Professional Documents
Culture Documents
Pemanfaatan Lahan Pertanian Yg Berkelanjutan
Pemanfaatan Lahan Pertanian Yg Berkelanjutan
BERKELANJUTAN
MUYA AVICIENNA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Teknik Pemilihan
Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan adalah karya saya dengan arahan
komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Land use defeated from paddy field agricultural land to non agricultural land
has reached an alarming level. In order to maintain national food sovereignty
required the protection of agricultural land by the establishment of sustainable
paddy field agriculture land. For to realize the existence are need model (methods
and techniques) to selection, deliniation and zonation for sustainable paddy field
agriculture land (LPPB). Determination LPPB preceded by the parameters
selection and criteria determination by Hayashi analysis. From this test can be
formulated that LPPB is an paddy field agricultural land irrigated of technical,
semi technical, simple (rain fed), which has a productivity of over 4.5 tonnes / ha,
had a Benefit Cost Ratio (BCR) > 1.497 and has a Size of Unity Land Cover
(LKHL) > 10 ha. Irrigation systems and LKHL parameters data can be extract
from the ALOS AVNIR-2 imagery, the productivity data can be determined by
the Enhanced Vegetation Index (EVI) data from MODIS Terra and Aqua series
(2005-2009) imagery. The EVI on picpoint and productivity of paddy fields has a
positive correlation with the equation Prod. = 2.9785 + 6.0751 * EVI value. BCR
values obtained from the calculation of productivity and index investments
obtained from MODIS imagery are combined with data from the production cost
of rice paddy land acquired from field surveys. LPPB selection techniques can be
built through remote sensing methods. Activities starting from parameter data
extraction through the sattelite image, field survey, development of criteria
according to field conditions, LPPB classifying through spatial analysis and
presentation of result in the LPPB maps. From this method was known that paddy
field agricultural area can be diferences as LPPB1, LPPB2, LPPB3, LPPB4,
LPPB5, Reserve of LPPB and Non LPPB.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
TEKNIK PEMILIHAN LAHAN PERTANIAN PADI SAWAH
BERKELANJUTAN
MUYA AVICIENNA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc
Judul Tesis : Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah
Berkelanjutan
Nama : Muya Avicienna
NIM : A156080091
Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Halaman
PENDAHULAN
Latar Belakang ………………………………………………………… 1
Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 3
Kegunaan Penelitian …………………………………………………... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ………………………………. 4
Prediksi Produktivitas Pertanian ……………………………………… 9
Konsepsi Penelitian Yang Dilaksanakan ……………………………... 10
Kerangka Pemikiran ………………………………………………….. 11
METODE PENELITIAN
Kerangka Pendekatan Penelitian …………………………………….. 12
Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………………… 13
Metode Pengumpulan Data ………………………………………….. 14
Metode Analisis ……………………………………………………… 15
KESIMPULAN …………………………………………………………... 70
SARAN …………………………………………………………………… 71
GLOSSARY ……………………………………………………………… 72
LAMPIRAN ……………………………………………………………… 77
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 6. Data Curah Hujan Bulanan Rata-Rata Tahun 2005 – 2009 ………... 23
Tabel 10. Nilai EVI dan Produktivitas Padi Sawah Aktual 2009 …………… 47
Tabel 11. Hasil Perhitungan Produktivitas Padi Sawah dari Nilai EVI ……. 49
Tabel 17. Matriks Korelasi antar Variabel yang telah Dikwalifikasi ……… 60
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 18. Hubungan Nilai EVI dan Masa Pertumbuhan Padi sawah ….. 46
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Komposisi dan Lokasi Sampel Unit Lahan
Wilayah Penelitian …………………………………………….. 78
xviii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan ruang (lahan) dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan
yang cukup cepat. Pertumbuhan ini sebagai akibat adanya ruang (lahan) yang
tidak bertambah, sementara laju pertumbuhan penduduk, ekonomi dan
pembangunan terus meningkat, sehingga permintaan akan kebutuhan lahan terus
meningkat. Kondisi seperti ini membawa pada konflik kepentingan dalam
pemakaian lahan.
Pada kenyataannya telah terjadi persaingan penguasaan yang tidak
seimbang dalam penggunaan lahan, terutama sektor pertanian dan non pertanian.
Demi memaksimalkan land rent, lahan pertanian senantiasa dikalahkan untuk di-
alih fungsikan menjadi kegunaan lain seperti permukiman, industri maupun
infrastruktur seperti jalan dan yang lainnya. Berdasar RTRWK (Se-Indonesia) saat
ini saja, secara otomatis telah ada rencana alih fungsi lahan pertanian menjadi
lahan non pertanian secara sistematis sebanyak 3,1 juta hektar atau 40 % dari luas
sawah yang ada di Indonesia (Data BPN 2004).
Dengan semakin meningkatnya pertambahan penduduk, perkembangan
ekonomi dan industri, mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi dan
fragmentasi lahan pertanian pangan yang mengancam daya dukung wilayah
secara nasional untuk menjaga kedaulatan pangan. Menurut Apriantono (2009)
laju besaran alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Indonesia
dari tahun 1999 – 2002 diperkirakan mencapai 330.000 ha atau setara dengan
110.000 ha/tahun, sedangkan menurut data BPS tahun 2003 alih fungsi sawah ke
non sawah mencapai 188.000 ha/tahun, atau dengan laju konversi mencapai 2,42
% pertahun.
Padahal jika dilihat dari sisi daya dukung lahannya, lahan untuk pertanian
pangan selalu memiliki daya dukung lahan yang paling baik, artinya lahan yang
sesuai untuk pertanian pangan umumnya akan sesuai juga untuk semua
peruntukan non pertanian, sebaliknya lahan yang mempunyai daya dukung sesuai
untuk non pertanian belum tentu dapat digunakan untuk lahan pertanian pangan.
Dengan demikian alih fungsi lahan selalu bergerak dari lahan pertanian menjadi
lahan non pertanian, dan tidak sebaliknya. Padahal ketersediaan lahan yang
2
Tujuan Penelitian
Berdasar pada uraian di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah :
1. Memanfaatkan metode dan teknik penginderaan jauh untuk menilai
produktivitas lahan pertanian padi sawah beserta penyadapan data parameter
yang digunakan untuk pemilihan kawasan lahan pertanian padi sawah.
2. Menentukan parameter yang mempunyai pengaruh nyata dalam pemilihan
lahan pertanian padi sawah berkelanjutan.
3. Mendapatkan teknik untuk memilih dan mendeliniasi (zonasi) lahan pertanian
padi sawah berkelanjutan berdasarkan pada parameter terpilih.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif metode
dan teknik dalam memilih dan mendeliniasi (zonasi) lahan pertanian padi sawah
berkelanjutan, yang menjadi bagian dari rangkaian penetapan perencanaan tata
ruang wilayah kawasan perdesaan pada wilayah kabupaten.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Lahan beririgasi;
Lahan reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut (lebak); dan/atau
Lahan tidak beririgasi.
c. penggunaan lahan;
d. potensi teknis lahan; dan atau
e. luasan kesatuan hamparan lahan.
Pertanian lahan kering yang dimaksud adalah lahan kering yang sudah
digunakan baik untuk tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Lahan
kering dibedakan berdasarkan persyaratan agroekosistemnya yakni ketinggian
tempat (m dpl) dan kondisi iklim (tipe hujan). Kritteria yang digunakan terdiri
atas :
a. Topografi (elevasi dan lereng)
b. Iklim (basah dan kering)
c. Keadaan tahan (jenis tanah, kedalaman efektif dan tekstur tanah)
d. Penggunaan lahan
Hasil penetapan lahan pertanian kering ini dibedakan untuk tanaman tahunan dan
tanaman pangan musiman sebagaimana tabel berikut.
NO. Parameter Dataran Rendah (< 700 m dpl) Dataran Tinggi (≥ 700 m dpl)
1 Lereng a. Tan. Semusim : < 15 % a. Tan. Semusim : < 30 % pada Andisols atau
< 15 % pada tanah lainnya
b. Tan. Tahunan : < 40 % b. Tan. Tahunan : < 40 %
2 Kedalaman Tanah ≥ 50 cm ≥ 50 cm
3 Tekstur Tanah Semua kelas, kecuali pasir dan Semua kelas, kecuali pasir dan
berbatu > 15 % berbatu > 15 %
4 Bahan Induk Tanah a. Tan. Semusim : Volkan, aluvium a. Tan. Semusim : Volkan, aluvium
b. Tan. Tahunan : Volkan, sedimen, b. Tan. Tahunan : Volkan, sedimen,
aluvium aluvium
Sumber : Ritung et al (2007)
Beberapa hal yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain :
a. Parameter kriteria lahan pertanian abadi untuk sawah sudah cukup valid untuk
diaplikasikan. Kriteria tersebut terdiri dari status irigasi, indeks pertanaman
(IP) dan produktivitas.
b. Konsep kriteria lahan pertanian abadi tanaman pangan semusim lahan kering
yang dihasilkan terdiri dari 5 faktor kondisi lahan dan 2 faktor penggunaan,
yaitu : lereng, jenis tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah, iklim, penggunaan
lahan dan peruntukan lahan.
c. Penerapan aplikasi kriteria penetapan lahan pertanian abadi pada lahan sawah
dan lahan kering dengan skala tinjau.
Referensi lainnya
Menurut Rustiadi pada tahun 2007 menyampaikan bahwa terdapat beberapa
pertimbangan dalam penetapan lahan pangan abadi (berkelanjutan), yaitu :
a. Mempertimbangkan kesesuaian lahan
b. Mempertimbangkan kondisi eksiting
c. Tidak dipaksakan bagi semua daerah, melainkan harus didasarkan oleh
adanya kriteria.
d. Mempertimbangkan keseimbangan ekosistem dan daya dukung alam dan
lingkungan.
e. Terbatas pada lahan dengan intensitas tanam 2 kali/tahun dengan
produktivitas lebih dari 4,5 ton/ha.
f. Mencakup lahan sawah maupun lahan kering, lahan pasang surut dan pinggir
sungai.
g. Untuk sawah diutamakan beririgasi, atau non irigasi dengan luas hamparan di
atas 2 ha.
Dari kajian ini terdapat beberapa kriteria yang secara umum dapat
digunakan untuk penetapan lahan pangan berkelanjutan, dan perlu untuk diuji,
yaitu kesesuaian lahan, kondisi aktual (penggunaan lahan), intensitas tanam
(indeks penanaman) dan sistem irigasi.
9
Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat hubungan positif antara
NDVI/EVI dengan fase pertumbuhan padi. Hal ini menunjukkan bahwa
NDVI/EVI hasil ekstraksi dari citra MODIS dapat digunakan untuk menduga
produktivitas padi.
Kerangka Pemikiran
Berdasar tujuan penelitian dan hasil telaah pustaka disusun kerangka
pemikiran penelitian Teknik Pemilihan Kawasan Lahan Pertanian Padi Sawah
Berkelanjutan di Kabupaten Karawang sebagaimana diagram alir berikut.
METODE PENELITIAN
Persiapan
Perolehan
Data
Analisis
Penyajian
Hasil
data produktivitas aktual lahan padi sawah dan untuk menilai kelayakan secara
ekonomi. Responden yang dipilih adalah dari petani atau kelompok tani.
Secara keseluruhan data yang diperlukan dalam penelitian ini, beserta cara
perolehannya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Data yang Dipakai dan Cara Perolehannya
Metode Analisis
Keterangan Gambar :
D.Sc = data sekunder
KL = kesesuaian lahan
Inf = infrastruktur (jalan dan irigasi)
PL = penggunaan lahan
AKSE = analisis kelayakan secara ekonomi
IP = indeks penanaman
PLPPS = produktivitas lahan pertanian padi sawah
Analisis Citra
Citra ALOS (Advanced Land Observing Satellite)
Analisis citra ALOS dilaksanakan dengan Non Parametric Methods.
Analisis ini dimaksudkan untuk memperoleh data infrastruktur (jalan dan irigasi),
penggunaan lahan dan luasan kesatuan hamparan lahan sawah (lahan baku
sawah). Beberapa kegiatan yang dilaksanakan dapat digambarkan dengan diagram
alir berikut :
Citra ALOS
Pada tahap awal pelaksanaan penyadapan data, citra ALOS yang diperoleh
perlu dikoreksi untuk menghilangkan kesalahan akibat distorsi geometrik, berupa
jarak, luas, arah dan sudut. Pelaksanaan koreksi geometri dibantu dengan peta
dasar yang mempunyai kontrol bumi yang baik, dalam hal ini digunakan peta
hasil kegiatan fotogrammetris yaitu Peta Lahan Baku Sawah skala 1 : 10.000
Departemen Pertanian RI. Pada pelaksanaan koreksi geometri ini hingga didapat
17
kesalahan transformasi (Root Mean Square) = 0,05 atau < 0,5 pixel. Pelaksanaan
koreksi geometri citra dibantu dengan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.3.
Kegiatan selanjutnya adalah pemrosesan citra, suatu kegiatan yang
digunakan untuk mwmpwrbaiki kualitas gambar agar lebih tajam. Kegiatan
pemrosesan citra yang dilaksanakan berupa penajaman citra ALOS dengan
manipulasi kontras dan filtering. Pemrosesan citra dibantu dengan perangkat
lunak ERDAS Imagine 9.3.
Kegiatan ekstraksi data penggunaan lahan dilaksanakan secara visual
dengan digitasi on screen menggunakan perangkat lunak Auto Cad Map.
Pengenalan masing-masing obyek didasarkan pola tanggap spektral dan
karakteristik dasar obyek lainnya yang dapat dikenali dan tergambar dari citra
ALOS. Pengenalan ini dibantu dengan menggunakan unsur-unsur interpretasi
berupa karakteristik dasar yang bisa dikenali dari citra berupa rona/warna, tekstur,
pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs. Dalam ekstraksi data ini dibantu juga
dengan data penggunaan lahan lama (tahun 2003).
Hasil ekstraksi data penggunaan lahan yang didalamnya terdapat juga data
infrastruktur dan luas kesatuan hamparan lahan (lahan baku sawah) di wujudkan
dalam bentuk manuskript (peta sementara). Peta sementara ini selanjutnya dibawa
ke lapangan untuk dijadikan sebagai bahan untuk kegiatan pengecekan lapangan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran hasil ekstraksi dan
kondisi sesungguhnya setiap obyek di lapangan. Banyaknya obyek yang di cek di
lapangan diambil secara Stratified pada setiap populasi obyek. Hasil ceking
lapangan yang diperoleh digunakan untuk editing hasil ekstraksi data penggunaan
lahan dan evaluasi kemampuan citra ALOS dalam menyajikan data parameter.
Citra MODIS Terra Aqua yang digunakan merupakan citra yang diakusisi
pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 (series 5 tahun), yang dapat dirinci
sebagaimana tabel berikut :
Tabel 5. Citra MODIS Terra Aqua Yang Digunakan
No. Kode Tgl. Akuisisi No. Kode Tgl. Akuisisi No. Kode Tgl. Akuisisi
1 MOD09A1.A2005033 02-Feb-05 50 MOD09A1.A2007009 09-Jan-07 99 MOD09A1.A2008209 27-Jul-08
2 MOD09A1.A2005049 18-Feb-05 51 MOD09A1.A2007073 14-Mar-07 100 MOD09A1.A2008217 04-Agust-08
3 MOD09A1.A2005057 26-Feb-05 52 MOD09A1.A2007089 30-Mar-07 101 MOD09A1.A2008225 12-Agust-08
4 MOD09A1.A2005065 06-Mar-05 53 MOD09A1.A2007121 01-Mei-07 102 MOD09A1.A2008233 20-Agust-08
5 MOD09A1.A2005097 07-Apr-05 54 MOD09A1.A2007129 09-Mei-07 103 MOD09A1.A2008241 28-Agust-08
6 MOD09A1.A2005105 15-Apr-05 55 MOD09A1.A2007137 17-Mei-07 104 MOD09A1.A2008249 05-Sep-08
7 MOD09A1.A2005113 23-Apr-05 56 MOD09A1.A2007145 25-Mei-07 105 MOD09A1.A2008257 13-Sep-08
8 MOD09A1.A2005129 09-Mei-05 57 MOD09A1.A2007153 02-Jun-07 106 MOD09A1.A2008265 21-Sep-08
9 MOD09A1.A2005137 17-Mei-05 58 MOD09A1.A2007161 10-Jun-07 107 MOD09A1.A2008273 29-Sep-08
10 MOD09A1.A2005145 25-Mei-05 59 MOD09A1.A2007169 18-Jun-07 108 MOD09A1.A2008281 07-Okt-08
11 MOD09A1.A2005153 02-Jun-05 60 MOD09A1.A2007177 26-Jun-07 109 MOD09A1.A2008289 15-Okt-08
12 MOD09A1.A2005161 10-Jun-05 61 MOD09A1.A2007185 04-Jul-07 110 MOD09A1.A2008297 23-Okt-08
13 MOD09A1.A2005169 18-Jun-05 62 MOD09A1.A2007193 12-Jul-07 111 MOD09A1.A2008305 31-Okt-08
14 MOD09A1.A2005177 26-Jun-05 63 MOD09A1.A2007201 20-Jul-07 112 MOD09A1.A2008313 08-Nop-08
15 MOD09A1.A2005185 04-Jul-05 64 MOD09A1.A2007209 28-Jul-07 113 MOD09A1.A2008321 16-Nop-08
16 MOD09A1.A2005193 12-Jul-05 65 MOD09A1.A2007217 05-Agust-07 114 MOD09A1.A2008329 24-Nop-08
17 MOD09A1.A2005201 20-Jul-05 66 MOD09A1.A2007225 13-Agust-07 115 MOD09A1.A2008337 02-Des-08
18 MOD09A1.A2005209 28-Jul-05 67 MOD09A1.A2007233 21-Agust-07 116 MOD09A1.A2008345 10-Des-08
19 MOD09A1.A2005217 05-Agust-05 68 MOD09A1.A2007241 29-Agust-07 117 MOD09A1.A2008353 18-Des-08
20 MOD09A1.A2005225 13-Agust-05 69 MOD09A1.A2007249 06-Sep-07 118 MOD09A1.A2008361 26-Des-08
21 MOD09A1.A2005233 21-Agust-05 70 MOD09A1.A2007265 22-Sep-07
22 MOD09A1.A2005241 29-Agust-05 71 MOD09A1.A2007321 17-Nop-07 119 MOD09A1.A2009001 01-Jan-09
23 MOD09A1.A2005257 14-Sep-05 72 MOD09A1.A2007329 25-Nop-07 120 MOD09A1.A2009065 05-Mar-10
24 MOD09A1.A2005265 22-Sep-05 121 MOD09A1.A2009073 13-Mar-10
25 MOD09A1.A2005273 30-Sep-05 73 MOD09A1.A2008001 01-Jan-08 122 MOD09A1.A2009081 21-Mar-10
26 MOD09A1.A2005305 01-Nop-05 74 MOD09A1.A2008009 09-Jan-08 123 MOD09A1.A2009105 14-Apr-10
27 MOD09A1.A2005313 09-Nop-05 75 MOD09A1.A2008017 17-Jan-08 124 MOD09A1.A2009113 22-Apr-09
76 MOD09A1.A2008025 25-Jan-08 125 MOD09A1.A2009121 30-Apr-10
28 MYD09A1.A2006041 10-Feb-06 77 MOD09A1.A2008033 02-Feb-08 126 MOD09A1.A2009137 16-Mei-10
29 MYD09A1.A2006065 06-Mar-06 78 MOD09A1.A2008041 10-Feb-08 127 MOD09A1.A2009145 24-Mei-10
30 MYD09A1.A2006097 07-Apr-06 79 MOD09A1.A2008049 18-Feb-08 128 MOD09A1.A2009153 01-Jun-10
31 MYD09A1.A2006121 01-Mei-06 80 MOD09A1.A2008057 26-Feb-08 129 MOD09A1.A2009161 09-Jun-10
32 MYD09A1.A2006129 09-Mei-06 81 MOD09A1.A2008065 05-Mar-08 130 MOD09A1.A2009169 17-Jun-10
33 MYD09A1.A2006161 10-Jun-06 82 MOD09A1.A2008073 13-Mar-08 131 MOD09A1.A2009177 25-Jun-10
34 MYD09A1.A2006169 18-Jun-06 83 MOD09A1.A2008081 21-Mar-08 132 MOD09A1.A2009185 03-Jul-10
35 MYD09A1.A2006177 26-Jun-06 84 MOD09A1.A2008089 29-Mar-08 133 MOD09A1.A2009193 11-Jul-10
36 MYD09A1.A2006185 04-Jul-06 85 MOD09A1.A2008097 06-Apr-08 134 MOD09A1.A2009201 19-Jul-10
37 MYD09A1.A2006193 12-Jul-06 86 MOD09A1.A2008105 14-Apr-08 135 MOD09A1.A2009209 27-Jul-10
38 MYD09A1.A2006201 20-Jul-06 87 MOD09A1.A2008113 22-Apr-08 136 MOD09A1.A2009217 04-Agust-10
39 MYD09A1.A2006209 28-Jul-06 88 MOD09A1.A2008121 30-Apr-08 137 MOD09A1.A2009225 12-Agust-10
40 MYD09A1.A2006217 05-Agust-06 89 MOD09A1.A2008129 08-Mei-08 138 MOD09A1.A2009233 20-Agust-10
41 MYD09A1.A2006225 13-Agust-06 90 MOD09A1.A2008137 16-Mei-08 139 MOD09A1.A2009241 28-Agust-10
42 MYD09A1.A2006233 21-Agust-06 91 MOD09A1.A2008145 24-Mei-08 140 MOD09A1.A2009249 05-Sep-10
43 MYD09A1.A2006241 29-Agust-06 92 MOD09A1.A2008153 01-Jun-08 141 MOD09A1.A2009257 13-Sep-10
44 MYD09A1.A2006249 06-Sep-06 93 MOD09A1.A2008161 09-Jun-08 142 MOD09A1.A2009265 21-Sep-10
45 MYD09A1.A2006257 14-Sep-06 94 MOD09A1.A2008169 17-Jun-08 143 MOD09A1.A2009289 15-Okt-09
46 MYD09A1.A2006265 22-Sep-06 95 MOD09A1.A2008177 25-Jun-08 144 MOD09A1.A2009345 10-Des-09
47 MYD09A1.A2006273 30-Sep-06 96 MOD09A1.A2008185 03-Jul-08
48 MYD09A1.A2006281 08-Okt-06 97 MOD09A1.A2008193 11-Jul-08
49 MYD09A1.A2006289 16-Okt-06 98 MOD09A1.A2008201 19-Jul-08
spektral biru (blue). Persamaan EVI oleh Huete et al. (1997) diformulasikan
dengan :
ρNIR – ρRED
EVI = 2.5 *
ρNIR – C1*ρRED-C2*ρBLUE+L
Keterangan :
ρ = nilai reflektan kanal spektral
C = koefisien koreksi atmospheric aerosol scattering pada kanal spektral
merah berdasarkan kanal spektral biru (C1 : 6, C2 : 7,5)
L = soil effect adjustment factor (1)
Indeks vegetasi diketahui melalui data citra MODIS series selama 5 tahun
(2005 – 2009), dengan resolusi temporal 8 hari. Cara perolehan data produktivitas
dan indeks penanaman dapat digambarkan pada diagram alir berikut.
Citra Groundtruth
MODIS Sr.
Ekstraksi C. MDS
Anal. Korelasi
Grafik Produktivitas
Keterangan :
EVIn = EVI new (2009)
EVIos = EVI olds (2005 – 2008) Data Indeks Penanaman
y = ∆a + ε
di mana:
y : vektor data variabel tujuan ukuran (n×1)
∆ : matriks data variabel-variabel penjelas ukuran (nxC) di mana C =
a : vektor parameter skor untuk kategori-kategori dari variabel-variabel
penjelas ukuran (C×1)
ε : vektor parameter eror pendugaan ukuran (n×1)
Sumber : Tanaka et al. (1992), Saefulhakim (1996)
Dari hasil analsis yang diperoleh selanjutnya diformulasikan paramater apa saja
yang mempunyai pengaruh nyata untuk penentuan LPPB.
Uji Keberlanjutan
Analisis ini dilaksanakan untuk mengetahui aspek keberlanjutan dalam
pemanfaatan lahan. Keberlanjutan dapat dicapai melalui pemanfaatan lahan untuk
21
produksi secara optimal. Penggunaan lahan optimal jika sesuai dengan daya
dukung dan daya tampung lahan. Uji keberlanjutan ini dapat diketahui dari dari
grafik yang dibuat dan matriks yang diperoleh dari hasil analisis, di sini dapat
diperlihatkan dan diidentifikasi karakteristik parameter unit lahan padi sawah
yang berkelanjutan.
Topografi
Geologi
Berdasarkan data geologi dari Puslitbang Geologi Kementrian ESDM,
wilayah penelitian sebagian besar tersusun dari batuan sedimen (clastic, fine,
claystone) yang merupakan endapan banjir yang terbentuk pada jaman Holosen.
Adapun di sekitar wilayah pantai Tempuran merupakan batuan sedimen (clastic,
medium, sands) yang terbentuk dari endapan laut dangkal pada jaman Pleistosen
dan batuan sedimen aluvium dari endapan laut dangkal pada jaman Holosen.
Iklim
Wilayah penelitian sebagian besar merupakan dataran rendah, sebagaimana
umumnya wilayah di kabupaten Karawang pada bulan Januari sampai dengan
April bertiup angin Muson Tenggara, kecepatan angin berkisar antara 30 – 35
km/jam, lamanya tiupan antara 5 – 7 jam. Temperatur udara rata-rata 27 ºC,
tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66 % dengan
kelembaban nisbi sebesar 80 %. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.100 –
3.200 mm/tahun (RPP Kab. Karawang – Dinas Pertanian KP 2009).
Berdasar data curah hujan untuk wilayah penelitian dapat dijelaskan bahwa
curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Pebruari, tertinggi terjadi di kecamatan
Purwosari sebesar 668 mm/bulan dengan lama hujan 22 hari, sedangkan curah
hujan terendah tanpa hari hujan jatuh pada bulan Agustus terjadi di hampir di
seluruh wilayah penelitian. Data curah hujan bulanan rata-rata wilayah penelitian
selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Data Curah Hujan Bulanan Rata-Rata Tahun 2005 - 2009
JANUARI PEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBE OKTOBER NOPEMBER DESEMBER
TAHUN
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
2005 332,0 14,6 263,6 9,5 211,6 9,4 92,5 5,9 67,1 3,6 77,1 4,0 31,9 1,9 22,1 1,1 34,4 1,2 149,5 5,3 284,1 8,1 95,2 5,4
2006 422,6 16,0 248,0 11,1 193,8 8,1 143,2 7,7 88,3 5,2 25,3 1,7 20,4 0,7 1,2 0,2 0,0 0,0 20,0 1,6 69,0 4,9 235,0 10,7
2007 149,4 7,7 445,6 15,3 208,9 11,4 151,5 8,2 45,1 4,8 70,5 4,3 2,4 0,4 11,9 0,4 19,2 1,6 69,9 3,9 123,2 8,2 264,1 12,0
2008 273,1 17,0 472,0 19,0 225,0 12,0 168,0 8,0 20,0 3,0 3,0 1,0 9,0 1,0 - - 31,0 1,0 13,0 3,0 51,0 3,0 252,0 13,0
2009 426,0 14,4 402,5 15,1 212,4 9,0 142,8 7,3 110,0 5,8 74,4 2,9 12,7 0,8 0,4 0,1 44,9 2,8 65,6 4,0 172,8 9,6 173,9 10,0
Jumlah 1.603,0 69,6 1.831,7 70,0 1.051,6 49,9 697,9 37,0 330,4 22,3 250,3 13,8 76,4 4,7 35,6 1,7 129,4 6,5 317,9 17,7 700,1 33,7 1.020,1 51,1
Rata-rata 320,6 13,9 366,3 14,0 210,3 10,0 139,6 7,4 66,1 4,5 50,1 2,8 15,3 0,9 7,1 0,3 25,9 1,3 63,6 3,5 140,0 6,7 204,0 10,2
Keterangan : Sumber : Laporan Tahunan Dinas Pertanian kab. Karawang
CH = Curah Hujan (mm)
HH = Hari hujan (hari)
24
Tanah
Berdasarkan pada Peta Satuan Tanah skala 1 : 50.000 yang dikeluarkan oleh
Puslittanak pada tahun 1996, wilayah penelitian mempunyai 6 jenis tanah dalam
kategori great group (Soil Taxonomi 1998), yaitu a). Endoaquents, b).
Tropofluvents, c). Tropaquepts, d). Eutropepts, e). Dystropepts, dan f).
Hapludolls.
Kesesuaian Lahan
Berdasarkan data kesesuaian lahan aktual untuk pertanian padi sawah yang
diperoleh dari Puslittanak (1995), menunjukkan bahwa di wilayah penelitian tidak
dijumpai adanya kelas Sangat Sesuai (S1). Wilayah pertanian padi sawah
umumnya mempunyai kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai (S2), dan sebagian
lagi mempunyai kelas kesesuaian lahan Sesuai Marginal (S3). Lahan dengan kelas
cukup sesuai mempunyai faktor pembatas media perakaran (r), retensi hara (f) dan
hara tersedia (n). Kelas kesesuaian lahan sesuai marginal mempunyai pembatas
kemudahan pengelolaan tanah (p), media perakaran (r), retensi hara (f), hara
tersedia (n) dan keadaan terrain (s). Untuk bagian selatan wilayah penelitian yang
mempunyai wilayah pertanian padi sawah yang relatif sempit, serta wilayah di
sekitar sempadan sungai di bagian utara mempunyai kelas kesuaian lahan Sesuai
Marginal (S3) dan Tidak Sesuai (N). Faktor pembatasanya umumnya berupa
bahaya banjir (b), media perakaran (r), retensi hara (f), hara tersedia (n), keadaan
terrain (s), tingkat bahaya erosi (e) dan salinitas (c).
Berdasarkan luasannya, wilayah penelitian yang mempunyai kelas
kesesuaian lahan S2 seluas 60.701 hektar atau setara dengan 55,8 % dari luas
wilayah penelitian, S3 seluas 43.062 hektar atau setara dengan 39,59 % dari luas
wilayah, N1 dengan luas 2.623 hektar atau setara dengan 2,41 % dari luas wilayah
dan N2 seluas 2.395 hektar atau setara dengan 2,2 % dari luas wilayah.
Penyebaran kelas kesesuaian lahan ini dapat dilihat pada gambar berikut.
26
Arahan Kebijakan
Berkenaan dengan arahan kebijakan pola pemanfaatan ruang terdapat 3
sumber arahan kebijakan yaitu RTRWN, RTRWP Jawa Barat dan RTRWK
Karawang. Dari ketiganya mengindikasikan bahwa kabupaten Karawang
termasuk wilayah andalan penyangga DKI dan sekitarnya, dengan sektor
unggulan pertanian, industri, perikanan, pertambangan dan pariwisata. Kebijakan
ini yang memberikan arahan dalam pemanfaatan ruang, pengembangan sistem
pusat-pusat permukiman, pengembangan kawasan tertentu dan pengembangan
sistem prasarana wilayah.
Jika kita mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang
2003 – 2013, arahan pola pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung terletak di
kawasan gunung Sanggabuana, kawasan konservasi terletak pada kawasan hutan
lindung KPH Perhutani di kecamatan Pangkalan dan Telukjambe. Kawasan
lindung juga terletak pada sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan mata air,
danau, dan hutan bakau. Kawasan budidaya terdiri dari kawasan pertanian dan
non pertanian. Kawasan pertanian terdiri dari kawasan penyangga, tanaman
tahunan untuk lokasi wilayah-wilayah industri, pertanian lahan kering pada
komplek ekologi hulu dan tengah bagian hulu, pertanian lahan basah didominasi
oleh sawah dengan prasarana irigasi teknis dalam pelayanan Tarum Barat, Tarum
Timur, Tarum Utara, saluran bendung Cebeet, bendung Barugbug dan bendung
Pucang. Perikanan diarahkan pada ekologi pesisir pantai utara, peternakan di
wilayah kecamatan Pangkalan. Kawasan Permukinan umumnya terletak pada
kawasan perkotaan yang tumbuh pada koridor jalan antara Jakarta – Purwakarta,
sedangkan permukiman perdesaan tersebar pada pedesaan yang terpadu dengan
budidaya pertanian.
Sedangkan dari sisi struktur ruang ditandai dengan adanya penataan Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW) yang diarahkan di kota Cikampek dan kota Karawang,
Pusat Kegiatan Lokal (PKL) diarahkan di kecamatan Rengasdengklok,
Lemahabang, Batujaya, Klari, Pangkalan dan Cilamaya. Penataaan ini akan
dilengkapi juga dengan pengembangan sarana dan prasarana seperti Pelabuhan
Udara Sekunder, Terminal, Rumah Sakit, TPA, Pasar Induk, Perguruan Tinggi
maupun Permukiman.
28
Penggunaan Lahan
Data penggunaan lahan diperoleh dari hasil penyadapan data dari citra
ALOS AVNIR-2 akuisisi 30 Juni 2009. Hasil penyadapan data ini disempurnakan
dengan hasil identifikasi lapangan yang dilaksanakan pada bulan April - Juni
2010. Dari hasil penyadapan data ini diketahui bahwa hampir separuh dari
wilayah penelitian digunakan untuk lahan sawah. Sawah Irigasi Teknis seluas
50.276 hektar atau 46, 2 % dari luas wilayah penelitian, Sawah Irigasi Semi
Teknis seluas 487, 2 hektar atau 0,45 % dari luas wilayah penelitian, Sawah
Tadah Hujan seluas 2.320 hektar atau 2,13 % dari luas wilayah penelitian dan
Sawah Pasang Surut seluas 1.399 hektar atau 1,29 % dari luas wilayah penelitian.
Penggunan lahan lain yang cukup luas antara lain permukiman seluas 17.490
hektar (16,08 %), kebun campuran seluas 11.901 hektar (10,9 %), semak belukar
seluas 10.054 hektar (9,2 %), kawasan industri seluas 5.284 hektar (4,86 %) dan
ladang/tegalan seluas 3.518 hektar (3,23 %). Adapun penggunaan lahan lainnya
mempunyai luasan yang kecil. Secara rinci luas penggunaan lahan wilayah
penelitian dapat disajikan pada Tabel 5.
Penggunaan lahan sawah terletak pada wilayah dataran beririgasi teknis
yang menempati sebagian besar wilayah utara penelitian. Sedangkan bagian
selatan yang bertopografi berombak hingga bergelombang yang tanpa dilengkapi
irigasi teknis umumnya merupakan tanaman untuk lahan kering, wilayah industri,
semak belukar maupun hutan lindung.
30
Kondisi Infrastruktur
(outlet) dari sistem irigasi atau daerah cekungan. Wilayah ini antara lain berada di
kecamatan Telukjambe Barat, Pedes dan Cilebar.
Sebaran sawah berdasarkan sistem irigasinya dapat diperlihatkan pada
gambar berikut :
Sumber Peta : Dinas Bina Marga dan Pengairan; Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kab. Karawang, dilengkapi
dengan survei lapangan tahun 2010.
I KARAKTERISTIK SAWAH
1 Status/kondisi Irigasi
2 Pola penanaman sawah dalam 1 tahun
3 Indeks Penanaman Padi
4 Jenis bibit yang ditanam
5 Produktivitas perhektar perpanen
II BIAYA PRODUKSI
1 Kebutuhan Benih Padi
2 Kebutuhan Pupuk
a. Kimia
b. Kandang (Hijau)
c. Pestisida
3 Biaya Pengolahan
a. Pengolahan Tanah
b. Persemaian
c. Plastik Buat Persemaian
d. Bambu/ajir
e. Tanam
f. Pemupukan
g. Penyemprotan
h. Penyiangan
i. Pembersihan Pematang
j. Biaya Panen (Bawon) = 1/6 x 6 ton
4 Biaya Pemeliharaan
a. Alat pertanian
b. Sewa hewan untuk Pengolahan Tanah
c. Biaya Pengangkutan
d. Sewa Lahan
5 Biaya Lainnya
a. Pengairan (IPAIR, P3A)
b. PBB
c. IRTD/Rutin Desa
d. Lainnya
III PENDAPATAN PANEN PADI SAWAH
IV LABA BERSIH PERHEKTAR PERPANEN
V BCR (Benefit Cost Ratio)
wilayah penelitian dapat disajikan pada tabel terlampir. Untuk sistem usaha tani
di wilayah penelitian rata-rata hampir sama. Biaya produksi didominasi dengan
biaya pengolahan lahan yang diikuti dengan biaya pemeliharaan serta kebutuhan
pupuk dan obat hama, sedangkan biaya bibit dan biaya lainnya boleh dikatakan
seragam. Biaya pengolahan lahan pada wilayah sekitar perkotaan lebih tinggi
dibanding wilayah pertanian di perdesaan. Biaya pengolahan lahan umumnya
mencapai 50 % dari biaya produksi. Sedangkan biaya pemupukan dan pengobatan
tergantung pada potensi teknis lahan (kesesuaian) dan daerah endemi hama. Pada
wilayah yang mempunyai daya dukung rendah umumnya memerlukan
pemupukan lebih dari wilayah lainnya, begitu juga dengan wilayah yang menjadi
endemi hama akan memerlukan biaya pengobatan lebih dari wilayah lainnya.
Biaya pemeliharaan juga cukup besar, sekitar 20 % dari biaya produksi. Adapun
biaya lainnya cukup kecil sekitar 2 % dari biaya produksi, kecuali pada wilayah
sawah tadah hujan yang menggunakan pompa untuk irigasi, atau daerah yang
dikenakan iuran rutin desa cukup besar. Faktor-faktor ini yang mempengaruhi
tinggi-rendahnya Benefit Cost Ratio (BCR). Kondisi wilayah beserta BCR
wilayah penelitian dapat disajikan seperti pada Tabel 9 berikut.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah (72,5 %)
mempunyai nilai BCR antara 1,5 – 2, wilayah yang mempunyai nilai BCR di atas
2 sebesar 22,5 % dan di bawah 1,5 masing-masing 5 %. Bila diambil angka
produktivitas rata-rata 6,12 ton/ha dan BCR = 1,791, maka para petani di wilayah
penelitian akan mendapat penghasilan rata-rata Rp. 1.793.970,-/bulan. Dengan
angka produktivitas demikian, discount factor 12 %, BCR > 1 dan nilai NPV > 0,
menunjukkan bahwa usaha tani di wilayah penelitian dapat dilanjutkan, jika
penghasilan rata-rata petani di wilayah penelitian dibandingkan kebutuhan hidup
minimum menurut Soyogo (1988), dimana kebutuhan per-KK/tahun adalah
sebesar Rp. 9.375.000,- , atau Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) Jawa Barat
sebesar Rp. 1.000.000,- per bulan (2008) atau kebutuhan hidup minimum menurut
tanggapan para petani sebesar Rp. 1.500.000,-/bulan, maka pendapatan petani
dengan luas lahan 1 hektar di wilayah penelitan masih dianggap cukup layak.
Sesuai dengan perhitungan tersebut di atas maka Break Event Point (BEP) dari
kelayakan secara ekonomi adalah BCR = 1,497.
40
dikenali pada citra. Seperti tumbuhan berwarna hijau, rumah tinggal berwarna
merah bata, laut berwarna biru, gudang berwarna perak cerah, dan seterusnya.
Pada tahap berikutnya setiap
Terdapat Perbedaan Tekstur
jenis tutupan lahan dapat dibedakan
dengan karakteristik dasar tekstur.
Jaringan Irigasi
Tumbuhan yang bertektur kasar,
menunjukkan tumbuhan yang
mempunyai tajuk yang lebar
(tanaman keras), semakin halus
semakin kecil ukuran tajuk
pohonnya, seperti tanaman palawija,
Gambar 16. Kenampakan Tekstur pada Citra
padi ataupun rumput hilalang.
Proses pengenalan selanjutnya berkaitan dengan karakteristik dasar penciri
obyek, dapat menggunakan gabungan karakteristik dasar penciri ataupun penciri
tunggal dari karakteristik dasar berupa pola, ukuran, bentuk, bayangan ataupun
situs. Sebagai contoh obyek yang berwarna kehijauan, tekstur halus menunjukkan
tumbuhan rendah dan kecil bisa palawija, padi ataupun rumput ilalang, namun
dengan adanya galengan maka dapat disimpulkan bahwa tumbuhan tersebut
adalah tanaman palawija ataupun padi. Kepastian penggunaan lahan dapat diambil
dengan penciri utama seperti padi sawah dilengkapi dengan asosiasi jaringan
irigasi dan adanya genangan air irigasi. Demikian juga dengan pengenalan obyek
lainnya, seperti perkantoran mempunyai ukuran bangunan yang lebih besar dari
permukiman, pertokoan terletak pada daerah perdagangan, industri dapat dikenali
dengan bangunan besar yang mencerminkan pergudangan dan akses jalan yang
baik menuju ke jalan-jalan utama baik jalan arteri ataupun jalan tol, tambak
mempunyai rona/warna hijau kebiruan, dibatasi dengan guludan yang cukup
tinggi dari pematang sawah, terletak di wilayah pesisir, sudah terdapat pengaruh
pasang surut, dan seterusnya.
44
Wilayah Perdagangan
Wilayah Industri
Lapangan Golf
Jalan Tol
Dengan cara dan teknik penginderaan jauh seperti ini masing-masing penggunaan
lahan dapat dikenali dengan baik, begitu juga dengan data ketersediaan
infrastruktur seperti jaringan jalan dan jaringan irigasi. Adapun data luasan
kesatuan hamparan lahan merupakan turunan dari data penggunaan lahan sawah.
Ketelitian dalam pengenalan obyek (interpretasi) pada citra untuk masing-
masing interpreter akan berbeda, karena setiap interpreter mempunyai ketajaman
observasi, imajinasi dan kesabaran serta pengetahuan dasar tentang obyek yang
ditaksir berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer (1987) keberhasilan pengenalan
obyek (interpretasi) pada citra dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain latihan
dan pengalaman interpreter, sifat obyek yang dikenali serta kualitas fotografi citra
yang digunakan. Selanjutnya Munibah (2005) juga menambahkan bahwa
keberhasilan interpreter dalam pengenalan obyek juga dipengaruhi oleh
kedekatan/keakraban antara obyek yang akan diinterpretasi dengan interpreter.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa dengan menggunakan cara dan
teknik penginderaan jauh secara visual Citra ALOS AVNIR-2 yang mempunyai
karakteristik seperti tersebut di atas mampu menyajikan data penggunaan lahan
yang didalamnya terdapat juga data infrastruktur dan luas kesatuan hamparan
lahan sawah.
Picpoint
E
V
I
0 55 120
Gambar 18. Hubungan Nilai EVI dan Masa Pertumbuhan Padi sawah
Dari hasil uji korelasi ini diperoleh bahwa terdapat hubungan yang positif
cukup kuat antara nilai EVI dengan produktivitas padi sawah, hal ini ditunjukkan
dengan nilai koefisien korelasi (r) = +0,8189 dan nilai koefisien regresi (r²) =
0,6706. Dari hasil uji ini diperoleh juga bahwa antara produktivitas padi sawah
dengan nilai EVI mempunyai hubungan yang dapat dipresentasikan dengan
persamaan Y = 2,9785 + 6,0751*X. Dimana Y merupakan produktivitas padi
48
sawah (ton/ha) dan X merupakan nilai EVI. Korelasi antara produktivitas padi
sawah dengan nilai EVI dapat diperlihatkan pada gambar berikut.
Gambar 19. Grafik Hubungan Antara Nilai EVI dan Produktivitas Padi Sawah
Aktual
Tabel 11. Hasil Perhitungan Produktivitas Padi Sawah dari Nilai EVI
Nomor 2005 2006 2007 2008 2009 REKAPITULASI
Produktivitas (ton/ha) Produktivitas (ton/ha) Produktivitas (ton/ha) Produktivitas (ton/ha) Produktivitas (ton/ha) Jumlah
Sampel
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Prod. Panen Rerata Prod.
1 5,95 6,96 6,25 6,07 5,78 6,81 6,19 6,92 5,71 7,20 63,85 10 6,39
2 6,08 6,65 6,42 6,25 7,23 6,77 7,18 7,25 7,03 6,20 67,05 10 6,70
3 5,56 6,30 5,51 5,78 7,17 5,56 6,10 6,87 6,93 6,10 61,89 10 6,19
4 5,40 5,92 6,05 5,80 7,02 6,53 5,80 6,46 6,00 54,98 9 6,11
5 5,94 6,27 6,28 5,71 6,20 6,59 5,05 6,42 5,91 5,35 5,40 65,12 11 5,92
6 6,73 6,80 6,19 5,99 5,19 5,81 5,63 6,43 5,56 6,10 60,42 10 6,04
7 6,73 6,29 6,29 6,66 6,00 6,77 6,04 6,20 50,98 8 6,37
8 6,22 7,30 5,60 6,44 6,70 7,29 6,15 6,88 6,04 6,50 65,13 10 6,51
9 6,84 7,17 6,97 6,32 5,95 6,74 5,80 6,75 6,20 58,74 9 6,53
10 6,09 7,08 6,06 7,48 7,55 5,10 6,56 6,61 6,30 7,24 6,10 72,17 11 6,56
11 6,14 6,12 6,39 6,37 5,30 6,20 5,55 5,97 6,00 54,05 9 6,01
12 5,62 5,38 5,16 5,78 6,81 5,27 5,54 5,39 6,08 5,88 7,00 63,92 11 5,81
13 7,74 7,47 6,69 6,88 6,64 7,11 6,73 7,31 6,66 6,50 69,73 10 6,97
14 6,50 6,45 6,88 6,25 6,14 6,54 5,94 6,50 51,19 8 6,40
15 6,26 5,90 5,85 6,27 6,76 5,21 5,90 5,15 7,04 7,20 61,53 10 6,15
16 6,80 6,65 6,09 6,81 7,29 5,60 6,73 6,07 6,80 7,24 6,50 72,57 11 6,60
17 6,45 7,19 6,32 7,12 7,27 5,73 6,10 6,71 6,58 7,42 7,10 74,00 11 6,73
18 6,75 6,43 6,30 6,34 5,65 6,73 5,82 6,64 6,50 57,15 9 6,35
19 7,02 6,77 6,64 6,67 5,99 6,68 6,50 6,09 5,47 5,50 63,33 10 6,33
20 6,86 6,97 5,47 6,70 6,95 5,80 5,98 6,62 5,10 7,11 7,00 70,55 11 6,41
21 6,55 6,77 6,73 6,54 6,09 6,12 5,64 5,65 4,86 6,00 60,96 10 6,10
22 6,41 6,86 6,20 7,22 7,49 5,29 6,33 6,11 6,02 7,32 7,20 72,46 11 6,59
23 5,86 6,73 5,69 6,82 6,25 6,05 6,50 6,10 6,32 7,08 6,50 69,91 11 6,36
24 6,61 6,44 6,49 6,94 5,61 6,46 6,53 6,46 4,00 55,54 9 6,17
25 6,28 6,53 5,86 7,03 5,63 6,69 6,60 6,28 6,87 2,50 60,28 10 6,03
26 6,13 6,77 6,35 6,92 6,14 6,84 6,33 6,21 6,88 6,50 65,06 10 6,51
27 6,15 6,28 5,59 6,67 6,59 5,55 6,00 5,57 6,39 5,50 60,28 10 6,03
28 6,60 6,73 6,36 5,86 5,58 6,48 6,02 6,33 7,05 6,50 63,52 10 6,35
29 6,48 6,67 6,20 6,23 6,55 6,89 6,39 6,51 6,32 5,80 64,04 10 6,40
30 6,52 6,44 5,23 6,35 6,36 5,41 6,67 6,31 5,06 6,24 4,00 64,60 11 5,87
31 6,44 6,69 5,27 7,31 7,46 5,65 6,93 6,44 6,25 6,50 64,93 10 6,49
32 6,32 6,09 5,50 6,02 6,17 5,14 6,77 5,74 6,21 6,50 60,46 10 6,05
33 6,93 7,09 5,91 6,62 6,53 6,91 5,41 5,49 5,92 5,40 7,02 6,80 76,02 12 6,34
34 6,60 6,47 6,87 5,64 6,05 5,79 5,53 5,83 5,41 6,00 60,19 10 6,02
35 5,99 6,21 5,55 5,79 6,29 5,79 6,22 6,44 6,08 5,42 6,00 65,78 11 5,98
36 5,72 5,34 5,56 5,90 5,81 5,51 5,78 5,99 5,00 50,61 9 5,62
37 5,84 6,02 5,39 5,10 6,01 5,72 6,05 6,29 5,59 5,83 5,00 62,82 11 5,71
38 5,93 6,33 6,58 6,35 6,29 6,28 5,66 5,90 6,04 6,50 61,86 10 6,19
39 6,84 6,07 5,67 5,77 6,52 6,66 6,38 6,26 5,00 55,18 9 6,13
40 6,41 6,22 5,75 6,27 6,61 6,42 6,89 5,00 49,58 8 6,20
Citra
Citra MODIS
Kondisi Lapangan
Gambar 20. Kenampakan Obyek Yang Mengalami Bias Hubungan Antara Nilai
EVI dan Produktivitas Padi sawah
b. Nilai EVI yang digunakan adalah nilai EVI pada umur tanaman padi 91 – 98
(picpoint), masa vegetatif maksimum, awal generatif dan pembungaan. Angka
produktivitas diperoleh 22 hari kemudian. Pada masa setelah picpoint banyak
hal yang mempengaruhi keberhasilan panen, termasuk adanya gangguan hama
ataupun kesalahan dalam pengolahan lahan seperti kekeringan, banjir, dan lain-
lain. Pada lokasi sampel 40, 39, 12, dan 1 merupakan wilayah yang mengalami
gangguan sebelum panen berupa gangguan hama. Sedangkan lokasi sampel
19, 15, 37, dan 36 mengalami gangguan pengolahan lahan sebelum panen yaitu
irigasi yang berlebihan atau banjir. Gejala seperti ini dapat diketahui dari
bentuk grafik parabolik tidak sempurna (ideal) seperti gambar berikut.
E
V
I
Gambar 21. Grafik nilai EVI Yang Mengalami Gangguan Produksi Padi Sawah
52
Namun demikian jika dilihat secara umum terlihat bahwa terdapat adanya
hubungan yang positif cukup kuat antara nilai EVI dengan produktivitas padi
sawah yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) = +0,8189 dan nilai
koefisien regresi (r²) = 0,6706, dan simpangan rata-rata sebesar 7,63 % atau
terdapat perbedaan produktivitas hanya sebesar 0,24 ton/ha/musim. Dengan
demikian dapatlah dikatakan bahwa nilai EVI dari citra MODIS pada picpoint
dapat digunakan untuk memprediksi (menghitung) produktivitas padi sawah
dalam kurun waktu tertentu.
E
V
I
Berdasarkan nilai EVI yang diperoleh dari citra MODIS series antara tahun
2005 - 2009 dengan resolusi temporal 8 hari diperoleh hasil perhitungan Indeks
Penanaman sebagaimana yang tertera pada Tabel 13 berikut. Dari tabel tersebut
dapat dibaca bahwa antara nilai Indeks Penanaman Aktual dengan nilai Indeks
Penanaman yang diperoleh dari Citra MODIS nyaris hampir sama. Simpangan
antara keduanya sebesar 3,63 % atau setara dengan nilai indeks penanaman
sebesar 10 persen. Simpangan lebih disebabkan oleh generalisasi dari kelompok
tani yang berada pada sebuah pixel yang ukuran lapangannya mencapai 25 ha.
Keseragaman dalam sistem usaha tani yang diterapkan dalam sebuah pixel
tersebut harus dapat terwakili oleh responden yang diambil untuk di wawancarai.
Selain itu kelengkapan urutan (runut) dari data citra MODIS mulai awal tahun
hingga akhir tahun sesuai dengan resolusi temporalnya merupakan kunci
ketelitian dari pengamatan indeks penanaman. Jika terdapat data citra MODIS
yang tidak lengkap maka kondisi lapangan pada waktu yang bersangkutan tidak
dapat diamati. Guna mengantisipasi hal tersebut maka diperlukan adanya kontrol
data lapangan, melalui data indeks penanaman lapangan aktual. Data ini diperoleh
dengan metode sampling, dengan pemilihan responden yang dapat mewakili
kelompok tani yang berada pada pixel yang mempunyai ukuran lapangan 25 ha
tersebut.
Tabel 13. Perbandingan Antara Indeks Penanaman Aktual dan Indeks
Penanaman dari Citra MODIS
No. INDEKS PENANAMAN No. INDEKS PENANAMAN
Sampel Aktual Citra Simp.(%) Sampel Aktual Citra Simp.(%)
1 250 200 20,00 21 300 200 33,33
2 300 200 33,33 22 200 220 -10,00
3 200 200 0,00 23 200 220 -10,00
4 200 180 10,00 24 200 180 10,00
5 200 220 -10,00 25 200 200 0,00
6 200 200 0,00 26 200 200 0,00
7 200 160 20,00 27 200 200 0,00
8 200 200 0,00 28 200 200 0,00
9 200 180 10,00 29 200 200 0,00
10 200 220 -10,00 30 250 220 12,00
11 200 180 10,00 31 200 200 0,00
12 200 220 -10,00 32 200 200 0,00
13 200 200 0,00 33 200 240 -20,00
14 200 160 20,00 34 200 200 0,00
15 200 200 0,00 35 200 220 -10,00
16 200 220 -10,00 36 200 180 10,00
17 200 220 -10,00 37 200 220 -10,00
18 200 180 10,00 38 200 200 0,00
19 200 200 0,00 39 200 180 10,00
20 300 220 26,67 40 200 160 20,00
J u m l a h 8.400 8.000 145,33
Rata - rata 210 200 3,63
54
dapat menggambarkan struktur hubungan antar variabel. Dari hasil analisis ini
diperoleh skor baku masing-masing kategori sebagai berikut.
Tabel 16. Skor Baku Masing-Masing Kategori dari Variabel Penjelas
KORELASI
VARIABEL KATEGORI FREKUENSI SKOR RANGE
PARSIAL
1 - 1,5 2 -0,1981 0,169 0,3797
BC Ratio 1,5 - 2 28 -0,0265
>2 8 0,1424
200 - 249 34 -0,0251 0,238 0,3116
Indeks Penanaman
>250 4 0,2129
S2 29 0,0172 0,073 0,1507
Kesesuaian Lahan
S3 9 -0,0553
Irigasi Teknis 32 -0,0355 0,225 0,3479
Sistem Irigasi
Tadah Hujan 6 0,1893
Jalan Arteri 2 0,0704 0,090 0,3596
Jalan Kolektor 11 -0,0096
Jaringan Jalan
Jalan Lokal/Lingkungan 11 -0,1059
Jalan Lainnya 14 0,0807
Agak Sempit - Sedang 2 0,0741 0,383 0,3371
LKHL Agak Luas 2 0,3572
Luas 34 -0,0254
Zona Industri 3 -0,3226 0,506 0,4833
Pengem. Kota Kecamatan 3 0,2202
Arahan RTRW Permukiman & Bangunan 10 -0,0217
Pertanian Lahan Basah 20 0,0079
Pertanian Lahan Kering 2 0,1831
Koefisien Korelasi, R 0,7274
Koefisien Determinasi, R² 0,5291
Informasi dari Tabel 16 ini memberikan gambaran skala kuantitatif tentang arti
pentingnya tiap-tiap variabel penjelas dan setiap kategori terhadap variabel tujuan.
Dengan selang kepercayaan 99% (ρ= 0,01) diperoleh batas nilai absolut (r) =
0,3445. Jika selang kepercayaan diturunkan menjadi 95% (ρ= 0,05) diperoleh
batas nilai absolut (r) = 0,2558. Dengan standarisasi nilai (r) ini dan berdasar atas
nilai korelasi parsial dari masing-masing variabel dan Skor dari masing-masing
kategori dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut bahwa :
1. Berdasar atas nilai korelasi parsial bahwa produktivitas lahan pertanian padi
sawah mempunyai hubungan yang nyata dan selaras dengan kelayakan secara
ekonomi. Dan dari nilai Skor diperlihatkan bahwa semakin tinggi nilai BCR,
semakin tinggi juga produktivitas lahan padi sawah. Hal ini berarti semakin
tinggi produktivitas semakin layak lahan tersebut dapat digunakan untuk lahan
pertanian padi sawah.
58
Indeks
Kesesuaia Sistem Jaringan Arahan
Produktivi BC Ratio Penanama LKHL
n Lahan Irigasi Jalan RTRW
tas n
y x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7
Produktivitas y 1,0000
BC Ratio x1 * 0,3190 1,0000
Indeks Penanaman x2 0,1550 -0,1100 1,0000
Kesesuaian Lahan x3 0,2030 0,0520 0,1910 1,0000
Sistem Irigasi x4 **0,3700 0,0080 -0,1490 0,0710 1,0000
Jaringan Jalan x5 0,2520 0,0860 -0,1570 0,0840 0,0250 1,0000
LKHL x6 **0,3640 0,1430 * 0,2770 0,0920 **0,3560 -0,0450 1,0000
Arahan RTRW x7 0,2410 -0,0460 -0,2170 -0,0980 -0,0130 -0,0150 **-0,3720 1,0000
* Batas Nilai Absolut "r" yang nyata pada taraf 0,05 = 0,2558
** Batas Nilai Absolut "r" yang nyata pada taraf 0,01 = 0,3445
ini menunjukkan bahwa walaupun lebih kecil nialai koerelasinya dari yang
lain, masih terdapat korelasi positif antara BCR dengan produktivitas padi
sawah, artinya dengan nilai BCR yang tinggi akan mendapatkan produktivitas
yang tinggi juga, begitu juga dengan produktivitas yang tinggi akan
menghasilkan nilai BCR yang tinggi juga.
2. Sistem irigasi mempunyai korelasi positif dengan LKHL. Hal ini mempunyai
arti bahwa dengan adanya sistem irigasi yang baik akan membuka kesempatan
masyarakat untuk mengusahakan lahan padi sawah, sehingga LKHL semakin
luas. Sebaliknya jika sistem irigasinya kurang (tidak baik) maka masyarakat
enggan untuk mengusahakan lahan padi sawah, dan LKHL akan lebih sempit.
Jika pernyataan ini dihubungkan dengan hasil korelasi antar variabel penjelas
dengan vaiabel tujuan maka akan diperoleh hasil bahwa lahan yang
mempunyai produktivitas optimal adalah lahan-lahan yang mempunyai LKHL
antara 10 – 50 ha. Jadi untuk memperoleh hasil maksimum sebaiknya setiap
tali air dari sistem irigasi yang ada harus dapat diatur sedemikian rupa dapat
mengairi lahan padi sawah maksimal 50 ha.
3. LKHL mempunyai hubungan nyata terbalik dengan Arahan RTRW, artinya
semakin luas LKHL maka semakin tidak sesuai dengan arahan RTRW, atau
semakin sempit LKHL maka semakin sesuai dengan arahan RTRW. Hal ini
berarti Pemerintah Daerah menghendaki adanya pengaturan adanya LKHL ini.
Jika pernyataan ini dihubungkan dengan hasil korelasi antar variabel penjelas
dengan vaiabel tujuan maka dapat dikatakan bahwa arahan kebijakan Pemda
ini akan positif terhadap produktivitas padi sawah jika peruntukan lahan untuk
pertanian dan pengembangan kota kecamatan.
4. Terdapat hubungan antara Indeks Penanaman dengan LKHL, walaupun pada
korelasi nilai nyata pada taraf 0,05. Korelasi positif ini lebih rendah dari
korelasi-korelasi lainnya. Hal ini berarti semakin tinggi IP semakin luas juga
LKHL, begitu sebaliknya. Namun variabel IP bukan merupakan parameter
yang mempunyai korelasi nyata langsung dengan produktivitas.
Dari uraian di atas dapatlah ditarik beberapa pernyataan bahwa dari ke 9
(sembilan) parameter yang digunakan untuk pemilihan LPPB ini, hanya 4 (empat)
parameter yang mempunyai keterkaitan langsung satu dengan yang lainnya, yaitu
62
Produktivitas, Sistem Irigasi, LKHL dan BCR. Sedangkan arahan RTRW tidak
berhubungan langsung, hanya sebagai penentu akhir (aspek kebijakan) dalam
pemilihan LPPB.
Karakteristik LPPB
Berdasar pada hasil analisis yang dilaksanakan, serta mengacu pada
pengertian LPPB yaitu sebagai suatu kawasan budidaya yang merupakan lahan
yang sesuai secara fisik untuk pertanian padi sawah, layak secara ekonomi untuk
diusahakan untuk pertanian padi sawah dan diterima secara sosial untuk dijadikan
sebagai lahan pertanian padi sawah. Dengan demikian dapat dikatakan kawasan
lahan pertanian padi sawah bisa dikatakan berkelanjutan jika memenuhi kriteria
sesuai secara fisik, yang bisa dicerminkan dari produktivitas di atas 4,5 ton/ha
(standar produktivitas P. Jawa, BBSDLP 2006), tidak pernah mengalami
penurunan yang sigificant selama 5 tahun terakhir. Dengan tidak adanya
penurunan produktivitas yang drastis berarti lahan tersebut belum mengalami
adanya penurunan potensi atau degradasi lahan. Sesuai secara fisik didukung juga
dengan sistem irigasi yang optimal. Sistem Irigasi yang optimal adalah sistem
irigasi yang menggunakan air yang dapat memberikan kesempatan adanya
kegiatan konservasi tanah dan air. Hal ini dapat dicapai dengan sistem pola tanam
Padi-Padi-Palawija dan Sistem Usaha Tani yang ramah lingkungan. Kelayakan
secara ekonomi dapat dilihat dari nilai BCR di atas BEP yaitu pada lahan-lahan
yang mempunyai BCR > 1,497. Pada lahan yang mempunyai hasil demikian
berarti petani dengan lahan 1 ha telah dapat hidup cukup layak di daerah
penelitian. Sedangkan kriteria diterima sosial dapat diindikasikan dari LKHL.
LKHL merupakan cerminan dari masyarakat mau menerima pengusahaan lahan
tersebut untuk padi sawah. Pengusahaan lahan padi sawah akan dapat
dilaksanakan jika kondisi geofisik dan secara ekonomi dianggap memenuhi
kriteria yang dipahami oleh masyarakat. Semakin luas LKHL berarti masyarakat
semakin menerima akan pengusahaan lahan padi sawah tersebut.
produktivitas diatas 4,5 ton/ha, mempunyai BCR > 1,497 dan mempunyai LKHL
> 10 ha maka disusun kriteria untuk memilih LPPB sebagaimana tabel berikut :
PARAMETER PENENTU
MODEL Produktivitas LKHL KLASIFIKASI
Sistem Irigasi BCR
(ton/ha) (ha)
1 > 4,5 > 1,497 > 10 KLPPB 1
2 > 4,5 > 1,497 < 10 KLPPB 2
3 Beririgasi > 4,5 < 1,497 > 10 KLPPB 4
4 (IT, IST, TH) < 4,5 >1,497 > 10 KLPPB 5
5 < 4,5 <1,497 > 10 Cad. KLPPB
6 < 4,5 <1,497 < 10 Cad. KLPPB
7 Tidak Berigasi > 4,5 > 1,497 > 10 KLPPB 3
8 (Lebak, Pasut) < 4,5 > 1,497 > 10 Bukan KLPPB
9 Selain kombinasi di atas Bukan KLPPB
membutuhkan cost produksi yang lebih besar (tidak seimbang) dengan hasil
panennya. Kondisi ini diakibatkan oleh beberapa sebab diantaranya kondisi
potensi fisik lahan, sistem usaha tani yang tidak sesuai, bisa juga karena sering
terkena hama penyakit padi.
5. LPPB 5 merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang beririgasi,
mempunyai produktivitas < 4 ton/ha, BCR > 1,497 dan LKHL > 10 ha.
Kawasan lahan pertanian padi sawah seperti ini di wilayah penelitian tidak ada.
6. Cadangan LPPB merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang
potensial (beririgasi), mempunyai pembatas produktivitas dan BCR di bawah
nilai syarat LPPB. Namun karena sudah mempunyai modal sistem irigasi maka
perlu diupayakan keberlanjutannya dengan pengolahan lahan yang optimal
melalui sistem usaha tani yang efisien.
7. Bukan LPPB merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang tidak
beririgasi, mempunyai produktivitas, BCR dan LKHL di bawah nilai syarat
LPPB. Kawasan lahan seperti ini disarankan untuk dapat dialih-fungsikan
menjadi penggunaan lain agar lebih optimal, seperti untuk tambak, hutan
produksi, atau yang lainnya.
Indeks
Unit Penanaman
Lahan
P. Cost
Survei
Lapangan BCR
Analisis Spasial
LPPB
Gambar 23. Diagram Alir Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah
Berkelanjutan
Gambar 24. Peta Arahan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan Wilayah
Penelitian
69
Cara lain dalam pengenalan LPPB melalui metode penginderaan jauh adalah
melalui pembacaan grafik nilai EVI secara series atau grafik nilai produktivitas
secara series. Berdasar dari hasil analisis yang telah dilaksanakan bahwa
produktivitas mempunyai korelasi yang nyata dengan sistem irigasi, BCR, LKHL
maupun dari aspek kebijakan (RTRWK). Hal ini menunjukkan bahwa pada
dasarnya data produktivitas yang dapat disadap dari citra penginderaan jauh dan
digambarkan dalam grafik bisa digunakan untuk mencerminkan ke empat variabel
aspek keberlanjutan tersebut. Keberlanjutan dapat dilihat dari bentuk grafik yang
konstan bertahan mendatar, cenderung naik atau jika ada fluktuasi namun tidak
significant.
LPPB 1 LPPB 2
LPPB 3 LPPB 4
Aspek kesempurnaan bentuk parabolik dari grafik nilai EVI series juga dapat
digunakan untuk mengetahui perkembangan produktivitas, pertumbuhan tanaman
padi, gangguan hama, dan menduga adanya degradasi lahan, seperti yang dapat
ditunjukkan pada Gambar 21 dan Gambar 22.
70
KESIMPULAN
Sesuai dengan tujuan penelitian dan hasil yang diperoleh dalam penelitian
maka dapat disampaikan beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut :
1. Pada penelitian ini citra ALOS AVNIR-2 diketahui mampu menyajikan data
penggunaan lahan, jaringan jalan, sistem irigasi dan Luasan Kesatuan
Hamparan Lahan (LKHL). Pengenalan data ini melalui pola tanggap spektral
dan karakteristik dasar penciri obyek. Guna pendugaan produktivitas padi
sawah dari citra MODIS Terra-Aqua dapat digunakan persamaan Prod =
2,9785 + 6,0751*Nilai EVI, sedangkan data Indeks Penanaman dapat diabaca
dari grafik nilai EVI series. Dengan metode ini diketahui bahwa simpangan
antara data produktivitas aktual dengan data produktivitas dari citra sebesar
7,63 % setara dengan perbedaan produktivitas sebesar 0,24 ton/ha/musim dan
perbedaan Indeks Penanaman aktual dengan hasil penyadapan dari citra
MODIS sebesar 3,63 % atau setara dengan nilai Indeks penanaman sebesar 10
persen. Berdasar nilai simpangan tersebut maka dapat dikatakan bahwa Citra
MODIS Terra-Aqua series dapat digunakan untuk mengetahui Produktivitas
dan Indeks Penanaman padi sawah di suatu wilayah.
2. Dari uji signifikansi dengan selang kepercayaan 99 % dan 95 % diketahui
bahwa dari kesembilan parameter yang digunakan hanya terdapat empat
parameter yang mempunyai keterkaitan langsung dengan LPPB yaitu
Produktivitas, Sistem Irigasi, BCR dan LKHL. Dari pemahaman ini dapat
didefinisikan bahwa LPPB adalah hamparan lahan yang secara fisik sesuai
untuk pertanian padi sawah yang didukung dengan sistem irigasi dan
mempunyai produktivitas diatas 4,5 ton/ha, layak secara ekonomi ditandai
dengan BCR > 1,497 dan diterima secara sosial dapat dilihat dari kenampakan
LKHL > 10 ha.
3. Teknik pemilihan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan dapat dibangun
melalui metode penginderaan jauh. Kegiatannya dimulai dari penyadapan data
parameter melalui citra, ceking lapangan, pembangunan kriteria sesuai kondisi
lapangan, klasifikasi LPPB melalui analisis spasial dan penyajian hasil berupa
Peta LPPB.
71
SARAN
Berkenaan dengan kondisi lapangan yang ada dan guna menjaga adanya
keberlangsungan dalam mengupayakan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan
terdapat beberapa saran yang perlu disampaikan antara lain bahwa :
1. Perlu adanya normalisasi saluran irigasi di beberapa wilayah yang menjadi
lokasi genangan banjir di musim penghujan akibat adanya tidak berfungsinya
saluran irigasi sebagaimana mestinya oleh karena beberapa sebab, baik akibat
dari saluran irigasi yang rusak atau outlet saluran irigasi yang terlalu kecil dan
tidak sesuai dengan volume debit air yang ada. Selain itu juga pada lokasi-
lokasi yang tidak bisa terjamah oleh sistem irigasi. Kondisi demikian akan
mengganggu sistem usaha tani dan produktivitas padi sawah.
2. Guna memberikan kesempatan adanya proses konservasi tanah dan air maka
disarankan untuk pola tanam Padi-Padi-Palawija atau Padi-Palawija-Padi.
Dengan pola tanam demikian, dari sisi kelayakan ekonomi juga akan
mempunyai nilai tambah melalui 1 (satu) kali panen palawija. Dengan
demikian perlunya disosialisasikan adanya pola tanam Padi-Padi-Palawija.
3. Sebaiknya wilayah yang telah ditetapkan dalam kawasan lahan pertanian padi
sawah berkelanjutan disarankan untuk ditetapkan menjadi zona pertanian dan
tidak bisa dialih-fungsikan menjadi kawasan lainnya.
4. Kesesuaian lahan pada kawasan padi sawah di wilayah penelitian Cukup
Sesuai dan Sesuai Marginal, dengan faktor pembatas retensi hara, media
perakaran dan hara tersedia. Dengan faktor pembatas demikian maka
kesesuaian lahan yang ada secara potensial hampir seragam. Pada kondisi
demikian variabel kesesuaian lahan tidak dapat digunakan untuk mengenali
aspek keberlanjutan di wilayah penelitian. Oleh karena itu perlu adanya
percobaan penggunaan faktor Kesesuaian Lahan ini pada wilayah yang
mempunyai variasi kesesuaian lahan yang beragam guna melihat aspek
keberlanjutan.
72
GLOSSARY
Teknik Pemilihan adalah suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan
pemikiran, pola kerja, cara teknis dan tata langkah guna memerikan,
memilih dan mendeliniasi lahan pertanian padi sawah berkelanjutan.
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah suatu bidang lahan pertanian
yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna
menghasilkan pangan pokok bagi kedaulatan dan ketahanan pangan nasional
(UU no.41/2009). Pada penelitian ini lahan pertanian pangan dikhususkan
pada lahan pertanian padi sawah, karena produksi padi (beras) merupakan
cerminan langsung ketersediaan pangan masyarakat Indonesia.
Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya
pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian
Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk
mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional (UU
no.41/2009).
Lahan Pertanian Padi Sawah oleh Puslitbangtanak (2003) didefinisikan sebagai
suatu tipe penggunaan lahan yang untuk pengelolaannya memerlukan
genangan air. Oleh karena itu sawah selalu mempunyai permukaan datar atau
didatarkan (dibuat teras), dan dibatasi oleh pematang untuk menahan
genangan. Berdasarkan sumber air yang digunakan dan keadaan genangannya
sawah dibedakan menjadi sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah lebak dan
sawah pasang surut.
Produktivitas Pertanian adalah produksi rata-rata suatu lahan sawah dalam
menghasilkan padi dalam periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam
ton/ha/musim.
EVI (Enhanced Vegetation Index) adalah penajaman indeks vegetasi yang
dilakukan dengan cara koreksi radiometrik dari pengaruh kondisi lahan (tanah
dan kerapatan kanopi) dan aerosol yang terdeteksi oleh band biru serta posisi
penyinaran matahari. Dengan menggunakan metode tersebut dapat
memonitor perkembangan tanaman pertanian mulai dari masa tanam,
73
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Undang – Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang. Jakarta: Ditjen Penataan Ruang DPU.
Bupati Karawang. 2004. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang nomor 19 tahun
2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang. Lembaran
Daerah Kabupaten Karawang nomor 19 Seri E.
Chen Z, Li S, Ren J, Gong P, Zhang M, Wang L, Xiao, Jiang D. 2008. Monitoring
and Management of Agriculture with Remote Sensing. Advance in Land
Remote Sensing Beijing. Springer Science & Busines Media 15 : 397 – 421.
Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan. 2009. Rencana Pembangunan
Pertanian Kabupaten Karawang. Laporan Akhir Penyusunan Rencana
Pembangunan Pertanian Kabupaten Karawang. Karawang : PT. Bina Matra
Wahana.
Dirgahayu D dan Parwati. 2004. Identifikasi Tingkat Kehijauan Tanaman Padi
Menggunakan EVI (Enhanched Vegetation Index) MODIS 250 M. Jakarta :
Bidang Pengembangan dan Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Pusat
Pengembangan Pemanfaatan dan teknologi Penginderaan Jauh.
Dirgahayu D, Adhyani NL dan Nugraheni. 2005. Model Pertumbuhan Tanaman
Padi Menggunakan data MODIS Untuk Pendugaan Umur Padi Sawah.
Proceding Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIVdi ITS Surabaya : 17 – 24.
Djaenudin, Marwan, Subagjo dan Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan
Untuk Komoditas Pertanian. Bogor : Balai Penelitian Tanah – Puslibangtanak
– BP3 Deptan.
Hardjowigeno S dan Widiatmaka, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Heidina F. 2010. Produksi dan Produktivitas Padi di Kecamatan Ciasem
Kabupaten Subang. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan
ITSL – IPB.
Huete AR, Liu HQ, Batchily K and Van Leeuwen W. 1997. A Comparisons of
Vegetation Indices Global Set of TM Images for EOS MODIS. Remote
Sensing of Environtment 59 : 440 - 451.
75
JAXA. 2007. ALOS User Handbook. Earth Observation Research Center. Japan
Aerospace Exploration Agency (JAXA).
Lillesand, TM. dan Kiefer, RW. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Menteri Hukum dan HAM. 2009. Undang – Undang Republik Indonesia nomor
41 tahun 2009 tentang Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan. Jakarta.
Pasaribu B. 2007. Implikasi Undang-Undang Lahan Pertanian Pangan Abadi
Terhadap Ketahanan Pangan Nasional. Prosiding Seminar Nasional
Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Bogor : BBLSLP – Badan
Litbang Pertanian Departemen Pertanian. Hlm. 1 – 23.
Pemkab Karawang. 2003. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Karawang. Buku Analisis. Karawang : Bappeda kabupaten Karawang.
Purwadhi FSH dan Sanjoto TB. 2010. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan
Jauh. Jakarta : LAPAN-UNES
Ritung S, Supriatna, Hidayat A. 2007. Kriteria Biofisik Untuk Penetapan Lahan
Pertanian Abadi Dalam Mencegah Konversi Lahan Pertanian, Studi Kasus di
Provinsi Jawa Barat dan Lampung. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya
Lahan dan Lingkungan Pertanian. Bogor : BBPPSLP – Badan Litbang
Pertanian Departemen Pertanian. Hlm 311 – 322.
Ritung S, Hidayat, Wahyunto. 2008. Penyusunan Peta Lahan Abadi 15 Juta
Hektar Lahan Sawah dan 15 Juta Hektar lahan Kering dan Reforma Agraria.
Laporan Akhir Penelitian. Bogor : BBPPSLP – Badan Litbang Pertanian
Departemen Pertanian.
Rustiadi E, Wafda R. 2007. Urgensi Lahan Pertanian Pangan Abadi. Makalah
Pertemuan Teknis Pengelolaan Lahan. Denpasar : Dirjen PLA Deptan.
Rustiadi E, Wafda R. 2007. Lahan Pertanian Pangan Abadi Sebagai Syarat Dalam
Pembangunan Pertanian dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat. Makalah
Seminar Kebijakan Pengembangan Lahan Pertanian Abadi. Jakarta : P4W -
Deptan.
76
78
78
Tropofluvents Irigasi Teknis 1
Tropaquepts Irigasi Teknis 30
Dystropepts Irigasi Teknis 1
Eutropepts Irigasi Teknis 2
Eutropepts Irigasi Semi Teknis 1
Tropofluvents Tadah Hujan 1
Eutropepts Tadah Hujan 1 +1
Endoaquents Tadah Hujan
Tropaquepts Pasangsurut 1
Tropaquepts Tadah Hujan 2
40
78
Lampiran 2 Hasil Ekstraksi EVI (Layer Stacking) Citra MODIS tahun 2005 - 2009
Lampiran 2 Hasil Ekstraksi EVI (Layer Stacking) Citra MODIS tahun 2005 - 2009
Lampiran 2 Hasil Ekstraksi EVI (Layer Stacking) Citra MODIS tahun 2005 - 2009
Lampiran 3 Grafik Produktivitas tiap sampel unit lahan
P P
SUL-1 SUL-2
T T
P P
SUL-3 SUL-4
T T
P P
SUL-5 SUL-6
T T
P P
SUL-7 SUL-8
T T
Keterangan : P = produktivitas
T = periode panen
82
Lampiran 3 Grafik Produktivitas tiap sampel unit lahan
P P
SUL-9 SUL-14
T T
P P
SUL-10 SUL-15
T T
P P SUL-16
SUL-11
T T
P SUL-12
P SUL-17
T T
P P
SUL-13 SUL-18
T T
83
Lampiran 3 Grafik Produktivitas tiap sampel unit lahan
P P
SUL-19 SUL-24
T T
P SUL-20
P
SUL-25
T T
P P
SUL-21 SUL-26
T T
P P SUL-27
SUL-22
T T
P P
SUL-23 SUL-28
T T
84
Lampiran 4 Karakteristik Wilayah di lokasi sampel Unit Lahan
ID Koordinat Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
LOKASI
S X Y Produktifitas (ton/ha) BCR Indeks Penanaman (%) Klas Kes. Lahan Sistem Irigasi Jaringan Jalan LKHL (ha) Pengg. Lahan Arahan RTRWK
1 748287 9302727 6,39 1,59 250 S2fn Irigasi Teknis Lainnya 95,50 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Parungpung, Parungsari, Telukjambe Barat
2 747525 9298534 6,70 1,61 300 S2fn Irigasi Teknis Kolektor 462,43 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Pasirjengkol, Karangmulya, Telukjambe Barat
3 745411 9294653 6,19 2,09 200 S2fn Irigasi Teknis Lainnya 199,32 Sawah Zona Industri Kp. Jatimulya, Wanakerta, Telukjambe Barat
4 752630 9306037 6,11 1,59 200 S2fn Irigasi Teknis Arteri 8.019,00 Sawah Permukiman Babakan Toge, Tanjungmekar, Karawang Barat
5 756016 9306831 5,92 1,61 200 S2fn Irigasi Teknis Lokal 8.019,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Buher, Karangpawitan, Karawang Barat
6 752249 9310136 6,04 1,67 200 S2fn Lebak/Tadah Hujan Kolektor 15,94 Sawah Zona Industri Kp. Kaceot, Tunggakjati, Karawang Barat
7 756242 9310864 6,37 1,93 200 S2fn Irigasi Teknis Lokal 8.019,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Cilele, Sekarwangi, Rawamerta
8 759861 9308126 6,51 2,05 200 S2fn Irigasi Teknis Lainnya 8.019,00 Sawah Pengembangan Kota Kecamatan Kp. Krajan, Pasirkaliki, Rawamerta
9 761351 9311211 6,53 2,09 200 S2fn Irigasi Teknis Kolektor 8.603,60 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Kamurangjati, Panyingkiran, Rawamerta
10 761687 9309206 6,56 1,79 200 S2fn Irigasi Teknis Kolektor 8.603,60 Sawah Pengembangan Kota Kecamatan Kp. Krajan 1, Sukamerta, Rawamerta
11 766728 9304896 6,01 1,58 200 S3n Irigasi Teknis Lainnya 9.426,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Ciluwo, Cadaskertajaya, Talagasari
12 763860 9306029 5,81 1,40 200 S2fn Irigasi Teknis Lokal 756,90 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Sindangpalay, Pasirmukti, Talagasari
13 759275 9300388 6,97 2,24 200 S2fn Tadah Hujan Lainnya 35,91 Sawah Permukiman Kp. Tamelang, Bengle, Majalaya
14 761851 9299367 6,40 1,61 200 S2fn Tadah Hujan Lainnya 58,68 Sawah Permukiman Babakan Tamiang, Lemahmulya, Majalaya
15 762910 9301255 6,15 1,84 200 S3n Irigasi Teknis Lokal 1.800,00 Sawah Permukiman Karangmulya 1, Lemahmulya, Majalaya
16 745359 9282329 6,60 1,72 200 S2rfns Irigasi Semi Teknis Kolektor 245,40 Sawah Permukiman Kp. Jati 2, Jatilaksana, Pangkalan
17 745868 9291224 6,73 1,70 200 S3rn Tadah Hujan Kolektor 8,40 Sawah Pertanian Tanah Lahan Kering Kp. Kereteg, Tamansari, Pangkalan
18 742177 9282221 6,35 1,69 200 S2fn Tadah Hujan Lokal 67,90 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Nambolamping, Mulyasari, Pangkalan
19 750050 9302230 6,33 1,87 200 S3n Irigasi Teknis Lainnya 1.340,70 Sawah Permukiman Kp. Tegalluhur, Sukamakmur, Telukjambe Timur
20 762091 9289251 6,41 1,87 300 S2fn Irigasi Teknis Lokal 38,40 Sawah Zona Industri Kp. Kaum, Mulyasari, Ciampel
21 761218 9292504 6,10 1,86 300 S2fn Irigasi Teknis Lokal 370,20 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Kedungwaru, Kutapohaci, Ciampel
22 759859 9305494 6,59 1,82 200 S3n Irigasi Teknis Lainnya 8.019,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Tanjung, Plawad, Karawang Timur
23 766027 9313007 6,36 1,86 200 S2fn Irigasi Teknis Lainnya 330,10 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Jarakah, lemahduku, Tempuran
24 773750 9313564 6,17 2,60 200 S3rns Irigasi Teknis Kolektor 2.970,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Wagirkumbang, Purwajaya, Tempuran
25 775647 9316833 2,50 1,42 200 S2fn Pasangsurut Lokal 373,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Sumurgede, Muarajaya, Tempuran
26 772698 9316122 6,51 2,50 200 S2fn Irigasi Teknis Lokal 705,50 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Cikuntul Timur, Cikuntul, Tempuran
27 772700 9310006 6,03 2,08 200 S2fn Irigasi Teknis Kolektor 2.970,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Babaway, lemahmukti, Lemahabang
28 771338 9302591 6,35 1,90 200 S2rfn Irigasi Teknis Kolektor 2.174,00 Sawah Pengembangan Kota Kecamatan Kp. Kedaung, Karangtanjung, Lemahabang
29 773172 9298745 6,40 2,33 200 S2fn Irigasi Teknis Kolektor 6.170,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Babakan Wadas, Parakan, Tirtamulya
30 761867 9284096 4,00 1,27 250 S3rns Tadah Hujan Lainnya 28,70 Sawah Pertanian Tanah Lahan Kering Kp. Koja, Mulyasejati, Ciampel
31 770060 9306168 6,49 1,74 200 S2rfn Irigasi Teknis Lainnya 2.139,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Bedahmenggala, Ciluwo, Telagasari
32 770835 9297379 6,05 1,76 200 S2rfn Irigasi Teknis Lainnya 6.170,00 Sawah Permukiman Kp. Tangkil, Citarik, Tirtamulya
33 754601 9304945 6,34 1,66 200 S2fn Irigasi Teknis Arteri 585,20 Sawah Permukiman Telukmungkal, Tanjungmekar, Karawang Barat
34 767992 9294123 6,02 1,66 200 S2fn Irigasi Teknis Lainnya 6.170,00 Sawah Permukiman Bakandukuh, Sukasari, Purwasari
35 765095 9297648 5,98 1,81 200 S2fn Irigasi Teknis Lokal 6.170,00 Sawah Permukiman Darawolong, Purwasari
36 759279 9314333 5,62 1,64 200 S3n Irigasi Teknis Kolektor 8.019,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Sindangkarya, Kutawaluya
37 759553 9321499 5,71 1,66 200 S3n Irigasi Teknis Lokal 8.603,60 Sawah Pertanian Lahan Basah Kelapadua, Jatimulya, Pedes
38 766061 9319730 6,19 1,41 200 S2fn Irigasi Teknis Lainnya 8.603,60 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Cikande, Cikande, Cilebar
39 767524 9320134 6,13 1,59 200 S2fn Irigasi Teknis Lainnya 1.289,00 Sawah Pertanian Lahan Basah Kp. Cikangkung, Ciptamargi, Cilebar
40 762595 9315750 6,20 1,53 200 S3n Irigasi Teknis Lokal 8.603,60 Sawah Pertanian Lahan Basah Sukaratu, Cilebar
244,82 71,64 8.400
6,1205 1,79095 210
29 0,725
9 0,225
2 0,05
40
38559150 18428601,83
1535716,819
139 1668000
Lampiran 5 Kuantifikasi data untuk bahan Analisis Hayashi
38 7 3 2 2 2 4 3 5
6,39 2 2 1 1 4 3 4
6,70 2 2 1 1 2 3 4
6,19 3 1 1 1 4 3 1
6,11 2 1 1 1 1 3 3
5,92 2 1 1 1 3 3 4
6,04 2 1 1 2 2 1 1
6,37 2 1 1 1 3 3 4
6,51 3 1 1 1 4 3 2
6,53 3 1 1 1 2 3 4
6,56 2 1 1 1 2 3 2
6,01 2 1 2 1 4 3 4
5,81 1 1 1 1 3 3 4
6,97 3 1 1 2 4 2 3
6,40 2 1 1 2 4 3 3
6,15 2 1 2 1 3 3 3
6,60 2 1 1 2 2 3 3
6,73 2 1 2 2 2 1 5
6,35 2 1 1 2 3 3 5
6,33 2 1 2 1 4 3 3
6,41 2 2 1 1 3 2 1
6,10 2 2 1 1 3 3 4
6,59 2 1 2 1 4 3 4
6,36 2 1 1 1 4 3 4
6,17 3 1 2 1 2 3 4
6,51 3 1 1 1 3 3 4
6,03 3 1 1 1 2 3 4
6,35 2 1 1 1 2 3 2
6,40 3 1 1 1 2 3 4
6,49 2 1 1 1 4 3 4
6,05 2 1 1 1 4 3 3
6,34 2 1 1 1 1 3 3
6,02 2 1 1 1 4 3 3
5,98 2 1 1 1 3 3 3
5,62 2 1 2 1 2 3 4
5,71 2 1 2 1 3 3 4
6,19 1 1 1 1 4 3 4
6,13 2 1 1 1 4 3 4
6,20 2 1 2 1 3 3 4
Keterangan :
Pada baris pertama kolom pertama tertulis 38, kolom kedua tertulis 7, kolom ketiga tertulis 3 dan seterusnya
Artinya : 38 menunujukkan ada 38 sampel, angka 7 artinya ada tujuh variabel yang digunakan,
angka 3 menunjukkan variabel pertama ada tiga kategori dan seterusnya
88
Lampiran 6 Hasil analisis kuntifikasi Hayashi
2 0 0 2 0 2 0 2 0 0 0 1 1 0 0 2 0 0 0 2
0 28 0 24 4 20 8 23 5 2 7 9 10 2 1 25 2 2 9 13
0 0 8 8 0 7 1 7 1 0 4 1 3 0 1 7 1 1 1 5
2 24 8 34 0 25 9 28 6 2 10 9 13 2 1 31 2 3 10 17
0 4 0 0 4 4 0 4 0 0 1 2 1 0 1 3 1 0 0 3
2 20 7 25 4 29 0 24 5 2 8 8 11 1 2 26 3 3 8 14
0 8 1 9 0 0 9 8 1 0 3 3 3 1 0 8 0 0 2 6
2 23 7 28 4 24 8 32 0 2 8 10 12 0 1 31 2 3 7 20
0 5 1 6 0 5 1 0 6 0 3 1 2 2 1 3 1 0 3 0
0 2 0 2 0 2 0 2 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0 2 0
0 7 4 10 1 8 3 8 3 0 11 0 0 2 0 9 1 2 1 6
1 9 1 9 2 8 3 10 1 0 0 11 0 0 1 10 1 0 2 7
1 10 3 13 1 11 3 12 2 0 0 0 14 0 1 13 1 1 5 7
0 2 0 2 0 1 1 0 2 0 2 0 0 2 0 0 1 0 0 0
0 1 1 1 1 2 0 1 1 0 0 1 1 0 2 0 1 0 1 0
2 25 7 31 3 26 8 31 3 2 9 10 13 0 0 34 1 3 9 20
0 2 1 2 1 3 0 2 1 0 1 1 1 1 1 1 3 0 0 0
0 2 1 3 0 3 0 3 0 0 2 0 1 0 0 3 0 3 0 0
0 9 1 10 0 8 2 7 3 2 1 2 5 0 1 9 0 0 10 0
2 13 5 17 3 14 6 20 0 0 6 7 7 0 0 20 0 0 0 20
0 2 0 2 0 1 1 0 2 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0
89
0
2
0
2
0
1
1
0
2
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
2
39 12 70 68 89 13 13 212
19 19 63 124 13
90
Standardized category-scores and their ranges
Item No. 1
Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : ( 2)-0.198111 0 0.379653
2 : ( 28)-0.026540
3 : ( 8) 0.142417
Item No. 2
Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : ( 34)-0.025050 0 0.311572
2 : ( 4) 0.212928
Item No. 3
Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : ( 29) 0.017174 0 0.150663
2 : ( 9)-0.055338
Item No. 4
Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : ( 32)-0.035496 0 0.347876
2 : ( 6) 0.189313
Item No. 5
Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : ( 2) 0.070377 0 0.359609
2 : ( 11)-0.009590
3 : ( 11)-0.105889
4 : ( 14) 0.080680
Item No. 6
Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : ( 2) 0.074125 0 0.337121
2 : ( 2) 0.357215
3 : ( 34)-0.025373
Item No. 7
Freq. Cat.score Range Partial cor.
91
1 : ( 3)-0.322631 1 0.483281
2 : ( 3) 0.220220
3 : ( 10)-0.021668
4 : ( 20) 0.007881
5 : ( 2) 0.183144
Constant
term 6.2715793
y x 1 x 2 x 3 x 4 x 5 x 6 x 7
y : 1.000
x 1 : 0.319 1.000
x 2 : 0.155 -0.110 1.000
x 3 : 0.203 0.052 0.191 1.000
x 4 : 0.370 0.008 -0.149 0.071 1.000
x 5 : 0.252 0.086 -0.157 0.084 0.025 1.000
x 6 : 0.364 0.143 0.277 0.092 0.356 -0.045 1.000
x 7 : 0.214 -0.046 -0.217 -0.098 -0.013 -0.015 -0.372 1.000
Prediction
No. Observed Predicted Residual
1 : 6.390 6.503 : -0.113
2 : 6.700 6.413 : 0.287
3 : 6.190 6.103 : 0.087
4 : 6.110 6.225 : -0.115
5 : 5.920 6.078 : -0.158
6 : 6.040 6.168 : -0.128
7 : 6.370 6.078 : 0.292
8 : 6.510 6.646 : -0.136
9 : 6.530 6.344 : 0.186
10 : 6.560 6.387 : 0.173
11 : 6.010 6.192 : -0.182
12 : 5.810 5.907 : -0.097
13 : 6.970 7.012 : -0.042
92
14 : 6.400 6.460 : -0.060
15 : 6.150 5.976 : 0.174
16 : 6.600 6.370 : 0.230
17 : 6.730 6.602 : 0.128
18 : 6.350 6.478 : -0.128
19 : 6.330 6.163 : 0.167
20 : 6.410 6.368 : 0.042
21 : 6.100 6.316 : -0.216
22 : 6.590 6.192 : 0.398
23 : 6.360 6.265 : 0.095
24 : 6.170 6.271 : -0.101
25 : 6.510 6.247 : 0.263
26 : 6.030 6.344 : -0.314
27 : 6.350 6.387 : -0.037
28 : 6.400 6.344 : 0.056
29 : 6.490 6.265 : 0.225
30 : 6.050 6.235 : -0.185
31 : 6.340 6.225 : 0.115
32 : 6.020 6.235 : -0.215
33 : 5.980 6.049 : -0.069
34 : 5.620 6.102 : -0.482
35 : 5.710 6.006 : -0.296
36 : 6.190 6.093 : 0.097
37 : 6.130 6.265 : -0.135
38 : 6.200 6.006 : 0.194
93