Analisis - Spasial - Tingkat - Kerusakan - Kawasan - SM Sugihan - JPHKA

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

(2019), 16(2): 191-207 pISSN: 0216 – 0439 eISSN: 2540 – 9689

http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JPHKA Akreditasi Kemenristekdikti Nomor 21/E/KPT/2018

ANALISIS SPASIAL TINGKAT KERUSAKAN KAWASAN SUAKA


MARGASATWA PADANG SUGIHAN SUMATERA SELATAN
(Spatial Analysis of Degradation Level of Padang Sugihan Wildlife Reserve South
Sumatra)

Adi Kunarso1, Tubagus Angga Anugrah Syabana1, Shabiliani Mareti2, Fatahul Azwar1,
Taufan Kharis2, dan/ and Nuralamin1
1
Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Palembang, Jl Kol H Burlian Km 6,5, Punti Kayu,
Palembang, Sumatera Selatan 30151
2
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan, Jl. Kol. H Burlian Km 6 No. 79, Palembang,
Sumatera Selatan 30151

Info artikel: ABSTRACT


Keywords: Padang Sugihan Wildlife Reserve is an important habitat for Sumatran elephants. However,
Padang Sugihan it has been degraded mainly due to forest fires, illegal logging, and land encroachment.
Wildlife Reserve, This study aims to map the level of damage to the Padang Sugihan Wildlife Reserve and
restoration, identify the causes of the degradation as part of the ecosystem recovery planning activities.
spatial analysis The area damage analysis was carried out using a geographic information system with
overlapping scoring method and weighting of the parameters that affect the area damage.
The parameters used were land cover, fire frequency, canal and peatland area, ecological
sensitivity and social sensitivity. Each parameter was weighted differently based on its
impact on the damage to the area and the survival of key species. The results showed the
area with a severe degraded level was 13,219.60 Ha (15%), moderate degraded level was
31,867.20 Ha (36%), and low degraded level was about 42,555.91 Ha (49%). Areas that
have been severely damaged or degraded are proposed areas as the top priority for
ecosystem recovery activities. Ecosystem degradation in the study area is mainly caused by
repeated forest fires, logging, and canal drainage. These three factors lead to loss of peat
mass and reduced or even the loss of native vegetation composition.
Kata kunci: ABSTRAK
Suaka Margasatwa
Padang Sugihan, Kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan merupakan habitat penting bagi gajah
restorasi, analisis sumatera. Namun demikian kondisinya saat ini terus mengalami tekanan terutama akibat
spasial kebakaran, pembalakan liar, dan penguasan lahan oleh oknum masyarakat. Penelitian ini
bertujuan untuk melakukan pemetaan tingkat kerusakan Suaka Margasatwa Padang
Sugihan dan mengidentifikasi penyebab kerusakan sebagai bagian kegiatan perencanaan
pemulihan ekosistem. Analisis kerusakan kawasan menggunakan sistem informasi
geografis dengan metode skoring tumpeng susun dan pembobotan terhadap parameter-
parameter yang berpengaruh terhadap kerusakan kawasan, yaitu tutupan lahan, frekuensi
Riwayat Artikel: kebakaran, areal berkanal dan lahan gambut, sensivitas ekologi dan sensivitas sosial. Setiap
Tanggal diterima: parameter akan memiliki bobot yang berbeda berdasarkan pengaruhnya terhadap kerusakan
16 Maret 2019; kawasan dan kelangsungan hidup spesies kunci. Hasil penelitian menunjukkan kawasan
Tanggal direvisi: dengan tingkat kerusakan berat seluas 13.219,60 Ha (15%), rusak sedang seluas 31.867,20
12 September 2019; Ha (36%), dan rusak ringan seluas 42.555,91 Ha (49%). Areal yang mengalami kerusakan
Tanggal disetujui: berat merupakan area yang diusulkan menjadi prioritas utama kegiatan pemulihan
30 September 2019 ekosistem. Kerusakan ekosistem di SM Padang Sugihan terutama disebabkan oleh
kebakaran hutan yang terjadi secara berulang, pembalakan hutan, dan pembukaan kanal
drainase. Ketiga faktor tersebut menyebabkan hilangnya masa gambut dan berkurang/
hilangnya komposisi vegetasi asli.

Editor: Rinaldi Imanuddin, S.Hut., M.Sc


Korespondensi penulis: Adi Kunarso * (E-mail: adikunarso@yahoo.com)
Kontribusi penulis: AK, TAAS, FA: sebagai kontributor utama; SM, TK, N: sebagai kontributor anggota
AK: analisis peta, menulis dan memperbaiki draft publikasi; TAAS: analisis peta dan menulis; SM: mengumpulkan data-data sekunder
dan menuliskannya dalam naskah; FA: analisis peta dan memperbaiki draft publikasi; TK: menyiapkan peta dasar; N: mengkompilasi
data jenis-jenis vegetasi dan perapihan naskah

https://doi.org/10.20886/jphka.2019.16.2.191-206
©JPHKA - 2018 is Open access under CC BY-NC-SA license
Vol. 16 No. 2, Desember 2019 : 191-207

I. PENDAHULUAN Beberapa jenis pohon yang umum


Total luas kawasan konservasi di dijumpai di bentang lahan padang sugihan
Indonesia saat ini sekitar 27,1 juta hektar, pada waktu itu menurut KPRGSS-TRGD
yang mana sekitar 5 juta hektar (18%) Sumatera Selatan (2018) antara lain
diantaranya merupakan kawasan suaka jelutung (Dyera polyphylla), pulai
margasatwa (Ditjen KSDAE, 2015). (Alstonia pneumatophora), kempas
Pengelolaan kawasan konservasi yang (Kompassia malaccensis), terentang
luas bukanlah perkara yang mudah. (Campnosperma sp.), meranti rawa
Beberapa tantangan dalam pengelolaan (Shorea pauciflora), bintangur
kawasan konservasi antara lain (Callophylum spp), punak (Tertamerista
terbatasnya tenaga pengelola, terbatasnya glabra), nyatoh (Palaquium spp.), resak
(Vatica Rasak)dan beberapa jenis pohon
anggaran yang dimiliki pemerintah,
tumpang tindih klaim pemilikan atau lainnya.
penguasaan atas kawasan, fragmentasi Namun demikian kondisi sekarang
hutan, dan meningkatnya lahan kritis sudah sangat berubah, tutupan hutan SM
(Santosa & Setyowati, 2016; Bismark, Padang Sugihan saat ini secara umum
2010). Kondisi tersebut dapat menim- didominasi jenis-jenis pionir seperti
bulkan permasalahan bagi konservasi gelam(Melaleuca cajuputi), kelat
biodiversitas, seperti kehilangan habitat, (Euginia, sp), laban(Vitex pubescens), dan
fragmentasi dan isolasi spesies, yang pelangas (Aporosa, sp) (Mahanani, 2012).
dapat memicu kepunahan spesies, Kondisi ini menuntut upaya pemulihan
terutama spesies yang berbadan besar ekosistem sehingga terwujud ke-
(Prasetyo, 2017). seimbangan alam hayati dan ekosistemnya
Suaka Margasatwa (SM) Padang dikawasan tersebut. Pemulihan ekosistem
Sugihan merupakan salah satu kawasan kawasan konservasi diatur dalam
konservasi yang berada di Sumatera Permenhut Nomor P.48/Menhut-II/2014
Selatan dan yang ditetapkan berdasarkan tentang Tata Cara Pemulihan Ekosistem
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Kawasan Suaka Alam/Kawasan
Nomor 2585/Menhut-VII/KUH/2014 Pelestarian Alam.
tanggal 16 April 2014 dengan luas Sebagai dasar dalam pengelolaan
88.148,05 hektar. Secara administratif SM dan pengawasan kawasan SM Padang
Padang Sugihan berada di Kabupaten Sugihan, maka pada tahun 2015 telah
Banyuasin dan Kabupaten Ogan dilakukan penataan blok yang membagi
Komering Ilir (OKI). SM Padang Sugihan kawasan dalam tiga blok pengelolaan
merupakan habitat alami gajah sumatera yaitu perlindungan (41.488,51 ha),
(Elephas maximus sumatranus) dan rehabilitasi (38.230,46 ha), dan
didalamnya terdapat pusat latihan gajah. pemanfaatan (8.429,08 ha) (BKSDA
Sebelum ditetapkan menjadi suaka Sumatera Selatan, 2015). Upaya
margasatwa, kawasan Padang Sugihan rehabilitasi dan pemulihan kawasan SM
semula diperuntukkan sebagai areal Padang Sugihan telah dilakukan antara
transmigrasi pada awal tahun 1980-an. lain melalui kegiatan penanaman seluas
Kondisi SM Padang Sugihan pada saat itu 600 ha pada tahun 2017 serta kegiatan
digambarkan sebagai habitat yang paling rehabilitasi seluas 40 ha dan
kaya dan khas di landsekap Padang pembangunansekat kanal (canal blocking)
Sugihan (Nash & Nash, 1985; Mahanani, sebanyak 6 buah kanal primer pada tahun
2018 bekerjasama dengan Badan
2012). Kawasan ini juga merupakan
representasi tipe hutan alam rawa gambut Restorasi Gambut (BRG). Namun
di Sumatera Selatan. Pohon-pohon yang demikian upaya-upaya ini masih belum
ada banyak ditumbuhi epifit dan palem sebanding dengan luas dan tingkat
menjalar yang tersebar di dalam hutan. kerusakan kawasan sehingga masih

192
Analisis Spasial Tingkat Kerusakan Kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan (Kunarso, A., Syabana, T. A. A., Mareti, S., Azwar, F.,
Kharis, T., dan Nuralamin)

diperlukan dukungan dari berbagai pihak B. Bahan dan Alat Penelitian


untuk mempercepat proses pemulihan Alat yang digunakan meliputi
ekosistem SM Padang Sugihan di masa seperangkat komputer, perangkat lunak
mendatang. ArcGIS versi 10.2, perangkat lunak
Penelitian ini bertujuan untuk Microsoft Office 2007, serta peralatan
melakukan pemetaan tingkat kerusakan lapang yang meliputi GPS, kamera, dan
SM Padang Sugihan dan mengidentifikasi alat tulis. Sedangkan bahan yang
penyebab terjadinya kerusakan/degradasi digunakan disajikan pada Tabel 1.
sebagai bagian dari kegiatan perencanaan
pemulihan ekosistem. Hasil dari penelitian C. Pengumpulan Data
ini sebagai bahan perencanaan dalam Data yang dikumpulkan berupa data
kegiatan pemulihan ekosistem kawasan
primer dan sekunder terkait dengan
SM Padang Sugihan. kerusakan kawasan SM Padang Sugihan.
Data primer diperoleh dengan metode
II. BAHAN DAN METODE pengamatan lapang dan wawancara
terstruktur dan mendalam dengan
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
informan kunci yang dipilih secara
Penelitian dilakukan di kawasan SM sengaja (purposive). Sedangkan data
Padang Sugihan Kabupaten Banyuasin sekunder diperoleh dari beberapa sumber
dan Kabupaten OKI (Gambar 1). berupa laporan, dokumen rencana
Pengambilan data dan analisis dilakukan pengelolaan, citra satelit, peta, dan jenis
pada bulan Oktober – Desember 2018. dokumen lainnya.

Gambar (Figure)1. Lokasi Penelitian (Location of study area)

193
Vol. 16 No. 2, Desember 2019 : 191-207

Tabel (Table) 1. Bahan/ data spasial yang digunakan (Spatial data to be used)
Resolusi/
Tanggal Liputan/
No skala
Data(Data) Tahun (Acquisition Sumber(Source)
(Number) (Resolution/
date/ year)
scale)
1 Citra Sentinel-2 10 m 13 September 2018 USGS
2 Foto udara LiDAR Juni 2017 TRGD Sumsel
3 Peta sebaran gambut 1 : 50.000 2017 TRGD Sumsel
2006, 2009, 2014, Dishut Prov Sumsel
4 Peta kebakaran (burn scar) 1 : 50.000
2015, 2018 dan KLHK
5 Peta jaringan kanal 1 : 50.000 2017 TRGD Sumsel
6 Peta sensivitas ekologi 1 : 100.000 2015 BKSDA Sumsel
7 Peta sensivitas sosial 1 : 100.000 2015 BKSDA Sumsel
8 Peta SRTM DEM 30 m 2018 USGS
9 Peta Rupabumi Indonesia 1 : 50.000 2010 Bappeda Sumsel
10 Hotspot Kabupaten OKI 1 km 2000 s/d 2018 Satelit MODIS

D. Analisis Data gabungkan informasi sebaran spasial


Tahapan analisis spasial kerusakan pusat-pusat aktivitas masyarakat, yang
kawasan disajikan pada Gambar 2. antara lain jalan, permukiman, peman-
Analisis tingkat kerusakan kawasan faatan sumur bor, kebun, dan sebagainya
menggunakan metode skoring tumpang- (BKSDA Sumatera Selatan, 2015).
susun (overlay) dan pembobotan Skoring dilakukan terhadap masing-
(weighted) dari parameter-parameter yang masing parameter untuk menentukan
berpengaruh terhadap kerusakan kawasan tingkat kerusakan. Nilai skoring ini
(Herawati, 2010; Jaya, 2007). Parameter memiliki nilai dari 1 (satu) sampai 3 (tiga).
yang digunakan dalam analisis ini Prinsip dasar dari skoring adalah semakin
merujuk pada parameter kerusakan mudah resiko terdegradasi, maka nilai
ekosistem seperti yang tertuang dalam skornya akan kecil (1), sedangkan
Permenhut Nomor P.48/Menhut-II/2014, parameter atau kondisi yang tahan
yaitu tutupan lahan, frekuensi kebakaran, terhadap degradasi, memiliki nilai skor
areal berkanal dan distribusi lahan besar (3). Pembobotan dilakukan terhadap
gambut, serta parameter lain yang masing-masing parameter untuk menentu-
mempengaruhi kondisi ekosistem dan kan tingkat degradasi. Pembobotan ini
tingkat kerusakan yaitu sensivitas ekologi akan mencerminkan kondisi yang
dan sensivitas sosial. diinginkan agar kriteria tertentu yang
Parameter sensivitas ekologi meng- ditetapkan memberikan kontribusi ter-
gambarkan tingkat daya dukung kawasan besar dalam output alternatif yang
terhadap satwa liar yang dilindungi dihasilkan. Untuk memvalidasi peta yang
dengan spesies kunci yang telah ditetap- sudah dibuat maka dilakukan verifikasi
kan yaitu gajah sumatra. Sementara itu, lapang dan diskusi kelompok terfokus
aktivitas manusia menjadi faktor penting untuk menerima masukan terutama dari
yang menekan kelestarian habitat satwa staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam
dan keberadaan satwa-satwa itu sendiri. (BKSDA) Sumatera Selatan yang sangat
Peta kerentanan akibat aktivitas mengenal kondisi kawasan.
masyarakat diperoleh dengan meng-

194
Analisis Spasial Tingkat Kerusakan Kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan (Kunarso, A., Syabana, T. A. A., Mareti, S., Azwar, F.,
Kharis, T., dan Nuralamin)

Parameter Kerusakan Ekosistem


KSA/KPA merujuk kepada
Permenhut P.48/Menhut-II/2014

Citra sentinel 2017


dan foto udara
Peta tutupan Lahan Ground check
LiDAR 2017
2017
Burnscare tahun Peta frekuensi
2006, 2009, 2014 Kebakaran
2015, 2018
Peta sensivitas ekologi

Input data Overlay dengan metode


perjumpaan satwa Peta areal berkanal dan skoring dan
peta lahan gambut pembobotan
Potensi gangguan Peta sensitivitas Sosial
aktivitas masyarakat

Reklasifikasi

Masukan parapihak
(wawancara dan FGD)

Peta kerusakan kawasan

Gambar (Figure) 2. Alur proses analisis kerusakan kawasan (Analysis process of


degradation level map)

1. Parameter tutupan lahan 2. Parameter frekuensi kebakaran


Analisis tutupan lahan dilakukan Peta frekuensi kebakaran
secara terbimbing (supervised merupakan hasil tumpangsusun (overlay)
classification) menggunakan metode peta areal bekas terbakar (burnscar) tahun
maximum likelihood classification (Jaya, 2006, 2009, 2014, dan 2018 (sumber
2007; Puzinas, 2017). Kriteria penge- Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel), serta
lompokan kelas ditetapkan berdasarkan tahun 2015 (sumber KLHK). Areal yang
penciri kelas (signature) yang diperoleh mengalami kebakaran 3 kali atau lebih
malalui pembuatan training area (Jaya, dikategorikan areal dengan fungsi
2007; Sampurno & Thoriq, 2016). ketahanan yang rendah atau mudah
Training area dibuat dengan memanfaat- terdegradasi, sehingga mendapat skor
kan data pendukung yang diperoleh dari rendah, sebaliknya areal yang tidak pernah
data lapang dan peta LiDAR tahun terbakar dalam kurun waktu tersebut
perekaman bulan Juni 2017 guna mempunyai fungsi ketahanan yang tinggi
meningkatkan akurasi.. Areal dengan sehingga memiliki skor yang tinggi (3).
tutupan tajuk yang rapat seperti misalnya
kelas hutan sekunder akan memiliki resiko 3. Parameter areal berkanal dan lahan
degradasi lahan yang kecil sehingga gambut
memiliki nilai skor yang besar (3). Dalam Permenhut Nomor:
Sebaliknya kebun memiliki fungsi P.48/Menhut-II/2014, secara jelas
ketahanan lahan yang rendah sehingga disebutkan bahwa pada ekosistem rawa
mempunyai nilai skor rendah (1). gambut, kanal drainase menjadi salah satu

195
Vol. 16 No. 2, Desember 2019 : 191-207

parameter penyebab kerusakan ekosistem. kawasan menjadi terancam akibat


Jaringan kanal diperoleh dari analisis peta kegiatan-kegiatan seperti perambahan dan
DEM, menggunakan hydrology tools perkebunan. Peta kerentanan akibat
dalam ArcGIS 10.2. Informasi yang aktivitas masyarakat diperoleh dari
disajikan dari analisis ini yaitu data/ BKSDA Sumsel. Areal dengan sensivitas
informasi hidrologi seperti jaringan sungai sosial tinggi berarti potensi tekanan
dan jaringan kanal/ drainase buatan terhadap kawasan atau potensi degradasi
(ESRI, 2018). Kemudian dilakukan tinggi, sehingga akan mempunyai nilai
buffering terhadap jaringan kanal yang skor yang rendah.
diperoleh untuk mendeliniasi areal Analisa statistik dilakukan untuk
berkanal. Jangkauan pembasahan sangat menggabungkan parameter-parameter
bergantung pada konduktivitas hidrolik tersebut menjadi penilaian tingkat
tanah. Bila konduktivitas hidrolik semakin kerusakan kawasan. Pembobotan didasar-
rendah, maka jangkauan pembasahan akan kan pada dua hal utama yang menjadi
semakin jauh (KPRGSS-TRGD Sumatera pertimbangan dalam pengelolaan kawasan
Selatan, 2018). Buffering menggunakan SM Padang Sugihan, yaitu fungsi dan
distance unit 249 m merujuk pada hasil tujuan pengelolaan suaka margasatwa
studi yang dilakukan oleh (KPRGSS- serta fakta dan kondisi terkini yang terjadi
TRGD Sumatera Selatan (2018) pada di kawasan SM Padang Sugihan. SM
landskap yang sama. Pada studi tersebut Padang Sugihan ditunjuk atas dasar
digunakan angka konduktivitas hidrolik potensi kekhasan/keunikan sebagai
sebesar 10m/hari, sehingga perkiraan habitat tumbuhan dan satwa liar terutama
jangkauan pembasahan di dalam dan di gajah sumatera. Sehingga parameter-
sekitar lahan gambut adalah 249 meter parameter yang berkaitan langsung
(KPRGSS-TRGD Sumatera Selatan, terhadap keberadaan dan perlindungan
2018). spesies kunci akan memiliki bobot yang
Peta areal berkanal kemudian di- lebih besar.
overlay-kan dengan peta lahan gambut. Tutupan lahan menjadi salah satu
Hasil overlay berupa klasifikasi lahan indikator utama kerusakan kawasan.
dengan urutan tingkat degradasi dan Kehilangan habitat akibat perubahan
urutan skor paling rendah yaitu lahan tutupan lahan menjadi ancaman utama
gambut berkanal, lahan gambut tidak terhadap keberadaan satwa liar (Sintayehu
berkanal, lahan bukan gambut berkanal, & Kassaw, 2019; Kaim, et al, 2019;
dan lahan bukan gambut tidak berkanal. Martinuzi et al, 2015). Disebutkan bahwa
dengan habitat kurang tersedia,populasi
4. Parameter sensivitas ekologi dan satwa liar di seluruh dunia telah
sosial menurundan 20–35% dari mamalia ter-
Kawasan dengan nilai sensitivitas ancam punah (Schipper et al, 2008).
ekologi tinggi berarti bahwa kawasan Sehingga parameter tutupan lahan
tersebut masih mempunyai daya dukung memperoleh bobot yang paling besar
yang tinggi terhadap satwa liar khususnya karena pengaruhnya terhadap kelang-
gajah sumatera, atau dapat dikatakan sungan hidup gajah sumatera.
memiliki tingkat degradasi yang rendah Sementara itu, fungsi pokok
sehingga diberi skor tinggi. Peta sensivitas kawasan suaka alam adalah sebagai
ekologi diperoleh dari BKSDA Sumsel. kawasan pengawetan keanekaragaman
Sementara itu, aktivitas manusia tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
menjadi faktor penting yang mem- yang juga berfungsi sebagai wilayah
pengaruhi tingkat degradasi kawasan. sistem penyangga kehidupan. Sehingga
Tekanan masyarakat terhadap lahan di daya dukung habitat dan faktor utama
dalam kawasan menyebabkan kelestarian penyebab kerusakan kawasan yaitu

196
Analisis Spasial Tingkat Kerusakan Kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan (Kunarso, A., Syabana, T. A. A., Mareti, S., Azwar, F.,
Kharis, T., dan Nuralamin)

kebakaran menjadi parameter lainnya padang rumput (3,54%), dan kebun


yang memperoleh bobot yang besar. (1,37%).
Pada saat ini, SM Padang Sugihan Kelas tutupan hutan sekunder,
menghadapi persoalan tekanan sosial yang umumnya didominasi oleh beberapa jenis
tinggi sebagai akibat banyaknya aktivitas tumbuhan berkayu pionir antara lain
masyarakat yang memanfaatkan akses di mahang (Macaranga pruinosa), laban
dalam dan sekitar kawasan SM Padang (Vitex pubescens), dan pelangas (Aporoso
Sugihan. Akses transportasi degan sp). Diantara dominasi jenis tersebut,
memanfaatkan sistem jaringan kanal yang dijumpai beberapa jenis pohon asli hutan
terlanjur dibuat dimasa lalu, yang semula rawa gambut seperti meranti (Shorea
dibuat untuk kepentingan transmigasi. spp.), terentang (Campnosperma spp.),
Aktivitas masyarakat ini antara lain jelutung rawa (Dyera polyphylla), dan
mencari kayu gelam dan mencari ikan kempas (Kompassia malaccensis), Di
yang kadangkala memicu terjadinya lapangan, hutan sekunder ini memiliki
kebakaran. Sedangkan jaringan kanal kondisi kerapatan penutupan tajuk yang
mengakibatkan turunnya level air yang berbeda, sehingga dalam analisis ini kelas
memicu terjadinya kebakaran. Hal ini tutupannya dibagi menjadi kerapatan
yang menjadi pertimbangan dalam tinggi dan rendah. Tutupan dengan
menentukan bobot sensitivitas sosial dan kerapan tinggi yaitu bila terdapat
areal berkanal. Formula pembobotan penutupan tajuk 70% atau lebih,
mengacu pada petunjuk teknis Perdirjen sedangkan kerapan rendah apabila tutupan
Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan tajuk kurang dari 40% (Indriyanto, 2008).
Perhutanan Sosial Nomor: P.4/V-Set/2013 Kelas tutupan hutan gelam, sesuai
tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data dengan penamaannya, berupa tegakan
Spasial Lahan Kritis (Dirjen BPDASPS, gelam (Melaleuca cajuputi) dengan
2013) dengan memodifikasi parameter- kerapatan penutupan tajuk yang berbeda,
parameter yang digunakan seperti yang yaitu rapat dan rendah. Umumnya lantai
tertuang dalam Permenhut Nomor: tegakan pada hutan gelam ditutupi oleh
P.48/Menhut-II/2014, sebagai berikut: beberapa jenis rumput terutama rumput
Tingkat Kerusakan Kawasan = kerisan (Schleria sumatrensis).
(40*tutupan lahan) + (20*frekuensi Semak merupakan kelas tutupan
kebakaran) + (20*sensivitas ekologi) + lahan yang umum dijumpai di lapangan.
(10*areal berkanal) + (10*sensivitas Semak didominasi penutupannya oleh
sosial) beberapa jenis tumbuhan herba dan paku
antara lain paku udang (Stenochlaena
palustris), Nephrelopsis spp., Pteridium
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
spp., dan seduduk (Melastoma
A. Tingkat kerusakan Kawasan SM malabathricum), dengan ketinggian
Padang Sugihan mencapai 2 meter dibeberapa tempat.
1. Tutupan lahan Padang rumput dapat dijumpai pada
Sebagai dasar perencanaan kegiatan dua jenis tanah, yaitu tanah mineral dan
pemulihan ekosistem SM Padang Sugihan gambut-rawa. Di areal yang tanahnya
maka diperlukan peta tutupan lahan terkini mineral, jenis rumput yang umum
dengan skala yang memadai. Hasil dijumpai adalah alang-alang (Imperata
analisis citra menghasilkan 7 kelas tutupan cyllidrica). Sementara untuk yang di areal
lahan yaitu hutan sekunder kerapatan gambut-rawa, jenis rumput yang umum
tinggi (8,10%), hutan sekunder kerapatan dijumpai antara lain rumput kumpeh
rendah (27,62%), hutan gelam kerapatan (Hymenachine amplexicaulis) dan kerisan
tinggi (12,61%), hutan gelam kerapatan (Schleria sumatrensis). Sedangkan kelas
rendah (10,78%), semak (35,99%), penutupan kebun yaitu perambahan

197
Vol. 16 No. 2, Desember 2019 : 191-207

kawasan yang dilakukan oleh masyarakat merupakan satwa yang habitat alaminya
sekitar SM Padang Sugihan untuk menyukai tutupan lahan yang lebih
ditanami dengan kelapa sawit dan jeruk. tertutup dibandingkan kawasan hutan
Perubahan tutupan lahan akan yang terbuka. Menurut Abdullah, et
berdampak pada kemampuan daya al.(2009), gajah sumatera lebih banyak
dukung hutan sebagai habitat alami gajah menghabiskan waktunya di hutan primer
sumatera yang merupakan spesies kunci di (daerah terlindung) untuk istirahat dan
SM Padang Sugihan. Kerusakan hutan mencari makan, dengan kata lain bahwa
atau hilangnya tutupan lahan akan tutupan vegetasi akan mempengaruhi
merubah perilaku gajah yang ada karena perilaku gajah dalam hal mencari makan
mereka harus mampu menyesuaikan diri maupun mencari tempat perlindungan
atau beradaptasi dengan perubahan (cover).
tutupan lahan yang ada. gajah sumatera

Gambar (Figure)3. Peta tutupan lahan (Land cover map of study area)

Tabel (Table)2. Persentase tutupan lahan SM Padang Sugihan(Percentage of land cover of


Padang Sugihan Wildlife Reserve)
Luas(Area)
No Tutupan Lahan (Land cover) %(Percentage)
(hektar/hectare)
Hutan sekunder kerapatan tinggi (Secondary forest high
1
density) 7,136.96 8.10
Hutan sekunder kerapatan rendah (Secondary forest low
2
density) 24,348.87 27.62
3 Hutan gelam kerapatan tinggi (Galam forest high density) 11,117.42 12.61
4 Hutan gelam kerapatan rendah (Galam forest lowdensity) 9499.97 10.78
5 Semak (Shrub) 31,723.24 35.99
6 Padang rumput (Savana) 3,117.01 3.54
7 Kebun (plantation) 1,203.65 1.37
Total 88.148,05 100.00

198
Analisis Spasial Tingkat Kerusakan Kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan (Kunarso, A., Syabana, T. A. A., Mareti, S., Azwar, F.,
Kharis, T., dan Nuralamin)

2. Frekuensi kebakaran berdarah panas sehingga apabila kondisi


Hasil tumpang susun peta kebakaran cuaca panas mereka akan bergerak
tahun 2006 – 2018 pada Gambar 4 me- mencari naungan (thermal cover) untuk
nunjukkan hampir seluruh kawasan (85%) menstabilkan suhu tubuhnya agar sesuai
pernah terbakar dalam kurun waktu ter- dengan lingkungannya (Riba’i, et al,
sebut. Frekuensi kebakaran satu kali me- 2013).
nempati areal yang paling luas yaitu
sekitar 49 ribu hektar (56%). Sedangkan 4. Area berkanal dan lahan gambut
areal dengan frekuensi kebakaran lebih Kanal primer dan sekunder di dalam
dari tiga kali pada periode yang sama kawasan SM Padang Sugihan telah dibuat
seluas sekitar 6 ribu hektar (6,8%) (Tabel pada tahun 1980-an untuk kepentingan
3). pembukaan areal transmigrasi. Akibatnya
kondisi bentang lahan alami dan
3. Sensivitas ekologi keseimbangan hidrologis gambut telah
Kawasan dengan nilai sensitivitas terganggu. Dari hasil analisis areal
ekologi tinggi berarti bahwa kawasan berkanal diperkirakan mencapai
tersebut masih mempunyai daya dukung 21.892,12 Ha (24%), terdiri dari lahan
yang tinggi terhadap satwa liar khususnya gambut berkanal seluas 6.055,38 Ha
gajah sumatera, atau dapat dikatakan (7,2%) dan lahan mineral berkanal seluas
memiliki tingkat degradasi yang rendah 15.836,75 Ha (17,97%) (Tabel 3).
sehingga diberi skor tinggi (Gambar 5).
Peta sensivitas ekologi diperoleh dari 5. Sensivitas sosial
BKSDA Sumsel. Kebakaran hutan yang Aktivitas manusia menjadi faktor
berulang akan mengakibatkan perubahan penting yang mempengaruhi tingkat
komposisi vegetasi penyusun hutan yang degradasi kawasan. Tekanan masyarakat
mana tentunya akan berhubungan terhadap lahan di dalam kawasan
langsung dengan potensi pakan dan daya menyebabkan kelestarian kawasan
dukung lingkungan lainnya bagi habitat menjadi terancam akibat kegiatan-
gajah sumatera di lokasi penelitian. kegiatan seperti pembalakan liar dan
Tutupan vegetasi yang berkurang akibat perambahan. Peta kerentanan akibat
kebakaran tentu saja akan merubah aktivitas masyarakat diperoleh dari
preferensi pakan dan perlaku harian dari BKSDA Sumsel (Gambar 7). Areal
gajah. Kebutuhan naungan akan menjadi dengan sensivitas sosial tinggi berarti
sedikit atau terbatas akibat pengurangan potensi tekanan terhadap kawasan atau
tutupan vegetasi oleh kebakaran yang potensi degradasi tinggi, sehingga akan
terjadi di kawasan SM Padang Sugihan, mempunyai nilai skor yang rendah.
padahal gajah sumatera termasuk binatang

Tabel (Table) 3. Frekuensi dan luas kebakaran periode tahun 2006-2018 (Frequency and
extent of fires in the periods of 2006-2018)
Frekuensi kebakaran (Frequncy of fires) Luas (Area) (Ha) % (percentage)
Tidak Terbakar (No fire) 12.575,96 14,3
Terbakar satu kali (Once fires) 49.614,13 56,3
Terbakar dua kali (Twice fires) 19.959,75 22,6
Terbakar tiga kali (Three time fires) 4.851,89 5,5
Terbakar empat kali (Four time fires) 1.140,68 1,29
Terbakar lima kali (Five time fires) 5,64 0,01
Grand Total 88.148,05 100

199
Vol. 16 No. 2, Desember 2019 : 191-207

Gambar (Figure) 4. Peta frekuensi keba- Gambar (Figure)5. Peta sensivitas ekologi
karan tahun 2006 -2018 (Ecological sensitivity
(Map of fire frequencies map)
in the period of 2006 –
2018)

Tabel (Table) 4. Luas areal berkanal dan lahan gambut (canals and peatland area)
Kondisi lahan (Land condition) Luas (Area) (Ha) % (percentage)
gambut berkanal (drainage peatland) 6.055,38 6,87
gambut tidak berkanal (peatland) 40.647,20 46,11
non gambut berkanal (drainage mineral soil) 15.836,75 17,97
nongambut tdk berkanal (mineral soil) 25.608,72 29,05
Total 88.148,05 100,00

6. Peta tingkat kerusakan kawasan dan budidaya padi dengan sistem bakar
Hasil analisis dengan metode (sonor) pada saat musim kemarau
tumpang susun (overlay) peta adalah panjang. Sedangkan areal dengan tingkat
berupa peta tingkat kerusakan kawasan. kerusakan ringan secara umum berada di
Areal dengan tingkat kerusakan berat sepanjang sungai Air Padang, dimana
seluas 13.219,60 Ha (15%), rusak sedang masih dijumpai tutupan hutan sekunder
seluas 31.867,20 Ha (36%), dan rusak dan tegakan gelam rapat yang menjadi
ringan seluas 42.555,91 Ha (49%). tempat berlindung bagi gajah sumatera
Distribusi areal dengan kerusakan berat (Gambar 8).
sebagian besar terletak di pinggir Sungai Dari uraian diatas dapat dikatakan
Air Sugihan pada areal dengan tutupan bahwa secara umum seluruh kawasan SM
lahan padang rumput dan bagian selatan Padang Sugihan telah mengalami
kawasan yang terdapat aktivitas kerusakan, sehingga perlu dilakukan
masyarakat berupa konversi untuk kebun pemulihan ekosistem. Oleh karena itu
target utama rencana pemulihan ekosistem

200
Analisis Spasial Tingkat Kerusakan Kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan (Kunarso, A., Syabana, T. A. A., Mareti, S., Azwar, F.,
Kharis, T., dan Nuralamin)

adalah meningkatkan kualitas ekosistem tindakan pemulihan ekosistem. Sehingga


seluruh kawasan SM Padang Sugihan. areal yang mengalami kerusakan berat
Akan tetapi mengingat keterbatasan menjadi areal prioritas utama dalam
sumber daya, maka perlu ditetapkan intervensi pemulihan ekosistem.
lokasi-lokasi prioritas sebagai target

Gambar (Figure) 6. Peta lahan gambut dan Gambar (Figure) 7. Peta sensivitas sosial
areal berkanal (Map of (Social sensitivity map)
peat and canals areas)

Gambar (Figure) 8. Peta tingkat kerusakan SM Padang Sugihan (Map of degradation level
of Padang Sugihan Wildlife Reserve)

201
Vol. 16 No. 2, Desember 2019 : 191-207

B. Faktor Penyebab Kerusakan 2006, dan 2015 disamping kebakaran


Kawasan SM Padang Sugihan secara sporadis yang terjadi pada tahun-
Kerusakan ekosistem di SM Padang tahun lainnya.
Sugihan umumnya disebabkan oleh Hasil temuan di lapangan, beberapa
kebakaran hutan yang terjadi secara kasus kebakaran lahan di SM Padang
berulang, pembalakan hutan, dan Sugihan disebabkan oleh perilaku
pembukaan saluran/kanal (Suyanto & manusia yang secara sengaja membakar
Grahame, 2001; Chokkalingam et al, lahan untuk tujuan tertentu, diantaranya
2007). Ketiga faktor tersebut akan saling budidaya padi sonor serta akses untuk
terkait menyebabkan hilangnya masa mencari gelam dan ikan. Selain
gambut, berkurang/hilangnya komposisi menghanguskan alang-alang dan semak
vegetasi asli dan sulitnya suksesi alami belukar dengan cepat, kebakaran juga
dapat dicapai. menghambat pertumbuhan tegakan pohon
Frekuensi kebakaran dapat diketahui lainnya.
dari jumlah hotspot yang terpantau oleh Selain kebakaran, pembukaan kanal
satelit pemantau hotspot baik Terra/Aqua serta pembalakan hutan yang telah
maupun Modis. Gambar 9 menunjukkan berlangsung sekian lama, menyebabkan
frekuensi kebakaran di SM Padang berubahnya komposisi vegetasi penyusun
Sugihan dalam kurun waktu 15 tahun SM Padang Sugihan. Berdasarkan
terakhir.Data yang disajikan adalah titik database BKSDA tahun 1983, diketahui
hotspot dengan confidencelevel atau vegetasi penyusun kawasan SM Padang
tingkat kepercayaan ≥80% atau yang Sugihan antara lain rengas (Glutta sp),
secara kuat dapat diduga sebagai titik api terentang (Campnosperma sp), jelutung
(firespot) (Pramesti, et al, 2017; Zubaidah, (Dyera sp), kempas (Koompassia sp), dan
et al, 2014). Dalam kurun waktu tersebut lain-lain (Mahanani, 2012).
tercatat setidaknya terjadi tiga kali
kebakaran besar yaitu pada tahun 2003,

140
121 118
Hotspot (confidence ≥ 80%)

120
100
77
80
60
40
20 12 11
4 2 2 6
0 0 0 0 0 0
0

Tahun

Gambar (Figure) 9. Jumlah hotpsot dengan confidence ≥80% dalam 15 tahun terakhir
(Hotspot with confidence level ≥80% recorded by MODIS satellite in
the last 15 years)

202
Analisis Spasial Tingkat Kerusakan Kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan (Kunarso, A., Syabana, T. A. A., Mareti, S., Azwar, F.,
Kharis, T., dan Nuralamin)

Sementara berdasar hasil Kehutanan (Permen LHK)


wawancara dengan masyarakat beberapa NomorP.16/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2017
jenis yang dahulu dengan mudah mereka Tentang Pedoman Teknis Pemulihan
temukan di lansekap Padang Sugihan Fungsi Ekosistem Gambut, kegiatan
antara lain meranti (Shorea sp), jelutung pemulihan fungsi ekosistem gambut
(Dyera costulata), terentang (Camnosper- dilakukan dengan cara: rehabilitasi,
ma sp), medang (Litsea spp), gerunggang suksesi alami, restorasi, dan/atau cara lain
(Cratoxylum arborescens), manggeris yang sesuai dengan perkembangan ilmu
(Kompassia spp),simpur (Dillenia obo- pengetahuan dan teknologi.
vata), ramin (Gonystylus bancanus), Kegiatan restorasi dilakukan untuk
perupuk (Lophopetalum javanicum), menjadikan ekosistem gambut atau
resak (Vatica spp.), dan kempas bagian-bagiannya berfungsi kembali
(Koompassia-malaccensis). Namun demi- sebagaimana semula. Kondisi ekosistem
kian saat ini jenis-jenis ini hampir tidak gambut SM Padang Sugihan yang telah
ditemukan lagi di kawasan SM Padang terdrainase akibat pembukaan kanal
Sugihan. dimasa silam harus diperbaiki. Oleh
karena itu pemulihan ekosistem yang
C. Implikasi Pengelolaan dilaksanakan di SM Padang Sugihan tidak
Hasil penelitian menunjukkan hanya ditujukan pada upaya pertambahan
bahwa secara umum kondisi SM Padang vegetasi tapi juga diarahkan untuk
Sugihan mengalami kerusakan/degradasi perlindungan dan normalisasi fungsi
ditandai dengan berubahnya vegetasi asli gambut dengan cara pembasahan kembali
penyusun hutan dan drainase secara (rewetting), baik dengan pembangunan
massif yang telah merubah bentang alam sekat kanal atau penimbunan kanal, pada
asli kawasan, sehingga perlu dilakukan seluruh areal yang telah terdrainase,
pemulihan ekosistem. Namun demikian sekaligus sebagai upaya untuk
mengingat keterbatasan sumber daya yang pencegahan kebakaran.
ada, maka perlu ditetapkan lokasi-lokasi Revegetasi dilakukan pada areal
prioritas sebagai target tahunan dalam terbuka dan tidak bervegetasi, padang
tindakan pemulihan ekosistem. Dalam hal rumput dan semak/belukar yaitu areal
ini pertimbangan-pertimbangan non- dengan tingkat kerusakan berat, dalam
spatial juga menjadi faktor yang rangka mengembalikan penutupan lahan
diperhitungkan, antara lain tujuan sehingga mendekati kondisi aslinya.
pengelolaan kawasan dan ketersediaan Kegiatan revegetasi dilakukan dengan
sumberdaya baik sumberdaya manusia mengutamakan jenis tanaman asli dan
maupun anggaran. dengan mempertimbangkan kesesuaian
Padang Sugihan ditetapkan lahan, aspek lingkungan, dan tujuan
pemerintah menjadi Suaka Margasatwa pengelolaan SM Padang Sugihan.
berdasarkan SK Menhut Nomor Pengayaan jenis dilakukan pada area
2585/Menhut-VII/KUH/2014 mempunyai dengan tingkat kerusakan ringan dan
tujuan sebagai tempat perlindungan gajah sedang, yaitu areal yang masih memiliki
sumatera. Untuk itu kegiatan-kegiatan vegetasi pohon dengan jumlah tertentu
yang dilakukan dalam rangka pemulihan atau kelas tutupan kelas tutupannya
ekosistem juga harus mendukung upaya berupa hutan gelam, dan semak/belukar
perbaikan daya dukung habitat gajah guna mengembalikan struktur vegetasi
sumatera, misalnya untuk menjamin mendekati aslinya. Jenis-jenis tanaman
ketersediaan naungan dan pengkayaan asli yang dapat digunakan untuk kegiatan
jenis pakan. revegetasi tercantum dalam lampiran
Sementara itu, berdasarkan Permen LHK P.16/Menlhk/Setjen/Kum.1/
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan 2/2017.

203
Vol. 16 No. 2, Desember 2019 : 191-207

Revegetasi dengan cara suksesi jelajah alami gajah sumatera.


alami/mekanisme alam dilakukan pada Pengelolaan kawasan SM Padang
area dengan tingkat kerusakan ringan dan Sugihan kedepan perlu dilakukan secara
sedang yaitu secara umum dijumpai pada kolaboratif dengan melibatkan para pihak
tutupan hutan sekunder. Suksesi alami, terkait mengingat keterbatasan-
juga dapat dilakukan terhadap ekosistem keterbatasan yang dimiliki oleh pihak
gambut berkanal yang telah disekat dan pengelola kawasan. Agar pengelolaan
tidak terdapat gangguan dari aktivitas secara kolaboratif dapat berjalan efektif
manusia. dan efisien, harus berdasarkan prinsip-
Salah satu tantangan dalam prinsip holistik, integratif dan
pemulihan ekosistem di SM Padang keberlanjutan (Falah, 2013; Rachman,
Sugihan adalah tingkat kerawanan 2012).
kebakaran hutan yang sangat tinggi.
Tindakan untuk menekan ancaman bahaya
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
kebakaran melalui perlindungan dan
pengamanan mutlak diperlukan. A. Kesimpulan
Peningkatan sarana prasarana pemadaman Secara umum seluruh kawasan SM
dan aktivitas penjagaan secara intensif Padang Sugihan telah mengalami
melalui patroli keamanan kawasan harus kerusakan. Areal dengan tingkat
lebih diprioritaskan. kerusakan berat diperkirakan seluas
Selain itu, dari peta tingkat 13.219,60 Ha (15%), rusak sedang seluas
kerusakan dapat dilihat bahwa kerusakan 31.867,20 Ha (36%), dan rusak ringan
tingkat berat berada di area yang seluas 42.555,91 Ha (49%). Dalam rangka
berbatasan dengan pemukiman warga. Hal pemulihan ekosistem perlu
ini menggambarkan sensivitas sosial yang mempertimbangkan ketersediaan
tinggi antara masyarakat terhadap sumberdaya yang dimiliki. Oleh karena
kawasan. Untuk itu diperlukan kegiatan- itu, penetapan lokasi prioritas sebagai
kegiatan yang dapat mengurangi target intervensi merupakan strategi
ketergantungan masyarakat terhadap terbaik dalam upaya pemulihan ekosistem
sumberdaya alam di kawasan SM Padang tersebut. Areal yang mengalami kerusakan
Sugihan. Masyarakat disekitar kawasan berat merupakan area yang diusulkan
belum memiliki persepsi konservasi yang menjadi prioritas utama kegiatan
baik mengenai norma hukum kepemilikan pemulihan ekosistem. Kerusakan berat
kawasan dan fungsi ekologi dari terutama disebabkan oleh pembalakan
keberadaan hutan SM Padang Sugihan. hutan, kebakaran hutan yang terjadi secara
Hal ini senada dengan Purbawiyatna, et berulang, dan pembukaan kanal drainase.
al.(2011), yang menyatakan pada
umumnya masyarakat sekitar kawasan B. Saran
konservasi belum memiliki kesadaran Kegiatan dan bentuk pemulihan
akan arti penting fungsi ekologi, ekosistem yang akan dilaksanakan
khususnya terkait dengan kelestraian jenis hendaknya disesuaikan dengan tingkat
(konservasi spesies). Untuk itu perlu kerusakan areal dan tujuan pengelolaan
adanya pendekatan dan penyadaran dari kawasan, melalui kegiatan restorasi,
pihak pengelola kawasan yang dilakukan rehabiliasi, dan mekanisme/suksesi alam
secara terus menerus. Hal ini mengingat serta dengan melibatkan peran serta
bahwa perambahan kawasan SM Padang masyarakat sekitar kawasan.
Sugihan tentu akan menambah konflik
antara satwa liar gajah dengan manusia
karena pada dasarnya kawasan SM UCAPAN TERIMA KASIH
Padang Sugihan adalah habitat dan jalur Pada kesempatan ini penulis menyam-

204
Analisis Spasial Tingkat Kerusakan Kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan (Kunarso, A., Syabana, T. A. A., Mareti, S., Azwar, F.,
Kharis, T., dan Nuralamin)

paikan ucapan terimakasih kepada Badan tentang Petunjuk Teknis Penyusunan


Restorasi Gambut yang telah membiayai Data Spasial Lahan Kritis (2013).
kegiatan penelitian ini, Kepala Balai Jakarta.
Litbang LHK Palembang dan Kepala
Ditjen KSDAE. (2015). Rencana Strategis
BKSDA Sumatera Selatan yang telah
Tahun 2015 - 2019. Jakart.
memfasilitasi kegiatan penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan ESRI. (2018). An overview of the
kepada Pak Aziz Abdul Latif dan Pak Hydrology toolset. Retrieved June
Riono beserta seluruh staf resort Air 22, 2019, from
Padang serta kepada seluruh anggota tim. https://pro.arcgis.com/en/pro-
app/tool-reference/spatial-
analyst/an-overview-of-the-
DAFTAR PUSTAKA hydrology-tools.htm
Abdullah, Iskandar, J. T., Choesin, D. N.,
Falah, F. (2013). Kajian Efektifitas
& Sjarmidi, A. (2009). Estimasi Daya
Pengelolaan Kolaboratif Taman
Dukung Habitat Gajah Sumatera
Nasional Kutai (Study on the
(Elephas maximus sumatranus
Effectiveness of Collabarative
Temmick) Berdasarkan Aktivitas
Management of Kutai National
Harian dengan Menggunakan Sistem
Park). Jurnal Analisis Kebijakan
Informasi Geografis (GIS) sebagai
Kehutanan, 10(1), 37–57.
Solusi Konflik dengan Lahan
Pertanian. Berk. Penel. Hayati, 3B, Herawati, T. (2010). Analisis spatial
29–36. tingkat bahaya erosi di wilayah
Cisadane kabupaten Bogor. Jurnal
Bismark, M. (2010). Model Pengelolaan
Penelitian Hutan Dan Konservasi
Kawasan Konservasi Berbasis
Alam, VII(No 4), 413–424.
Ekosistem. dalam Rencana
Penelitian Integratif Tahun 2010- Indriyanto. (2008). Pengantar Budidaya
2014. Jakarta: Badan Litbang Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.
Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Jaya, N. S. (2007). Analisis Citra Dijital:
BKSDA Sumatera Selatan. (2015). Blok Perspektif Penginderaan Jauh untuk
Pengelolaan Suaka Margasatwa Pengelolaan Sumberdaya Alam.
(SM) Padang Sugihan Sumatera Bogor: IPB Press.
Selatan. Palembang. Kaim, D., Ziolkowska, E., Szwagrzyk, M.,
Chokkalingam, U., Suyanto, Permana, R. Price, B., & Kozak, J. (2019). Impact
P., Kurniawan, I., Mannes, J., of Future Land Use Change on Large
Darmawan, A., … Susanto, R. H. Carnivores Connectivity in The
(2007). Community fire use, resource Polish Carpathians. Land.
change, and livelihood impacts: The https://doi.org/10.3390/land8010008
downward spiral in the wetlands of KPRGSS-TRGD Sumatera Selatan.
southern Sumatra. Mitigation and (2018). Rencana Tindak Tahunan
Adaptation Strategies for Global (RTT) Tahun 2018 Kesatuan
Change, 12(1), 75–100. Hidrologis Gambut (KHG) Sungai
https://doi.org/10.1007/s11027-006- Saleh - Sungai Sugihan Provinsi
9038-5 Sumatera Selatan. Bogor.
Mahanani, A. I. (2012). Strategi
Ditjen BPDASPS. Peraturan Dirjen Bina Konservasi Gajah Sumatra( Elephas
Pengelolaan DAS dan Perhutanan maximus sumatranus Temminck ) di
Sosial Nomor P.4/V-SET/2013 Suaka Margasatwa Padang Sugihan

205
Vol. 16 No. 2, Desember 2019 : 191-207

Provinsi Sumatera Selatan dan Warisan Budaya. Indonesian


Berdasarkan Daya Dukung Habitat. Journal of Conservation, 1(1), 30–
Universitas Diponegoro. 39.
Martinuzi, S., Withney, J. C., Pidgeon, A. Riba’i, I., Setiawan, A., & Darmawan, A.
M., Plantinga, A. J., McKerrow, A., (2013). Perilaku Makan Gajah
Williams, S. G., … C, R. V. (2015). Sumatera (Elephas maximus
Future land-use scenarios and the sumatranus) di Pusat Konservasi
loss of wildlife habitats in the Gajah Taman Nasional Way Kambas
southeastern United States. (Feeding Behavior of Sumateranus
Ecolocgical Applications, 25(1), Elephants - Elephas maximus
160–171. sumatranus in Elephant Conservation
Nash, S. V, & Nash, A. D. (1985). The Center Way Kambas National Park.
Status and Ecology of the Sumatran Media Konservasi, 18(2), 89–95.
Elephant (Elephas maximus Sampurno, R. M., & Thoriq, A. (2016).
sumatranus) in the Padang Sugihan Klasifikasi Tutupan Lahan
Wildlife Reserve South Sumatra. Menggunakan Citra Landsat 8
Pramesti, D. F., Furqon, M. T., & Dewi, C. Operational Land Imager (OLI) di
(2017). Implementasi Metode K- Kabupaten Sumedang. Jurnal
Medoids Clustering Untuk Teknotan, 10(2).
Pengelompokan Data Potensi Santosa, A., & Setyowati, A. B. (2016).
Kebakaran Hutan / Lahan Pengelolaan Kawasan Konservasi
Berdasarkan Persebaran Titik Panas Secara Kolaboratif. Retrieved from
( Hotspot ). Jurnal Pengembangan https://www.lestari-
Teknologi Informasi Dan Ilmu indonesia.org/?s=pengelolaan+kawa
Komputer, 1(9), 723–732. Retrieved san+konservasi
from http://j-ptiik.ub.ac.id
Schipper J1, Chanson JS, Chiozza F, Cox
Prasetyo, L. B. (2017). Pendekatan NA, Hoffmann M, Katariya V,
Ekologi Lanskap untuk Konservasi Lamoreux J, Rodrigues AS, Stuart
Biodiversitas (Vol. 2020). Bogor: SN, Temple HJ, Baillie J, Boitani L,
Fakultas Kehutanan Institut Lacher TE Jr, Mittermeier RA, Smith
Pertanian Bogor. AT, Absolon D, Aguiar JM, Amori G,
Purbawiyatna, A., Kartodihardjo, H., Bakkour N, Baldi R, Berridge RJ,
Bielby J, Bla, Y. B. (2008). The
Alikodra, H. S., & Prasetyo, L. B.
(2011). Analisis Kelestarian Status of the World’s Land and
Pengelolaan Hutan Rakyat di Marine Mammals: Diversity, Threat,
Kawasan Berfungsi Lindung and Knowledge. Science.
(Analysis of Sustainability of Private https://doi.org/10.1126/science.1165
Forest Management in Protection 115
Area). JPSL, 1(2), 84–92. Sintayehu, D. W., & Kassaw, M. (2019).
Puzinas, J. (2017). Land Cover Impact of land cover changes on
Classification Using Satellite elephant conservation in babile
Imagery and LiDAR. Aalborg elephant sanctuary, Ethiopia.
University Copenhagen. Retrieved Biodiversity International Journal,
from 3(2), 65–71.
https://projekter.aau.dk/projekter/file https://doi.org/10.15406/bij.2019.03.
s/259739872/THESIS_FINAL.pdf 00129

Rachman, M. (2012). Konservasi Nilai Suyanto, & Applegate, G. (2001). Akar


Penyebab dan Dampak Kebakaran

206
Analisis Spasial Tingkat Kerusakan Kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan (Kunarso, A., Syabana, T. A. A., Mareti, S., Azwar, F.,
Kharis, T., dan Nuralamin)

Hutan dan Lahan di Sumatra: Zubaidah, A., Vetrita, Y., & Khomarudin,
Ringkasan Hasil Penelitian M. R. (2014). Validasi Hotspot
ICRAF/CIFOR. In G. A. Suyanto, Modis di Wilayah Sumatera dan
Rizki Pandu Permana, Djoko Kalimantan Berdasarkan Data
Setijono (Ed.), Kebijakan Penginderaan Jauh SPOT-4 Tahun
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan 2012. Jurnal Penginderaan Jauh,
Aktivitas Sosial Ekonomi dalam 11(1), 1–15. Retrieved from http://j-
Kaitannya Dengan Penyebab dan ptiik.ub.ac.id
Dampak Kebakaran Hutan dan
Lahan di Sumatera (pp. 1–176).
Bogor.

207

You might also like