Pengaruh Proporsi Tapioka Dan Terigu Ter 8c1f2f77

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

PENGARUH PROPORSI TAPIOKA DAN TERIGU TERHADAP SIFAT

FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK KERUPUK BERSELEDRI

(Influence the proportion of tapioca and wheat flour on the physicochemical


properties and organoleptic celery crackers)

Theodora Dessryna Kusumaa, Thomas Indarto Putut Susenoa*, Sutarjo Surjoseputroa

a Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Indonesia

* Penulis korespondensi
Email: thomasindartoftp@gmail.com

ABSTRACT
Crackers is a popular food in Indonesia. Currently developing the cracker is a cracker without protein in
the addition of vegetable materials (vegetable crackers). The addition of celery in cracker can be used as
a diversification effort. Crackers are generally made from tapioca that affect the quality of crackers. A
good quality appearance is translusent and compact. Substitution of wheat flour is expecte d to improve
the quality of the resulting crackers. This research aims to study the influence of the proportion of tapioca
and wheat flour in celery crackers characterstics and to determine the proportion of tapioca and wheat
flour crackers that can produce good quality and acceptable in terms of sensory. The main materials used
in this study is tapioca, wheat flour, fresh celery, baking powder, and water. Research methods with
Random Design Group a single factor, namely the proportion of tapioca and wheat. Level of treatment
consist of eight levels, proportion wheat flour 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35% with three replications.
Proportion in the manufacture of tapioca and wheat flour crackers real influence on the water content,
volume expantion, bulk density after fried crackers, color, and hardness. Increasing of wheat flour make
water content, bulk density, redness, yellowness, and hardness increase too, but volume expantion and
lightness decrease. The use of tapioca and wheat flour in addition to the crackers do not give the real
effect on the bulk density crackers after drying. The selection of the best treatment based on the
weighting test, including volume expantion and organoleptic (appearance, crispness, flavor, and color),
the best treatment is proportion wheat flour 15%.

Keywords: Celery Crackers, Tapioca, Wheat Flour

ABSTRAK
Kerupuk merupakan makanan populer di Indonesia. Saat ini kerupuk yang berkembang adalah kerupuk
tidak berprotein dengan penambahan bahan nabati (kerupuk sayur). Penambahan seledri dalam kerupuk
dapat digunakan sebagai usaha diversifikasi pangan. Kerupuk umumnya terbuat dari tapioka yang
mempengaruhi kualitas kerupuk. Kualitas yang baik adalah kenampakan yang translusent dan terlihat
kompak. Substitusi tapioka dengan terigu diharapkan dapat meningkatkan kualitas kerupuk yang
dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh proporsi tapioka dan terigu terhadap
karakteristik kerupuk berseledri serta menentukan proporsi tapioka dan terigu yang dapat menghasilkan
kerupuk berseledri dengan kualitas baik dan dapat diterima dari segi sensoris. Bahan utama yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tapioka, terigu, seledri segar, baking powder, dan air. Metode
penelitian dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal, yaitu proporsi tapioka dan terigu.
Level perlakuan terdiri delapan taraf, yaitu proporsi terigu 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, dan 35% dari total
tepung dengan tiga kali ulangan. Proporsi tapioka dan terigu dalam pembuatan kerupuk berseledri
memberi pengaruh nyata terhadap kadar air, volume pengembangan, densitas kamba kerupuk setelah
digoreng, warna, dan daya patah, serta sifat sensoris. Semakin tinggi proporsi terigu maka kadar air,
densitas kamba, redness, yellowness, dan daya patah juga meningkat, sedangkan volume
Theodora Dessryna Kusuma et al., 2013.

pengembangan dan lightness menurun. Penggunaan terigu disamping tapioka tidak memberikan
pengaruh nyata densitas kamba kerupuk setelah pengeringan. Pemilihan perlakuan terbaik berdasarkan
uji pembobotan, meliputi volume pengembangan dan uji sensoris (kenampakan, kerenyahan, rasa, dan
warna), hasil perlakuan terbaik adalah proporsi terigu 15%.

Kata kunci: Kerupuk Berseledri, Tapioka, Terigu

PENDAHULUAN digoreng karena pengaruh suhu (Ridwan,


2007). Hal tersebut akan mempengaruhi
Kerupuk adalah makanan yang sangat tekstur kerupuk yang akan menentukan
populer di Indonesia. Awalnya kerupuk kualitas kerupuk. Kerupuk dengan bahan
diolah sebagai makanan pendamping nasi, utama tapioka akan menghasilkan kerupuk
namun karena diminati oleh sebagian besar yang sangat renyah dan kenampakan pori
masyarakat maka kerupuk sering dijadikan yang tidak rapat, sehingga kerupuk akan
sebagai makanan ringan atau snack. Jenis berasa lebih mudah hilang di dalam mulut
kerupuk dapat digolongkan atas dua jenis, karena rongga udara yang banyak dan hal
yaitu kerupuk berprotein dan kerupuk tidak itu kurang disukai oleh konsumen.
berprotein. Mulanya kerupuk dikonsumsi Kerupuk yang baik adalah kerupuk
oleh sebagian besar orang karena rasanya dengan kerenyahan yang tinggi namun
yang enak, selain itu beberapa jenis kerupuk memiliki kenampakan pori yang rapat,
berprotein biasanya ditambah dengan hasil seperti pada kerupuk udang atau kerupuk
laut (udang atau ikan) untuk meningkatkan ikan. Pada kerupuk udang atau kerupuk
nilai gizi kerupuk serta memanfaatkan bahan ikan, kenampakan pori yang rapat
pangan hewani yang mudah rusak. disebabkan kandungan protein dalam udang
Di Indonesia penggunaan seledri maupun ikan. Menurut Ridwan (2007),
masih jarang sekali dalam olahan pangan adanya protein pada kerupuk akan
selain sebagai pemberi cita rasa pada mempengaruhi volume pengembangan
masakan, meskipun diketahui bahwa seledri kerupuk yang semakin rendah sehingga
memiliki banyak khasiat bagi tubuh. Selain akan berpengaruh juga pada tekstur (daya
itu, hasil panen seledri di Indonesia cukup patah) kerupuk yang akan semakin keras.
tinggi sehingga dibutuhkan usaha untuk Penambahan Baking powder
memanfaatkannya dalam produk pangan. dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas
Seledri setelah dipanen biasanya hanya kerupuk berseledri yang dihasilkan. Baking
mampu bertahan sampai dua hari. Oleh powder akan membantu dalam
karena itu perlu dilakukan suatu usaha agar pengembangan kerupuk karena dihasilkannya
penggunaan seledri dalam pengolahan gas CO2 yang terperangkap dalam granula
pangan dapat ditingkatkan. Salah satu usaha pati, sehingga kerupuk juga menjadi lebih
tersebut adalah dengan diversifikasi pangan renyah. Bahan tambahan lain yang
olahan seledri. Alternatif produk yang dapat digunakan adalah gula, garam, dan bawang
dipilih untuk dapat mempopulerkan putih. Penambahan gula, garam, dan
pemanfaatan seledri adalah kerupuk. bawang putih bertujuan untuk memperbaiki
Kualitas kerupuk dipengaruhi dari cita rasa.
bahan utama yang digunakan. Kerupuk
biasanya terbuat dari tapioka atau sagu atau BAHAN DAN METODE
substitusi dari kedua jenis tepung tersebut.
Bahan
Tapioka memiliki kandungan utama pati,
Bahan digunakan untuk penelitian ini
yaitu amilosa dan amilopektin yang akan
adalah seledri yang dibeli pagi hari di Pasar
mengalami gelatinisasi dan menghasilkan
Keputran Surabaya, tapioka “Swan”, terigu
rongga-rongga udara pada kerupuk yang
“Segitiga Biru”, air minum dalam kemasan
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi
Journal of Food Technology and Nutrition
Vol 12 (1): 17-28, 2013.

“Club”, dan Baking powder double acting dalam ruang penyimpanan bahan semakin
“Davers”, Bawang putih, garam dapur kecil.
“Kapal”, gula pasir, minyak goreng “Kunci
Mas”, dan jewawut. Volume Pengembangan
Pengujian ini dilakukan pada kerupuk
Pembuatan Kerupuk Berseledri mentah dengan berat tertentu dan kerupuk
Bahan yang terlah disortasi dilakukan matang hasil penggorengan kerupuk mentah
pencampuran irisan seledri, tapioka, terigu, yang sebelumnya diukur. Perbandingan
bawang putih yang telah dihaluskan, dan volume kerupuk mentah dan kerupuk matang
Baking powder hingga terbentuk adonan. dalam persentase dihitung sebagai besar nilai
Gula dan garam dilarutkan dalam air yang persentase pengembangan.
dipanaskan hingga bersuhu ±95ºC,
kemudian dicampurkan pada adonan. Daya Patah
Adonan dibentuk menjadi silinder dengan Pengujian tekstur dilakukan untuk
diameter ±4 cm dan panjang ±21,5 cm mengetahui tingkat kekerasan kerupuk
dengan menggunakan plastik PE. matang dimana data pengukuran yang
Pengukusan gelondongan adonan diperoleh menunjukkan besarnya gaya yang
dilakukan di dalam dandang pada suhu dibutuhkan untuk mematahkan kerupuk
±100ºC selama 40 menit. Adonan kemudian matang per detik, dengan satuan N/s atau
dilakukan tempering pada suhu ruang, disebut dengan daya patah. Alat yang
kemudian didingikan pada pendingin ±10ºC digunakan adalah texture analyzer dengan
selama 18 jam. Gelondongan adonan ball probe seri SMS P/0,25 S.
tersebut diiris dengan ketebalan 2±0,2 mm.
risan kerupuk kemudian dikeringkan Warna
menggunakan alat pengering kabinet Pengujian warna ini dilakukan pada
(cabinet dryer) secara bertahap yaitu pada kerupuk wortel mentah (sebelum digoreng)
suhu 50ºC selama 1 jam, kemudian dan kerupuk wortel matang (setelah
dilanjutkan dengan pengeringan pada suhu digoreng), sehingga perbedaan warna
60ºC selama 2 jam untuk menghasilkan antara kerupuk sebelum dan sesudah
kerupuk berseledri. Kerupuk berseledri penggorengan juga dapat diketahui.
setelah pengeringan digoreng menggunakan
metode deep-frying. Penggorengan Organoleptik
dilakukan dengan media minyak goreng Uji organoleptik dilakukan untuk
(180ºC) selama ±8 detik. mengetahui tingkat kesukaan konsumen
terhadap kerenyahan, kenampakan, rasa,
Kadar Air dan warna kerupuk berseledri yang
Kadar air kerupuk wortel dilakukan dihasilkan. Jumlah panelis yang digunakan
menggunakan metode thermogravimetri. untuk uji ini adalah sebanyak 80 orang
Perhitungan kadar air menggunakan
perhitungan wet basis. Uji Pembotolan
Menurut DeGarmo et al. (1993),
Densitas Kamba pengujian pembobotan dilakukan dengan
Densitas kamba merupakan memberi bobot variabel pada masing-
perbandingan antara berat bahan dengan masing parameter dengan angka 0-1. Bobot
volume ruang yang ditempatinya dan yang diberikan sesuai dengan besarnya
dinyatakan dalam satuan g/mL (Agustina, pengaruh parameter tersebut terhadap
2008). Semakin besar densitas kamba produk. Semakin besar pengaruh parameter
maka semakin kecil ruang kosong tersebut terhadap kualitas produk, bobot
diantaranya sehingga udara yang ada yang diberikan juga semakin besar. Hal ini
Theodora Dessryna Kusuma et al., 2013.

dilakukan untuk memilih perlakuan terbaik jumlah komponen air yang terdapat dalam
yang memiliki nilai tertinggi. bahan pangan. Pengukuran kadar air
Nilai efektivitas = kerupuk berseledri dilakukan dengan
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑟𝑢𝑘 menggunakan metode termogravimetri yang
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑖𝑘 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑟𝑢𝑘 bertujuan untuk mengetahui kadar air
kerupuk berseledri mentah. Standar kadar
Analisis Statistik air untuk kerupuk adalah maksimal 12%
Rancangan percobaan yang berdasarkan SII 0272-1980. Pengukuran
digunakan adalah Rancangan Acak kadar air kerupuk berseledri setelah
Kelompok (RAK) faktor tunggal, yaitu pengeringan untuk semua perlakuan telah
proporsi tapioka dan terigu (T100W 0, T95W 5, memenuhi standar minimum kadar air
T90W 10, T85W 15, T80W 20, T75W 25, T70W 30, dan kerupuk. Analisa kadar air kerupuk
T65W 35) yang terdiri dari delapan perlakuan berseledri setelah pengeringan berkisar
dan diulang sebanyak tiga kali. data yang antara 10,35-10,97%. Peningkatan proporsi
diperoleh dilakukan analisa statistik terigu menyebabkan perbedaan kadar air
menggunakan uji ANAVA (Analisis Varian) yang signifikan pada Gambar 1.
pada = 5% untuk mengetahui adanya
pengaruh faktor tersebut. Apabila hasil uji
ANAVA menunjukkan adanya pengaruh
yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji
pembandingan berganda menggunakan uji
DMRT (Duncan’s Multiple Range Test)
dengan = 5%. Uji DMRT dilakukan untuk
melihat taraf perlakuan mana yang
memberikan perbedaan nyata.
Gambar 1. Histogram Kadar Air Kerupuk
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berseledri Setelah Pengeringan
Keterangan:
Kerupuk berseledri dibuat dengan
*) T = Tapioka; W = Terigu, Angka
bahan baku utama, yaitu tapioka, terigu, air,
menunjukkan proporsi (%)
dan baking powder. Penggunaan seledri
**) Huruf yang berbeda menunjukkan
sebagai bahan tambahan dalam pembuatan
kerupuk merupakan suatu usaha perbedaan nyata pada α = 5%
diversifikasi produk pangan. Selama ini
seledri masih jarang penggunaannya dalam Kerupuk saat dikeringkan, air bebas
olahan pangan selain sebagai pemberi cita yang terdapat dalam bahan serta air yang
rasa pada masakan. Penambahan seledri terikat melalui ikatan hidrogen antara
juga dapat meningkatkan kenampakan molekul air dan bahan sebagian akan
kerupuk menjadi lebih menarik. Kualitas diuapkan (Winarno, 1988). Kadar air
kerupuk yang baik ditunjukkan dengan kerupuk berseledri setelah pengeringan
kenampakan pori yang kompak dan berbeda disebabkan perbedaan jumlah
translusent. Kenampakan yang translusent matriks yang mampu mempertahankan air
diperoleh dari penggunaan tapioka dengan selama proses pengeringan. Kandungan
kandungan utamanya adalah pati. pati dalam tapioka akan menyerap air pada
Air merupakan komponen penting saat pencampuran adonan dan
dalam bahan pangan. Air menentukan pengukusan, kemudian akan mengalami
akseptabilitas, kesegaran, masa simpan, penguapan pada saat pengeringan. Kadar
dan sifat-sifat bahan tersebut, selain itu air air kerupuk berseledri juga dipengaruhi oleh
juga akan mempengaruhi kenampakan, proporsi terigu yang memiliki komponen
tekstur, serta citarasa makanan protein selain pati. Protein dalam terigu
(Sudarmadji, dkk., 1997). Kadar air adalah adalah gluten, air yang terikat dalam gluten
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi
Journal of Food Technology and Nutrition
Vol 12 (1): 17-28, 2013.

merupakan ikatan kua yang sulit untuk


diuapkan. Protein tersusun atas asam-asam
amino yang dihubungkan dengan ikatan
peptida. Asam-asam amino penyusun
protein memiliki muatan yang dapat
meningkatkan stabilitas protein globular dan
meningkatkan daya ikat air. Selain itu,
gugus N-H dan C-O pada ikatan peptida
dapat membentuk ikatan hidrogen yang
kuat dengan molekul air (Fox dan Condon,
1982). Kadar air kerupuk berseledri setelah Gambar 2. Pengembangan Volume
pengeringan menunjukkan peningkatan Kerupuk Berseledri
seiring dengan meningkatnya proporsi Keterangan:
terigu yang digunakan.Kadar air kerupuk *) T = Tapioka; W = Terigu, Angka
dengan proporsi terigu lebih tinggi menunjukkan proporsi (%)
dibanding kerupuk yang hanya terbuat dari **) Huruf yang berbeda menunjukkan
tapioka, hal ini diduga kadar air yang perbedaan nyata pada α = 5%
meningkat dipengaruhi oleh adanya protein
dalam terigu, sehingga jumlah air yang Kadar amilopektin yang tinggi pada
terikat juga semakin meningkat. tapioka menyebabkan volume
Kerupuk mengalami pengembangan pengembangan kerupuk meningkat, sebab
volume karena terbentuknya rongga-rongga amilopektin memiliki struktur bercabang
udara akibat suhu tinggi, sehingga densitas sehingga sulit untuk menyerap air tapi
kerupuk menjadi lebih rendah dan berpori. mampu menahan air keluar sehingga
Rongga-rongga udara tersebut terbentuk mempengaruhi proses gelatinisasi. Proses
karena adanya proses gelatinisasi pati yang pencampuran terjadi penyerapan air oleh
mulanya terisi air, kemudian pada saat pati yang menyebabkan terbentuknya
penggorengan dengan adanya peningkatan suspensi pati dalam air, selanjutnya pada
suhu menyebabkan air teruapkan dan saat pengukusan terjadi gelatinisasi pati
membentuk rongga. Menurut Ridwan dan terjadi pengembangan adonan. Proses
(2007), mekanisme pengembangan volume gelatinisasi yang tidak sempurna selama
terjadi diduga molekul-molekul amilosa dan pengukusan dapat menyebabkan daya
amilopektin yang terlepas dari granula pengembangan kerupuk saat digoreng
akibat proses gelatinisasi akan segera menjadi rendah. Air yang berada dalam
membentuk struktur jaringan tiga dimensi granula dan air bebas pada kerupuk akan
yang berada di luar granula, disebut gel. mengalami penguapan pada saat
Pengembangan kerupuk terjadi karena pengeringan, pada proses ini jumlah air
sebagian kandungan airdalam granula pati bebas akan teruapkan dan menurunkan
pada kerupuk akan menguap akibat suhu jumlah air bebas, sebab jumlah air dalam
tinggi dan mendesak struktur kerangka kerupuk akan menurunkan volume
pada kerupuk sehingga ukuran kerangka pengembangan kerupuk berseledri. Menurut
tersebut lebih besar (Moreira et al., 1999). Chinnaswamy and Hanna (1990) dalam
Pengembangan volume ini akan Noorakmar (2012), jumlah protein yang
berpengaruh terhadap kerenyahan kerupuk. tinggi akan menurunkan pengembangan
Volume pengembangan kerupuk berseledri yang disebabkan sifatnya yang
memberikan hasil 300-608,33%. viskoelastisitas dan memiliki kemampuan
Pengembangan volume kerupuk berseledri untuk membentuk ikatan silang. Kadar
dapat dilihat pada Gambar 2. protein yang tinggi pada terigu menyebabkan
terhambatnya proses gelatinisasi pati
Theodora Dessryna Kusuma et al., 2013.

karena terjadi kompetisi dalam berbeda, sebab saat pengeringan tidak


pemerangkapan air antara pati dan protein terjadi pengecilan granula tetapi granula
(Yu, 1991 dalam Huda, 2009). Semakin tetap pada ukuran yang sebelumnya, selain
tinggi kadar air kerupuk mentah, maka itu adanya terigu meningkatkan kepadatan
volume pengembangan kerupuk setelah kerupuk, namun kepadatan tersebut tidak
digoreng semakin rendah. Tipe air yang memberikan perbedaan nyata terhadap
berada dalam kerupuk akan mempengaruhi densitas kamba kerupuk setelah
volume pengembangan kerupuk berseledri. pengeringan.
Densitas kamba (bulk density) Densitas kamba kerupuk berseledri
merupakan salah satu karakter fisikbahan matang juga dipengaruhi oleh kadar air
pangan yang sering kali digunakan untuk kerupuk. Kerupuk dengan penambahan
merencanakan suatu gudang penyimpanan, proporsi terigu memiliki kadar air yang lebih
volume alat pengolahan, atau sarana tinggi dibanding kerupuk tanpa penambahan
transportasi, mengkonversikan harga dan terigu (T100W0). Densitas kamba akan
sebagainya (Prabowo, 2010). Densitas meningkat bila kadar air bahan tinggi yang
kamba dipengaruhi oleh jenis bahan, kadar akan menyebabkan berat bahan lebih besar
air, bentuk, dan ukuran bahan, sema kin dalam volume wadah yang sama (Prabowo,
kecil densitas kamba maka produk tersebut 2010). Menurut Noorakmar, et al. (2012),
semakin porous (Suliantari, 1988 dalam peningkatan jumlah protein dapat
Widowati, dkk, 2010). Hasil pengujian meningkatkan densitas kamba. Kandungan
densitas kamba kerupuk berseledri setelah terigu selain pati adalah gluten; pada
pengeringan berkisar antara 0,9060-0,9149 penelitian ini terigu yang digunakan
g/mL. Tabel 1. Menunjukan densitas kamba merupakan medium flour yang mengandung
kerupuk berseledri setelah pengeringan gluten 9-11%. Histogram Densitas Kamba
perlakuan rerata (g/mL) Kerupuk Berseledri setelah penggorengan
Tabel 1. Densitas Kamba Kerupuk akibat proporsi tapioka dan terigu dapat
Berseledri Setelah Pengeringan Perlakuan dilihat pada Gambar 3.
Rerata (g/mL)
Perlakuan Rerata (g/mL)
T100W 0 0,9060
T95W 5 0,9100
T90W 10 0,9110
T85W 15 0,9130
T80W 20 0,9136
T75W 25 0,9140
T70W 30 0,9140
T65W 35 0,9149
Peningkatan proporsi terigu yang
ditambahkan tidak menyebabkan Gambar 3. Histogram Densitas Kamba
perbedaan densitas kamba pada kerupuk Kerupuk Berseledri Setelah Penggorengan
berseledri setelah pengeringan. Densitas Keterangan:
kamba dipengaruhi dari bentuk dan ukuran *) T = Tapioka; W = Terigu
bahan, peningkatan proporsi terigu tidak Angka menunjukkan proporsi (%)
menunjukkan adanya perbedaan bentuk **) Huruf yang berbeda menunjukkan
dan ukuran kerupuk setelah pengeringan, perbedaan nyata pada α = 5%
sehingga dengan berat kerupuk yang sama
(±50 g) tidak menunjukkan perbedaan yang Densitas kamba juga berhubungan
nyata densitas kamba di setiap perlakuan. dengan volume pengembangan, semakin
Hal ini disebabkan air yang teruapkan besar volume pengembangannya akan
adalah air bebas dan sebagian air terikat menyebabkan densitas kamba yang
lemah. Penguapan air dalam kerupuk tidak semakin kecil. Volume pengembangan ini
menunjukkan ukuran kerupuk yang akan berpengaruh pada bentuk dan ukuran
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi
Journal of Food Technology and Nutrition
Vol 12 (1): 17-28, 2013.

kerupuk setelah digoreng. Kerupuk setelah menyebabkan gugus reaktif terbuka dan
digoreng dengan densitas kamba kecil akan terjadi pengikatan kembali antara gugus
memiliki volume pengembangan yang besar reaktif yang berdekatan, jumlah ikatannya
dan akan menunjukkan volume wadah yang dapat lebih banyak dan lebih kuat (Sumarna,
lebih besar juga, dapat dilihat pada kerupuk 2008). Daya patah kerupuk berseledri
berseledri setelah digoreng dengan setelah penggorengan dapat dilihat pada
perlakuan 100% tapioka menghasilkan Gambar 5.
rerata densitas kamba yang terkecil karena
volume pengembangannya terbesar. Bahan
dinyatakan kamba jika densitas kambanya
kecil, berarti untuk berat yang ringan
membutuhkan ruang yang besar (Widowati,
2010).
Pengukuran daya patah kerupuk
didasarkan pada besarnya gaya persatuan
waktu yang dibutuhkan untuk mematahkan
produk (Sumarna, 2008). Makin keras
produk maka besarnya gaya yang Gambar 5. Daya Patah Kerupuk Berseledri
dibutuhkan untuk mematahkan juga semakin Setelah Penggorengan
besar. Daya patah dengan nilai yang kecil Daya patah kerupuk juga dipengaruhi
menunjukkan bahwa kerupuk tersebut kadar air kerupuk berseledri sebelum
renyah, sebaliknya semakin besar nilai daya digoreng. Kerenyahan akan menurun
patah berarti kerupuk semakin keras. Nilai dengan meningkatnya daya patah, dan daya
daya patah yang diperoleh merupakan hasil patah akan akan meningkat seiring dengan
pengukuran tingkat kekerasan kerupuk kadar air yang meningkat (Sumarna, 2008).
dengan alat texture analyzer yang Semakin banyak rongga udara yang
menghasilkan grafik seperti pada Gambar 4. terbentuk maka puncak yang dihasilkan dari
grafik daya patah juga semakin banyak, hal
tersebut menunjukkan bahwa kerupuk
semakin renyah.
Warna kerupuk berseledri setelah
pengeringan dan penggorengan diuji dengan
menggunakan alat colour reader. Hasil yang
terbaca dari alat tersebut berupa angka yang
menunjukkan tingkat lightness (L), redness
(a), dan yellowness (b). Lightness
menunjukkan warna kerupuk dari kisaran
gelap hingga cerah. Nilai lightness untuk
Gambar 4. Grafik Daya Patah Kerupuk
kerupuk berseledri setelah pengeringan
Setelah Penggorengan Tingkat Substitusi
berkisara antara 36,95-45,30 dan setelah
Terigu 35%
penggorengan antara 47,00-55,15. Pengaruh
Hasil pengujian daya patah kerupuk
proporsi tapioka dan terigu terhadap lightness
berseledri setelah digoreng berkisar antara
kerupuk berseledri setelah pengeringan dan
6,1740-12,8053 N/s. daya patah suatu
penggorengan pada Gambar 6.
produk dapat ditentukan oleh kadar
proteinnya. Protein merupakan ikatan
peptida yang sangat panjang sehingga untuk
mematahkannya membutuhkan energi yang
cukup tinggi. Selain itu protein dapat
mengalami denaturasi yang akan
Theodora Dessryna Kusuma et al., 2013.

terhadap redness kerupuk berseledri


setelah pengeringan dan penggorengan
pada Gambar 7.

Gambar 6. Histogram Rerata Lightness


Kerupuk Berseledri Setelah Pengeringan
dan Penggorengan
Peningkatan proporsi terigu Gambar 7. Histogram Rerata Redness
menurunkan tingkat lightness kerupuk Kerupuk Berseledri SetelahPengeringan dan
berseledri. Komponen utama tapioka adalah Penggorengan
pati, sedangkan pada terigu komponen Semakin tinggi proporsi terigu yang
utamanya selain pati adalah protein. digunakan pada pembuatan kerupuk berseledri,
Penurunan tingkat lightness ini terjadi maka redness kerupuk akan semakin
karena adanya protein dalam terigu meningkat. Hal ini karena reaksi Maillard yang
menyebabkan terjadinya reaksi Maillard. terjadi selama proses penggorengan
Reaksi Maillard terjadi karena adanya menyebabkan kerupuk berwarna coklat.
gugus amino bebas dari protein berikatan Proporsi terigu yang meningkat diduga kadar
dengan gugus hidriksol dari gula reduksi protein dalam kerupuk juga meningkat
yang menyebabkan terbentuknya senyawa sehingga senyawa melanoidin yang terbentuk
melanoidin yang berwarna coklat (Winarno, semakin banyak. Sedangkan untuk kerupuk
1988). Lightness juga dipengaruhi oleh berseledri setelah pengeringan juga
kadar air kerupuk. Kadar air yang tinggi menunjukkan nilai redness yang meningkat,
akan menghasilkan kerupuk cenderung hal ini juga disebabkan terjadinya browning
lebih gelap dibanding kerupuk dengan akibat reaksi maillard pada saat pengukusan.
kadar air yang rendah, sebab cahaya akan Selain itu, diduga dalam terigu mengandung
diserap oleh warna gelap dan menghasilkan pigmen karotenoid yang berwarna merah
nilai lightness yang rendah. Penggunaan kekuningan, semakin tinggi proporsi terigu
terigu akan menurunkan tingkat porositas maka kadar karoteoid juga semakin besar
dari kerupuk dan meningkatkan kepadatan, sehingga dapat redness juga semakin tinggi.
sehingga lightness akan semakin menurun Hasil redness kerupuk berseledri setelah
seiring dengan peningkatan proporsi terigu. pengeringan lebih tinggi dibanding kerupuk
Porositas ini menyebabkan ketebalan berseledri setelah penggorengan. Perbedaan
matriks pati menurun sehingga sense ini disebabkan penggorengan dengan suhu
kerupuk menjadi lebih putih atau cerah tinggi (180°C) akan menyebabkan denaturasi
karena terdapat udara yang berpengaruh dan oksidasi protein yang terdapat dalam
terhadap refleksi dan penyebaran sinar. terigu yang akan mengakibatkan warna
Redness menunjukkan intensitas menjadi lebih gelap (Nurul, et al., 2009).
warna merah pada kerupuk. Hasil Yellowness menunjukkan intensitas
pembacaan berupa interval angka yang warna kuning pada kerupuk. Hasil pembacaan
berkisar dari nilai positif hingga negatif. Nilai berupa interval angka yang berkisar dari nilai
redness untuk kerupuk berseledri setelah positif hingga negatif. Nilai positif menunjukkan
pengeringan berkisara antara 11,25-17,00 warna kuning, sedangkan nilai negatif
dan setelah penggorengan antara 11,25- menunjukkan warna biru. Nilai yellowness
12,55. Pengaruh proporsi tapioka dan terigu untuk kerupuk berseledri setelah pengeringan
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi
Journal of Food Technology and Nutrition
Vol 12 (1): 17-28, 2013.

berkisara antara 13,55-19,80 dan setelah


penggorengan berkisar antara 18,75-23,90.
Pengaruh proporsi tapioka dan terigu
terhadap yellowness kerupuk berseledri
setelah pengeringan dan penggorengan pada
Gambar 8.

Gambar 9. Histogram Nilai Kesukaan


terhadap Kenampakan Kerupuk Berseledri
Setelah Penggorengan
Kerenyahan suatu makanan
tergantung pada kekompakan partikelpartikel
Gambar 8. Histogram Rerata Yellowness penyusun, ukuran, bentuk, kekukuhan, dan
Kerupuk Berseledri Setelah Pengeringan keseragaman partikel serta kemudahan
dan Penggorengan terpecahnya partikel-partikel penyusun bila
Proporsi terigu pada pembuatan produk dikunyah (Supartono, 2000 dalam
kerupuk berseledri yang semakin tinggi Suryani, 2007). Kerenyahan merupakan
menyebabkan yellowness yang meningkat. salah satu aspek penting dalam menentukan
Pengaruh peningkatan nilai yellowness sama mutu makanan ringan (snack). Hasil uji
dengan pengaruh nilai redness, yaitu adanya kesukaan terhadap kerenyahan kerupuk
reaksi Maillard dan juga adanya pigmen berseledri memberikan nilai berkisar antara
dalam terigu. Selain itu, peningkatan 5,2-6,0 yang secara deskriptif berkisar
yellowness terkait dengan warna visual antara netral dan agak suka. Pengaruh
kerupuk berseledri setelah pengeringan dan proporsi tapioka dan terigu terhadap
penggorengan yang berwarna kuning kesukaan kerenyahan kerupuk berseledri
kecoklatan. Kerupuk dengan nilai redness setelah penggorengan pada Gambar 10.
yang tinggi juga memiliki nilai yellowness
yang tinggi, sehingga dihasilkan warna visual
tersebut.
Penerimaan konsumen terhadap
kerupuk berseledri dengan proporsi tapioka
dan terigu ditentukan dengan melihat
kesukaan konsumen terhadap kenampakan,
kerenyahan, rasa, dan warna. Kesukaan
terhadap kenampakan kerupuk berseledri ini
dilihat dari kesukaan panelis terhadap
kerapatan dan keseragaman pori. Hasil uji
kesukaan terhadap kenampakan kerupuk Gambar 10. Histogram Nilai Kesukaan
berseledri memberikan nilai berkisar antara terhadap Kerenyahan Kerupuk Berseledri
4,6-5,9 yang secara deskriptif berkisar Setelah Penggorengan
antara agak tidak suka dan netral. Pengaruh Kerenyahan dipengaruhi oleh volume
proporsi tapioka dan terigu terhadap pengembangan, makin tinggi volume
kesukaan kenampakan kerupuk berseledri pengembangan maka nilai kesukaan
setelah penggorengan pada Gambar 9. terhadap kerenyahan juga semakin tinggi
(Sudarminto, 2000 dalam Suryani, 2007).
Theodora Dessryna Kusuma et al., 2013.

Rasa makanan dapat dikenali dan warna kerupuk berseledri memberikan nilai
dibedakan oleh kuncup-kuncup cecepan berkisar antara 4,3-6,5 yang secara
yang letaknya pada papila lidah (Yusmeiarti, deskriptif berkisar antara agak tidak suka
2008). Rasa dipengaruhi beberapa faktor dan agak suka. Pengaruh proporsi tapioka
antara lain senyawa kimia, suhu, dan terigu terhadap kesukaan kenampakan
konsentrasi, dan interaksi dengan komponen kerupuk berseledri setelah penggorengan
lain. Menurut Kumalaningsih (1986) pada Gambar 12.
dalamSuryani (2007), rasa suatu bahan
pangan dapat berasal dari bahan itu sendiri
dan bila mendapat perlakuan pengolahan
maka rasanya dapat dipengaruhi oleh bahan
yang ditambahkan, misalnya bumbu-bumbu
(flavouring agent). Hasil uji kesukaan
terhadap rasa kerupuk berseledri
memberikan nilai berkisar antara 5,3-6,2
yang secara deskriptif berkisar antara netral
dan agak suka. Pengaruh proporsi tapioka Gambar 12. Histogram Nilai Kesukaan
dan terigu terhadap kesukaan kenampakan terhadap Warna Kerupuk Berseledri Setelah
kerupuk berseledri setelah penggorengan Penggorengan
pada Gambar 11. Perlakuan terbaik ditentukan melalui uji
pembobotan berdasarkan pengujian volume
pengembangan dan sifat sensoris kerupuk
berseledri dengan proporsi tapioka dan
terigu. Uji pembobotan ini dilakukan dengan
teknik additive weighting, prinsipnya adalah
memberikan bobot yang sesuai dengan
kontribusi suatu parameter terhadap produk
yang dihasilkan (DeGarmo, dkk., 1993).
Hasil uji pembobotan terdapat pada Tabel 2.
Gambar 11. Histogram Nilai Kesukaan Tabel 2. Hasil Uji Pembobotan
Perlakuan Nilai
terhadap Rasa Kerupuk Berseledri Setelah
T100W 0 0,5243
Penggorengan T95W 5 0,7901
Penggunaan proporsi tapioka dan T90W 10 0,6281
terigu dapat mempengarui nilai kesukaan T85W 15 0,8079
terhadap rasa kerupuk berseledri. Adanya T80W 20 0,7513
penambahan terigu dapat meningkatkan nilai T75W 25 0,4461
T70W 30 0,2218
kesukaan rasa, hal ini disebabkan protein T65W 35 0,0667
menimbulkan rasa gurih sehingga dengan
semakin banyaknya proporsi terigu, maka KESIMPULAN
rasa gurih yang dihasilkan akan semakin
tinggi. Proporsi tapioka dan terigu
Warna merupakan salah satu faktor berpengaruh nyata terhadap kadar air,
yang menentukan mutu bahan makanan volume pengembangan, densitas kamba
sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan setelah digoreng, daya patah, dan warna,
secara visual. Suatu bahan yang dinilai serta sifat sensoris (kenampakan,
bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik, kerenyahan, rasa, dan warna) kerupuk
akan kurang disukai bila memiliki warna berseledri, namun tidak berpengaruh nyata
yang tidak menarik atau memberi kesan terhadap densitas kamba setelah
telah menyimpang dari warna yang pengeringan. Kerupuk berseledri dengan
seharusnya. Hasil uji kesukaan terhadap proporsi tapioka 85% dan terigu 15%
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi
Journal of Food Technology and Nutrition
Vol 12 (1): 17-28, 2013.

merupakan perlakuan terbaik karena Ridwan, R. 2007. Pengaruh Substitusi


memiliki nilai tertinggi, ditinjau dari Tepung Sagu dengan Tepung
parameter volume pengembangan dan sifat Tapioka dan Penambahan Ikan
sensoris (kenampakan, kerenyahan, rasa, Tenggiri (Scomberomorus
dan warna). commersoni) terhadap Kualitas
Kerupuk Getas, Penelitian, Balai Riset
dan Standarisasi Industri Padang,
DAFTAR PUSTAKA
Padang.
Agustina, F. 2008. Kajian Formulasi dan Sudarmadji, S., B. Haryono., dan Suhardi.
Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Instan. Tesis. Sekolah Pascasarjana Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:
IPB, Bogor. Liberty.
DeGarmo, E.P., W.G. Sullivan, dan J.A. Sumarna, D. 2008. Pengaruh Proporsi
Bontadelli. 1993. Engineering Beras Pecah Kulit, Kacang Tunggak,
Economy 9th edition. New York: dan Jagung terhadap Mutu Sereal
MacMillan Publishing Company. Mengembang (Puffed) yang
Fox, P.F. dan J.J. Condon (Ed). 1982. Food Dihasilkan. J. Tek. Pertanian., 4 (1),
Proteins. London: Applied Science 41-47.
Publishers. Suryani, D. A. L. 2001. Kualitas Kerupuk
Huda, B.I., dan Noryati. 2009. The Effect of Rambak Kulit Kambing Peranakan
Different Rations of Dory Fish to Etawah (PE) dan Peranakan Boer
Tapioca Flour on the Linear (PB) Ditinjau dari Kadar Air, Daya
Expansion, Oil Absorption, Colour, Kembang, Rasa, dan Kerenyahan.
and Hardness of Fish Crackers. Food Skripsi S-1, Fakultas Peternakan
Science and Technology in Industrial Universitas Brawijaya, Malang.
Development. Institute of Food Widowati, S., R. Nurjanah, dan W.
Research and Product Development. Amrinola. 2010. Proses Pembuatan
Malaysia: Sains University. dan Karakteristik Nasi Sorgum Instan.
Moreira, R.G., M. Elena Castell-Perez, dan Prosiding Pekan Serealian Nasional,
M. A. Barrufet. 1999. Deep-Fat Frying Bogor.
Fundamentals and Applications. USA: Winarno, F.G. 1988. Kimia Pangan dan
Aspen Publishers, Inc. Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.
Noorakmar, A.W., C.S. Cheow, A.R. Yusmeiarti. 2008. Pemanfaatan dan
Norizzah, A. Mohd Zahid, dan I. Pengolahan Daging Simawang
Ruzaina. 2012. Effect of Orange (Pangium edule Rienw) untuk
Sweet Potato (Ipomoea batatas) Flour Pembuatan Kerupuk. Buletin BIPD, 16
on the Physical Properties of Fried (3), 1-8.
Extruded Fish Crackers. International
Food Research J., 19 (2), 657-664.
Nurul, H., I. Boni, dan I. Noryati. 2009. The
Effect of Different Ratios of Dory Fish
to Tapioca, Oil Absorption, Colour and
Hardness of Fish Crackers. Int. Food
Research J., 16, 159-163.
Prabowo, B. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia
Tepung Millet Kuning dan Tepung
Millet Merah, Skripsi S-1, Fakultas
Pertanian UNS, Surakarta.

You might also like