Professional Documents
Culture Documents
Tes Tes
Tes Tes
Tes Tes
ABSTRACT
The Diversity and potential carbon stock have been decreasing, especially in secondary forests; however, this
information is still very limited. The aims of this research were to obtain information on species diversity, carbon
content of some carbon pools and potency of carbon stock in some secondary forest slopes in Kotabaru, South
Kalimantan. This research was conducted by using vegetation analysis and carbon stock survey. The carbon
stocks were measure in five carbon pools as follows: understorey, necromass, soil, litter, and vegetation
(saplings, poles, and trees). In the carbon pool, vegetations were treated with non-destructive method, whereas in
other carbon pools vegetations were treated with destructive method. The results showed that in the poles and
trees stage, the highest diversity and density was found at between10%-20% slope, whereas in the sapling stage
the highest species diversity was found at area with > 40% slope. Three carbon pools hold difference carbon
content. Soil carbon pools has the lowest carbon content (1.69%). The litter and understorey carbon pool have
similar carbon content (>45%). The carbon stock in each carbon pools are litter (3.81 Mg/ha), necromass (0.32
Mg/ha,) Soil (22.09 Mg/ha), understorey (0.04 Mg/ha), and vegetation (68.29 Mg/ha).
ABSTRAK
Keragaman dan potensi simpanan karbon semakin menurun terutama pada hutan sekunder namun informasi
tersebut masih sangat terbatas. Keterbatasan informasi tersebut dapat diatasi dengan inventarisasi potensi
biodiversitas dan simpanan karbon pada kondisi biofisik yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah
mendapatkan gambaran keragaman jenis dan simpanan karbon di beberapa kelas lereng pada hutan sekunder
Kotabaru Kalimantan Selatan. Penelitian dilakukan dengan analisis vegetasi dan survei potensi simpanan
karbon. Potensi simpanan karbon dilakukan pada lima gudang karbon yakni tumbuhan bawah, nekromasa, tanah,
serasah dan vegetasi (pohon, tiang, pancang). Pada gudang karbon vegetasi dilakukan secara non-destruktif
sedangkan pada gudang karbon lain dilakukan secara destructive sampling. Hasil penelitian menunjukkan pada
tingkat tiang dan pohon, keragaman dan kerapatan jenis tertinggi pada kelas lereng 10%-20% sedangkan pada
tingkat pancang, keragaman jenis tertinggi pada kelas lereng > 40% dan kerapatan tertinggi pada kelas lereng
10%-20%. Berdasarkan kandungan karbonnya, ketiga gudang karbon mempunyai kandungan karbon berbeda-
beda. Gudang karbon tanah mempunyai kandungan karbon terendah sebesar 1,69% dari berat keringnya. Pada
gudang karbon serasah dan tumbuhan bawah mempunyai kandungan karbon yang hampir sama > 45%. Potensi
simpanan karbon pada masing-masing gudang karbon yakni : serasah sebesar 3,81 ton/ha, nekromasa sebesar
0,32 ton/ha, tanah sebesar 22,09 ton/ha, tumbuhan bawah sebesar 0,04 ton/ha dan vegetasi sebesar 68,29 ton/ha.
I. PENDAHULUAN
Hutan tropis mempunyai peran yang penting dalam menjaga siklus karbon global (Ngo et
al., 2013). Hutan di Indonesia termasuk ke dalam tipe hutan hujan tropis, dimana hutan hujan
tropis mempunyai keragaman vegetasi yang tinggi (Okimori et al., 1996) dengan potensi
serapan karbon yang besar (Ngo et al., 2013).
49
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 49-66
Komposisi jenis dan potensi simpanan karbon menurun dengan berubahnya hutan primer
menjadi hutan skunder. Kondisi ini terjadi pada pengelolaan hutan di Indonesia. Umumnya,
hutan produksi terletak dan dirancang di kawasan hutan primer, sehingga pada saat ini, hutan
tersebut menjadi hutan bekas tebangan. Tegakan tinggal setelah penebangan mempunyai
keragaman dan kerapatan jenis yang rendah pada semua tingkat permudaan (Krisnawati &
Wahjono, 2010). Menurut Fauzi et al., (2011) potensi simpanan karbon di hutan sekunder
(216,85 ton/ha) menurun lebih dari 30% terhadap hutan primernya (310 ton/ha). Kajian ini
dilakukan di Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh. Penurunan potensi ini juga terjadi pada
hutan sekunder di negara lain. Pada hutan sekunder umur 60 tahun (hutan bekas perladangan
dan areal penggembalaan yang mengalami regenerasi alami) di Singapura, potensi simpanan
karbon 19% lebih rendah dibandingkan potensi simpanan karbon di hutan primernya (Ngo et
al., 2013).
Perubahan potensi simpanan karbon dan biomassa dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni
komposisi jenis tumbuhan, sejarah kerusakan, tingkat suksesi, iklim, kesuburan tanah (Ngo et
al., 2013) dan teknik pemanenan yang sesuai (Sist & Ferreira, 2007) serta pemeliharaan
tegakan tinggal pasca penebangan (Krisnawati & Wahjono, 2010). Penggunaan teknik
pemanenan yang sesuai membantu pemulihan regenerasi alami suatu tegakan dan akhirnya
akan meningkatkan keragaman dan simpanan karbonnya. Perubahan keragaman jenis dan
potensi simpanan karbon juga dipengaruhi oleh intensitas gangguan (Tata & Pradjadinata,
2013; Dharmawan, 2013), tipe hutan dan tingkat kerusakan hutan seperti hutan primer dan
sekunder (Krisnawati et al., 2014) serta karakteristik tempat tumbuhnya seperti ketinggian
tempat (Zhang et al., 2013) termasuk perbedaan kelas lerengnya.
Sampai dengan saat ini, informasi terhadap perubahan keragaman dan simpanan karbon di
hutan sekunder pasca penebangan sangat terbatas. Sehubungan dengan hal tersebut di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran komposisi jenis, kandu ngan karbon
dari beberapa gudang karbon dan potensi simpanan karbon pada beberapa kelas lereng di
Kotabaru Kalimantan Selatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah
satu data pendukung dalam penyusunan baseline simpanan karbon pada hutan sekunder di
Kalimantan Selatan dan manajemen pengelolaan yang tepat untuk peningkatan keragaman
jenis dan simpanan karbonnya.
50
Keragaman Jenis dan Potensi Simpanan... (Muhammad Abdul Qirom, dkk.),
Tabel (Table) 1. Karakteristik tegakan dan tanah pada beberapa kelas kelerengan di areal bekas tebangan (The
stand and soil characteristic of some slope class at secondary forest)
51
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 49-66
B. Metode Penelitian
1. Penentuan Komposisi Jenis Tumbuhan
Komposisi jenis tumbuhan diketahui dengan analisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan
dengan membuat plot pengukuran seluas 1 ha. Pada plot pengukuran tersebut dibuat sub-plot
sesuai dengan tingkat permudaan. Pada tingkat pohon sub-plot berukuran 20 m x 20 m, tiang
berukuran 10 m x 10 m, pancang 5 m x 5 m dan semai 2 m x 2 m. Kriteria masing-masing
permudaan sebagai berikut: tingkat pohon dengan ukuran diameter > 20 cm; tingkat tiang
dengan ukuran diameter 10-20 cm; tingkat pancang dengan ukuran tinggi > 1,5 m dan
diameter < 10 cm dan tumbuhan bawah dan tingkat semai dengan tinggi < 1,5 m.
(Soerianegara & Indrawan, 1998) Bentuk plot pengukuran seperti pada Gambar 1. Plot-plot
pengamatan dibuat pada beberapa kelas lereng yakni kelas lereng 10-20%, 20-30%, 30-40%
dan > 40%. Jumlah plot pada masing-masing kelas lereng sebanyak enam plot.
Pohon (Trees)
Tumbuhan bawah
(Understorey)
Soil
Tiang(Poles) Tiang(Poles)
Tumbuhan bawah
(Understorey)
Pancang Pancang
(Saplings) Soil
(Saplings)
Semai Semai
(Seedling) (Seedling)
Gambar (Figure)1. Plot analisis vegetasi dan pengambilan simpanan karbon (Vegetation analysis and carbon
stock plot)
Parameter pengukuran meliputi: kerapatan dan keragaman jenis. Keragaman jenis ini
ditunjukkan oleh banyaknya jenis yang terdapat pada plot pengamatan. Perhitungan
kerapatan tersebut yakni :
................................................................................................ (1)
Pengukuran simpanan karbon ini dilakukan pada lima gudang karbon yakni vegetasi,
serasah, tumbuhan bawah, nekromasa dan tanah. Pengukuran simpanan karbon pada kelima
gudang karbon tersebut dilakukan pada plot-plot pengukuran. Ukuran plot pengukuran
tersebut yakni: pohon dengan ukuran 20 m x 20 m; nekromasa dengan ukuran 5 m x 20 m;
52
Keragaman Jenis dan Potensi Simpanan... (Muhammad Abdul Qirom, dkk.),
tanah dengan ukuran 20 cm x 20 cm; serasah dan tumbuhan bawah dengan ukuran 2 m x 2 m
(Zhang et al., 2012).
Pada gudang karbon pohon, pendugaan simpanan karbon secara tidak langsung yakni
mengukur kandungan biomasa pohon dengan menggunakan suatu persamaan alometrik
(Brown 1997; Wang 2006; Somogyi 2008; Navar 2009). Persamaan alometrik tersebut yakni :
Keterangan (Remarks): B: Biomassa (Biomass: kg); H: Tinggi pohon (Tree height: m); D:
3
Diameter (Diameter: cm);Berat jenis kayu (Specificgravity: kg/m )
Simpanan karbon serasah merupakan biomasa mati dengan ukuran lebih besar dari bahan
organik tanah (ukuran minimum 2 mm) (Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC), 2006) dan kayu mati dengan ukuran < 2,5 cm dengan tinggi < 1 meter (Zhang et al.,
2012) yang telah mengalami proses dekomposisi di permukaan atau menjadi mineral organik
tanah (Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), 2006). Tumbuhan bawah
didefinisikan sebagai semua tumbuhan bawah yang tidak termasuk pada simpanan karbon
jenis pohon sehingga ukuran tinggi < 1,5 m dan diameter < 2,4 cm (Zhang et al., 2012). Peng-
ukuran simpanan karbon serasah dan tumbuhan bawah dilakukan secara destruktif yakni
mengambil seluruh serasah dan tumbuhan pada plot pengukuran. Hasil pengambilan dilaku-
kan penimbangan untuk mendapatkan berat basah di lapangan. Penentuan berat kering dilaku-
kan dengan mengambil sebagian sampel serasah seberat kurang lebih 300 gram. Analisis
kadar air dan kandungan karbon dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Pertanian Lahan
Rawa Kalimantan Selatan. Penentuan berat kering (biomassa) dilakukan dengan membentuk
suatu hubungan antara kadar air dengan berat total sampel yang dirumuskan (Haygreen &
Bowyer ,1993) sebagai berikut :
53
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 49-66
; ..................................................... (4)
Keterangan (Remarks): BB: Berat basah total (Total fresh weight:kg); BKT: Berat kering total
(Total dry weight: kg); KAc: Kadar air sampel (Samples moisture
content: %); BBc : Berat basah contoh (Sample fresh weight: g); BKc:
Berat kering contoh (Sample dry weight: g)
.................................................... (5)
3
Keterangan (Remarks): BD: Bobot isi tanah (Bulk density: g cm ); W: Total berat kering
contoh tanah/tanah kering oven (Soil sample dry weight: g); V:
3
Volume ring sampel (Ring sample volume: cm ); W1: Berat basah total
tanah (Total soil fresh weight g); W2: Berat basah contoh tanah (Soil
sample fresh weight: g); W3 : Berat kering sub contoh tanah (Soil
sample dry weight of: e g); D: Diameter ring sampel (Ring sample
diameter : cm); H : Tinggi ring sampel (Ring sample height: cm)
........................................................................................................ (6)
Keterangan (Remarks): CT: Simpanan karbon tanah (Soils carbon stock: ton); A: Luas plot
(Plot area: m2); D: Kedalaman contoh tanah (Soil sample depth : cm)
-3
BD : Berat isi tanah (Bulk density: kg m ); C: Kandungan karbon
(Carbon content: Hasil analisis laboratorium (Laboratory result):
(%)
Potensi simpanan karbon total yakni penjumlahan antara simpanan karbon pohon;
nekromasa; serasah; tumbuhan bawah dan bahan organik tanah.
54
Keragaman Jenis dan Potensi Simpanan... (Muhammad Abdul Qirom, dkk.),
A. Keragaman Jenis
Pada tingkat tiang dan pohon, areal ini mempunyai keragaman jenis tumbuhan yang
berbeda-beda (Gambar 3). Berdasarkan kelas lerengnya, kelas lereng 10%-20% mempunyai
keragaman tertinggi baik tingkat pohon (Gambar 2.a) maupun tiang (Gambar 2.b).
Tingkat keragaman jenis pada tingkat pohon menunjukkan urutan keragaman sebagai
berikut: kelas lereng 10%-20% > kelas lereng 20%-30% > kelas lereng 30%-40% > kelas
lereng > 40%. Urutan tingkat keragaman pada tingkat pohon mempunyai urutan yang sama
dengan tingkat tiang (Gambar 2.a dan Gambar 2.b).
Gambar (Figure) 2. Jumlah jenis pada tingkat pohon (Number of species at tree stage) (a) dan (and) tiang (poles)
(b); Kerapatan jenis pada tingkat pohon (Species density of tree stage) (c) dan (and) tiang
(poles) (d) pada beberapa kelas lereng (at some slope classes)
Berdasarkan kerapatan tingkat pohon dan tiang, kelas lereng 10%-20% mempunyai
kerapatan tertinggi dibandingkan keragaman jenis pada kelas lereng lainnya (Gambar 2c. dan
Gambar 2.d). Urutan kerapatan pada beberapa kelas lereng mempunyai urutan yang sama
dengan urutan tingkat keragaman jenis pada tingkat tiang. Pada tingkat pohon, kelas lereng >
40% mempunyai kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan kelas lereng 20%-30% dan 30%-
40% (Gambar 2.c). Kondisi ini menunjukkan bahwa keragaman jenis tidak selalu diikuti oleh
kerapatan jenis yang tinggi.
55
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 49-66
Gambar (Figure) 3. (a) Keragaman jenis tingkas pancang pada beberapa kelas lereng (Saplings species diversity
at some slope classes); (b) kerapatan jenis tingkat pancang pada beberapa kelas lereng
(Saplings species density at some slope classes); (c) keragaman jenis di lokasi penelitian
pada beberapa tingkat permudaan (Species diversity of saplings, poles and trees); (d)
Kerapatan jenis di lokasi penelitian pada beberapa tingkat permudaan (Species density of
saplings, poles and trees)
Pada tingkat pancang, kelas lereng 10%-20% mempunyai keragaman jenis yang paling
rendah (Gambar 3.a).Namun demikian, kerapatan jenis pada kelas lereng 10%-20%
mempunyai kerapatan yang cukup tinggi. Berdasarkan kelas lerengnya, urutan kerapatan
jenis tersebut yakni kelas lereng (> 40%) > kelas lereng 10%-20% > kelas lereng 20%-30% >
kelas lereng 30%-40% (Gambar 3.b)
Secara keseluruhan, keragaman jenis tertinggi pada tingkat tiang yakni sebanyak 42 jenis
tumbuhan (Gambar 3.c) sedangkan keragaman jenis terendah pada tingkat pancang. Namun
demikian, tingkat pancang mempunyai kerapatan jenis tertinggi (Gambar 3.d). Pada lokasi
penelitian, kerapatan permudaan mengalami penurunan pada tingkat permudaan yang lebih
tinggi.
B. Simpanan Karbon
I. Kandungan Karbon Masing-Masing Gudang Karbon
Kandungan karbon ini digunakan untuk mengkonversi biomasa menjadi simpanan karbon
masing-masing gudang karbon. Kandungan karbon pada masing-masing gudang karbon
56
Keragaman Jenis dan Potensi Simpanan... (Muhammad Abdul Qirom, dkk.),
berbeda-beda. Kandungan karbon masing-masing gudang karbon yakni tanah < serasah <
tumbuhan bawah. Kandungan karbon tanah sangat kecil yakni rata-rata kurang dari 2% dari
biomasanya. Pada gudang karbon serasah, rata-rata kandungan karbon mencapai 44,8% dan
rata-rata kandungan karbon mencapai 49,4% untuk gudang karbon tumbuhan bawah
(Gambar 4).
Gambar (Figure) 4. Kandungan karbon pada tiga gudang karbon di beberapa kelas kelerengan (Carbon content
of three carbon pools at some slope classes)
Tabel (Table) 2. Hasil uji perbandingan kandungan karbon pada masing-masing gudang karbon (The difference
result of carbon content on each carbon pools)
10-20 - 0,993 0,275 0,638 - 0,863 0,572 0,789 - 0,959 0,967 0,697
20-30 0,993 - 0,443 0,639 0,863 - 0,806 0,346 0,959 - 0,971 0,648
30-40 0,275 0,443 - 0,538 0,572 0,806 - 0,437 0,967 0,971 - 0,678
> 40 0,638 0,639 0,538 - 0,789 0,346 0,437 - 0,697 0,648 0,678 -
Keterangan (Remarks): Uji perbandingan menggunakan uji-t dengan taraf nyata 5% ( t-Test with significance difference by
5%); nilai dalam tabel adalah nilai Probabilitas (the value of table is P-Value)
57
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 49-66
Tabel (Table) 3. Potensi simpanan karbon pada beberapa gudang karbon di berbagai kelas kelerengan (Potential
carbon stock of five carbon pools in some slope classes)
-1
Kelas lereng Potensi simpanan karbon (Potential carbon stock) (Mg.ha )
(Slope class) Serasah T. bawah Nekromasa Pohon
Tanah (Soils) Total
(%) (Litter) (Understorey) (Nekromass) (Tree)
10-20 4,667 0,26 21,16 0,037 76,39 102,51
(1,343) (0,20) 6,90 (0,019) (40,72) 39,48
20-30 3,012 0,38 27,55 0,037 69,03 100
(1,019) (0,19) 11,01 (0,010) (44,20) 46,48
30-40 3,955 0,21 19,29 0,057 52,74 76,25
(1,953) (0,07) 6,00 (0,046) (35,74) 36,10
> 40 3,541 0,44 16,54 0,059 70,06 90,64
(1,564) (0,19) 8,18 (0,022) (18,52) 18,27
Total 3,81 0,32 22,09 0,04 68,29 94,56
Keterangan (Remarks): ( ): Angka dalam kurung menunjukkan simpangan baku (Number inbracket showed
standard deviation)
Pada kelas lereng 30%-40%, areal ini mempunyai simpanan karbon total terkecil (76,25
Mg.ha-1) dan simpanan karbon total terbesar terdapat pada kelas lereng 10%-20% (102,51
-1
Mg.ha ). Besarnya simpanan karbon masing-masing kelas lereng ini sangat dipengaruhi oleh
besarnya simpanan karbon pohon (Tabel 3). Hal ini disebabkan proporsi terbesar untuk
keseluruhan kelas kelerengan pada gudang karbon vegetasi (proporsi vegetasi > 65%).
Proporsi gudang karbon vegetasi terkecil pada kelas lereng 30%-40% sedangkan proporsi
gudang karbon terbesar pada kelas lereng > 40% (Tabel 4).
Berdasarkan Tabel 4. proporsi simpanan karbon terkecil pada simpanan karbon nekromasa
yakni < 0,5% terhadap simpanan karbon total pada keseluruhan kelas lereng. Simpanan
karbon tumbuhan bawah mempunyai proporsi simpanan karbon hampir sama dengan
proporsi simpanan karbon tumbuhan bawah. Proporsi simpanan karbon terbesar yakni
simpanan karbon vegetasi. Besarnya proporsi simpanan karbon masing-masing gudang
karbon yakni simpanan karbon vegetasi > tanah > serasah > tumbuhan bawah > nekromassa.
58
Keragaman Jenis dan Potensi Simpanan... (Muhammad Abdul Qirom, dkk.),
Tabel (Table) 4. Proporsi simpanan karbon pada lima gudang karbon pada masing-masing kelas lereng
(Carbon stock proportion of five carbon pools on some slope classes)
59
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 49-66
Tabel (Table) 5. Keragaman dan kerapatan jenis pada beberapa lokasi dan tipe hutan (Diversity and density of
species on some sites and forest types)
Jumlah
Tingkat jenis Kerapatan
Tipe hutan Klasifikasi permudaan Sumber
(Number (Density)
(Forets type) (Classification) (Regeneration of (batang/ha) (Source)
stage)
sp ecies)
Semai 14 3249,98
(Seedling)
Keterangan (Remarks): *) : Klasifikasi tingkat tiang yakni tumbuhan dengan ukuran diameter lebih dari 10 cm
(Poles stage clasification is plant with diameter more than 10 cm); **) : Klasifikasi
tingkat pohon yakni tumbuhan dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm (Tree stage
clasification is plant with diameter more than 20 cm)
60
Keragaman Jenis dan Potensi Simpanan... (Muhammad Abdul Qirom, dkk.),
Keterangan (Remarks): GH: Tanaman karet di Ghana (Rubber plantation at Ghana) (Wauters et al., 2008); BR:
Tanaman karet di Brasil (Rubber plantation at Brasil) (Wauters et al., 2008); KS: Hasil
penelitian (The study result); HT: Hutan tanaman A. mangium (A. mangium plantation)
(Siringoringo, 2013)
Gambar (Figure) 6. Kandungan karbon pada lima gudang karbon di beberapa tipe hutan (Carbon content on five
carbon pools at some forest types)
61
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 49-66
62
Keragaman Jenis dan Potensi Simpanan... (Muhammad Abdul Qirom, dkk.),
100
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 4 5 2 4 5 2 3 4 5 1 2 3 4 5
TP TH TC NTH SP SS CHN HLS
Keterangan (Remaks): T.P; TH; TC: Bekas tambang dengan tanaman pinus, daun lebar dan campuran di
Amerika Serikat (Ex-mine with pine, hardwood and mixed plant in United States); NTH:
Bukan areal tambang dengan tanaman daun lebar di Amerika Serikat (Non-mined land
with hardwood plant in United States); S.P: Hutan primer di Singapura (Primary forest in
Singapura); S.S: Hutan sekunder di Singapura (Secondary forest in Singapura); HLS:
Hutan lahan kering di Kalimantan selatan (Secondary dry land forest at South
Kalimantan) (Hasil penelitian: The study result); CHN: Hutan lahan kering pada
beberapa tipe pengelolaan di China (Dry land forest with different management types at
China); T.P, T.H, T.C dan N.T.H.: Hasil penelitian Amichev et al., 2008 (The study result
of Amichev et al., 2008); S.P, S.S: Hasil penelitian Ngo et al., 2013 (The study result of
Ngo et al., 2013); CHN: Hasil penelitian Zhang et al.,, 2013 (The study result of Zhang
et al., 2013).
Gambar (Figure) 7. Proporsi simpanan karbon pada beberapa gudang karbon di beberapa lokasi penelitian
(Carbon stock proportion on some carbon pools at some study sites)
tegakan permudaan di atasnya. Hal ini menunjukkan bahwa tegakan ini memerlukan usaha
untuk membantu proses regenerasi alaminya baik melalui kegiatan penanaman pengayaan
(enrichment planting) maupun kegiatan pembebasan terhadap jenis-jenis pioner (Macaranga
sp.). Kegiatan pembebasan ini memberikan ruang pada tegakan, sehingga jenis-jenis
intoleran dapat tumbuh dan berkembang menjadi tingkat permudaan diatasnya (tiang dan
pohon). Kondisi ini dilakukan karena jenis-jenis yang dominan pada lokasi tersebut adalah
jenis-jenis meranti terutama meranti putih. Menurut Imai et al., (2014) proyek-proyek
REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and forest Degradation) harus mampu
menjaga keanekaragaman hayati sehingga dalam konteks perdagangan karbon, monitoring
keanekaragaman hayati harus selalu terjaga dan termonitor.
Berdasarkan potensi simpanan karbonnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya
potensi simpanan karbon sangat dipengaruhi oleh besarnya simpanan karbon pada gudang
karbon vegetasi. Implikasinya adalah upaya peningkatan simpanan karbon pada lahan kering
dilakukan dengan menjaga vegetasi agar mempunyai pertumbuhan yang optimal. Hal ini
dilakukan agar vegetasi tetap mampu menyimpan karbon dalam jumlah yang besar.
Upaya lain yang dapat dilakukan dengan penambahan jenis-jenis baru terutama jenis-jenis
lokal asli setempat dan membantu pertumbuhan jenis-jenis klimaks seperti jenis meranti
merah dan putih serta Diospyros sp. Usaha ini dilakukan karena tajuk-tajuk jenis-jenis pioner
seperti Macaranga sp. dan Ficus sp. menghambat pertumbuhan jenis-jenis meranti tersebut.
Pembebasan dilakukan dengan penerasan terhadap jenis-jenis pioner tersebut. Penerasan ini
63
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 49-66
dengan tujuan untuk meminimalkan kerusakan tegakan tinggal akibat kematian dari jenis
pioner tersebut.
B. Saran
Pada lokasi penelitian ini, peningkatan keragaman jenis dan potensi simpanan karbon
dapat dilakukan dengan pemeliharaan tegakan (terutama pembebasan tumbuhan untuk
mendapatkan ruang tumbuh dan cahaya) dan penanaman (enrichment planting).
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian ini didukung oleh pendanaan DIPA Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
tahun 2013. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Penelitian Kehutanan
Banjarbaru atas kepercayaan dan dukungannya dalam melaksanakan kegiatan penelitian.
Klasifikasi tipologi dan potensi biomassa hutan lahan kering. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Kepala Dinas Kehutanan Kotabaru dan Kepala Desa Sebelimbingan atas
ijin lokasi dan memfasilitasi pelaksanaan kegiatan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A., Alimah, D., & Suryanto, E. (2011). Estimasi model penduga karbon hutan rawa gambut jenis non
Dipterocarpaceae. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.
Amichev, B.Y., Burger, J.A., & Rodrigue, J.A. (2008). Carbon sequestration by forests and soils on mined land
in the Midwestern and Appalachian coalfields of the U.S. Forest Ecology and Management, 256, 1949-
1959.
Atmoko, T., & Sidiyasa, K. (2008). Karakteristik vegetasi habitat bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) di Delta
Mahakam, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, V (4), 307-316.
Brown, S. (1997). Estimating biomass and biomass change of tropical forest : a primer. Rome, Italy : FAO
Forestry Paper 134.
Bismark, M., Heriyanto, N.M., & Iskandar, S. (2008). Keragaman dan potensi jenis serta kandungan karbon
hutan mangrove di Sungai Subelen Siberut, Sumatera Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam, V (5), 397-407.
64
Keragaman Jenis dan Potensi Simpanan... (Muhammad Abdul Qirom, dkk.),
Dharmawan, I.W.S. (2013). Persamaan alometrik dan cadangan karbon vegetasi pada hutan gambut primer dan
bekas terbakar. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 10 (2), 175-191.
Fauzi, Darusman, D., Wijayanto, N., & Kusmana, C. (2011). Kajian potensi karbon pada sumberdaya Hutan
Gayo Lues. Jurnal Hutan dan Masyarakat, 6, (2), 73-78.
Haygreen, J.G., & Bowyer, J.L. (1993). Forest product and wood science an introduction. (Hasil hutan dan ilmu
kayu: suatu pengantar (Terjemahan). Jogjakarta: Gadjah Mada Press.
Hairiah, K., Sitompul, S.M., van Noordwijk, M. & Palm, C. (2001). Methods for sampling carbon stocks above
and below ground. ASB Lecture note 4B. ICRAF, Bogor, Indonesia.
Hairiah, K., & Utami, S.R. (2007). Petunjuk praktis pengukuran karbon tersimpan pada berbagai macam
penggunaan lahan. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya,
Unibraw, Indonesia. 77 p.
Heriansyah, I., Siregar, C.A., & Kiyoshi, M. (2003). Estimating carbon fixation potential of platation forests :
case study on Acacia mangium plantations. Buletin Penelitian Hutan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Imai, N., Tanaka, A., Samejima, H., Sugau, J.B., Pereira, J.T., Titin, J., Kurniawan, Y., & Kitayama, K. (2014).
Tree community composition as an indicator in biodiversity monitoring of REDD+. Forest Ecology and
Management 313, 169-179.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). (2006). Guidelines for national greenhouse gas
inventories. Vol. 4, Agriculture, Forestry and other Land Use (AFOLU). Institute for Global
Environmental Strategies, Hayama, Japan.
Jepsen, M.R. (2006). Above-ground carbon stocks in tropical fallows, Sarawak, Malaysia. Forest Ecology and
Management, 225, 287-295.
Kalima, T. (2007). Keragaman jenis dan populasi flora pohon di Hutan Lindung Gunung Slamet, Baturaden,
Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasil Alam, IV (2), 151-160.
Kraenzel, M., Castillo, A., Moore, T., & Potvin, C. (2003). Carbon storage of harvest-age teak (Tectona grandis)
plantation, Panama. Forest Ecology and Management, 173, 213-225.
Krisnawati, H., & Wahjono, D. (2010). Effect of post-logging silvicultural treatment on growth rates of residual
stand in a tropical forest. Journal of Forestry Research, 7 (2), 112-124
Krisnawati, H., Adinugroho, W.C., Imanuddin, R., & Hutabarat, S. (2014). Pendugaan biomassa hutan untuk
perhitungan emisi CO2 di Kalimantan Tengah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan
Rehabilitasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Kuswanda, W., & Antoko, B.S. (2008). Keanekaragaman jenis tumbuhan pada berbagai tipe hutan untuk
mendukung pengelolaan zona rimba di Taman Nasional Batang Gadis. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam, 5 (4), 337-354.
Manuri, S., Putra, C.A.S., & Saputra, A.D. (2001). Teknik pendugaan cadangan karbon hutan. Merang REDD
Pilot-Project– German International Cooperation. Palembang.
Ngo, K.M., Turner, B.L., Muller-Landau, H.C., Davies, S.J., Larjavaara, M., Hassan, N.F.b.N., & Lum, S.
(2013). Carbon stocks in primary and secondary tropical forests in Singapore. Forest Ecology and
Management, 296, 81-89.
Nath, A.J, Das, G., & Das, A.K. (2009). Above ground standing biomass and carbon storage invillage bamboos
in North East India. Biomass and Bioenergy, 33 ,1188–1196.
Navar, J. (2009). Allometric equation for tree species and carbon stock for forest of Northwest Mexico. Forest
Ecology and Management, 257, 427-434.
Okimori Y., Thojib, A., & Rudjiman. (1996). Forest structure and growth of residual trees of logged-over forest
in Jambi. In: Suhardi, S. Hardiwinoto, Sumardi, and Y. Okimori (eds.).Proceedings of the seminar on
Ecology and Reforestation of Dipterocarps Forest. Yogyakarta: 24-25 January 1996.
Qirom, M.A. & Supriyadi. (2013). Evaluasi dan prediksi pertumbuhan dan hasil jenis nyawai dan balangeran.
Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.
Qirom, M.A., Yuwati, T.W., & Santosa, P.B. (2013). The changes of naturalregeneration and surface carbon stock
after peat swamp forest fires. Proceedings of the seminar the 4th International Workshop on Wild Fire and
Carbon Management in Peat-Forest in Indonesia in Palangkaraya Indonesia, September 24-26, 2013.
Siringoringo, H.S. (2013). Potensi sekuestrasi karbon organik tanah pada pembangunan hutan tanaman Acacia
mangium Willd. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 10 (2), 193-213.
Sist, P., & Ferreira, F.N. (2007). Sustainability of reduced-impact logging in the Eastern Amazon. Forest Ecology
and Management, 243, 199-209.
Soerianegara, I., & Indrawan, A. (1998). Ekologi hutan Indonesia. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Somogyi, Z., Teobaldelli, M., Federici, G., Pagliari, V., Grassi, G., & Seufert, G. (2008). Allometric biomass and
carbon factors database. Forest 1, 107-113.
Tata, M.H.L., & Pradjadinata, S. (2013). Regenerasi alami hutan rawa gambut terbakar dan lahan gambut
terbakar di Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah dan implikasinya terhadap konservasi. Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam, 10 (3), 327-342.
65
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 49-66
Wauters, J.B, Coudert, S., Grallien, E., Jonard, M., & Ponette, Q. (2008). Carbon stock in rubber tree plantation in
Western Ghana and Mato Grosso (Brazil). Forest Ecology and Management, 255, 2347-2361.
Wang, C. (2006). Biomass allometric equations for 10 co-occuring tree species in Chinese temperate forest.
Forest Ecology and Management, 222, 9-16.
Zhang, H., Guan, D., & Song, M. (2012). Biomass and carbon storage of Eucalyptus and Acacia plantations in the
Pearl River Delta, South China. Forest Ecology and Management, 277, 90-97.
Zhang, Y., Gu, F., Liu, S., Liu, Y., & Li, C. (2013). Variations of carbon stock with forest types in subalpine
regionof southwestern China. Forest Ecology and Management, 300, 88-95.
66