Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 9

Epistimology (Metode Mendapatkan Pengetahuan:

Logico, Hypothetico, Verificatif)

Supyan Sauri1) , Syahru Ramadhan2) , Yazid Zaki Nurfikri3)


Kampus II UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jl. Cimincrang, Cimenerang, Kec. Gedebage,
Kota Bandung, Jawa Barat
spyntsaury@gmail.com
1)

syahrukarumbu@gmail.com
2)

3)
ranithaadinda@gmail.com

Abstract: Research methodology is the application of epistemology in philosophical which is


realized by logico hypotetico verificative-deducto hypothetico verificative. The results of the
evaluation of the quality of the research methodology that gave rise buildings recently
become a standard formula valid and tested public. In this context it is necessary scrutiny of
the functioning and the importance of pre usability, and value the benefits of the research
process so that the quality of research produced a positive impact on building science
researchers. The role of the researcher holds a central position of being able to adjust the
ground circumstances. Benefit value for the benefit of life as the goal of research in theory
and practical should be explicitly and implicitly always accompanies every step of research.
A consequence of the value of the benefits of scientific research which is undertaken is
delivering research results to the user community. The use of research methodologies in the
study strongly influenced the extent of the ability of researchers and scientists at the clump
science community are able to map the identity of the building a distinctive methodology of
scientific disciplines that is useful for subsequent research

Keywords: Epistemology dan Methodology

Abstrack: Metodologi Penelitian merupakan penerapan epistimologi secara filsafati yang


diwujudkan dengan logico hypotetico verificative-deducto hypothetico verificative. Hasil
evaluasi terhadap kualitas bangunan metodologi penelitian yang memunculkan formula baru
menjadi standar yang valid dan teruji publik. Dalam konteks ini maka perlu pencermatan
tentang fungsi dan kegunaan akan pentingnya pra, proses dan nilai manfaat riset agar kualitas
riset yang dihasilkan berdampak positif pada bangunan keilmuan peneliti. Peran peneliti
memegang posisi sentral karena mampu menyesuaikan situasi dan kondisi lapangan. Nilai
kemanfaatan bagi kemaslahatan hidup sebagai tujuan riset secara teoritis dan praktis
sebaiknya secara eksplisit dan implisit selalu menyertai setiap langkah riset. Konsekuensi
ilmiah dalam nilai manfaat riset yang dilakukan adalah menyampaikan hasilhasil riset ke
masyarakat pengguna. Penggunaan metodologi penelitian dalam riset sangat dipengaruhi
sejauhmana kemampuan peneliti dan komunitas ilmuan pada rumpun ilmu mampu
memetakan jati diri bangunan metodologi disiplin keilmuan yang khas sehingga bermanfaat
bagi peneliti berikutnya.

Kata Kunci: Epistemologi dan Metodologi


PENDAHULUAN

Dalam kehidupan manusia selalu dihadapkan dengan fenomena-fenomena alam disekitarnya


sehingga menimbulkan rasa keingintahuan untuk mengamati fenomena-fenomena alam
tersebut dengan suatu cara tertentu atau dengan metode-metode tertentu. Hal tersebut yang
memunculkan masalah baru yaitu bagaimana cara menyusun suatu pengetahuan yang benar
dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Masalah tersebut merupakan hakikat dari
epistemologi. Pada hakikatnya, filsafat dan ilmu saling terkait satu sama lain, keduanya
tumbuh dari rasa ingin tahu dan dilandasi pada kebenaran. Bagian dari filsafat yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu adalah filsafat ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemologi (filsafat pengetahuan). Filsafat ilmu merupakan telaah secara filsafat yang ingin
menjawab tentang hakikat ilmu yang berkaitan dengan ontologis (hakikat apa yang dikaji
oleh pengetahuan), epistemologi (bagaimana cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologi
(nilai kegunaan dari suatu pengetahuan).

Munculnya pembahasan epistemologi karena para pemikir beranggapan bahwa pancaindera


manusia sebagai alat penghubung manusia dengan realitas terkadang banyak melakukan
kesalahan dalam menangkap objek luar sehingga dibutuhkan sebuah pengetahuan baru yang
bersifat sistematik dimana membahas tentang bagaimana memperoleh pengetahuan lainnya.

Epistemologi merupakan pengetahuan yang bukan hanya membahas bagaimana proses yang
memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan berupa ilmu, tetapi juga bagaimana
prosedurnya, hal-hal apa saja yang diperlukan dan diperhatikan agar diperoleh pengetahuan
yang benar, apa kriteria, bagaimana caranya, bagaimana teknik dan sarana apa yang
digunakan untuk mendapatkan pengetahuan berupa ilmu.

METODE PENELITIAN

Seperti artikel ilmiah pada umumnya, artikel ini disusun secara sistematis dengan
mengikuti langkah-langkah metode yang ada. Adapun jenis penelitian ini adalah studi
literatur. Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian
dengan menggunakan buku, jurnal,artikel dan bahan literatur lainnya sebagai sumber. Studi
kepustakaan dilakukan oleh setiap peneliti dengan tujuan utama yaitu mencari dasar pijakan
atau fondasi untuk memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka berpikir, dan
menentukan dugaan sementara atau disebut juga dengan hipotesis penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam studi Filsafat ditemukan istilah Epitemologi. Epistemologi adalah ilmu yang
membahas ruang lingkup dan batas-batas pengetahuan. Istilah Epistemologi diserap dari kata
Yunani yang berarti studi atau penelitian tentang pengatahuan. “Logika” juga dapat disebut
sebagai cabang dari Epistemologi. Tugas utama Logika adalah menyelidiki sifat berpikir
secara benar dan menggunakan akal yang sehat termasuk hukum-hukum pemikiran manusia
(Dirdjosisworo, 1985).
Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan
dan ‘logos” berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa Yunani
berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan, atau meletakkan.
Maka, secara harafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk
menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Bagi suatu ilmu pertanyaan yang
mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya, dan
kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya.

Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi


lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan konsep, sumber,
dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya.

Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada epistemologi adalah P.
Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan
mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan
dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau
mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat  dan
lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu dapat 
diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.

Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan,


Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab
pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan
manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen
untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan
menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna
pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat
membedakan antara satu ilmu dengan ilmu yang lainnya (Anonim, 2014 b).

Epistemology membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh


pengetahuan. Tatkala manusia lahir dia tidak memiliki pengetahian sedikitpun setelah
berumur 40 tahun pengetahuan banyak sekali mereka dapat, bagaimana cara memperoleh
pengetahuan itu, mengapa dapat juga berbeda timgkat akurasinya hal hal seperti itulah yang
di bicarakan dalam epistemology . Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology
adalah filsafat pengetahuan karena ia membicarakan hal pengetahuan. Istilah epistemology
pertama kali muncul dan di gunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1845.

Pengetahuan adalah suatu istilah yg digunakan untuk menuturkan apabila seseorang


mengenal tentang  sesuatu. Sesuatu yang menjadi pengetahuanya adalah yang terdiri dari
unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin
diketahuinya. Maka pengetahuan selalu menuntut adanya subyek yang mempunyai kesadaran
untuk ingin mengetahui tentang sesuatu dan objek sebagai hal yang ingin diketahuinya. Jadi
pengetahuan adalah hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.

Semua pengetahuan hanya dikenal dan ada dalam pikiran manusia, tanpa pikiran pengetahuan
tidak bisa eksis. Jadi keterkaitan antara pengetahuan dengan pikiran merupakan sesuatu yang
kodrati (Bahtiar, 2012).
Epistemologi,(dari bahasaYunani episteme (pengetahuan)dan logos (kata/pembicaraan/ilmu)
adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan.
Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang
filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta
hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. keyakinan.

Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu


pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut
diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya;
metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode
dialektis. Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan

a. Empirisme

Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh
pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania,
mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang
kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman
inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan
menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta
refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut. Ia memandang akal sebagai sejenis
tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini
berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada
pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-
atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak
kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah
pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.

b. Rasionalisme

Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena
rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang
sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran
dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika
kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada
kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh
dengan akal budi saja.

c. Fenomenalisme

Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman.
Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita
dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis
dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang
sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak
kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon). Bagi Kant para penganut
empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman-
meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena
akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.

d. Intusionisme

Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika.
Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat
menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif. Salah satu di antara
unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan
adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan
demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di
samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan
mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian
pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa
dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme – setidak-tidaknya dalam beberapa
bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi,
sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi sebagian saja – yang diberikan oleh
analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang
menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan.
Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak
kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang
senyatanya.

e. Dialektis

Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis
sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam
kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori
pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi
pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub.

Ruang Lingkup Epistemologi

M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas
pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam,
tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa
epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya,
apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa
kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah
pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. Mengingat epistemologi
mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan,
bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan
kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang
tertentu.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada
dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis.
Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang
membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam
pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.

Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman


seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya
bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman
epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode
pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu
komponen-komponen yang terkait langsung dengan “bangunan” pengetahuan (Anonim, 2014
c).

Pengaruh Epistemologi

Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban,


sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi
manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah
yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan
yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan,
kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan
teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh
penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai
merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh
kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalam
merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun
teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi
sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.

Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan
dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil
pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar
tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus disediakan
untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.

Epistemologi juga membekali daya kritik yang tinggi terhadap konsep-konsep atau teori-teori
yang ada. Penguasaan epistemologi, terutama cara-cara memperoleh pengetahuan sangat
membantu seseorang dalam melakuakan koreksi kritis terhadap bangunan pemikiran yang
diajukan orang lain maupun dirinya sendirinya. Sehingga perkembangan ilmu pengetahuan
relatif mudah dicapai, bila para ilmuwan memperkuat penguasaannya (Anonim, 2014 d).

Landasan Epistemologi

Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah, yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam
menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang
didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu
merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yakni tercantum
dalam metode ilmiah. Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud
pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan sangat bergantung pada metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu
disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.

Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah


sebagai berikut :

1. Penemuan atau Penentuan masalah. Di sini secara sadar kita menetapkan masalah
yang akan kita telaah denga ruang lingkup dan batas-batasanya. Ruang lingkup
permasalahan ini harus jelas. Demikian juga batasan-batasannya, sebab tanpa
kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran dalam melangkah kepada kegiatan
berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah;

2. Perumusan Kerangka Masalah, merupakan usaha untuk mendeskrisipakn masalah


dengan lebih jelas. Pada langkah ini kita mengidentifikasikan faktor-faktor yang
terlibat dalam masalah tersebut. Faktor-faktor tersebut membentuk suatu masalah
yang berwujud gejala yang sedang kita telaah.

3. Pengajuan hipotesis merupakan usaha kita untuk memberikan penjelasan sementara


menge-nai hubungan sebab-akibat yang mengikat faktor-faktor yang membentuk
kerangka masalah tersebut di atas. Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan hasil
suatu penalaran induktif deduktif dengan mempergunakan pengetahuan yang sudah
kita ketahui kebenarannya.

4. Hipotesis dari Deduksi merupakan merupakan langkah perantara dalam usaha kita
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan
konsekuensinya secara empiris. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi
hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam dunia
fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.

5. Pembuktian hipotesis merupakan usaha untuk megunpulkan fakta-fakta sebagaimana


telah disebutkan di atas. Kalau fakta-fakta tersebut memag ada dalam dunia empiris
kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis itu telah terbukti, sebab didukung oleh fakta-
fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis itu tidak terbukti, maka hipotesis itu ditolak
kebenarannya dan kita kembali mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita
menemukan hipotesis tertentu yang didukung oleh fakta.

6. Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah hipotesis yang telah terbukti kebenarannya
dianggap merupakan pengetahuan baru dan diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau
dengan kata lain hipotesis tersebut sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian dari)
suatu teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis megnenai suatu
gejala tertentu. Pengetahuan ini dapat kita gunakan untuk penelaahan selanjutnya,
yakni sebagai premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang
lainnya. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi dalam
suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka mendapakan teori ilmiah
tersebut (Anonim, 2014 c).

SIMPULAN

Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat
dan linkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung
jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan dapat diperoleh
melalui beberapa hal yaitu:

1. Pengetahuan diperoleh dari akal, yakni pengetahuan yang didapatkan melalui proses
berpikir yang logis sehingga dapat diterima oleh akal. Dari sini memunculkan aliran
rasionalisme.

2. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, yakni pengetahuan baru muncul ketika


indera manusia menimba pengalaman dengan cara melihat dan mengamati berbagai
kejadian dalam kehidupan, jadi ketika manusia lahir benar-benar dalam keadaan yang
bersih dan suci dari apapun. Aliran yang mempunyai paham ini adalah aliran
empirisme.

3. Pengetahuan diperoleh dari intuisi, yakni pengetahuan yang bersifat personal, dan
hanya orang-orang tertentu yang mendapatkan pengetahuan ini.

logico-hypotetico-verifikatif, Logico artinya adanya logika, yakni bagaimana cara kita


berfikir menurut pola tertentu. Hypotetico adalah hipotetis, yakni untuk menjawab sebuah
fenomana, maka dibutuhkan adanya hipotesa-hipotesa. Verifikatif adalah proses verifikasi
(pembuktian), yakni mengumpulkan faktafakta untuk melakukan pembuktian apakah
hipotesa didukung oleh fakta.

DAFTAR PUSTAKA

Asmoro, Ahmadi. 2012. Filsafat umum. PT. Raja grafindo persada. Jakarta

Bakhtiar, Amsal. 2012. Filsafat Ilmu. PT Raja Grafindo. Jakarta.

Dirdjosisworo, Soedjono, 1985. Pengantar Epistemologi dan Logika. Remadja. Bandung.

Saebani, Ahmad dan Hakim 2008. Filsafat umum dari metologi sampai teofilosofi. Pustaka
Setia, Bandung.

Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat umum. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Surajio. 2012. Ilmu Filsafat Sebagai Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara

Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan

You might also like