Professional Documents
Culture Documents
Analisis Kerawanan Dan Upaya Mitigasi Bencana Longsor Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Percut
Analisis Kerawanan Dan Upaya Mitigasi Bencana Longsor Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Percut
SKRIPSI
TIWI ANGRIANI
181201026
1
2
SKRIPSI
Oleh:
TIWI ANGRIANI
181201026
2
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Dalam pengutipan-
pengutipan yang dilakukan penulis pada bagian-bagian tertentu adalah hasil dari
karya orang lain yang termuat dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan
sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Tiwi Angriani
NIM: 181201026
ii
iii
ABSTRACT
TIWI ANGRIANI. Landslide Hazard Analysis and Mitigation Efforts in the Percut
Watershed (DAS) by BEJO SLAMET.
iii
iv
ABSTRAK
DAS Percut merupakan salah satu DAS di Provinsi Sumatera Utara yang
melintasi 3 wilayah, yaitu Kabupaten Karo dibagian hulu, Kabupaten Deli Serdang
di bagian tengah dan Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan di bagian hilir.
Kerusakan di hulu DAS Percut akan berdampak di kawasan hilirnya yaitu Kota
Medan dan Kabupaten Deli Serdang menyebabkan DAS Percut menjadi kritis,
kondisi kritis ini disebabkan oleh banyaknya penebangan pohon pada areal tebing
yang menyebabkan longsor di kawasan hulu. Longsor adalah pergerakan tanah
karena adanya pengaruh gaya gravitasi yang menyebabkan berpindahnya massa
tanah atau batuan dengan arah miring dari posisi semula, sehingga terpisah dari
massa yang utuh. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai bulan
November 2021. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kerawanan
longsor dan identifikasi mitigasi bencana longsor pada DAS Percut. Penelitian ini
menggunakan parameter-parameter seperti jenis tanah, kemiringan lereng, tutupan
lahan, curah hujan dan jenis batuan. Proses analisis kerawanan longsor dilakukan
menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG). Hasil klasifikasi kelas kerawanan
longsor pada DAS Percut terdapat 5 kelas yaitu kelas sangat rendah, rendah, sedang,
tinggi dan sangat tinggi. Kelas kerawanan longsor paling luas terdapat pada
kemiringan lereng 0-8% pada ketinggian <250 mdpl. DAS Percut ini didominasi
kelas kerawanan longsor pada kelas longsor rendah dan sedang luas 12.190,47 Ha
dan 10,578,18 Ha pada masing-masing kelas. Dalam upaya mitigasi dilakukan
dengan cara membuat tanggul bronjong pada tepi sungai, penanaman vegetasi pada
lahan gundul, tidak menebang pohon di lereng bukit serta membuat terasering pada
tebing curam dan tidak membuat rumah atau bangunan dengan memotong tebing
secara lurus.
iv
v
RIWAYAT HIDUP
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat
dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Skripsi
yang berjudul “Analisis Kerawanan dan Upaya Mitigasi Bencana Longsor di
Daearah Aliran Sungai (DAS) Percut” dengan baik untuk memenuhi persyaratan
menyelesaikan studi pada Program S1 Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Bejo Slamet, S.Hut., M.Si. selaku pembimbing yang telah membimbing,
memberi arahan berupa saran dan masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Ahcmad Siddik Thoha, S.Hut., M.Si., Dr. Ir. Yunasfi, M.Si., dan Dr. Apri
Heri Iswanto, S.Hut., M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan arahan kepada penulis dalam memperbaiki skripsi ini.
3. Dr. Tito Sucipto, S.Hut., M.Si., IPU selaku Ketua Program Studi Kehutanan
dan Dr. Arida Susilowati, S.Hut., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi
Kehutanan serta seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Fakultas Kehutanan,
Universitas Sumatera Utara.
4. Orang tua penulis Bapak Wahyudi, Alhm. Ibu Nurmiah, Adik Astria Dwi
Yanti, Nenek Ponijah yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan
moral maupun materi serta memberikan motivasi sehingga sampai saat ini
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Keluarga kedua penulis, Ramadani Putri Saragih, Laely Nurfauziah, Isma
Fibrina Putri Daulay, Indah Rahmadani Harahap, Muhammad Khoirun
Rahman, Cristian Sianipar dan Putri Miftahul yang telah berjuang dari semester
1 sampai sekarang yang selalu membantu dan memberikan dukungan dalam
menyelesaikan skripsi ini, serta Na Jaemin selaku idola panutan penulis yang
memberikan semangat dalam proses penulisan skripsi.
6. Teman satu dosen pembimbing penulis Dinda Putri, Dewi Adinda, Emia
Pepayosa, Olga Puji dan Niara Sari yang telah membantu penulis dalam
penyusunan data dan menyelesaikan skripsi ini.
vi
vii
7. Saudara penulis Kak Anggi Yulia, Kak Melani, Kak Uci Oktaviani, Mas Elvan
Sanjaya dan sahabat penulis Irmaya Hasyim yang selalu memberikan
dukungan baik berupa moral maupun materil dan semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Tiwi Angriani
vii
viii
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................................ i
PERNYATAAN ORISINALITAS........................................................... ii
ABSTRACT ................................................................................................ iii
ABSTRAK ................................................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
Kegunaan Penelitian.................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Lokasi ................................................................................ 4
Bencana Longsor ......................................................................................... 4
Daerah Aliran Sungai
Pengertian Daerah Aliran Sungai ...................................................... 5
Fungsi Daerah Aliran Sungai............................................................. 6
Pembagian Daerah Aliran Sungai ...................................................... 7
Jenis Tanah Longsor
Runtuhan (Fall) ................................................................................. 8
Robohan (Topple) .............................................................................. 8
Longsoran (Slides) ............................................................................. 9
Pencaran Lateral (Lateral spread) ..................................................... 9
Aliran (Flow) ..................................................................................... 10
Bagian-Bagian Longsoran........................................................................... 10
Faktor Penyebab Terjadinya Longsor
Faktor Hidrologi ................................................................................ 11
Topografi ........................................................................................... 11
Lereng Terjal ..................................................................................... 12
Tanah Yang Kurang Padat dan Tebal ................................................ 12
Batuan Yang Kurang Kuat................................................................. 12
viii
ix
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 18
Alat dan Bahan ............................................................................................ 19
Prosedur Penelitian...................................................................................... 19
Metode Pengumpulan Data ............................................................... 19
Metode Pengolahan Data ................................................................... 20
Analisis Rawan Bencana Longsor ..................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
x
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Bagian-bagian Longsoran ..................................................................... 11
2. Data Penelitian ...................................................................................... 20
3. Klasifikasi Skor Jenis Tanah ................................................................. 22
4. Klasifikasi Skor Kemiringan Lereng .................................................... 23
5. Klasifikasi Skor Penggunaan Lahan ..................................................... 23
6. Klasifikasi Skor Curah Hujan ............................................................... 24
7. Klasifikasi Skor Jenis Batuan................................................................ 24
8. Skor Kelas Interval Kerawanan Longsor .............................................. 25
9. Klasifikasi Skor Ketinggian Lahan/Elevasi .......................................... 26
10. Luasan Jenis Tanah DAS Percut ......................................................... 27
11. Luasan Kemiringan Lereng DAS Percut............................................. 20
12. Luasan Tutupan Lahan DAS Percut .................................................... 32
13. Luasan Curah Hujan DAS Percut ....................................................... 35
14. Luasan Jenis Batuan DAS Percut ........................................................ 37
15. Sebaran Kawasan Kerawanan Longsor DAS Percut .......................... 41
16. Luasan Ketinggian Lahan/Elevasi DAS Percut .................................. 44
17. Luasan Kerawanan Longsor DAS Percut per Jarak Jalan ................... 45
18. Luasan Kerawanan Longsor DAS Percut per Jarak Sungai ................ 46
19. Mitigasi Berdasarkan Tingkat Kerawanan dan Tutupan Lahan .......... 48
x
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Runtuhan Batuan ................................................................................... 8
2. Robohan Batuan .................................................................................... 9
3. Rotasi Batuan dan Luncuran Batuan ..................................................... 9
4. Pencaran Batuan .................................................................................... 10
5. Aliran Batuan ........................................................................................ 10
6. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................... 18
7. Diagram Alir ......................................................................................... 19
8. Peta Sebaran Jenis Tanah DAS Percut .................................................. 29
9. Peta Sebaran Kemiringan Lereng DAS Percut ................................... 31
10. Peta Sebaran Tutupan Lahan DAS Percut ........................................ 34
11. Peta Sebaran Curah Hujan DAS Percut ............................................ 36
12. Peta Sebaran Jenis Batuan DAS Percut ............................................ 38
13. Kelas Rawan Longsor di Lokasi Penelitian ...................................... 39
14. Peta Sebaran Rawan Longsor DAS Percut ....................................... 42
15. Peta Sebaran Kerawanan Longsor Berdasarkan Ketinggian Lahan/
Elevasi DAS Percut .......................................................................... 44
16. Longsor Pada Tebing Sungai ............................................................ 47
xi
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Titik Validasi Lapangan ......................................................................... 57
xii
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan julukan negara seribu pulau, karena
Indonesia merupakan negara dengan pulau yang banayk, baik pulau kecil maupun
pulau besar. Indonesia berada di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik. Selain memiliki keanekaragaman yang unik dan banyak,
Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan kerawanan bencana alam yang
tinggi. Faktor yang membuat Indonesia benar-benar menakjubkan keindahan dan
nilai curah hujan yang tinggi, karena wilayah Indonesia yang berada pada garis
khatulistiwa dengan iklim tropis, iklim tropis ini yang mengakibatkan Indonesia
memiliki curah hujan tinggi. Perubahan kondisi cuaca dan iklim yang tidak stabil
dapat menimbulkan terjadinya bencana. Bencana yang sering terjadi yaitu bencana
longsor yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi (Umaternate et al., 2021).
Letak geografis Indonesia berada pada garis khatulistiwa, yang berada di
dalam lempeng primer dunia, yaitu Lempeng Eurasia, India Australia dan
Samudera Pasifik yang dapat mengakibatkan pertumbukan antar lempeng.
Pertumbukan ini mengakibatkan terbangunnya lipatan, yang menjadi asal sebaran
gempa bumi, palung samudera, patahan pada busur kepulauan dan sebaran gunung
berapa. Sehingga Indonesia menjadi negara rawan terhadap letusan gunung berapi
dan gempa bumi. Akibat letusan gunung berapi akan terbentuk pelapukan jenis
tanah. Jenis pelapukan yang berada pada batuan perbukitan/pegunungan memiliki
kemiringan yang terjal sehingga dapat menyebabkan daerah perbukitan rawan
longsor. Ditambah topografi perbukitan yang memiliki kecuraman tinggi dan
potensi curah hujan tinggi akan menjadi pemicu terjadi bencana tanah longsor yang
tinggi (Purba et al., 2014).
Bencana alam merupakan masalah yang sering terjadi di semua negara di
dunia. Bencana alam merupakan kejadian yang mengancam keselamatan manusia,
selain itu bencana alam juga dapat merugikan baik dari segi fisik maupun materil.
Salah satu faktor yang menjadi pembeda pada jenis bencana yaitu letak bentang
alam dan geografis, seperti yang terjadi di Indonesia, Indonesia terletak diantara
dua lempeng dan benua yang menjadikan Indonesia rawan terjadi bencana gempa
2
bumi dan bencana tsunami, tidak hanya gempa dan tsunami yang pernah terjadi di
Indonesia, namun hampir semua bencana pernah terjadi di Indonesia yang banyak
memakan korban jiwa dan kerugian materi (Sulistio et al., 2020).
Tanah longsor sangat sering terjadi di daerah perbukitan. Tanah longsor
juga dipicu oleh hujan, sehingga bencana terkait tanah longsor akan meningkat pada
musim hujan. Indonesia merupakan wilayah dengan topografi yang beragam dan
memiliki banyak perbukitan serta memiliki potensi curah hujan tinggi karena
berapa di kawasan iklim tropis. Longsor atau tanah longsor biasa disebut sebagai
perpindahan tanah. Dampak tanah longsor memiliki pengaruh terhadap kehidupan
manusia, yaitu rusaknya lahan yang mengakibatkan tertimbunnya bangunan dan
dan hilangnya nyawa (Sobirin et al., 2017).
Daerah Aliran Sungai (DAS) Percut merupakan salah satu DAS di Provinsi
Sumatera Utara yang melintasi 3 wilayah, yaitu Kabupaten Karo dibagian hulu,
Kabupaten Deli Serdang di bagian tengah dan Kabupaten Deli Serdang dan Kota
Medan di bagian hilir. Kerusakan di hulu DAS Percut akan berdampak di kawasan
hilirnya yaitu Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang yang menyebabkan DAS
Percut menjadi kritis, kondisi kritis ini disebabkan oleh banyaknya penebangan
pohon pada areal tebing yang menyebabkan longsor di kawasan hulu. Penggunaan
lahan yang tidak sesuai dapat menyebabkan rusaknya kawasan DAS. DAS Percut
merupakan kawasan yang sering terjadi banjir ketika musim hujan, banyak yang
membuat kawasan ini menjadi daerah banjir termasuk berubahnya fungsi
penggunaan lahan di sekitar Sungai Percut. Dampak dari banjir yang sering terjadi
di DAS Percut adalah tanah longsor. Untuk menangani masalah tersebut,
diperlukan cara yang tepat untuk mencegah terjadinya longsor, antara lain dengan
adanya bangunan pengendali banjir dan longsor. Dalam mengatasi dan
memperbaiki kualitas DAS Percut harus dilakukan klasifikasi kerawanan longsor
dan mitigasi bencana. Mitigasi bencana yang dilakukan yaitu memperbaiki kondisi
tanah dan sistem tutupan lahan serta melakukan mitigasi bencana longsor untuk
memperbaiki kualitas tanah dan air (Rahmad dan Sormin, 2018).
Kawasan hulu DAS Percut berada di Kabupaten Karo dengan kemiringan
lereng sangat curam. Kecamatan yang di lalui oleh DAS Percut yaitu Kecamatan
Bandar Baru dan Sibolangit. Kedua kecamatan tersebut dengan kemiringan lereng
3
curam yaitu 60°-70° dan 80°-90° pada masing-masing kecamatan. Selain memiliki
kemiringan lereng curam Kabupaten Karo memiliki curah hujan yang tinggi pada
setiap tahunnya. Sehingga Kabupaten Karo memiliki potensi pergerakan tanah
sedang sampai tinggi yang mengakibatkan Kabupaten Karo memiliki potensi
longsor dengan kelas sangat tinggi (Rahmad et al., 2018).
Curah hujan di Sumatera Utara selama bulan Februari merupakan yang
terendah dibandingkan bulan-bulan lainnya. Peningkatan curah hujan pada bulan
Maret yang mencapai puncaknya padabulan April, lalu mengalami penurunan lagi
hingga mencapai Juni. Terus meningkat hingga mencapai puncak musim hujan
tertinggi di Sumatera Utara yang terjadi pada bulan November. Bahaya tanah
longsor pada umumnya terjadi pada bulan November karena peningkatan kadar
intensitas hujan. Pada saat kemaraupanjang akan mengakibatkan penguapan air
dalam jumlah besar dari permukaan tanah. Curah hujan pada awal musim
penghujan bisa mengakibatkan terjadinya longsor, hal tersebut dikarenakan
masuknya dan terkumpulnya air di dasar lereng melalui tanah yang retak sehingga
menyebabkan gerakan menyamping. Saat ada pohon dipermukaan, longsor dapat
dihindari karena akan ada air yang diserap oleh tanaman (Prasetyo et al., 2018).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis tingkat kerawanan longsor pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
Percut, Sumatera Utara dan
2. Identifikasi upaya mitigasi bencana longsor pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
Percut, Sumatera Utara.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini berguna untuk:
1. Memberikan informasi mengenai tingkat kerawanan longsor pada Daerah Aliran
Sungai (DAS) Percut, Sumatera Utara.
2. Memberikan informasi mengenai pencegahan bencana longsor pada Daerah
Aliran Sungai (DAS) Percut, Sumatera Utara.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Bencana Longsor
Indonesia menjadi negara yang sering terjadi bencana. Terjadinya bencana
longsor di Indonesia banyak memakan korban jiwa dan hilangnya harta benda.
Longsor terjadi karena terjadinya gangguan dengan kestabilan tanah atau batuan
penyusun lereng. Pada saat terjadinya pergerakan massa tanah, lereng didominasi
oleh tanah dan bergerak melalui bidang miring, pergerakan tanah pada bidang
miring maupun bidang lengkung dapat terjadi, gerakan tersebut disebut longsor.
Terjadinya longsor sangat diperlukan untuk menentukan zona longsor sesuai
dengan jenis pergerakan tanahnya (Irawan et al., 2020).
Bencana longsor adalah bencana alam yang biasa terjadi di daerah
pegunungan dan pada saat musim hujan serta merupakan bencana yang memakan
banyak korban jiwa dan hilang nya harta benda. Bencana longsor terjadi sangat erat
kaitannya dengan kondisi alam seperti jenis batuan, jenis tanah, kemiringan lereng,
curah hujan dan tutupan lahan. Selain itu, manusia juga andil menjadi salah satu
faktor yang dalam mempengaruhi terjadinya longsor, seperti alih fungsi hutan yang
tidak sesuai dengan ketentuan dan aturan tata guna lahan dan perluasan pemukiman
di kawasan dengan topografi terjal (Rahmad et al., 2018).
5
Undang Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah tahun 2002 dari Departemen
Umum Penataan Ruang, DAS dapat didefinisikan sebagai suatu daerah yang
memiliki bentuk dan sifat daerah tersebut (Harisagustinawati et al., 2020).
Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam bahasa Inggris memiliki istilah
watershed, drainase area atau daerah aliran sungai, hingga batas DAS adalah garis
bayangan sepanjang punggung bukit atau pegunungan yang memisahkan suatu
sistem aliran dengan yang lain. Pengertian DAS terdiri atas bagian utama DAS yang
membentuk zona hulu dan zona persebaran air di bawah DAS bagian hilir dan
berakhir pada badan air atau laut berupa danau. Ekosistem, di mana terdapat unsur-
unsur pada organisme dan lingkungan biofisik serta terdapat unsur kimia yang
saling berhubungan (Fuady dan Azizah, 2008).
Sumberdaya hutan memiliki fungsi yang sangat spesifik diantaranya yaitu
fungsi hidrologi. Hidrologi berfungsi mengatur konservasi tanah dan penataan air.
Pengaturan ini berfungsi sebagai pembentuk satu kesatuan ekosistem yang di kenal
dengan sebutan Daerah Aliran Sungai (DAS). Ekosistem DAS merupakan hasil
interaksi atas berbagai komponen fisik, biologis, sosial, ekonomi, budaya dan
kelembagaan. Interaksi komponen-komponen tersebut terjadi karena luasan
ekosistem ini sangat bervariasi, mulai dari wilayah sangat kecil hanya beberapa
hektar hingga wilayah yang sangat luas yang melintasi batas administrasi
pemerintahan seperti kabupaten atau bahkan provinsi (Renjaan dan Erare, 2013).
Runtuhan (fall)
Runtuhan (fall) ialah penurunan massa batuan tertentu pada lereng yang
curam. Longsoran jenis ini ditandai dengan adanya sedikit atay tidak ada
pergerakan antara blok yang runtuh dan yang tidak terisi. Blom yang jatuh
biasanya akan jath bebas, lepas, atau tergelincir tanpa melalui bidang geser.
Keruntuhan terjadi karena adanya daerah diskontinu seperti retakan pada batuan.
Ilustrasi dari longsor jenis runtuhan (fall) dapat dilihat pada Gambar 1.
Robohan (topple)
Robohan (topples) ialah jatuhnya batuan biasanya berkecimpung melalui
bidang-bidang diskontinu yang lurus dalam lereng. Bidang diskontinu ini berupa
retakan dalam batuan misalnya dalam runtuhan. Lonsor tipe ini umumnya terjadi
dalam batuan menggunakan kelerengan sangat tegal hingga tegak. Ilustrasi dari
longsor jenis robohan (topple) dapat dilihat pada Gambar 2.
9
Longsoran (slides)
Longsoran (Slides) merupakan pergerakan batuan sepanjang lereng melalui
bidang geser pada lereng. Tanah longsor sering terjadi pada awal pergerakan karena
mengalami keretakan dengan bentuk tapal kuda di bagian atas lereng mulai
berkembang. Bidang geser ini dapat berupa bidang yang relatif lurus (translasi)
atau bidang lengkung ke atas (rotasi). Kedalaman bidang longsoran pada longsoran
translasi lebih kecil daripada kedalaman bidang longsoran pada longsoran rotasi.
Material yang aktif selama translasi dapat berupa balok (slab). Longsoran aktif
yang berputar melalui bidang geser melengkung dikatakan terhalang (subsidence).
Nendatan sering muncul di lereng yang tersusun dari materi relativistik. Ilustrasi
dari longsor jenis longsoran (slides) dapat dilihat pada Gambar 3.
a b
Gambar 3. (a) Rotasi Batuan (b) Luncuran batuan
yang mengakibatkan lapisan tanah lunak stress dan mekar ke arah lateral. Ilustrasi
dari longsor jenis pencaran lateral (lateral spread) dapat dilihat pada Gambar 4.
Aliran (flow
Aliran (flows) yaitu massa mengalir sebagai cairan kental. Aliran dalam
dapat dibedakan menjadi aliran debris, jenis tanah jika massa aktifnya didominasi
oleh material tanah yang lebih halus, dan aliran slurry jika massa aktifnya jenuh
dengan air. Jenis lain yang mengikuti aliran ini adalah aliran pada musim kemarau
yang sering terjadi dengan aliran dangkal. Di alam, longsor sering terjadi jika dua
atau lebih jenis tanah digunakan secara bersamaan. Tanah longsor diklasifikasikan
sebagai tanah longsor campuran atau kompleks. Ilustrasi dari longsor jenis aliran
(flow) dapat dilihat pada Gambar 5.
Bagian-Bagian Longsoran
Longsor di Indonesia melalui bidang gelincir dengan lengkungan yang
sering terjadi pada lereng tanah lempung atau lempung berpasir. Oleh sebab itu
Varnes (1978) menguraikan bagian-bagian longsoran pada tabel berikut ini:
11
Faktor Hidrologi
Siklus hidrologi adalah pergerakan air dari permukaan laut menuju
atmosfer, lalu kembali lagi ke permukaan bumi dan kembali ke laut, siklus hidrologi
merupakan proses yang tidak pernah terhenti. Makhluk hidup lainnya memanfatkan
air yang tertahan di sungai, danau/kolam dan mata air (Asdak, 2018). Siklus
hidrologi berawal dari menguapnya air laut, uap hasil penguapan bergerak yang
dibawa oleh udara. Pada kondisi yang menguntungkan, uap akan mengembun yang
membentuk awan, pada porsinya dapat menghasilkan presipitasi. Curah hujan yang
turun ke bumi akan bergerak ke arah dan cara yang berbeda seperti sebagian besar
12
curah hujan akan disimpan dalam tanah yang berdekatan dengan titik dimana air
jatuh dan pada akhirnya akan dikembalikan pada atmosfer melalui penguapan dan
transpirasi dari tumbuhan. Faktor utama terjadinya longsor yaitu curah hujan tinggi.
Turunnya hujan dengan kapasitas yang besar akan membuat terkikisnya lapisan
tanah yang mengakibatkan terjadinya longsor.
Topografi
Sungai Percut adalah sungai yang berada di Provinsi Sumatera tergolong
kedalam kategori kritis, DAS ini termasuk kawasan yang rawan banjir pada saat
musim hujan. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan penanganan yang
sesuai dengan pembangunan pengendalian banjir. DAS Percut memiliki bentuk
seperti bulu burung yang meliputi Kecamatan Batang Kuis, Percut Sei Tuan, Pantai
Labu, Sibolangit, Tanjung Morawa, Patumbak, Biru-biru, STM hulu dan STM
hilir (Rahmad dan Sormin, 2018). Kecamatan-kecamatan tersebut termasuk dalam
wilayah Daerah Aliran Sungai Percut, tidak semua kabupaten tersebut termasuk
dalam cakupan kawasan DAS Percut tetapi hanya bagian-bagian tertentu saja.
Lereng Terjal
Kemiringan lereng akan mempengaruhi kestabilan lereng, besarnya sudut
lereng maka semakin besar kemungkinan terjadinya longsor. Longsor terjadi karena
adanya pembentukan lereng yang curam.
Getaran
Ikatan antar tanah akan lemah jika terdapat getaran akibat terjadinya gempa,
kendaraan berat dan pukulan.
Pengikisan/Erosi
Adanya tikungan air pada sungai menyebabkan pengikisan/erosi pada
tanah, perbukitan bagian atas yang mengalami penebangan sehingga menjadi
gundul akan menyebabkan terjadinya longsor. Saluran drainase jalan raya pada
daerah perbukitan yang terkikis akan menimbulkan ketidakstabilan konstruksi jalan
yang akan mengakibatkan terjadinya longsor pada tanah kearah posisi yang lebih
rendah.
Penggundulan Hutan
Hutan yang memiliki pohon-pohon tinggi yang berakar sebagai saluran
untuk membawa air dari tanah ke tanah dan penyimpanan air. Jika hutan mengalami
penggundulan, tanah akan menjadi tandus, gersang, menyebabkan tegangan air
yang tidak stabil yang mengarah pada tanah longsor.
METODE PENELITIAN
Prosedur Penelitian
Prosedur kerja dalam penelitian Analisis Kerawanan dan Upaya Mitigasi
Bencana Longsor di Daearah Aliran Sungai (DAS) Percut dilakukan pada tahap
yang telah tersaji pada Gambar 7.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer
Data primer dikumpulkan melalui survey lapangan (Ground check).
Dilakukan survey lapangan (Ground check) untuk mengetahui kondisi dan jenis
longsor yang terdapat di lokasi penelitian. Pengecekan lapangan (Ground check) ini
20
menggunakan aplikasi Avenza Maps. Aplikasi ini digunakan untuk mengambil titik
dan foto di lapangan.
Pengumpulan data sekunder
Parameter yang digunakan dalam pengumpulan data sekunder yaitu
menggunakan studi literatur dan peta wilayah DAS Percut, Peta Jenis Tanah, Peta
Kemiringan Lereng, Peta Tutupan Lahan, Peta Curah Hujan, Peta Jenis Batuan,
Peta Jarak Sungai dan Jarak Jalan dan Peta Ketinggian Lahan/Elevasi. Data tersebut
diperoleh dari pengunduhan DEMNAS, KLHK, http://earthexplorer.usgs.gov,
https://dataonline.bmkg.go.id/home, RePPProT (https://lintasbumi.com/) dan
https://tanahair.indonesia.go.id/. Data yang dibutuhkan pada penelitian ini tersaji
pada Tabel 2.
Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan yaitu melalui pendekatan analisis skoring
dan analisis spasial. Data yang dibutuhkan yaitu berupa Peta Jenis Tanah, Peta
Kemiringan Lereng, Peta Tutupan Lahan, Peta Curah Hujan, Peta Jenis Batuan,
Peta Ketinggian Lahan/Elevasi dan Peta Jarak Sungai dan Jarak Jalan. Setelah
mendapatkan peta yang dibutuhkan dilakukan penginputan data dalam software
21
SIG. Data-data yang telah diperoleh dari peta-peta tematik tersebut kemudian di
proses melalui seperangkat Laptop dengan software ArcGIS. Data yang didapat
menjadi pedoman dalam menentukan wilayah penelitian serta sebagai pedoman
dalam menganalisis pemetaan kerawanan longsor.
Jenis tanah
Salah satu parameter penyebab terjadinya longsor yaitu jenis tanah maka
untuk mengetahui tingkat kepekaan tanah terhadap longsor yaitu dengan cara
pemberian skor pada jenis tanah, jika nilai skor tinggi maka jenis tanah tersebut
peka terhadap terjadinya longsor. Tanah mampu dalam melepaskan dan menahan
air yang masuk akan menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap longsor. Jenis
tanah di suatu kawasan memiliki peran yang sangat dominan dalam penyerapan
atau peresapan air. Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam tanah secara
vertikal karena adanya gaya gravitasi. Laju infiltrasi dipengaruhi oleh jenis tanah,
kelembaban tanah, kepadatan tanah dan tumbuhan di atasnya. Semakin lama laju
infiltrasi ke dalam tanah, maka semakin rendah daya serapnya karena meningkatnya
lengas tanah (Darmawan et al., 2017). Klasifikasi skor jenis tanah berdasarkan Tata
22
Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS (RTkRHL-
DAS) tahun 2009 tersaji pada Tabel 3.
Kemiringan lereng
Kemiringan lereng memiliki pengaruh besar terhadap kejadian longsor. Jika
suatu tempat memiliki lereng curam maka lokasi tersebut berpotensi besar terhadap
longsor. Kemiringan lereng pada umumnya dinyatakan dalam (%). Kemiringan
tebing yang curam akan meningkatkan pergerakan atau daya dorong terhadap
pergeseran tanah. Kecuraman lereng terbentuk karena adanya kejadian erosi air
sungai, air laut, mata air dan angin. Kemiringan pada daerah perbukitan atau
pegunungan merupakan kawasan rawan bencana longsor. Lereng yang memiliki
kemiringan lebih dari 25-40% atau >40% memiliki potensi terjadinya longsor,
namun lereng atau medan landai tidak menutup kemungkinan terjadinya longsor
tergantung pada kondisi geologi lereng tersebut (Haribulan et al., 2019).
Dalam penelitian ini data kemiringan lereng akan di dapat melalui data
DEMNAS. Data DEMNAS dipakai untuk menghitung kemiringan lereng secara
digital. Data yang diperoleh tersebut berupa data raster yang akan dikonversi
menjadi data poligon dan vektor. Klasifikasi skor kemiringan lereng berdasarkan
Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS
(RTkRHL-DAS) tahun 2009 tersaji pada Tabel 4.
23
2. (25-40%) Curam 7
4. (8-15%) Landai 3
5. (0-8%) Datar 1
Sumber : Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS
(RTkRHL-DAS) (2009)
Tutupan lahan
Tingkat kerawanan longsor dipengaruhi oleh jenis tutupan lahan suatu
daerah, karena tutupan lahan berperan dalam mengikat limpasan air hujan yang
melebihi kapasitas pada proses laju infiltrasi. Lahan yang ditanami oleh vegetasi
akan banyak melakukan infiltrasi air hujan sampai ke sungai daripada lahan yang
tidak ditanami oleh vegetasi. Lahan yang ditanami vegetasi akan mengalami
kemungkinan kecil terjadinya longsor (Darmawan et al., 2017). Klasifikasi skor
tutupan lahan tersaji pada Tabel 5.
Curah hujan
Meningkatnya presipitasi dan muka air tanah akibat curah hujan tinggi
mengakibatkan terjadinya kejenuhan pada tanah. Tidak kuatnya material penyusun
tanah dan batuan saat air hujan menggenangi lereng akan mengakibatkan terjadinya
pergeseran tanah dan batuan dan meningkatkan berat massa tanah. Terjadinya erosi
di kaki lereng akibat hujan yang mengalir pada permukaan lahan berpotensi
24
Jenis batuan
Jenis batuan akan dilakukan klasifikasi menurut asal batuan pada lokasi
penelitian. Jenis batuan tersebut diklasifikasikan menurut asal jenis batuannya, jenis
batuannya terdiri dari batuan sedimen, batuan karst, batuan vulkanik dan batuan
alluvial. Batuan dengan tingkat kerawanan longsor rendah yaitu batuan alluvial.
Batuan yang terjadi karena lingkungannya yang berada di pesisir laut, sungai dan
danau yaitu batuan sedimen dan karst. Batuan sedimen dan karst memiliki kepekaan
sedang terhadap terjadinya longsor, sementara batuan vulkanik merupakan batuan
yang tidak akan pecah. Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi struktur batuan
disuatu tempat. Batuan memiliki sifat yang berbeda tergantung daerah asalnya.
Sifat yang dimiliki batuan dipengaruhi oleh tekstur dan struktur, kandungan
mineral, kondisi cuaca, sedimentasi atau rekatan dan bentuk gabungan lapisan
bidang dasar (Rahmad et al., 2018). Klasifikasi skor jenis batuan tersaji pada Tabel
7.
terjadinya longsor yaitu curah hujan, sehingga saat melakukan pembobotan curah
hujan lebih tinggi dari parameter lainnya. Maka dari itu didapat persamaan untuk
menghitung tingkat kerawanan longsor pada suatu daerah sebagai beriku:
Keterangan:
PJT : Parameter Jenis Tanah
PKL : Parameter Kemiringan Lereng
PPL : Parameter Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan
PCH : Parameter Curah Hujan
PJB : Parameter Jenis Batuan
Kelas interval
Pengolahan nilai kelas interval pada kelas kerawanan longsor memiliki
tujuan dalam perbedaan kelas kerawanan longsor. Menurut Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Tanah Dan Agroklimat, (2004) rumus yang dipakai dalam
pengelasan interval yaitu:
𝑋𝑡 − 𝑋𝑟
𝐾𝑖 =
𝐾
Uji validasi
Perbandingan hasil analisis kerawanan longsor pada peta dengan hasil
ground check di lapangan dilakukan pada saat uji validasi. Pada perhitungan titik
hasil validasi yang diperoleh dari lapangan dengan menggunakan overall accuracy.
Analisis longsor pada DAS Percut berdasarkan jarak sungai dan jarak jalan
Jarak sungai dan jarak jalan mempunyai pengaruh besar terhadap terjadinya
longsor. Longsoran ditepi sungai sering terjadi karena tidak adanya penahan yang
kuat pada tepi sungai, longsoran ini sering dijumpai pada saat musim penghujan.
Begitu juga dengan longsoran jalan yang sering terjadi pada lereng dipinggir jalan
dengan kemiringan yang curam, longsor ini mengakibatkan terganggunya aktivitas
masyarakat bahkan banyaknya korban jiwa (Toyfur et al., 2020).
27
Jenis tanah
DAS Percut memiliki berbagai macam jenis tanah yaitu Entisols, Histosols,
Inceptisols, Oxisols dan Ultisols. Luasan pada setiap jenis tanah tersaji pada Tabel
10.
Tabel 10. Luasan Jenis Tanah DAS Percut
Jenis Tanah Total Luas (Ha) Persentase (%)
Entisols 7.028,35 16,92
Histosols 2.947,87 7,10
Inceptisols 26.259,62 63,21
Oxisols 1.991,57 4,79
Ultisols 3.314,82 7,98
Total Luas (Ha) 41.542,23 100,00
Sumber: Hasil Analisis RePPProT (2022)
Entisols merupakan jenis tanah bertekstur liat atau jenis tanah lempung,
memiliki nilai reaksi tanah yang beragam mulai dari agak asam sampai basa (pH
5,6 – 8,5). Lapisan tanah yang mengandung kadar liat atau batuan tinggi akan
berfungsi sebagai peluncur. Bidang luncur pada tanah terjadi karena adanya batuan
yang tidak tembus tanah. Lapisan dengan kandungan liat yang tinggi tidak mampu
menahan tekanan air dan beban yang berada diatasnya, hal tersebut menjadi pemicu
terjadinya lonsor (Priyono, 2015). Longsor sering terjadi jika ditemukan retakan
pada bagian atas tanah yang memiliki lapisan yang tidak kuat menopang air di
atasnya karena tidak tahan air pada lereng miring. Jenis tanah Entisols pada
kawasan DAS Percut terdapat pada Wilayah Kabupaten Deli Serdang dan Kota
Medan jenis tanah Entisols memiliki luasan mencapai 7.028,35 Ha (16,92%).
Jenis tanah Histosols atau tanah gambut dibentuk dari endapan bahan
organik dari sisa-sisa jaringan tumbuhan yang sudah terjadi dalam waktu yang
lama. Terhambatnya aliran permukaan karena bahan organik akan mengakibatkan
terjadinya perlambatan kecepatan aliran air dan relatif tidak merusah bahan organik.
Pelapukan bahan organik memiliki kekuatan dalam menyerap air dan menampung
air yang tinggi sampai tiga kali lipat dari berat keringnya. Bahan organik berperan
dalam memperkecil dan memperlambat aliran permukaan, memantapkan agregat
28
tanah sehingga dapat menahan pergerakan tanah dan meningkatkan infiltrasi pada
tanah (Dariah et al., 2004). Jadi dengan adanya jenis tanah Histosols dapat
memperkecil terjadinya tanah longsor, karena jenis tanah tersebut bekerja dengan
baik dalam menyerap dan menahan air. Jenis tanah Histosols pada kawasan Daerah
Aliran Sungai Percut terdapat di wilayah Kabupaten Deli Serdang jenis tanah
Histosols memiliki luasan mencapai 2.947,87 Ha (7,10%).
Jenis tanah Inceptisols adalah jenis tanah yang mengandung bahan mineral
yang baru berkembang sehingga jenis tanah Inceptisols memiliki tingkat kesuburan
yang rendah. Menurut Waas et al., (2014), tanah inceptisol merupakan tanah
mineral pertumbuhan awal yang dicirikan oleh pembentukan karat dan struktur
tanah yang lemah. Tanah inceptisol di lokasi penelitian merupakan tanah yang
paling merata atau dominan di lokasi penelitian. Inceptisol berasal dari sedimen
laut, alluvium dan lempung, gunung berapi dan batu pasir. Tanah yang berkembang
dari sedimen laut di dasar laut memiliki lapisan tanah yang cukup dalam dengan
tekstur yang halus, tanah bereaksi secara netral, dan susunan horizon Bg-Cg di
lahan basah yang menyebabkan saluran drainase menjadi tersekat bahkan
tersumbat. Tanah inceptisol tumbuh melalui material aluvial, lempung dan berpasir
dengan reaksi tanah dalam, berstektur halus, netral dengan susunan horizon AB-
wC pada tanah kering berdrainase sedang sampai dengan baik, sehingga
menjadikan tanah inceptisol sebagai tanah yang rentan terhadap longsor. Jenis tanah
Inceptisols pada kawasan Daerah Aliran Sungai Percut tersebar di wilayah Daerah
Aliran Sungai Percut, jenis tanah Inceptisols memiliki luasan mencapai 26.259,62
Ha (63,21%).
Jenis tanah Oxisols merupakan jenis tanah yang tingkat pelapukan lanjut
(tua) sehingga memiliki tekstur liat dan memiliki tingkat kesuburannya rendah.
Kandungan besi dalam tanah oxisols berperan mengikat dan pengikat partikel tanah
agar tidak mudah hancur oleh erosi dan tanah longsor atau tetesan air hujan yang
jatuh ke permukaan tanah (Rostaman et al., 2011). Jenis tanah Oxisols pada
kawasan Daerah Aliran Sungai Percut terdapat di wilayah Kabupaten Deli Serdang,
jenis tanah Oxisols memiliki luasan mencapai 1.991,57 Ha (4,79%).
Tanah jenis ultisol adalah tanah mineral yang tumbuh dalam bentuk elevasi
dengan susunan horizon A-Bt-C. Ultisol terbentuk dari bahan induk skies, genesis,
29
kuarsa, batuan metamorf, filit dan batu gamping. Tanah ultisol juga banyak
mengandung bahan organik, pH rendah, banyak unsur hara, sehingga rendemennya
rendah yang membuat tanah ultisol rawan longsor (Waas et al., 2014). Jenis tanah
Ultisols pada kawasan DAS Percut terdapat di wilayah Kabupaten Karo, jenis tanah
Ultisols memiliki luasan mencapai 3.314,82 Ha (7,98%). Jenis tanah pada DAS
Percut disajikan pada Gambar 8.
Kemiringan lereng
Faktor penyebab longsor lainnya adalah kemiringan lereng, longsor sering
terjadi pada kemiringan lereng terjal. Pada daerah pegunungan dengan kemiringan
yang curam akan menjadi faktor yang sangat rentang terhadap longsor. Kawasan
yang mempunyai lereng curam dapat mengakibatkan melapuknya material
dibawahnya yang akan bergerak menuruni lereng meskipun tanpa media
pengangkut, hal ini terjadi sebab adanya gaya gravitasi yang menarik material
tersebut.
Klasifikasi kemiringan lereng pada DAS Percut didapat dari data Digital
Elevation Model (DEM), sehingga diperoleh hasil pengklasifikasian kemiringan
lereng berupa luasan pada setiap kelas kemiringan lereng yang tersaji pada Tabel
11.
kelerengan curam dan sangat curam dijumpai pada bagian hulu Das. Jika
kemiringan lereng sangat curam maka akan mengakibatkan terjadinya longsor
sangat besar. Peta kemiringan lereng DAS Percut disajikan pada Gambar 9.
Tutupan lahan
Klasifikasi Tutupan lahan pada Daerah Aliran Sungai Percut berdasarkan
data KLHK Sumatera Utara Tahun 2020 terbagi kedalam tiga belas tipe seperti:
hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder/bekas tebangan, hutan
mangrove sekunder, perkebunan/kebun, permukiman/lahan terbangun, pertanian
lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, sawah, semak belukar, semak
belukar rawa, tambak, tana terbuka dan tubuh air. Persebaran tutupan lahan di DAS
Percut mempunyai luas yang berbeda pada tiap tipe tutupan lahan yang telah tersaji
pada Tabel 12.
tanam. Jenis tutupan lahan hutan lahan kering primer dengan luas 4.225,05 Ha
(10,17%).
Tipe tutupan lahan hutan lahan kering sekunder/bekas tebangan memiliki
luasan 894,96 Ha (2,15%). Hutan lahan kering sekunder/bekas tebangan di DAS
Percut sudah banyak mengalami kerusakan, terutama kerusakan akibat tebangan.
Tipe tutupan lahan hutan mangrove sekunder memiliki luasan 720,45 Ha (1,73%).
Hutan mangrove berada pada Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang, wilayah tersebut terdapat tutupan mangrove cukup luas. Tipe tutupan
lahan permukiman/lahan terbangun memiliki luas 11.945,79 Ha (28,76%), hal ini
terjadi karena DAS Percut melintasi wilayah perkotaan dengan tingkat hunian yang
padat. Tipe tutupan lahan jenis pertanian lahan kering memiliki luas sebesar
2.867,53 Ha (6,90%), yang utamanya dapat dijumpai di wilayah hulu yang masuk
dalam wilayah adminitrasi Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang yang
Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani.
Jenis tutupan lahan pertanian kering campur semak memiliki luas sebesar
216,53 Ha (0,52%) Tipe tutupan lahan Sawah memiliki luasan 3.217,77 Ha
(7,75%). Tipe tutupan lahan semak belukar memiliki luasan 909,69 Ha (2,19%).
Tipe tutupan lahan semak belukar rawa memiliki luasan 251,96 Ha (0,61%). Tipe
tutupan lahan tambak memiliki luasan 3.528,98 Ha (8,49%). Tipe tutupan lahan
tubuh air memiliki luasan 227,35 Ha (0,55%). Tipe tutupan lahan paling kecil yaitu
tanah terbuka dengan luasan 89,11 Ha (0,21%).
Tutupan lahan berupa perkebunan dan hutan mampu menjaga kestabilan
tanah dan lahan, karena jenis tutupan lahan tersebut memiliki sistem perakaran yang
kuat sehingga mampu menjaga kekompakan sistem tanah dan pengaturan
kestabilan limpasan air hujan. Tutupan lahan semak belukar, pertanian lahan kering
maupun sawah, relatif kurang baik dalam menjaga kestabilan permukaan tanah
karena jenis tutupan lahan ini memiliki sistem perakaran yang dangkal sehingga
perakarannya tidak mampu mengikat tanah yang dapat mengakibatkan sering
terjadinya longsor pada tipe tutupan lahan ini. Indracahya et al., (2015) menyatakan
bahwa vegetasi pada penggunaan lahan yang kurang cocok pada kondisi fisik
daerah akan mengakibatkan masalah lingkungan khususnya pada terjadinya
longsor. Peta tutupan lahan DAS Percut tersaji pada Gambar 10.
34
Curah hujan
Faktor curah hujan merupakan parameter penyebab longsor paling penting.
Faktor curah hujan penting terhadap longsor adalah intensitas hujan berhubungan
dengan peluang terjadinya longsor.
Curah hujan yang tercatat dan berpengaruh terhadap DAS Percut hasil
pengukuran BMKG Sumatera Utara tahun 2010-2020 terbagi kedalam dua tipe
yaitu: basah dan sangat basah. Luasan pada masing-masing tipe curah hujan tersaji
pada Tabel 13.
Jenis batuan
Secara geologi sebagian wilayah DAS Percut adalah daerah yang memiliki
struktur batuan yang terpengaruh oleh kondisi pegunungan sekitarnya. Setiap
batuan memiliki sifat yang berbeda-beda tergantung dari asal-usul pembentukan
37
batuan tersebut. Pada dasarnya, sifat batuan terpengaruh oleh kandungan mineral,
kondisi cuaca, struktur dan tekstur, sedimentasi dan bentuk lapisan bidang datar.
Klasifikasi Jenis batuan pada DAS Percut berdasarkan data Regional
Physical Planning Programme for Transmigration, (1988) terdapat dua jenis batuan
yaitu: batu aluvial dan batu vulkanik. Luasan jenis batuan tersaji pada Tabel 14.
Batuan yang terbentuk dari material batuan yang memiliki ukuran seperti
bongkahan, kerikil, lempung, pasir serta gambut yang memiliki umur holosen
adalah batuan alluvial. Batuan aluvial termasuk jenis batuan muda. Batuan alluvial
menyebar pada kawasan DAS Percut sehingga memiliki luas sebesar 18.096,16 Ha
(43,56%).
Batuan yang berasal dari letusan gunung berapi yang tidak terurai adalah
jenis batuan vulkanik. Batuan vulkanik memiliki luasan yang tinggi pada DAS
Percut dengan luasan 23.446,07 Ha (56,44%). Batuan vulkanik pada dasarnya tahan
akan terjadi nya erosi dan longsor. Buchori dan Susilo, (2012) menyatakan bahwa
pada kawasan pegunungan, bahan induk bumi akan berupa batuan padat yang
berasal dari vulkanik, batuan sedimen dan batuan metamorf. Tanah yang berasal
dari batuan sedimen relatif lebih rentan terhadap erosi dan longsor, batuan yang
berasal dari batuan sedimen antara lain lempung, lempung berkapur atau
batugamping dan batugamping. Di Dalam batuan vulkanik memiliki susunan
struktur batuan yang lunak, sehingga akan mudah terjadinya longsor pada suatu
lereng. Jika dalam batuan vulkanik tidak memiliki susunan struktur yang lunak
maka batuan tersebut tidak mudah terjadi longsor. Kedua jenis batuan tersebut
tersebar secara merata pada DAS Percut. Klasifikasi jenis batuan DAS Percut tersaji
pada Gambar 12.
38
a b
c d
Gambar 13. Kelas Rawan Longsor di Lokasi Penelitian (a) Longsor Tebing (Sangat Tinggi)
(b) Longsor Tebing Sungai (Sangat Tinggi) (c) Longsor Tebing (Tinggi) (d) Longsor
Lahan (Sedang)
letak lapangan. Terdapat titik lokasi yang tidak sesuai dengan kategori kerentanan
di lapangan. Ada kasus yang menunjukkan kondisi kerawanan longsor tinggi yang
seharusnya sangat tinggi. Kondisi lapangan yang ditemukan adalah adanya
perubahan pemanfaatan hutan menjadi areal perkebunan dan pertanian akibat
aktivitas perambahan oleh masyarakat. Thoha et al., (2021a) menyatakan bahwa
tingginya hasil akurasi pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa
kemungkinan, dimana terdapat perbedaan interpretasi sampel pada peta dengan
kondisi sebenarnya di lapangan.
Sebaran spasial kerawanan longsor berdasarkan hasil klasifikasi
menunjukkan bahwa pada kelas kerawanan longsor sangat tinggi dan tinggi hanya
dijumpai di wilayah Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang (Tabel 15).
Wilayah yang terkategori kerawanan sangat tinggi berada di wilayah hulu DAS.
Kelas kerawanan rendah dan sedang tersebar di ketiga wilayah administrasi
sedangkan kelas kerawanan sangat rendah hanya teridentifikasi di Kabupaten Deli
Serdang pada wilayah hilir DAS dengan luasan 2.666,26 Ha. Berdasarkan hasil
identifikasi ini maka yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah areal kelas
kerawanan longsor tinggi dan sangat tinggi di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli
Serdang.
Terjadinya longsor karena adanya suatu perubahan yang terjadi pada
permukaan bumi, yaitu adanya pengaruh dari kondisi geomorfologi sehingga
menyebabkan tejadinya gangguan pada kestabilan tanah atau batuan penyusun
lereng. Kerentanan longsor dipicu oleh faktor curah hujan dan penggunaan lahan.
Banyak kerugian yang ditimbulkan oleh bencana longsor yaitu kerugian sosial dan
ekonomi serta rusaknya lahan permukiman, pertanian, terganggunya jalur lalu
lintas, saluran irigasi dan menimbulkan banyaknya korban jiwa (Susanto dan
Putranto, 2016). Tingkat kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan akibat tingginya
bencana longsor yang disebabkan kurangnya komunikasi dan koordinasi yang
efektif antara masyarakat sehingga upaya pencegahan longsor masih lemah.
Pepohonan atau vegetasi erat kaitannya dengan longsor, karena vegetasi
berperan sangat penting dalam menjaga kestabilan lereng. Indrajaya dan Wuri,
(2008) menyatakan bahwa akar vegetasi dapat mengikat partikel tanah sehingga
menjaga kestabilan tanah dan dapat memperkuat lereng, sehingga dengan semakin
41
banyaknya vegetasi (hutan) maka akan menjaga kestabilan tanah dan mencegah
terjadinya banjir. Pada saat melakukan evapotranspirasi vegetasi dapat mengurangi
ketersediaan air tanah sehingga dapat mempertahankan stabilitas lereng karena
berkurangnya beban lereng oleh air. Kondisi tanah yang kering sehingga menjadi
retak serta peran vegetasi menjadi negatif yang menyebabkan terjadinya longsor.
Hal tersebut disebabkan oleh retaknya tanah akibat kekeringan, memiliki kapasitas
tampung air yang tinggi, sehingga jika terjadi penambahan air secara tiba-tiba
dalam jumlah banyak atau hujan deras dan berlangsung lama, tanah menjadi labil
dan akibatnya akan terjadi longsor.
Thoha et al., (2021b) penanggulangan bencana tanah longsor hanya dapat
berhasil apabila diperoleh pengetahuan rinci tentang frekuensi, karakter, dan
besaran pergerakan massa yang diharapkan di suatu daerah. Peta rawan longsor
harus memberikan informasi yang memadai dan dapat dipahami oleh para
perencana dan pengambil keputusan. Pengelolaan lahan diperlukan untuk
memperbaiki lahan kritis yang memiliki tingkat kerawanan longsor yang tinggi
misalnya dengan penerapan sistem agroforestri dan rehabilitasi lahan.
Peta kerawanan longsor diasumsikan dapat digunakan sebagai dasar untuk
menganalisis kejadian longsor di masa mendatang dan dibutuhkan untuk menjadi
dasar dalam setiap strategi mitigasi bencana longsor. Berdasarkan hasil analisis
rawan longsor yang dihitung melalui overlay peta rawan longsor dengan peta
administrasi DAS Percut didapat luas tingkat longsor pada tiap Kabupaten dan Kota
yang dapat dilihat pada Tabel 15 dan Peta kerawanan longsor dapat dilihat pada
Gambar 14.
Konversi lahan yang dilakukan oleh masyarakat menjadi salah satu potensi
terjadinya bencana longsor. Menurut Thoha et al., (2020) menyatakan bahwa
konversi suatu lahan menjadi kegiatan yang berpotensi meningkatkan kerawanan
suatu wilayah. Pergantian jenis tanaman dari jenis tanaman berkayu berakar keras
43
yang akan kuat menahan tanah menjadi tanaman semusim yang berakar serabut
sehingga menyebabkan terjadinya longsor di kemudian hari. Lahan dengan
kemiringan lereng sangat curam memiliki potensi longsor lebih tinggi. Tanah
longsor biasanya terjadi secara berkala yang terletak pada kondisi tertentu seperti
kondisi geologi, lereng, dan tanah, yang dikategorikan sebagai faktor yang tidak
dapat dipisahkan. Pada wilayah yang sama kemungkinan terjadinya longsor dapat
terjadi kembali karena struktur tanahnya masih dapat terjadi longsor kembali.
Tabel 17. Luasan Kerawanan Longsor DAS Percut per Jarak Jalan
Kelas Kerawanan Longsor
Luas Total
Jarak Jalan (m) Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi (Ha)
Rendah Tinggi
50 4.051,34 11.550,22 595,34 37,21 16.234,12
100 0,02 1.907,92 4.517,35 551,3 43,39 7.019,96
250 0,43 2.257,07 3.401,57 1.299,69 133,12 7.091,87
500 1,48 1.222,37 1.001,70 1.560,28 211,99 3.997,84
1000 0,91 347,23 585,64 1.546,85 209,21 2.689,84
10000 8,58 695,01 3.353,45 451,56 4.508,60
Luas Total (Ha) 2,84 9.794,51 21.751,49 8.906,91 1.086,48 41.542,23
46
Tabel 18. Luasan Kerawanan Longsor DAS Percut per Jarak Sungai
Kelas Kerawanan Longsor
Luas Total
Jarak Sungai (m) Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi (Ha)
Rendah Tinggi
100 0,29 2.725,52 5.448,30 5.728,41 639,14 14.541,66
250 0,78 2.311,27 4.376,29 2.585,06 359,42 9.632,83
500 1,11 2.325,30 4.051,48 530,9 86,76 6.995,55
1000 0,63 1.853,62 4.437,67 60,67 1,18 6.353,77
10000 578,79 3.437,75 1,88 4.018,42
Luas Total (Ha) 2,81 9.794,50 21.751,50 8.906,92 1.086,50 41.542,23
47
a b
Gambar 16. (a) Longsor Tebing Sungai (b) Pengikisan Tebing Sungai
Kesimpulan
1. Hasil analisis klasifikasi kerawanan longsor pada DAS Percut, memiliki lima
kelas rawan longsor yaitu kelas sangat rendah, kelas rendah, kelas sedang, kelas
tinggi dan kelas sangat tinggi. DAS Percut didominasi kerawanan longsor pada
kelas longsor rendah dan sedang memiliki luas 12.190,47 Ha dan 10,578,18 Ha
pada masing-masing kelas.
2. Dalam mengurangi dan pencegahan bencana longsor perlu dilakukan beberapa
cara untuk pencegahan atau mitigasi pada setiap tutupan lahan yaitu penanaman
vegetasi (pohon) yang berakar keras harus disesuaikan dengan kondisi fisik
daerah, tidak membuat rumah di tepi sungai dan di tepi lereng, membuat saluran
drainase, membuat struktur konservasi seperti rak tebing harus dibangun untuk
mempertahankan tebing curam di jalan raya, tidak membuat rumah/bangunan
dengan memotong tebing secara lurus.
Saran
1. Hasil analisis rawan longsor pada kawasan DAS Percut dilakukan untuk
mengetahui wilayah mana saja yang sangat rentan terhadap bencana longsor.
Penelitian ini diharapkan sebagai peringatan akan kewaspadaan masyarakat dan
pemerintah terhadap terjadinya longsor. Peta kerawanan longsor ini akan
menjadi panduan sebagai peringatan dini pada wilayah rawan longsor.
2. Penelitian ini menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak C. 2018. Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai Gadjah Mada
University Press.
Debataraja SMT, Pardede J. 2020. Studi Penyebab Terjadinya Longsor Pada Jalan
Provinsi Lintas Sipahutar-Pangaribuan Desa Siabal-Abal II. Jurnal Darma
Agung 28 (1): 31-38.
Fuady Z, Azizah C. 2008. Tinjauan daerah aliran sungai sebagai sistem ekologi dan
manajemen daerah aliran sungai. Jurnal Lentera 6 (1): 1-10.
Haribulan R, Gosal PH, Karongkong HH. 2019. Kajian Kerentanan Fisik Bencana
Longsor Di Kecamatan Tomohon Utara. SPASIAL 6 (3): 714-724.
Irawan LY, Syafi'i IR, Rosyadi I, Siswanto Y, Munawaroh A et al. 2020. Analisis
potensi rawan bencana tanah longsor di Kecamatan Jabung, Kabupaten
Malang. Jurnal Pendidikan Geografi 25 (2): 102-113.
Lesik EM, Sianturi HL, Geru AS, Bernandus. 2020. Analisis Pola Hujan Dan
Distribusi Hujan Berdasarkan Ketinggian Tempat Di Pulau Flores. Jurnal
Fisika 5 (2): 118-128.
Raharja R, Wibowo FG, Ningsih RV, Machdum SV. 2016. Peran Kearifan Lokal
dalam Mitigasi Bencana: Studi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana
Longsor di Desa Bojongkoneng, Kabupaten Bogor. Jurnal Dialog
Penanggulangan Bencana 7 (2): 111-119.
Rahayu AMU, Ardiansyah AN, Nuraeni NS. 2019. Wilayah Kerawanan Longsor
Di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Jurnal Geografi Gea 19 (1):
1-8.
Regmi NR, Giardino JR, McDonald EV, Vitek JD. 2014. A Comparison Of
Logistic Regression-Based Models Of Susceptibility To Landslides In
Western Colorado, USA. Landslides 11 (2): 247-262.
Renjaan H, Erare SR. 2013. Pengelolaan Hutan di Era Otonomi Daerah. PATRIOT
6 (1): 54-101.
Rostaman T, Kasno A, Anggria L. 2011. Perbaikan Sifat Tanah dengan Dosis Abu
Vulkanik Pada Tanah Oxisols. Badan Litbang Pertanian: 357-368.
Satriawan H. 2017. Strategi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Dalam
Rangka Optimalisasi Kelestarian Sumberdaya Air (Studi Kasus DAS
Peusangan Aceh). Majalah Ilmiah Universitas Almuslim 9 (1): 29-35.
Sobirin, Sitanala FTR, Ramadhan M. 2017. Analisis Potensi Dan Bahaya Bencana
Longsor Menggunakan Modifikasi Metode Indeks Storie Di Kabupaten
Kebumen Jawa Tengah. 59-64.
Sudrajat ASE, Kurnianingtyas AP. 2020. Pemetaan Kebakaran Hutan Dan Lahan
Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Menggunakan Aplikasi
Sistem Informasi Geografis. Jurnal Planologi 17 (2): 232-248.
Sulistio S, Rondonuwu DM, Poli H. 2020. Analisis Rawan Bencana Tanah Longsor
Di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal
Spasial 7 (1): 164-175.
Susanto N, Putranto TT. 2016. Analisis Level Kesiapan Warga Menghadapi Potensi
Bencana Longsor Kota Semarang. Teknik 37 (2): 54-58.
Thoha AS, Slamet B, Harahap M, Sari T, Hulu D. 2021b. The analysis of landslide
vulnerability level distribution in the Labuhanbatu Utara Regency, North
Sumatera Province, Indonesia. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science 912 (1): 1-11.
Varnes DJ. 1978. Slope Movement Types and Processes Di dalam: R. L. Schuster
and R. J. Krizek, editor. Special Report Landslides: Analysis and Control
Washington D. C Transportation and Road Research Board, National
Academy of Science. hlm 11-33.
Waas ED, Ayal J, Kaihatu S. 2014. Evaluasi dan Penentuan Jenis Tanah Di
Kabupaten Seram Bagian Barat. Agros 16 (2): 336-348.
Yoga AGH, Widiyanto W. 2016. Kajian Kerawanan Longsor Tebing Sungai Code
Daerah Istimewa Yogyakarta (Studi Kasus: Penggal Sungai Code antara
Banteng-Gondolayu). Jurnal Bumi Indonesia 5 (2): 1-10.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Hasil Validasi Titik Lapangan Lokasi Penelitian Daerah Aliran Sungai
Percut
No. Nama Tempat Kelas Longsor/Observasi
1 Tanda tempat 33_1 Tinggi
2 Tanda tempat 33_2 Tinggi
3 Tanda tempat 33_1 Tinggi
4 Tanda tempat 33_2 Tinggi
5 Tanda tempat 33_3 Tinggi
6 Tanda tempat 33 Tinggi
7 Tanda tempat 32_5 Tinggi
8 Tanda tempat 32_1 Tinggi
9 Tanda tempat 32_2 Tinggi
10 Tanda tempat 32_3 Tinggi
11 Tanda tempat 32_4 Tinggi
12 Tanda tempat 32_3 Tinggi
13 Tanda tempat 32_4 Tinggi
14 Tanda tempat 32 Tinggi
15 Tanda tempat 31 Tinggi
16 1 Tanda tempat 30 Sangat Tinggi
17 Tanda tempat 31_3 Sangat Tinggi
18 Tanda tempat 31_1 Sangat Tinggi
19 Tanda tempat 31 Sangat Tinggi
20 Tanda tempat 31_2 Sangat Tinggi
21 Tanda tempat 31_4 Sangat Tinggi
22 Tanda tempat 30 Sangat Tinggi
23 Tanda tempat 33 Tinggi
24 Tanda tempat 34 Tinggi
25 Tanda tempat 34_1 Tinggi
26 Tanda tempat 34_2 Tinggi
27 Tanda tempat 34_1 Tinggi
28 Tanda tempat 34_2 Tinggi
29 sungai lau mentar Sedang
30 Tanda tempat 35_1 Tinggi
31 Tanda tempat 35 Tinggi
32 sungai 1 Sedang
33 Tanda tempat 35_3 Tinggi
34 sungai 2 Sedang
35 Tanda tempat 35_3 Tinggi
36 sungai 2 Sedang
37 Tanda tempat 35_2 Tinggi
38 Tanda tempat 29 Tinggi
39 Tanda tempat 30 Tinggi
40 Tanda tempat 30_1 Tinggi
41 Tanda tempat 30_2 Tinggi
42 Tanda tempat 30_3 Tinggi
Lampiran 1. Lanjutan
No. Nama Tempat Kelas Longsor/Observasi
43 Tanda tempat 30_8 Sangat Tinggi
44 Tanda tempat 30_9 Sangat Tinggi
45 Tanda tempat 30_7 Sangat Tinggi
46 Tanda tempat 37 Sedang
47 Tanda tempat 39 Sedang
48 Tanda tempat 39_1 Sedang
49 Tanda tempat 30_6 Tinggi
50 Tanda tempat 30_5 Tinggi
51 Tanda tempat 30_4 Tinggi
52 Tanda tempat 34 Tinggi
53 Tanda tempat 36_1 Tinggi
54 Tanda tempat 36 Tinggi
55 Tanda tempat 36_2 Tinggi
56 Tanda tempat 35 Sangat Tinggi
57 Tanda tempat 37_1 Sangat Tinggi
58 Tanda tempat 37_2 Sangat Tinggi
59 Tanda tempat 37_3 Sangat Tinggi
60 Tanda tempat 29 Tinggi
61 Tanda tempat 29_1 Tinggi
62 sungai lau mbelin Sedang
63 Tanda tempat 29_2 Tinggi
64 Tanda tempat 38_2 Sedang
65 Tanda tempat 38_1 Sedang
66 Tanda tempat 38 Sedang
67 Tanda tempat 36 Sedang
68 Tanda tempat 28 Tinggi
69 Tanda tempat 28 Tinggi
70 Tanda tempat 28_2 Tinggi
71 Tanda tempat 28_1 Tinggi
72 Tanda tempat 28_3 Tinggi
73 Tanda tempat 27 Tinggi
74 Tanda tempat 27 Sedang
75 Tanda tempat 27_1 Sedang
76 Tanda tempat 23_4 Tinggi
77 Tanda tempat 26_4 Tinggi
78 Tanda tempat 24 Tinggi
79 Tanda tempat 23_2 Tinggi
80 Tanda tempat 24_8 Tinggi
81 Tanda tempat 24_1 Tinggi
82 Tanda tempat 24 Tinggi
83 Tanda tempat 24_2 Tinggi
84 Tanda tempat 26_1 Tinggi
Lampiran 1. Lanjutan
No. Nama Tempat Kelas Longsor/Observasi
85 Tanda tempat 24_3 Tinggi
86 Tanda tempat 26_2 Tinggi
87 Tanda tempat 26 Tinggi
88 Tanda tempat 26 Tinggi
89 Tanda tempat 26_3 Tinggi
90 Tanda tempat 24_7 Tinggi
91 Tanda tempat 23_1 Tinggi
92 Tanda tempat 24_4 Tinggi
93 Tanda tempat 24_5 Tinggi
94 Tanda tempat 24_6 Tinggi
95 Tanda tempat 25 Sedang
96 Tanda tempat 25 Tinggi
97 Tanda tempat 25_2 Tinggi
98 Tanda tempat 25_1 Tinggi
99 Tanda tempat 19_2 Tinggi
100 Tanda tempat 19_1 Tinggi
101 Longsor 19 Tinggi
102 Tanda tempat 18 Sedang
103 Tanda tempat 18_1 Sedang
104 Longsor 18 Sedang
105 Tanda tempat 17_2 Sedang
106 Tanda tempat 17_1 Sedang
107 Tanda tempat 17 Sedang
108 Longsor 17 Sedang
109 Tanda tempat 16 Tinggi
110 Tanda tempat 16_1 Tinggi
111 Tanda tempat 16_3 Tinggi
112 Tanda tempat 16_2 Tinggi
113 Longsor 16 Sangat Tinggi
114 Tanda tempat 15 Tinggi
115 Longsor 15 Sangat Tinggi
116 Tanda tempat 15_1 Tinggi
117 Tanda tempat 21_5 Sedang
118 Tanda tempat 21_4 Sedang
119 Tanda tempat 21_3 Sedang
120 Tanda tempat 21_2 Sedang
121 Tanda tempat 21 Sedang
122 Tanda tempat 21_1 Sedang
123 Tanda tempat 21 Sedang
124 Tanda tempat 21_1 Sedang
125 Longsor 21 Tinggi
126 Tanda tempat 14 Tinggi
Lampiran 1. Lanjutan
No. Nama Tempat Kelas Longsor/Observasi
127 Tanda tempat 14 Tinggi
128 Tanda tempat 14_1 Tinggi
129 Tanda tempat 13_1 Tinggi
130 Longsor 13 Sangat Tinggi
131 Longsor 12 Tinggi
132 Tanda tempat 12_3 Tinggi
133 Tanda tempat 12 Tinggi
134 Tanda tempat 12_2 Tinggi
135 Tanda tempat 12_1 Tinggi
136 Longsor 12 Sangat Tinggi
137 Tanda tempat 11 Sedang
138 Tanda tempat 11_1 Tinggi
139 Longsor 11 Tinggi
140 Tanda tempat 10_1 Sedang
141 Tanda tempat 10 Sedang
142 Tanda tempat 10_2 Sedang
143 longsor 8 Sangat Tinggi
144 Longsor 10 Tinggi
145 Longsor 10 Sedang
146 Tanda tempat 8 Tinggi
147 Tanda tempat 8_1 Tinggi
148 Tanda tempat 7_1 Sedang
149 Tanda tempat 7 Sedang
150 Longsor 7 Sangat Tinggi
151 longsor 8 Tinggi
152 Tanda tempat 9 Tinggi
153 Longsor 9 Sangat Tinggi
154 Longsor 6 Sangat Tinggi
155 Tanda tempat 9_1 Tinggi
156 Tanda tempat 6 Tinggi
157 Tanda tempat 9_2 Tinggi
158 Tanda tempat 6_1 Tinggi
159 Tanda tempat 6_2 Tinggi
160 longsor 8_2 Tinggi
161 longsor 8_1 Tinggi
162 Tanda tempat 5_3 Tinggi
163 Tanda tempat 5_2 Tinggi
164 Longsor 5 Tinggi
165 Tanda tempat 5_1 Tinggi
166 Tanda tempat 5 Tinggi
167 Tanda tempat 4_3 Tinggi
168 Tanda tempat 4 Tinggi
Lampiran 1. Lanjutan
No. Nama Tempat Kelas Longsor/Observasi
169 Tanda tempat 4_2 Tinggi
170 Longsor 4 Tinggi
171 Tanda tempat 4_1 Tinggi
172 Longsor 1 Sedang
173 Tanda tempat 1_3 Sedang
174 Tanda tempat 1_2 Sedang
175 Tanda tempat 1 Sedang
176 Tanda tempat 1_1 Sedang
177 Longsor 3 Tinggi
178 Tanda tempat 3 Sedang
179 Tanda tempat 3_1 Sedang
180 Tanda tempat 3_2 Sedang
181 Tanda tempat 3_3 Sedang
182 Tanda tempat 3_2 Sedang
183 Tanda tempat 3_3 Sedang
184 Longsor 3 Sedang
185 Longsor 3_1 Sedang
186 Tanda tempat 2_6 Tinggi
187 Tanda tempat 2_5 Tinggi
188 Tanda tempat 2_3 Tinggi
189 Tanda tempat 2_2 Tinggi
190 Tanda tempat 2_1 Tinggi
191 Tanda tempat 2_4 Tinggi
192 Longsor 2 Tinggi
193 Tanda tempat 2 Tinggi
194 longsor 20_1 Sedang
195 longsor 20_2 Sedang
196 Tanda tempat 20_2 Sedang
197 Tanda tempat 20_1 Sedang
198 Tanda tempat 20 Sedang
199 Tanda tempat 20_3 Sedang
200 Tanda tempat 20_4 Sedang
201 longsor 20 Sedang
202 longsor 20 Tinggi
203 Tanda tempat 10_2 Tinggi
204 Tanda tempat 10_1 Tinggi
205 Tanda tempat 10 Tinggi
206 Tanda tempat 10 Tinggi
207 Tanda tempat 9_5 Sedang
208 Tanda tempat 9_4 Sedang
209 Tanda tempat 9_3 Sedang
210 Tanda tempat 9_2 Sedang
Lampiran 1. Lanjutan
No. Nama Tempat Kelas Longsor/Observasi
211 Tanda tempat 9_6 Sedang
212 Tanda tempat 9 Sedang
213 Tanda tempat 9_1 Sedang
214 Tanda tempat 9 Tinggi
215 Tanda tempat 8 Tinggi
216 Tanda tempat 8 Tinggi
217 Tanda tempat 8_1 Tinggi
218 Tanda tempat 8_2 Tinggi
219 Tanda tempat 8_4 Tinggi
220 Tanda tempat 15 Tinggi
221 Tanda tempat 15 Tinggi
222 Tanda tempat 15_1 Tinggi
223 Tanda tempat 15_2 Tinggi
224 Tanda tempat 15_3 Tinggi
225 Tanda tempat 7_2 Tinggi
226 Tanda tempat 7_1 Tinggi
227 Tanda tempat 7 Tinggi
228 Tanda tempat 16_2 Sedang
229 Tanda tempat 16_3 Sedang
230 Tanda tempat 16_1 Tinggi
231 Tanda tempat 16 Tinggi
232 Tanda tempat 16 Tinggi
233 Tanda tempat 17_2 Sedang
234 Tanda tempat 17 Sedang
235 Tanda tempat 17 Tinggi
236 Tanda tempat 17_1 Sedang
237 Tanda tempat 13 Tinggi
238 Tanda tempat 14 Tinggi
239 Tanda tempat 14 Tinggi
240 Tanda tempat 14_3 Tinggi
241 Tanda tempat 14_1 Tinggi
242 Tanda tempat 13 Sedang
243 Tanda tempat 14_2 Tinggi
244 Tanda tempat 13_1 Sedang
245 Tanda tempat 13_2 Sedang
246 Tanda tempat 6_3 Tinggi
247 Tanda tempat 6_2 Tinggi
248 Tanda tempat 6_1 Tinggi
249 Tanda tempat 6 Tinggi
250 Tanda tempat 6 Tinggi
251 Tanda tempat 12 Tinggi
252 Tanda tempat 5_1 Tinggi
Lampiran 1. Lanjutan
No. Nama Tempat Kelas Longsor/Observasi
253 Tanda tempat 5_3 Tinggi
254 Tanda tempat 5_2 Tinggi
255 Tanda tempat 5 Tinggi
256 Tanda tempat 5 Sedang
257 Tanda tempat 4 Tinggi
258 Tanda tempat 4 Sedang
259 Tanda tempat 4_1 Tinggi
260 Tanda tempat 4_2 Tinggi
261 Tanda tempat 3_2 Sedang
262 Tanda tempat 3_1 Sedang
263 Tanda tempat 3 Sedang
264 Tanda tempat 3 Sedang
265 Tanda tempat 2 Sedang
266 Tanda tempat 2_2 Sedang
267 Tanda tempat 2_3 Sedang
268 Tanda tempat 2_4 Sedang
269 Tanda tempat 2_1 Sedang
270 Tanda tempat 18 Tinggi
271 Tanda tempat 1 Tinggi
272 Tanda tempat 1 Tinggi
273 Tanda tempat 1_1 Tinggi
274 Tanda tempat 18 Sedang
275 Tanda tempat 18_1 Sedang
276 Tanda tempat 18_3 Rendah
277 Tanda tempat 18_2 Rendah
278 Tanda tempat 19_2 Sedang
279 Tanda tempat 19_1 Sedang
280 Tanda tempat 19 Sedang
281 Tanda tempat 19 Sedang
282 Tanda tempat 20 Sedang
283 Tanda tempat 20 Sedang
284 Tanda tempat 8_3 Tinggi
285 Tanda tempat 11 Tinggi
286 Tanda tempat 11_2 Tinggi
287 Tanda tempat 11_1 Tinggi
288 Tanda tempat 11_3 Tinggi
289 Tanda tempat 11 Tinggi
290 Tanda tempat 4_1 Sedang
291 Tanda tempat 4_2 Sedang
292 Tanda tempat 4_3 Sedang
293 Tanda tempat 4_4 Sedang
294 Tanda tempat 4 Sedang
Lampiran 1. Lanjutan
No. Nama Tempat Kelas Longsor/Observasi
295 Tanda tempat 4 Sedang
296 Tanda tempat 1_2 Sedang
297 Tanda tempat 1 Sedang
298 Tanda tempat 1_4 Sedang
299 Tanda tempat 1_1 Sedang
300 Tanda tempat 1 Sedang
301 Tanda tempat 2 Sedang
302 Tanda tempat 2_1 Sedang
303 Tanda tempat 2_2 Sedang
304 Tanda tempat 2_3 Sedang
305 Tanda tempat 3 Sedang
306 Tanda tempat 3 Sedang
307 Tanda tempat 3_2 Sedang
308 Tanda tempat 3_1 Sedang
309 Tanda tempat 3_4 Sedang