7 Hendra KLM

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

FRAGMENTASI HUTAN ALAM LAHAN KERING DI PROVINSI

JAWA TENGAH
(Fragmentation of Dryland Natural Forest in Central Java Province)*
Oleh/By:
Hendra Gunawan1, Lilik B. Prasetyo2, Ani Mardiastuti2, dan/and Agus P. Kartono2
1
Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam
Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp. 0251-8633234, 7520067; Fax 0251-8638111 Bogor
hendragunawan1964@yahoo.com
2
Departemen Konservasi Biodiversitas Tropika
Fakultas Kehutanan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Jl. Raya Darmaga, Kampus IPB Darmaga Bogor 16680; Telp. 0251-8628448/8622961
lbpras@indo.net.id; aniipb@indo.net.id; apkartono@yahoo.com
*Diterima : 8 April 2009; Disetujui : 3 Desember 2009

s
ABSTRACT
Dryland natural forest in Central Java Province is decreasing and being fragmented at an alarming rate.
This, consequently will impact on the survival of biodiversity that inhabit inside the dryland natural forest.
This research was aimed to study the process and rate of fragmentation of dryland natural forest in Central
Java Province and to evaluate the possible consequencies on wildlife. The result showed that in 16-year
period (1990-2006) Central Java Province has lost 446,561.09 ha (88%) of its dryland natural forest. The
remaining forests are commonly scattered in the top of mountains that are difficult to be accessed by human
activities. From 1990 to 2000 the fragmentation caused the increase of total edge from 42.43 km to 133.88
km. During the period of 2000-2006, as the forest patches disappeared due to the attrition process, the total
edge decreased to 8.75 km. During 1990-2000 the edge density of dryland natural forest increased from
151,061.8 m2 to 473,200.6 m2. The edge density decreased during the period of 2000-2006 down to 31,076.6
m2 due to the process of attrition. Fragmentation of dryland natural forest in Central Java Province is
mainly caused by conversion for agriculture, plantation forest, crop estate, settlement, and infrastructure
development such as artery roads, highway, and ultra high voltage network. The forest fragmentation in
Central Java Province must be stopped. Spatial planning should not only consider the extent of the forest but
also take into account the compactnes and connectivity among the forest patches. To avoid the extinction
and to increase the survival of wildlife inhabiting the forest patches, corridors and buffer zones must be
developed to extend the existing habitat. State forest areas that have been deforested must be reforested.
Production forests must be functioned as habitat extention and corridors among the fragmented wildlife
habitat.
Keywords: Fragmentation, natural forest, dryland, Central Java

ABSTRAK
Hutan alam di Provinsi Jawa Tengah terus mengalami penurunan luas dan fragmentasi sampai pada tingkat
yang mengkhawatirkan. Hal ini tentu berdampak negatif pada kelangsungan hidup keanekaragaman hayati
yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang proses dan laju
fragmentasi hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah dan informasi mengenai kemungkinan
dampaknya bagi kelestarian keanekaragaman satwaliar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama 16
tahun (1990-2006) Provinsi Jawa Tengah telah kehilangan hutan alam lahan kering seluas 446.561,09 ha atau
88%. Sisa-sisa hutan alam lahan kering umumnya ada di puncak-puncak gunung yang sulit diakses oleh
aktivitas manusia. Fragmentasi hutan alam di Jawa Tengah yang terjadi antara tahun 1990-2000 telah
menyebabkan peningkatan Total Edge (TE) dari 42,43 km menjadi 133,88 km. Dari tahun 2000-2006, seiring
dengan hilangnya fragment-fragment hutan (proses attrition) total edge menurun menjadi 8,75 km. Edge
Density (ED) hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah juga mengalami peningkatan dari tahun 1990-
2000, yaitu dari 151.061,8 m2 menjadi 473.200,6 m2. Edge density kembali menurun seiring hilangnya
beberapa fragment hutan menjadi 31.076,6 m2 pada tahun 2006. Fragmentasi hutan alam lahan kering di
Provinsi Jawa Tengah umumnya disebabkan oleh konversi menjadi lahan pertanian, hutan tanaman,
perkebunan, pemukiman, dan pembangunan infrastruktur, seperti jalan arteri, jalan tol serta jaringan listrik
tegangan tinggi (SUTET). Fragmentasi hutan di Provinsi Jawa Tengah harus dihentikan. Penataan ruang yang
memperhatikan bukan saja proporsi luas hutan tetapi juga kekompakan dan konektivitas antar kelompok
75
Vol. VII No.1 : 75-91, 2010

hutan harus diimplementasikan. Untuk menghambat laju kepunahan dan meningkatkan survival satwaliar
yang ada di hutan terfragmentasi, maka perlu dibuat koridor dan perluasan habitat dengan menambahkan
zona penyangga. Kawasan hutan negara yang tidak berhutan perlu dihutankan kembali. Hutan produksi harus
difungsikan sebagai perluasan habitat dan koridor antar habitat satwa yang terfragmentasi.
Kata kunci: Fragmentasi, hutan alam, lahan kering, Jawa Tengah

I. PENDAHULUAN kelimpahan dan penyebaran organisme,


telah memberikan dasar konsepsi dan
Fragmentasi didefinisikan sebagai pe-
teori yang kuat untuk memahami struk-
mecahan habitat organisme menjadi frag-
tur, fungsi, dan perubahan lanskap (For-
ment-fragment (patches) habitat yang
man & Godron, 1986; Turner, 1989; Ur-
membuat organisme kesulitan melakukan
ban et al., 1987). Seiring dengan itu,
pergerakan dari fragment habitat yang sa-
perkembangan teknologi GIS (Geogra-
tu ke yang lainnya1. Fragmentasi hutan
phical Information Systems) menyedia-
terjadi jika hutan yang luas dan menyam-
kan berbagai metode analisis untuk pe-
bung terpecah menjadi blok-blok lebih
ngelolaan lanskap.
kecil karena pembangunan jalan, pertain-
Meningkatnya perhatian pada kepu-
an, urbanisasi atau pembangunan lain.
nahan keanekaragaman hayati telah men-
Fragmentasi menyebabkan berkurangnya
dorong para pengelola lahan untuk men-
fungsi hutan sebagai habitat berbagai spe-
cari cara terbaik untuk mengelola lanskap
sies tumbuhan dan satwaliar (Rusak &
pada berbagai skala spasial dan temporal.
Dobson, 2007). Konsep fragmentasi ha-
Para ahli ekologi satwaliar menjadi sema-
bitat diturunkan dari teori biogeografi pu-
kin menyadari bahwa variasi habitat dan
lau (MacArthur & Wilson, 1967), dimana
pengaruhnya pada proses-proses ekologi
jumlah spesies meningkat dengan me-
dan populasi satwa vertebrata terjadi pada
ningkatnya ukuran pulau (Haila, 2002).
banyak skala spasial (Wiens, 1989a;
Fragmentasi penting mendapat perhatian,
1989b). Hal ini telah meningkatkan per-
karena berpengaruh pada kekayaan spe-
hatian pada pentingnya pola-pola habitat
sies, dinamika populasi, dan keanekara-
bagi populasi satwaliar dan penelitian
gaman hayati ekosistem secara keseluruh-
ekologi lanskap untuk mempelajari pe-
an (Morrison et al., 1992).
nyebaran dan dinamika populasi dalam
Semakin nyatanya bukti bahwa frag-
skala spasial yang lebih luas. Skala lans-
mentasi habitat merugikan bagi banyak
kap tergantung pada skala pergerakan dan
spesies dan dapat mempercepat kepunah-
asosiasi habitat dari organisme yang se-
an keanekaragaman hayati regional dan
dang diteliti.
global (Harris, 1984; Saunders et al.,
Kerusakan hutan di seluruh dunia me-
1991) telah memberikan pembenaran em-
rupakan faktor utama perubahan struktur
piris perlunya mengelola lanskap secara
lanskap. Kedua komponen lanskap dipe-
menyeluruh, tidak hanya mengelola kom-
ngaruhi oleh penggundulan hutan. Kom-
ponen-komponennya secara parsial. Ada
posisi lanskap berubah seiring hutan di-
dua komponen struktur lanskap, yaitu
tebang dan digantikan oleh tanaman per-
komposisi dan konfigurasi (Turner, 1989;
tanian atau untuk penggunaan lain. Kon-
Dunning et al., 1992).
figurasi berubah seiring dengan hutan
Berkembangnya ilmu ekologi lans-
yang tersisa terfragmentasi menjadi bebe-
kap, yaitu ilmu yang mempelajari bagai-
rapa fragment (patches) hutan yang lebih
mana struktur lanskap mempengaruhi
kecil.
Kawasan hutan di Provinsi Jawa Te-
1
http://www.everythingbio.com/glos/definition. ngah seluas 656.193,89 ha, sebagian
php?word=fragmentation
76
Fragmentasi Hutan Alam Lahan Kering…(H. Gunawan, dkk.)

besar (83,84%) diantaranya merupakan sangat jarang dilakukan, khususnya di


hutan produksi, sementara sisanya Pulau Jawa, padahal fragmentasi merupa-
(16,16%) merupakan hutan alam primer kan ancaman yang sangat nyata bagi ke-
dan sekunder yang ada dalam kawasan lestarian keanekaragaman hayati flora-
hutan lindung dan kawasan pelestarian fauna di Pulau Jawa.
alam (Perum Perhutani, 2006). Provinsi Penelitian ini bertujuan untuk menda-
Jawa Tengah merupakan salah satu wila- patkan informasi tentang proses dan laju
yah di Indonesia yang memiliki laju de- fragmentasi hutan alam, penyebabnya
forestasi cukup tinggi, yaitu rata-rata serta memperkiraan dampaknya bagi sur-
142.560 ha per tahun yang terjadi antara vival satwaliar dan memperoleh teknologi
tahun 2000-2005 (Departemen Kehutan- implikasinya bagi konservasi satwa liar di
an, 2007). Deforestasi ini sebenarnya te- Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian
lah lama berlangsung akibat tekanan pe- ini diharapkan bermanfaat sebagai salah
rtambahan penduduk yang tinggi dan satu bahan pertimbangan bagi para peng-
pembangunan infrastruktur yang sangat ambil kebijakan yang berkaitan dengan
pesat, karena Pulau Jawa merupakan pu- penataan ruang, pengelolaan hutan dan
sat pertumbuhan ekonomi utama di Indo- konservasi keanekaragaman hayati.
nesia.
Hutan alam di Pulau Jawa umumnya
dan Jawa Tengah khususnya merupakan II. METODE PENELITIAN
kantong-kantong habitat perlindungan ke-
anekaragaman hayati yang penting. Salah A. Waktu dan Lokasi
satu keanekaragaman hayati satwaliar Penelitian ini dilaksanakan pada bu-
yang bernilai konservasi tinggi di Pulau lan Desember 2008 sampai Februari 2009
Jawa adalah macan tutul jawa (Panthera dan dilaksanakan di laboratorium remote
pardus melas Cuvier 1809) yang terma- sensing Departemen Manajemen Hutan,
suk dalam Redlist IUCN (International Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Union for Conservation of Nature and
Bogor.
Natural Resources) dengan kategori Cri-
tically Endangered (Ario et al., 2008).
B. Alat dan Bahan
Seiring dengan penyusutan luas dan
fragmentasi hutan di Jawa Tengah, popu- Bahan yang digunakan adalah peta
lasi macan tutul pun semakin terancam. digital hasil interpretasi citra satelit dari
Fragmentasi hutan ini disebabkan oleh Landsat TM skala 1:50000 untuk area ca-
penebangan, baik legal maupun illegal, kupan Provinsi Jawa Tengah tahun 1990,
antara lain untuk tujuan pembangunan 2000, dan 2006 dari Departemen Kehu-
lahan pertanian, perkebunan, pemukiman, tanan. Evaluasi fragmentasi dilakukan
jaringan jalan dan jaringan listrik. menggunakan Patch Analyst (McGarigal
Luas kawasan hutan mungkin tidak & Marks, 1995; Elkie et al., 1999) yang
berkurang tetapi luas tutupan hutan terus compatible dengan Arcview 3.1 (ESRI,
menyusut. Berkurangya luasan dan ter- 1998). Analisis spasial dikerjakan di La-
fragmentasinya kawasan berhutan diduga boratorium Remote Sensing, Departemen
telah mengakibatkan penurunan populasi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
sampai kepunahan lokal satwaliar langka, Institut Pertanian Bogor.
seperti macan tutul jawa. Meskipun demi-
kian, fragmentasi hutan seringkali tidak C. Metode Analisis
dipandang lebih penting daripada penyu- Analisis meliputi operasi-operasi
sutan hutan itu sendiri. Bahkan peneliti- spasial untuk mengetahui Land Use and
an tentang fragmentasi hutan dan dam- Land Cover Change (LULCC) dan
paknya bagi kelestarian satwaliar masih analisis fragmentasi untuk mengetahui
77
Vol. VII No.1 : 75-91, 2010

perubahan nilai-nilai parameter fragmen- dan pegunungan) di Provinsi Jawa Te-


tasi dalam skala landscape dan skala ngah seperti diperlihatkan pada Gambar
class. Untuk mengetahui perubahan tu- 1, Gambar 2, dan Gambar 3. Pada gam-
tupan dan penggunaan lahan digunakan bar-gambar tersebut hanya kelas hutan
metode post-classification comparison. alam lahan kering yang diperlihatkan. Se-
cara statistik, luas dan jumlah kantong
(patches) hutan alam dataran rendah disa-
III. HASIL DAN PEMBAHASAN jikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Berdasarkan Gambar 1 sampai Gam-
A. Proses Fragmentasi Hutan Alam di bar 5 tampak jelas perubahan yang signi-
Jawa Tengah fikan, baik pada jumlah fragment
(patches) hutan maupun luas hutan. Jum-
Fragmentasi adalah proses pemecah-
lah fragment dan luas yang menurun me-
an suatu habitat, ekosistem atau tipe land
nunjukkan bahwa telah terjadi fragmen-
use menjadi bidang-bidang lahan yang
tasi habitat dan kehilangan habitat (ha-
lebih kecil. Fragmentasi juga merupakan
bitat loss). Pada tahun 1990, luas hutan
sebuah hasil dimana proses fragmentasi
alam lahan kering masih 507.407,51 ha
mengubah atribut-atribut habitat dan ka-
yang tersebar dalam 108 fragment hutan.
rakteristik suatu lanskap yang ada. Frag-
Tahun 2000 menurun drastis (77,5%)
mentasi habitat mengubah konfigurasi
menjadi 114.044,23 ha dalam 88 frag-
spasial suatu kantong habitat (habitat
ment hutan dan pada tahun 2006 hutan
patches) besar dan menciptakan isolasi
alam lahan kering yang tersisa tinggal
atau perenggangan hubungan antara kan-
60.846,42 ha dalam 39 fragment hutan
tong-kantong (patches) habitat asli, kare-
atau menurun 46,6% dari tahun 2000.
na terselingi oleh mosaik yang luas atau
Secara total dari tahun 1990 sampai tahun
tipe habitat lain yang tidak sesuai bagi
2006 Provinsi Jawa Tengah telah kehi-
spesies yang ada (Wiens, 1989a).
langan hutan alam lahan kering seluas
Proses fragmentasi telah terjadi pada
446.561,09 ha atau 88%.
hutan alam lahan kering (dataran rendah

Gambar (Figure) 1. Sebaran hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah tahun 1990 (Distribution of
dryland natural forest in Central Java Province in 1990)

78
Sementara itu, luas perkebunan me- Demikian juga lahan pertanian meng-
ningkat signifikan (81,04%) dari 5.697 ha alami penurunan, yang mungkin disebab-
pada tahun 1990 menjadi 30.052 ha pada kan oleh konversi untuk pembangunan
tahun 2006. Pemukiman meningkat pemukiman dan infrastruktur. Penurunan
44,88% antara tahun 2000-2006 dari lahan pertanian selama 16 tahun (1990-
213.102 ha menjadi 386.634 ha, sedang- 2006) mencapai 34,10% dari luas
kan hutan tanaman meningkat luasnya 2.844.780 ha pada tahun 1990, tinggal
44,56% dari 474.416 ha menjadi 855.745 1.874.801 pada tahun 2006. Perubahan
ha. Lahan tidak produktif (semak belukar beberapa kelas penutupan lahan yang
dan tanah terbuka) meningkat tajam penting disajikan pada Tabel 1.
(94,70%) dari 7.065 ha pada tahun 1990 Fragmentasi umumnya terjadi melalui
menjadi 133.216 ha pada tahun 2006. hilangnya habitat, sebaliknya hilangnya
Luas hutan mangrove mengalami penu- habitat (habitat loss) dapat dipandang se-
runan 29,42% dari 12.725 ha pada tahun bagai akibat fragmentasi, tetapi fragmen-
1990 menjadi 8.981 ha pada tahun 2006. tasi dapat disertai hilangnya habitat

Tabel (Table) 1. Perubahan beberapa kelas penutupan lahan di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 1990 sampai
2006 (The changes of some land cover classes in Central Java Province from 1990 to 2006)
Kelas penutupan lahan Tahun (Year) Perubahan (Changes)
(Land cover class) 1990 (ha) 2000 (ha) 2006 (ha) 1990-2006 (%)
Hutan alam lahan kering 507.408 114.044 60.846 88,01
Hutan tanaman No data 474.416 855.745 *44,56
Hutan mangrove 12.725 10.927 8.981 29,42
Lahan kering tidak produktif 7.065 47.677 133.216 94,70
Perkebunan 5.697 46.947 30.052 81,04
Pertanian 2.844.780 2.398.986 1.874.801 34,10
Pemukiman No data 213.102 386.634 *44,88
Sumber (Source): Dihitung berdasarkan data spasial dari Departemen Kehutanan (Calculated based on spa-
tial data from the Ministry of Forestry)
*) Perubahan dari 2000 ke 2006 (Change from 2000 to 2006)

Gambar (Figure) 2. Sebaran hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah tahun 2000 (Distribution of
dryland natural forest in Central Java Province in 2000)
79
Vol. VII No.1 : 75-91, 2010

Gambar (Figure) 3. Sebaran hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 (Distribution of
dryland natural forest in Central Java Province in 2006)

120
Jumlah patches (Number of patches)

100

80

60

40

20

0
1990 2000 2006
Tahun (Year)
Gambar (Figure) 4. Perubahan jumlah patches hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah dari tahun
PERKEMBANGAN LUAS HUTAN ALAM LAHAN KERING
1990-2006 (The changes of the number of paches of dryland natural forest in Centra
DI PROVINSI JAWA TENGAH
Java Province for the period of 1990-2006)

600000
600000

500000
500000
(Area) (ha)

400000
400000
LUAS (Ha)

300000
300000
Luas

200000
200000

100000
100000

0
1990 2000 2006
1990 2000 2006
Tahun (Year)
TAHUN
Gambar (Figure) 5. Perubahan luas hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 1990- 2006
(The changes of the area of dryland natural forest in Central Java Province for the
period of 1990-2006)
80
Fragmentasi Hutan Alam Lahan Kering…(H. Gunawan, dkk.)

(berkurangnya jumlah) seiring dengan pe- bitat dan lanskap yang diakibatkan oleh
mecahan atau pembagian fragment habi- sebab-sebab antropogenic. Menurut For-
tat besar menjadi fragment-fragment ber- man (1995), lanskap berubah melalui li-
ukuran kecil dan lebih terisolasi (Hunter, ma proses spasial (Gambar 6) dengan
1997; Haila, 1999; Franklin et al., 2002; berbagai derajat overlap sepanjang perio-
Fahrig, 2003). Menurut Franklin et al. de perubahan lahan, yaitu:
(2002) dan Fahrig (2003), fragmentasi 1. Perforasi (perforation) merupakan
bekerja dalam empat cara, yaitu: (1) ha- proses membuat lubang di dalam ha-
bitat hilang tanpa fragmentasi, (2) penga- bitat.
ruh kombinasi hilangnya habitat dan pe- 2. Pemotongan (dissection) adalah pe-
mecahan habitat menjadi patches lebih motongan atau pembagian area men-
kecil, (3) pemecahan habitat menjadi jadi habitat berbeda dengan lebar
patches lebih kecil tanpa kehilangan ha- yang relatif sama.
bitat, dan (4) hilangnya habitat dan peme- 3. Fragmentasi (fragmentation) adalah
cahan habitat menjadi patches lebih kecil pemecahan habitat menjadi potongan-
serta penurunan kualitas habitat. potongan yang lebih kecil.
Perubahan habitat tidak dapat dihin- 4. Penyusutan (shrinkage) terjadi seiring
dari, karena tidak ada habitat atau lanskap potongan habitat berlanjut dengan pe-
yang tetap, apalagi di negara berkembang nurunan luas.
seperti Indonesia yang sedang mengalami 5. Erosi habitat (attrition) adalah proses
pertumbuhan penduduk yang tinggi dan dimana fragment habitat yang tersisa
kebutuhan lahan untuk menyediakan pe- berangsur hilang, karena degradasi
mukiman, pertanian, pembangunan sara- habitat atau suksesi.
na jalan dan infrastruktur lainnya. Frag- Gambar 6 menunjukkan lima proses
mentasi habitat yang terjadi di Provinsi fragmentasi hutan alam di Provinsi Jawa
Jawa Tengah merupakan proses yang se- Tengah seperti teori yang diuraikan oleh
cara spasial dan temporal mengubah ha-

Perforation Fragmentation

Attrition

Shrinkage

Dissection

Gambar (Figure) 6. Lima proses spasial yang mengubah lanskap (Five spatial processes that change the
landscape)

81
Vol. VII No.1 : 75-91, 2010

Forman (1995) di atas. Perforasi (perfo- 133,88 km pada tahun 2000. Ketika frag-
ration) banyak terjadi pada hutan alam di ment-fragment hutan yang tersisa terus
Kabupaten Blora dan Grobogan pada ta- menghilang (proses attrition) jumlah TE
hun 1990. Fragmentasi atau pemecahan juga menurun. Pada tahun 2006 TE hu-
hutan menjadi fragment-fragment kecil tan alam lahan kering di Provinsi Jawa
yang saling terpisah dapat dilihat di wi- Tengah menjadi 8,75 km. Edge Density
layah Kabupaten Banjarnegara dan Kabu- (ED) hutan alam lahan kering di Provinsi
paten Wonosobo. Dissection atau pemba- Jawa Tengah juga mengalami peningkat-
gian area menjadi habitat yang berbeda an seiring dengan peningkatan fragmen-
dapat dilihat di Kabupaten Cilacap yang tasi, yaitu dari 151.061,8 m2 pada tahun
terjadi secara alami oleh sungai. Attrition, 1990 menjadi 473.200,6 m2 pada tahun
dimana fragment hutan yang tersisa ke- 2000. Edge density kembali menurun se-
mudian hilang bisa dilihat di sekitar Gu- iring hilangnya beberapa fragment hutan,
nung Lawu. Shrinkage, juga terjadi di yaitu menjadi 31.076,6 m2.
Gunung Lawu, dimana kawasan yang
memiliki vegetasi hutan alam menurun B. Fragmentasi Hutan Alam di Bebe-
luasannya. rapa Gunung di Jawa Tengah
Fragmentasi dimulai dengan Secara umum sisa-sisa hutan alam di
dissection ketika jalan, jaringan transmisi, Pulau Jawa ada di sekitar puncak-puncak
sungai dan fitur linear lainnya menjadi gunung yang pada umumnya jauh dari
penghalang pergerakan satwaliar. Kemu- jangkauan manusia dan sulit diakses oleh
dian diikuti perforation ketika muncul masyarakat untuk pertanian dan pemu-
kantong habitat (patches) kecil yang di- kiman. Meskipun demikian, seiring de-
buat oleh manusia atau sebab alami dan ngan berjalannya waktu, sisa-sisa hutan
efek tepi menjadi nyata. Fragmentasi me- alam di gunung-gunung di Jawa Tengah
rupakan tahap ketiga yang terjadi ketika juga mengalami fragmentasi, sehingga
kantong habitat yang lebih kecil mening- terjadi kehilangan habitat (habitat loss)
kat frekuensinya dan berkurang luasnya dan isolasi habitat (isolation). Sebagai
sampai pada tingkat dimana habitat yang contoh akan diuraikan proses fragmentasi
terfragmentasi mulai mendominasi lans- hutan alam di Gunung Slamet, Gunung
kap. Attrition merupakan tahap akhir di- Muria, Gunung Ungaran, dan Gunung
mana lahan alami atau habitat asli tersisa Lawu.
sebagai kantong yang kecil dan terisolasi Pada Gambar 7 ditunjukkan bahwa
di tengah-tengah lanskap yang sekarang fragmentasi yang terjadi pada hutan alam
didominasi oleh suatu mosaik habitat di sekitar Gunung Slamet (Kabupaten
yang telah berubah dan terfragmentasi. Purbalingga), tidak saja telah menghi-
Proses fragmentasi membuat habitat men- langkan habitat tetapi juga memecah ha-
jadi tidak sesuai bagi satwaliar atau me- bitat menjadi fragment-fragment habitat
miliki kesesuaian rendah bersamaan de- yang terisolasi antara satu dengan lain-
ngan berkurangnya kualitas habitat sat- nya. Kehilangan hutan di daerah ini tam-
waliar (Hunter, 1997). pak sangat signifikan dan dampaknya ba-
Fragmentasi hutan di Jawa Tengah ju- gi satwaliar dapat dipastikan juga sangat
ga dapat diihat dari parameter Total Edge nyata.
(TE). Total edge hutan alam lahan kering Dalam Gambar 7 pada tahun 1990 su-
meningkat dari tahun 1990 sampai tahun atu kelompok hutan alam lahan kering
2000 ketika terjadi pemecahan hutan
masih kompak dengan luas 72.874,62 ha,
menjadi fragment-fragment yang lebih tetapi dalam 10 tahun kemudian (tahun
kecil. Total edge hutan alam tahun 1990 2000) mengalami penyusutan luas hingga
adalah 42,43 km meningkat menjadi

82
Fragmentasi Hutan Alam Lahan Kering…(H. Gunawan, dkk.)

1990 2000

2006

Gambar (Figure) 7. Proses fragmentasi hutan alam lahan kering di Gunung Slamet dan sekitarnya, Kabu-
paten Purbalingga (Fragmentation process of dryland natural forest in Mount Slamet
and the surroundings, District of Purbalingga)

70,21% menjadi 21.708,27 ha dan enam (2,0%) dan lahan pertanian (0,8%). De-
tahun kemudian (tahun 2006) menyusut ngan demikian, pada tahun 2006 hutan
lagi 46,00%, sehingga menjadi 11.722,02 yang available untuk habitat satwaliar di
ha. Hutan alam yang pada tahun 1990 se- kawasan Gunung Muria adalah 15.670,55
luas 72.874,62 ha, hanya tersisa ha (hutan alam dan hutan tanaman). De-
11.722,02 ha atau dalam 16 tahun telah ngan perkataan lain masih memungkin-
hilang sebanyak 83,91%, dimana sebagi- kan untuk melestarikan satwaliar macan
an berubah menjadi hutan tanaman seluas tutul.
17.374,64 ha dan selebihnya berubah Gunung Ungaran di Kabupaten Sema-
menjadi perkampungan dan lahan perta- rang juga merupakan salah satu daerah
nian pada tahun 2006. Secara total, vege- sebaran populasi macan tutul (Gunawan,
tasi hutan yang masih available untuk 1988) dan pada tahun 2008 masih dila-
satwaliar adalah 29.096,66 ha (hutan porkan keberadaannya (informasi lisan
alam dan hutan tanaman) atau hanya ter- BKSDA Jateng). Kawasan ini juga meng-
sisa 39,93% dari luas hutan pada tahun alami fragmentasi yang cukup signifikan.
1990. Pada tahun 1990, hutan alam di kawasan
Fragmentasi hutan alam juga terjadi ini masih seluas 5.413,94 ha, pada tahun
di kawasan Gunung Muria, yang pada 2000 berkurang 28,43% menjadi
tahun 1988 merupakan daerah sebaran 3.874,79 ha dan pada tahun 2006 tersisa
macan tutul (Gunawan, 1988). Pada ta- 1.335,77 ha atau dalam kurun 16 tahun
hun 1990 kawasan ini masih memiliki tu- Gunung Ungaran telah kehilangan hutan
tupan hutan alam seluas 13.035,36 ha, te- alam seluas 4.078,17 ha (75,33%).
tapi 16 tahun kemudian (tahun 2006) Gunung Lawu di Kabupaten Karang-
kehilangan 85,50% hutan alamnya dan anyar dan Madiun juga mengalami pe-
hanya tersisa 1.891,76 ha. Kawasan Gu- nyusutan hutan alam yang signifikan. Un-
nung Muria pada tahun 2006 telah dido- tuk kawasan hutan yang berada di wila-
minasi oleh hutan tanaman 11.887,03 ha yah Kabupaten Karanganyar selama 16
(83,9%), hutan alam tersisa 13,4% dan tahun sejak tahun 1990 mengalami kehi-
selebihnya merupakan perkebunan langan hutan alam 77,61%. Pada tahun
83
Vol. VII No.1 : 75-91, 2010

1990 2000

2006
Gambar (Figure) 8. Proses fragmentasi hutan alam lahan kering di kelompok hutan sekitar Gunung Muria di
Kabupaten Kudus, Jepara, dan Pati (Fragmentation process of dryland natural forest in
Mount Muria and the surroundings, Districts of Kudus, Jepara, and Pati)

1990 2000

2006

Gambar (Figure) 9. Proses fragmentasi hutan alam lahan kering di kelompok Hutan Gunung Ungaran dan
sekitarnya di Kabupaten Semarang (Fragmentation process of dryland natural forest in
Mount Ungaran and the surroundings, District of Semarang)

84
Fragmentasi Hutan Alam Lahan Kering…(H. Gunawan, dkk.)

1990 2000

2006

Gambar (Figure) 10. Proses fragmentasi hutan alam lahan kering di kelompok Hutan Gunung Lawu dan
sekitarnya di Kabupaten Karanganyar (Fragmentation process of dryland natural
forest in Mount Lawu and the surroundings, District of Karanganyar)

1990 luas hutan alam di Gunung Lawu C. Dampak Fragmentasi Pada Satwa-
wilayah Karanganyar 10.691,39 ha, pada liar
tahun 2000 menyusut 64,25%, sehingga Ketika hilangnya habitat dan frag-
tinggal 3.821,65 ha. Pada tahun 2006 me- mentasi dipandang secara terpisah, hi-
nyusut lagi 37,39% dari tahun 2000, se-
langnya habitat memiliki konsekuensi le-
hingga menjadi 2.393,61 ha. bih signifikan bagi kelangsungan hidup
Fragmentasi telah terjadi di semua (viability) spesies (Haila, 2002; Fahrig,
hutan alam yang tersisa di gunung-gu- 2003). Namun, karena fragmentasi dan
nung lainnya, seperti Gunung Merapi, hilangnya habitat terjadi bersamaan, ma-
Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, Gu- ka sangat sulit untuk menentukan mana
nung Sumbing, Gunung Prahu, dan Gu- yang lebih penting bagi perubahan habitat
nung Rogojembangan. Gunung-gunung (Haila, 1999). Namun hal tersebut tidak
tersebut merupakan daerah sebaran ma- relevan bagi pengelola satwaliar, karena
can tutul di Provinsi Jawa Tengah (Guna- tidak dapat dihindarkan kita berurusan
wan, 1988). Dengan demikian, keberada- dengan keduanya ketika melakukan upa-
an populasi satwa langka tersebut kini ya konservasi satwaliar di habitat yang
semakin terancam, baik oleh hilangnya terfragmentasi.
habitat maupun akibat isolasi populasi.
Pada skala fragment (patch) hutan in-
Dari keempat contoh kasus (Gunung Sla- dividual, hilangnya vegetasi hutan dan
met, Gunung Muria, Gunung Ungaran, fragmentasi dapat memiliki pengaruh luas
dan Gunung Lawu), kehilangan hutan pada survival populasi, interaksi ekologi,
alam rata-rata lebih dari 70%. Kehilang- dan keanekaragaman hayati (Fahrig &
an terbanyak terjadi di Gunung Muria Grez, 1996). Seiring fragment hutan me-
(85,50%) kemudian disusul oleh Gunung ngecil, populasi cenderung lebih rentan
Slamet (83,91%), Gunung Lawu untuk punah, karena resiko-resiko demo-
(77,51%), dan Gunung Ungaran grafik, lingkungan atau genetik (Gilpin,
(75,33%).
85
Vol. VII No.1 : 75-91, 2010

1987; Goodman, 1987). Ketika fragment- tikan semua, karena ketiganya biasanya
fragment hutan menjadi terisolasi tanpa terjadi dengan fragmentasi habitat dan
adanya ketersambungan di antara mereka, masing-masing memerlukan penanganan
migrasi organisme bisa terhalangi (Karei- yang berbeda (Franklin et al., 2002;
va, 1987). Fragment hutan yang kecil ju- Fahrig, 2003).
ga memiliki ratio edge : interior yang le- Fragmentasi habitat dapat dipandang
bih tinggi. Untuk spesies hutan interior, dari segi positif dan negatif. Pengaruh
hal ini juga berarti kehilangan habitat le- positifnya adalah meningkatkan keragam-
bih luas daripada luas fragment sebenar- an habitat, menciptakan penjajaran habi-
nya yang hilang (Wilcove et al., 1986; tat yang bermanfaat, dan meningkatkan
Williams-Linera, 1990). Besarnya penga- edge yang disukai spesies satwaliar gene-
ruh tergantung pada pola kehilangan hu- ralis. Fragmentasi memberikan pengaruh
tan pada skala lanskap yang akan menen- negatif ketika: (1) ada habitat yang hi-
tukan jumlah fragment yang tersisa, ukur- lang; (2) terbentuk kantong habitat lebih
annya, bentuknya, jarak antara fragment, kecil yang mendorong pada kepunahan
dan kondisi matrix habitat di sekitarnya lokal dan isolasi; (3) habitat-habitat tidak
(Groom & Schumaker, 1993). lagi bersambungan, khususnya jika frag-
Menurut Wilcove (1987) dalam mentasi disebabkan oleh aktivitas non ke-
Morrison et al. (1992), ada empat cara hutanan; dan (4) jumlah edge meningkat,
fragmentasi dapat menyebabkan kepu- karena fragmentasi habitat merugikan
nahan lokal: (1) spesies mulai keluar dari spesies interior (Barnes, 2000).
kantong habitat yang terlindungi, (2) kan- Untuk kasus di Provinsi Jawa Tengah
tong habitat gagal menyediakan habitat, tampaknya hilangnya habitat lebih berpe-
karena pengurangan luas atau hilangnya ran bagi kepunahan spesies secara lokal,
heterogenitas internal, (3) fragmentasi karena hilangnya habitat tidak saja me-
menciptakan populasi yang lebih kecil nyebabkan penurunan total habitat tetapi
dan terisolasi yang memiliki resiko lebih juga menyebabkan terputusnya penyebar-
besar terhadap bencana, variabilitas de- an habitat yang tersisa. Terputusnya kesi-
mografik, kemunduran genetik atau dis- nambungan habitat tersebut, antara lain
fungsi sosial, dan (4) fragmentasi dapat disebabkan oleh pembukaan hutan untuk
mengganggu hubungan ekologis yang pertanian, pemukiman, dan jaringan lis-
penting, sehingga dapat menimbulkan se- trik. Akibatnya adalah fragmentasi habi-
bab sekunder kepunahan dari hlangnya tat asal yang besar menghasilkan kan-
spesies kunci dan pengaruh merugikan tong-kantong (patches) yang kecil-kecil
dari lingkungan luar dan efek tepi. dan terpisah. Beberapa populasi yang
Menurut Kupfer et al. (2004), ada menghuni habitat asal secara total akan
empat cara primer fragmentasi hutan da- menurun ukuran populasinya yang ter-
pat mempegaruhi keanekaragaman haya- bagi dalam beberapa populasi. Lebih lan-
ti, yaitu: (1) pengaruh perwakilan (sample jut, fragmentasi menyebabkan penurunan
effect), (2) pengaruh luas area (area luas rata-rata kantong-kantong habitat
effect), (3) pengaruh isolasi (isolation dan membuatnya terisolasi.
effect), dan (4) pengaruh tepi (edge Dampak lain dari fragmentasi adalah
effect). Masing-masing pada gilirannya meningkatnya pengaruh tepi (edge
akan berpengaruh pada sebaran populasi, effect). Ketika kantong-kantong habitat
komunitas, dan proses ekosistem. Meka- menyusut akibat fragmentasi, populasi
nisme dan proses fragmentasi menghasil- yang menghuninya menjadi lebih rawan
kan tiga tipe pengaruh: (1) pengaruh terhadap kondisi lingkungan yang meru-
ukuran patch, (2) pengaruh tepi (edge gikan yang tercipta di bagian tepi kantong
effect), dan (3) pengaruh isolasi (Fahrig, habitat, misalnya hutan yang dikelilingi
2003). Ahli satwaliar harus memperha- oleh lahan pertanian, maka lingkungan-
86
Fragmentasi Hutan Alam Lahan Kering…(H. Gunawan, dkk.)

nya berubah seperti meningkatnya penca- fragmentasi hutan, yang mungkin tidak
hayaan dan temperatur serta menurunnya tampak dalam jangka pendek tetapi mem-
kelembaban. Bagi satwa-satwa besar, se- berikan pengaruh yang signifikan dalam
perti herbivora dan karnivora menjadi le- jangka panjang. Pengaruh jangka pan-
bih mudah ditemukan dan mudah diburu jang ini yang sering tidak disadari oleh
oleh manusia. para pengambil keputusan dalam penata-
an ruang.
Kegiatan pembangunan yang melibat-
D. Implikasi Pengelolaan
kan kawasan hutan harus benar-benar
Fragmentasi hutan, khususnya hutan mempertimbangkan aspek ekologi dalam
alam di Provinsi Jawa Tengah sudah skala lanskap yang luas dengan memper-
mencapai tingkat yang sangat mengkha- hatikan kekompakkan dan kesinambung-
watirkan dimana dalam 16 tahun terakhir an habitat. Dengan perkataan lain, jika
provinsi ini telah kehilangan hutan alam- ada kegiatan pembangunan yang akan
nya seluas 446.561,09 ha atau 88%. Pun- mengakibatkan pemecahan habitat besar
cak laju deforestasi di Provinsi Jawa Te- menjadi beberapa habitat yang lebih ke-
ngah terjadi antara tahun 2000-2005, ya- cil, maka harus dibuat koridor yang men-
itu seluas 142.560 ha per tahun. Hal ini jadi penghubung antar habitat-habitat ke-
cukup mengkhawatirkan, bukan saja ka- cil tersebut dan habitat asal (sebelum ter-
rena akibatnya yang semakin luas bagi jadi pemecahan).
sendi-sendi kehidupan manusia, yaitu Pada kenyataannya, saat ini kondisi
meningkatnya frekuensi dan intensitas hutan di Provinsi Jawa Tengah telah ba-
banjir serta kekeringan tetapi juga meng- nyak terfragmentasi dan fragment-frag-
ancam kelestarian keanekaragaman haya- ment (patches) hutan tersebut banyak
ti yang juga merupakan penyangga kehi- yang tidak saling terhubung atau terpi-
dupan manusia. sahkan oleh fitur yang sulit dilewati oleh
Ketika hutan alam hilang dan diganti- satwaliar ketika berpindah dari satu frag-
kan oleh hutan tanaman, mungkin masih ment ke fragment lainnya. Dengan perka-
dapat berfungsi sebagai habitat satwaliar taan lain, populasi satwa di fragment-
meskipun kualitasnya sudah pasti menu- fragment tersebut menjadi terisolasi, she-
run bagi satwa spesialis hutan alam dan ingga terancam kepunahan melalui proses
spesialis interior hutan. Perkebunan atau inbreeding. Untuk mencegah dampak le-
pertanian tanaman keras mungkin masih bih jauh terhadap kepunahan satwaliar
dapat berfungsi sebagai koridor penghu- akibat fragmentasi, maka fragment-frag-
bung dua habitat yang terfragmentasi, te- ment hutan tersebut harus dihubungkan
tapi pertanian tanaman musiman dan sa- dengan koridor.
wah akan menjadi penghalang penjela- Koridor penghubung antar fragment
jahan satwa, khususnya mamalia mes- hutan dapat berbentuk vegetasi di sem-
kipun bisa saja ditembus pada tempat dan padan sungai dan sempadan pantai; vege-
waktu tertentu. Pemukiman dan jalan ra- tasi hutan tanaman misalnya Tectona
ya yang ramai dengan lalu lalang kenda- grandis, Pinus merkusii, Agathis alba,
raan mungkin tidak dapat dilewati sama dan Swietenia mahagoni, vegetasi
sekali oleh satwaliar untuk menyeberang perkebunan misalnya karet (Hevea bra-
ke kantong habitat di sekitarnya. ziliensis) dan tanaman keras lainnya. Un-
Dengan memperhatikan pentingnya tuk koridor satwa kecil menyeberangi ja-
keutuhan dan kesinambungan habitat bagi lan dapat berupa gorong-gorong atau
konservasi satwaliar, maka para pengam- jembatan penyeberangan yang dibuat se-
bil keputusan dalam penataan ruang khu- demikian rupa, sehingga terlihat alami.
susnya dan pembangunan pada umumnya Koridor dapat merupakan lahan milik ne-
harus mempertimbangkan dampak dari gara, lahan milik swasta (seperti perke-
87
Vol. VII No.1 : 75-91, 2010

bunan), dan lahan milik rakyat yang dise- hutani ini berperan menjadi habitat alter-
wa atau dibeli khusus untuk koridor. natif, perluasan habitat, koridor atau pe-
Apabila koridor tidak mungkin dibu- nyangga habitat bagi satwaliar yang se-
at, maka agar terjadi pertukaran genetik belumnya merupakan penghuni hutan
antar populasi yang terisolasi dapat dila- alam. Mengingat pentingnya peranan hu-
kukan dengan cara translokasi, dimana tan tanaman Perum Perhutani ini, maka
satwa yang akan dipertukarkan ditangkap pengelolaannya perlu memperhatikan as-
untuk kemudian dipindahkan ke lokasi pek ekologi dalam skala lanskap yang lu-
tujuan. Namun, untuk satwa yang bersi- as, terutama dalam pengaturan rotasi pe-
fat teritorial, hal ini akan menimbulkan nebangan dan pengaturan tumpangsari,
masalah karena penghuni lama bisa me- sehingga tidak sampai menyebabkan
lakukan penolakan, sehingga terjadi per- fragmentasi temporal serta menurunkan
kelahian yang menyebabkan kematian kualitas dan kuantitas habitat satwaliar
atau salah satu individu yang kalah akan langka.
ke luar ke lahan pertanian atau kampung
terdekat dan menjadi gangguan bagi ma-
nusia. IV. KESIMPULAN DAN REKOMEN-
Translokasi bagi satwa yang bersifat DASI
teritorial sangat dimungkinkan jika indi-
vidu-individu satwa dari populasi yang A. Kesimpulan
telah melewati daya dukung dipindahkan
ke lokasi habitat yang tidak berpenghuni Fragmentasi hutan alam lahan kering
spesies yang sama. Hal ini tentunya sete- di Provinsi Jawa Tengah dalam 16 tahun
lah dilakukan studi kelayakannya, yaitu terakhir sudah sampai tingkat yang meng-
studi kesesuaian habitat dan daya dukung khawatirkan. Disamping kehilangan luas,
habitat. hutan alam lahan kering yang tersisa pun
Untuk fragment-fragment habitat ke- telah terpecah-pecah menjadi fragment-
cil, sehingga memiliki daya dukung ren- fragment hutan yang kecil dan terisolasi
dah terhadap populasi yang ada, memiliki satu sama lain. Selama 16 tahun (1990-
interior yang kecil serta memiliki penga- 2006) Provinsi Jawa Tengah telah ke-
ruh tepi (edge effect) yang besar, maka hilangan hutan alam lahan kering seluas
dapat dibuat zona perluasan habitat atau 446.561,09 ha atau 88%. Sisa-sisa hutan
zona penyangga di sekitarnya. Zona per- alam lahan kering umumnya ada di pun-
luasan habitat atau zona penyangga dapat cak-puncak gunung yang sulit diakses
merupakan kawasan hutan negara atau la- oleh aktivitas manusia.
han milik rakyat yang dibeli. Prinsipnya, Fragmentasi hutan alam lahan kering
zona perluasan habitat atau zona pe- di Jawa Tengah yang terjadi antara tahun
nyangga ini dapat berfungsi menjadi pe- 1990 sampai 2000 telah menyebabkan
nyangga agar satwa di dalam fragment peningkatan Total Edge (TE) dari 42,43
hutan tersebut tidak ke luar ke kebun atau km menjadi 133,88 km. Dari tahun 2000-
perkampungan di sekitarnya dan zona ter- 2006, seiring dengan hilangnya fragment-
sebut dapat menambah luas ruang habitat fragment hutan (proses attrition) TE
dan memperkaya keanekaragaman habitat menurun menjadi 8,75 km. Edge Density
serta meningkatkan kualitas habitat bagi (ED) hutan alam lahan kering di Provinsi
satwaliar. Jawa Tengah juga mengalami peningkat-
Mengingat hutan alam telah jauh ber- an dari tahun 1990-2000 yaitu dari
kurang dan terfragmentasi, maka hutan 151.061,8 m2 menjadi 473.200,6 m2.
tanaman yang dikelola oleh Perum Perhu- Edge density kembali menurun seiring hi-
tani memiliki peran yang menentukan un- langnya beberapa fragment hutan menjadi
tuk survival satwaliar. Hutan Perum Per- 31.076,6 m2 pada tahun 2006.
88
Fragmentasi Hutan Alam Lahan Kering…(H. Gunawan, dkk.)

Fragmentasi hutan alam lahan kering pendekatan sesuai dengan permasa-


di Provinsi Jawa Tengah umumnya dise- lahannya, misalnya dengan melibat-
babkan oleh konversi menjadi lahan per- kan masyarakat.
tanian, hutan tanaman, perkebunan, pe- 9. Perlu penelitian lebih lanjut untuk
mukiman, dan pembangunan infrastruk- mengetahui dampak fragmentasi pada
tur, seperti jalan arteri, jalan tol serta ja- skala yang lebih kecil, misalnya dam-
ringan listrik tegangan tinggi (SUTET). pak terhadap survival jenis satwa ter-
tentu.
B. Rekomendasi
1. Fragmentasi hutan di Provinsi Jawa
Tengah harus dihentikan. DAFTAR PUSTAKA
2. Penataan ruang harus memperhatikan Ario, A., S. Sunarto, and J. Sanderson.
bukan saja proporsi luas hutan tetapi 2008. Panthera pardus ssp. melas.
juga kekompakan dan konektivitas In: IUCN 2008. 2008 IUCN Red List
antar kelompok hutan. of Threatened Species. www.
3. Perlu adanya upaya membuat konek- iucnredlist.org. Diakses tanggal
tivitas berupa koridor hutan antar ke- 13 Januari 2009.
lompok hutan yang berdekatan yang Barnes, T.G. 2000. Landscape Ecology
di dalamnya terdapat satwaliar teran- and Ecosystems Management. Co-
cam punah. operative Extension Services, Uni-
4. Fragment-fragment hutan alam yang versity of Kentucky, College of
tersisa di puncak-puncak gunung per- Agriculture, UK. http://www.ca.uky
lu dibuatkan hutan penyangga di se- .edu. Diakses tangal 24 Februari
kelilingnya untuk mencegah peram- 2007.
bahan ke arah puncak dan sebagai Departemen Kehutanan. 2007. Data
perluasan habitat populasi satwa yang Strategis Kehutanan. Departemen
tersisa. Kehutanan. Jakarta.
5. Pihak pengelola hutan produksi harus Dunning J.B., B.J. Danielson, and H.R.
memperhatikan aspek konektivitas Pulliam. 1992. Ecological processes
dan kekompakan hutan dalam peng- that affect populations in complex
aturan rotasi penebangan. landscapes. Oikos 65: 169-175.
6. Apabila harus dilakukan konversi Elkie, P.C., R.S. Rempel, and A.P. Carr.
atau perubahan peruntukan kawasan 1999. Patch Analyst User’s Manual.
hutan untuk penggunaan lain, maka Ontario Ministry of Natural Re-
harus diusahakan agar tidak menye- sources, Northwest Science & Tech-
babkan fragmentasi. nology. Thunder Bay,. Ontario. 22p.
7. Mengingat hutan produksi telah ESRI. 1998. ArcView GIS. ESRI Press.
menggantikan hutan-hutan alam da- Redlands, California. 572p.
lam menyediakan habitat satwa, maka Fahrig, L. and A.A. Grez 1996. Popula-
pihak pengelola hutan produksi harus tion spatial structure, human-caused
memberi perhatian kepada jenis-jenis landscape changes and species sur-
satwaliar langka, dilindungi, endemik vival. Revista Chilena de Historia
dan terancam punah yang ada di wi- Natural 69: 5-13.
layahnya, antara lain dengan mene- Fahrig, L. 2003. Effects of habitat frag-
tapkan kawasan-kawasan khusus un- mentation on biodiversity. Annual
tuk perlindungan satwa. Reviews of Ecology and Systematics
8. Fragmentasi hutan yang disebabkan 34: 487-515.
oleh aktivitas illegal perlu segera di- Forman, R.T.T. 1995. Land Mosaics: the
hutankan kembali melalui berbagai Ecology of Landscapes and Regions.

89
Vol. VII No.1 : 75-91, 2010

Cambridge University Press, Cam- Harris, L.D. 1984. The Fragmented Fo-
bridge. 632p. rest: Island Biogeographic Theory
Forman, R.T.T. and M. Godron. 1986. and the Preservation of Biotic Di-
Landscape Ecology. John Wiley & versity. University of Chicago Press,
Sons, New York. 619p. Chicago. 211p.
Franklin, A.B., B.R. Noon, and T.L. http://www.everythingbio.com/glos/defin
George. 2002. What Is Habitat ition.php?word=fragmentation.
Fragmentation? Studies in Avian Fragmentation. Fragmentation. Di-
Biology No. 25: 20-29. http://www akses Tanggal 10 Desember 2009.
.humboldt.edu/-tlg2/publications Hunter, M. L., Jr. 1997. The Biological
!what%20is%20habitat%20fragment Landscape. In: K.A. Kohm and J.
ation. Pdf. Diakses tanggal 11 Mei Franklin (Eds.). Creating a Forestry
2007. for the 21st Century. Island Press,
Gilpin, M.E. 1987. Spatial Structure and Washington. Pp. 57-67.
Population Vulnerability. In: M.E. Kareiva, P. 1987. Habitat fragmentation
Soulé (ed), Viable Population for and the stability of predator prey
Conservation. Cambridge University interactions. Nature 326: 388-390.
Press, Cambridge. Pp. 125-139. Kupfer, J.A., G.P. Malanson, and S.B.
Goodman, D. 1987. Consideration of Franklin. 2004. Identifying the Bio-
stochastic demography in the design diversity Research Needs Related to
and management of biological Forest Fragmentation. A Report Pre-
reserves. Natural Resources Mo- pared for the National Commission
delling 1: 205-234. on Science for Sustainable Forestry.
Groom, M.J. and N. Schumaker. 1993. Washington, D.C. 218p.
Evaluating Landscape Change: MacArthur, R.H. and E.O. Wilson. 1967.
Pattern of Worldwide Deforestation The Theory of Island Biogeography.
and Local Fragmentation. In: P.M. Princeton University Press, Prince-
Kareiva, J.G. Kingsolver, and R.B. ton. 203p.
Huey (Eds.). Biotic Interactions and McGarigal, K. and B.J. Marks. 1995.
Global Change. Sinauer, Sunderland, FRAGSTATS: Spatial Pattern Ana-
Massachussetts. Pp. 24-44. lysis Program for Quantifying Land-
Gunawan, H. 1988. Studi Karakteristik scape Structure. Gen. Tech. Rep.
PNW-GTR-351. U.S. Department of
Habitat dan Daerah Penyebaran Ma-
Agriculture, Forest Service, Pacific
can Tutul (Panthera pardus melas
Northwest Research Station, Port-
Cuvier, 1809) di Jawa Tengah dan
land. 122 p.
Yogyakarta. Jurusan Konservasi
Morrison, M.L., B.G. Marcot, and R.W.
Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehu-
Mannan. 1992. Wildlife-Habitat Re-
tanan, Institut Pertanian Bogor.
lationships. The University of Wis-
Skripsi S1, Tidak dipublikasikan.
consin, Madison. 343p.
Haila, Y. 1999. Islands and Fragments. Perum Perhutani. 2006. Statistik Perum
In: M.L. Hunter, Jr. (Ed.). Maintain- Perhutani Tahun 2001-2005. Direksi
ing Biodiversity in Forest Eco- Perum Perhutani. Jakarta.
systems. Cambridge University Rusak, H. and C. Dobson. 2007. Forest
Press, New York. Pp. 234-64. Fragmentation. www.ontarionature
Haila, Y. 2002. A Conceptual genealogy .org. Diakses tanggal 26 Februari
of fragmentation research: from 2007.
island biogeography to landscape Saunders, D., R.J. Hobbs, and C.R.
ecology. Ecological Applications 12: Margules. 1991. Biological conse-
321-334. quences of ecosystem fragmentation:
90
Fragmentasi Hutan Alam Lahan Kering…(H. Gunawan, dkk.)

a Review. Conservation Biology 5: Wiens, J.A. 1989b. The Ecology of Bird


18-32. Communities Volume 2: Processes
Turner, M.G. 1989. Landscape ecology: and Variations. Cambridge Univer-
the effect of pattern on process. An- sity Press, Cambridge. 316p.
nual Review of Ecological Systems Wilcove, D.S., C.H. McLellan, and A.P.
20: 171-197. Dobson. 1986. Habitat Fragmenta-
Urban, D.L., R.V. O’Neill, and H.H. tion in the Temperate Zone. In: M.E.
Shugart, Jr. 1987. Landscape eco- Soule (Ed.). Conservation Biology.
logy: a hierarchical perspective can Sinauer Associates, Sunderland. Pp.
help scientist understand spatial pat- 237-256.
terns. BioScience 37: 119-127. Williams-Linera, G. 1990. Vegetation
Wiens, J.A. 1989a. Spatial scaling in structure and environmental condi-
ecology. Functional Ecology 3: 385- tions of forest edges. Journal of Eco-
397. logy 78: 356-373.

91

You might also like