Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 24

REFERAT

DEPRESI BERAT

Disusun Oleh:
Michelle Cannissa Hendrawan 2115010
Yohan Novanda Toya 2115012
Yuliani 2015068

Pembimbing:
dr. Andy Soemara, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT IMMANUEL
RUMAH SAKIT JIWA CISARUA
BANDUNG
2023
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Depresi merupakan gangguan mood yang menyebabkan perasaan sedih dan apati yang
persisten.

1.2 Kriteria Diagnosis

F32 Episode Depresif


Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat):
- Afek depresi
- Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang
nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya:
a. Konsentrasi dan perhatiannya berkurang;
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;
d. Pandangan masa depat yang suram dan pesimistis;
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
f. Tidur terganggu;
g. Nafsu makan berkurang.

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk menegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek
dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. Kategori diagnosis
episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk
episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan di
bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33,-).

F32.0 Episode Depresif Ringan

Pedoman Diagnostik
● Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut diatas;
● Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: (a) sampai dengan (g). Tidak boleh
ada gejala yang berat diantaranya.
● Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.
● Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.
Karakter kelima:
F32.00 = Tanpa gejala somatik
F32.01 = Dengan gejala somatik

F32.1 Episode Depresif Sedang


Pedoman diagnostik
● Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode
depresi ringan (F30.0);
● Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya;
● Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.
● Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan
● rumah tangga.
Karakter kelima:
F32.10 = Tanpa gejala somatik
F32.11 = Dengan gejala somatik

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik


Pedoman Diagnostik
● Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
● Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus
berintensitas berat.
● Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok,
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya
secara rinci.
● Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih
dapat dibenarkan.
● Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi
jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.
● Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik


Pedoman Diagnostik
● Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas;
● Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang
dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung
jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoron atau daging membusuk.
● Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
● Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi
dengan afek (mood-congruent).

F32.8 Episode Depresif Lainnya

F32.9 Episode Depresif YTT

1.2.2 F33 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG


Pedoman Diagnostik
● Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari:
○ Episode depresi ringan (F32.0)
○ Episode depresi sedang (F32.1)
○ Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3);
● Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya
lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.
● Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang
memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
● Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari
peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0)
segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh
tindakan pengobatan depresi).
● Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil pasien
mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk
keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan).
● Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh
peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial
untuk penegakkan diagnosis).
● Diagnosis Banding: Episode depresif singkat berulang (F38.1)

F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan


Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti:
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode sekarang
harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2
minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
Karakter kelima:
F33.00 = Tanpa gejala somatik
F33.01 = Dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang
Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti:
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode sekarang
harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang (F32.1); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2
minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
Karakter kelima:
F33.10 = Tanpa gejala somatik
F33.11 = Dengan gejala somatik

F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala Psikotik
Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti:
a. kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode sekarang
harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. sekurang-kurangnya 2 episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2
minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna

F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik
Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti :
a. kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) hams dipenuhi, dan episode sekarang
harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
b. sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2
minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi


Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti
a. kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah dipenuhi di masa lampau,
tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode depresif
dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain apapun dalam F30-F39; dan
b. sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2
minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna .

F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya

F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT


F34 GANGGUAN SUASANA PERASAAN (MOOD [AFEKTIF]) MENETAP

F34.1 Distimia

Pedoman Diagnostik
Ciri esensial ialah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah atau jarang
sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan depresif berulang ringan atau sedang
(F33.0 atau F33.1) Biasanya mulai pada usia dini dari mas a dew as a dan berlangsung sekurang
kurangnya beberapa tahun, kadang kadang untuk jangka waktu tidak terbatas. Jika onsetnya pada
usia lebih lanjut, gangguan ini seringkali merupakan kelanjutan suatu episode depresif tersendiri
(F32.) dan berhubungan dengan masa berkabung atau stres lain yang tampak jelas.
Diagnosis Banding:
- Gangguan campuran anxietas-depresi (F41.2)
- Reaksi depresi berkepanjangan (F43.21)
- Skizofrenia residual (F20.5)

1.3 Epidemiologi
Depresi merupakan gangguan yang sering ditemukan didunia, diperkirakan 3.8% dari
populasi mengalami depresi, kurang lebih 280 juta orang di dunia mengalami depresi. Depresi
menyebabkan 700,000 kematian karena bunuh diri setiap tahunnya. Bunuh diri merupakan
penyebab kematian ke empat paling sering pada rentang umur 15-29 tahun.

1.4 Etiologi dan Patogenesis


Terdapat beberapa teori tentang etiologi dari depresi:
1. Teori Monoamin
Teori klasik dari etiologi biologis depresi menimbulkan hipotesis bahwa depresi merupakan
kondisi yang disebabkan oleh defisiensi dari neurotransmitter monoamin dan mania merupakan
kondisi yang disebabkan oleh neurotransmitter monoamin berlebihan. Monoamin yang terlibat
merupakan Norepinephrine (NE), Dopamin (DA) dan Serotonin (5-HT). Gejala bergantung pada
neurotransmitter yang abnormal.
Pada depresi aktivitas dopamine berkurang, terdapat dua teori baru tentang dopamin dan
depresi: jalur dopamin mesolimbik mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor dopamin D1
hipoaktif pada depresi. Pada depresi aktivitas serotonin juga berkurang, serotonin bertanggung
jawab pada kontrol afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Pada beberapa penelitian ditemukan
jumlah serotonin pada celah sinaptik berkurang pada depresi.
2. Faktor Genetik
Genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood, tetapi jalur
penurunan sangat kompleks. Sulit mengabaikan efek psikososial dan faktor epigenetik yang
kemungkinan memiliki peran dalam menyebabkan perkembangan suatu gangguan mood.
3. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan yang membuat seseorang merasa tertekan dapat mencetuskan terjadinya
depresi. Terdapat teori yang mengatakan bahwa stress dapat menyebabkan perubahan sistem
neurotransmiter dan signal intraneuron.
1.5 Manifestasi Klinis
1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien gangguan mood harus diarahkan kepada beberapa tujuan.
1. Keselamatan pasien harus terjamin
2. Diagnosis pasien dan evaluasi harus lengkap
3. Rencana terapi bukan hanya untuk gejala tapi juga untuk kesehatan pasien di depannya.

1.6.1 Terapi Farmakologi


Antidepresan adalah obat-obat yang mampu memperbaiki suasana jiwa atau mood dengan
menghilangkan atau meringankan gejala keadaan murung, yang tidak disebabkan oleh kesulitan
sosial-ekonomi, obat-obatan atau penyakit.
1. Antidepresan Trisiklik (TCA)
Antidepresan Trisiklik (TCA) bekerja dengan menghambat reuptake serotonin dan
norepinefrin secara tidak selektif di dalam otak. Obat obat yang termasuk antidepresan trisiklik
antara lain amitriptilin, klomipramin, imipramin, desipramin, nortriptilin, maproptilin.
2. Selectif Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
Selektif Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) merupakan golongan obat yang secara spesifik
menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin di dalam otak Antidepresan yang termasuk
golongan SSRI antara lain fluoksetin, paroksetin, sertraline, fluvoksamin, citalopram,
escitalopram.
3. Antidepresan golongan Serotonin/Norepinefrin Reuptake Inhibitor (SNRI)
Antidepresan golongan Serotonin/Norepinefrin Reuptake Inhibitor (SNRI) misalnya
vanlafaksin, duloksetin, dan milnasipran bekerja dengan jalan mengeblok transporter monoamin
secara lebih selektif daripada antidepresan trisiklik, tidak menimbulkan efek konduksi jantung
sebagaimana yang tidak ditimbulkan oleh antidepresan trisiklik.
4. Antidepresan golongan aminoketon
Antidepresan golongan aminoketon tidak memiliki efek yang cukup besar dalam reuptake
norepinefrin dan serotonin. Satu-satunya antidepresan aminoketon yang dipasarkan adalah
bupropion, mempunyai mekanisme aksi obat yang unik. Bupropion tidak memiliki efek yang
cukup besar dalam reuptake norepinefrin dan serotonin.
5. Antidepresan triazolopiridin
Antidepresan triazolopiridin, contohnya trazodon dan nefazodon mempunyai aksi ganda
terhadap saraf-saraf serotonergik yaitu sebagai antagonis 5-HT2 dan sebagai penghambat
reuptake 5-HT, serta meningkatkan neurotransmisi 5-HT1A. Obat-obatan ini tidak mempunyai
afinitas terhadap reseptor histaminergik dan kolinergik. Trazodon digunakan sebagai
antidepresan yang dipakai untuk efek samping sekunder (misalnya, pusing dan sedasi) dan
peningkatan availabilitas alternatif yang lebih ditoleransi.
6. Antidepresan golongan tetrasiklik
Antidepresan golongan tetrasiklik contohnya mirtazapin dan maprotilin. Mirtazapin bekerja
sebagai antagonis pada autoreseptor dan heteroreseptor adrenergik L1 di presinaptik sehingga
pengeluaran norepinefrin dan serotonin di dalam otak dapat dipicu.
7. Mono Amine Oxidase Inhibitor (MAOI)
Mono Amine Oxidase Inhibitor (MAOI) merupakan suatu sistem enzim kompleks yang
terdistribusi luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin biogenic, seperti norepinefrin,
epinefrin, dopamine, serotonin (Kemenkes RI, 2007). Obat yang termasuk dalam antidepresan
MAOI adalah fenelzin, tranilsipromin, isokarboksazid, dan seleginin.
Terapi penggunaan antidepresan mempunyai beberapa prinsip prinsip umum yaitu,
antidepresan mempunyai efikasi yang setara jika diberikan dalam dosis yang sebanding, terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan antidepresan seperti sejarah respon pasien terhadap
pengobatan yang lalu, sejarah respon pengobatan pada keluarga, subtipe depresi, potensi
interaksi obat, variasi obat dan efek sampingnya dan biaya pengobatan, 65% sampai 70% pasien
dengan depresi mayor mengalami kemajuan dengan antidepresan, depresi melankolik berespon
baik terhadap antidepresan trisiklik (TCA), Selektif Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs), dan
ECT, respon terhadap Mono Amine Oxidase Inhibitors (MAOIs) lebih sering dijumpai pada
pasien dengan depresi atipikal, pasien yang mengalami kegagalan respon terhadap TCA, dapat
berespon baik dengan SSRI, individu dengan depresi psikotik biasanya diterapi dengan ECT atau
kombinasi terapi dengan antidepresan ditambah antipsikotik.
Ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan farmakoterapi antidepresan,
misalnya target simptom, kerja obat, farmakokinetik, cara pemberian, efek samping, interaksi
obat, sampai harga obat. Durasi rata-rata yang diperlukan untuk mengobati satu episode depresi
yaitu selama 6 bulan, itupun masih ada resiko untuk terjadinya
episode depresi lanjutan.

Terapi Fase Akut


Dimulai dari keputusan untuk terapi dan berakhir dengan remisi. Skala penentuan beratnya
depresi (HAM-D dan MADRS) dapat membantu menentukan beratnya penyakit dan perbaikan
gejala. Target pengobatan pada fase akut tercapainya respon atau remisi (lebih baik). Lama terapi
pada fase akut 2-6 minggu. Indikasi yang pasti untuk perawatan di rumah sakit adalah:
1. Prosedur diagnostik
2. Risiko bunuh diri atau pembunuhan
3. Kemunduran yang parah dalam kemampuan memenuhi kebutuhan makan dan
perlindungan
4. Cepatnya perburukan gejala
5. Hilangnya sistem dukungan yang biasa didapatnya

Kombinasi terapi psikososial dan farmakoterapi memberikan hasil yang baik. Untuk kasus
ringan terapi psikososial saja juga memberikan hasil yang baik.
Panduan memilih medikasi :
1. Riwayat respons pengobatan
2. Prediksi respons gejala terapi
3. Adanya gangguan psikiatri/medik lain
4. Keamanan
5. Potensi Efek Samping

Terapi Fase Lanjutan


Tujuan pengobatan pada fase ini adalah tercapainya remisi dan mencegah relaps. Remisi
yaitu bila HAM-D ≤ 7 atau MADRS ≤ 8, bertahan paling sedikit 3 minggu. Dosis obat sama
dengan fase akut.

Terapi Fase Rumatan


Tujuan untuk mencegah rekurensi.Hal yang perlu dipertimbangkan adalah risiko rekuren,
biaya dan keuntungan perpanjangan terapi. Pasien yang telah tiga kali atau lebih mengalami
episode depresi atau dua episode berat dipertimbangkan terapi pemeliharaan jangka panjang.
Antidepresan yang telah berhasil mencapai remisi dilanjutkan dengan dosis yang sama selama
masa pemeliharaan.
1.6.2 Terapi Non-Farmakologi
Psikoterapi membantu pasien mengatasi stresor kehidupan sehari-hari, jenis yang diberikan
bergantung pada kondisi pasien, contoh: psikoterapi suportif atau psikoterapi reedukatif, atau
psikoterapi rekonstruktif.

Terapi Psikososial:
● Individual Supportif
● Kelompok Pendukung
● Psikoterapi Keluarga
● Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
● ECT dengan Indikasi:
○ Menjadi depresi katatonik
○ Keinginan bunuh diri tinggi dan berulang
○ Refrakter (tidak adanya perbaikan/perbaikan berlangsung singkat walaupun telah
diberi obat dlm jangka waktu lama)

Macam-macam Terapi psikososial


a. Terapi Kognitif
b. Terapi Interpersonal
c. Terapi Perilaku
d. Terapi orientasi-psikoanalitik
e. Terapi Keluarga
BAB II
KASUS

2. Identitas
2.1 Identitas Pasien
● Nama : Diski Rusmana
● Nama Panggilan : Diski
● Usia : 19 tahun
● Jenis Kelamin : Laki - laki
● Alamat : Tasikmalaya
● Pekerjaan : Mahasiswa
● Suku Bangsa : Sunda
● Warga negara : Indonesia
● Agama : Islam
● Status Pernikahan : Belum Menikah
● Pendidikan terakhir : SMA

2.2 Identitas Penanggung Jawab Pasien

● Nama : Bpk. Toni


● Usia : 49 tahun
● Hubungan dengan pasien : Ayah Kandung
● Pekerjaan : Pegawai swasta
● Jenis Kelamin : Laki-laki
● Alamat : Tasikmalaya
● Suku Bangsa : Sunda

2.3 Heteroanamnesis

Heteroanamnesis dengan ayah kandung pasien


Keluhan utama : Self harm

Riwayat penyakit sekarang: Sejak 4 tahun SMRS Pasien sering melukai diri sendiri apabila ada
masalah, awalnya dilakukan sedikit demi sedikit dan jarang, namun sejak 2 bulan yang lalu
menjadi lebih sering dan menggunakan benda yang lebih tajam, merasa lebih lega dan bisa tidur
setelah menyakiti diri sendiri (self harm/tentamen suicidum). Pasien seringkali tiba-tiba
menangis tanpa ada alasan yang jelas (impulsif). Pasien menjadi sulit bersosialisasi dan
melakukan aktivitas sehari-hari. (hendaya sosial, mood anhedonia) Pasien juga pernah
beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri (tentamen suicide) 3 tahun yang lalu di sekolah
namun dihalangi oleh teman-teman pasien. Kondisi pasien dicetuskan oleh permasalahan dengan
teman-temannya. (faktor pencetus, masalah psikososial) Pada 4 tahun terakhir juga ayah
angkat pasien meninggal. (loss of loving object, faktor presipitasi).
Heteroanamnesis dengan kakak angkat

Keluhan utama : Self harm

Riwayat penyakit sekarang: Sejak 4 tahun SMRS Pasien sering melukai diri sendiri (self harm)
apabila ada masalah, awalnya saat pasien usia 4 tahun Ayah kandung pasien menikah kembali
dan saat pasien usia 6 tahun pasien tinggal dengan keluarga angkat atas alasan ekonomi. (Faktor
predisposisi) Kejadian pasien mulai melukai diri sendiri saat usia 15 tahun. Hal ini dicetuskan
ketika ayah angkat pasien meninggal (Faktor Pencetus), pasien begitu dekat hubungannya
dengan ayah angkat. Saat ketahuan, pasien melukai diri sendiri dilakukan sedikit demi sedikit
dan jarang, namun sejak 2 bulan yang lalu menjadi lebih sering dan menggunakan benda yang
lebih tajam, merasa lebih lega dan bisa tidur setelah menyakiti diri sendiri. Pasien seringkali
tiba-tiba menangis tanpa ada alasan yang jelas (impulsif). Pasien menjadi sulit bersosialisasi dan
melakukan aktivitas sehari-hari (anhedonia, hendaya sosial). Pasien juga pernah beberapa kali
melakukan percobaan bunuh diri (tentamen suicide) 3 tahun yang lalu di sekolah namun
dihalangi oleh teman-teman pasien. Kondisi pasien dicetuskan oleh permasalahan dengan
teman-temannya. (faktor pencetus psikosisal).

Riwayat penyakit dahulu:


● Melakukan percobaan bunuh diri (tentamen suicide)
● Tidak ada riwayat penggunaan NAPZA. (menyingkirkan kemungkinan
penyalahgunaan zat
● Tidak ada penyakit kencing manis, darah tinggi, dan kolesterol.

Riwayat pengobatan: Pernah berkonsultasi ke dokter jiwa di aplikasi dokter online 6 bulan yang
lalu (tilikan 6), diberi 1 jenis obat selama 1 minggu namun lupa namanya. Setelah
mengkonsumsi obat tersebut pasien merasa lebih tenang.

Riwayat keluarga:
● Anak ke-1 dari 2 bersaudara kandung, anak ke 3 dari 4 bersaudara angkat.
● Ibu kandung pasien meninggal saat pasien masih kecil. (riwayat loss of loving object
pada masa kanak-kanak)
● Pada awalnya pasien tinggal bersama ayah kandung dan adik kandungnya, kemudian
pasien tinggal bersama orangtua angkat dan 3 saudara tiri sejak berusia 6 tahun setelah
Ayah kandung pasien menikah, sedangkan Adik kandung pasien ikut bersama ayah
kandungnya.
● Ayah angkat pasien meninggal 4 tahun yang lalu, pasien lalu tinggal bersama ayah
kandung, ibu tiri, dan adik kandungnya. (Faktor presipitasi, loss of loving object)
● Tidak ada keluarga pasien yang pernah dirawat di RSJ karena gangguan jiwa
● Tidak ada yang menggunakan obat-obatan terlarang ataupun minum alkohol.

Riwayat kebiasaan : Pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan zat terlarang.

Riwayat hidup pasien :


● Riwayat prenatal dan perinatal (0-1 tahun)
Sewaktu hamil, ibu pasien dalam keadaan sehat, tidak merokok, tidak mengkonsumsi
alkohol. Pasien lahir normal ditolong oleh bidan, dan cukup bulan. Pasien mendapat ASI
sampai usia 1 tahun. Pasien merupakan anak yang diharapkan di keluarga
● Riwayat masa kanak-kanak (1-3 tahun)
Tidak ada kejadian atau peristiwa yang bermakna pada masa kanak - kanak pasien.
Pertumbuhan dan perkembangan baik, seperti anak sebayanya. Tidak terdapat masalah
perilaku kepribadian masa kecil.Tidak ada riwayat kejang.
● Riwayat masa kanak pertengahan (4-11 tahun)
Ibu kandung pasien meninggal ketika pasien berusia 4 tahun. Ayah kandung pasien
menikah kembali saat pasien 6 tahun lalu pasien tinggal dengan keluarga angkat atas
alasan ekonomi. Pasien masuk SD umur 6 tahun, prestasi tidak terlalu menonjol,
pertumbuhan dan perkembangan baik seperti anak sebayanya, selama sekolah tidak
pernah membuat masalah di sekolahnya. Pasien saat sekolah bisa bergaul dengan teman-
temannya. Tidak ada teman yang mengganggu pasien selama sekolah dan pasien dapat
mengikuti kegiatan sekolah dengan baik.
● Riwayat masa kanak akhir dan remaja (12-18 tahun)
Pasien melanjutkan sekolah hingga SMP dan SMA, prestasi biasa-biasa saja. Hubungan
sosial pasien bisa bergaul dengan teman-teman sebaya nya, pasien tidak memiliki
masalah dengan teman sebaya ataupun anggota keluarganya. Saat pasien berusia 15 tahun
ayah angkat pasien meninggal dan pasien mulai kembali tinggal bersama ayah
kandungnya. Pasien mulai melakukan percobaan bunuh diri dan melakukan self-harm.
● Riwayat masa dewasa sampai sekarang
Pasien lulus SMA dan ingin mendaftar ke universitas lain namun dilarang oleh ayah
kandungnya sehingga pasien masuk ke universitasnya yang sekarang mengambil jurusan
manajemen atas suruhan ayahnya. Ketika kuliah pasien merasakan lebih banyak kesulitan
dalam pelajaran maupun hubungan pertemanannya. Pasien merasa menjadi mudah stres
dan sensitif kepada orang lain sehingga terkadang menimbulkan konflik dengan
teman-temannya.

2.4. Autoanamnesis

D : Selamat pagi pak, kita cerita-cerita ya bersama saya dan teman-teman saya ini, dokter
muda dari maranatha Apakah bapak bersedia?
P : Bersedia
D : Namanya siapa?
P : Diski
D : Usianya berapa?
P : 19 Tahun
D : Masih sekolah atau udah bekerja?
P : sudah Kuliah Semester 3
D : Jurusan apa?
P : Management
D : Diski anak ke berapa dari berapa bersaudara?
P : kalau dari kandung 2 bersaudara, kalau tiri itu 4 bersaudara
D : jadi Diski punya adek atau kakak?
P : Adek kandung, tiri dan kakak kiri
D : Sekarang tinggal sama ibu kandung atau ayah kandung
P : sama ayah kandung
D : Berarti Ibunya?
P : Sudah meninggal sejak diski masih kecil (faktor risiko, riwayat stress psikosisal pada
masa anak- anak, loss of loving object)

D : Jadi diski tinggal bersama ibu sambung ya, Diski di usia berapa saat ibu meninggal
P : 4 tahun (faktor predisposisi, stress psikososial)
D : apa yang diski rasakan diasuh oleh ibu tiri?
P : sama seperti ibu kandung
D : diski ingat tidak saat dibawa kesini? Waktu itu apa yang diski rasakan?
P : ketakutan
D : takut sama apa?
P : sama yang ada di RSJ
D : saat diski dirumah sampai bisa dibawa kesini itu karena apa ya?
P : karena self harm
D : sejak kapan melakukan self harm?
P : dari kelas 10 (gejala minor depresi, perbuatan membahayakan diri→ tentamen
suicidum)
D : Kelas 1 SMA ya? Apa yang diski rasain saat itu sampai diski memutuskan untuk self
harm?
P : kalau lagi bingung
D : bingung itu masalah apa? Pendidikan? Di rumah?
P : campur aduk dokter
D : yang paling sering bikin diski merasa terpukul apa?
P : masalah bersama teman, pendidikan juga kadang (Faktor stress psikosisal)
D : contohnya bagaimana?
P : gimana ya, kadang masalah kecil jadi salah paham sama temen
D : berarti saat diski merasa terpukul, pelariannya ke self harm ya?, apa yang diski rasain
saat self harm?
P : Jadi lebih tenang
D : kalau belum dilakukan perasaannya bagaimana?
P : ada yang ganjal
D : jadi kalau melakukan perasaan lebih lega?
P : iya jadi bisa lebih tidur (obsesif kompulsif)
D : sebelumnya melakuinnya dengan apa?
P : pakai pisau tumpul (tentamen suicidum, gejala minor depresi)
D : tujuannya untuk mendapatkan kelegaan atau putus asa ingin mengakhiri hidup?
P : putus asa
D : jadi dari kelas 10 sudah ada keinginan mengakhiri hidup?
P : kalau kelas 10 kelasnya bertingkat, selalu mau coba loncat tapi dihalangin oleh teman
(tentamen suicidum)
D : pernah disampaikan ke orang tua?
P : gapernah
D : berarti teman tau tapi laporan kepada orang tua belum pernah ya?
P : cuma kemarin ketahuan, karena tiba-tiba nangis, (mood hipotimia) terus ditanya
kenapa, akhirnya dibawa ke rumah sakit selama 4 tahun belum pernah dibawa ke rumah sakit
(tilikan 6)
D : jadi sebelumnya pernah ke psikolog atau ke psikiater?
P : pernah cuma makai halodoc (tilikan 6)
D : dikasih obat apa?
P : tidak ingat, lupa dokter
D : obatnya dikasih untuk berapa hari?
P : buat semingguan
D : apa yang dirasakan setelah minum obat?
P : rasanya lebih tenang
D : kontrol lagi tidak saat obatnya habis?
P : saat itu stop kontrol terus karena habis obat, langsung dibawakan ke rumah sakit dikasih
obat 2 macam (riwayat putus obat)
D : ingat namanya?
P : gak ingat
D : setelah minum obat itu ada bedanya tidak?
P : lebih enak di rumah sakit
D : itu selama berapa bulan diski rutin kontrol?
P : setiap minggu sekali hari senin, baru 2 bulanan
D : orang tua udah tau Diski masuk rumah sakit?
P : udah dirujuk dari puskesmas
D : dari situ apa yang Diski rasain saat udah dapat pengobatan?
P : lebih tenang, terasa ada support dari keluarga (primary support)
D : saat awal diski berobat ke halodoc yang diski rasain apa?
P : cemas yang berlebihan,sering melukai diri(anxietas, tentamen suicidum)
D : mood swing gimana?
P : kayak saat lagi ketawa tiba-tiba menangis (impuslivitias)
D : tanpa penyebab apa-apa?
D : Pernah sampai ngalamin pengalaman spiritual / gaib?
P : mungkin, kemarin disini halusinasi
D : kyk gimana halusinasinya?
P : seperti dijemput orang tua, kadang lagi merasa megang hp (halusinasi visual,
halusinasi taktil)
D : ada halusinasi dalam bentuk suara? Misalnya yang menjelek-jelekan diski
P : engga, tapi ada yang ketawa (halusinasi auditorik)
D : ketawa mengejek diski?
P : tidak, ketawa saat ngobrol saja
D : ada cium bau yang menyengat banget tapi orang sekitar tidak ada yang cium? Atau
merasa di badan ada yang merayap
P : bau tidak ada, tapi yang merayap sering (halusinasi taktil)
D : tapi saat diski lihat tidak ada ya?, pernah merasakan sensasi lidah yang berbeda saat
makan tidak?
P : biasa aja
D : kalau diski sama teman kuliah, merasa mereka ngomongin diski tidak?
P : pernah
D : itu diski dengar langsung atau perasaan aja?
P : perasaan aja
D : bagaimana itu?
P : seperti lagi kumpul terus saat diski tidak bareng mereka, mereka pasti ngomongin diski
(waham curiga)
D : pernah ada perasaan curiga? Orang tidak sayang sama aku, semuanya pada jahat?
P : gaada
D : Pernah merasa saat diski lagi liat tv atau berita di youtube lagi ngebahas tentang diski?
P : ga pernah, kalau misalnya soal penyakit pernah kayak soal ansietas
D : tapi objeknya diski bukan?
P : bukan
D : berarti emang hanya membahas penyakit ya, kalau merasakan bahwa diski memperoleh
kekuatan dari luar, diksi tidak bisa ngontrol?
P : ga pernah
D : merasakan pikirannya diambil oleh kekuatan dari luar?
P : tidak pernah
D : atau ada pikiran orang lain yang dipaksakan masuk ke kepala diski?
P : tidak pernah
D : atau kalau misal diski lagi diem nih, kok merasa orang pada tau apa yang dipikirkan
oleh diski?
P : pernah
D : seperti apa?
P : ngelihat diskinya beda aja, terus mikir kalau mereka pasti tau apa yang diski pikirin
D : pernah terbukti?
P : perasaan saja (thought of broadcasting)
D : sepanjang 4 tahun ini mana yang lebih dirasain, gembira berlebihan sampai tidak bisa
mempertimbangkan ini bahaya dan nekat aja atau lebih banyak ke arah sedih putus asa?
P : rasa sedih putus asa (Gejala depresi)
D : kalau sekarang sejak diski dirawat masih ada perasaan putus asa seperti tidak ada
semangat hidup?
P : tidak ada, lumayan berkurang
D : jadi harapannya diski habis ini apa?
P : bisa bertemu lagi dan berkumpul sama keluarga dan diski menjadi lebih sehat baik fisik
dan mental
D : masih mau ngelanjutin kuliah?
P : masih
D : cita cita mau jadi apa?
P : belum kepikiran
D : saat ambil kuliah management itu kemauan diski sendiri apa gimana?
P : awalnya mau unpad tapi ga dibolehin, disuruh ke kampus jurusan sekarang jadi yaudah
dijalani saja
D : ada perasaan nyesal tidak?
P : tidak ada karena udah punya teman
d : cewek atau cowok?
P : dua-duanya
D : udah punya pacar belum?
P : belum punya
D : ohh belum, fokus kuliah dulu ya, sekarang kan diski ada riwayat self harm.. Kalau
misalnya diski merasa sedih atau putus asa atau ada masalah mungkin apa yang akan diski
lakuin?
P : kasih tau orang tua bagaimana perasaan diski
D : sudah mulai bisa problem solving ya, kalau misalnya ada dorongan lagi bagaimana?
Masih mau dilanjutin?
P : tidak, kan perasaan itu muncul terutama saat sedang sendiri ya.. Mungkin diski akan
pindah ke tempat yang lebih rame
P : misalnya di ruang keluarga lagi pada kumpul, jadi interaktif bersama keluarga
D : cerita ke orang lain ya, kalau dirumah sedang tidak ada siapa - siapa apa yang akan diski
lakuin?
P : mungkin cari ke teman
D : misal semuanya tidak bisa dilakuin, diski bisa coba benda2 yang berpotensi yg biasanya
diski pakai seperti penggaris, cutter yang tajam-tajam itu disingkirkan, jangan disimpan di kamar
ya. Jadi diski pakai kalau emang harus dipake ya setelah itu diski letakkan.. Terus kalau misalnya
kuat coba ambil es batu, pegang es batunya sampai tangannya dingin, jadi akhirnya
konsentrasinya akan teralihkan karena sudah terdistraksi pikirannya ya, itu mungkin bisa dicoba
atau diski bikin garis ditangan pakai spidol merah, cuma untuk dapat sensasi itu ya, tapi tidak
membuat luka ya
P : iya
D : alhamdulilah diski sudah banyak perbaikan ya tapi program pengobatannya masih kita
lanjutin ya sampai benar-benar tuntas, mudah mudahan tidak sampai 2 minggu diski bisa pulang
ya, berobat jalan dirumah, kuncinya harus rutin kontrol ya, ada yang mau diski tanyain?
P : kapan diski pulang atau dijemput?
D : kalau sudah waktunya pulang ya akan dipulangin ya, tapi kontrolnya harus rutin ya
nanti.. Karena diski harus dibantu dengan obat ya, ada lagi yang mau ditanyakan?
P : sudah cukup
D : terima kasih sudah mau berbagi pengalaman ya kepada dokter muda juga ya, ada pesan
mungkin untuk mahasiswa dokter muda?
P : semangat belajar dan kegiatannya dan cepat-cepat lulus ya

2.4 Status Fisikus

● Kesadaran : Compos mentis


● Bentuk tubuh : Kurus
● Kulit : Sawo matang
● BB/TB : Cukup
● Status Gizi : Baik
● Tanda Vital :
○ Tekanan darah : 122/76 mmHg
○ Respirasi : 18 x/menit
○ Nadi : 72x/menit
○ Suhu : 36.4°C
○ SpO2 : 99%
● Kepala : Bentuk dan ukuran normal
● Mata : Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-) , pupil bulat, isokor, 3 mm
● Hidung : Deviasi (-/-), sekret (-/-)
● Mulut : Mukosa basah
● Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar, trakea letak sentral
● Thorax :
Paru : VBS kanan=kiri, Rh (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ murni, S1=S2 reguler, murmur (-)
● Abdomen : Datar, BU (+) normal, nyeri tekan (-), soepel, hepar dan lien
tidak teraba membesar.
● Genitalia : Dalam batas normal
● Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, oedem -/- , kekuatan otot ke 4 ekstremitas
:5

2.5 Status Psikiatrikus

○ Pikiran
■ Bentuk : Realistik
■ Jalan : koheren (+)
■ Isi : waham curiga(+)
■ Organisasi : baik
○ Penilaian
■ Norma sosial : tidak terganggu
■ Uji daya nilai : tidak terganggu
■ Uji realitas : sedikit terganggu
○ Tilikan : derajat 6
○ Emosi
Mood : depresif
Afek : sesuai

○ Dekorum
■ sopan santun : baik
■ cara berpakaian : cukup
■ kebersihan : cukup
○ Kematangan jiwa : matur
○ Tingkah laku dan bicara
■ Tingkah laku : normoaktif
■ Bicara : relevan, pelan, volume dan intonasi agak rendah, artikulasi jelas

2.6 Usulan Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium: Hematologi rutin, Hitung Jenis Leukosit, Fungsi Hepar,
Fungsi Ginjal
2. Swab Antigen SARS-COV-2
3. Pemeriksaan Psikologis (PANSS-EC)
- Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan perilaku agresif / agitasi
- Skala penilaian:
- 1 (tidak ada) - 7 (sangat parah)
- Nilai >= 20 → agitasi akut
- Jika total 25 - 35 → indikasi untuk perawatan di RS.
1. The Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D)
2. Test psikologi MMPI

2.7 Diagnosis Multiaksial


● Aksis I
Sindroma Klinis : F32.3 Episode Depresif Berat dengan
Gejala Psikotik dan ide suicide
DD : F32.3 Episode Depresif Berat dengan
Gejala Psikotik dan ide suicide
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode
kini depresif berat dengan gejala psikotik
● Aksis II
Gangguan Kepribadian : F60.6 Gangguan kepribadian cemas
DD : F60.1 Gangguan kepribadian skizoid
Retardasi mental : tidak ada diagnosis
● Aksis III
Kondisi Medis Umum : tidak ada diagnosis
● Aksis IV
Masalah Psikososial : Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
● Aksis V
Penilaian Fungsi secara Global : GAF 11-20

2.8 Psikodinamika

● Pasien adalah seorang laki-laki usia 19 tahun , mahasiswa, belum menikah.


● Pasien merupakan anak sulung dari 2 bersaudara, ibu kandung meninggal saat pasien
berusia 4 tahun. Sempat tinggal bersama orang tua angkat sejak berusia 6 tahun saat ayah
kandung menikah lagi.
● Pasien saat kecil lahir normal ditolong oleh bidan, lahir cukup bulan, perkembangan
sesuai usia.
● Pasien mulai melakukan self-harm sejak 4 tahun yang lalu (usia 15 tahun) sejak ayah
angkat meninggal, sempat melakukan percobaan bunuh diri, sempat mencoba berobat ke
psikiater di aplikasi dokter online 1 tahun yang lalu. sejak 2 bulan yang lalu keinginan
self harm semakin tinggi, semakin sulit bersosialisasi dan melakukan aktivitas
sehari-hari, sering tiba-tiba menangis tanpa alasan yang jelas.
Akibat keluhan self-harm pasien dibawa ke RSJ pada bulan Februari 2023.
● Faktor presipitasi : ayah angkat pasien meninggal dan masalah pertemanan.

2.9 Status Fisikus


● Afek depresif
● Anhedonia
● impuslivitias
● Anenergi
● Insomnia
● Nafsu makan berkurang
● anxietas
● Gejala bertahan selama 2 bulan
● Tentamen suicidum
● Gejala psikotik
○ Halusinasi auditorik (+), halusinasi taktil (+)
○ Waham curiga (+)

2.10 Penatalaksanaan
Non Medikamentosa

- Psikoterapi :
- Dapat diberikan psikoterapi individual berupa psikoterapi suportif, client-centered
therapy, atau terapi perilaku.
- Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
- Memberikan kesempatan pada pasien untuk menceritakan keluhan dan isi hati
sehingga perasaan pasien menjadi lega
- Dukungan keluarga untuk memberi dukungan emosional
- Rujuk Sp.KJ
- Edukasi keluarga tentang penyakit, pengobatan pasien dan perjalanan penyakit pasien,
pentingnya support system pasien
Medikamentosa

- Antidepresan → SSRI (Serotonin Selective Reuptake Inhibitor): Sertraline 100 mg 1x1

- Antipsychotic atypical → Dopamine and Serotonin antagonist (5HT2A): Clozapine 100

mg: 1 x ½ malam
- Antiansietas → Benzodiazepine: Lorazepam 2 mg: 1 x 1 malam

2.11 Prognosis

- Quo ad vitam : dubia ad bonam


- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

2.12 Kesimpulan

Diagnosis multiaksial:

● Axis I : F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik dan ide suicide
● Axis II : F60.6 Gangguan cemas
● Axis III : tidak ada diagnosis
● Axis IV : Stressor psikososial → Masalah dengan teman temannya
● Axis V : GAF 11 - 20
● Penatalaksanaan: Psikofarmaka dan psikoterapi
Daftar Pustaka

1. American Psychiatric Association. (2013). DSM V (Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders V). Washington DC: American Psychiatric Association.
2. Harold I. Kaplan and Benjamin J. Sadock, Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th
ed,2009, Lippincott William & Wilkins, Philadelphia, USA
3. Stahl, S. M. (2014). Stahl's essential psychopharmacology: Prescriber's guide (5th ed.).
Cambridge University Press
4. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. 2014. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI
5. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 1. 2008. Penerbit Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
6. Maramis WF, Maramis A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-2. 2009. Airlangga
University Press.
7. KEMENKES RI NO HK.02.02/MENKES/73/2015 TENTANG Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Jiwa.
8. MLAGanti, Latha. First Aid for the Psychiatry Clerkship : a Student-to-Student Guide.
New York :McGraw-Hill, Medical Pub. Div., 2005.

You might also like