Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 25

Proposal Skripsi

ANALISIS KADAR ASAM LEMAK BEBAS PADA MINYAK GORENG


YANG DIGUNAKAN PEDAGANG GORENGAN DI WILAYAH
KELURAHAN SEMPER BARAT JAKARTA UTARA

Untuk melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Terapan


Kesehatan

Oleh:

MAULIDYA JULIANE

1804034064

PROGRAM STUDI D4 ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2022
Proposal Skripsi
ANALISIS KADAR ASAM LEMAK BEBAS PADA MINYAK GORENG
YANG DIGUNAKAN PEDAGANG GORENGAN DI WILAYAH
KELURAHAN SEMPER BARAT JAKARTA UTARA

Yang diajukan oleh:

Maulidya Juliane

1804034064

Telah disetujui:

Pembimbing I :

Dra. Fatimah Nisma, M.Si Tanggal: 29 Maret 2022

Pembimbing II :

Dr. Adia Putra Wirman, M.Si Tanggal: 6 April 2022

Mengetahui,
Ketua Program Studi

Dra. Fatimah Nisma, M.Si Tanggal: 29 Maret 2022

i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Permasalahan Penelitian..............................................................................3

C. Tujuan Penelitian..........................................................................................4

D. Manfaat Penelitian........................................................................................4

BAB II......................................................................................................................5

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5

A. Landasan Teori..............................................................................................5

B. Kerangka Berfikir.......................................................................................13

C. Hipotesis......................................................................................................14

BAB III..................................................................................................................15

METODOLOGI PENELITIAN.............................................................................15

A. Tempat dan Jadwal Penelitian.....................................................................15

B. Definisi Operasional...................................................................................15

C. Populasi dan Sampel Penelitian..................................................................16

D. Pola Penelitian.............................................................................................16

E. Alat dan Bahan Penelitian...........................................................................17

F. Prosedur Penelitian.....................................................................................17

G. Analisa Data................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minyak goreng merupakan bahan pangan dengan komposisi utama
trigliserida berasal dari bahan nabati kelapa sawit, dengan atau tanpa perubahan
kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses rafinasi atau
pemurnian yang digunakan untuk menggoreng. Syarat mutu minyak goreng ada
beberapa kriteria uji diantaranya uji kadar air dan bahan menguap, uji bilangan
peroksida, uji minyak pelikan, uji cemaran logam berat, uji cemaran arsen, dan uji
asam lemak bebas (Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2019).
Minyak goreng mengandung zat yang penting untuk menjaga kesehatan
tubuh manusia. Minyak goreng juga berperan memberi nilai kalori paling besar
diantara zat gizi lainnya. Sebagian kecil minyak goreng akan diserap oleh bahan
pangan yang digoreng sehingga memberikan rasa gurih, kenampakan bahan
makanan menjadi lebih menarik, serta tekstur permukaan yang kering (S. Aminah,
2010).
Pada penelitian Febriansyah tahun 2007 menerangkan bahwa kuantitas
minyak pada makanan yang digoreng mengalami peningkatan sejalan dengan
semakin lamanya proses penggorengan. Itu dikarenakan ketika proses
penggorengan, minyak goreng melewati bermacam reaksi kimia. Contohnya
reaksi hidrolisis dan oksidasi yang bisa menyebabkan terbentuknya asam lemak
bebas (Kumala, 2003).
Asam lemak bebas ialah kadar asam-asam lemak bebas yang terkandung
dalam lemak atau lemak yang telah terlepas dari trigliseridanya. Asam lemak
bebas ada dalam minyak karena hidrolisis minyak yang disebabkan oleh adanya
air dalam minyak atau karena saat pengolahan minyak dan penyimpanannya.
Kadar asam lemak bebas atau free fatty acid yang terdapat pada minyak
merupakan salah satu parameter penentu mutu minyak tersebut. Tingginya asam
lemak bebas pada minyak dibuktikan dengan nilai angka asam. Tingginya angka
asam menandakan bahwa asam lemak bebas pada minyak nabati juga tinggi
sehingga mutu minyak justru semakin rendah (F.G. Winarno, 2004).

1
Menurut Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 7709:2019 syarat
asam lemak bebas pada minyak goreng yaitu maksimal 0,3%. Minyak atau lemak
yang mengandung persentase asam lemak dengan kadar tinggi kurang baik untuk
kesehatan, karna bila untuk menggoreng (deep fried atau dipanaskan), disamping
akan mengalami pengumpalan juga akan membentuk asam lemak trans dan
radikal bebas yang bersifat toksik dan karsinogenik (Elis Irmawati, 2013).
Pada kehidupan masyarakat di perkotaan maupun di pedesaan, keunggulan
makanan jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta cita rasa yang enak dan
cocok dengan selera kebanyakan masyarakat (P. Cahanar dan I Suhanda, 2006).
Gorengan merupakan salah satu makanan jajanan yang ada di masyarakat.
Gorengan banyak disukai oleh sebagian besar masyarakat karena termasuk
makanan siap saji yang praktis. Dalam pengolahannya, jajanan gorengan
menggunakan minyak goreng sebagai medium untuk penggorengannya. Minyak
goreng berfungsi sebagai menambah rasa gurih, medium penghantar panas, kalori
dalam bahan pangan, dan menambah nilai gizi. Hal ini dapat meningkatkan
peminat gorengan (S. Ketaren, 2008).
Pada pedagang gorengan ataupun di tempat-tempat usaha makanan lainnya
yang menggunakan minyak dalam proses pengolahannya atau penggorengannya,
kebanyakan pemilik tersebut tidak menggunakan minyak yang baru, namun lebih
memilih minyak bekas pakai penggorengan sebelumnya untuk penggorengan
selanjutnya karena merasa lebih hemat biaya. Berdasarkan Badan Pusat Statistik
Kota Jakarta Utara tahun 2020 dengan jumlah penduduk sebanyak 440.247 jiwa,
penduduk di daerah Kecamatan Cilincing sebagian besar mempunyai mata
pencaharian sebagai pedagang. Salah satunya adalah pedagang gorengan.
Gorengan banyak digemari oleh masyarakat dari berbagai kalangan karena
rasanya yang enak, gurih, penyajiannya yang praktis, cepat saji, dan harganya
yang cukup murah. Namun di daerah tersebut mempunyai perekonomian atau
pendapatan yang cukup rendah, maka tidak jarang pedagang gorengan yang
menggunakan minyak berulang kali pakai dengan alasan untuk menghemat biaya.
Apalagi dengan situasi saat ini yang sedang mengalami kelangkaan minyak
goreng dan harganya yang cukup tinggi membuat masyarakat khususnya
pedagang gorengan berusaha putar otak untuk tetap bisa menggunakan minyak

2
goreng untuk berjualan. Akhirnya mau tidak mau para pedagang menggunakan
minyak goreng yang sama untuk beberapa kali penggorengan. Biasanya hal ini
mengakibatkan minyak goreng menjadi berwarna kecoklatan. Berdasarkan nilai
mutu, warna minyak yang seperti itu tidak baik dikonsumsi oleh tubuh karena
dapat mengandung senyawa yang tidak diinginkan, contohnya asam lemak bebas.
Asam lemak bebas dapat berbahaya bagi tubuh karena dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah atau penyakit jantung.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai penentuan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng yang
digunakan oleh pedagang gorengan di daerah sekitaran Kelurahan Semper Barat,
Jakarta Utara.

B. Permasalahan Penelitian
Umumnya masyarakat lebih memilih jajanan di luar rumah dibanding
membuatnya sendiri di rumah karena berbagai macam alasan. Salah satunya
adalah tidak ada waktu untuk membuatnya. Jajanan gorengan di pinggir jalan
biasanya banyak diminati karena tempat dan harganya yang sangat terjangkau.
Pengolahan jajanan pada pedagang gorengan pasti menggunakan minyak sebagai
proses penggorengannya. Namun seringkali ditemukan pedagang yang tampilan
minyaknya sudah berwarna kecoklatan. Minyak tersebut biasanya sudah
mengalami penggorengan yang berulang kali. Berdasarkan nilai mutu, warna
minyak yang seperti itu tidak baik dikonsumsi oleh tubuh karena dapat
menyebabkan masalah kesehatan jika mengonsumsinya secara terus-menerus.
Salah satu faktor yang berbahaya adalah adanya asam lemak bebas pada minyak
tersebut. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dalam penelitian ini ialah
menganalisis kadar asam lemak bebas pada minyak goreng yang digunakan
pedagang gorengan di wilayah Kelurahan Semper Barat, Jakarta Utara.

3
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui tinggi rendahnya kadar Asam Lemak Bebas (ALB) atau
Free Fatty Acids (FFA) yang terkandung di minyak goreng yang dipakai oleh
pedagang gorengan.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui tinggi rendahnya kadar Asam Lemak Bebas (ALB) atau
Free Fatty Acids (FFA) yang terkandung di minyak goreng yang dipakai
oleh pedagang gorengan di wilayah Kelurahan Semper Barat, Jakarta
Utara.
b. Menganalisis apakah minyak goreng yang digunakan pedagang gorengan
tersebut berbahaya atau tidak bagi kesehatan tubuh.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Manfaat Bagi Institusi
Sebagai penunjang pembelajaran dan bahan evaluasi kepada pedagang
dan konsumen untuk menambah pengawasan terhadap minyak yang
digunakan pada jajanan gorengan supaya terbebas dari berbagai macam
penyakit.
b. Manfaat Bagi Masyarakat
Sebagai media informasi terhadap pedagang gorengan dan kepada
konsumen mengenai layak atau tidak minyak goreng yang digunakan
terhadap kandungan ALB atau FFA di wilayah Kelurahan Semper Barat,
Jakarta Utara.
c. Manfaat Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan referensi pada penelitian berikutnya dalam menganalisis
kadar ALB atau FFA terhadap minyak goreng yang dipakai.
2. Manfaat Ilmiah
Untuk meningkatkan wawasan dan sumber bacaan mengenai kadar Asam
Lemak Bebas (ALB) atau Free Fatty Acids (FFA) pada minyak goreng
yang dipakai pedagang gorengan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pengertian Minyak Goreng
Dalam teknologi makanan, minyak dan lemak memiliki peranan yang
penting, dikarenakan lemak dan minyak mempunyai titik didih sekitar 200°C
(dikatakan tinggi). Maka dari itu dapat digunakan untuk mematangkan makanan
dengan cara menggoreng sehingga bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian
besar air yang dikandungnya dan menjadi kering (S. Sudarmadji, 2003).
Minyak goreng merupakan bahan pangan yang komposisi utamanya ialah
trigliserida yang berasal dari bahan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi,
salah satunya adalah pendinginan dan sudah melewati proses pemurnian atau
rafinasi yang dipakai untuk menggoreng (Badan Standarisasi Nasional Indonesia,
2019).
Minyak goreng merupakan minyak yang bersumber dari lemak nabati atau
hewani yang dimurnikan dan berwujud cair pada suhu ruangan atau kamar.
Biasanya dimanfaatkan untuk menggoreng bahan makanan. Lemak dan minyak
ialah campuran dari ester-ester asam lemak dengan gliserol yang akan membentuk
gliserida, ester-ester tersebut biasa disebut dengan trigliserida (S. Ketaren, 2005).
Minyak goreng berguna untuk medium pengantar panas, penambah nilai
kalori bahan pangan, dan penambah rasa gurih. Mutu minyak goreng ditetapkan
oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak hingga terbentuk akrolein yang
tidak diinginkan dan bisa memberikan rasa gatal pada tenggorokan (F.G.
Winarno, 2004).

2. Kandungan Minyak Goreng


Minyak dan lemak terdiri atas trigliserida campuran, yang merupakan ester
dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak tersebut ketika dihidrolisis
akan membentuk tiga molekul asam lemak rantai panjang dan satu molekul
gliserol. Kandungan karoten pada kelapa sawit mampu mencapai hingga 1000

5
ppm atau lebih, sedangkan kandungan tokoferol bermacam-macam dan
dipengaruhi oleh pengolahan selama produksi (S. Ketaren, 2008).

3. Jenis-Jenis Minyak Goreng


a) Minyak Kelapa
Didapatkan dari buah kelapa yang cukup tua. Yang mana dengan cara
kering, yaitu pengepresan kopra maupun dengan cara basah, yaitu ekstraksi dari
santan. Minyak kelapa pada umumnya terdiri atas 10% asam lemak tidak jenuh
dan 90% asam lemak jenuh.
b) Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati yang
bisa digunakan untuk menggoreng, yang diekstrak dari daging buah kelapa sawit
dikenal dengan CPO atau crudge palm oil. Dan juga inti kelapa sawit yang
dikenal dengan palm kernel oil.
c) Minyak Kedelai
Biji kedelai (Glycine Max L) yang diekstrak akan menghasilkan minyak
kedelai. Walaupun kedelai sudah ditanam di Indonesia sejak tahun 1750, namun
produksi minyak kedelai sebagai minyak goreng di Indonesia baru dilakukan
beberapa tahun yang lalu. Selain kegunaannya sebagai minyak goreng, minyak
kedelai juga banyak dimanfaatkan untuk margarin, shortening, dan juga
pengalengan ikan.
d) Minyak Jagung
Jagung atau Zea mays adalah tanaman pangan yang penting setelah padi
dan ditemukan hampir di seluruh kepulauan yang ada di Indonesia. Jagung selain
bermanfaat sebagai makanan pokok akan sumber karbohidrat, juga banyak
dimanfaatkan sebagai sumber minyak. Minyak jagung didapatkan dengan cara
mengekstrak bagian lembaga dengan sistem pres atau kombinasi sistem pres dan
pelarut (M. Astawan, 2004).

4. Sifat – Sifat Minyak Goreng


Menurut S. Ketaren (2008), sifat-sifat minyak goreng dibagi ke sifat fisik
dan sifat kimia, yakni :

6
a) Sifat fisik
1. Warna
Zat warna terdiri atas 2 golongan, golongan pertama ialah zat warna
alamiah, yakni secara alamiah terkandung dalam bahan yang mengandung minyak
dan ikut terekstrak dengan minyak saat proses ekstraksi. Zat warna itu diantaranya
ialah xantofil (berwarna kuning kecokelatan), α dan β karoten (berwarna kuning),
antosyanin (berwarna kemerahan), dan klorofil (berwarna kehijauan). Golongan
kedua ialah zat warna yang merupakan hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu
warna cokelat dikarenakan oleh bahan untuk membuat minyak yang sudah rusak
atau busuk, warna gelap dikarenakan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol
(vitamin E), warna kuning umumnya karena pada minyak tidak jenuh.
2. Sliping point
Dipakai sebagai pengenalan minyak dan juga pengaruh kehadiran
komponen-komponennya.
3. Kelarutan
Minyak tidak larut dalam air terkecuali castor oil atau minyak jarak dan
minyak sedikit larut dalam alkohol, etil, eter, karbon disulfide dan juga pelarut-
pelarut halogen lainnya.
4. Shot melting point
Temperatur ketika terjadi tetesan pertama dari lemak atau minyak.
5. Titik didih (Boiling point)
Titik didih atau boiling point akan semakin meningkat seiring bertambah
panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
b) Sifat Kimia
1. Hidrolisa
Pada reaksi ini minyak nantinya akan diubah menjadi asam lemak bebas
dan gliserol. Reaksi hidrolisa mampu mengakibatkan kerusakan lemak atau
minyak terjadi karena adanya sejumlah air pada minyak tersebut.
2. Oksidasi
Proses oksidasi bisa berlangsung jika terjadi kontak antara sejumlah
minyak dan oksigen. Minyak yang menyimpan asam lemak tak jenuh cenderung
mengalami autooksidasi. Molekul oksigen pada udara mampu bereaksi dengan

7
asam lemak sehingga dapat memutus ikatan ganda menjadi ikatan tunggal,
akibatnya menghasilkan bau tengik pada minyak.
3. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi ini bertujuan untuk membentuk ikatan rangkap dari
rantai karbon asam lemak pada minyak.
4. Esterifikasi
Proses esterifikasi ini bertujuan untuk mengganti asam-asam lemak dari
trigliserida dalam bentuk ester. Dengan memakai prinsip reaksi ini hidrokarbon
rantai pendek pada asam lemak yang menimbulkan bau tidak sedap dan bisa
diganti dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap.

5. Mutu Minyak Goreng


Syarat mutu minyak goreng sawit sesuai dengan SNI 7709-2019 dapat
dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Syarat Mutu Minyak Goreng Sawit
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
2 Warna Kuning sampai jingga
3 Kadar air dan bahan menguap Fraksi massa, % Maks 0,1
4 Asam lemak bebas Fraksi massa, % Maks 0,3
5 Bilangan peroksida mek O2/kg Maks 10, (1)
6 Vitamin A (total) (2) IU/g Min 45, (1)
7 Minyak pelican Negative
8 Cemaran logam berat
8.1 Kadmium (Cd) mg/kg Maks 0,10
8.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,10
8.3 Timah (Sn) mg/kg Maks 40/250, (3)
8.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks 0,05
9 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 0,10

8
CATATAN
1) pengujian dilakukan terhadap contoh yang diambil di pabrik
2) vitamin A (total) merupakan jumlah dari vitamin A dan pro vitamin A
(karoten) yang dihitung kesetaraannya dengan vitamin A
3) untuk produk dikemas dalam kaleng
Sumber : Badan Standar Nasional (SNI 7709-2019)

6. Penyebab Kerusakan Minyak


a. Penyerapan bau
Minyak mempunyai sifat mudah menyerap bau. Jika bahan pembungkus
kemasan mampu menyerap lemak, maka lemak yang tertutup ini bisa teroksidasi
oleh udara, akibatnya akan berbau dan rusak. Bau yang bersumber dari bagian
lemak yang rusak ini akan diserap oleh lemak yang ada pada bungkusan kemasan,
kemudian seluruh lemak akan rusak (F.G. Winarno, 2002).
b. Hidrolisis
Adanya air dalam lemak mampu terhidrolisa menjadi gliserol dan asam
lemak. Reaksi ini bisa dipercepat oleh asam, basa dan enzim-enzim. Proses
hidrolisa cukup mudah terjadi pada asam lemak rendah, contohnya pada minyak
kelapa sawit, mentega, dan minyak kelapa. Hidrolisa ini sangat menurunkan mutu
dari minyak goreng. Selama pengolahan dan penyimpanan lemak atau minyak
dapat membuat bertambahnya asam lemak bebas. Dan asam lemak bebas dapat
dihilangkan melalui proses pemurnian, bersamaan dengan menghilangkan bau
untuk dapat menghasilkan minyak yang lebih baik mutunya (F.G. Winarno,
2002).
c. Oksidasi dan Ketengikan
Kerusakan pada lemak dan minyak ialah timbulnya bau dan rasa tengik
yang disebut proses ketengikan. Hal tersebut diakibatkan oleh proses autooksidasi
radikal asam lemak tidak jenuh pada minyak. Autooksidasi diawali dengan
pembentukan faktor–faktor yang mampu mempercepat reaksi contohnya panas,
cahaya, hidroperoksida atau peroksida lemak, enzim–enzim lipoksidase, dan
logam-logam berat (F.G. Winarno, 2002).

9
7. Gorengan
Jajanan gorengan ialah makanan yang biasanya dijual oleh pedagang kaki
lima di pinggir jalan dan di tempat-tempat umum seperti keramaian, dengan cara
penyajiannya yang langsung dimakan atau disebut siap saji. Konsumen tidak perlu
melakukan pengolahan lebih lanjut. Mengonsumsi makanan jajanan yang tidak
sehat bisa menyebabkan penurunan status gizi dan dapat meningkatkan angka
kesakitan pada tubuh. Makanan jajanan biasanya dikenal dengan istilah “street
food” ialah jenis makanan yang dijual di pinggiran jalan, kaki lima, di stasiun,
tempat pemukiman, di pasar, dan di tempat yang sejenisnya.

Gambar 1. Macam-Macam Jajanan Gorengan


Pada proses pematangannya, jajanan gorengan diolah dengan minyak
goreng. Minyak goreng adalah salah satu bahan yang paling sering dipakai pada
industri rumah tangga. Di dalam proses menggoreng bahan mentah, biasanya
minyak dipakai lebih dari satu kali penggorengan atau pengulangan. Pemakaian
minyak goreng yang berulang kali umumnya disebut sebagai minyak jelantah.
Kualitas minyak jelantah lebih menurun daripada minyak goreng baru. Minyak
jelantah mengeluarkan kandungan polimer yang mampu terserap pada makanan
berbentuk asam lemak trans. Pada minyak jelantah terkandung zat radikal bebas,
contohnya epioksida dan peroksida yang karsinogen dan mutagen sehingga
berisiko bagi kesehatan manusia. Misalnya gangguan peroksida dalam minyak
bekas yang dapat mengakibatkan pemanasan suhu tinggi yang bisa mengganggu
kesehatan, dimana dapat berhubungan dengan metabolisme kolesterol (Michael,
2012).
Bahaya dan dampak yang bisa ditimbulkan pada penggunaan minyak
goreng bekas atau minyak jelantah sebaiknya harus dihindari walaupun sebagian
besar masyarakat atau pedagang makanan tetap ingin untuk memakainya.
Menggunakan minyak jelantah atau minyak yang berulang kali dipakai juga
mampu meningkatkan kandungan asam lemak trans akibatnya kandungan

10
kolestrol jahat atau low-density lipoprotein (LDL) didalam tubuh pun meningkat,
sedangkan kadar kolestrol baik atau high-density lipoprotein (HDL) akan
menurun. Saat lemak trans tersebut menumpuk dan membentuk plak pada dinding
bagian dalam arteri dan akhirnya hal tersebut dapat memicu terjadinya serangan
jantung, stroke, dan infeksi bakteri.
Penyakit tidak menular yang banyak diakibatkan oleh penggunaan minyak
jelantah atau minyak yang dipakai berulang kali, kebanyakan digunakan
masyarakat dari kalangan ekonomi lemah. Kelebihan lemak dalam tubuh akan
memicu obesitas. Dalam melakukan tindakan pencegahan yang lebih selektif lagi
dalam memilih minyak goreng, adapun ciri-ciri yang paling mudah dilihat ialah
minyak yang berbentuk lebih encer dan berwarna bening, akibatnya membuat
minyak yang menempel pada makanan lebih sedikit.

8. Perilaku Pedagang Terhadap Penggunaan Minyak Goreng


Menurut S. Notoatmodjo (2007), perilaku manusia ialah suatu aktivitas
dari manusia itu sendiri. Perilaku bisa juga diartikan sebagai aktivitas manusia
yang muncul karena adanya respons dan stimulasi serta dapat dilihat secara
langsung ataupun tidak langsung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menurut S. Notoatmodjo
(2007, p.16-17) antara lain:
a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud pada sikap,
pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai, keyakinan, dan sebagainya.
b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud pada lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya obat-
obatan, puskesmas, alat-alat steril dan sebagainya.
c. Faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud pada perilaku dan sikap
tenaga kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat. Karena masih cukup tingginya harga minyak goreng untuk
sebagian masyarakat dan kurangnya pengetahuan menjadikan masyarakat sering
kali memakai minyak goreng yang sudah digunakan hingga berulang kali.
Kebiasaan memakai minyak goreng bekas atau minyak jelantah di masyarakat ini
pun karena adanya pendapat jika makanan yang dicampur dengan minyak jelantah

11
lebih nikmat dan sedap, serta tingginya harga minyak goreng (Firina Amalia,
2010).

9. Asam Lemak Bebas / FFA (Free Fatty Acid)


FFA (Free Fatty Acid) adalah salah satu parameter penting dalam
menentukan kualitas atau mutu minyak goreng. Peningkatan FFA terjadi ketika
minyak goreng terhidrolisis maupun teroksidasi kemudian ikatan rangkap yang
ada dalam minyak goreng menjadi jenuh. Selama proses penggorengan atau
pematangan makanan terjadi perubahan fisikokimia, baik di makanan yang di
goreng maupun minyak yang digunakan sebagai media untuk menggoreng
(memanaskan). Jika suhu pemanasan lebih tinggi daripada suhu normal (168-
196°C), lalu akan terjadi percepatan proses oksidasi dan degradasi minyak goreng.
S. Ketaren (2010) berpendapat bahwa, kerusakan minyak disebabkan oleh proses
penggorengan menggunakan suhu tinggi (200-250°C). Kandungan asam lemak
bebas yang terkandung dalam minyak goreng bervariasi tergantung pada bahan
dasar atau bahan baku kelapa sawit dan proses pengolahan yang dipakai.
Menurut SNI (2019), kadar asam lemak bebas dalam minyak goreng sawit
maksimal adalah 0,3 %. Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya hidrolisa
minyak menjadi asam-asamnya. Asam lemak bebas ialah indikator kesegaran
suatu minyak goreng, walaupun bukan menjadi satu-satunya indikator kerusakan.

Gambar 2. Reaksi Hidrolisis


Minyak goreng dapat terhidrolisis yang disebabkan adanya air menjadi
gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam dan enzim.
Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng. Minyak yang telah

12
terhidrolisis menyebabkan bahan-bahan yang digoreng menjadi coklat dan lebih
banyak menyerap minyak (F.G. Winarno, 2004).

B. Kerangka Berfikir
1. Kerangka Teori

Minyak goreng yang


Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)
sedang dipakai

Uji Laboratorium

Tinggi Rendah

2. Kerangka Konsep

Variabel Dependen Minyak goreng yang


digunakan oleh pedagang
gorengan

Variabel Independen Kadar asam lemak bebas

C. Hipotesis
Ditemukan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) yang tinggi dalam minyak
goreng yang dipakai oleh pedagang gorengan di Kecamatan Cilincing, Jakarta
Utara.

13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Jadwal Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Lantai 3, Fakultas
Farmasi dan Sains, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Klender,
Jakarta Timur.
2. Jadwal Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2022.
Tabel 2. Rencana Jadwal Penelitian
No Uraian Kegiatan Bulan ke Bulan ke Bulan ke Bulan ke
I II III IV
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Telaah Pustaka X X X X X X X X X X X X X X X X
2. Konsultasi X X X X X X X X X X X X X X X X
3. Penyusunan Proposal X X X
4. Seminar Proposal X
5. Pelaksanaan Orientasi X X X
6. Pengumpulan Data X X X X X X
7. Pengolahan Data X X
8. Penulisan Skripsi X X X X X X X X X X X X X X X
9. Ujian X

B. Definisi Operasional
Tabel 3. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional

1. Kadar asam Persentase jumlah Titrasi Persen (%) Rasio


lemak asam lemak bebas alkalimetri
bebas yang terdapat dalam
minyak yang
dinetralkan oleh
KOH.

14
2. Minyak Bahan pangan Neraca Gram Rasio
goreng dengan komposisi Analitik
utama trigliserida
yang berasal dari
bahan nabati,
dengan atau tanpa
perubahan kimiawi,
yang digunakan
untuk menggoreng.

3. Pedagang Pedagang yang Minyak Berwarna Nominal


gorengan melakukan kegiatan goreng kuning
usaha menjual sedang jernih,
berbagai jenis dipakai Berwarna
makanan yang kecoklatan
dicelup adonan
tepung dan
kemudian di
goreng rendam
dalam minyak
goreng panas.
Contohnya pisang,
tempe, tahu.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah Pedagang Gorengan yang berada di
wilayah Kelurahan Semper Barat, Jakarta Utara.
2. Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak goreng yang
sedang dipakai oleh Pedagang Gorengan yang ada di sekitaran Kelurahan Semper
Barat, Jakarta Utara. Teknik pengambilan sampel ialah Purposive Sampling.
Menurut Sugiyono (2019), purposive sampling ialah teknik penentuan sampel
dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan itu ialah terdapat dalam kriteria
inklusi dan eksklusi. Perhitungan pengambilan sampel dengan menggunakan
Rumus Slovin :
n= N____
1 + N.(e)²

15
n= 41____
1 + 41.(5%)²
= 41_____
1 + 41.(0,005)²
= 41______
1 + (41.0,0025)
= 41_____
1 + 0,1025
= 41_____
1,1025
= 37,1882
= 37 sampel
Keterangan :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan (pada penelitian
ini 5%)

D. Pola Penelitian

Menentukan tempat dan lokasi pengambilan sampel

Menentukan subjek penelitian

Melakukan observasi dan wawancara

Pengambilan sampel minyak goreng yang dipakai pedagang


gorengan

16
Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas pada sampel

Pengolahan data

E. Alat dan Bahan Penelitian


1. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :
Alat titrasi (buret 10 mL, statif, klem), Erlenmeyer 250 mL, bola
penghisap, spatula, batang pengaduk atau magnetic stirrer, neraca analitik,
pipet tetes, pipet volume 10 mL, corong kaca 10 mL, beaker glass 250 mL,
hot plate, labu ukur 250 mL, labu ukur 50 mL, labu ukur 1000 mL, gelas ukur
50 mL, botol semprot, thermometer.
2. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
Sampel minyak goreng yang dipakai oleh pedagang gorengan, indikator
phenolphthalein (PP), kertas saring, KOH 0,1 N, etanol 95%, aquadest,
kalium hidrogen ftalat (KHP), pH meter atau indikator pH.

F. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Sampel
Sampel minyak goreng yang sedang pakai dibeli pada pedagang gorengan.
Kemudian sampel disaring dengan menggunakan kertas saring yang
diletakkan pada erlenmeyer.
2. Membuat larutan KOH 0,1 N
1. Volume stok yang akan dibuat ditentukan banyaknya (1000 mL).
2. Jumlah KOH dihitung menggunakan rumus :
N= gram zat terlarut x 1000___
BE volume stok
BE (Berat Ekuivalen) = BM_
a
BE KOH = 56,11_ = 56,11
1

17
Gram zat terlarut = N x BE x V_
1000
= 0,1 x 56,11 x 1000_ = 5,611 gram
1000
3. Sebanyak 5,611 gram padatan KOH ditimbang dengan saksama lalu
dimasukkan dalam beaker glass.
4. Aquadest sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam beaker glass dan
dilarutkan bersamaan dengan padatan KOH yang telah ditimbang tadi.
5. Campuran tersebut diaduk hingga padatan KOH cukup larut.
6. Jika sudah larut, campuran tersebut dimasukkan kedalam labu ukur
1000 mL lalu ditambahkan aquadest hingga tanda batas.
7. Larutan dihomogenkan dengan cara digojog.
3. Membuat indikator PP (Phenolphthalein) 1% (m/v)
1. Volume stok yang akan dibuat ditentukan banyaknya (50 mL).
2. Jumlah indikator PP dihitung menggunakan rumus :
= 1% x 50 mL
= 0,01 x 50 mL
= 0,5 gram
3. Sebanyak 0,5 gram PP ditimbang secara saksama.
4. Padatan PP tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL.
5. Etanol (isopropanol) 95% ditambahkan ke dalam labu ukur tadi hingga
tanda batas dan dilarutkan bersamaan dengan padatan indikator PP.
6. Larutan dihomogenkan dengan cara digojog.
4. Membuat larutan Kalium Hidrogen Ftalat (KHP)
1. Sebanyak 0,7 gram KHP ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer yang bersih.
2. Aquadest sebanyak 50 mL ditambahkan ke dalam erlenmeyer tersebut.
3. Dihomogenkan campuran tersebut dengan cara digojog secara perlahan
sampai sampel terlarut.
5. Standarisasi larutan KOH 0,1 N
1. Sebanyak 50 mL larutan KHP diambil terukur kemudian dimasukkan
ke dalam Erlenmeyer 250 mL.

18
2. Indikator PP diteteskan sebanyak 2-3 tetes ke dalam Erlenmeyer
tersebut.
3. Kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga titik akhir titrasi
(berwarna merah muda).
4. Konsentrasi KOH 0,1 N dihitung dengan rumus :
M = n_
v
= gr___
BM x V
= 5,611 gr___
56 gr/mol x 1 L
= 0,1001 gr/L
6. Analisis Kadar Asam Lemak Bebas
1. Sebanyak 28 gram sampel uji (W) ditimbang dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer.
2. Sampel dilarutkan dengan etanol hangat sebanyak 50 mL dan
ditambahkan 5 tetes indikator PP.
3. Kemudian larutan tersebut dititrasi dengan KOH 0,1 N (N) sampai
terbentuk warna merah muda. (warna merah muda bertahan selama 30
detik).
4. Pengadukan dilakukan dengan cara digoyangkan Erlenmeyer selama
titrasi.
5. Volume larutan KOH yang terpakai dicatat (V).
6. Perhitungan Asam Lemak Bebas
Asam Lemak Bebas = 25,6 x V x N
W
- Keterangan : N = Normalitas larutan KOH (N)
V = Volume KOH yang terpakai dalam titrasi (mL)
W = Bobot sampel uji (g)

19
G. Analisa Data
Data persentase kadar asam lemak bebas (%) yang diperoleh secara
keseluruhan yang kemudian diolah dengan metode analisis kuantitatif yaitu
analisis deskriptif. Dan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
dengan menggunakan SPSS.

20
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Firina. 2010. Perilaku Penggunaan Minyak Goreng dan Pengaruh


Terhadap Keikutsertaan Program Pengumpulan Minyak Jelantah di
Bogor. Volume 3

Aminah, S. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat


Organoleptik Tempe pada Pengulangan Gorengan. Jurnal Pangan dan
Gizi,Vol.01,No.01. Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang

Astawan, M. 2004. Tetap Sehat Dengan Produk Makanan Olahan. Surakarta:


Tiga Serangkai

Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Utara, Sensus Penduduk, 2020. Kecamatan
Cilincing dalam angka 2019

Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2019 SNI No 7709:2019. Minyak Goreng


Sawit. Badan Standarrisasi Nasional. Jakarta

Cahanar, P. & Suhanda, I. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat, Jakarta,


Kompas Media Utama

Febriansyah, Reza, 2007. Mempelajari pengaruh penggunaan berulang dan


Aplikasi adsorben terhadap kualitas minyak dan tingkat penyerapan
minyak pada kacang sulut. Fakultas teknologi pertanian Institut
pertanian bogor. Bogor

Irmawati, Elis. 2013. Skripsi : Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Pada
Minyak Goreng Yang Digunakan Oleh Pedagang Gorengan Diseputaran
Jalanmanek Roo Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
Meulaboh Aceh Barat

Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Edisi pertama Jakarta : Penerbit
UI-Press

21
Ketaren, S. 2010. Kebutuhan Gizi Ternak Unggas di Indonesia. Wartazoa.
20:172-180

Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:


Universitas Indonesia

Kumala, 2003. Peran Asam Lemak Tak Jenuh Jamak Dalam Respon Imun. Jurnal
Indonesia Media Assosiasi

Michael, 2012. Introducing Indonesian Junk Food Called “Gorengan”. Jakarta

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka


Cipta

Sudarmadji, S. 2003. Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi


UGM

Winarno, FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

22

You might also like