Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 13

PAPER KELOMPOK 5

DEMOKRASI DAN INTEGRASI REGIONAL UNI EROPA

STUDI KASUS : SEPARATISME ETNIS BASQUE SPANYOL DAN EKSISTENSI UNI EROPA (2007-2013)

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :

YULIANA (30800120001)

NURHALISA (30800120007)

NURUL AKIBAH (30800120009)

TRIWANDA (30800120022)

RINA ASTARI (30800120025)

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas Rahmat-Nya serta karunia-Nya Penulis dapat
menyelesaikan Paper Kolektif ini dengan tepat waktu. Adapun tema dari paper ini adalah “DEMOKRASI
DAN INTEGRASI REGIONAL UNI EROPA, STUDI KASUS : SEPARATISME ETNIS BASQUE SPANYOL DAN
EKSISTENSI UNI EROPA (2007-2013)”.

Pada kesempatan ini, Penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang
terlibat dalam proses penyusunan paper ini, sebagai salah satu penilaian dalam tugas klolektif pada mata
kuliah Dinamika HI Di Kawasan Eropa dan Ucapan terimakasih tak lupa kami haturkan kepada dosen
pengampu mata kuliah ini.

Penulis menyadari bahwa paper ini jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan maupun
pembahasan. Maka dari itu, keterbatasan waktu serta kemampuan yang Penulis miliki, tentunya kritik
dan saran yang membangun dengan senang hati Penulis harapkan, semoga makalah ini dapat berguna
bagi penulis dan khususnya bagi pihak yang lebih berkepentingan lainnya.

27 Mei 2023, Gowa

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................4
C. Tujuan..............................................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................5
A. Teritorial Etnis Bosque di Spanyol....................................................................................................5
B. Pembentukan ETA (Euskadia Ta Askatasuna) dan Konflik dengan Pemerintahan Spanyol...............6
C. Peran UE dalam Konflik Negara dan Sub Nasional...........................................................................7
D. Kebijakan UE dalam Konflik di Bosque Country...............................................................................8
E. Analisis Penulis................................................................................................................................9
BAB III........................................................................................................................................................11
PENUTUP...................................................................................................................................................11
KESIMPULAN.........................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Isu separatisme merupakan problematik yang kemudian dihadapi beberapa negara di dunia.
Adapun yang menjadi faktor pendorong dari peristiwa separatisme ialah kesenjangan ekonomi,
perbedaan budaya dan ideologi. Masalah separatisme dihadapi oleh negara-negara di Eropa pada saat
masa transisi menuju integrasi politik dan ekonomi. Ada beberapa kelompok separatis yang ada di Eropa,
yakni NAR (Italia), Brigade Merah (Jerman), GRAPO, Spanish Basque Battalion, ETA (Spanyol) dan IRA
(Irlandia Utara).
Pada 4 dekade terakhir, Spanyol kemudian menghadapi masalah separatisme di beberapa
wilayah kawasannya. Dimana, adanya tuntutan terkait otonomi dan kemerdekaan, sehingga
menimbulkan gerakan separatisme, yakni keinginan untuk memisahkan diri yang berbasis teritorial dan
etnisitas, khususnya di Basque Country. Pada 1979 negosiasi politik pada pemerintah kawasan Basque
menghasilkan regulasi otonomi, atau disebut dengan statuta guernika. Dimana, hal ini memberikan
kebebasan kepada regional Basque untuk mempunyai badan legislatif lokal, seperti mengontrol pajak,
tenaga kepolisian dan mengibarkan bendera Ukurinna.
Adapun tindakan separatisme dari Basque Country mulai bermunculan pada 1960, yakni
ditandai adanya gerakan separatis yang dibentuk, dalam hal ini, ETA (Euskadi Ta Askatasuna) pada 1958.
Dengan demikian, ETA mengkampanyekan ideologinya (ethonationalist) dengan cara teror agar bisa
mencapai tujuannya. Beberapa teror ETA pada 1960, sudah melibas 800 korban jiwa dari politisi,
penduduk sipil, pejabat pemerintah hingga jurnalis. Sebagai bukti, negara yang memiliki aksi serangan
teror terbanyak di Eropa Barat ialah Spanyol pada tahun 2000-2006 (mardansyah, 2014).
Jika dilihat pada konteks kawasan Uni Eropa, maka tentunya ini akan mempengaruhi stabilitas
keamanan dan integrasi regional Uni Eropa sendiri. Dengan demikian, Uni Eropa yang selalu
mengkampanyekan Demokrasi dan HAM tentunya akan sangat dibutuhkan eksistensinya sebagai
parlemen yang memiliki kewenangan dalam integritas kawasan Uni Eropa.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana kebijakan Uni Eropa untuk meredam konflik di kawasan Basque Country ?
C. Tujuan
Menggambarkan proses konflik di kawasan Basque Country dan menjelskan upaya yang
dilakukan Uni Eropa dalam meredam konflik Basque Country

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teritorial Etnis Bosque di Spanyol


Teritorial Bosque terletak di sepanjang Pegunungan Pyreness dan mengarah ke laut Cantrabia.
Wilayah ini mempunyai luas 20,664 km2 dan memiliki populasi manusia lebih dari 3 juta jiwa. Bosque
dibagi kedalam dua wilayah yaitu bagian Utara sebagai wilayah Iparralde termasuk wilayah Republik
Prancis meliputi 15% dari total luas teritorial Bosque, dan bagian selatan Bosque Country dan Naverra
dengan 85% bagian dari total wilayah Spanyol. Selain itu, terdapat 72% etnis Bosque yang menempati
wilayah Bosque Country, 9% di wilayah Ipparalde, dan sisanya 19% di Navarra.

Bosque yang memiliki nama lain Euska Herria, Pais Vasco atau Vasconia merupakan tanah air
etnis Bosque dari segi histori, identitas, bahasa dan budaya nasional. Dalam tulisan pengalaman Pliny,
wilayah Bosque dipegang oleh Duke of Vasconia pada awal abad pertengahan. Namun, setelah kelompok
muslim dan Franksih mengambil kuasa wiilayah Spanyol, wilayah Vesconia tersebut dialihkan ke kerajaan
Pamplona. Di Pamplona sendiri, suku etnis bermukim di negara Naverra dipegang oleh Ingo dari Dinasti
Aritza di tahun 824-862 M. Setelah itu dilanjutkan oleh Raja Sancho Garces dari dinasti Jumeno pada
tahun 905-925 M. Puncak kejayaan kerajaan Navarra mencapai hingga masa Sancho III pada tahun 1004-
1035 M dengan mengusai teritorial Bosque dan sebagian besa wilayah mayoritas Kristen di semenanjung
Iberia. Namun kemudian Kerajaan Navarra hanya menjadi kerajaan kecil dibawah kekuasaan castila-
spanyol setelah invasi Raja Ferdinand.

Teritorial etnis Bosque memperoleh hak istimewa khusus fueros di bawah kekuasaan Castila-
Spanyol yang dijadikan senjata oleh etnis Bosque untuk melawan sistem politik Spanyol karena bentuk
hak istimewa tersebut adalah etnis Bosque memiliki suara untuk menveto Undang-undang Spanyol,
berhak mempunyai lembaga yudikatif, legislatif dan eksekutif sendiri, serta terbebas dari sistem pajak
dan Dinas militer. Namun, Spanyol mulai mempertimbangkan untuk menghapus hak istimewa feuros
tersebut karena faktanya hak tersebut menjadi senjata makan tuan sendiri. Hal itu di mulai ketika etnis
Bosque mendukung rovolusi Prancis dan invasi Napoleon Bonaparte ke Spanyol pada tahun 1793 yang
memancing jalan menuju demokrasi (Zallo & Ayuso, 2009).
Pada dasarnya etnis Bosque meskipun dibawah sistem politik pemerintahan Spanyol dari yang
monarki menjadi Republik I dan II hingga menjadi pemerintahan yang diktator, tidak menjadikan
karakteristik etnis Bosque hilang, mereka berhasil mempertahankan karakteristik identitas mereka yaitu
kesadaran dalam memerintah sendiri (self-governance). Bentuk kesadaran itu dilihat dalam bersama-
sama menjaga keunikan budaya, bahasa, dan masa lalu politik yang etnis Bosque miliki (Akbar & Hilnatul,
2011).

Dalam perkembangannya saat ini, etnis Bosque menempati 3 entitas wilayah yang otonom
yaitu :

1. BAC (Bosque Autonomous Community) yang terdiri atas provinsi Bizkala dengan ibu kota di Bilbao,
provinsi Alava-Araba dengan ibu kota di kota Vitoria-Gastelz, dan Gipuzkoa yang ibu kotanya di Donastia-
san Sebastian.

2. Communidad Foral De Navarra atau he Autonomous Comunity of Navarre dengan ibu kotanya di
Pamplona-Iruna

3. Di Utara Bosque atau Franch Bosque Country terdapa Iparralde. Wilayah ini masuk dalam teritorial
Republik Prancis dan terdiri atas tiga provinisi yaitu Behenafarroa dengan ibu kota di Donibane Garazi,
Zuberoa dengan ibu kota di Maule, dan Lapurdi dengan ibu kota di Baiona (Mardiansyah, 2014).

B. Latar Belakang Terbentuknya ETA (Euskadia Ta Askatasuna) dan Konflik dengan Pemerintahan
Spanyol
Awal terbentuknya ETA disebabkan oleh keditaktoran Francisco Franco yang melakukan
diskriminasi kepada etnis Bosque. Francisco Franca bersama dengan partai pasisnya mengeluarkan
statement untuk menghapuskan keanekaragaman yang ada di Spanyol. Yang meliputi pelarangan
penggunaan bahasa kecuali bahasa Spanyol, mencabut seluruh hak-hak otonomi ekonomi dan politik di
semua wilayah. Hal tersebut, tentu saja bertolak belakang dengan identitas etnis Bosque. Bosque
sebagai suku bangsa memiliki prinsip yang kuat untuk mempertahankan identitasnya, tentu saja mereka
tidak ingin menghapus identitasnya yaitu bahasa Euskara. Karena adanya statement dari Francisco
Franco tersebut, menimbulkan etnis Bosque terus menerus melakukan pemberontakan dengan berbagai
cara seperti melakukan aksi teror yang mengganggu masyarakat umum, mereka tetap genjarkan aksi
tersebut demi identitas mereka yang tertindas.
a. Masa Diktator Jenderal Franco ( 1959-1975 )
Pada masa pemerintahan jendral Francisco Franco banyak melakukan transformasi
terhadap peraturan yang sudah ada seperti : (1) adanya pembatasan dalamm menggunakan
atribut dan bahasa daerah dan hanya diizinkan untuk menggunakan bahasa Spanyol sebagai
bahasa valid, (2) adanya larangan untuk mengibarkan bendera selain bendera Spanyol dan ibu
kota menjadi sentral dari kekuasaannya, serta (3) cendekiawan banyak yang di penjara dan
diintimidasi karena kepercayaan mereka terhadap politik dan budaya. Dalam menghadapi
keganasan kelompok separatis ETA pemerintah Spanyol memperbaiki beberapa kebijakan dalam
negaranya kebijakan itu diantaranya konstitusi mengenai jaminan otonomi bagi warga
negaranya, dan mengesahkan hukum mengenai pelarangan terhadap partai politik yang
memiliki kaitan dengan ETA. Sebagai negara yang terlibat dalam tujuan aksi teror, walaupun tidak
sesignifikan Spanyol, prancis juga digunakan sebagai tempat berlindung para kelompok separatis
karena letak geografisnya sehingga kedua negara melakukan kerjasama dalam bidang keamanan
untuk menyiasatinya yang pada akhirnya membawa gerakan ETA pada pernyataan genjatan
senjata permanen dan bersedia menghentikan segala bentuk kekerasan untuk bernegosiasi
langsung dengan pemerintah Spanyol.

b. Masa Demokrasi Parlementer ( 1975 – sekarang )


Pada masa menuju pemerintahan diktator ke sisetem demokrasi parlementer
menyebabkan perpecahan didalam internal ETA. Pada tahun 1974, ETA terbagi menjadi dua
organisasi ETA PM (Political Military) memilih berjuang melalui cara politis dan ETA Am (Military)
memilih bergerak dengan aksi teror dan kekerasan. Kendati demikian, keduanya tetap
menggunakan ideologi yang sama, akan tetapi cara yang mereka gunakan yang berbeda. Pada
saat usainya masa Franco dan perpecahan kelompok ETA, tetap saja ETA melancarkan teror dan
aksi penculikan terhadap politisi yang ada di Basque dan dicurigai sebagai pendukung Franco,
emmasuki 1977, ETA telah menewaskan sekitar 27 orang di Basque. Sampai pada 1978, ETA
mendirikan partai politik yang bernama bisa Herri Batasuna untuk mengakomodir aspirasi politik
dari anggotanya. Ditahun yang sama, ETA melakukan negosiasi politik dengan pemerintah
Spanyol saat itu dan bersedia melakukan gencatan senjata pertama kalinya, dengan syarat yang
diajukan yaitu penghapusan hukuman kepada seluruh tahanan ETA, memberikan izin kepada
semua partai politik di Basque dan mendampingi pendirian negara Basque, menarik semua
aparat kepolisian dan Guardian civil di wilayah Basque, menjamin kehidupan para kelas buruh
atau pekerja, didalam status terbaru, menambahkan pasal- pasal terkait jaminan hak- hak penuh
rakyat Bosque termasuk keinginan untuk merdeka (mardansyah, 2014).

C. Peran UE dalam Konflik Negara dan Sub Nasional


Uni Eropa sebagai institusi multinasional bermufakat dalam hal HAM, demokrasi dan
perdamaian, yang mana UE sangat berperan penting terhadap konflik sub nasional dalam skala global.
Dengan demikian, Uni Eropa yang memiliki peran Peace Mediation di beberapa konflik, justru menjadi
bukti bahwa lembaga multinasional ini sudah sangat memiliki andil besar dalam setiap konflik yang ada,
seperti di Mali, Serbia dan Kosovo. Sebelum Traktat Lisbon 2009 diberlakukan, Uni Eropa menggunakan
metode penanganan konflik Goteburg Proogramme for the Prevention of Violent Conflict, yakni dengan
memperkukuh kapasitas UE sebagai wadah dialog dan negosiasi. Dengan demikian, Uni Eropa dapat
bertindak secara langsung ataupun dengan menggunakan dukungan terhadap aktor lain dengan
mmemberikan proses persuasif diplomatik, menyiapkan dana secara resmi ataupun tidak dan memediasi
konflik dari akar-akarnya.
Pada saat telah diterapkannya Traktat Lisbon, Uni Eropa mempunyai sejumlah perangkat atau
institusi khusus yang masih sejalan dengan proses dialog dan medias. Dalam hal ini, CFSP (Common
Foreign and Security Policy) dan ESDP (European Security and Defense Policy). Kedua institusi tersebut
menyerahkan validitas kepada UE dalam mengeluarkan prosedur eksternal untuk merespon
penyimpangan hukum internasional, prinsip demokrasi dan HAM. Memasuki 10 Desember 2010,
lembaga CFSP/ESDP kemudian membentuk EEAS (European External Action Service). Atas perintah dari
Dewan UE yang bertujuan untuk upaya dalammencegah konflik, instrumen mediasi dan peacebuilding
(WhisnuMardiansyah, 2014).

D. Kebijakan UE dalam Konflik di Bosque Country


Bosque country merupakan salah satu wilayah dengan otonomi terbesar di Spanyol. Dalam
beberapa dekade terakhir, Basque country telah berusaha kembali untuk menstabilkan ekonominya ke
arah yang lebih lepas lagi, bahkan Basque country terus melakukan upaya untuk memisahkan diri dari
Spanyol. Tidak sampai disitu, Kompleksitas konflik di Basque kembali meningkat ketika kehadiran
kelompok separatis ETA. Beberapa jalan telah ditempuh oleh kedua belah pihak dalam menangani
masalah tersebut akan tetapi masih belum membuahkan hasil. Sementara itu UE dalam hal ini menarik
diri dan tidak ingin terlibat lebih dalam pada konflik internal di bosque. Meskipun demikian, UE tetap
berusaha meredam konflik internal tersebut dengan cara memberikan bantuan ekonomi dan finansial
melalui Struktural fund.

Ketimpangan ekonomi merupakan salah satu faktor penting dari munculnya separatisme yang
terjadi di Eropa. Gerakan separatisme yang muncul ini telah mengganggu stabilitas ekonomi dan proses
integrasi di Eropa. Dalam menangani kasus tersebut, Uni Eropa kemudian menerapkan program bantuan
dan dorongan ke berbagai wilayah regional maupun wilayah sub-nasional, hal ini dilakukan oleh Uni
Eropa sebagai upaya dalam menciptakan pembangunan ekonomi di wilayah tersebut. Dampak dari
program yang dilakukan oleh Uni Eropa ini kemudian membuat upaya wilayah regional maupun sub
nasional yang awalnya ingin memisahkan diri tidak lagi muncul, diebabkan kebutuhan ekonomi dan
pembangunan wilayah tersebut telah terpenuhi dengan baik.

Kebijakan regional yang dikeluarkan oleh Uni Eropa adalah Structural Fund. Program ini memiliki
tujuan di Basque country untuk memfasilitasi terbukanya lapangan kerja, riset dan pembangun termasuk
juga dalam peningkatan GDP. Program Structural Fund yang diterapkan oleh UE di Basque memiliki 2
poin utama.

1. ERDF (European Regional Development Fund) yang memiliki fungsi untuk membiayai investasi
pada bidang infrastruktur dan beberapa usaha kecil lainnya.
2. ESF (European Social Fund) yang berfungsi untuk mengurangi tingkat pengangguran, serta
meningkatkan skil ketenagakerjaan.

Selain dua program diatas, UE juga kemudian menerapkan program Cohesion Fund yang
termasuk kedalam salah satu kebijakan regional Eropa dibawah naungan Structural Fund. Program
cohesion fund ini juga berfungsi untuk mengstabilkan perekonomian regional dan sub-nasional di
negara-negara UE lainnya.
Upaya yang dilakukan oleh UE ini melalui bidang ekonomi dan sosial tidak berdampak langsung
terhadap eskalasi konflik yang terjadi di Basque. Namun, upaya yang telah dilakukan oleh UE ini telah
membuat banyak masyarakat Basque mengurangi dukungannya terhadap kelompok separatisme ETA
yang kemudian akan membuat kelompok tersebut kehilangan legitimasinya dan kepercayaan publik
Basque. UE memandang melalui program Structural Fund yang diterapkannya akan mengubah sudut
pandang masyarakat Basque bahwasanya bergabung dan berinteraksi langsung dengan UE merupakan
langkah yang tepat dalam pembangunan ekonomi basque yang lebih maju dibandingkan dengan upaya
untuk merdeka.
Pada periode ketiga program Structural Fund oleh UE merupakan periode paling efektif dalam
meredam konflik di Basque. Hal ini dapat dilihat ketika ETA yang semakin melemah pada saat itu serta
adanya komitmen yang dikeluarkan oleh ETA untuk mengakhiri segala bentuk kekerasan dan serangan
pada September 2010. Selain itu, ETA juga menyatakan gencatan senjata permanen yang dibuktikan oleh
komunitas internasional pada januari 2011. Selain dari menurunnya eskalasi konflik yang terjadi di
Basque, Structural Fund juga berdampak pada pendapatan perkapita Basque country (Mardiansyah,
Upaya Uni Eropa Dalam Meredam Konflik di Basque Country, Spanyol 2007-2013, 2014).

E. Analisis Penulis
Berdasarkan uraian di atas, Penulis melihat bahwa untuk sampai pada negara demokratis,
tentunya tidak mudah, dimana saat terjadi aksi teror yang dilakukan ETA (Euskadi Ta Askatasuna), yang
berada di Basque Country, Spanyol. Dapat dilihat bahwa keinginan mereka untuk memisahkan diri dari
Spanyol tidak terlepas dari rasa ketidaknyamanan yang mereka rasakan, dikarenakan adanya
pembatasan terhadap hak yang dimiliki oleh kelompok etnis ETA. Dengan demikian, jika dilihat dari segi
geografis, sudah pastinya Spanyol akan menolak tindakan separatis yang dilakukan oleh ETA, karena
wilayah tersebut termasuk penyumbang terbesar di Spanyol, atau secara sumber daya dapat dikatakan
mumpuni dan menopang perekenomian Spanyol. Maka dari itu, kepemimpinan yang diktator saat itu
justru memperlihatkan keegoisan dari Spanyol itu sendiri, tanpa melihat aspek sosiokultur yang ada di
Basque Country.
Pada saat setelah Spanyol menjadi negara Demokrasi tahun 1977 tidak juga menghentikan aksi
teror yang dilakukan ETA, dimana hal itu tak terlepas dari kondisi ekonomi Basque Country yang
menyebabkan mereka terus memberontak untuk mendapatkan keadilan secara regional dari pemerintah
Spanyol. Terlebih kelompok ETA mendapatkan dukungan dari luar, yakni jaringan internasional yang
dibentuk oleh ETA sendiri dengan menjalin hubungan dengan beberapa kelompok teroris di negara lain.
Selain itu, mereka juga mendapatkan bantuan dana dari masyarakat Basque Country sehingga mereka
bisa terus melakukan aksi terornya (Sari, 2019).
Dengan demikian, Uni Eropa sebagai lembaga yang sangat menjunjung tinggi HAM dan
demokrasi, sangat berperan penting dalam proses penyelesaian konflik tersebut. Terlebih setelah
bergabungnya Spanyol dalam Uni Eropa pada 1986, yang kemudian bukan hal mudah bagi UE untuk bisa
meredam konflik tersebut. Dikarenakan, jika berbicara terkait kedaualatan, maka UE akan sulit
mengeluarkan kebijakan, terlebih saat Spanyol menolak konflik ini dibahas di UE. Hal ini membuktikan
bahwa negara masih menjadi aktor yang terpenting dalam suatu kebijakan, meskipun UE sebagai
perlemen yang mengintegrasikan seluruh kawasan Uni Eropa, serta menjunjung tinggi HAM dan
demokrasi. Namun, hal itu masih terkendala oleh kedaulatan suatu negara, terlebih jika hal itu berkaitan
dengan kepentingan dari wilayah negara tersebut. Karena jika dilihat dari kepentingan regional, tentunya
UE tidak akan keberatan jika pada akhirnya Basque Country memisahkan diri dari Spanyol, dikarenakan
Baque Countery akann tetap menjadi bagian dari Uni Eropa, begitupun dengan Spanyol.
Akan tetapi, Penulis lebih melihat pada aspek humanisme nya, dimana UE sebagai lembaga yang
selalu menyuarakan HAM dan demokrasi, tentunya harus ada keselarasan antara regulasi dan praktik itu
sendiri. Dibuktikan pada saat UE terus melakukan upaya negosiasi dan dialog hingga pembentukan
CFSP/ESDP 2010, dan tidak terlepas dengan memberikan bantuan melalui kebijakan Structural Fund yang
pada akhirnya bisa meredam konflik tersebut.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Kesenjangan ekonomi menjadi salah satu faktor penting dari munculnya gerakan separatisme
yang terjadi di Eropa. Gerakan separatisme yang muncul ini telah mengganggu stabilitas ekonomi dan
proses integrasi di Eropa. Dalam menangani kasus tersebut, Uni Eropa kemudian menerapkan program
bantuan dan stimulus ke berbagai wilayah regional maupun wilayah sub-nasional, hal ini dilakukan oleh
Uni Eropa sebagai upaya dalam menciptakan pembangunan ekonomi di wilayah tersebut. Dampak dari
program yang dilakukan oleh Uni Eropa ini kemudian membuat upaya wilayah regional maupun sub-
nasional yang awalnya ingin memisahkan diri tidak lagi muncul, karna kebutuhan ekonomi dan
pembangunan wilayah tersebut telah terpenuhi.

Upaya yang dilakukan oleh UE ini melalui bidang ekonomi dan sosial tidak berdampak langsung
terhadap eskalasi konflik yang terjadi di Basque. Namun, upaya yang telah dilakukan oleh UE ini telah
membuat banyak masyarakat Basque mengurangi dukungannya terhadap kelompok separatisme ETA
yang kemudian akan membuat kelompok tersebut kehilangan legitimasinya dan kepercayaan publik
Basque. UE memandang melalui program Structural Fund yang diterapkannya akan mengubah sudut
pandang masyarakat Basque bahwasanya bergabung dan berinteraksi langsung dengan UE merupakan
langkah yang tepat dalam pembangunan ekonomi basque yang lebih maju dibandingkan dengan upaya
untuk merdeka.
Pada periode ketiga program Structural Fund oleh UE merupakan periode paling efektif dalam
meredam konflik di Basque. Hal ini dapat dilihat ketika ETA yang semakin melemah pada saat itu serta
adanya komitmen yang dikeluarkan oleh ETA untuk mengakhiri segala bentuk kekerasan dan serangan
pada September 2010. Selain itu, ETA juga menyatakan gencatan senjata permanen yang dibuktikan oleh
komunitas internasional pada januari 2011. Selain dari menurunnya eskalasi konflik yang terjadi di
Basque, Structural Fund juga berdampak pada pendapatan perkapita Basque country.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, & Hilnatul. (2011). Politik Identitas Perjuangan Mempertahankan Identitas Oleh Kelompok Etnis
Basque. Institusional Repository.

mardansyah, w. (2014). Upaya Uni Eropa Dalam Meredam Konflik Di Wilayah Basque Country, Spanyol
2007-2013. Skripsi, 22-35.

Mardiansyah, W. (2014). Upaya Uni Eropa Dalam Meredam Konflik di Basque Country, Spanyol 2007-
2013. Skripsi, 54-61.

Mardiansyah, W. (2014). Upaya Uni Eropa Dalam Meredam KOnflik Di Wilayah Basqque Country, Spanyol
2007-2013. Skripsi, 38-39.

Mardiansyah, W. (2014). Upaya Uni Eropa Dalam Meredam Konflik di Wilayah Basque Country, Spanyol
2007-2013. Skripsi, 18-22.

Sari, A. V. (2019). Internasionalisasi konflik internal kelompok separatisme euskadita askata (ETA) di
Spanyol. Joournal of international relations, Volume 5, Nomor 1, 913-921.

WhisnuMardiansyah. (2014). Upaya Uni Eropa dalam Meredam Konflik di Basque Country, Spanyol 2007-
2013. Skripsi, 38-39.

Zallo, R., & Ayuso, M. (2009). The Basque Country : Insight into Its Culture, History, Society . Catalog of
the Basque, 8.

You might also like