Professional Documents
Culture Documents
Makalah Kel 11 - Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan
Makalah Kel 11 - Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan
AKUNTANSI/ 2A
Judul :
Aliran-aliran Filsafat Pendidikan
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunianya, sehingga
penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan lancar dan baik. Kami berterimakasih
kepada setiap pihak yang terlibat dan membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Makalah Mata kuliah Pengantar Filsafat Ilmu kali ini mengenai Aliran-aliran Filsafat
Pendidikan. Makalah ini disusun sedemikian rupa dangan mencari dan mengembangkan
sejumlah informasi yang saya dapatkan baik melalui buku, media cetak, elektronik
maupun media lainnya. Penulis berharap dengan informasi yang di dapat, kemudian kami
sajikan ini dapat memberikan penjelasan yang cukup tentang Aliran-aliran Filsafat Ilmu.
Demikian satu dua kata yang bisa kami sampaikan kepada pembaca makalah ini. Jika
ada kesalahan baik dalam penulisan maupun kutipan, kami terlebih dahulu memohon maaf
dan kami juga berharap semua pihak dapat memakluminya. Semoga semua pihak dapat
menikmati dan mengambil esensi dari makalah ini. Terima kasih.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3. Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas matakuliah Pengantar Filsafat Ilmu. Tujuan
penulisan mkalah ini adalah:
1. Memahami Aliran-aliran Filsafat Pendidikan.
2. Mengetahui dan memahami ciri-ciri dari Aliran-aliran Filsafat Pendidikan.
3. Dapat menghubungkan Aliran Filsafat Pendidikan dengan pendidikan modern.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
menjadi alat, jika ingin dipakai untuk mencapai tujuan lain. Misalnya, faedah kesehatan
yang baik akan mendatang- kan kesejahteraan bagi masyarakat.
Aliran ini mempunyai konsep yang mempercayai manusia sebagai subjek yang
memiliki kemampuan dalam menghadapi dunia dan lingkungan hidupnya, mempunyai
kemampuan untuk mengatasi dan memecahkan masalah yang akan mengancam manusia
itu sendiri. Pendidikan dianggap mampu mengubah dan menyelamatkan manusia demi
masa depan. Tujuan pendidikan selalu diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang
terus menerus dan bersifat progresif. Dengan demikian, progresif merupakan sifat positif
dari aliran tersebut.
Sedangkan sifat negatifnya adalah aliran ini kurang menyetujui adanya pendidikan
yang bercorak otoritas dan absolut dalam segala bentuk seperti terdapat dalam agama,
moral, politik, dan ilmu pengetahuan.
Jadi, jelas bahwa progres atau kemajuan, lingkungan dan pengalaman menjadi
perhatian dari progresivisme, tidak hanya angan-angan dalam dunia ide, teori, dan cita-cita
saja. Progres dan kemajuan harus dicari dengan memfungsikan jiwa sehingga
menghasilkan dinamika yang lain dalam hidup ini.
Semuanya itu diperlukan oleh pendidikan agar orang dapat maju, dan berbuat sesuatu
sehingga mampu mengadakan penyesuaian dengan lingkungan. Karena itu, pendidikan
tidak hanya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik, tetapi yang lebih penting
dari itu. Yaitu, melatih kemampuan berpikir dengan memberikan rangsangan dengan cara-
cara ilmiah, seperti kemampuan menganalisis dan memilih secara rasional di antara
beberapa alternatif yang tersedia.
Tugas pendidikan, menurut pragmatisme, progresivisme ialah mengadakan penelitian
atau pengamatan terhadap kemampuan manusia dan menguji kemampuan-kemampuan
tersebut dalam pekerjaan praktis. Dengan kata lain, manusia hendaknya
mengaktualisasikan ide-idenya dalam kehidupan nyata, berpikir, dan berbuat.
Aliran progresivisme sebagai aliran pemikiran, baru berkembang dengan pesat pada
permulaan abad ke-XX, namun garis linear dapat ditarik ke belakangnya hingga pada
zaman Yunani kuno. Misalnya, dengan tampilnya pemikiran dan Heraclitos (+544-+484),
4
Socrates (469-399), bahkan juga Protagoras memengaruhi aliran ini. Heraclitos
mengemukakan bahwa sifat yang utama dan realitas ialah perubahan. Tidak ada sesuatu
yang tetap di dunia ini, semuanya berubah.
Demikian pula Socrates, ia berusaha mempersatukan epistemologi dan aksiologi (teori
ilmu pengetahuan dan teori nilai). Ia mengajarkan bahwa pengetahuan merupakan kunci
kebajikan yang baik sebagai pedoman bagi manusia untuk melakukan kebajikan.
Kemudian, Protagoras seorang sebagai sophis pernah mengajarkan bahwa kebenaran dan
nilai-nilai bersifat relatif, yaitu tergantung kepada waktu dan tempat.
Banyak penyumbang pikiran dalam pengembangan progresivisme, seperti Prancis
Bacon, John Locke, Rousseau, Kant, dan Hegel. Francis Bacon menanamkan asas metode
eksperimental (metode ilmiah dalam pengetahuan alam) menjadi metode utama dalam
filsafat pendidikan Progresi- visme. John Locke dengan teori tentang asas kemerdekaan
yang menghormati hak asasi (kebebasan politik). Kemudian, Rousseau meyakini kebaikan
kodrat manusia yang bisa berbuat baik dan lahir sebagai makhluk yang baik. Selanjutnya
Immanuel Kant memuliakan martabat manusia dan menjunjung tinggi kepribadian
manusia. Sedangkan, Hegel peletak asas penyesuaian manusia dengan alam dengan
ungkapan The dynamic, everreadjusting processes of nature and society. Dengan kata lain,
alam dan masyarakat bersifat di- namis dalam proses penyesuaian dan perubahan yang
tidak pernah berhenti.
Tokoh-tokoh pelopor progresivisme yang berpengaruh ternyata banyak bermunculan
di Amerika Serikat, antara lain Benjamin Franklin, Thomas Paine, dan Thomas Jefferson
memberikan sumbangan terhadap perkembangan aliran ini dengan cara sikap menentang
dogmatisme, terutama dalam agama, moral, dan sikap demokrasi. Demokrasi memiliki
nilai ideal yang wajib dilaksanakan sepenuhnya dalam semua bidang kehidupan karena ia
merupakan usaha mengangkat harkat dan martabat manusia.
Demokrasi juga sebagai keseimbangan dan kebebasan serta kebersamaan dalam usaha
mencari nilai-nilai kebenaran, seperti proses ilmu pengetahuan mencari kebenaran. Dengan
kata lain, demokrasi adalah ide-ide, pemikiran-pemikiran yang dilaksanakan dalam
pergaulan sosial. Hasil pikiran itu benar, jika pikiran itu berhasil, dan mempunyai arti bagi
si pemikir. Itu pandangan John Dewey, tokoh pelopor pragmatisme progresivisme di
samping tokoh terkenal lainnya seperti William James. Menurut James, kebenaran ide-ide
itu terbukti apabila ide itu dapat berwujud dan membawa kepuasan dalam penyelesaian
suatu problema.
5
Selain di Amenka Serikat, aliran pragmatisme-progresi visme ini juga mempunyai akar
yang terhunjam kuat dalam beberapa aliran pemikiran filsafat Eropa. Dia mempunyai akar
dalam "pengagungan kemauan" dari Schopenhaer, "sebab praktis" dari Kant, "survival of
fittest" dari Darwin, serta dalam "utilitarianisme" yang mengukur segala sesuatu dari segi
manfaatnya.
Istilah progresivisme dalam uraian ini akan dikaitkan dengan pendidikan, terutama
pendidikan modern abad ke XX. Pada pendidikan modern itu, rekonstruksi dunia
pendidikan telah banyak dilakukan oleh aliran ini melalui inisiatif dan karya nyata. John
Dewey, tokoh yang berpengaruh di Amerika Serikat melalui "Sekolah kerja" yang ia
dirikan mempraktikkan pandangan-pandangannya dalam dunia pendidikan. Pandangan
tersebut mengenai kebebasan dan kemerdeka an peserta didik agar dapat mencapai tujuan
pendidikan dalam pembentukan warga negara yang demokratis.
Progresivisme juga tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang terpisah,
melainkan harus diusahakan menjadi satu unit dan terintegrasi. Misalnya, dalam bidang
studi TPA, sejarah, dan keterampilan serta hal-hal yang bermanfaat dan dirasakan oleh
masyarakat. Praktik kerja di laboratorium, bengkel, dan kebun merupakan kegiatan-
kegiatan yang dianjurkan dalam rangka terlaksananya learning by doing atau belajar untuk
bekerja.
Ciri utama dari aliran Esensialisme adalah penekanan pada nilai-nilai yang stabil, teruji
oleh waktu, dan memiliki kejelasan. Berbeda dengan progresivisme yang menganggap
pendidikan fleksibel dan terbuka untuk perubahan, Esensialisme melihat bahwa pendidikan
6
yang berdasarkan fleksibilitas dapat menghasilkan pandangan yang tidak stabil dan kurang
terarah. Oleh karena itu, Esensialisme menganggap bahwa pendidikan harus didasarkan
pada nilai-nilai yang stabil dan terpilih.
7
menekankan disiplin dan kerja keras dalam proses belajar, serta menolak konsep
progresivisme yang terlalu menekankan kepentingan pribadi.
Dalam Esensialisme, kurikulum dianggap sebagai kurikulum yang kaya, bertingkat,
dan sistematis, didasarkan pada pengetahuan yang tidak dapat dijabarkan secara terperinci,
serta sikap yang berlaku dalam kebudayaan demokratis. Esensialisme juga menekankan
peran guru dalam mengatur dan mengarahkan subjek didik menuju kedewasaan, dengan
tanggung jawab dan peran guru yang besar dalam memahami proses pengembangan
pendidikan. Guru yang berkualitas dianggap penting dalam melahirkan subjek didik yang
berkualitas pula.
Esensialisme mengakui bahwa pendidikan harus membantu subjek didik untuk
mengembangkan potensi mereka dan menjadi individu yang mandiri dalam menghadapi
tantangan kehidupan. Oleh karena itu, pengalaman subjek didik dalam lingkungan
masyarakat juga diperhatikan dalam pendidikan. Metode yang paling sesuai dalam
esensialisme adalah metode tradisional yang melibatkan latihan berpikir logis, teratur,
sistematis, dan komprehensif.
Dalam kesimpulan, Esensialisme dalam pendidikan menekankan pentingnya nilai-nilai
yang kukuh, pengujian ulang materi kurikulum, peran guru yang dominan, disiplin, dan
pengembangan potensi subjek didik. Pendekatan ini berusaha memberikan arah yang jelas
dan stabil dalam pendidikan, sambil mengakui perkembangan dinamis manusia.
Ciri-ciri utama aliran Perennialisme adalah pandangan bahwa zaman sekarang sedang
mengalami krisis kebudayaan dan diperlukan upaya untuk mencari dan mengamankan
lingkungan sosiokultural, intelektual, dan moral. Aliran ini menggunakan pendekatan
regresif dengan kembali kepada prinsip-prinsip umum yang ideal yang berhubungan
8
dengan ilmu pengetahuan, realitas, dan moral. Prinsip-prinsip ini bersifat aksiomatis dan
tetap berlaku sepanjang sejarah.
9
Di tingkat perguruan tinggi, aliran perenialisisme menekankan pentingnya filsafat
metafisika sebagai landasan materi pembelajaran, karena filsafat ini dipandang sebagai
cinta intelektual terhadap Tuhan. Hal ini dianggap penting untuk mendukung dunia
akademik dalam menghadapi realitas kehidupan dalam masyarakat.
10
BAB IV
PENUTUP
3.1. Simpulan
11
DAFTAR PUSTAKA
12