
Terra untuk mengetahui produktifitas padi di kecamatan Ciasem Subang. Fase
Pertumbuhan padi diamati menggunakan nilai NDVI dan EVI hasil ekstraksi citra.
10

Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat hubungan positif antara
NDVI/EVI dengan fase pertumbuhan padi. Hal ini menunjukkan bahwa
NDVI/EVI hasil ekstraksi dari citra MODIS dapat digunakan untuk menduga
produktivitas padi.

Konsepsi Penelitian Yang Dilaksanakan


Berdasarkan hasil kajian terhadap beberapa pustaka tersebut di atas,
terdapat beberapa hal yang dapat diambil sebagai referensi dalam memberikan
konsepsi pelaksanaan penelitian, antara lain :
1. Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian dari
penetapan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota. Penetapan
Kawasan ini akan digunakan sebagai upaya pengendalian pemanfaatan ruang
dan sebagai dasar peraturan zonasi.
2. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian
yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna
menghasilkan pangan pokok bagi kedaulatan dan ketahanan pangan
nasional. Pada penelitian ini lahan pertanian pangan dikhususkan pada lahan
pertanian padi sawah, karena produksi padi (beras) merupakan cerminan
langsung ketersediaan pangan masyarakat Indonesia.
3. Produktifitas lahan pertanian pangan dapat dikatakan berkelanjutan jika hasil
produktifitas lahan dapat bertahan dan bisa juga meningkat dari waktu ke
waktu tanpa terjadinya penurunan kwalitas (degradasi) lahan dan lingkungan.
4. Berdasar pada referensi yang ada, setidaknya terdapat 9 parameter dalam
pemilihan dan penetapan Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LPPB). Parameter tersebut antara lain : produktifitas pertanian, kesesuaian
lahan, kelayakan ekonomi, jaringan infrastruktur, potensi teknis lahan, luasan
kesatuan hamparan, indeks penanaman, kondisi aktual dan aspek kebijakan.
Dari ke sembilan parameter ini, jika ditelaah berdasar pada batasan yang ada,
terlihat bahwa potensi teknis lahan mempunyai makna yang sama (redundan)
dengan kesesuaian lahan. Dari ke 8 (delapan) parameter ini, 2 parameter
yaitu kondisi aktual dan aspek kebijakan merupakan parameter untuk
pertimbangan penetapan zonasi LPPB. Sedangkan 6 lainnya, yaitu
produktifitas pertanian, kesesuaian lahan, kelayakan ekonomi, jaringan
11

infrastruktur, luasan kesatuan hamparan lahan dan indeks penanaman


termasuk dalam parameter pemilihan LPPB.
5. Pemilihan dan pendeliniasian kawasan pertanian padi sawah berkelanjutan
secara visual akan didekati dengan metodologi penginderaan jauh dengan
estimasi produktivitas padi. Prediksi produktivitas padi didekati berdasarkan
pada karakter spektral vegatasi yang tergambar pada citra berupa indeks
vegetasi (EVI). Dengan anggapan bahwa pada setiap nilai indeks vegetasi
yang secara visual tergambar pada citra merupakan cerminan faktor-faktor
yang mempengaruhinya, yaitu daya dukung wilayah baik geobiofisik, sosial-
ekonomi maupun kebijakan.
6. Dalam mencari model dalam pemilihan dan pendeliniasian kawasan lahan
pertanian padi sawah berkelanjutan ini perlu diketahui juga adanya
keterkaitan antara nilai indeks vegetasi/produktivitas pertanian dengan semua
parameter yang mempengaruhinya.
7. Dari hasil penelitian ini pada akhirnya diharapkan dapat diformulasikan
bagaimana kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan bagaimana
kawasan lainnya, serta bagaimana strategi dan tata cara pendeliniasiannya
menggunakan analisis spasial (metode penginderaan jauh dan SIG).

Kerangka Pemikiran
Berdasar tujuan penelitian dan hasil telaah pustaka disusun kerangka
pemikiran penelitian Teknik Pemilihan Kawasan Lahan Pertanian Padi Sawah
Berkelanjutan di Kabupaten Karawang sebagaimana diagram alir berikut.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran


12

METODE PENELITIAN

Kerangka Pendekatan Penelitian


Pelaksanaan penelitian secara umum dapat dibagi dalam 4 tahapan, yaitu
persiapan, perolehan data, analisis dan penyajian hasil. Persiapan merupakan
tahapan untuk preparasi data. Tahap Perolehan Data terdiri dari tiga kegiatan yaitu
pengumpulan data sekunder, ekstraksi data penginderaan jauh dan pengumpulan
data lapangan. Analisis mencakup pengolahan dan pengujian data untuk
mendapatkan peubah (variable) yang berpengaruh nyata terhadap pemilihan
LPPB. Sedangkan tahap penyajian hasil merupakan penyusunan metode/teknik
dalam pemilihan LPPB. Kerangka penelitian ini dapat disusun menjadi diagram
alir sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Persiapan

Perolehan
Data

Analisis

Penyajian
Hasil

Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Penelitian


13

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 – Juni 2010. Secara


geografis wilayah penelitian terletak pada zone UTM 48 Selatan, pada posisi
koordinat 739653, 9322363 hingga 776465, 9281150 dengan luas wilayah
108.782 hektar. Wilayah ini secara administratif termasuk dalam kabupaten
Karawang, provinsi Jawa Barat. Wilayah penelitian diliput oleh 23 kecamatan.
Pemilihan wilayah ini didasarkan pada alasan bahwa kabupaten Karawang
termasuk wilayah lumbung padi provinsi Jawa Barat yang didukung dengan
kawasan pertanian padi sawah yang luas, produktivitasnya cukup tinggi dan
secara geobiofisik wilayah ini cukup bervariasi. Batas wilayah penelitian
didasarkan pada batas fisik lahan dengan pendekatan unit lahan.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian


14

Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahap,
yaitu :

Koleksi Data Sekunder


Koleksi data sekunder dimaksudkan untuk memperoleh data spasial dan
data atribut pendukung penelitian. Koleksi data sekunder diupayakan dapat
diperoleh pada instansi pemilik data seperti Departemen Pertanian RI, Balai Besar
Penelitian Pertanian dan Sumber Daya Lahan Pertanian (BBPPSLP), Dinas
Pertanian, dan Dinas Bina Marga dan Pengairan, BAPPEDA, BMG dan BPS yang
ada di kabupaten Karawang.

Ekstraksi Data Citra Penginderaan Jauh


Pada penelitian ini digunakan data utama berupa data hasil ekstraksi dari
citra MODIS series dan citra ALOS. Guna pemakaian citra dibantu juga dengan
peta dasar berupa peta garis hasil pemetaan fotogrammetris, yaitu Peta Lahan
Baku Sawah skala 1 : 10.000. Melalui data citra ini diupayakan secara optimal
penyadapan data produktivitas lahan pertanian padi sawah dan pendukung
lainnya, seperti indeks penanaman, infrastruktur (irigasi, dan jalan), luasan
kesatuan hamparan lahan dan kondisi aktual. Data produktivitas dan indeks
penanaman diperoleh dari data citra MODIS series, sedangkan data lainnya seperti
infrastruktur berupa jalan, irigasi, luasan kesatuan hamparan lahan dan data
kondisi aktual diupayakan dari data ALOS.

Pengecekan Lapangan dan Wawancara


Guna keperluan survei lapangan dilaksanakan teknik sampling Stratified
Purposive. Proporsi sampel didasarkan pada jumlah pixel citra MODIS,
sedangkan pengambilannya diambil secara proporsional terhadap setiap strata unit
lahan yang disusun dari penggunaan lahan sawah, status irigasi dan jenis tanah.
Survei lapangan dilaksanakan dengan dua cara yaitu groundchecking dan
wawancara. Groundchecking pada daerah sampel untuk mengidentifikasi,
mengecek kebenaran dan melengkapi data lain yang diperoleh dari kegiatan
ekstraksi citra. Sedangkan wawancara responden dimaksudkan untuk memperoleh
15

data produktivitas aktual lahan padi sawah dan untuk menilai kelayakan secara
ekonomi. Responden yang dipilih adalah dari petani atau kelompok tani.
Secara keseluruhan data yang diperlukan dalam penelitian ini, beserta cara
perolehannya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Data yang Dipakai dan Cara Perolehannya

NO JENIS DATA CARA PEROLEHAN/INSTANSI KELUARAN YANG DAPAT DIPEROLEH


I DATA SEKUNDER
A Data Spasial
1 Peta Fotogrammetris LB 1 : 10.000 Dinas Pertanian, Ditjen BPTP Deptan RI Peta Dasar, Penggunaan Lahan, Batas Adm.
2 Citra Satelit MODIS Series dan ALOS Proyek KKP3T Deptan - IPB 2009 Data EVI, LKHL, IP,IS dan PL
3 Peta Kesesuaian Lahan Dinas Pertanian Kab., BBPPSLP Deptan RI Kesesuaian Lahan Padi Sawah
4 Peta Jaringan Irigasi Dinas Bina Marga dan Pengairan J. Irigasi, Klasifikasi Irigasi Sawah
5 Peta Infrastruktur Dinas Bina Marga dan Pengairan J. Jalan, aksesibilitas
B Data Atribut
1 RTRW Kab. Karawang BAPPEDA kab. Karawang Arahan Pemanfaatan Lahan (Kebijakan)
2 Data Iklim Dinas Pertanian kab. Kararawang Curah Hujan, Musim tanam
3 Kab. Karawang Dalam Angka BPS kab. Karawang Untuk berbagai penggunaan
II DATA LAPANGAN
A Data Aktual
1 Produktivitas Lahan Wawancara dg Petani, Kelompok Tani Produktivitas Lahan Aktual
2 Biaya Produksi Pertanian Wawancara dg Petani, Kelompok Tani Kesesuaian Ekonomi Lahan/kelayakan
B Data Kondisi lapangan
1 Kondisi Existing Groundchecking Penggunaan Lahan, LKHL dan Infrastruktur

Metode Analisis

Guna mencapai tujuan dan mengetahui hasil penelitian, dilaksanakan


beberapa analisis yang dapat disusun diagram alir sebagai berikut :

Gambar 4. Kerangka Analisis Penelitian


16

Keterangan Gambar :
D.Sc = data sekunder
KL = kesesuaian lahan
Inf = infrastruktur (jalan dan irigasi)
PL = penggunaan lahan
AKSE = analisis kelayakan secara ekonomi
IP = indeks penanaman
PLPPS = produktivitas lahan pertanian padi sawah

Analisis Citra
Citra ALOS (Advanced Land Observing Satellite)
Analisis citra ALOS dilaksanakan dengan Non Parametric Methods.
Analisis ini dimaksudkan untuk memperoleh data infrastruktur (jalan dan irigasi),
penggunaan lahan dan luasan kesatuan hamparan lahan sawah (lahan baku
sawah). Beberapa kegiatan yang dilaksanakan dapat digambarkan dengan diagram
alir berikut :

Citra ALOS

Koreksi Citra Manuskript


Ceking Lapangan
Data Parameter
Pemrosesan Citra

Ekstraksi Data Editing Data Evaluasi Kemam.


Penyadapan Data

Data Parameter Kemampuan


Penyadapan Data

Gambar 5. Tahapan Kegiatan Penyadapan dan Analisis dari Citra ALOS

Pada tahap awal pelaksanaan penyadapan data, citra ALOS yang diperoleh
perlu dikoreksi untuk menghilangkan kesalahan akibat distorsi geometrik, berupa
jarak, luas, arah dan sudut. Pelaksanaan koreksi geometri dibantu dengan peta
dasar yang mempunyai kontrol bumi yang baik, dalam hal ini digunakan peta
hasil kegiatan fotogrammetris yaitu Peta Lahan Baku Sawah skala 1 : 10.000
Departemen Pertanian RI. Pada pelaksanaan koreksi geometri ini hingga didapat
17

kesalahan transformasi (Root Mean Square) = 0,05 atau < 0,5 pixel. Pelaksanaan
koreksi geometri citra dibantu dengan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.3.
Kegiatan selanjutnya adalah pemrosesan citra, suatu kegiatan yang
digunakan untuk mwmpwrbaiki kualitas gambar agar lebih tajam. Kegiatan
pemrosesan citra yang dilaksanakan berupa penajaman citra ALOS dengan
manipulasi kontras dan filtering. Pemrosesan citra dibantu dengan perangkat
lunak ERDAS Imagine 9.3.
Kegiatan ekstraksi data penggunaan lahan dilaksanakan secara visual
dengan digitasi on screen menggunakan perangkat lunak Auto Cad Map.
Pengenalan masing-masing obyek didasarkan pola tanggap spektral dan
karakteristik dasar obyek lainnya yang dapat dikenali dan tergambar dari citra
ALOS. Pengenalan ini dibantu dengan menggunakan unsur-unsur interpretasi
berupa karakteristik dasar yang bisa dikenali dari citra berupa rona/warna, tekstur,
pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs. Dalam ekstraksi data ini dibantu juga
dengan data penggunaan lahan lama (tahun 2003).
Hasil ekstraksi data penggunaan lahan yang didalamnya terdapat juga data
infrastruktur dan luas kesatuan hamparan lahan (lahan baku sawah) di wujudkan
dalam bentuk manuskript (peta sementara). Peta sementara ini selanjutnya dibawa
ke lapangan untuk dijadikan sebagai bahan untuk kegiatan pengecekan lapangan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran hasil ekstraksi dan
kondisi sesungguhnya setiap obyek di lapangan. Banyaknya obyek yang di cek di
lapangan diambil secara Stratified pada setiap populasi obyek. Hasil ceking
lapangan yang diperoleh digunakan untuk editing hasil ekstraksi data penggunaan
lahan dan evaluasi kemampuan citra ALOS dalam menyajikan data parameter.

Citra MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer)


Pada penelitian ini digunakan citra MODIS Terra MOD09A1 dan citra
MODIS Aqua MYD09A1. Citra ini mempunyai proyeksi Sinusoidal dengan luas
cakupan area 1200 x 1200 km², mempunyai 7 kanal spektral yaitu kanal spektral 1
sampai dengan kanal spektral 7 dan mempunyai resolusi spasial 500 m. Produk
citra ini telah dikoreksi atmosferik terhadap gas, awan tipis dan aerosol (Xiao et al
2006, Heidina 2010).
18

Citra MODIS Terra Aqua yang digunakan merupakan citra yang diakusisi
pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 (series 5 tahun), yang dapat dirinci
sebagaimana tabel berikut :
Tabel 5. Citra MODIS Terra Aqua Yang Digunakan
No. Kode Tgl. Akuisisi No. Kode Tgl. Akuisisi No. Kode Tgl. Akuisisi
1 MOD09A1.A2005033 02-Feb-05 50 MOD09A1.A2007009 09-Jan-07 99 MOD09A1.A2008209 27-Jul-08
2 MOD09A1.A2005049 18-Feb-05 51 MOD09A1.A2007073 14-Mar-07 100 MOD09A1.A2008217 04-Agust-08
3 MOD09A1.A2005057 26-Feb-05 52 MOD09A1.A2007089 30-Mar-07 101 MOD09A1.A2008225 12-Agust-08
4 MOD09A1.A2005065 06-Mar-05 53 MOD09A1.A2007121 01-Mei-07 102 MOD09A1.A2008233 20-Agust-08
5 MOD09A1.A2005097 07-Apr-05 54 MOD09A1.A2007129 09-Mei-07 103 MOD09A1.A2008241 28-Agust-08
6 MOD09A1.A2005105 15-Apr-05 55 MOD09A1.A2007137 17-Mei-07 104 MOD09A1.A2008249 05-Sep-08
7 MOD09A1.A2005113 23-Apr-05 56 MOD09A1.A2007145 25-Mei-07 105 MOD09A1.A2008257 13-Sep-08
8 MOD09A1.A2005129 09-Mei-05 57 MOD09A1.A2007153 02-Jun-07 106 MOD09A1.A2008265 21-Sep-08
9 MOD09A1.A2005137 17-Mei-05 58 MOD09A1.A2007161 10-Jun-07 107 MOD09A1.A2008273 29-Sep-08
10 MOD09A1.A2005145 25-Mei-05 59 MOD09A1.A2007169 18-Jun-07 108 MOD09A1.A2008281 07-Okt-08
11 MOD09A1.A2005153 02-Jun-05 60 MOD09A1.A2007177 26-Jun-07 109 MOD09A1.A2008289 15-Okt-08
12 MOD09A1.A2005161 10-Jun-05 61 MOD09A1.A2007185 04-Jul-07 110 MOD09A1.A2008297 23-Okt-08
13 MOD09A1.A2005169 18-Jun-05 62 MOD09A1.A2007193 12-Jul-07 111 MOD09A1.A2008305 31-Okt-08
14 MOD09A1.A2005177 26-Jun-05 63 MOD09A1.A2007201 20-Jul-07 112 MOD09A1.A2008313 08-Nop-08
15 MOD09A1.A2005185 04-Jul-05 64 MOD09A1.A2007209 28-Jul-07 113 MOD09A1.A2008321 16-Nop-08
16 MOD09A1.A2005193 12-Jul-05 65 MOD09A1.A2007217 05-Agust-07 114 MOD09A1.A2008329 24-Nop-08
17 MOD09A1.A2005201 20-Jul-05 66 MOD09A1.A2007225 13-Agust-07 115 MOD09A1.A2008337 02-Des-08
18 MOD09A1.A2005209 28-Jul-05 67 MOD09A1.A2007233 21-Agust-07 116 MOD09A1.A2008345 10-Des-08
19 MOD09A1.A2005217 05-Agust-05 68 MOD09A1.A2007241 29-Agust-07 117 MOD09A1.A2008353 18-Des-08
20 MOD09A1.A2005225 13-Agust-05 69 MOD09A1.A2007249 06-Sep-07 118 MOD09A1.A2008361 26-Des-08
21 MOD09A1.A2005233 21-Agust-05 70 MOD09A1.A2007265 22-Sep-07
22 MOD09A1.A2005241 29-Agust-05 71 MOD09A1.A2007321 17-Nop-07 119 MOD09A1.A2009001 01-Jan-09
23 MOD09A1.A2005257 14-Sep-05 72 MOD09A1.A2007329 25-Nop-07 120 MOD09A1.A2009065 05-Mar-10
24 MOD09A1.A2005265 22-Sep-05 121 MOD09A1.A2009073 13-Mar-10
25 MOD09A1.A2005273 30-Sep-05 73 MOD09A1.A2008001 01-Jan-08 122 MOD09A1.A2009081 21-Mar-10
26 MOD09A1.A2005305 01-Nop-05 74 MOD09A1.A2008009 09-Jan-08 123 MOD09A1.A2009105 14-Apr-10
27 MOD09A1.A2005313 09-Nop-05 75 MOD09A1.A2008017 17-Jan-08 124 MOD09A1.A2009113 22-Apr-09
76 MOD09A1.A2008025 25-Jan-08 125 MOD09A1.A2009121 30-Apr-10
28 MYD09A1.A2006041 10-Feb-06 77 MOD09A1.A2008033 02-Feb-08 126 MOD09A1.A2009137 16-Mei-10
29 MYD09A1.A2006065 06-Mar-06 78 MOD09A1.A2008041 10-Feb-08 127 MOD09A1.A2009145 24-Mei-10
30 MYD09A1.A2006097 07-Apr-06 79 MOD09A1.A2008049 18-Feb-08 128 MOD09A1.A2009153 01-Jun-10
31 MYD09A1.A2006121 01-Mei-06 80 MOD09A1.A2008057 26-Feb-08 129 MOD09A1.A2009161 09-Jun-10
32 MYD09A1.A2006129 09-Mei-06 81 MOD09A1.A2008065 05-Mar-08 130 MOD09A1.A2009169 17-Jun-10
33 MYD09A1.A2006161 10-Jun-06 82 MOD09A1.A2008073 13-Mar-08 131 MOD09A1.A2009177 25-Jun-10
34 MYD09A1.A2006169 18-Jun-06 83 MOD09A1.A2008081 21-Mar-08 132 MOD09A1.A2009185 03-Jul-10
35 MYD09A1.A2006177 26-Jun-06 84 MOD09A1.A2008089 29-Mar-08 133 MOD09A1.A2009193 11-Jul-10
36 MYD09A1.A2006185 04-Jul-06 85 MOD09A1.A2008097 06-Apr-08 134 MOD09A1.A2009201 19-Jul-10
37 MYD09A1.A2006193 12-Jul-06 86 MOD09A1.A2008105 14-Apr-08 135 MOD09A1.A2009209 27-Jul-10
38 MYD09A1.A2006201 20-Jul-06 87 MOD09A1.A2008113 22-Apr-08 136 MOD09A1.A2009217 04-Agust-10
39 MYD09A1.A2006209 28-Jul-06 88 MOD09A1.A2008121 30-Apr-08 137 MOD09A1.A2009225 12-Agust-10
40 MYD09A1.A2006217 05-Agust-06 89 MOD09A1.A2008129 08-Mei-08 138 MOD09A1.A2009233 20-Agust-10
41 MYD09A1.A2006225 13-Agust-06 90 MOD09A1.A2008137 16-Mei-08 139 MOD09A1.A2009241 28-Agust-10
42 MYD09A1.A2006233 21-Agust-06 91 MOD09A1.A2008145 24-Mei-08 140 MOD09A1.A2009249 05-Sep-10
43 MYD09A1.A2006241 29-Agust-06 92 MOD09A1.A2008153 01-Jun-08 141 MOD09A1.A2009257 13-Sep-10
44 MYD09A1.A2006249 06-Sep-06 93 MOD09A1.A2008161 09-Jun-08 142 MOD09A1.A2009265 21-Sep-10
45 MYD09A1.A2006257 14-Sep-06 94 MOD09A1.A2008169 17-Jun-08 143 MOD09A1.A2009289 15-Okt-09
46 MYD09A1.A2006265 22-Sep-06 95 MOD09A1.A2008177 25-Jun-08 144 MOD09A1.A2009345 10-Des-09
47 MYD09A1.A2006273 30-Sep-06 96 MOD09A1.A2008185 03-Jul-08
48 MYD09A1.A2006281 08-Okt-06 97 MOD09A1.A2008193 11-Jul-08
49 MYD09A1.A2006289 16-Okt-06 98 MOD09A1.A2008201 19-Jul-08

Analisis citra MODIS dilaksanakan dengan Parametric Methods. Analisis


ini dimaksudkan untuk pemetaan produktivitas dan indeks penanaman padi sawah
dengan pendekatan melalui indeks vegetasi (EVI). Nilai EVI diperoleh dari nilai
reflektansi kanal spektral merah (red), kanal inframerah dekat (NIR) dan kanal
19

spektral biru (blue). Persamaan EVI oleh Huete et al. (1997) diformulasikan
dengan :
ρNIR – ρRED
EVI = 2.5 *
ρNIR – C1*ρRED-C2*ρBLUE+L

Keterangan :
ρ = nilai reflektan kanal spektral
C = koefisien koreksi atmospheric aerosol scattering pada kanal spektral
merah berdasarkan kanal spektral biru (C1 : 6, C2 : 7,5)
L = soil effect adjustment factor (1)

Indeks vegetasi diketahui melalui data citra MODIS series selama 5 tahun
(2005 – 2009), dengan resolusi temporal 8 hari. Cara perolehan data produktivitas
dan indeks penanaman dapat digambarkan pada diagram alir berikut.

Citra Groundtruth
MODIS Sr.
Ekstraksi C. MDS

EVI EVIn Sampling


Prod. Ak.

Anal. Korelasi

EVIos Persamaan Relasional

Grafik Produktivitas
Keterangan :
EVIn = EVI new (2009)
EVIos = EVI olds (2005 – 2008) Data Indeks Penanaman

Gambar 6. Ekstraksi Data Produktivitas Pertanian

Analisis Kelayakan Secara Ekonomi


Analisis ini pada dasarnya merupakan kesesuaian lahan pertanian pangan
secara ekonomi. Evalusi kesesuaian/kelayakan lahan secara ekonomi dilaksanakan
dengan cara analisis nilai ekonomi lahan berdasar pada data lapangan yang
diperoleh. Kelayakan secara ekonomi dapat diukur dari cost produksi dan benefit
yang diperoleh dari volume produksi lahan. Kapasitas lahan yang mempunyai
ratio benefit dan cost (BCR) berada di atas BEP dan mempunyai margin minimal
sama dengan kebutuhan hidup minimal tiap keluarga petani yang dianggap
memenuhi syarat untuk dilanjutkan.
20

Analisis Penentuan Parameter Yang Digunakan Untuk Deliniasi LPPB


Paramater yang akan digunakan untuk pembuatan model diketahui dari
signifikansi dan sumbangan terbesar dari masing-masing variabel penjelas (Xi),
berupa kesesuaian lahan, kelayakan secara ekonomi, infrastruktur, luasan kesatuan
hamparan lahan, indeks penanaman dan aspek kebijakan (RTRWK) dengan
variabel tujuan (Y) berupa produktifitas lahan pertanian pangan. Selanjutnya
dideskripsikan keterkaitan antara keberlanjutan lahan dengan semua parameter
yang digunakan. Dalam pelaksanaan analisis ini akan digunakan metode analisis
Hayashi 1. Penggunaan metode analisis ini dengan pertimbangan bahwa 1).
analisis ditujukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara variabel-
variabel penjelas (Explanatory Variables) dengan satu variabel tujuan, 2). untuk
menunjukkan variabel-variabel penjelas mana saja yang paling nyata (Significant)
kaitannya dengan variabel tujuan. Selain itu pertimbangannya adalah variabel
penjelasnya (independent variable) yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan campuran antara data nominal dan data ordinal, sedang variabel
tujuannya (dependent variable) berupa data kuantitatif. Sehingga untuk
memudahkan analisis variabel penjelas diseragamkan dengan jalan kuantifikasi
menjadi data kategorik. Algoritma pokok dari Analisis Kuantifikasi Hayashi ini
dapat diformulasikan dengan model matematis :

y = ∆a + ε
di mana:
y : vektor data variabel tujuan ukuran (n×1)
∆ : matriks data variabel-variabel penjelas ukuran (nxC) di mana C =
a : vektor parameter skor untuk kategori-kategori dari variabel-variabel
penjelas ukuran (C×1)
ε : vektor parameter eror pendugaan ukuran (n×1)
Sumber : Tanaka et al. (1992), Saefulhakim (1996)
Dari hasil analsis yang diperoleh selanjutnya diformulasikan paramater apa saja
yang mempunyai pengaruh nyata untuk penentuan LPPB.

Uji Keberlanjutan
Analisis ini dilaksanakan untuk mengetahui aspek keberlanjutan dalam
pemanfaatan lahan. Keberlanjutan dapat dicapai melalui pemanfaatan lahan untuk
21

produksi secara optimal. Penggunaan lahan optimal jika sesuai dengan daya
dukung dan daya tampung lahan. Uji keberlanjutan ini dapat diketahui dari dari
grafik yang dibuat dan matriks yang diperoleh dari hasil analisis, di sini dapat
diperlihatkan dan diidentifikasi karakteristik parameter unit lahan padi sawah
yang berkelanjutan.

Pembuatan Model Penetapan dan Pendeliniasian LPPB


Berdasarkan hasil analisis uji keberlanjutan, selanjutnya dilaksanakan
analisis spasial dan dikenali suatu model lahan pertanian padi sawah
berkelanjutan. Melalui identifikasi gejala spasial LPPB yang dapat dinampakkan
pada suatu citra. Dari pola gejala spasial yang diamati pada citra, teknik
penginderaan jauh/SIG dapat dibangun dalam pemilihan dan pendelinasian
kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
22

KONDISI WILAYAH PENELITIAN


Kondisi Geografis

Topografi

Wilayah penelitian memiliki ketinggian tempat paling rendah 0 m dpal (dari


permukaan air laut) di wilayah utara yaitu sekitar pantai tempuran dan tertinggi
217,5 m dpal yang berada di perbukitan wilayah selatan Ciampel. Sebagian besar
wilayah (74,8 %) merupakan dataran aluvial yang relatif datar dengan kemiringan
lereng antara 0 – 3 %. Sebagian kecil lainnya di wilayah selatan merupakan
dataran kaki gunung Gede-Pangrango memiliki topografi berombak seluas 14,3
%, bergelombang seluas 8,4 % dan berbukit seluas 2,4 %. Secara rinci kondisi
topografi wilayah penelitian ini dapat disajikan pada Gambar 7 berikut.

Gambar 7. Kondisi Topografi dan Lereng Wilayah Penelitian


23

Geologi
Berdasarkan data geologi dari Puslitbang Geologi Kementrian ESDM,
wilayah penelitian sebagian besar tersusun dari batuan sedimen (clastic, fine,
claystone) yang merupakan endapan banjir yang terbentuk pada jaman Holosen.
Adapun di sekitar wilayah pantai Tempuran merupakan batuan sedimen (clastic,
medium, sands) yang terbentuk dari endapan laut dangkal pada jaman Pleistosen
dan batuan sedimen aluvium dari endapan laut dangkal pada jaman Holosen.

Iklim
Wilayah penelitian sebagian besar merupakan dataran rendah, sebagaimana
umumnya wilayah di kabupaten Karawang pada bulan Januari sampai dengan
April bertiup angin Muson Tenggara, kecepatan angin berkisar antara 30 – 35
km/jam, lamanya tiupan antara 5 – 7 jam. Temperatur udara rata-rata 27 ºC,
tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66 % dengan
kelembaban nisbi sebesar 80 %. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.100 –
3.200 mm/tahun (RPP Kab. Karawang – Dinas Pertanian KP 2009).
Berdasar data curah hujan untuk wilayah penelitian dapat dijelaskan bahwa
curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Pebruari, tertinggi terjadi di kecamatan
Purwosari sebesar 668 mm/bulan dengan lama hujan 22 hari, sedangkan curah
hujan terendah tanpa hari hujan jatuh pada bulan Agustus terjadi di hampir di
seluruh wilayah penelitian. Data curah hujan bulanan rata-rata wilayah penelitian
selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Data Curah Hujan Bulanan Rata-Rata Tahun 2005 - 2009
JANUARI PEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBE OKTOBER NOPEMBER DESEMBER
TAHUN
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
2005 332,0 14,6 263,6 9,5 211,6 9,4 92,5 5,9 67,1 3,6 77,1 4,0 31,9 1,9 22,1 1,1 34,4 1,2 149,5 5,3 284,1 8,1 95,2 5,4
2006 422,6 16,0 248,0 11,1 193,8 8,1 143,2 7,7 88,3 5,2 25,3 1,7 20,4 0,7 1,2 0,2 0,0 0,0 20,0 1,6 69,0 4,9 235,0 10,7
2007 149,4 7,7 445,6 15,3 208,9 11,4 151,5 8,2 45,1 4,8 70,5 4,3 2,4 0,4 11,9 0,4 19,2 1,6 69,9 3,9 123,2 8,2 264,1 12,0
2008 273,1 17,0 472,0 19,0 225,0 12,0 168,0 8,0 20,0 3,0 3,0 1,0 9,0 1,0 - - 31,0 1,0 13,0 3,0 51,0 3,0 252,0 13,0
2009 426,0 14,4 402,5 15,1 212,4 9,0 142,8 7,3 110,0 5,8 74,4 2,9 12,7 0,8 0,4 0,1 44,9 2,8 65,6 4,0 172,8 9,6 173,9 10,0
Jumlah 1.603,0 69,6 1.831,7 70,0 1.051,6 49,9 697,9 37,0 330,4 22,3 250,3 13,8 76,4 4,7 35,6 1,7 129,4 6,5 317,9 17,7 700,1 33,7 1.020,1 51,1
Rata-rata 320,6 13,9 366,3 14,0 210,3 10,0 139,6 7,4 66,1 4,5 50,1 2,8 15,3 0,9 7,1 0,3 25,9 1,3 63,6 3,5 140,0 6,7 204,0 10,2
Keterangan : Sumber : Laporan Tahunan Dinas Pertanian kab. Karawang
CH = Curah Hujan (mm)
HH = Hari hujan (hari)
24

Tanah
Berdasarkan pada Peta Satuan Tanah skala 1 : 50.000 yang dikeluarkan oleh
Puslittanak pada tahun 1996, wilayah penelitian mempunyai 6 jenis tanah dalam
kategori great group (Soil Taxonomi 1998), yaitu a). Endoaquents, b).
Tropofluvents, c). Tropaquepts, d). Eutropepts, e). Dystropepts, dan f).
Hapludolls.

Gambar 8. Peta Jenis Tanah Wilayah Penelitian


25

Wilayah penelitian yang merupakan wilayah pertanian padi sawah


didominasi oleh tanah-tanah Tropaquepts. Wilayah ini umumnya merupakan
dataran aluvial/fluvial, solum dalam, endapan liat, bertekstur halus, laju infiltrasi
rendah, tidak masam dan bersifat isohipertermik. Tanah-tanah Eutropepts dan
Dystropepts umumnya menempati daerah yang lebih tinggi yaitu pada wilayah
berombak hingga berbukit, tanah-tanah Tropofluvent dan Endoaquents berada di
lembah sempit sekitar sungai, sedangkan tanah-tanah Hapludolls mempunyai
penyebaran yang terbatas. Penyebaran jenis tanah di wilayah penelitian dapat
dilihat pada Gambar 8.

Kesesuaian Lahan
Berdasarkan data kesesuaian lahan aktual untuk pertanian padi sawah yang
diperoleh dari Puslittanak (1995), menunjukkan bahwa di wilayah penelitian tidak
dijumpai adanya kelas Sangat Sesuai (S1). Wilayah pertanian padi sawah
umumnya mempunyai kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai (S2), dan sebagian
lagi mempunyai kelas kesesuaian lahan Sesuai Marginal (S3). Lahan dengan kelas
cukup sesuai mempunyai faktor pembatas media perakaran (r), retensi hara (f) dan
hara tersedia (n). Kelas kesesuaian lahan sesuai marginal mempunyai pembatas
kemudahan pengelolaan tanah (p), media perakaran (r), retensi hara (f), hara
tersedia (n) dan keadaan terrain (s). Untuk bagian selatan wilayah penelitian yang
mempunyai wilayah pertanian padi sawah yang relatif sempit, serta wilayah di
sekitar sempadan sungai di bagian utara mempunyai kelas kesuaian lahan Sesuai
Marginal (S3) dan Tidak Sesuai (N). Faktor pembatasanya umumnya berupa
bahaya banjir (b), media perakaran (r), retensi hara (f), hara tersedia (n), keadaan
terrain (s), tingkat bahaya erosi (e) dan salinitas (c).
Berdasarkan luasannya, wilayah penelitian yang mempunyai kelas
kesesuaian lahan S2 seluas 60.701 hektar atau setara dengan 55,8 % dari luas
wilayah penelitian, S3 seluas 43.062 hektar atau setara dengan 39,59 % dari luas
wilayah, N1 dengan luas 2.623 hektar atau setara dengan 2,41 % dari luas wilayah
dan N2 seluas 2.395 hektar atau setara dengan 2,2 % dari luas wilayah.
Penyebaran kelas kesesuaian lahan ini dapat dilihat pada gambar berikut.
26

Gambar 9. Peta Sub-Kelas Kesesuaian Lahan Wilayah Penelitian


27

Arahan Kebijakan
Berkenaan dengan arahan kebijakan pola pemanfaatan ruang terdapat 3
sumber arahan kebijakan yaitu RTRWN, RTRWP Jawa Barat dan RTRWK
Karawang. Dari ketiganya mengindikasikan bahwa kabupaten Karawang
termasuk wilayah andalan penyangga DKI dan sekitarnya, dengan sektor
unggulan pertanian, industri, perikanan, pertambangan dan pariwisata. Kebijakan
ini yang memberikan arahan dalam pemanfaatan ruang, pengembangan sistem
pusat-pusat permukiman, pengembangan kawasan tertentu dan pengembangan
sistem prasarana wilayah.
Jika kita mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang
2003 – 2013, arahan pola pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung terletak di
kawasan gunung Sanggabuana, kawasan konservasi terletak pada kawasan hutan
lindung KPH Perhutani di kecamatan Pangkalan dan Telukjambe. Kawasan
lindung juga terletak pada sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan mata air,
danau, dan hutan bakau. Kawasan budidaya terdiri dari kawasan pertanian dan
non pertanian. Kawasan pertanian terdiri dari kawasan penyangga, tanaman
tahunan untuk lokasi wilayah-wilayah industri, pertanian lahan kering pada
komplek ekologi hulu dan tengah bagian hulu, pertanian lahan basah didominasi
oleh sawah dengan prasarana irigasi teknis dalam pelayanan Tarum Barat, Tarum
Timur, Tarum Utara, saluran bendung Cebeet, bendung Barugbug dan bendung
Pucang. Perikanan diarahkan pada ekologi pesisir pantai utara, peternakan di
wilayah kecamatan Pangkalan. Kawasan Permukinan umumnya terletak pada
kawasan perkotaan yang tumbuh pada koridor jalan antara Jakarta – Purwakarta,
sedangkan permukiman perdesaan tersebar pada pedesaan yang terpadu dengan
budidaya pertanian.
Sedangkan dari sisi struktur ruang ditandai dengan adanya penataan Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW) yang diarahkan di kota Cikampek dan kota Karawang,
Pusat Kegiatan Lokal (PKL) diarahkan di kecamatan Rengasdengklok,
Lemahabang, Batujaya, Klari, Pangkalan dan Cilamaya. Penataaan ini akan
dilengkapi juga dengan pengembangan sarana dan prasarana seperti Pelabuhan
Udara Sekunder, Terminal, Rumah Sakit, TPA, Pasar Induk, Perguruan Tinggi
maupun Permukiman.
28

Gambar 10. Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Berdasar RTRWK Karawang


2003 -2013
29

Dalam prasarana jalan diupayakan adanya pembukaan akses antar wilayah


di bagian utara dan selatan, yaitu dengan peningkatan status jalan serta pembuatan
jalan negara baru. Pembuatan jalan negara baru antara lain jalan lingkar kota
Karawang, akses jalan tol Karawang Barat-Telukjambe, jembatan Citarum Utara
di Batujaya dan Jembatan Telukjambe yang keduanya mengakses ke Bekasi.
Sedangkan peningkatan status jalan kabupaten menjadi jalan provinsi yaitu pada
jalan Badami-Pangkalan-Jonggol. Secara detil gambaran Rencana Tata Ruang
Wilayah ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Penggunaan Lahan
Data penggunaan lahan diperoleh dari hasil penyadapan data dari citra
ALOS AVNIR-2 akuisisi 30 Juni 2009. Hasil penyadapan data ini disempurnakan
dengan hasil identifikasi lapangan yang dilaksanakan pada bulan April - Juni
2010. Dari hasil penyadapan data ini diketahui bahwa hampir separuh dari
wilayah penelitian digunakan untuk lahan sawah. Sawah Irigasi Teknis seluas
50.276 hektar atau 46, 2 % dari luas wilayah penelitian, Sawah Irigasi Semi
Teknis seluas 487, 2 hektar atau 0,45 % dari luas wilayah penelitian, Sawah
Tadah Hujan seluas 2.320 hektar atau 2,13 % dari luas wilayah penelitian dan
Sawah Pasang Surut seluas 1.399 hektar atau 1,29 % dari luas wilayah penelitian.
Penggunan lahan lain yang cukup luas antara lain permukiman seluas 17.490
hektar (16,08 %), kebun campuran seluas 11.901 hektar (10,9 %), semak belukar
seluas 10.054 hektar (9,2 %), kawasan industri seluas 5.284 hektar (4,86 %) dan
ladang/tegalan seluas 3.518 hektar (3,23 %). Adapun penggunaan lahan lainnya
mempunyai luasan yang kecil. Secara rinci luas penggunaan lahan wilayah
penelitian dapat disajikan pada Tabel 5.
Penggunaan lahan sawah terletak pada wilayah dataran beririgasi teknis
yang menempati sebagian besar wilayah utara penelitian. Sedangkan bagian
selatan yang bertopografi berombak hingga bergelombang yang tanpa dilengkapi
irigasi teknis umumnya merupakan tanaman untuk lahan kering, wilayah industri,
semak belukar maupun hutan lindung.
30

Tabel 7. Luas Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian

No. Penggunaan Lahan Luas (ha) %


1 Sawah Irigasi Teknis 50.276,86 46,22
2 Sawah Irigasi Semi Teknis 487,22 0,45
3 Sawah Tadah Hujan 2.320,76 2,13
4 Sawah Pasang Surut 1.399,66 1,29
5 Ladang/Tegalan 3.518,21 3,23
6 Kebun Campuran 11.901,71 10,94
7 Semak_Belukar 10.054,07 9,24
8 Hutan 2.558,50 2,35
9 Taman/Ruang Terbuka 73,18 0,07
10 Lapangan Olah Raga 433,95 0,40
11 Permukiman 17.490,34 16,08
12 Perkantoran 49,36 0,05
13 Perdagangan 77,71 0,07
14 Jasa Lainnya 131,38 0,12
15 Kawasan Industri 5.284,04 4,86
16 Kolam/Empang 250,21 0,23
17 Tambak 715,66 0,66
18 Danau_Rawa 294,18 0,27
19 Saluran Irigasi Primer 323,66 0,30
20 Saluran Irigasi Sc -Tr 95,96 0,09
21 Sungai 781,41 0,72
22 Jalan Tol 81,53 0,07
23 Jalan Arteri 83,42 0,08
24 Jalan Kolektor 99,04 0,09
Jumlah 108.782,00 100,00

Seacara spasial kenampakan dan penyebaran penggunaan di wilayah


penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 11.
31

Gambar 11. Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian


32

Luasan Kesatuan Hamparan Lahan (LKHL)


Luasan Kesatuan Hamparan Lahan merupakan sebaran dan luasan hamparan
lahan yang menjadi satu kesatuan sistem produksi pertanian padi sawah yang terkait.
Data Luasan Kesatuan Hamparan Lahan merupakan turunan dari data penggunaan
lahan, di mana hamparan lahan sawah terbagi dalam kesatuan-kesatuan sistem
produksi yang dibatasi oleh jaringan jalan atau sistem irigasi. Data ini diperoleh
dari citra ALOS AVNIR-2.
Pada penelitian ini LKHL diklasifikasikan menjadi 5 klas, yaitu LKHL Luas
dengan kesatuan luasan > 50 hektar, LKHL Agak Luas dengan kesatuan luasan
antara 20 – 50 hektar, LKHL Sedang dengan kesatuan luasan antara 10 – 20
hektar, LKHL Agak Sempit dengan kesatuan luasan antara 2 -10 hektar dan
LKHL Sempit mempunyai kesatuan luasan < 2 hektar.
Sesuai dengan kondisi topografi wilayah yang sebagian besar datar, dengan
kesesuaian lahan aktual cukup sesuai untuk sawah, dengan jenis tanah tropaquept
didukung dengan jaringan irigasi dan jalan yang memadai, dimana wilayah
demikian sangat cocok untuk penggunaan lahan sawah. Kondisi demikian
menyebabkan sebagian besar wilayah penelitian mempunyai Luasan Kesatuan
Hamparan Lahan yang luas. Wilayah yang mempunyai LKHL luas menempati
sebagian besar (95%) wilayah penelitian.
Wilayah yang mempunyai Luasan Kesatuan Hamparan Lahan yang sempit
berada pada wilayah yang bertopografi berombak hingga bergelombang,
mempunyai kesesuaian lahan aktual sesuai marginal atau tidak sesuai dengan jenis
tanah yang kurang mendukung (Hapludols, Dystropepts) dan tidak dilengkapi
dengan jaringan irigasi. Wilayah ini terletak di bagian selatan wilayah penelitian.
Wilayah yang mempunyai LKHL Agak Luas meliputi 2,3 % wilayah penelitian,
dengan LKHL Sedang meliputi 1,2 % wilayah penelitian, LKHL Agak Sempit
meliputi 0,1 % wilayah penelitian dan LKHL meliputi 0,1 % wilayah penelitian.
Klasifikasi Luasan Kesatuan Hamparan Lahan wilayah penelitian dapat
diperlihatkan pada Gambar 12 berikut.
33

Gambar 12. Klasifikasi Luasan Kesatuan Hamparan Lahan Wilayah Penelitian


34

Kondisi Infrastruktur

Sistem Jaringan Transportasi Wilayah


Sesuai dengan Undang-Undang nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, di
wilayah penelitian terdapat dua klas fungsi jalan yang menghubungkan Karawang
dengan wilayah lainnya. Pertama, Jalan Tol Jakarta – Cikampek dan Jalan Tol
Cipularang, dengan akses tol di Karawang Barat, Karawang Timur, Dawuan dan
Cikampek. Kedua, Jalan Arteri yang merupakan jalan lintas Jakarta – Pantura,
Purwakarta dan Subang. Pada lintas ini terdapat 3 buah terminal, yaitu terminal
Karawang, Terminal Klari dan Terminal Cikampek. Selain itu akses penghubung
Karawang dengan daerah lain adalah jaringan rel Kereta Api. Dalam jaringan
transportasi Kereta Api ini terdapat beberapa stasiun yang disinggahi kereta-kereta
ekonomi ke arah Semarang, Yogyakarta dan Surabaya, KRD Purwakarta dan
Kereta Api Bisnis jurusan Bandung. Stasiun tersebut adalah Karawang, Klari dan
Cikampek.
Jalan yang menghubungkan antar Pusat Kegiatan Lolak (PKL) satu dengan
Pusat Kegiatan Lokal lainnya berupa Jalan Kolektor. Beberapa dari jalan ini juga
menghubungkan kota PKL dengan kabupaten lainnya, seperti Bogor Purwakarta
dan Subang. Kota PKL dengan kota-kota kecamatan sekitarnya dihubungkan
dengan Jalan Lokal (Lingkungan), sedangkan antara kota kecamatan dengan desa-
desa sekitarnya dihubungkan dengan Jalan Lingkungan dan Jalan Lainnya.
Aksessibilitas antar wilayah di wilayah penelitian cukup baik, baik antara
kota Karawang atau Cikampek yang mempunyai status PKW dengan kota-kota
PKL di bawahnya, antara PKL dengan kota kecamatan atau desa-desa yang secara
struktur berada di bawahnya. Begitu juga antara kota kecamatan atau desa dengan
wilayah pertanian padi sawah di pedesaan umumnya telah mempunyai
aksessibilyas yang baik. Kondisi sistem jaringan transportasi wilayah penelitian
dapat dilihat pada gambar berikut.
35

Gambar 13. Sistem Jaringan Transportasi Wilayah


36

Sebaran Status Irigasi


Pada wilayah penelitian mengalir beberapa sungai yang cukup besar
diantaranya Citarum, Cibeet, Ci Geuntis, Ci Talahap, Ci Patunjang, Ci Bulan-
Bulan dan Ci Wadas. Sungai-sungai ini mempunyai pengaruh langsung maupun
tidak langsung terhadap sistem irigasi di wilayah penelitian. Adapun sebaran
sistem irigasi yang ada di wilayah penelitian berupa Irigasi Teknis, Irigasi Semi
Teknis, Irigasi Sederhana/Tadah Hujan dan Irigasi yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut.
Sawah dengan prasarana irigasi teknis mendapat pelayanan Saluran Induk
Tarum Barat dan Tarum Timur yang berasal dari Bendungan Curug, Tarum Utara
yang mendapat sumber air dari Bendungan Walahar, serta Saluran Induk dari
bendung Cibeet. Sawah yang mendapatkan pengairan dari irigasi teknis ini
mencapai 92,34 %. Sawah yang mendapatkan pelayanan irigasi semi teknis
berada di bagian selatan (kecamatan Pangkalan). Wilayah ini merupakan Daerah
Irigasi Bendung Waru yang saat ini tidak berfungsi karena mengalami kerusakan
(jebol). Irigasi Sederhana/Tadah Hujan meliputi wilayah bagian selatan yang
mempunyai topografi berombak tanpa prasarana jaringan irigasi. Wilayah ini
mendapatkan air dari hujan, atau dengan cara pompanisasi dari air sungai yang
berada di bawahnya atau sumur-sumur yang telah dibuat. Sedangkan di bagian
utara wilayah penelitian (sekitar pantai Tempuran) merupakan daerah yang
mendapat pengaruh pasang surut air laut.
Selain itu terdapat anomali dalam sistem irigasi di beberapa wilayah
penelitian. Di babakan Tamiang desa Lemahmulya kecamatan Majalaya
merupakan wilayah yang berada di samping Saluran Induk Tarum Utara
merupakan sawah tadah hujan dikarenakan mempunyai ketinggian tempat lebih
tinggi dari saluran irigasi. Di kampung Tamelang desa Bengle kecamatan
Majalaya dan desa Lemahduku kecamatan Tempuran yang merupakan wilayah
irigasi teknis ternyata mempunyai sawah tadah hujan, oleh karena sesuatu hal air
tidak dapat mecapai wilayah ini. Anomali lain adalah adanya daerah-daerah yang
merupakan langganan banjir di musim hujan. Wilayah yang merupakan langganan
banjir adalah wilayah yang berada di sekitar aliran sungai besar, wilayah hilir
37

(outlet) dari sistem irigasi atau daerah cekungan. Wilayah ini antara lain berada di
kecamatan Telukjambe Barat, Pedes dan Cilebar.
Sebaran sawah berdasarkan sistem irigasinya dapat diperlihatkan pada
gambar berikut :

Sumber Peta : Dinas Bina Marga dan Pengairan; Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kab. Karawang, dilengkapi
dengan survei lapangan tahun 2010.

Gambar 14. Sebaran Status Irigasi Sawah


38

Kelayakan Secara Ekonomi


Kelayakan Secara Ekonomi diketahui dari analisis usaha pertanian padi
sawah. Kelayakan secara ekonomi ini diukur dari cost dari produksi dan benefit
yang diperoleh dari volume produksi lahan. Data yang digunakan untuk analisis
diperoleh dari hasil wawancara di lapangan. Data yang digunakan untuk
menghitung cost dan benefit dari pengusahaan lahan untuk padi sawah,
sebagaimana tabel berikut :
Tabel 8. Data Lapangan Yang Digunakan Untuk Menghitung BCR

I KARAKTERISTIK SAWAH
1 Status/kondisi Irigasi
2 Pola penanaman sawah dalam 1 tahun
3 Indeks Penanaman Padi
4 Jenis bibit yang ditanam
5 Produktivitas perhektar perpanen
II BIAYA PRODUKSI
1 Kebutuhan Benih Padi
2 Kebutuhan Pupuk
a. Kimia
b. Kandang (Hijau)
c. Pestisida
3 Biaya Pengolahan
a. Pengolahan Tanah
b. Persemaian
c. Plastik Buat Persemaian
d. Bambu/ajir
e. Tanam
f. Pemupukan
g. Penyemprotan
h. Penyiangan
i. Pembersihan Pematang
j. Biaya Panen (Bawon) = 1/6 x 6 ton
4 Biaya Pemeliharaan
a. Alat pertanian
b. Sewa hewan untuk Pengolahan Tanah
c. Biaya Pengangkutan
d. Sewa Lahan
5 Biaya Lainnya
a. Pengairan (IPAIR, P3A)
b. PBB
c. IRTD/Rutin Desa
d. Lainnya
III PENDAPATAN PANEN PADI SAWAH
IV LABA BERSIH PERHEKTAR PERPANEN
V BCR (Benefit Cost Ratio)

Berdasar atas data lapangan yang diperoleh memperlihatkan bahwa pada


hampir seluruh wilayah sampel sebagian besar mempunyai irigasi teknis, pola
penanaman berupa padi-padi-bera atau dengan indeks penanaman rata-rata 200
dan bibit yang ditanam adalah varietas Ciherang. Produktifitas padi sawah
39

wilayah penelitian dapat disajikan pada tabel terlampir. Untuk sistem usaha tani
di wilayah penelitian rata-rata hampir sama. Biaya produksi didominasi dengan
biaya pengolahan lahan yang diikuti dengan biaya pemeliharaan serta kebutuhan
pupuk dan obat hama, sedangkan biaya bibit dan biaya lainnya boleh dikatakan
seragam. Biaya pengolahan lahan pada wilayah sekitar perkotaan lebih tinggi
dibanding wilayah pertanian di perdesaan. Biaya pengolahan lahan umumnya
mencapai 50 % dari biaya produksi. Sedangkan biaya pemupukan dan pengobatan
tergantung pada potensi teknis lahan (kesesuaian) dan daerah endemi hama. Pada
wilayah yang mempunyai daya dukung rendah umumnya memerlukan
pemupukan lebih dari wilayah lainnya, begitu juga dengan wilayah yang menjadi
endemi hama akan memerlukan biaya pengobatan lebih dari wilayah lainnya.
Biaya pemeliharaan juga cukup besar, sekitar 20 % dari biaya produksi. Adapun
biaya lainnya cukup kecil sekitar 2 % dari biaya produksi, kecuali pada wilayah
sawah tadah hujan yang menggunakan pompa untuk irigasi, atau daerah yang
dikenakan iuran rutin desa cukup besar. Faktor-faktor ini yang mempengaruhi
tinggi-rendahnya Benefit Cost Ratio (BCR). Kondisi wilayah beserta BCR
wilayah penelitian dapat disajikan seperti pada Tabel 9 berikut.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah (72,5 %)
mempunyai nilai BCR antara 1,5 – 2, wilayah yang mempunyai nilai BCR di atas
2 sebesar 22,5 % dan di bawah 1,5 masing-masing 5 %. Bila diambil angka
produktivitas rata-rata 6,12 ton/ha dan BCR = 1,791, maka para petani di wilayah
penelitian akan mendapat penghasilan rata-rata Rp. 1.793.970,-/bulan. Dengan
angka produktivitas demikian, discount factor 12 %, BCR > 1 dan nilai NPV > 0,
menunjukkan bahwa usaha tani di wilayah penelitian dapat dilanjutkan, jika
penghasilan rata-rata petani di wilayah penelitian dibandingkan kebutuhan hidup
minimum menurut Soyogo (1988), dimana kebutuhan per-KK/tahun adalah
sebesar Rp. 9.375.000,- , atau Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) Jawa Barat
sebesar Rp. 1.000.000,- per bulan (2008) atau kebutuhan hidup minimum menurut
tanggapan para petani sebesar Rp. 1.500.000,-/bulan, maka pendapatan petani
dengan luas lahan 1 hektar di wilayah penelitan masih dianggap cukup layak.
Sesuai dengan perhitungan tersebut di atas maka Break Event Point (BEP) dari
kelayakan secara ekonomi adalah BCR = 1,497.
40

Tabel 9. Lokasi Survei, Potensi Lahan dan BCR


No Kelas Fungsi Struktur Biaya Produksi (%) Prod.
Lokasi Sistem Irigasi BCR
Spl Kes. Lahan Jalan Bibit Pupuk Olah Pelihara Lainnya (ton/ha)
1 Kp. Parungpung, Parungsari, Telukjambe Barat S2fn Lainnya Irigasi Teknis 1,00 23,07 56,12 16,65 3,16 6,39 1,59
2 Kp. Pasirjengkol, Karangmulya, Telukjambe Barat S2fn Kolektor Irigasi Teknis 1,68 23,74 53,20 19,95 1,44 6,70 1,61
3 Kp. Jatimulya, Wanakerta, Telukjambe Barat S2fn Lainnya Irigasi Teknis 1,68 10,67 55,92 28,07 3,65 6,19 2,09
4 Babakan Toge, Tanjungmekar, Karawang Barat S2fn Arteri Irigasi Teknis 1,30 26,54 49,03 21,70 1,43 6,11 1,59
5 Kp. Buher, Karangpawitan, Karawang Barat S2fn Lokal Irigasi Teknis 1,09 27,16 47,48 22,69 1,53 5,92 1,61
6 Kp. Kaceot, Tunggakjati, Karawang Barat S2fn Kolektor Tadah Hujan 1,10 19,43 49,63 23,02 6,81 6,04 1,67
7 Kp. Cilele, Sekarwangi, Rawamerta S2fn Lokal Irigasi Teknis 1,21 13,72 57,01 25,23 2,83 6,37 1,93
8 Kp. Krajan, Pasirkaliki, Rawamerta S2fn Lainnya Irigasi Teknis 1,26 12,38 57,19 26,23 2,94 6,51 2,05
9 Kp. Kamurangjati, Panyingkiran, Rawamerta S2fn Kolektor Irigasi Teknis 1,28 11,23 57,75 26,74 2,99 6,53 2,09
10 Kp. Krajan 1, Sukamerta, Rawamerta S2fn Kolektor Irigasi Teknis 0,27 20,94 54,04 22,71 2,04 6,56 1,79
11 Kp. Ciluwo, Cadaskertajaya, Talagasari S3n Lainnya Irigasi Teknis 1,32 24,76 49,48 21,93 2,50 6,01 1,58
12 Kp. Sindangpalay, Pasirmukti, Talagasari S2fn Lokal Irigasi Teknis 1,21 29,47 47,24 20,12 1,92 5,81 1,40
13 Kp. Tamelang, Bengle, Majalaya S2fn Lainnya Tadah Hujan 2,57 14,28 56,15 21,39 5,61 6,97 2,24
14 Babakan Tamiang, Lemahmulya, Majalaya S2fn Lainnya Tadah Hujan 1,00 19,74 48,14 20,93 10,19 6,40 1,61
15 Karangmulya 1, Lemahmulya, Majalaya S3n Lokal Irigasi Teknis 1,49 17,84 54,08 24,85 1,74 6,15 1,84
16 Kp. Jati 2, Jatilaksana, Pangkalan S2rfns Kolektor Ir. Semi Teknis 1,04 20,74 51,28 21,73 5,21 6,60 1,72
17 Kp. Kereteg, Tamansari, Pangkalan S3rn Kolektor Tadah Hujan 1,01 11,37 62,28 21,04 4,29 6,73 1,70
18 Kp. Nambolamping, Mulyasari, Pangkalan S2fn Lokal Tadah Hujan 0,95 6,16 45,63 9,74 27,52 6,35 1,69
19 Kp. Tegalluhur, Sukamakmur, Telukjambe Timur S3n Lainnya Irigasi Teknis 1,48 15,48 53,72 24,64 4,68 6,33 1,87
20 Kp. Kaum, Mulyasari, Ciampel S2fn Lokal Irigasi Teknis 1,16 17,17 55,30 24,26 2,10 6,41 1,87
21 Kp. Kedungwaru, Kutapohaci, Ciampel S2fn Lokal Irigasi Teknis 0,61 13,87 57,92 25,40 2,20 6,10 1,86
22 Kp. Tanjung, Plawad, Karawang Timur S3n Lainnya Irigasi Teknis 1,10 14,64 58,60 23,07 2,58 6,59 1,82
23 Kp. Jarakah, lemahduku, Tempuran S2fn Lainnya Irigasi Teknis 1,17 17,38 51,66 24,41 5,37 6,36 1,86
24 Kp. Wagirkumbang, Purwajaya, Tempuran S3rns Kolektor Irigasi Teknis 1,68 17,95 50,14 28,05 2,17 6,17 2,60
25 Kp. Sumurgede, Muarajaya, Tempuran S2fn Lokal Pasangsurut 2,28 14,60 54,05 18,97 10,10 2,50 1,42
26 Kp. Cikuntul Timur, Cikuntul, Tempuran S2fn Lokal Irigasi Teknis 1,54 11,47 71,13 12,82 3,04 6,51 2,50
27 Kp. Babaway, lemahmukti, Lemahabang S2fn Kolektor Irigasi Teknis 1,72 16,30 51,55 28,70 1,72 6,03 2,08
28 Kp. Kedaung, Karangtanjung, Lemahabang S2rfn Kolektor Irigasi Teknis 1,20 11,04 61,47 24,99 1,30 6,35 1,90
29 Babakan Wadas, Parakan, Tirtamulya S2fn Kolektor Irigasi Teknis 1,45 8,96 57,51 30,27 1,82 6,40 2,33
30 Kp. Koja, Mulyasejati, Ciampel S3rns Lainnya Tadah Hujan 1,27 28,09 44,88 21,12 4,65 4,00 1,27
31 Bedahmenggala, Ciluwo, Telagasari S2rfn Lainnya Irigasi Teknis 1,07 21,37 52,39 22,39 2,78 6,49 1,74
32 Kp. Tangkil, Citarik, Tirtamulya S2rfn Lainnya Irigasi Teknis 1,16 18,53 54,22 24,25 1,84 6,05 1,76
33 Telukmungkal, Tanjungmekar, Karawang Barat S2fn Arteri Irigasi Teknis 1,10 15,47 55,10 22,96 5,37 6,34 1,66
34 Bakandukuh, Sukasari, Purwasari S2fn Lainnya Irigasi Teknis 1,10 17,53 57,16 23,05 1,15 6,02 1,66
35 Darawolong, Purwasari S2fn Lokal Irigasi Teknis 1,21 17,95 54,33 25,15 1,36 5,98 1,81
36 Sindangkarya, Kutawaluya S3n Kolektor Irigasi Teknis 1,75 20,51 51,51 24,30 1,94 5,62 1,64
37 Kelapadua, Jatimulya, Pedes S3n Lokal Irigasi Teknis 1,74 19,52 43,96 28,99 5,80 5,71 1,66
38 Kp. Cikande, Cikande, Cilebar S2fn Lainnya Irigasi Teknis 1,14 24,03 48,80 22,88 3,15 6,19 1,41
39 Kp. Cikangkung, Ciptamargi, Cilebar S2fn Lainnya Irigasi Teknis 1,04 20,11 47,67 30,34 0,85 6,13 1,59
40 Sukaratu, Cilebar S3n Lokal Irigasi Teknis 1,24 23,11 46,18 24,74 4,74 6,20 1,53
Jumlah 244,82 71,64
Rata - rata 6,12 1,791
41

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pemanfaatan Metode Penginderaan Jauh Dalam Penyadapan Data
Parameter

Penyadapan Data Dari Citra ALOS

Klasifikasi Obyek Non Parametrik


Pada penelitian ini digunakan citra ALOS yang dihasilkan oleh sensor
AVNIR-2. Sensor AVNIR-2 adalah suatu pencitra multispektral dengan 4 saluran
spektral pada daerah spektral tampak dan inframerah dekat untuk pengamatan
daratan dan zona garis pantai. Keempat saluran spektral dari sensor AVNIR-2
tersebut adalah: Saluran 1 : 0,42 - 0,50 µm ( Biru ), Saluran 2 : 0,52 - 0,60 µm (
Hijau ), Saluran 3 : 0,61 - 0,69 µm ( Merah), Saluran 4 : 0,76 - 0,89 µm ( Infra
merah dekat) ( JAXA 2004, Osawa 2004, Ito 2005, NASDA 2006, Sitanggang
2008). Data citra yang dihasilkan ALOS berupa picture element (pixel) dengan
resolusi spasial 10 meter mempunyai nilai reflektansi masing-masing obyek di
permukaan bumi. ALOS dihasilkan menggunakan sistem sensor detektor
elektronik menggunakan spektrum tampak mata dan perluasannya. Obyek-obyek
yang ditunjukkan pada citra ALOS AVNIR-2 secara visual tergambar seperti
sebenarnya.
Cara penyadapan data parameter dari citra ALOS dilaksanakan secara Non
Parametrik. Masing-masing obyek dikenali atas dasar pola tanggap spektral (nilai
reflektan) dan karakteristik dasar obyek lainnya yang dapat dikenali dan
tergambar dari citra ALOS. Pengenalan obyek berdasarkan pada karakteristik
dasar obyek yang bisa dikenali dari citra berupa rona/warna, tekstur, pola,
ukuran, bentuk, bayangan dan situs.
Karakteristik dasar yang dikenal dengan unsur-unsur interpretasi oleh
Lillesand – Kiefer (dalam Sutanto 1993) didefinisikan sebagai berikut :
Rona/warna : berkaitan dengan warna/derajat keabuan suatu obyek pada foto,atau
besarnya nilai tanggap spektral dari masing-masing obyek (Misal: pada citra
ALOS rumah berwarna merah bata, vegetasi berwarna kehijauan, jalan aspal
keabuan, dst.).
42

Tekstur : merupakan frekuensi perubahan rona pada citra fotografik. Tekstur


dihasilkan oleh kumpulan unit kenampakan yang mungkin terlalu kecil
apabila dibedakan secara individual pada foto udara, seperti daun tumbuhan
dan bayangannya.
Pola : Berkaitan langsung terhadap susunan keruangan (spasial arrangement)
obyek. Misalnya : perumahan mempunyai pola teratur, sedangkan
perkampungan mempunyai pola tidak teratur.
Ukuran obyek pada citra dapat menjadi pertimbangan akan ukuran obyek terhadap
ukurannya di lapangan. Seperti ukuran bangunan jika kurang dari 200 m²
dapat diasosiasikan dengan rumah, namun jika lebih besar dari itu dapat
diasosiasikan dengan penggunaan lain seperti kantor, industri, dll.
Bentuk adalah merupakan konfigurasi atau kerangka dari obyek tunggal. Bentuk
beberapa obyek demikian mencirikan sehingga beberapa obyek dapat dikenali
langsung dari bentuknya. Seperti : Kantor mempunyai bentuk yang khas
berbeda dengan rumah.
Bayangan dapat menguntungkan dalam memberikan gambaran profil obyek,
namun dapat merugikan jika menutupi obyek lainnya, sehingga obyek yang
ditutupi tidak dapat dikenali.
Situs adalah lokasi suatu obyek terhadap obyek-obyek yang lain. Misalnya : pola
sungai meander menandakan bahwa lokasi tersebut merupakan dataran.

Metodologi dan Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penyadapan Data


Kenampakan obyek yang secara visual tergambar pada citra ALOS pada
dasarnya merupakan hasil rekaman perlakuan masing-masing obyek terhadap
energi yang diterimanya. Hasil rekaman ini pada citra ditunjukkan dengan
rona/warna dan tekstur. Masing
masing obyek yang tergambar
pada citra mempunyai karakter
rona/warna dan tekstur yang
spesifik. Karakter dasar obyek
rona/warna merupakan unsur
yang paling awal (level 1) dapat
Gambar 15. Karakteritik Obyek pada Citra
43

dikenali pada citra. Seperti tumbuhan berwarna hijau, rumah tinggal berwarna
merah bata, laut berwarna biru, gudang berwarna perak cerah, dan seterusnya.
Pada tahap berikutnya setiap
Terdapat Perbedaan Tekstur
jenis tutupan lahan dapat dibedakan
dengan karakteristik dasar tekstur.
Jaringan Irigasi
Tumbuhan yang bertektur kasar,
menunjukkan tumbuhan yang
mempunyai tajuk yang lebar
(tanaman keras), semakin halus
semakin kecil ukuran tajuk
pohonnya, seperti tanaman palawija,
Gambar 16. Kenampakan Tekstur pada Citra
padi ataupun rumput hilalang.
Proses pengenalan selanjutnya berkaitan dengan karakteristik dasar penciri
obyek, dapat menggunakan gabungan karakteristik dasar penciri ataupun penciri
tunggal dari karakteristik dasar berupa pola, ukuran, bentuk, bayangan ataupun
situs. Sebagai contoh obyek yang berwarna kehijauan, tekstur halus menunjukkan
tumbuhan rendah dan kecil bisa palawija, padi ataupun rumput ilalang, namun
dengan adanya galengan maka dapat disimpulkan bahwa tumbuhan tersebut
adalah tanaman palawija ataupun padi. Kepastian penggunaan lahan dapat diambil
dengan penciri utama seperti padi sawah dilengkapi dengan asosiasi jaringan
irigasi dan adanya genangan air irigasi. Demikian juga dengan pengenalan obyek
lainnya, seperti perkantoran mempunyai ukuran bangunan yang lebih besar dari
permukiman, pertokoan terletak pada daerah perdagangan, industri dapat dikenali
dengan bangunan besar yang mencerminkan pergudangan dan akses jalan yang
baik menuju ke jalan-jalan utama baik jalan arteri ataupun jalan tol, tambak
mempunyai rona/warna hijau kebiruan, dibatasi dengan guludan yang cukup
tinggi dari pematang sawah, terletak di wilayah pesisir, sudah terdapat pengaruh
pasang surut, dan seterusnya.
44

Wilayah Perdagangan
Wilayah Industri

Lapangan Golf
Jalan Tol

Gambar 17. Kenampakan


Karakter Dasar
Penciri Obyek

Dengan cara dan teknik penginderaan jauh seperti ini masing-masing penggunaan
lahan dapat dikenali dengan baik, begitu juga dengan data ketersediaan
infrastruktur seperti jaringan jalan dan jaringan irigasi. Adapun data luasan
kesatuan hamparan lahan merupakan turunan dari data penggunaan lahan sawah.
Ketelitian dalam pengenalan obyek (interpretasi) pada citra untuk masing-
masing interpreter akan berbeda, karena setiap interpreter mempunyai ketajaman
observasi, imajinasi dan kesabaran serta pengetahuan dasar tentang obyek yang
ditaksir berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer (1987) keberhasilan pengenalan
obyek (interpretasi) pada citra dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain latihan
dan pengalaman interpreter, sifat obyek yang dikenali serta kualitas fotografi citra
yang digunakan. Selanjutnya Munibah (2005) juga menambahkan bahwa
keberhasilan interpreter dalam pengenalan obyek juga dipengaruhi oleh
kedekatan/keakraban antara obyek yang akan diinterpretasi dengan interpreter.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa dengan menggunakan cara dan
teknik penginderaan jauh secara visual Citra ALOS AVNIR-2 yang mempunyai
karakteristik seperti tersebut di atas mampu menyajikan data penggunaan lahan
yang didalamnya terdapat juga data infrastruktur dan luas kesatuan hamparan
lahan sawah.

Penyadapan Data Dari Citra MODIS


Enhanced Vegetation Index (EVI) dan masa pertumbuhan padi sawah
Setiap karakter spektral yang tergambar pada citra mencerminkan karakter
obyek, begitu juga dengan karakter spektral pada tiap tutupan vegetasi. Tingkat
kehijauan (indeks vegetasi) suatu tanaman merupakan karakter obyek dalam
45

menyikapi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari sumber tenaga.


Menurut As-Syakur (2008) Enhanced Vegetation Index (EVI) merupakan
penajaman indek vegetasi yang dilakukan dengan cara koreksi radiometrik dari
pengaruh kondisi lahan (tanah dan kerapatan kanopi) dan aerosol yang terdeteksi
oleh band biru serta posisi penyinaran matahari.
EVI diketahui lebih sensitif terhadap perubahan biomasa selama vegetatif
yang lama, serta tahan terhadap efek atmosfir dan kanopi (Huete et al, 1997). Hal
ini ditunjukkan pada penelitian-penelitian sebelumnya (Gao 2000) menunjukkan
bahwa EVI lebih peka terhadap perubahan struktur kanopi tanaman yang terjadi
selama fase pertumbuhan tanaman.
Dari hasil pengamatan data EVI hasil ekstraksi dari citra MODIS selama
periode satu tahun yang dikorelasikan dengan data sistem usaha tani aktual
beserta masa penanamannya diperoleh hasil bahwa pada dasarnya nilai EVI
berkaitan erat dengan tingkat kehijauan tanaman. Nilai EVI rendah menunjukkan
bahwa tingkat kehijauan tanaman pada masa itu rendah, artinya di lapangan
tutupan vegetasinya sedikit, sebaliknya nilai EVI tinggi menunjukkan bahwa
tutupan vegetasi lebih rapat. Sesuai dengan periodisasi pengolahan padi sawah
dapat diperlihatkan bahwa pada masa pengolahan tanah, dimana lahan selalu
digenangi air dan tanpa vegetasi menunjukkan bahwa nilai EVI yang rendah. Nilai
EVI terendah terlihat ketika usia 17 – 32 hari, dimana waktu itu sawah sedang
digenangi air pada musim tanam. Setelah masa itu nilai EVI beranjak naik seiring
dengan masa pertumbuhan padi, hingga mencapai puncak pada usia padi 91 – 98
hari. Pada selang umur tersebut padi berada pada masa vegetatif maksimum, awal
generatif dan pembungaan. Pada masa ini terjadi peningkatan kadar klorofil yang
signifikan pada daun dan peningkatan jumlah biomas tanaman. Setelah masa ini
(usia > 105 hari) nilai EVI mulai mengalami penurunan yang signifikan hingga
masa pengolahan tanah berikutnya. Gejala ini seiring dengan penurunan tingkat
kehijauan tanaman, pada usia tersebut terjadi penurunan jumlah hijau daun,
tumbuhan sudah mulai menguning dan kadar kloropil menurun. Gejala ini dapat
dilihat pada grafik hubungan antara nilai EVI dan masa pertumbuhan padi sawah
sebagaimana Gambar 18 berikut.
46

masa 1 X musim tanam Veg. Rep. Gen.

Picpoint

E
V
I

0 55 120

Periode /Masa Pengolahan Padi Sawah

Gambar 18. Hubungan Nilai EVI dan Masa Pertumbuhan Padi sawah

Dalam penelitian terdahulu Wahyunto et al. (2006) menyimpulkan bahwa


fase pertumbuhan tanaman yang mempunyai hubungan erat dengan produktivitas
tanaman padi adalah pada fase awal generatif (pinnacle initiation) yaitu pada saat
tanaman padi sedang produksi. Kenampakan sawah pada masa awal pengolahan
tanah, tanaman padi ditanam (replanting) sampai berumur 4 MST (Minggu
Setelah Tanam) masih didominasi kenampakan air, sehingga mempunyai nilai
indeks vegetasi yang rendah (bahkan negatif). Seiring dengan umur tanaman, nilai
indeks vegetasi bertambah tinggi (positif) dan mencapai puncaknya pada fase
awal generatif (umur 10 – 11 MST) kemudian akan menurun lagi pada fase
pengisian bulir, dan seterusnya sampai fase panen. Heidina (2010) memperoleh
kesimpulan senada bahwa terdapat korelasi antara nilai EVI dengan produktifitas
tanaman padi akan meningkat seiring dengan peningkatan umur tanaman padi.
Pada selang umur tanaman padi 27 – 74 hari sawah selalu digenangi oleh air
irigasi menunjukkan nilai EVI yang rendah. Badan air yang terekam pada citra
mengakibatkan korelasi negatif. Korelasi negatif berarti semakin tinggi nilai EVI
semakin rendah produktivitas padi begitu sebaliknya. Korelasi positif antara EVI
dan produktivitas padi diperoleh pada umur tanaman 83 – 120 hari, dan korelasi
positif tertinggi pada umur tanaman 91 - 98 hari. Pada selang umur tersebut padi
berada pada masa vegetatif maksimum, awal generatif dan pembungaan. Pada
masa ini terjadi peningkatan kadar klorofil yang signifikan pada daun dan
peningkatan jumlah biomas tanaman.
47

Berdasarkan dengan pemahaman tersebut di atas maka dapatlah dikatakan


bahwa nilai EVI pada umur tanaman padi 91 - 98 (umur 10 – 11 MST) dapat
digunakan untuk menduga produktivitas tanaman padi sawah yang akan
dihasilkan pada saat panen. Pada umur demikian dalam grafik nilai EVI
merupakan picpoint. Dengan demikian, guna mengetahui besarnya produktivitas
padi sawah dapat didekati dengan mengetahui keterkaitan antara besarnya nilai
EVI pada posisi picpoint dengan produktivitas padi sawah aktual.

Keterkaitan nilai EVI dengan produktivitas padi sawah


Keterkaitan nilai EVI dengan produktivitas padi sawah diketahui dari nilai
EVI (picpoint) citra MODIS tahun 2009 yang dicarikan korelasinya dengan hasil
produksi padi aktual pada periode yang sesuai pada masing-masing titik sampel
melalui survei lapangan. Korelasi antara nilai EVI dan produksi padi sawah aktual
diketahui menggunakan uji statistik Regresi.
Tabel 10. Nilai EVI dan Produktivitas Padi Sawah Aktual 2009
Nilai Produk. Nilai Produk.
No. S. No. S.
EVI (ton/ha) EVI (ton/ha)
1 0.5535 7,20 21 0.5921 6,00
2 0.4837 6,20 22 0.7152 7,20
3 0.4829 6,10 23 0.5786 6,50
4 0.4664 6,00 24 0.3050 4,00
5 0.3716 5,40 25 0.4453 2,50
6 0.6128 6,10 26 0.5692 6,50
7 0.5342 6,20 27 0.4056 5,50
8 0.5619 6,50 28 0.5208 6,50
9 0.5666 6,20 29 0.5292 5,80
10 0.5039 6,10 30 0.4155 4,00
11 0.4383 6,00 31 0.5243 6,50
12 0.5475 7,00 32 0.5316 6,50
13 0.5608 6,50 33 0.4938 6,80
14 0.5148 6,50 34 0.4567 6,00
15 0.6678 7,20 35 0.4882 6,00
16 0.6592 6,50 36 0.3628 5,00
17 0.7395 7,10 37 0.3867 5,00
18 0.5273 6,50 38 0.5827 6,50
19 0.5390 5,50 39 0.4419 5,00
20 0.6797 7,00 40 0.4081 5,00

Dari hasil uji korelasi ini diperoleh bahwa terdapat hubungan yang positif
cukup kuat antara nilai EVI dengan produktivitas padi sawah, hal ini ditunjukkan
dengan nilai koefisien korelasi (r) = +0,8189 dan nilai koefisien regresi (r²) =
0,6706. Dari hasil uji ini diperoleh juga bahwa antara produktivitas padi sawah
dengan nilai EVI mempunyai hubungan yang dapat dipresentasikan dengan
persamaan Y = 2,9785 + 6,0751*X. Dimana Y merupakan produktivitas padi
48

sawah (ton/ha) dan X merupakan nilai EVI. Korelasi antara produktivitas padi
sawah dengan nilai EVI dapat diperlihatkan pada gambar berikut.

Gambar 19. Grafik Hubungan Antara Nilai EVI dan Produktivitas Padi Sawah
Aktual

Persamaan dari hasil uji regeresi ini selanjutnya digunakan untuk


mengetahui besarnya produktivitas tanaman padi sawah pada tahun-tahun
sebelumnya (2005 – 2008).

Hasil Pengukuran Produktivitas Padi Sawah melalaui citra MODIS


Nilai produktivitas padi sawah diperoleh dari rata-rata hasil panen selama 5
tahun (2005-2009). Dimana nilai produktivitas tiap kali panen diketahui dengan
jalan memasukkan nilai EVI tiap panen yang diperoleh dari citra MODIS ke
dalam persamaan Prod = 2,9785 + 6,0751*Nilai EVI. Selanjutnya semua nilai
produksi tiap lahan dijumlahkan, kemudian dibagi dengan jumlah panen tiap
lahan. Hasil pengukuran produktivitas padi sawah dari nilai EVI di wilayah
penelitian dapat disajikan pada tabel berikut :
49

Tabel 11. Hasil Perhitungan Produktivitas Padi Sawah dari Nilai EVI
Nomor 2005 2006 2007 2008 2009 REKAPITULASI
Produktivitas (ton/ha) Produktivitas (ton/ha) Produktivitas (ton/ha) Produktivitas (ton/ha) Produktivitas (ton/ha) Jumlah
Sampel
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Prod. Panen Rerata Prod.
1 5,95 6,96 6,25 6,07 5,78 6,81 6,19 6,92 5,71 7,20 63,85 10 6,39
2 6,08 6,65 6,42 6,25 7,23 6,77 7,18 7,25 7,03 6,20 67,05 10 6,70
3 5,56 6,30 5,51 5,78 7,17 5,56 6,10 6,87 6,93 6,10 61,89 10 6,19
4 5,40 5,92 6,05 5,80 7,02 6,53 5,80 6,46 6,00 54,98 9 6,11
5 5,94 6,27 6,28 5,71 6,20 6,59 5,05 6,42 5,91 5,35 5,40 65,12 11 5,92
6 6,73 6,80 6,19 5,99 5,19 5,81 5,63 6,43 5,56 6,10 60,42 10 6,04
7 6,73 6,29 6,29 6,66 6,00 6,77 6,04 6,20 50,98 8 6,37
8 6,22 7,30 5,60 6,44 6,70 7,29 6,15 6,88 6,04 6,50 65,13 10 6,51
9 6,84 7,17 6,97 6,32 5,95 6,74 5,80 6,75 6,20 58,74 9 6,53
10 6,09 7,08 6,06 7,48 7,55 5,10 6,56 6,61 6,30 7,24 6,10 72,17 11 6,56
11 6,14 6,12 6,39 6,37 5,30 6,20 5,55 5,97 6,00 54,05 9 6,01
12 5,62 5,38 5,16 5,78 6,81 5,27 5,54 5,39 6,08 5,88 7,00 63,92 11 5,81
13 7,74 7,47 6,69 6,88 6,64 7,11 6,73 7,31 6,66 6,50 69,73 10 6,97
14 6,50 6,45 6,88 6,25 6,14 6,54 5,94 6,50 51,19 8 6,40
15 6,26 5,90 5,85 6,27 6,76 5,21 5,90 5,15 7,04 7,20 61,53 10 6,15
16 6,80 6,65 6,09 6,81 7,29 5,60 6,73 6,07 6,80 7,24 6,50 72,57 11 6,60
17 6,45 7,19 6,32 7,12 7,27 5,73 6,10 6,71 6,58 7,42 7,10 74,00 11 6,73
18 6,75 6,43 6,30 6,34 5,65 6,73 5,82 6,64 6,50 57,15 9 6,35
19 7,02 6,77 6,64 6,67 5,99 6,68 6,50 6,09 5,47 5,50 63,33 10 6,33
20 6,86 6,97 5,47 6,70 6,95 5,80 5,98 6,62 5,10 7,11 7,00 70,55 11 6,41
21 6,55 6,77 6,73 6,54 6,09 6,12 5,64 5,65 4,86 6,00 60,96 10 6,10
22 6,41 6,86 6,20 7,22 7,49 5,29 6,33 6,11 6,02 7,32 7,20 72,46 11 6,59
23 5,86 6,73 5,69 6,82 6,25 6,05 6,50 6,10 6,32 7,08 6,50 69,91 11 6,36
24 6,61 6,44 6,49 6,94 5,61 6,46 6,53 6,46 4,00 55,54 9 6,17
25 6,28 6,53 5,86 7,03 5,63 6,69 6,60 6,28 6,87 2,50 60,28 10 6,03
26 6,13 6,77 6,35 6,92 6,14 6,84 6,33 6,21 6,88 6,50 65,06 10 6,51
27 6,15 6,28 5,59 6,67 6,59 5,55 6,00 5,57 6,39 5,50 60,28 10 6,03
28 6,60 6,73 6,36 5,86 5,58 6,48 6,02 6,33 7,05 6,50 63,52 10 6,35
29 6,48 6,67 6,20 6,23 6,55 6,89 6,39 6,51 6,32 5,80 64,04 10 6,40
30 6,52 6,44 5,23 6,35 6,36 5,41 6,67 6,31 5,06 6,24 4,00 64,60 11 5,87
31 6,44 6,69 5,27 7,31 7,46 5,65 6,93 6,44 6,25 6,50 64,93 10 6,49
32 6,32 6,09 5,50 6,02 6,17 5,14 6,77 5,74 6,21 6,50 60,46 10 6,05
33 6,93 7,09 5,91 6,62 6,53 6,91 5,41 5,49 5,92 5,40 7,02 6,80 76,02 12 6,34
34 6,60 6,47 6,87 5,64 6,05 5,79 5,53 5,83 5,41 6,00 60,19 10 6,02
35 5,99 6,21 5,55 5,79 6,29 5,79 6,22 6,44 6,08 5,42 6,00 65,78 11 5,98
36 5,72 5,34 5,56 5,90 5,81 5,51 5,78 5,99 5,00 50,61 9 5,62
37 5,84 6,02 5,39 5,10 6,01 5,72 6,05 6,29 5,59 5,83 5,00 62,82 11 5,71
38 5,93 6,33 6,58 6,35 6,29 6,28 5,66 5,90 6,04 6,50 61,86 10 6,19
39 6,84 6,07 5,67 5,77 6,52 6,66 6,38 6,26 5,00 55,18 9 6,13
40 6,41 6,22 5,75 6,27 6,61 6,42 6,89 5,00 49,58 8 6,20

Dari hasil perbandingan antara produktivitas padi sawah aktual yang


diperoleh dari survei lapangan dengan produktivitas hasil perhitungan dari nilai
EVI diperoleh hasil adanya simpangan rata-rata sebesar 7,63 % atau terdapat
perbedaan produktivitas sebesar 0,24 ton/ha/musim. Pada produktivitas yang
diperoleh dari hasil perhitungan nilai EVI rata-rata lebih tinggi dari nilai
produktivitas aktual. Simpangan tertinggi pada lokasi sawah irigasi pasang surut
(Sampel no. 25), diikuti dengan sawah pada lokasi sampel 24, 30, 40, 39, 12, 19,
15, 37, 36 dan 1. Sedangkan yang lainnya mempunyai simpangan yang relatif
kecil.
50

Tabel 12. Perbandingan Antara Produktivitas Aktual dan Produktivitas dari


Citra MODIS
No. PRODUKTIVITAS No. PRODUKTIVITAS
Sampel Aktual Citra Simp.(%) Sampel Aktual Citra Simp.(%)
1 7,20 6,39 11,25 21 6,00 6,10 -1,67
2 6,20 6,70 -8,06 22 7,20 6,59 8,47
3 6,10 6,19 -1,48 23 6,50 6,36 2,15
4 6,00 6,11 -1,83 24 4,00 6,17 -54,25
5 5,40 5,92 -9,63 25 2,50 6,03 -141,20
6 6,10 6,04 0,98 26 6,50 6,51 -0,15
7 6,20 6,37 -2,74 27 5,50 6,03 -9,64
8 6,50 6,51 -0,15 28 6,50 6,35 2,31
9 6,20 6,53 -5,32 29 5,80 6,40 -10,34
10 6,10 6,56 -7,54 30 4,00 5,87 -46,75
11 6,00 6,01 -0,17 31 6,50 6,49 0,15
12 7,00 5,81 17,00 32 6,50 6,05 6,92
13 6,50 6,97 -7,23 33 6,80 6,34 6,76
14 6,50 6,40 1,54 34 6,00 6,02 -0,33
15 7,20 6,15 14,58 35 6,00 5,98 0,33
16 6,50 6,60 -1,54 36 5,00 5,62 -12,40
17 7,10 6,73 5,21 37 5,00 5,71 -14,20
18 6,50 6,35 2,31 38 6,50 6,19 4,77
19 5,50 6,33 -15,09 39 5,00 6,13 -22,60
20 7,00 6,41 8,43 40 5,00 6,20 -24,00
J u m l a h 240,60 250,22 -305,14
Rata - rata 6,015 6,26 -7,63

Apabila kita memperhatikan nilai bias yang diselaraskan dengan kondisi


aktual di lapangan, dapat disampaikan beberapa hal berkaitan dengan simpangan
tersebut, bahwa :
a. Satu nilai EVI merupakan nilai satu pixel MODIS yang mewakili ukuran 500
m x 500 m (25 ha) di lapangan, artinya nilai tersebut mewakili rata-rata nilai
EVI dari wilayah seluas 25 ha tersebut. Selain itu nilai EVI merupakan
cerminan tingkat kehijauan tanaman. Nilai EVI rendah menunjukkan bahwa
tingkat kehijauan tanaman pada masa itu rendah, artinya di lapangan tutupan
vegetasinya sedikit, sebaliknya nilai EVI tinggi menunjukkan bahwa tutupan
vegetasi banyak. Pada lokasi sampel 25, 24 dan 30, pada ukuran pixel tersebut
merupakan lokasi sawah yang bercampur dengan penggunaan lain seperti
kebun campuran, semak dan belukar yang mempunyai nilai EVI lebih tinggi
dari sawah. Sehingga walaupun nilai EVI rata-rata satu pixel tinggi, namun
kenyataan lapangan menunjukkan produktivitas padi sawahnya relatif rendah,
tidak selaras dengan nilai EVI dari pixel tersebut.
51

Citra
Citra MODIS

Kondisi Lapangan

Gambar 20. Kenampakan Obyek Yang Mengalami Bias Hubungan Antara Nilai
EVI dan Produktivitas Padi sawah

b. Nilai EVI yang digunakan adalah nilai EVI pada umur tanaman padi 91 – 98
(picpoint), masa vegetatif maksimum, awal generatif dan pembungaan. Angka
produktivitas diperoleh 22 hari kemudian. Pada masa setelah picpoint banyak
hal yang mempengaruhi keberhasilan panen, termasuk adanya gangguan hama
ataupun kesalahan dalam pengolahan lahan seperti kekeringan, banjir, dan lain-
lain. Pada lokasi sampel 40, 39, 12, dan 1 merupakan wilayah yang mengalami
gangguan sebelum panen berupa gangguan hama. Sedangkan lokasi sampel
19, 15, 37, dan 36 mengalami gangguan pengolahan lahan sebelum panen yaitu
irigasi yang berlebihan atau banjir. Gejala seperti ini dapat diketahui dari
bentuk grafik parabolik tidak sempurna (ideal) seperti gambar berikut.

Bentuk Parabolik tidak sempurna

E
V
I

Masa Pengolahan Lahan

Gambar 21. Grafik nilai EVI Yang Mengalami Gangguan Produksi Padi Sawah
52

Namun demikian jika dilihat secara umum terlihat bahwa terdapat adanya
hubungan yang positif cukup kuat antara nilai EVI dengan produktivitas padi
sawah yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) = +0,8189 dan nilai
koefisien regresi (r²) = 0,6706, dan simpangan rata-rata sebesar 7,63 % atau
terdapat perbedaan produktivitas hanya sebesar 0,24 ton/ha/musim. Dengan
demikian dapatlah dikatakan bahwa nilai EVI dari citra MODIS pada picpoint
dapat digunakan untuk memprediksi (menghitung) produktivitas padi sawah
dalam kurun waktu tertentu.

Hasil Pengukuran Indeks Penanaman melalui citra MODIS


Nilai EVI yang diperoleh dari citra MODIS pada resolusi temporal 8 hari
selama satu tahun jika diwujudkan dalam grafik akan memperlihatkan gelombang
yang menunjukkan periodisasi pengolahan sawah. Nilai negatif hingga nilai nol
(0) menunjukkan bahwa lahan dalam genangan air. Nilai positif menunjukkan
bahwa lahan sawah telah ditumbuhi tanaman padi. Nilai EVI meningkat
bersamaan dengan masa pertumbuhan padi. Nilai EVI pada picpoint menunjukkan
bahwa padi berada pada masa vegetatif maksimum, dan akan menurun hingga
masa panen dan kembali nol/ negatif ketika masa pengolahan lahan. Jumlah
undulan pada grafik nilai EVI yang ditandai dengan picpoint menunjukkan berapa
kali jumlah masa tanam padi sawah di suatu lahan pada kurun waktu tertentu.
Seperti pada contoh Gambar 22 berikut dapat dilihat bahwa dalam masa 5 tahun
terdapat sepuluh undulan yang mempunyai picpoint, sehingga untuk mengetahui
indeks penanaman pada wilayah tersebut adalah 10 (picpoint) dibagi 5 (tahun)
menjadi 2. Jadi indeks penanaman di wilayah tersebut 200.

E
V
I

2005 2006 2007 2008 2009

masa pertumbuhan padi

Gambar 22. Cara Pengukuran Indeks Penanaman dari Grafik


53

Berdasarkan nilai EVI yang diperoleh dari citra MODIS series antara tahun
2005 - 2009 dengan resolusi temporal 8 hari diperoleh hasil perhitungan Indeks
Penanaman sebagaimana yang tertera pada Tabel 13 berikut. Dari tabel tersebut
dapat dibaca bahwa antara nilai Indeks Penanaman Aktual dengan nilai Indeks
Penanaman yang diperoleh dari Citra MODIS nyaris hampir sama. Simpangan
antara keduanya sebesar 3,63 % atau setara dengan nilai indeks penanaman
sebesar 10 persen. Simpangan lebih disebabkan oleh generalisasi dari kelompok
tani yang berada pada sebuah pixel yang ukuran lapangannya mencapai 25 ha.
Keseragaman dalam sistem usaha tani yang diterapkan dalam sebuah pixel
tersebut harus dapat terwakili oleh responden yang diambil untuk di wawancarai.
Selain itu kelengkapan urutan (runut) dari data citra MODIS mulai awal tahun
hingga akhir tahun sesuai dengan resolusi temporalnya merupakan kunci
ketelitian dari pengamatan indeks penanaman. Jika terdapat data citra MODIS
yang tidak lengkap maka kondisi lapangan pada waktu yang bersangkutan tidak
dapat diamati. Guna mengantisipasi hal tersebut maka diperlukan adanya kontrol
data lapangan, melalui data indeks penanaman lapangan aktual. Data ini diperoleh
dengan metode sampling, dengan pemilihan responden yang dapat mewakili
kelompok tani yang berada pada pixel yang mempunyai ukuran lapangan 25 ha
tersebut.
Tabel 13. Perbandingan Antara Indeks Penanaman Aktual dan Indeks
Penanaman dari Citra MODIS
No. INDEKS PENANAMAN No. INDEKS PENANAMAN
Sampel Aktual Citra Simp.(%) Sampel Aktual Citra Simp.(%)
1 250 200 20,00 21 300 200 33,33
2 300 200 33,33 22 200 220 -10,00
3 200 200 0,00 23 200 220 -10,00
4 200 180 10,00 24 200 180 10,00
5 200 220 -10,00 25 200 200 0,00
6 200 200 0,00 26 200 200 0,00
7 200 160 20,00 27 200 200 0,00
8 200 200 0,00 28 200 200 0,00
9 200 180 10,00 29 200 200 0,00
10 200 220 -10,00 30 250 220 12,00
11 200 180 10,00 31 200 200 0,00
12 200 220 -10,00 32 200 200 0,00
13 200 200 0,00 33 200 240 -20,00
14 200 160 20,00 34 200 200 0,00
15 200 200 0,00 35 200 220 -10,00
16 200 220 -10,00 36 200 180 10,00
17 200 220 -10,00 37 200 220 -10,00
18 200 180 10,00 38 200 200 0,00
19 200 200 0,00 39 200 180 10,00
20 300 220 26,67 40 200 160 20,00
J u m l a h 8.400 8.000 145,33
Rata - rata 210 200 3,63
54

Penentuan Parameter Yang Digunakan Untuk Pemilihan Lahan Pertanian


Padi Sawah Berkelanjutan (LPPB)

Parameter Yang Digunakan Untuk Pemilihan LPPB


Sesuai dengan hasil resensi dari pustaka terpilih diketahui bahwa untuk
penentuan LPPB, setidaknya terdapat sembilan parameter yang perlu diketahui
seberapa besar pengaruh dan peranannya. Kesembilan parameter tersebut antara
lain Produktivitas Padi Sawah, Kelayakan Secara Ekonomi (BCR), Indeks
Penanaman, kelas Kesesuaian Lahan, Sistem Irigasi, Jaringan Jalan, Luasan
Kesatuan Hamparan Lahan (LKHL), Penggunaan Lahan dan Arahan RTRW.
Berdasarkan pada UU 41 tahun 2009 yang dimaksud Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk
dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok
bagi kedaulatan dan ketahanan pangan nasional. Berdasarkan UU 32 tahun 2009
yang dimaksud berkelanjutan harus memenuhi 3 aspek yaitu sesuai secara fisik,
layak secara ekonomi dan diterima secara sosial. Dengan demikian yang
dimaksud LPPB adalah suatu kawasan budidaya yang merupakan lahan yang
sesuai secara fisik untuk pertanian padi sawah, layak secara ekonomi untuk
diusahakan untuk pertanian padi sawah dan diterima secara sosial untuk dijadikan
sebagai lahan pertanian padi sawah.
Dari uraian tersebut maka parameter yang digunakan dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok sebagai berikut.
Tabel 14. Parameter yang Digunakan Untuk Penentuan LPPB
NO. JENIS PARAMETER KELAS PARAMETER KODE NO. JENIS PARAMETER KELAS PARAMETER KODE
A SESUAI SECARA FISIK C DITERIMA SECARA SOSIAL
I Kesesuaian Lahan 1 S1 I LKHL 1 Sempit <2
2 S2 1 2 Agak Sempit 2-9 1
3 S3 2 3 Sedang 10 - 19 1
4 N1 4 Agak Luas 20 - 50 2
5 N2 5 Luas > 50 3
II Sistem Irigasi 1 Irigasi Teknis 1 II Penggunaan Lahan 1 Sawah Irigasi Teknis
2 Irigasi Semi Teknis 2 2 Sawah Irigasi Semi Teknis
3 Tadah Hujan 2 3 Sawah Tadah Hujan
4 Pasang Surut 4 Sawah Pasang Surut
III Jaringan Jalan 1 Jalan Tol 5 dst.
2 Jalan Arteri 1 III Arahan RTRWK 1 Hutan Lindung
3 Jalan Kolektor 2 2 Hutan Produksi
4 Jalan Lokal/Lingkungan 3 3 Kawasan Industri
5 Jalan Lainnya 4 4 Kawasan Industri Terpadu
IV Produktivitas Nilai dalam ton/ha/musim 5 Zona Industri 1
B LAYAK SECARA EKONOMI 6 Kota Industri
I Indeks Penanaman 1 < 200 7 Lapangan Golf
2 200 - 249 1 8 Pengembangan Kota Kecamatan 2
3 250 - 299 2 9 Pengembangan Wisata Pemakaman
4 > 300 2 10 Permukiman dan Bangunan 3
II BC Ratio 1 <1 11 Pertanian Lahan Basah 4
2 1 - 1,5 1 12 Pertanian Lahan Kering 5
3 1,5 - 2 2 13 Situ_Rawa
4 >2 3 14 Kawasan Pelabuhan Samudera
55

Data Yang Diperoleh Dapat Mewakili Model Lapangan


Pada penentuan LPPB ini digunakan 9 paramater (variabel). Dari ke
sembilan data paramater tersebut, 2 paramater yaitu kesesuaian lahan dan aspek
kebijakan (RTRWK) berupa data sekunder, 6 parameter diekstraksi dari data citra
satelit penginderaan jauh dan cek lapangan, yaitu produktivitas, indeks
penanaman, penggunaan lahan, jaringan jalan, sistem irigasi dan LKHL.
Sedangkan data untuk menghitung kelayakan ekonomi (BC Ratio) dibantu dengan
data yang diperoleh dari survei lapangan. Guna pelaksanaan survei lapangan baik
untuk groundchecking maupun untuk pencarian data primer dilaksanakan
pemilihan sampel secara Stratified Purposive dari unit lahan yang dibentuk dari
parameter penggunaan lahan, jenis tanah dan sistem irigasi dengan proporsi 1 %
dari jumlah pixel citra MODIS. Dari pengambilan sampel ini diperoleh sampel
unit lahan sebanyak 40 buah dengan proporsi sebagai berikut.
Tabel 15. Komposisi Sampel Untuk Survei Lapangan
No. Great Group Status Irigasi Luas (ha) % Stratified Str. Purposive
1 Dystropepts Pasang Surut 3,7 0,01
2 Dystropepts Irigasi Semi Teknis 121,7 0,24
3 Dystropepts Irigasi Teknis 358,2 0,70
4 Dystropepts Tadah Hujan 420,6 0,82 1
5 Endoaquents Irigasi Teknis 21,3 0,04
6 Endoaquents Tadah Hujan 39,4 0,08
7 Eutropepts Irigasi Semi Teknis 360,4 0,70 1
8 Eutropepts Irigasi Teknis 1.802,5 3,52 2 2
9 Eutropepts Tadah Hujan 209,8 0,41 1
10 Tropaquepts Pasang Surut 1.388,5 2,71 1 1
11 Tropaquepts Irigasi Teknis 42.922,6 83,73 34 30
12 Tropaquepts Tadah Hujan 1.809,0 3,53 2 2
13 Tropofluvents Irigasi Semi Teknis 51,3 0,10
14 Tropofluvents Irigasi Teknis 1.240,1 2,42 1 1
15 Tropofluvents Tadah Hujan 512,6 1,00 1
Jumlah 51.261,7 100 40 40

Sesuai dengan data perbandingan antar nilai produktivitas dan indeks


penanaman aktual dengan data yang diperoleh dari citra diketahui bahwa dari ke
empat puluh sampel ini terdapat dua sampel yang menyebabkan bias yang cukup
besar, yaitu sampel nomor 25 yang berlokasi di kampung Sumurgede desa
Muarajaya kecamatan Tempuran dan sampel nomor 30 yang berlokasi di
kampung Koja, desa Mulyasejati kecamatan Ciampel. Akibat perbedaan kondisi
wilayah yang cukup drastis dengan wilayah lainnya, data hasil analisis ke dua
56

wilayah ini tidak dapat mencerminkan kondisi lapangan yang sesungguhnya.


Dengan demikian ke dua data sampel tersebut dapat diabaikan. Selain itu akibat
dari sistem sampling yang ditetapkan maka semua sampel seragam berada pada
lahan sawah, terjadi redundan dengan parameter sistem irigasi, sehingga variabel
penggunaan lahan tidak dapat diikutkan dalam analisis. Dengan demikian maka
sampel yang digunakan untuk analisis Hayashi ini berjumlah 38 yang tersusun
atas 1 variabel tujuan dan 7 variabel penjelas.
Berdasarkan dari analisis Hayashi memberikan hasil bahwa koefisien
korelasi berganda (determinasi = R²) sebesar 0,529 dan dengan Standar Error
sebesar 0,1979. Nilai koefisien korelasi berganda demikian merupakan petunjuk
bahwa data yang diperoleh dapat memberikan gambaran skala kuantitatif tentang
sejauh mana model yang digunakan fit dengan data. Sedangkan dari nilai standar
errror menunjukkan model yang bagus. Hal ini berarti bahwa data yang diperoleh
telah dapat untuk menggambarkan kenyataan lapangan. Apabila dilihat dari selisih
antara observed data dan predicted data mempunyai rataan residual dengan nilai
nol, maka dapat dikatakan bahwa keragaman data dianggap baik.

Keterkaitan Antara Produktivitas dengan Variabel Penjelas


Pada penelitian ini produktivitas padi sawah merupakan indikator utama
aspek keberlanjutan yang digunakan untuk mengenali karakteritik variabel
lainnya. Produktivitas merupakan variabel yang secara visual dapat dikenali dari
citra penginderaan jauh, dan dengan karakteristik gejala yang dikenali dapat
digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik variabel lainnya. Suatu contoh
dengan mengenali produktivitas padi sawah pada sutu lahan dari citra
penginderaan jauh, dapat dikenali juga nilai indeks penanaman, dengan bantuan
biaya produksi dapat dikenali nilai BCR, kemudian dari grafik yang dibuat dapat
digunakan untuk mengenali karakteristik fisik lahan termasuk indikasi adanya
degradasi lahan.
Keterkaitan antara produktivitas dengan variabel penjelas didekati dengan
analisis Hayashi 1. Dari hasil analisis ini diperoleh nilai koefisien korelasi antar
variabel (R) = 0,7274 dan koefisien korelasi (determinasi = R²) sebesar 0,5291.
Hal ini menunjukkan bahwa dari analisis yang dilaksanakan dianggap sudah
57

dapat menggambarkan struktur hubungan antar variabel. Dari hasil analisis ini
diperoleh skor baku masing-masing kategori sebagai berikut.
Tabel 16. Skor Baku Masing-Masing Kategori dari Variabel Penjelas

KORELASI
VARIABEL KATEGORI FREKUENSI SKOR RANGE
PARSIAL
1 - 1,5 2 -0,1981 0,169 0,3797
BC Ratio 1,5 - 2 28 -0,0265
>2 8 0,1424
200 - 249 34 -0,0251 0,238 0,3116
Indeks Penanaman
>250 4 0,2129
S2 29 0,0172 0,073 0,1507
Kesesuaian Lahan
S3 9 -0,0553
Irigasi Teknis 32 -0,0355 0,225 0,3479
Sistem Irigasi
Tadah Hujan 6 0,1893
Jalan Arteri 2 0,0704 0,090 0,3596
Jalan Kolektor 11 -0,0096
Jaringan Jalan
Jalan Lokal/Lingkungan 11 -0,1059
Jalan Lainnya 14 0,0807
Agak Sempit - Sedang 2 0,0741 0,383 0,3371
LKHL Agak Luas 2 0,3572
Luas 34 -0,0254
Zona Industri 3 -0,3226 0,506 0,4833
Pengem. Kota Kecamatan 3 0,2202
Arahan RTRW Permukiman & Bangunan 10 -0,0217
Pertanian Lahan Basah 20 0,0079
Pertanian Lahan Kering 2 0,1831
Koefisien Korelasi, R 0,7274
Koefisien Determinasi, R² 0,5291

Informasi dari Tabel 16 ini memberikan gambaran skala kuantitatif tentang arti
pentingnya tiap-tiap variabel penjelas dan setiap kategori terhadap variabel tujuan.
Dengan selang kepercayaan 99% (ρ= 0,01) diperoleh batas nilai absolut (r) =

0,3445. Jika selang kepercayaan diturunkan menjadi 95% (ρ= 0,05) diperoleh
batas nilai absolut (r) = 0,2558. Dengan standarisasi nilai (r) ini dan berdasar atas
nilai korelasi parsial dari masing-masing variabel dan Skor dari masing-masing
kategori dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut bahwa :
1. Berdasar atas nilai korelasi parsial bahwa produktivitas lahan pertanian padi
sawah mempunyai hubungan yang nyata dan selaras dengan kelayakan secara
ekonomi. Dan dari nilai Skor diperlihatkan bahwa semakin tinggi nilai BCR,
semakin tinggi juga produktivitas lahan padi sawah. Hal ini berarti semakin
tinggi produktivitas semakin layak lahan tersebut dapat digunakan untuk lahan
pertanian padi sawah.
58

2. Berdasar atas nilai korelasi parsial dengan selang kepercayaan 99%


produktivitas lahan pertanian padi sawah tidak mempunyai hubungan yang
nyata dengan Indeks Penanaman (IP), namun jika selang kepercayaan
diturunkan menjadi 95 % diperoleh batas nilai absolut (r) = 0,2558 maka
produktivitas lahan pertanian padi sawah mempunyai hubungan dengan Indeks
Penanaman (IP). Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan hubungan antara
produktivitas dengan IP tidak terlalu nyata. Sedangkan dari nilai Skor kategori
diperlihatkan bahwa produktivitas hanya mempunyai hubungan yang selaras
pada lahan yang mempunyai IP > 250. Sedangkan pada lahan dengan IP < 250
mempunyai hubungan yang tidak selaras (terbalik) untuk menggambarkan
produktivitas. Hal ini berarti bahwa IP kurang dapat untuk menggambarkan
produktivitas lahan padi sawah.
3. Kelas kesesuaian lahan yang merupakan parameter sesuai secara fisik
mempunyai hubungan yang tidak selaras dengan produktivitas. Hal ini sangat
dimungkinkan karena wilayah penelitian sebagian besar mempunyai kelas
kesesuaian lahan hampir seragam (S2), dimana faktor pembatasnya umumnya
berupa media perakaran (r), retensi hara (f) dan hara tersedia (n). Semasa faktor
pembatasnya ini dapat dipenuhi maka secara potensial lahan di daerah ini
mempunyai kesesuaian lahan yang relatif sama, yang membedakan hanyalah
Sistem Usaha Tani dalam mengoptimalkan dalam produktivitas lahan. Dengan
adanya kesesuaian lahan yang seragam ini maka pengaruh kesesuaian lahan
pada produktivitas pada penelitian ini tidak dapat dilihat. Dengan demikian
faktor kesesuaian lahan pada wilayah penelitian ini tidak dapat digunakan
untuk melihat pengaruhnya terhadap produktivitas.
4. Sistem irigasi mempunyai hubungan nyata dengan produktivitas pada lahan
sawah beririgasi sederhana (tadah hujan). Dimana justru lahan sawah dengan
irigasi sederhana umumnya mempunyai produktivitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan irigasi teknis. Perlu diingat bahwa pada wilayah
penelitian mempunyai sistem irigasi yang sudah bagus dan mapan. Sebenarnya
pada sawah beririgasi teknis ketersediaan air cenderung melimpah. Pada sawah
irigasi sederhana (tadah hujan) penggunaan air irigasinya hanya sesuai
kebutuhan (sangat optimal), selain itu pola tanam pada lahan ini umumnya
59

berpola Padi-Padi-Bera atau Padi-Padi-Palawija, pada kondisi demikian akan


memberikan kesempatan terjadinya konservasi tanah dan air. Tanah akan
mempunyai unsur hara dan bahan organik yang terpelihara, PH tanah terjaga,
tidak terjadi akumulasi senyawa tertentu pada perakaran yang merugikan
tanaman, tidak terjadi kejenuhan tanah oleh air dan pemanfaatan sumberdaya
air lebih efisien.
5. Kelas dan fungsi jalan mempunyai hubungan yang selaras dengan
produktivitas yaitu pada kategori jalan lainnya (jalan lahan usaha tani) dan
jalan arteri. Dengan dipenuhinya jalan asses utama (arteri) dan adanya jalan
lahan usaha tani akan mendorong produktifitas lahan padi sawah. Justru
dengan pembukaan asses jalan lainnya (kolektor dan lingkungan) akan
dimungkinkan adanya fragmentasi lahan atau backwash effect.
6. Produktivitas mempunyai hubungan nyata dengan Luasan Kesatuan Hamparan
Lahan (LKHL) pada luasan agak luas (20 -50 ha) dan sedang hingga sempit
(10-20 ha), sedangkan pada LKHL > 50 ha justru mempunyai hubungan yang
terbalik dengan produktivitas, artinya semakin luas LKHL maka semakin
rendah produktivitasnya. Hal ini bisa dimungkinkan karena pada lahan yang
sangat luas akan rawan adanya hama, rawan kelangsungan ketersediaan air
terutama dalam masa awal tanam atau masa produksi.
7. Arahan Kebijakan Pemerintah daerah lewat RTRWK untuk lahan pertanian
dan pengembangan kota kecamatan mempunyai hubungan nyata dengan
produktivitas. Hal ini berarti dukungan pemerintah daerah dalam arahan untuk
lahan pertanian akan dapat memacu produktivitas lahan pertanian padi sawah.
Namun untuk arahan berupa non pertanian (permukiman, zona industri, dan
lain-lain) memperburuk produktivitas lahan pertanian padi sawah.
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu simpulan bahwa produktivitas lahan
pertanian padi sawah tinggi jika mempunyai BCR > 2, sistem irigasi tadah hujan
(optimal), didukung dengan jalan lahan usaha tani dan arteri, luasan kesatuan
hamparan lahan 10 - 50 ha dan mempunyai arahan RTRWK sebagai lahan
pertanian (basah dan kering) dan sebagai pengembangan kota kecamatan.
60

Korelasi Antar Parameter


Keterkaitan antar variabel diketahui dari matriks korelasi antar variabel hasil
analisis Hayashi. Korelasi ini digunakan untuk mengukur taraf nyata masing-
masing variabel (parameter). Dari analisis ini diperoleh matrik korelasi sebagai
berikut :
Tabel 17. Matriks Korelasi antar Variabel yang telah Dikwalifikasi

Indeks
Kesesuaia Sistem Jaringan Arahan
Produktivi BC Ratio Penanama LKHL
n Lahan Irigasi Jalan RTRW
tas n
y x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7
Produktivitas y 1,0000
BC Ratio x1 * 0,3190 1,0000
Indeks Penanaman x2 0,1550 -0,1100 1,0000
Kesesuaian Lahan x3 0,2030 0,0520 0,1910 1,0000
Sistem Irigasi x4 **0,3700 0,0080 -0,1490 0,0710 1,0000
Jaringan Jalan x5 0,2520 0,0860 -0,1570 0,0840 0,0250 1,0000
LKHL x6 **0,3640 0,1430 * 0,2770 0,0920 **0,3560 -0,0450 1,0000
Arahan RTRW x7 0,2410 -0,0460 -0,2170 -0,0980 -0,0130 -0,0150 **-0,3720 1,0000
* Batas Nilai Absolut "r" yang nyata pada taraf 0,05 = 0,2558
** Batas Nilai Absolut "r" yang nyata pada taraf 0,01 = 0,3445

Dari informasi tabel ini dapat digambarkan skala kuantitatif struktur


hubungan antar variabel sebagai berikut bahwa :
1. Produktivitas mempunyai korelasi positif terhadap semua variabel, namun
mempunyai hubungan yang nyata terhadap Sistem Irigasi, Luasan Kesatuan
Hamparan Lahan (LKHL) dan BCR. Hal ini mempunyai arti bahwa dengan
sistem irigasi yang baik akan mendapatkan produktivitas yang tinggi,
sebaliknya jika sistem irigasinya buruk akan memperoleh produktivitas padi
sawah yang rendah. Begitu juga dengan LKHL, semakin luas LKHL maka
akan memperoleh produktivitas yang tinggi. Jika pernyataan ini dihubungkan
dengan hasil korelasi antar variabel penjelas dengan vaiabel tujuan maka akan
diperoleh hasil bahwa Sistem Irigasi yang baik adalah irigasi yang optimal,
artinya irigasi yang menggunakan air yang dapat memberikan kesempatan
adanya kegiatan konservasi tanah dan air. Kondisi ini dapat dicapai dengan
sistem pola tanam Padi-Padi-Palawija dan Sistem Usaha Tani yang ramah
lingkungan. Sedangkan untuk areal LKHL yang dapat mengoptimalkan
produktivitas padi sawah adalah lahan-lahan yang mempunyai areal LKHL
antara 10 – 50 ha. BCR mempunyai korelasi nilai nyata pada taraf 0,05. Hal
61

ini menunjukkan bahwa walaupun lebih kecil nialai koerelasinya dari yang
lain, masih terdapat korelasi positif antara BCR dengan produktivitas padi
sawah, artinya dengan nilai BCR yang tinggi akan mendapatkan produktivitas
yang tinggi juga, begitu juga dengan produktivitas yang tinggi akan
menghasilkan nilai BCR yang tinggi juga.
2. Sistem irigasi mempunyai korelasi positif dengan LKHL. Hal ini mempunyai
arti bahwa dengan adanya sistem irigasi yang baik akan membuka kesempatan
masyarakat untuk mengusahakan lahan padi sawah, sehingga LKHL semakin
luas. Sebaliknya jika sistem irigasinya kurang (tidak baik) maka masyarakat
enggan untuk mengusahakan lahan padi sawah, dan LKHL akan lebih sempit.
Jika pernyataan ini dihubungkan dengan hasil korelasi antar variabel penjelas
dengan vaiabel tujuan maka akan diperoleh hasil bahwa lahan yang
mempunyai produktivitas optimal adalah lahan-lahan yang mempunyai LKHL
antara 10 – 50 ha. Jadi untuk memperoleh hasil maksimum sebaiknya setiap
tali air dari sistem irigasi yang ada harus dapat diatur sedemikian rupa dapat
mengairi lahan padi sawah maksimal 50 ha.
3. LKHL mempunyai hubungan nyata terbalik dengan Arahan RTRW, artinya
semakin luas LKHL maka semakin tidak sesuai dengan arahan RTRW, atau
semakin sempit LKHL maka semakin sesuai dengan arahan RTRW. Hal ini
berarti Pemerintah Daerah menghendaki adanya pengaturan adanya LKHL ini.
Jika pernyataan ini dihubungkan dengan hasil korelasi antar variabel penjelas
dengan vaiabel tujuan maka dapat dikatakan bahwa arahan kebijakan Pemda
ini akan positif terhadap produktivitas padi sawah jika peruntukan lahan untuk
pertanian dan pengembangan kota kecamatan.
4. Terdapat hubungan antara Indeks Penanaman dengan LKHL, walaupun pada
korelasi nilai nyata pada taraf 0,05. Korelasi positif ini lebih rendah dari
korelasi-korelasi lainnya. Hal ini berarti semakin tinggi IP semakin luas juga
LKHL, begitu sebaliknya. Namun variabel IP bukan merupakan parameter
yang mempunyai korelasi nyata langsung dengan produktivitas.
Dari uraian di atas dapatlah ditarik beberapa pernyataan bahwa dari ke 9
(sembilan) parameter yang digunakan untuk pemilihan LPPB ini, hanya 4 (empat)
parameter yang mempunyai keterkaitan langsung satu dengan yang lainnya, yaitu
62

Produktivitas, Sistem Irigasi, LKHL dan BCR. Sedangkan arahan RTRW tidak
berhubungan langsung, hanya sebagai penentu akhir (aspek kebijakan) dalam
pemilihan LPPB.

Mengenali Parameter Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan


Dari hasil analisis tersebut di atas terdapat hal yang dapat dikemukakan
berkaitan dengan LPPB ini, antara lain bahwa:
1. Produktivitas padi sawah merupakan gambaran hasil interaksi dari hasil
kombinasi antara kondisi fisik lahan dan sistem usaha tani. Variabel ini
merupakan parameter yang mempunyai pengaruh terhadap penentuan LPPB.
Data produktivitas padi sawah dinyatakan dalam ukuran ton/ha/musim. Data
Produktivitas dapat diperoleh dari hasil ekstraksi citra MODIS Terra-Aqua
yang diakusisi secara series.
2. Sistem Irigasi merupakan variabel penopang apakah lahan dapat digunakan
menjadi lahan padi sawah atau tidak, karena setiap usaha lahan padi sawah
memerlukan air irigasi untuk menggarap lahan padi sawah. Pada penelitian ini
sistem irigasi dibedakan menjadi Irigasi Teknis (IT), Irigasi Semi Teknis (IST),
Irigasi Sederhana (Tadah Hujan/TH) dan Irigasi Pasang Surut (IPS). Namun
berdasarkan hasil analisis, sistem irigasi hanya dapat dibedakan menjadi
Beririgasi dan Tidak beririgasi. Yang disebut lahan beririgasi adalah IT, IST
dan TH, sedangkan disebut lahan tidak beririgasi adalah wilayah Pasut (IPS)
dan Lebak. Data Sistem Irigasi dapat dikenali dari citra ALOS AVNIR-2.
3. BC Ratio merupakan penentu kelayakan LPPB secara ekonomi. BCR diukur
dari cost dari produksi dan benefit yang diperoleh dari volume produksi lahan.
Guna mengukur BCR diperlukan data produktivitas, indeks penanaman dan
data cost dari suatu pengusahan lahan padi sawah. Data produktivitas dan
indeks penanaman dapat diperoleh dari hasil ekstraksi dari MODIS Terra-Aqua
yang diakusisi secara series, sedangkan data cost pengusahan lahan padi sawah
diperoleh dari data lapangan.
4. Suatu lahan dapat diupayakan masyarakat untuk padi sawah jika lahan tersebut
secara fisik sesuai dan secara ekonomi dikatakan layak. Gejala bahwa
masyarakat dapat menerima dalam pengupayaan lahan padi sawah ini dapat
dicerminkan dengan luasan kesatuan hamparan lahan (LKHL). Dengan
63

demikian dapat dikatakan bahwa LKHL merupakan indikasi pengusahan lahan


padi sawah diterima secara sosial. Data LKHL dapat diekstraksi dan dideliansi
dari citra ALOS AVNIR-2.

Karakteristik LPPB
Berdasar pada hasil analisis yang dilaksanakan, serta mengacu pada
pengertian LPPB yaitu sebagai suatu kawasan budidaya yang merupakan lahan
yang sesuai secara fisik untuk pertanian padi sawah, layak secara ekonomi untuk
diusahakan untuk pertanian padi sawah dan diterima secara sosial untuk dijadikan
sebagai lahan pertanian padi sawah. Dengan demikian dapat dikatakan kawasan
lahan pertanian padi sawah bisa dikatakan berkelanjutan jika memenuhi kriteria
sesuai secara fisik, yang bisa dicerminkan dari produktivitas di atas 4,5 ton/ha
(standar produktivitas P. Jawa, BBSDLP 2006), tidak pernah mengalami
penurunan yang sigificant selama 5 tahun terakhir. Dengan tidak adanya
penurunan produktivitas yang drastis berarti lahan tersebut belum mengalami
adanya penurunan potensi atau degradasi lahan. Sesuai secara fisik didukung juga
dengan sistem irigasi yang optimal. Sistem Irigasi yang optimal adalah sistem
irigasi yang menggunakan air yang dapat memberikan kesempatan adanya
kegiatan konservasi tanah dan air. Hal ini dapat dicapai dengan sistem pola tanam
Padi-Padi-Palawija dan Sistem Usaha Tani yang ramah lingkungan. Kelayakan
secara ekonomi dapat dilihat dari nilai BCR di atas BEP yaitu pada lahan-lahan
yang mempunyai BCR > 1,497. Pada lahan yang mempunyai hasil demikian
berarti petani dengan lahan 1 ha telah dapat hidup cukup layak di daerah
penelitian. Sedangkan kriteria diterima sosial dapat diindikasikan dari LKHL.
LKHL merupakan cerminan dari masyarakat mau menerima pengusahaan lahan
tersebut untuk padi sawah. Pengusahaan lahan padi sawah akan dapat
dilaksanakan jika kondisi geofisik dan secara ekonomi dianggap memenuhi
kriteria yang dipahami oleh masyarakat. Semakin luas LKHL berarti masyarakat
semakin menerima akan pengusahaan lahan padi sawah tersebut.

Kriteria Penentu Pemilihan LPPB


Dari pengertian bahwa LPPB adalah suatu lahan pertanian padi sawah
beririgasi teknis, semi teknis, sederhana (tadah hujan), yang mempunyai
64

produktivitas diatas 4,5 ton/ha, mempunyai BCR > 1,497 dan mempunyai LKHL
> 10 ha maka disusun kriteria untuk memilih LPPB sebagaimana tabel berikut :

Tabel 18. Kriteria Penentu LPPB

PARAMETER PENENTU
MODEL Produktivitas LKHL KLASIFIKASI
Sistem Irigasi BCR
(ton/ha) (ha)
1 > 4,5 > 1,497 > 10 KLPPB 1
2 > 4,5 > 1,497 < 10 KLPPB 2
3 Beririgasi > 4,5 < 1,497 > 10 KLPPB 4
4 (IT, IST, TH) < 4,5 >1,497 > 10 KLPPB 5
5 < 4,5 <1,497 > 10 Cad. KLPPB
6 < 4,5 <1,497 < 10 Cad. KLPPB
7 Tidak Berigasi > 4,5 > 1,497 > 10 KLPPB 3
8 (Lebak, Pasut) < 4,5 > 1,497 > 10 Bukan KLPPB
9 Selain kombinasi di atas Bukan KLPPB

Berdasarkan dari kriteria tersebut kawasan lahan pertanian sawah dibedakan


menjadi 7 (tujuh) kelas sebagaimana uraian berikut :
1. LPPB 1 merupakan bidang lahan pertanian beririgasi, mempunyai
produktivitas > 4,5 ton/ha, BCR > 1,497 dan dengan LKHL > 10 ha. Kawasan
ini merupakan wilayah lahan pertanian padi sawah berkelanjutan yang
sempurrna. Kawasan ini menempati sebagian besar wilayah penelitian, sangat
potensial dan wajib untuk dilindungi dari alih fungsi lahan.
2. LPPB 2 merupakan bidang lahan pertanian beririgasi, mempunyai
produktivitas > 4,5 ton/ha, BCR > 1,497 dan LKHL < 10 ha. Pada dasarnya
kawasan ini sama dengan LPPB 1, hanya saja kelas ini menempati wilayah
yang sempit dan tersebar dengan luasan yang kecil di antara penggunaan lahan
yang lainnya. Dengan luasan kawasan yang kecil, kelas ini rawan adanya alih
fungsi lahan, sehingga perlu perhatian khusus untuk perlindungan dalam alih
fungsi lahan.
3. LPPB 3 pada dasarnya hampir sama dengan LPPB 1, bedanya pada LPPB 3
tidak beririgasi. Dengan potensi lahan yang cukup memadahi, apalagi kalau
wilayah ini diupayakan jaringan irigasinya, wilayah ini akan bertambah baik
potensinya. Kawasan ini umumnya tersebar di daerah lebak.
4. LPPB 4 merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang beririgasi,
mempunyai produktivitas > 4 ton/ha, LKHL > 10 ha, hanya saja BCR < 1,497.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk pengolahan lahan di wilayah ini
65

membutuhkan cost produksi yang lebih besar (tidak seimbang) dengan hasil
panennya. Kondisi ini diakibatkan oleh beberapa sebab diantaranya kondisi
potensi fisik lahan, sistem usaha tani yang tidak sesuai, bisa juga karena sering
terkena hama penyakit padi.
5. LPPB 5 merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang beririgasi,
mempunyai produktivitas < 4 ton/ha, BCR > 1,497 dan LKHL > 10 ha.
Kawasan lahan pertanian padi sawah seperti ini di wilayah penelitian tidak ada.
6. Cadangan LPPB merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang
potensial (beririgasi), mempunyai pembatas produktivitas dan BCR di bawah
nilai syarat LPPB. Namun karena sudah mempunyai modal sistem irigasi maka
perlu diupayakan keberlanjutannya dengan pengolahan lahan yang optimal
melalui sistem usaha tani yang efisien.
7. Bukan LPPB merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang tidak
beririgasi, mempunyai produktivitas, BCR dan LKHL di bawah nilai syarat
LPPB. Kawasan lahan seperti ini disarankan untuk dapat dialih-fungsikan
menjadi penggunaan lain agar lebih optimal, seperti untuk tambak, hutan
produksi, atau yang lainnya.

Teknik Pengenalan LPPB Melalui Citra Penginderaan Jauh


Pada tahap awal kegiatan dilaksanakan penyadapan data penggunaan lahan
dan sistem irigasi melalui citra satelit yang mempunyai resolusi spasial sedang (±
10 m) seperti ALOS, SPOT, dst. Pada resolusi spasial demikian suatu obyek
mempunyai kisaran nilai piksel yang cukup bervariasi, oleh karena itu
penyadapan data sebaiknya menggunakan cara interpretasi secara visual dengan
pendekatan pola tanggap spektral dan karakteristik dasar penciri obyek berupa
rona/warna, tekstur, pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs. Data penggunaan
lahan yang diperoleh selanjutnya dibedakan menjadi sawah dan non sawah. Data
sawah dibedakan menjadi sawah beririgasi dan sawah tidak beririgasi. Sawah
beririgasi dapat dikenali dari adanya kenampakan sawah yang jenuh air dan
adanya jaringan irigasi atau sumber air yang terhubung dengan sawah tersebut.
Data sawah yang dilengkapi dengan sistem irigasi dan jaringan jalan dari
penggunaan lahan digunakan untuk mengkelaskan data luasan kesatuan hamparan
lahan (LKHL).
66

Bersamaan dengan kegiatan ini dilaksanakan juga ekstraksi data EVI


melalui citra satelit yang mempunyai resolusi spasial kecil dan resolusi temporal
baik (Seperti MODIS). Data EVI dimaksudkan untuk mengetahui produktivitas
padi sawah. Data produktivitas padi sawah didekati dengan mengetahui
keterkaitan antara besarnya nilai EVI pada posisi picpoint dengan produktivitas
padi sawah aktual yang di peroleh dari survei lapangan. Keterkaitan ini diuji
dengan uji statistik korelasi. Persamaan yang didapat digunakan untuk menduga
produktivitas padi sawah series tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan Indeks
Penanaman diketahui dari jumlah picpoint dari undulan parobolik yang
dinampakkan pada grafik antara nilai EVI dan periode waktu dari citra yang
digunakan. Grafik nilai EVI dengan periode waktu series beberapa tahun juga
dapat digunakan untuk membaca gejala yang berkembang pada lahan sawah,
seperti perkembangan pertumbuhan padi, adanya gangguan terhadap tanaman
padi, perkiraan gagal panen dan adanya degradasi lahan.
Survei lapangan dilaksanakan pada lokasi sampel dengan pendekatan unit
lahan. Pengambilan sampel unit lahan secara Stratified Purposive yang disusun
dari data Penggunaan Lahan Sawah, Sistem Irigasi dan Jenis Tanah. Kegiatan
yang dilaksanakan antara lain berupa ground cecking data hasil interpertasi citra
dan wawancara untuk memperoleh data cost produksi dan data produktivitas
aktual.
Sedangkan data BCR diperoleh dari hasil perhitungan dari data
Produktivitas dan Indeks Penamanan yang diperoleh dari citra MODIS yang
dipadu dengan data Cost produksi dari lahan padi sawah yang diperoleh dari
survei lapangan. Dalam menghitung BCR ini diketahui juga nilai BCR pada posisi
BEP untuk hidup para petani di wilayah penelitian.
Kegiatan selanjutnya adalah penentuan kriteria yang digunakan untuk
klasifikasi LPPB di wilayah penelitian. Lahan sawah yang memenuhi kriteria
yang ditentukan digolongkan menjadi LPPB. Pememilihan LPPB juga bisa
dilaksanakan dengan analisis spasial dengan Sistem Informasi Geografi (SIG)
menggunakan dasar kriteria yang telah ditetapkan.
Pendekatan Metodologi pelaksanaan Teknik Pemilihan Lahan Pertanian
Padi Sawah Berkelanjutan ini dapat digambarkan sebagai berikut :
67

Citra ALOS Data Sekunder Citra MODIS

Ekstraksi Data Ekstraksi Data


Tanah/KL

Non Sawah Sawah EVI

LKHL Sistem Produk


Irigasi P. Aktual tivitas

Indeks
Unit Penanaman
Lahan

P. Cost
Survei
Lapangan BCR

Analisis Spasial

LPPB

Gambar 23. Diagram Alir Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah
Berkelanjutan

Dari proses kegiatan Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah


Berkelanjutan ini diperoleh Peta hasil sebagaimana Peta Arahan Lahan Pertanian
Padi Sawah Berkelanjutan Wilayah Penelitian sebagai berikut.
68

PETA ARAHAN LAHAN PERTANIAN PADI SAWAH BERKELANJUTAN

Gambar 24. Peta Arahan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan Wilayah
Penelitian
69

Cara lain dalam pengenalan LPPB melalui metode penginderaan jauh adalah
melalui pembacaan grafik nilai EVI secara series atau grafik nilai produktivitas
secara series. Berdasar dari hasil analisis yang telah dilaksanakan bahwa
produktivitas mempunyai korelasi yang nyata dengan sistem irigasi, BCR, LKHL
maupun dari aspek kebijakan (RTRWK). Hal ini menunjukkan bahwa pada
dasarnya data produktivitas yang dapat disadap dari citra penginderaan jauh dan
digambarkan dalam grafik bisa digunakan untuk mencerminkan ke empat variabel
aspek keberlanjutan tersebut. Keberlanjutan dapat dilihat dari bentuk grafik yang
konstan bertahan mendatar, cenderung naik atau jika ada fluktuasi namun tidak
significant.

LPPB 1 LPPB 2

LPPB 3 LPPB 4

Gambar 25. Grafik Produktivitas dan Berbagai Kelas LPPB

Aspek kesempurnaan bentuk parabolik dari grafik nilai EVI series juga dapat
digunakan untuk mengetahui perkembangan produktivitas, pertumbuhan tanaman
padi, gangguan hama, dan menduga adanya degradasi lahan, seperti yang dapat
ditunjukkan pada Gambar 21 dan Gambar 22.
70

KESIMPULAN
Sesuai dengan tujuan penelitian dan hasil yang diperoleh dalam penelitian
maka dapat disampaikan beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut :
1. Pada penelitian ini citra ALOS AVNIR-2 diketahui mampu menyajikan data
penggunaan lahan, jaringan jalan, sistem irigasi dan Luasan Kesatuan
Hamparan Lahan (LKHL). Pengenalan data ini melalui pola tanggap spektral
dan karakteristik dasar penciri obyek. Guna pendugaan produktivitas padi
sawah dari citra MODIS Terra-Aqua dapat digunakan persamaan Prod =
2,9785 + 6,0751*Nilai EVI, sedangkan data Indeks Penanaman dapat diabaca
dari grafik nilai EVI series. Dengan metode ini diketahui bahwa simpangan
antara data produktivitas aktual dengan data produktivitas dari citra sebesar
7,63 % setara dengan perbedaan produktivitas sebesar 0,24 ton/ha/musim dan
perbedaan Indeks Penanaman aktual dengan hasil penyadapan dari citra
MODIS sebesar 3,63 % atau setara dengan nilai Indeks penanaman sebesar 10
persen. Berdasar nilai simpangan tersebut maka dapat dikatakan bahwa Citra
MODIS Terra-Aqua series dapat digunakan untuk mengetahui Produktivitas
dan Indeks Penanaman padi sawah di suatu wilayah.
2. Dari uji signifikansi dengan selang kepercayaan 99 % dan 95 % diketahui
bahwa dari kesembilan parameter yang digunakan hanya terdapat empat
parameter yang mempunyai keterkaitan langsung dengan LPPB yaitu
Produktivitas, Sistem Irigasi, BCR dan LKHL. Dari pemahaman ini dapat
didefinisikan bahwa LPPB adalah hamparan lahan yang secara fisik sesuai
untuk pertanian padi sawah yang didukung dengan sistem irigasi dan
mempunyai produktivitas diatas 4,5 ton/ha, layak secara ekonomi ditandai
dengan BCR > 1,497 dan diterima secara sosial dapat dilihat dari kenampakan
LKHL > 10 ha.
3. Teknik pemilihan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan dapat dibangun
melalui metode penginderaan jauh. Kegiatannya dimulai dari penyadapan data
parameter melalui citra, ceking lapangan, pembangunan kriteria sesuai kondisi
lapangan, klasifikasi LPPB melalui analisis spasial dan penyajian hasil berupa
Peta LPPB.
71

SARAN
Berkenaan dengan kondisi lapangan yang ada dan guna menjaga adanya
keberlangsungan dalam mengupayakan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan
terdapat beberapa saran yang perlu disampaikan antara lain bahwa :
1. Perlu adanya normalisasi saluran irigasi di beberapa wilayah yang menjadi
lokasi genangan banjir di musim penghujan akibat adanya tidak berfungsinya
saluran irigasi sebagaimana mestinya oleh karena beberapa sebab, baik akibat
dari saluran irigasi yang rusak atau outlet saluran irigasi yang terlalu kecil dan
tidak sesuai dengan volume debit air yang ada. Selain itu juga pada lokasi-
lokasi yang tidak bisa terjamah oleh sistem irigasi. Kondisi demikian akan
mengganggu sistem usaha tani dan produktivitas padi sawah.
2. Guna memberikan kesempatan adanya proses konservasi tanah dan air maka
disarankan untuk pola tanam Padi-Padi-Palawija atau Padi-Palawija-Padi.
Dengan pola tanam demikian, dari sisi kelayakan ekonomi juga akan
mempunyai nilai tambah melalui 1 (satu) kali panen palawija. Dengan
demikian perlunya disosialisasikan adanya pola tanam Padi-Padi-Palawija.
3. Sebaiknya wilayah yang telah ditetapkan dalam kawasan lahan pertanian padi
sawah berkelanjutan disarankan untuk ditetapkan menjadi zona pertanian dan
tidak bisa dialih-fungsikan menjadi kawasan lainnya.
4. Kesesuaian lahan pada kawasan padi sawah di wilayah penelitian Cukup
Sesuai dan Sesuai Marginal, dengan faktor pembatas retensi hara, media
perakaran dan hara tersedia. Dengan faktor pembatas demikian maka
kesesuaian lahan yang ada secara potensial hampir seragam. Pada kondisi
demikian variabel kesesuaian lahan tidak dapat digunakan untuk mengenali
aspek keberlanjutan di wilayah penelitian. Oleh karena itu perlu adanya
percobaan penggunaan faktor Kesesuaian Lahan ini pada wilayah yang
mempunyai variasi kesesuaian lahan yang beragam guna melihat aspek
keberlanjutan.
72

GLOSSARY
Teknik Pemilihan adalah suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan
pemikiran, pola kerja, cara teknis dan tata langkah guna memerikan,
memilih dan mendeliniasi lahan pertanian padi sawah berkelanjutan.
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah suatu bidang lahan pertanian
yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna
menghasilkan pangan pokok bagi kedaulatan dan ketahanan pangan nasional
(UU no.41/2009). Pada penelitian ini lahan pertanian pangan dikhususkan
pada lahan pertanian padi sawah, karena produksi padi (beras) merupakan
cerminan langsung ketersediaan pangan masyarakat Indonesia.
Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya
pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian
Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk
mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional (UU
no.41/2009).
Lahan Pertanian Padi Sawah oleh Puslitbangtanak (2003) didefinisikan sebagai
suatu tipe penggunaan lahan yang untuk pengelolaannya memerlukan
genangan air. Oleh karena itu sawah selalu mempunyai permukaan datar atau
didatarkan (dibuat teras), dan dibatasi oleh pematang untuk menahan
genangan. Berdasarkan sumber air yang digunakan dan keadaan genangannya
sawah dibedakan menjadi sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah lebak dan
sawah pasang surut.
Produktivitas Pertanian adalah produksi rata-rata suatu lahan sawah dalam
menghasilkan padi dalam periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam
ton/ha/musim.
EVI (Enhanced Vegetation Index) adalah penajaman indeks vegetasi yang
dilakukan dengan cara koreksi radiometrik dari pengaruh kondisi lahan (tanah
dan kerapatan kanopi) dan aerosol yang terdeteksi oleh band biru serta posisi
penyinaran matahari. Dengan menggunakan metode tersebut dapat
memonitor perkembangan tanaman pertanian mulai dari masa tanam,
73

pemeliharaan hingga produksi. Sehingga produksi hasil pertanian secara


kualitas dan kuantitas dapat diprediksi dengan baik.
Indeks Penanaman adalah indeks penanaman padi sawah (IP padi) yang terdiri
dari lahan sawah yang ditanami padi berapa kali dalam setahun dan
dinyatakan dalam persen (Seperti 1X berarti 100, 2X berarti 200, dst).
Kesesuaian Lahan adalah lahan yang secara biofisik terutama dari aspek
kelerengan, iklim, sifat fisik, kimia, dan biologi cocok dikembangkan untuk
pertanian pangan (UU no.41/2009). Kesesuaian lahan yang dimaksud pada
penelitian ini kesesuaian lahan pada kondisi aktual, pada tingkat kelas/Sub
Kelas.
Potensi Teknis Lahan adalah lahan yang secara biofisik, terutama dari aspek
topografi/lereng, iklim, sifat fisika, kimia, dan biologi tanah sesuai atau cocok
dikembangkan untuk pertanian (UU no.41/2009).
Kelayakan Secara Ekonomi adalah kesesuaian lahan kuantitatif yang didasarkan
atas pertimbangan ekonomi, seperti input-output atau cost-benefit
(Pusltbang Tanah dan Agroklimat 2003).
Ketersediaan Infrastruktur adalah ketersediaan infrastruktur pendukung
pertanian pangan antara lain sistem irigasi, jalan usaha tani, dan jembatan (UU
no.41/2009).
Luasan Kesatuan Hamparan Lahan adalah sebaran dan luasan hamparan lahan
yang menjadi satu kesatuan sistem produksi pertanian yang terkait sehingga
tercapai skala ekonomi dan sosial budaya yang mendukung produktivitas dan
efisiensi produk (UU no.41/2009).
Penggunaan Lahan adalah bentuk penutupan permukaan lahan atau pemanfaatan
lahan baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia (UU
no.41/2009). Penggunaan lahan merupakan aspek bentuk peruntukan pemukaan
lahan.
74

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Undang – Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang. Jakarta: Ditjen Penataan Ruang DPU.
Bupati Karawang. 2004. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang nomor 19 tahun
2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang. Lembaran
Daerah Kabupaten Karawang nomor 19 Seri E.
Chen Z, Li S, Ren J, Gong P, Zhang M, Wang L, Xiao, Jiang D. 2008. Monitoring
and Management of Agriculture with Remote Sensing. Advance in Land
Remote Sensing Beijing. Springer Science & Busines Media 15 : 397 – 421.
Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan. 2009. Rencana Pembangunan
Pertanian Kabupaten Karawang. Laporan Akhir Penyusunan Rencana
Pembangunan Pertanian Kabupaten Karawang. Karawang : PT. Bina Matra
Wahana.
Dirgahayu D dan Parwati. 2004. Identifikasi Tingkat Kehijauan Tanaman Padi
Menggunakan EVI (Enhanched Vegetation Index) MODIS 250 M. Jakarta :
Bidang Pengembangan dan Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Pusat
Pengembangan Pemanfaatan dan teknologi Penginderaan Jauh.
Dirgahayu D, Adhyani NL dan Nugraheni. 2005. Model Pertumbuhan Tanaman
Padi Menggunakan data MODIS Untuk Pendugaan Umur Padi Sawah.
Proceding Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIVdi ITS Surabaya : 17 – 24.
Djaenudin, Marwan, Subagjo dan Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan
Untuk Komoditas Pertanian. Bogor : Balai Penelitian Tanah – Puslibangtanak
– BP3 Deptan.
Hardjowigeno S dan Widiatmaka, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Heidina F. 2010. Produksi dan Produktivitas Padi di Kecamatan Ciasem
Kabupaten Subang. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan
ITSL – IPB.
Huete AR, Liu HQ, Batchily K and Van Leeuwen W. 1997. A Comparisons of
Vegetation Indices Global Set of TM Images for EOS MODIS. Remote
Sensing of Environtment 59 : 440 - 451.
75

JAXA. 2007. ALOS User Handbook. Earth Observation Research Center. Japan
Aerospace Exploration Agency (JAXA).
Lillesand, TM. dan Kiefer, RW. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Menteri Hukum dan HAM. 2009. Undang – Undang Republik Indonesia nomor
41 tahun 2009 tentang Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan. Jakarta.
Pasaribu B. 2007. Implikasi Undang-Undang Lahan Pertanian Pangan Abadi
Terhadap Ketahanan Pangan Nasional. Prosiding Seminar Nasional
Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Bogor : BBLSLP – Badan
Litbang Pertanian Departemen Pertanian. Hlm. 1 – 23.
Pemkab Karawang. 2003. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Karawang. Buku Analisis. Karawang : Bappeda kabupaten Karawang.
Purwadhi FSH dan Sanjoto TB. 2010. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan
Jauh. Jakarta : LAPAN-UNES
Ritung S, Supriatna, Hidayat A. 2007. Kriteria Biofisik Untuk Penetapan Lahan
Pertanian Abadi Dalam Mencegah Konversi Lahan Pertanian, Studi Kasus di
Provinsi Jawa Barat dan Lampung. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya
Lahan dan Lingkungan Pertanian. Bogor : BBPPSLP – Badan Litbang
Pertanian Departemen Pertanian. Hlm 311 – 322.
Ritung S, Hidayat, Wahyunto. 2008. Penyusunan Peta Lahan Abadi 15 Juta
Hektar Lahan Sawah dan 15 Juta Hektar lahan Kering dan Reforma Agraria.
Laporan Akhir Penelitian. Bogor : BBPPSLP – Badan Litbang Pertanian
Departemen Pertanian.
Rustiadi E, Wafda R. 2007. Urgensi Lahan Pertanian Pangan Abadi. Makalah
Pertemuan Teknis Pengelolaan Lahan. Denpasar : Dirjen PLA Deptan.
Rustiadi E, Wafda R. 2007. Lahan Pertanian Pangan Abadi Sebagai Syarat Dalam
Pembangunan Pertanian dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat. Makalah
Seminar Kebijakan Pengembangan Lahan Pertanian Abadi. Jakarta : P4W -
Deptan.
76

Syakur AR dan Adnyana IWS. 2009. Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan


Citra ALOS AVNIR 2 dan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk Evalusi
Tata Ruang Kota Denpasar. Jurnal Bumi Lestari Voulem 9 no.1. Hlm 1 – 11.
Sitanggang G dan Harini S. 2008. Klasifikasi Penutup Lahan/Tanaman Pertanian
Sawah Menggunakan Data Optik ALOS (AVNIR-2 DAN PRISM).
Proceding PIT MAPIN XVII di Bandung : 168 – 183.
Sekolah Pascasarjana IPB. 2008. Pedoman Penyajian Karya Ilmiah. Edisi Kedua.
Bogor : IPB Press.
Supranto. 2004. Analisis Multivariat, Arti dan Interpretasi. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
United States Departement of Agricultural. 1998. Keys to Soil Taxonomy. Eight
Edition. Natural Recources Coservation Services.
Wahyunto, Widagdo, Heryanto B. 2006. Pendugaan Produktivitas Tanaman Padi
Sawah Melalui Analisis Citra Satelit. Informatika Pertanian Volume 15 : 853
– 869.
Lampiran 1 Komposisi dan Lokasi Sampel Unit Lahan Wilayah Penelitian

KOMPOSISI SAMPEL UNIT LAHAN WILAYAH PENELITIAN


No. Great Group Status Irigasi Luas (ha) % Stratified Str. Purposive
1 Dystropepts Pasang Surut 3,7 0,01
2 Dystropepts Irigasi Semi Teknis 121,7 0,24
3 Dystropepts Irigasi Teknis 358,2 0,70
4 Dystropepts Tadah Hujan 420,6 0,82 1
5 Endoaquents Irigasi Teknis 21,3 0,04
6 Endoaquents Tadah Hujan 39,4 0,08
7 Eutropepts Irigasi Semi Teknis 360,4 0,70 1
8 Eutropepts Irigasi Teknis 1.802,5 3,52 2 2
9 Eutropepts Tadah Hujan 209,8 0,41 1
10 Tropaquepts Pasang Surut 1.388,5 2,71 1 1
11 Tropaquepts Irigasi Teknis 42.922,6 83,73 34 30
12 p q p
Tropaquepts j
Tadah Hujan 1.809,0 3,53 2 2
13 Tropofluvents Irigasi Semi Teknis 51,3 0,10
14 Tropofluvents Irigasi Teknis 1.240,1 2,42 1 1
15 Tropofluvents Tadah Hujan 512,6 1,00 1
Jumlah 51.261,7 100 40 40

Gambar Lokasi Sampel Unit Lahan Wilayah Penelitian

78 
78 
Tropofluvents Irigasi Teknis 1
Tropaquepts Irigasi Teknis 30
Dystropepts Irigasi Teknis 1
Eutropepts Irigasi Teknis 2
Eutropepts Irigasi Semi Teknis 1
Tropofluvents Tadah Hujan 1
Eutropepts Tadah Hujan 1 +1
Endoaquents Tadah Hujan
Tropaquepts Pasangsurut 1
Tropaquepts Tadah Hujan 2
40

78 
Lampiran 2 Hasil Ekstraksi EVI (Layer Stacking) Citra MODIS tahun 2005 - 2009
Lampiran 2 Hasil Ekstraksi EVI (Layer Stacking) Citra MODIS tahun 2005 - 2009
Lampiran 2 Hasil Ekstraksi EVI (Layer Stacking) Citra MODIS tahun 2005 - 2009
Lampiran 3 Grafik Produktivitas tiap sampel unit lahan

P P
SUL-1 SUL-2

T T

P P
SUL-3 SUL-4

T T

P P
SUL-5 SUL-6

T T

P P
SUL-7 SUL-8

T T

Keterangan : P = produktivitas
T = periode panen

82
Lampiran 3 Grafik Produktivitas tiap sampel unit lahan

P P
SUL-9 SUL-14

T T

P P
SUL-10 SUL-15

T T

P P SUL-16
SUL-11

T T

P SUL-12
P SUL-17

T T

P P
SUL-13 SUL-18

T T

83
Lampiran 3 Grafik Produktivitas tiap sampel unit lahan

P P
SUL-19 SUL-24

T T

P SUL-20
P
SUL-25

T T

P P
SUL-21 SUL-26

T T

P P SUL-27
SUL-22

T T

P P
SUL-23 SUL-28

T T

84
Lampiran 4 Karakteristik Wilayah di lokasi sampel Unit Lahan

ID Koordinat Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
LOKASI
S X Y Produktifitas (ton/ha) BCR Indeks Penanaman (%) Klas Kes. Lahan Sistem Irigasi Jaringan Jalan LKHL (ha) Pengg. Lahan Arahan RTRWK
1 748287 9302727 6,39 1,59 250 S2fn Irigasi Teknis Lainnya 95,50 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Parungpung, Parungsari, Telukjambe Barat
2 747525 9298534 6,70 1,61 300 S2fn Irigasi Teknis Kolektor 462,43 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Pasirjengkol, Karangmulya, Telukjambe Barat
3 745411 9294653 6,19 2,09 200 S2fn Irigasi Teknis Lainnya 199,32 Sawah Zona Industri Kp. Jatimulya, Wanakerta, Telukjambe Barat
4 752630 9306037 6,11 1,59 200 S2fn Irigasi Teknis Arteri 8.019,00 Sawah Permukiman Babakan Toge, Tanjungmekar, Karawang Barat
5 756016 9306831 5,92 1,61 200 S2fn Irigasi Teknis Lokal 8.019,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Buher, Karangpawitan, Karawang Barat
6 752249 9310136 6,04 1,67 200 S2fn Lebak/Tadah Hujan Kolektor 15,94 Sawah Zona Industri Kp. Kaceot, Tunggakjati, Karawang Barat
7 756242 9310864 6,37 1,93 200 S2fn Irigasi Teknis Lokal 8.019,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Cilele, Sekarwangi, Rawamerta
8 759861 9308126 6,51 2,05 200 S2fn Irigasi Teknis Lainnya 8.019,00 Sawah Pengembangan Kota Kecamatan Kp. Krajan, Pasirkaliki, Rawamerta
9 761351 9311211 6,53 2,09 200 S2fn Irigasi Teknis Kolektor 8.603,60 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Kamurangjati, Panyingkiran, Rawamerta
10 761687 9309206 6,56 1,79 200 S2fn Irigasi Teknis Kolektor 8.603,60 Sawah Pengembangan Kota Kecamatan Kp. Krajan 1, Sukamerta, Rawamerta
11 766728 9304896 6,01 1,58 200 S3n Irigasi Teknis Lainnya 9.426,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Ciluwo, Cadaskertajaya, Talagasari
12 763860 9306029 5,81 1,40 200 S2fn Irigasi Teknis Lokal 756,90 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Sindangpalay, Pasirmukti, Talagasari
13 759275 9300388 6,97 2,24 200 S2fn Tadah Hujan Lainnya 35,91 Sawah Permukiman Kp. Tamelang, Bengle, Majalaya
14 761851 9299367 6,40 1,61 200 S2fn Tadah Hujan Lainnya 58,68 Sawah Permukiman Babakan Tamiang, Lemahmulya, Majalaya
15 762910 9301255 6,15 1,84 200 S3n Irigasi Teknis Lokal 1.800,00 Sawah Permukiman Karangmulya 1, Lemahmulya, Majalaya
16 745359 9282329 6,60 1,72 200 S2rfns Irigasi Semi Teknis Kolektor 245,40 Sawah Permukiman Kp. Jati 2, Jatilaksana, Pangkalan
17 745868 9291224 6,73 1,70 200 S3rn Tadah Hujan Kolektor 8,40 Sawah Pertanian Tanah Lahan Kering Kp. Kereteg, Tamansari, Pangkalan
18 742177 9282221 6,35 1,69 200 S2fn Tadah Hujan Lokal 67,90 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Nambolamping, Mulyasari, Pangkalan
19 750050 9302230 6,33 1,87 200 S3n Irigasi Teknis Lainnya 1.340,70 Sawah Permukiman Kp. Tegalluhur, Sukamakmur, Telukjambe Timur
20 762091 9289251 6,41 1,87 300 S2fn Irigasi Teknis Lokal 38,40 Sawah Zona Industri Kp. Kaum, Mulyasari, Ciampel
21 761218 9292504 6,10 1,86 300 S2fn Irigasi Teknis Lokal 370,20 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Kedungwaru, Kutapohaci, Ciampel
22 759859 9305494 6,59 1,82 200 S3n Irigasi Teknis Lainnya 8.019,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Tanjung, Plawad, Karawang Timur
23 766027 9313007 6,36 1,86 200 S2fn Irigasi Teknis Lainnya 330,10 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Jarakah, lemahduku, Tempuran
24 773750 9313564 6,17 2,60 200 S3rns Irigasi Teknis Kolektor 2.970,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Wagirkumbang, Purwajaya, Tempuran
25 775647 9316833 2,50 1,42 200 S2fn Pasangsurut Lokal 373,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Sumurgede, Muarajaya, Tempuran
26 772698 9316122 6,51 2,50 200 S2fn Irigasi Teknis Lokal 705,50 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Cikuntul Timur, Cikuntul, Tempuran
27 772700 9310006 6,03 2,08 200 S2fn Irigasi Teknis Kolektor 2.970,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Babaway, lemahmukti, Lemahabang
28 771338 9302591 6,35 1,90 200 S2rfn Irigasi Teknis Kolektor 2.174,00 Sawah Pengembangan Kota Kecamatan Kp. Kedaung, Karangtanjung, Lemahabang
29 773172 9298745 6,40 2,33 200 S2fn Irigasi Teknis Kolektor 6.170,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Babakan Wadas, Parakan, Tirtamulya
30 761867 9284096 4,00 1,27 250 S3rns Tadah Hujan Lainnya 28,70 Sawah Pertanian Tanah Lahan Kering Kp. Koja, Mulyasejati, Ciampel
31 770060 9306168 6,49 1,74 200 S2rfn Irigasi Teknis Lainnya 2.139,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Bedahmenggala, Ciluwo, Telagasari
32 770835 9297379 6,05 1,76 200 S2rfn Irigasi Teknis Lainnya 6.170,00 Sawah Permukiman Kp. Tangkil, Citarik, Tirtamulya
33 754601 9304945 6,34 1,66 200 S2fn Irigasi Teknis Arteri 585,20 Sawah Permukiman Telukmungkal, Tanjungmekar, Karawang Barat
34 767992 9294123 6,02 1,66 200 S2fn Irigasi Teknis Lainnya 6.170,00 Sawah Permukiman Bakandukuh, Sukasari, Purwasari
35 765095 9297648 5,98 1,81 200 S2fn Irigasi Teknis Lokal 6.170,00 Sawah Permukiman Darawolong, Purwasari
36 759279 9314333 5,62 1,64 200 S3n Irigasi Teknis Kolektor 8.019,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Sindangkarya, Kutawaluya
37 759553 9321499 5,71 1,66 200 S3n Irigasi Teknis Lokal 8.603,60 Sawah Pertanian Lahan Basah Kelapadua, Jatimulya, Pedes
38 766061 9319730 6,19 1,41 200 S2fn Irigasi Teknis Lainnya 8.603,60 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Cikande, Cikande, Cilebar
39 767524 9320134 6,13 1,59 200 S2fn Irigasi Teknis Lainnya 1.289,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Cikangkung, Ciptamargi, Cilebar
40 762595 9315750 6,20 1,53 200 S3n Irigasi Teknis Lokal 8.603,60 Sawah Pertanian Lahan Basah Sukaratu, Cilebar
244,82 71,64 8.400
6,1205 1,79095 210

29 0,725
9 0,225
2 0,05
40

38559150 18428601,83
1535716,819

139 1668000
Lampiran 5 Kuantifikasi data untuk bahan Analisis Hayashi

38 7 3 2 2 2 4 3 5
6,39 2 2 1 1 4 3 4
6,70 2 2 1 1 2 3 4
6,19 3 1 1 1 4 3 1
6,11 2 1 1 1 1 3 3
5,92 2 1 1 1 3 3 4
6,04 2 1 1 2 2 1 1
6,37 2 1 1 1 3 3 4
6,51 3 1 1 1 4 3 2
6,53 3 1 1 1 2 3 4
6,56 2 1 1 1 2 3 2
6,01 2 1 2 1 4 3 4
5,81 1 1 1 1 3 3 4
6,97 3 1 1 2 4 2 3
6,40 2 1 1 2 4 3 3
6,15 2 1 2 1 3 3 3
6,60 2 1 1 2 2 3 3
6,73 2 1 2 2 2 1 5
6,35 2 1 1 2 3 3 5
6,33 2 1 2 1 4 3 3
6,41 2 2 1 1 3 2 1
6,10 2 2 1 1 3 3 4
6,59 2 1 2 1 4 3 4
6,36 2 1 1 1 4 3 4
6,17 3 1 2 1 2 3 4
6,51 3 1 1 1 3 3 4
6,03 3 1 1 1 2 3 4
6,35 2 1 1 1 2 3 2
6,40 3 1 1 1 2 3 4
6,49 2 1 1 1 4 3 4
6,05 2 1 1 1 4 3 3
6,34 2 1 1 1 1 3 3
6,02 2 1 1 1 4 3 3
5,98 2 1 1 1 3 3 3
5,62 2 1 2 1 2 3 4
5,71 2 1 2 1 3 3 4
6,19 1 1 1 1 4 3 4
6,13 2 1 1 1 4 3 4
6,20 2 1 2 1 3 3 4

Keterangan :
Pada baris pertama kolom pertama  tertulis  38, kolom kedua tertulis 7, kolom ketiga tertulis 3 dan seterusnya 
Artinya : 38 menunujukkan ada 38 sampel, angka 7 artinya ada tujuh variabel yang digunakan, 
                  angka 3 menunjukkan variabel pertama ada tiga kategori dan seterusnya

88 
Lampiran 6 Hasil analisis kuntifikasi Hayashi

********** QUANTIFICATION I **********


Number of Individuals = 38
Number of Items = 7
Number of Categories
Items ( 1) = 3
Items ( 2) = 2
Items ( 3) = 2
Items ( 4) = 2
Items ( 5) = 4
Items ( 6) = 3
Items ( 7) = 5

Cross Table of Item-Categories

2 0 0 2 0 2 0 2 0 0 0 1 1 0 0 2 0 0 0 2
0 28 0 24 4 20 8 23 5 2 7 9 10 2 1 25 2 2 9 13
0 0 8 8 0 7 1 7 1 0 4 1 3 0 1 7 1 1 1 5
2 24 8 34 0 25 9 28 6 2 10 9 13 2 1 31 2 3 10 17
0 4 0 0 4 4 0 4 0 0 1 2 1 0 1 3 1 0 0 3
2 20 7 25 4 29 0 24 5 2 8 8 11 1 2 26 3 3 8 14
0 8 1 9 0 0 9 8 1 0 3 3 3 1 0 8 0 0 2 6
2 23 7 28 4 24 8 32 0 2 8 10 12 0 1 31 2 3 7 20
0 5 1 6 0 5 1 0 6 0 3 1 2 2 1 3 1 0 3 0
0 2 0 2 0 2 0 2 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0 2 0
0 7 4 10 1 8 3 8 3 0 11 0 0 2 0 9 1 2 1 6
1 9 1 9 2 8 3 10 1 0 0 11 0 0 1 10 1 0 2 7
1 10 3 13 1 11 3 12 2 0 0 0 14 0 1 13 1 1 5 7
0 2 0 2 0 1 1 0 2 0 2 0 0 2 0 0 1 0 0 0
0 1 1 1 1 2 0 1 1 0 0 1 1 0 2 0 1 0 1 0
2 25 7 31 3 26 8 31 3 2 9 10 13 0 0 34 1 3 9 20
0 2 1 2 1 3 0 2 1 0 1 1 1 1 1 1 3 0 0 0
0 2 1 3 0 3 0 3 0 0 2 0 1 0 0 3 0 3 0 0
0 9 1 10 0 8 2 7 3 2 1 2 5 0 1 9 0 0 10 0
2 13 5 17 3 14 6 20 0 0 6 7 7 0 0 20 0 0 0 20
0 2 0 2 0 1 1 0 2 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0

89
0
2
0
2
0
1
1
0
2
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
2

Sum of Y for Item-Categories

12 175 51 213 26 183 56 199

39 12 70 68 89 13 13 212

19 19 63 124 13

90
Standardized category-scores and their ranges

Item No. 1
Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : ( 2)-0.198111 0 0.379653
2 : ( 28)-0.026540
3 : ( 8) 0.142417

Item No. 2
Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : ( 34)-0.025050 0 0.311572
2 : ( 4) 0.212928

Item No. 3
Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : ( 29) 0.017174 0 0.150663
2 : ( 9)-0.055338

Item No. 4
Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : ( 32)-0.035496 0 0.347876
2 : ( 6) 0.189313

Item No. 5
Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : ( 2) 0.070377 0 0.359609
2 : ( 11)-0.009590
3 : ( 11)-0.105889
4 : ( 14) 0.080680

Item No. 6
Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : ( 2) 0.074125 0 0.337121
2 : ( 2) 0.357215
3 : ( 34)-0.025373

Item No. 7
Freq. Cat.score Range Partial cor.

91
1 : ( 3)-0.322631 1 0.483281
2 : ( 3) 0.220220
3 : ( 10)-0.021668
4 : ( 20) 0.007881
5 : ( 2) 0.183144

Constant
term 6.2715793

Multiple correlation coefficient

R = 0.7274, R-square = 0.5291

Correlation matrix of of outside variable ( y ) and quantified items ( x1,... )

y x 1 x 2 x 3 x 4 x 5 x 6 x 7
y : 1.000
x 1 : 0.319 1.000
x 2 : 0.155 -0.110 1.000
x 3 : 0.203 0.052 0.191 1.000
x 4 : 0.370 0.008 -0.149 0.071 1.000
x 5 : 0.252 0.086 -0.157 0.084 0.025 1.000
x 6 : 0.364 0.143 0.277 0.092 0.356 -0.045 1.000
x 7 : 0.214 -0.046 -0.217 -0.098 -0.013 -0.015 -0.372 1.000

Prediction
No. Observed Predicted Residual
1 : 6.390 6.503 : -0.113
2 : 6.700 6.413 : 0.287
3 : 6.190 6.103 : 0.087
4 : 6.110 6.225 : -0.115
5 : 5.920 6.078 : -0.158
6 : 6.040 6.168 : -0.128
7 : 6.370 6.078 : 0.292
8 : 6.510 6.646 : -0.136
9 : 6.530 6.344 : 0.186
10 : 6.560 6.387 : 0.173
11 : 6.010 6.192 : -0.182
12 : 5.810 5.907 : -0.097
13 : 6.970 7.012 : -0.042

92
14 : 6.400 6.460 : -0.060
15 : 6.150 5.976 : 0.174
16 : 6.600 6.370 : 0.230
17 : 6.730 6.602 : 0.128
18 : 6.350 6.478 : -0.128
19 : 6.330 6.163 : 0.167
20 : 6.410 6.368 : 0.042
21 : 6.100 6.316 : -0.216
22 : 6.590 6.192 : 0.398
23 : 6.360 6.265 : 0.095
24 : 6.170 6.271 : -0.101
25 : 6.510 6.247 : 0.263
26 : 6.030 6.344 : -0.314
27 : 6.350 6.387 : -0.037
28 : 6.400 6.344 : 0.056
29 : 6.490 6.265 : 0.225
30 : 6.050 6.235 : -0.185
31 : 6.340 6.225 : 0.115
32 : 6.020 6.235 : -0.215
33 : 5.980 6.049 : -0.069
34 : 5.620 6.102 : -0.482
35 : 5.710 6.006 : -0.296
36 : 6.190 6.093 : 0.097
37 : 6.130 6.265 : -0.135
38 : 6.200 6.006 : 0.194

93

You might also like