Professional Documents
Culture Documents
Konsep Psikologi Syed Muhammad Naquib Al-Attas
Konsep Psikologi Syed Muhammad Naquib Al-Attas
net/publication/364282653
CITATIONS READS
4 449
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Amir Reza Kusuma on 09 October 2022.
Received: 06th August 2022; Revised: 12th August 2022; Accepted: 28 th September 2022
Amir Reza Kusuma* Abstract One of the problems of modern psychological methods
Universitas Darussalam Gontor today is to use the methods of science that are limited to
E-mail: empirical and rational in conducting their research. Thus, what
amirrezakusuma@mhs.unida.gontor.ac.id is observed in the Psychic (soul) is only what is visible from
behavior or only that which is merely biological matter, not the
*) Corresponding Author essence of the soul itself Modern psychologists have difficulty in
making empirical observations of the symptoms of the psyche
within the human being. In their opinion, the soul is impossible
to observe. Finally, Psychology today reflects more behavioral
science than psychiatric science itself, because according to
them only behavior can be observed scientifically. If we look
into the Islamic view of life, behavior and psychology certainly
have different entities of function, although the two are closely
related. In this regard, an expert Prof. Syed Naquib al-Attas has
criticized the modern psychological method and offered a
framework in islamizing modern psychology so that the study of
psychology really examines the psyche. Therefore, in
responding to the problems of modern psychology, the author
wants to reveal how the Islamization efforts initiated by Prof.
al-Attas in this paper.
How to Cite: Kusuma, Amir Reza. (2022). Konsep Psikologi Syed Muhammad Naquib al-Attas. Jurnal Psikologi
Islam : Al-Qalb, Vol. 13, No. 2. (2022).
121
122Jurnal Al-Qalb, Volume 13, No 2, September 2022
orang Indonesia ialah juga Islām yang antaranya adalah The Nature of Man and
dilaksanakan oleh Muslim Arab 14 abad the Psychology of the Human Soul (1990)
silam. Pergantian waktu dan perbedaan dan The Meaning and Experience of
ruang tidak meniscayakan perubahan asasi Happiness in Islam (1993). Al-Attas
dari hakikat batin Islām. menyandarkan pemahamannya tentang
Jika kita berkaca ke dalam manusia kepada Al-Qur’an dan hadith.
pandangan hidup Islam, tingkah laku dan Selain itu, beliau juga merujuk pemikiran
kejiwaan itu tentu memiliki entitas fungsi ahli tasawuf seperti Sahl At-Tustari (m.
yang berbeda, meskipun keduanya 283/896 EB), Al-Junayd (830--910 EB),
memiliki keterkaitan yang erat.(Ibnu Rajab Abu Bakr Al-Kalabadhi (m. 380 H/990
al-Hanbali, 2001, hlm. 201) Berkaitan EB), Abu Nasr Al-Sarraj (m. 988 EB), Abu
dengan hal tersebut, seorang pakar psikolog Al-Qasim Al-Qushayri (376--465 H/986-
Mesir, Muhammad Utsman Najati telah 1072), Ali Al-Hujwiri (990--1077 EB), Ibn
mengkritik metode Psikologi modern Arabi (560-638 H/1165--1240 EB), Sadr
tersebut dan menawarkan kerangka kerja ad-Din Al-Qunyawi (605-673 H/1207--
dalam melakukan islamisasi psikologi 1274 EB), Abd Ar-Rahman Al-Jami (817-
modern agar kajian psikologi benar-benar 898 H/1414--1492 EB) dan Imam Al-
mengkaji jiwa. Oleh karena itu, dalam Ghazali (1058/1111 EB). Pemikiran para
merespon problem psikologi modern filsuf seperti Ibn Sina (980--1037 EB) juga
tersebut, penulis hendak menguak banyak menginspirasi pemikiran Al-Attas
bagaimana usaha Islamisasi yang digagas tentang konsep manusia. Meski dipengaruhi
oleh Prof al-Attas. banyak pemikir, Al-Attas tetap membangun
pemikirannya sendiri yang memiliki
perbedaan dengan para pemikir
METODE sebelumnya, khususnya dengan Ibn
Tulisan ini mengkaji pemikiran Sina.(Al-Attas, 2013, hlm. 23).
tokoh salah seorang tokoh yang popular
dengan konsep filsafat Islam dengan Worldview Asas Psikologi
metode deskriptif – analisis. Konsep Al- Worldview merupakan istilah yang
Attas tentang Psikologi. Peneliti akan tidak asing dalam diskursus keilmuan. John
mendeskripsikan dan menganalisis dengan Brooke sebagai sejarawan sains
menggunakan metode dekkeriptif analisis. menekankan bahwa worldview merupakan
Pendekatan dekskriptif digunakan untuk pandangan dunia yang merujuk pada
meninjau segala hal yang berkaitan dengan sistemsistem nilai dan berkaitan dengan
hal yang terkait dan setting pemikiran yang sistem keyakinan agama serta memberi
mempengaruhi pemikiran dari Al-Attas. orientasi terhadap sains dan teknologi. 1
Sementara pendekatan analisis dalam Alparslan Acikgenc mengartikan
tulisan ini untuk menganalisis data-data worldview sebagai visi tentang realitas dan
documenter secara mendasar, integral, utuh kebenaran yang merupakan kesatuan
dan sistematis. mental dan tindakan sebagai landasan atau
fondasi metafisika atas aktiviyas ilmiah dan
HASIL DAN PEMBAHASAN teknologi. 2 definisi tersebut cukup
Konsep Psikologi Syed Muhammad menegaskan, bahwa worldview yang keliru
Naquib al-Attas dapat memberikan implikasi signifikan
terhadap aktivitas sains dan teknologi. lalu
Pembahasan Syed Muhammad bagaimana dengan worldview Islam?
Naquib Al-Attas mengenai manusia apakah dia mampu mengantarkan kepada
tertuang dalam beberapa karyanya. Dua di kebaikan dan kebenaran?
123Jurnal Al-Qalb, Volume 13, No 2, September 2022
pada pembahasan “gejala jiwa”, sehingga beberapa Langkah yang mesti dilakukan
psikologi Barat menjadi ilmu jiwa yang dalam proses islamisasi psikologi modern.
tidak mempelajari jiwa, atau ilmu jiwa yang Pertama, memperdalam psikologi modern
mempelajari manusia tidak berjiwa secara sempurna. Setiap bahasan dalam
psikologi dan bahkan cabang turunannya
Namun dalam perkembangannya, mesti dikuasai terlebih dahulu. Pekerjaan
Barat semakin menjauh dari konsep agama ini tentunya tidak mudah. Oleh karena itu,
mengenai manusia dan bahkan menafikan Prof Al-Attas mendorong agar para
peran Tuhan (ateis). Menurut teologi psikolog muslim membentuk lembaga
Kristen, manusia diciptakan Tuhan untuk khusus dalam proyek Islamisasi psikologi
menebus dosa turunan (original sin) yang modern melalui universitas-universitas
dilakukan oleh Adam dan Hawa di surga. Islam. (Al-Attas, 2001, hlm. 90)Kemudian
Sementara penemuan sains seputar manusia perlu dilakukan pemetaan pembahasannya,
semakin menguatkan pemikiran bahwa menjelaskan sejarah perkembangannya,
manusia dan alam bersifat mekanistis mengungkap manhaj yang digunakan serta
(mechanical) yang mana mampu berfungsi diskursus yang berlaku dalam psikologi
tanpa campur tangan Tuhan sama sekali modern. Semua itu kemudian dipaparkan
(Fuad, 2009). Implikasi dari pengagungan kepada ulama Islam dalam bidang syari’ah
rasio akal manusia sebagai basis utama dan ushul fiqh untuk membahas kesesuaian
pengembangan sains modern adalah diskursus psikologi yang sedang dikaji.
hilangnya peran Tuhan, pengingkaran Langkah pertama Usman Najati ini sangat
perkara ghaib, hingga hilangnya kesakralan penting, seperti yang diungkapkan oleh Al-
alam semesta.(Fadillah dkk., 2021) Attas, sebagai usaha pertama dalam
mengidentifikasi dan mengisolasi seluruh
Bangunan keilmuan sekuler yang elemen dan konsep kunci pembentuk
meniadakan peran Tuhan ini sudah lama peradaban dan kebudyaan Barat di setiap
digagas oleh para filsuf Barat akibat bidang ilmu pengetahuan modern. (Fadillah
perlawanan terhadap dominasi gereja di dkk., 2021)
Dark Age (Zaman Kegelapan). Rene
Descartes (1596-1650) berpendapat bahwa Kedua, Mengetahui pokok-pokok
semua organisme makhluk hidup yang ada (Ushul) serta prinsip-prinsip Islam.
hanya takluk pada hukum fisik, tidak pada Fungsinya, agar didapatkan bahasan
hukum metafisik. Karl Marx dengan tegas prinsip-prinsip Islam yang berkaitan
mengatakan bahwa agama adalah candu. dengan tema psikologi. Selanjutnya
Sigmund Freud menyatakan bahwa agama dilakukan perbandingan aspek-aspek yang
adalah ilusi semata. Filsafat naturalistik disepakati dan yang tidak disepakati dalam
materialistik sekularistik ini semakin prinsip Islam (Mabādi al-Islam). Oleh
meyakini bahwa perbincangan mengenai karena itu, al-Qur’an dan Hadis tidak boleh
jasad dan roh dari worldview Kristen sudah diluputkan untuk dijadikan sebagai rujukan
tidak relevan di era modern saintifik ini. utama dalam mengungkap konsep-konsep
(Muslih dkk., 2021). kejiwaan. Begitu pula faktor yang
mempengaruhi terhadap kepribadian,
Islamisasi adalah usaha untuk penyebab kebahagiaan dan kesedihan,
mendiagnosis dan mengobati dampak bahakan penyimpangan jiwa serta cara
buruk dari ilmu pengetahuan modern yang mendidik jiwa di dalam Islam. Bagian ini
sekuler. Hegemoni peradaban modern yang sangat penting untuk memahami dengan
meniadakan Tuhan dan agama, maka peran benar tashawwur al-Islami (Worldview
Islamisasi Ilmu sangat dibutuhkan dalam Islam) dalam proyek Islamisasi psikologi.
ilmu-ilmu kontemporer. Dalam konteks (Syed Muhammad Naquib Al-Attas, 1995,
Psikologi, bagi Pemikiran Al-Attas terdapat hlm. 65)Akhirnya, akan didapatkan mana
126Jurnal Al-Qalb, Volume 13, No 2, September 2022
saja bagian dari psikologi modern yang dilaksanakan oleh Muslim Arab 14 abad
disepakati oleh Worldview Islam dan mana silam. Pergantian waktu dan perbedaan
yang tidak. Prof Al-Attas ingin ruang tidak meniscayakan perubahan asasi
menegaskan, bahwa dalam proyek dari hakikat batin Islām.
Islamisasi ini bukan berarti psikologi
modern ditolak keseluruhannya secara Dalam hidup, kita mengenali adanya
mentah-mentah. Teori-teori psikologi kehidupan yang dinamis. Ada banyak
modern yang berkesesuaian dengan perubahan yang terjadi dari abad ke-7
pandangan hidup Islam maka akan diadopsi hingga abad 21 ini. Akan tetapi, perubahan-
dan diafirmasi oleh Islam itu perubahan itu tidak meniscayakan semua
sendiri.(Zarkasyi, t.t.) hal berubah dan tak ada yang tetap sama
sekali, misalnya, mengenai hakikat
Urgensi Psikologi Islam solusi Atas manusia. Hakikat manusia sejak dahulu
Rancunya Psikologi Barat hingga kini adalah tetap dan segala
perkembangan mengenai manusia dinaungi
Psikologi Islam dengan konsep oleh yang tetap itu. Bukan sebaliknya, yang
jiwanya merupakan jawaban atas kerancuan tetap harus disesuaikan dengan perubahan
psikologi Barat yang hanya mendalami zaman. Contoh lainnya, bukan al-Qur’ān
gejala kejiwaan. Karena pada dasarnya yang harus disesuaikan
psikologi Islam adalah psikologi yang (dikontekstualisasikan) dengan perubahan
memperhatikan jiwa manusia, hal ini dapat zaman melainkan perubahan zaman itulah
dibuktikan dengan adanya konsep fitrah yang harus selalu disesuaikan dengan al-
dalam islam yang berbicara bahwa manusia Qur’ān.
terdiri dari dua aspek yaitu lahiriah dan
batiniah. Aspek lahiriah adalah aspek luar Mengenai perubahan (dynamic) dan
yang terlihat yaitu badan manusia, hakikat yang tetap (stable) ini, Prof. Wan
sementara aspek batiniah adalah aspek Mohd Nor Wan Daud telah merumuskan
dalam yang tak terlihat yaitu jiwa manusia, apa yang beliau sebut sebagai dynamic
tanpa aspek luar maka aspek dalam tidak stabilism. Dalam bahagian yang lebih besar
ada artinya, begitupun sebalikanya (Al- dalam sejarah Islam, perubahan yang amat
Attas, 2001, hlm. 25) berpengaruh dalam hal-ehwal intelektual,
agama, budaya, dan ilmu pengetahuan
Prof. al-Attas sangat memberi mencerminkan suatu gerak-daya yang saya
penekanan terhadap pandangan keliru gelar sebagai pergerakan teguh (dynamic
mengenai perubahan ini. Hakikat batin stabilism),(Wan Daud, 2003, hlm. 169)
Islām tetap, tidak berubah karena pengaruh yang terus menerus menggabungkan,
ruang dan waktu maka Islām tidak dapat menyerap, dan menyesuaikan berbagai
dipalsukan atau diubah-ganti dan ditambah- gagasan luaran, konsep, dan amalan
tambahi oleh akal insan atau oleh gejala- mengikut pandangan alam, akhlak, dan juga
gejala peredaran masa dan sejarah.(Syed hukum yang kukuh di dalam Islam (Adi
Muhammad Naquib Al-Attas, 1995, hlm. Setia, 2003, hlm. 30)
40) Islām yang kita jalani hari ini ialah
Islām yang juga dijalankan oleh Rasūlullāh, Karya-karya dari para pemikir
ṣalla ’Llāhu ‘alayhi wasallam, 14 abad lalu. Muslim dan para muslihun (reformer)
Islām yang kita anut ialah juga agama yang sepanjang sejarah Islāmmemang bersifat
diyakini oleh Sayidina Abū Bakar, Sayidina dinamik. Ikhtiar mereka mencerminkan
‘Umar, Sayidina Utsman, dan Sayidina Alī kegiatan ruhani-aqli,fisik, dan
serta para sahabat yang lain. Islām yang kemasyarakatan secara terus-menerus. Para
dilaksanakan pada abad ke-21 oleh orang- pemikir ini berusahamengatasi berbagai
orang Indonesia ialah juga Islām yang persoalan sejarah, pemahaman, dan amalan
127Jurnal Al-Qalb, Volume 13, No 2, September 2022
yang hadir ditengah kaum Muslimin pada Islam melainkan ilmuan Barat pun
zaman mereka. Berbagai usaha demikian. Erich Fromm seorang psikolog
penyelesaian yang merekalakukan, asal Amerika menyatakan bahwa
sebagian atau seluruhnya, bersifat baru, kebutuhan utama manusia untuk hidup
khususnya pada zaman mereka.Akan tetapi, secara bermakna yang berwujud aktivitas
hal itu tidak secara asasi mengubah menyembah Sang Pencipta, dengan
(melainkan menguraikan,memperbaiki, dan melibatkan jiwa atau dimensi ruhani dalam
menguatkan) kerangka metafisika, akhlak, kehidupan belum dipenuhi oleh peradaban
hukum, dan masyarakatserta prinsip-prinsip Barat, sehingga Barat sukses dalam meraih
penting di dalam Islām. Dengan demikian, material, namun kehidupannya dipenuhi
para pemikirtradisional kita tak hanya keresahan jiwa. Tidak hanya Erich Fromm,
melakukan perbaikan, tetapi sekaligus juga bahkan Prof. Gerald Corey menyatakan
melakukanpeneguhan (Wan Mohd Nor “Spirituality is an important component for
Wan Daud, 1997, hlm. 40) mental health… Spiritual / religious values
have a major part to play in human life and
Dari hal ini, kita dapat simpulkan struggles” Hal ini mengindikasikan
bahwa hakikat batin Islām adalah tetap dan bagaimana pentingnya dimensi ruhani
karenanya tidak mungkin dipalsukan. Dua untuk dilibatkan dalam psikologi
belas pertanyaan yang dihuraikan pada
perenggan pertama risalah ini, yang kerap Psikologi Islam adalah psikologi
muncul di masa kita ini, dapat dirujuk yang melibatkan kosepsi “ruh” bahkan
jawabannya pada dua kalimat pembuka merupakan ciri khas dari psikologi Islam .
perenggan ketiga ini. Kita mengenal hal-hal Hal ini dapat terlihat dari pemikiran para
yang mutlak di dalam Islām,(Putra, t.t.) dan ulamanya, seperti Imam Ghazali yang
yang mutlak ini menaungi yang nisbi. Yang meneliti hakikat psikologis manusia dan
tetap menaungi yang berubah. Bukan menemukan bahwa semua fenomena
sebaliknya, yang tetap harus mengikuti psikologis berawal dari jiwa, yang
perubahan.(Zarkasyi, 2012, hlm. 78) merupakan esensi dari manusia atau jiwa
merupakan entitas spiritual yang ada atau
Hal ini sejalan dengan apa yang tinggal dalam badan kasarnya dan
telah dijelaskan oleh Syed Muhammad mengontrol fungsi-fungsi organik dan
Naquib Al-Attas dalam bukunya fisiknya.(Abu Hamid Al-Ghazali, 1990,
Prolegomena bahwa inti struktur manusia hlm. 30) Maka jelaslah Islam membahas
adalah jiwa. Karena pada dasarnya manusia jiwa dalam psikologinya yaitu satu dimensi
diciptakan bukan hanya sebatas jasad saja, yang kerap terlupakan yang justru menjadi
melainkan juga tersusun dari jiwa atau ruh ciri khas manusia dan membedakannya dari
sebagai peneympurna(Al-Attas, 1995, hlm. makluk-makhluk lain.
144) ( . Allah SWT menjelaskan bahwa
manusia diciptakan dari tanah (QS. Ali- Konsep Manusia
Imran, 59; Al-An’am, 2; Al-A’raaf,12; Al-
Hijr, 26) lalu Ia sempurnakan ciptaan-Nya Prof. Syed Naquib Al-Attas, dengan
dengan meniupkan ‘ruh’ serta memberikan mengambil pendapat Ibn Abbas,
pendengaran, penglihatan dan hati (QS. As- menyebutkan kata manusia (insan) berasal
Sajdah, 9-10). dari kata nasiya, yang artinya: lupa. Bagi
Al-Attas, manusia lupa dengan mithaq
Dimensi ruhani atau nilai spiritual antara dirinya dengan Tuhan-Nya. Mithaq
sangat penting dimasukan dalam psikologi, merupakan perjanjian manusia kepada
sehingga memungkinkan manusia untuk Tuhan sebelum manusia itu wujud di alam
mengenal Tuhan dan hilanglah keresahan dunia. Manusia berjanji kepada Allah untuk
jiwanya. Hal ini bukan saja dinyatakan oleh patuh menjalankan perintah-Nya dan
128Jurnal Al-Qalb, Volume 13, No 2, September 2022
menjauhi larangan-Nya. Ibn Abbas yang dimaksud tak hanya pengaturan dalam
menyebut manusia sebagai insan karena persoalan sosial politik atau pengaturan
setelah adanya mithaq dengan Tuhan, alam dalam makna ilmu pengetahuan.
manusia lupa untuk melakukan tugas dan Pengaturan yang juga penting dan lebih
tujuannya. pendapat Al-Attas, kelupaan mendasar adalah mengatur, mengontrol,
tersebut menjadi penyebab ketidaktaatan dan memelihara dirinya atau jiwa
manusia dan menggiringnya untuk rasionalnya.
bertindak tidak adil (zulm) dan bodoh
(jahl). Salah satu penyebab kelupaan dari Jiwa manusia memiliki banyak
manusia akan janjinya adalah nama, meski entitasnya tetap satu. Hal ini
kelahiran.(Al-Attas, 2013, hlm. 40) terjadi karena kondisi aksiden. Tatkala ia
terlibat dengan intelektual, ia disebut
tetapi, Allah sudah melengkapi intelek (intellect); ketika ia mengatur raga,
manusia dengan kemampuan, daya, dan visi ia disebut jiwa (soul); ketika terkait dengan
untuk memahami kebenaran. Tuhan telah iluminasi intuitif, ia disebut hati (heart);
pula menunjukkan kepada manusia ketika ia kembali kepada dunianya yang
perbuatan yang benar dan yang salah. abstrak, ia disebut ruh (spirit).(Fakhruddin
Sepatutnyalah manusia berusaha memilih Al-Razi, 1991, hlm. 20)
dan melakukan perbuatan yang berguna
bagi kebaikan dirinya. Kebebasan Dalam pandangan Al-Attas, hati,
(ikhtiyar), dalam pandangan Al-Attas, jiwa, ruh, dan akal merujuk kepada sesuatu
(Syed Muhammad Naquib Al-Attas, 2011, yang tidak terbagi, entitas yang identik.
hlm. 12)adalah memilih yang lebih baik. Hati, jiwa, ruh, dan akal adalah substansi
Kemampuan untuk memilih ini ada pada spiritual. Entitas ini adalah sesuatu yang
diri manusia. Allah telah pula melengkapi menjadi esensi manusia. Ia adalah al-latifah
manusia dengan akal untuk mengetahui al-ruhaniyah, sesuatu yang dicipta, tetapi
yang benar dan yang salah, membedakan abadi dan tidak dapat dibatasi dengan ruang
kebenaran dari kesalahan. Al-Attas dan waktu; ia menyadari dirinya dan
menyatakan manusia dianugerahi daya merupakan lokus bagi hal-hal yang intelek.
imajinasi dan daya estimasi oleh Allah Swt. Dengan demikian, manusia dapat
Kedua daya ini mungkin dapat saja mengetahui jiwanya melalui intelek dan
membingungkan dirinya apabila tidak dengan mengamati aktivitas yang berasal
digunakan dengan benar. dan, bagi manusia darinya.(Hidayatullah & Arif, 2022)
yang ikhlas dan bersikap benar terhadap
tabiatnya yang mulia, Tuhan, dengan Al-Attas menyebutkan, hati (heart),
anugerah-Nya, rahmat dan kasih-Nya, akan jiwa (soul) atau diri (self), ruh (spirit) dan
membantunya dan membimbingnya meraih akal (intellect) merupakan aspek-aspek jiwa
kebenaran.(Adnin Armas, 2003, hlm. 45) yang satu, namun berbeda fungsinya.
Kesemua aspek itu merujuk kepada dua
Kemampuan dan daya yang entitas: pertama, merujuk kepada materi
dianugerahkan Allah kepada manusia atau aspek jasmani manusia atau jasad
menjadikannya mampu untuk menanggung (body); kedua, merujuk kepada nonmateri
amanah sebagai khalifah Tuhan di bumi. dan aspek spiritual atau kepada jiwa
Manusia menanggung amanah dan manusia.(Al-Attas, 1995, hlm. 149) dalam
tanggung jawab untuk mengatur kehidupan penjelasannya dari pandangan etika, makna
di bumi sesuai dengan tuntunan-Nya, pertama menunjukkan aspek sifat-sifat
kehendak-Nya, dan ridha-Nya. Amanah, buruk yang melekat pada kekuatan jiwa
bagi Al-Attas, memberi dampak tanggung makhluk hidup yang juga terdapat dalam
jawab. Pengaturan yang dilakukan manusia aspek jasmani manusia. Ini perlu diatur
harus disertai dengan keadilan. Pengaturan dengan iman yang benar dan amal shalih.
129Jurnal Al-Qalb, Volume 13, No 2, September 2022
Tanpa pengaturan yang benar terhadap memiliki spesies jiwa vegetative (al-
aspek ini, manusia akan jatuh pada nabatiyyah), hewan (al-hayawaniyyah), dan
kehinaan. Ia akan lebih hina dari binatang. rasional (al-natiqah).
Makna kedua merujuk kepada realitas
manusia dan kepada esensinya, seperti Al-Attas, sebagaimana pandangan
hadis Nabi yang menyebutkan, siapa yang tradisional, mendefinisikan manusia
mengetahui dirinya akan mengetahui sebagai mahkluk rasional (rational animal).
Tuhannya.(Syed Muhammad Naquib Al- Manusia adalah makhluk hidup yang
Attas, 1995) Makna kedua inilah yang berbahasa (a language animal) atau
seharusnya membimbing yang makhluk hidup yang berbicara (al-hayawan
pertama.(Fakhruddin Al-Razi, 1408, hlm. al-natiq). Bagi Al-Attas, intelek merupakan
400) substansi spiritual yang dengannya jiwa
rasional mengenal kebenaran dan
Sebagaimana pendapat umum di membedakannya dengan kesalahan. Prof
kalangan umat Islam dan yang termuat di Al-Attas menyatakan:
dalam Al-Qur’an, Al-Attas
mengelompokkan tiga jenis jiwa manusia. The intellect is then a spiritual
Jenis pertama: al-Nafs al-Mutmainnah (Al- substance by which the rational soul
Fajr [89]: 27), yaitu jiwa yang tenang, jiwa recognizes truth and distinguishes truth
yang penuh dengan kehidupan spiritualitas from falsity. It is the reality that underlies
dan kedekatan dengan Tuhan. Jenis kedua: the definition of man, and is indicated by
jiwa yang seperti bala tentara yang terlibat everyone when he says “I”.(Al-Attas, 1995,
dalam perang yang berkelanjutan. hlm. 146)
Terkadang jiwa tersedot ke kekuatan
intelektual (intellectual powers) dan Dalam pandangan Al-Attas, jiwa
mendekat kepada Tuhan, dan terkadang manusia memiliki lima indra eksternal
kekuatan jiwa (animal powers) (sentuh, penciuman, rasa, penglihatan, dan
mendorongnya ke arah yang hina. Kondisi pendengaran). Selain itu, jiwa manusia juga
jiwa dalam kebimbangan seperti ini adalah memiliki pancaindra internal, yaitu indra
al-Nafs al-lawwamah (Al-Qiyamah [75]: bersama (common sense= al-hiss al-
2). Jenis ketiga adalah al-Nafs al-Ammarah musytarak), representasi (representation=
bi al-su’ (Yusuf, 12: 53), adalah jiwa yang al-khayaliyyah), estimasi (estimation= al-
selalu mengarahkan manusia kepada wahmiyyah), rekoleksi
keburukan. (retention/recollection=al-hafizah/al-
dhakirah), dan imaginasi (imagination= al-
Al-Attas juga bersepakat dengan khayal/al-mutakhalliyyah).(Wan Daud,
pendapat umum di antara para filsuf.(Al- 2003, hlm. 112)
Attas, 1995, hlm. 150) Bukan hanya
manusia yang memiliki jiwa, hewan dan Jiwa dan Raga
tumbuhan pun berjiwa. Al-Attas
menyatakan, ketika jiwa terlibat dengan Al-Attas tidak sependapat dengan
raga, maka jiwa memiliki daya. Tumbuhan Ibn Sina bahwa jiwa dan raga ada
memiliki daya nutrisi (al-ghadiyyah), daya bersamaan. (Al-Attas, 1995, hlm.
pertumbuhan (al-namiyah), dan daya 151)Pandangan ini didorong oleh
reproduksi (al-muwallidah). Ketiga daya ini pandangan khas kaum esensialis. Bagi
juga terdapat dalam manusia dan hewan. Aristoteles, jiwa tidak bisa ada tanpa jasad.
Selain ketiga daya tersebut, manusia Jiwa juga bukan jasad, tetapi jiwa sesuatu
memiliki daya kemauan (al-muharrikah) yang relatif kepada jasad. Jiwa ada di dalam
dan daya persepsi (al-mudrikah). Secara jasad. Aristoteles mengatakan: “Hence the
universal, jiwa seperti sebuah genus, yang rightness of the view that the soul cannot be
without a body, while it cannot be a body; it
130Jurnal Al-Qalb, Volume 13, No 2, September 2022
terhadap diri sendiri/’ujub, cinta dunia dan Malik Badri menjelaskan konsep-konsep
takut mati, ingin seperti Id, Libido, dan Oedipus complex
dipuji/riyā’,lalai/ghurur,dan pelit/bukhl. dalam psikoanalisa menjadi konsep yang
Hilangnya penyakit hati akan menjamin tidak jelas dan tidak bisa dijelaskan secara
kesehatan fisik. Sebaliknya, tidak sedikit ilmiah. Konsep tersebut berdasarkan
penyakit fisik disebabkan dari hati yang spekulasi yang tidak bisa dibuktikan secara
tidak sehat akibat jauh dari pemahaman observatif dan hanya sebuah pengalaman
ajaran agama. (Abdul Rohman, Amir Reza individual pribadi Freud yang kemudian
Kusuma, 2022)Dapat disimpulkan bahwa olehnya digeneralisasikan secara berlebihan
dari hati yang sehat menghasilkan badan dengan menggunakan tes-tes proyeksi yang
yang sehat, dan sebaliknya, dalam badan belum pernah di adaptasikan. (Arroisi dkk.,
yang sehat akan terdapat hati yang sehat. t.t., hlm. 12)Jehoda dalam Social
Psychology and Psychoanalysis: A Mutual
Five rukun Islam yang dilaksanakan Challenge menyatakan bahwa tuduhan
setiap muslim adalah sarana pembersihan terhadap Freud utamanya adalah bahwa
jiwa dan sumber ketenangan hati. Hamid teori-teori yang digaungkanya serba tidak
Fahmy menjelaskan, saat seorang jelas dan tidak bisa dibuktikan kebenaranya
melakukan shalat, ia akan banyak menyebut melalui tes. Teori tersebut juga mencoba
nama Tuhan diiringi dengan rangkaian zikir memberi arti terhadap segala sesuatu
dan istighfar yang membawa ketenangan sehingga malah menjadi tidak berarti sama
hati dan jiwa pada manusia sebagaimana sekali. Malik Badri memberi contoh
termaktub dalam Quran. (Zarkasyi, ketidakjelasan psikoanalisa Freud yaitu
2013)Puasa ikut berperan aktif menekan bagaimana bisa dibuktikan bahwa pada
hawa nafsu seorang muslim dan melatih masa oral psikoseksualnya, bayi yang baru
kepekaan sosial terhadap manusia di lahir memperoleh kenikmatan seksual
sekitarnya, sekaligus menambah kesehatan ketika sedang menyusui. Apakah seorang
fisik dengan mengistirahatkan proses psikolog harus bertanya kepada si bayi,
pencernaan makanan untuk membakar apakah dia memperoleh suatu kenikmatan
kalori dan detoksifikasi tubuh yang telah seksual sewaktu mengisap puting susu
teruji secara klinis. Kepuasan hati juga ibunya. Dengan demikian, dapat
didapat dari berbagi harta melalui zakat, disimpulkan bahwa Freud hanyalah
infak, sedekah, dan wakaf, di samping mengarang teorinya tanpa melalui tes-tes
fungsi menjaga kestabilan ekonomi ilmiah, lalu kemudian berupaya
masyarakat Islam dengan menghilangkan memaksakan teorinya untuk menjadi
jurang pemisah antara si miskin dan si kaya. ilmiah.(Elida Prayitno, 2006, hlm. 4)
Puncaknya, haji sebagai jihad akbar dalam
pelaksanaannya membutuhkan kekuatan Kebahagiaan
fisik yang luar biasa dan menanamkan rasa
persaudaraan dan persatuan dengan sesama Menurut Al-Attas, kebahagiaan (al-
umat muslim seluruh dunia dalam satu sa’adah) mencakup kebahagiaan di akhirat
tempat dan satu waktu. Singkatnya dengan dan kebahagiaan di dunia.(Al-Attas, 1995,
taat beragama, seorang muslim telah hlm. 147) Kebahagiaan di akhirat
terjamin kesehatan psikis dan jasmaninya merupakan puncak kebahagiaan (ultimate
sekaligus, termasuk kebahagiaan hati yang happiness), keberuntungan dan
tidak terbatas pada materi sebagaimana kebahagiaan abadi, yang tertinggi adalah
pandangan Barat.(Skinner, 2019, hlm. 5) melihat-Nya (the vision of God), dan yang
dijanjikan kepada siapa yang, di dunia,
Hal ini sama seperti pandangan hidup dengan penyerahan diri dan
Malik Badri smengkritik keras aliran ini kesadaran yang tulus (willing submission
dalam bukunya Dilema Psikolog Muslim. and conscious) dan patuh kepada perintah-
132Jurnal Al-Qalb, Volume 13, No 2, September 2022
Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bagi Al- tingkatan kedua, spiritual, permanen dan
Attas, kebahagiaan akhirat sangat terkait pengalaman yang disadari menjadi
dengan kebahagiaan dunia.(Arroisi & Sari, substratum dari kehidupan duniawi yang
2020, hlm. 185) Keterkaitan ini mencakup diafirmasi kepada percobaan. Kebahagiaan
tiga hal: (1) kepada dirinya (nafsiyyah) di akhirat sangat terkait dengan
seperti memiliki ilmu dan akhlak yang baik; kebahagiaan di dunia. Dalam pandangan
(2) kepada jasmani (badaniyyah) seperti Al-Attas, kebahagiaan terkait dengan
kesehatan dan keamanan yang baik; (3) kondisi permanen dalam jiwa rasional
kepada sesuatu yang eksternal kepada diri kepada pengetahuan dan keimanan,
dan jasmani (kharijiyyah), seperti kekayaan perbuatan baik, dan meraih kondisi adil.
dan sebab-sebab lain yang mempromosikan
kebaikan diri, jasmani, dan sesuatu yang Bagi Al-Attas, konsep keadilan
eksternal dalam kaitannya dengan hal bukanlah konsep yang merujuk kepada
tersebut. Oleh sebab itu, Al-Attas keadaan yang terkait dengan hubungan
menegaskan, kebahagiaan di dunia bukan antara dua orang dan lainnya, atau antara
hanya kepada kehidupan sekular, masyarakat dan negara, atau antara yang
melainkan kebahagiaan juga terkait dengan diatur dan yang mengatur, atau antara raja
kehidupan yang ditafsirkan dan dibimbing dan rakyatnya. Tetapi, adil adalah juga
dengan agama yang sumbernya adalah terhadap dirinya sendiri. Al-Attas
Wahyu. menegaskan, konsep ketidakadilan bisa
dilakukan kepada dirinya sendiri.(al-Attas,
bahagia bukan sekadar mengenai 1978, hlm. 126)
unsur fisik, bukan juga mengenai jiwa
hewan dan raga manusia, bukan juga Dalam pandangan Al-Attas,
kondisi akal ataupun perasaan yang kebebasan adalah ikhtiyar, bukan
mengalami berbagai kondisi, bukan juga hurriyyah. Kebebasan (ikhtiyar) adalah
kesenangan dan hiburan. Kebahagiaan memilih sesuatu untuk yang lebih baik.
terkait dengan keyakinan tentang Kebebasan, bagi Al-Attas, adalah berbuat
Kebenaran Akhir dan melakukan aksi yang menurut tuntutan sifat-dasarnya yang benar
sesuai dengan keyakinan tersebut.(Zarkasyi (to act as his true nature demands).
dkk., 2019) Keyakinan tersebut adalah
kondisi kesadaran permanen yang alami Bagi Al-Attas, lawan kata dari as-
kepada yang permanen dalam manusia dan saadah adalah ketidakbahagiaan (as-
dipahami oleh organ spiritual pengetahuan, shaqawah). Dalam konteks masyarakat
yaitu hati; aman dan nyaman serta Barat, al-shaqawah merujuk kepada tragedi.
ketenangan hati; ilmu pengetahuan dan Dalam pandangan Al-Attas, tragedi bukan
iman yang benar. Pengetahuan tentang sekadar suatu seni dalam sebuah drama,
Tuhan: sebagaimana yang Dia gambarkan tetapi tragedi merupakan suatu realitas
mengenai Dirinya dalam Wahyu yang asli; hidup di tengah masyarakat Barat, tragedi
juga mengetahui dengan posisi dan yang disebabkan karena penolakan
kedudukannya yang tepat dalam ruang terhadap agama dan berpaling dari Tuhan.
penciptaan dan keterkaitannya dengan
Pencipta yang dibarengi dengan perbuatan KESIMPULAN DAN SARAN
yang sesuai dengan ilmu sehingga kondisi
Dalam pandangan Al-Attas,
seperti ini menghasilkan keadilan. Hanya
kebahagiaan (al-sa’adah) mencakup
melalui ilmu, cinta Tuhan dapat diraih, dan
kebahagiaan di akhirat dan kebahagiaan di
tujuan kebahagiaan adalah cinta Tuhan. Di
dunia. Kebahagiaan di akhirat merupakan
kehidupan duniawi, ada dua tingkatan
puncak kebahagiaan (ultimate happiness),
kebahagiaan yang dapat dilihat. Tingkatan
keberuntungan dan kebahagiaan abadi,
pertama: pada level psikologis; pada
yang tertinggi adalah melihat-Nya (the
133Jurnal Al-Qalb, Volume 13, No 2, September 2022
vision of God), dan yang dijanjikan kepada menyelesaikan masalah yang ada, karena ia
siapa yang, di dunia, hidup dengan melepaskan jiwa dari ilmu psikologinya
penyerahan diri dan kesadaran yang tulus sebagai akibat dari adanya worldview Barat
(willing submission and conscious) dan yang sekuler. Sedangkan psikologi Islam
patuh kepada perintah-Nya dan menjauhi adalah psikologi yang membahas masalah
larangan-Nya. Bagi Al-Attas, kebahagiaan jiwa manusia yang dapat dilihat dari konsep
akhirat sangat terkait dengan kebahagiaan fitrah ataupun Al-Qur’an dan pemikiran
dunia. Dari pemaparan diatas, dapat para ulamanya, sehingga mampu
diketahui bahwa Psikologi Barat tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang ada.
REFERENSI
Abdul Rohman, Amir Reza Kusuma, M. A. F. (2022). The Essence of ’Aql as Kamāl Al-
Awwal in the view of Ibnu Sīnā and its Relation to Education. Jurnal Dialogia, 20(1),
176–205.
Adi Setia. (2003). Al-Attas’ Philosophy of Science: An Extended Outline.” Islam & Science 1.
UTM Press.
Aristotle. (1983). Aristotle Physics Books III and IV Ed. Edward Hussey. Clarendon Press.
Arroisi, J., Alfiansyah, I. M., & Perdana, M. P. (t.t.). Psikologi Modern Perspektif Malik
Badri (Analisis Kritis atas Paradigma Psikoanalisa dan Behaviourisme). 13.
Arroisi, J., & Sari, N. (2020). BAHAGIA PERSPEKTIF SYED MUHAMMAD NAQUIB
AL-ATTAS. Fikri : Jurnal Kajian Agama, Sosial dan Budaya, 183–196.
https://doi.org/10.25217/jf.v5i2.1160
Calvin B. Hall. (2019). Psikologi Freud, terj. Cep Subhan KM. IRCiSod.
Fakhruddin Al-Razi. (1408). Al-Mathalib al-‘Aliyah Fi ‘Ilm al-Ilahiyyah. Darul Kitab al-
‘Arabi.
Fuad, W. (2009). Revolusi Sains dan Perubahan Pemikiran. Dalam Wacana Sejarah dan
Falsafah Sains: Sains dan Mayarakat. Dewan Bahasa dan Pustaka.
Ihsan, N. H., Kusuma, A. R., Sakti, D. A. B., & Rahmadi, A. (t.t.). WORLDVIEW SEBAGAI
LANDASAN SAINS DAN FILSAFAT: PERSPEKTIF BARAT DAN ISLAM. 31.
Kusuma, A. R. (2022). Konsep Jiwa Menurut Ibnu Sina dan Aristoteles. Tasamuh: Jurnal
Studi Islam, 14(1), 30. https://doi.org/10.47945/tasamuh.v14i1.492
Muslih, M., Kusuma, A. R., Hadi, S., Rohman, A., & Syahidu, A. (2021). STATUM AGAMA
DALAM SEJARAH SAINS ISLAM DAN SAINS MODERN. 6, 17.
Pradhana, A., & Sutoyo, Y. (2019). Worldview Islam sebagai Basis Pengembangan Ilmu
Fisika. TSAQAFAH, 15(2), 187. https://doi.org/10.21111/tsaqafah.v15i2.3387
Rohman, A., Reza, A., & Firdausi, M. A. (t.t.). Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo
Email: Ahmadalaspany@gmail.com. 20.
Skinner, R. (2019). A Beginner’s Guide to the Concept of Islamic Psychology. Journal of the
British Islamic Medical Association, 3(1), 1–5.
Syed Muhammad Naquib Al-Attas. (1995). The Nature of Man and the Psychology of the
Human Soul.” In Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the
Fundamental Elements of the Worldview of Islam. International Institute of Islamic
Thought and Civilization (ISTAC).
Syed Muhammad Naquib Al-Attas. (2011). Historical Fact and Fiction. : ,. UTM Press.
135Jurnal Al-Qalb, Volume 13, No 2, September 2022
Tim Asosiasi Psikologi Islam. (2019). Psikologi Islam Kajian Teoritik dan Penelitian
Empirik. Asosiasi Psikologi Islam.
Wan Daud, W. M. N. (2003). Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib
Al-Attas. Mizan.
Wan Mohd Nor Wan Daud. (1997). Budaya Ilmu: Makna dan Manifestasi dalam Sejarah dan
Masa Kini. Dewan Bahasa &Pustaka Kuala Lumpur.
Zarkasyi, H. F. (2013). Worldview Islam dan Kapitalisme Barat. TSAQAFAH, 9(1), 15.
https://doi.org/10.21111/tsaqafah.v9i1.36
Zarkasyi, H. F., Arroisi, J., Basa, A. H., & Maharani, D. (2019). Konsep Psikoterapi
Badiuzzaman Said Nursi dalam Risale-i Nur. TSAQAFAH, 15(2), 215.
https://doi.org/10.21111/tsaqafah.v15i2.3379