Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

Batu saluran kemih merupakan penyakit yang sering terjadi, yang menimbulkan rasa sakit hebat
dan dapat berakibat kegagalan fungsi ginjal apabila tidak mendapat penanganan secara cepat dan
tuntas. Di Amerika Serikat insiden batu saluran kemih sekitar 36 setiap 100.000 penduduk pertahun.
Di Indonesia batu saluran kencing merupakan penyakit penyebab gagal ginjal nomer 2 bersama-sama
infeksi saluran kencing.1
Pathogenesis batu saluran kemih masih belum jelas, banyak factor yang berperan, namun
penelitian terhadap batu ini tidak banyak dilakukan oleh para ahli. Pada awalnya ahli bedah
berpendapat tindakan bedah sudah memecahkan masalah, tetapi pada akhirnya tindakan bedah yang
diikuti dengan penanganan secara konservatif hasilnya lebih memuaskan. untuk penanganan batu
saluran kemih secara konservatif harus diketahui pathogenesis, jenis batu dan ketepatan diagnose.
Analisa laboratorium diperlukan untuk mengetahui jenis, sifat, komposisi batu, serta lokasi batu.
Salah satunya yang paling sering adalah batu pada kandung kemih yang disebut vesicolithiasis. 1
Batu kandung kemih biasanya merupakan suatu manifestasi dari keadaan patologis, disfungsi
perkemihan atau benda asing. Disfungsi perkemihan bisa disebabkan oleh striktur uretra,BPH,
kontraktur leher kandung kemih, maupun kelumpuhan atau kekakuan pada neurogenik bladder dan
lain sebagainya yang masing-masing dapat menghasilkan statisnya urin.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Ginjal, Ureter dan Vesica Urinaria

Ginjal adalah organ saluran kemih yang terlertak retroperitoneal bagian yang berjumlah 2 buah,
sebelah dorsal cavum abdominal,terletak dari T12-L3 dan pada posisi berdiri letak ginjal kanan lebih
rendah karena terdesak oleh hepar. Ginjal dengan berat + 150 gr (125 – 170 gr pada Laki-laki, 115 –
155 gr pada perempuan); panjang 5 – 7,5 cm; tebal 2,5 – 3 cm.3
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, dan diluar kapsul ini
terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula
adrenal yang berwarna kuning dan bersama dengan ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus
oleh fascia gerota yang befungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari
parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu juga
fascia ini untuk menghambat metastasis tumor ke jaringan sekitar ginjal. Di luar fascia gerota
terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal. Di sebelah luar
terdapat cortex renalis yang berwarna coklat gelap dan terdapat berjuta juta nefron, dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex terdapat duktuli
duktuli. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi
menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.3
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah,
pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang
diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan
bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores.3
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi
oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan tubulus collecting nefron. Papila
atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian
terminal dari banyak duktus pengumpul.3
Nefron adalah unit terkecil penyusun ginjal yang terdiri dari glomerolus, kapsula bowman, tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle, tubulus kontortus distal dan tubulus collecting yang semuanya
berperan dalam produksi urin.3
Gambar 3. Anatomi Ginjal

Ureter adalah organ berbentuk


tabung kecil yang berfungsi
mengalirkan urine dari
pielum (pelvis) ginjal ke dalam
buli-buli. Pada orang dewasa
panjangnya lebih kurang 25-
30 cm, dan diameternya 3-4 mm. Dindingnya terdiri atas (1) mukosa yang dilapisi oleh sel
transisional, (2) otot polos sirkuler, dan (3) otot polos longitudinal. Kontraksi dan relaksasi kedua
otot polos itulah yang memungkinkan terjadinya gerakan peristaltik ureter guna mengalirkan urine ke
dalam buli-buli. Jika karena sesuatu sebab terdapat sumbatan pada lumen ureter sehingga menyumbat
aliran urine, otot polos ureter akan berkontraksi secara berlebihan, yang bertujuan untuk
mendorong/mengeluarkan sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri
kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter.3
Ureter membentang dari pielum hingga buli-buli, dan secara anatomis terdapat beberapa tempat
yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada tempat lain. Tempat penyempitan itu antara
lain adalah (1) pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter junction, (2) tempat
pada saat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan (3) pada saat ureter masuk ke buli-buli.
Di ketiga tempat penyempitan itu batu atau benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut.
Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot buli-buli (intramural)
keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau refluks vesiko-
ureter pada saat buli-buli berkontraksi.3

Untuk kepentingan pembedahan, ureter dibagi menjadi dua bagian, yakni ureter pars abdominalis,
yang membentang mulai dari pelvis renalis sampai menyilang vasa iliaka, dan ureter pars pelvika,
yang membentang dari persilangannya dengan vasa iliaka sampai muaranya di dalam buli-buli. Di
samping itu secara radiologis ureter dibagi dalam tiga bagian, yaitu (1) ureter 1/3 proksimal mulai
dari pelvis renalis sampai batas sakrum, (2) ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sakrum sampai
batas bawah sakrum, dan (3) ureter 1/3 distal mulai dari bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli.3
Gambar 1. Anatomi Struktur Internal dari ginjal dan Perjalanan Ureter.

Gambar 2. Diameter Lumen Ureter pada Masing-Masing Lokasi Penyempitan.


Vesika urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat
untuk menampung urin yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan
ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sfingter. Vesika
urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti
rectum, organ reproduksi, bagian usus halus, pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan
saraf.3 Syntopi vesica urinaria

Dalam keadaan kosong vesika urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga
bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan
inferolateral dextra dan sinistra). Dinding vesika urinaria terdiri dari otot m. detrusor (otot
spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan
collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang
terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan
tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.3
Vesika urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada perempuan,
a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. 3 Sedangkan persarafan pada vesika urinaria
terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n. splanichus
minor, n.splanichus imus, dan n.splanichus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan
parasimpatis melalui n.splanichus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan
motorik.3

2.2. Definisi

Vesicolithiasis adalah adanya batu yang terjadi di bagian bawah traktus urinarius biasanya
disebabkan oleh diet protein non hewani. Sedangkan yang bagian atas disebabkan oleh diet protein
hewani. Batu dapat berasal dari vesika urinaria disebut batu primer; atau berasal dari ginjal disebut
batu sekunder.1
Pada umumnya komposisi batu kandung kemih terdiri dari : batu infeksi (struvit), ammonium asam
urat dan kalsium oksalat. Batu kandung kemih sering ditemukan secara tidak sengaja pada penderita
dengan gejala obstruktif dan iritatif saat berkemih dan tidak sering datang dengan keluhan disuria,
nyeri suprapubik, hematuria dan buang air kecil berhenti tiba-tiba.1

2.3. Etiologi

 Obstruksi kelenjar prostat yang membesar 2


 Striktur uretra (penyempitan lumen dari uretra) 2
 Neurogenik bladder (lumpuh kandung kemih karena lesi pada neuron yang menginervasi bladder)
 Benda asing, misalnya kateter 2
 kontraktur leher kandung kemih 2
 Divertikula, urin dapat tertampung pada suatu kantung di dinding vesika urinaria 4
 Schistosomiasis, terutama oleh schistosoma haematobium dapat menjadi lesi mengarah
keganasan4

Hal-hal yang disebutkan di atas dapat menimbulkan retensi urin, infeksi, maupun radang. Statis,
lithiasis, dan sistitis adalah peristiwa yang saling mempengaruhi. Statis menyebabkan bakteri
berkembang disebut sistitis; urin semakin basa sehingga memberi suasana yang tepat untuk
terbentuknya batu MgNH4PO4 (batu infeksi/struvit). Batu yang terbentuk bisa tunggal ataupun
banyak.4
Karena batu menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran
yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan terhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri. Pada
anak, menyebabkan yang bersangkutan menarik penisnya sehingga tidak jarang dilihat penis yang
agak panjang. Bila pada saat sakit tersebut penderita berubah posisi maka suatu saat air kemih akan
dapat keluar karena letak batu yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi yang sekunder, maka
nyeri menetap di suprapubik

2.4. Pathogenesis
Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti terjadinya batu saluran kemih. Diduga akibat
interaksi antara factor genetic dengan beberapa factor biologic, serta factor lain.
Factor genetic yang diduga berpengaruh adalah :
- Septiuria
- Hiperkalsiuria primer
- Hiperoksaliuria primer
Adapun factor biologiknya adalah :
- Supersaturasi urin
- Kekurangan factor proteksi
- Perubahan pH urin
- Nukleasi serta factor yang dapat melekatkan Kristal tubulus renalis
Sedangkan factor lain yang menunjang terjadinya batu adalah :
- Jenis kelamin = pria : wanita = 3 : 1
- Ras : lebih sering ditemukan di Asia dan Afrika
- Factor keturunan
- Kebiasaan minum : banyak minum meningkatkan diuresis mencegah terjadinya batu
- Mobilitas : orang yang banyak bergerak mempunyai resiko lebih kecil disbanding orang yang
kurang bergerak (banyak duduk)
- Social ekonomi : batu slauran kemih bagian atas lebih banyak diderita oleh masyarakat dengan
social ekonomi tinggi (lebih banyak mengkonsumsi protein hewani dan karbohidrat), dan sebaliknya
penderita dari tingkat social ekonomi rendah (vegetarian) lebih banyak enderita batu saluran kemih
bagian bawah
- Geografis : penduduk di daerah dengan suhu panas (tropika) diduga kuat mempunyai resiko lebih
tinggi, karena produksi keringat yang lebih banyak sehingga mengurangi produksi urin
- Infeksi : belum jelas apakah infeksi menyebabkan terjadinya batu atau sebaliknya.4

Supersaturasi merupakan penyebab terpenting dalam proses terjadinya batu saluran kemih.
Supersaturasi adalah terdapatnya bahan tertentu di dalam urin yang melebihi batas kemampuan
cairan urin untuk melarutkannya. Bahan-bahan tersebut adalah garam-garam dari oksalat, asam urat,
sistein dan xantin. Garam tersebut apabila dalam konsentrasi yang tinggi disertai dengan
pengurangan volume urin akan mengakibatkan terjadinya kristalisasi.4

Factor biologis lain yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya batu saluran kemih adalah :
1. Factor proteksi
Di dalam urin normal terdapat factor proteksi seperti : magnesium, sitrat, pirofosfat dan berbagai
protein enzim seperti glikopeptida zinc, ribonucleic acid dan khondroitin sulfat, neprocalcim A,
uropontin dan glycosaminoglycan. Ketiga yang terakhir merupakan proteksi batu kalsium. Bahan ini
dapat menghambat pembentukan batu dengan berbagai cara, seperti : memecah Kristal yang sudah
terbentuk, membungkus Kristal sehingga tidak melekat dan membuat garam-garam urin guna
menghambat pembentukan Kristal. Pada orang yang cenderung menderita batu saluran kemih, kadar
zat proteksi di atas rendah, sementara infeksi akan mengurangi kadar dan aktivitas bahan proteksi
dalam urin.

2. pH urin
pH urin dalam sehari kadarnya bervariasi, tetapi pH rata-rata batas toleransi adalah antara 5,6-6,5.
Perubahan pH urin ke arah lebih asam atau lebih basa akan mendorong terbentuknya Kristal garam.
Urin dengan pH asam memudahkan terbentuknya batu asam urat, sedangkan urin dengan pH basa
akan memudahkan terbentuknya batu kalsium dan batu struvit.

3. nuclease
Adanya partikel debris, ireguler di dinding saluran kemih. Kristal yang terbentuk dapat merupakan
inti Kristal untuk terbentuknya batu. Debris sendiri terjadi karena adanya benda asing, stagnasi aliran
urin, obstruksi, kelainan congenital ginjal (ginjal kistik, divertikel colitis, medulla sponge kidney)
dan infeksi.4

Teori pembentukan batu :

a. Teori Fisiko Kimiawi

Prinsip dari teori ini adalah terbentuknya BSK karena adanya proses kimia, fisika maupun
gabungan fisiko kimiawi. Dari hal tersebut diketahui bahwa ter adinya batu sangat dipengaruhi
oleh konsentrasi bahan pembentuk batu di saluran kemih.

Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori pembentukan batu, yaitu:

1. Teori Supersaturasi

Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan dasar terpenting dan
merupakan syarat terjadinya pengendapan. apabila kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan
titik endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan
pada akhirnya akan terbentuk batu. Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada
penambahan suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu yang
suatu saat akan terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih tidak
hanya dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi juga oleh kekuatan ion,
pembentukan kompleks dan air kemih.

2. Teori matrik

Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan mitokondria sel tubulus renalis
yang berbentuk laba-laba. Kristal batu oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel pada
anyaman tersebut dan berada di sela-sela anyaman sehingga terbentuk batu. Benang seperti laba-
laba terdiri dari protein 65%, heksana 10%, heksosamin 2-5 % sisanya air. Pada benang
menempel kristal batu yang seiring waktu batu akan semakin membesar. Matriks tersebut
merupakan bahan yang merangsang timbulnya batu.

3. Teori Tidak adanya inhibitor

Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada inhibitor organik terdapat bahan
yang sering terdapat dalam proses penghambat terjadinya batu yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan
tamma-horsefall glikoprotein sedangkan yang jarang terdapat adalah gliko-samin glikans dan
uropontin. Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat dan zink. Inhibitor yang paling
kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang
dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah terbentuknya kristal kalsium oksalat dan mencegah
perlengketan kristal kalsium oksalat pada membaran tubulus. Sitrat terdapat pada hampir semua
buah-buahan tetapi kadar tertinggi pada jeruk. Hal tersebut yang dapat menjelaskan mengapa
pada sebagian individu terjadi pembentukan BSK, sedangkan pada individu lain tidak, meskipun
sama-sama terjadi supersanturasi.

4. Teori Epitaksi

Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain yang berbeda sehingga
akan cepat membesar dan menjadi batu campuran. Keadaan ini disebut nukleasi heterogen dan
merupakan kasus yang paling sering yaitu kristal kalsium oksalat yang menempel pada kristal asam
urat yang ada

5. Teori Kombinasi
Banyak ahli berpendapat bahwa BSK terbentuk berdasarkan campuran dari  beberapa teori yang
ada. a. 6 Teori infeksi Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari kuman
tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK  adalah teori terbentuknya batu survit dipengaruhi
oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya reaksi sintesis ammonium dengan molekul magnesium dan
fosfat sehingga terbentuk  magnesium ammonium fosfat (batu survit) misalnya saja pada bakteri
pemecah urea yang menghasilkan urease.

Bakteri yang menghasilkan urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Teori pengaruh infeksi lainnya adalah teori nano bakteria dimana
penyebab pembentukan BSK adalah bakteri berukuran kecil dengan diameter 50-200 nanometer
yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih. Bakteri ini tergolong gram negatif dan sensitif
terhadap tetrasiklin. Dimana dinding pada bakteri tersebut dapat mengeras membentuk cangkang
kalsium kristal karbonat apatit dan membentuk inti batu, kemudian kristal kalsium oksalat akan
menempel yang lama kelamaan akan membesar. Dilaporkan bahwa 90 % penderita BSK
mengandung nanobakteria

2.5. Komposisi Batu

1. Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai yaitu kurang lebih 70-80 % dari seluruh batu ginjal.
Kandunganya terdiri atas kalsium oksalat, kalsium phospat, maupun campuran dari keduanya. Sebagian
besar berpendapat bahwa batu kalsium oksalat awalnya terutama dibentuk oleh agregasi dari kalsium
phospat yang ada pada renal calyx epithelium. Konkresi kalsium phospat mengikis urothelium dan
kemudian terpapar pada urine dan membentuk suatu nidus/inti batu untuk deposisi kalsium oxalat.
Kemudian deposisi kalsium oxalat tumbuh hingga batu tersebut cukup besar untuk menghancurkan
urothelial dan kemudian tersebar ke dalam ductus collecting.2
Faktor faktor yang mempengaruhi tebentuknya batu kalsium adalah hiperkalsiuri yaitu kadar
kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. Selain itu hiperoksaluri dimana eksresi
oksalat lebih dari 45 gr per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang banyak mengkonsumsi
makanan kaya oksalat seperti soft drink, arbei, jeruk sitrun, teh, kopi, dan sayuran berwarna hijau
terutama bayam. Kadar asam urat melenihih 850 mg/24 jam juga merupakan faktor predisposisi
terbentuknya batu, karna asam urat ini akan berperan sebagai nidus untuk terbentuknya batu kalsium
oksalat.2
Sitrat dan magnesium dapat berikatan dengan kalsium dan membentuk ikatan yang mudah larut
sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat. Sehingga keadaan hipositraturia dan
hipomagnesuria dapat menjadi faktor predisposisi terbentuknya batu kalsium.2

2. Batu asam urat


Asam urat adalah hasil metabolisme dari purin. Asam urat 100x lebih larut dalam pH > 6
dibanding pad pH<5,5. Faktor predisposisi terutama adalah suasana asam yang berlebihan dalam tubuh
(asidosis) pH< 6, dehydrasi dimana urine < 2 liter/hari. Hasil metabolisme purin ini akan mengalami
presipitasi pda tubulus renalis dan menyebabkan batu asam urat. Batu asam urat menempati persentasi
sekitar 5-10% dari keseluruhan batu saluran kemih. 75-80 % adalah asam urat murini sisanya adalah
campuran dengan kalsium oksalat. Pada pemeriksaan PIV batu ini bersifat radiolusen sehingga tampak
sebagai bayangan filling defect dan harus dibedakan dengan bekuan darah dsb.2

3.Batu struvit
Disebabkan oleh infeksi dari organisme yang memproduksi urease yang mampu metubah urin
menjadi suasan basa seperti proteus mirabilis (paling banyak) diikuti oleh Klebsiella, Enterobacter atau
Pseudomonas. Suasana basa ini memudahkan magnesium, amonium, fosfat, karbonat untuk membentuk
batu magnesium fosfat dan karbonat apatit.2

4.Batu cystine
Batu sistin dibentuk pada pasien dengan kelainan kongenital yaitu adanya defek pada gen yang
mentransport cystein atau gangguan asbsorbsi sistin pada mukosa usus.2

2.6. Gejala Klinik

Dapat tanpa keluhan 1

 Sakit berhubungan dengan berkemih 1,2

 Lokasi sakit terdapat di pangkal penis, suprapubis kemudian dijalarkan ke ujung penis (pada laki-laki)
dan klitoris (pada wanita) dan pelvis 1,2
 Terdapat hematuria pada akhir berkemih1,2

 Disuria (sakit ketika berkemih) 1,2

 frekuensi (sering kebelet berkemih walaupun VU belum penuh) 1

 Aliran urin berhenti mendadak bila batu menutup orificium urethra interna1,2

2.7. Diagnosis

Diagnosis batung kemih kand dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa pasien dapat datang dengan keluhanberupa sakit pinggang (kolik
atau non kolik), mual muntah,,deman bahkan sampai gagal ginjal.3
Pada pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang untuk mendukungpenegakkan diagnosis batu saluran kencing adalahpemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologi,pemeriksaan kedokteran nuklir. Pemeriksaanlaboratorium darah :
ureum/kreatinin, elektrolit, Ca, phospat anorganik. Alkali phospat, asam urat, protein, Hb
- Urin : rutin (midstream urin)

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan rencana terapi antara
lain:3

1. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan-keadaan:
alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai
echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.

2. Foto Polos Abdomen


Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio opak di
kandung kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling
sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen).

Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1.

Jenis Batu Radioopasitas


Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/Sistin Non opak

3. Pielografi Intra Vena (PIV)


Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat
mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos
abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan
fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.

4. PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih


5. Sistoskopi : untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing

2.8. Tatalaksana

Pada saat ini ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menangani kasus batu kandung
kemih. Di antaranya : vesikolitolapaksi, vesikolitotripsi dengan berbagai sumber energy
(elektrohidrolik, gelombang suara, laser, pneumatic), vesikolitotomi perkutan, vesikolitotomi terbuka
dan ESWL.2,6

 Vesikolitolapaksi : merupakan salah satu jenis tindakan yang telah lama dipergunakan dalam
menangani kasus batu kandung kemih selain operasi tebuka. Indikasi kontar untuk tindakan ini
adalah kapasitas kandung kemih yang kecil, batu multiple, batu ukuran lebih dari 20mm, batu keras,
batu kandung kemih pada anak dan akses uretra yang tidak memungkinkan. Teknik ini dapat
dipergunakan bersamaan dengan tindakan TUR-P, dengan tidak menambeh resiko seperti halnya
sebagai tindakan tunggal. penyulit : 9-25%, berupa cedera pada kandung kemih.2,6

 Vesikolitotripsi :
a. Elektrohidrolik (EHL); merupakan salah satu sumber energy yang cukup kuat untuk
menghancurkan batu kandung kemih. Dapat digunakan bersamaan dengan TUR-P. masalah timbul
bila batu keras maka akan memerlukan waktuyang lebih lama dan fragmentasinya inkomplit. EHL
tidak dianjurkan pada kasus batu besar dank eras. Angka bebas batu : 63-92%. Penyulit : sekitar 8%,
kasus rupture kandung kemih 1,8%. Waktu yang dibutuhkan : ± 26 menit.2,6

b. Ultrasound: litotripsi ultrasound cukup aman digunakan pada kasus batu kandung kemih, dapat
digunakan pada batu besar, dapat menghindarkan dari tindakan ulangan dan biaya tidak tinggi.
Angka bebas batu : 88% (ukuran batu 12-50 mm). penyulit : minimal (2 kasus di konversi). Waktu
yang dibutuhkan : ± 56 menit.2,6

c. Laser; yang digunakan adalah Holmium YAG. Hasilnya sangat baik pada kasus batu besar, tidak
tergantung jenis batu. Kelebihan yang lain adalah masa rawat singkat dan tidak ada penyulit. Angka
bebas batu : 100%. Penyulit : tidak ada. Waktu yang dibutuhkan : ± 57 menit.2,6

d. Pneumatic;; litotripsi pneumatic hasilnya cukup baik digunakan sebagai terapi batu kandung
kemih. Lebih efisien dibandingkan litotripsi ultrasound dan EHL pada kasus batu besar dank eras.
Angka bebas batu : 85%. Penyulit : tidak ada. Waktu yang dibutuhkan : ± 57 menit.2,6

Vesikolitotomi perkutan : merupakan alternative terapi pada kasus batu pada anak-anak atau pada
penderita dengan kesulitan akses melalui uretra, batu besar atau batu multiple. Tindakan ini indikasi
kontara pada adanya riwayat keganasan kandung kemih, riwayat operasi daerah pelvis, radioterapi,
infeksi aktif pada saluran kemih atau dinding abdomen. Angka bebas batu : 85-100%. Penyulit : tidak
ada. Waktu yang dibutuhkan : 40-100 menit.2,6

Vesikolitotomi terbuka : diindikasikan pada batu dengan stone burden besar, batu keras, kesulitan
akses melalui uretra, tindakan bersamaan dengan prostatektomi dan divertikelektomi. Angka bebas
batu : 100%.2,6

 ESWL : merupakan salah satu pilihan pada penderita yang tidak memungkinkan untuk operasi.
Masalah yang dihadapi adalah migrasi batu saat tindakan. Adanya obstruksi infravesikal serta residu
urin pasca miksi akan menurunkan angka keberhasilan dan membutuhkan tindakaan tambahan per
endoskopi sekitar 10% kasus untuk mengeluarkan pecahan batu. Dari kepustakaan, tindakan ESWL
umumnya dikerjakan lebih dari satu kali untuk terapi batu kandung kemih. Angka bebas batu :
elektromagnetik; 66% pada kasus dengan obstruksi dan 96% pada kasus non obstruksi. Bila
menggunakan pioezoelektrik hanya 50% yang berhasil.2,6
Pedoman pilihan terpai : dari sekian banyak pilihan untuk terapi batu kandung kemih yang dikerjakan
oleh para ahli di luar negri maka di Indonesia hanya beberapa tindakan saja yang bisa dikerjakan,
dengan alas an masalah ketersediaan alat dan sumber daya manusia. Penggunaan istilah
‘standar’,‘rekomendasi’ dan ‘opsional digunakan berdasarkan fleksibilitas yang akan digunakan
sebagai kebijakan dalam penanganan penderita.

Pedoman untuk batu ukuran kurang dari 20 mm. 1. Litotripsi endoskopik 2. Operasi terbuka,
Pedoman untuk batu lebih dari 20 mm. 1. Operasi terbuka 2. Litotripsi endoskopik, pedoman untuk
batu pada anak. 1. Operasi terbuka 2. Litotripsi endoskopik.6

2.9. Komplikasi

Komplikasi akibat tindakan litotripsi, adalah :


 Rupture vesika urinaria

 Rupture uretra

 Prostatitis

 Pyelonefritis

 Septicemia

 Hematuria

2.10. Diagnosis Banding

-Ureterolitiasis

- Nefroslitiasis

2.11. Pencegahan

Untuk mencegah pembentukan Kristal fosfat, ammonium, magnesium, semua batu yang ada
dalam saluran kemih harus dihilangkan karena kuman B.proteus dapat berada di bagian yang sulit
dicapai oleh antibiotic. Karena itu untuk batu struvit mutlak harus dicegah adanya batu residu agar
infeksi dapat dibasmi sempurna. Kristalisasi asam urat sangat tergantung pada pH urin. Bila pH
selalu di atas 6,2 maka tidak akan terbentuk Kristal asam urat. Pencegahannya adalah dengan diit dan
pada penyakit asam urat yang tinggi dalam serum dapat diberikan allopurinol.7,8
Peningkatan saturasi oktokalsium fosfat sama seperti magnesium, ammonium, fosfat, yaitu
tergantung pada pH. Hanya pada nilai pH di atas 6,5 nilai saturasi oktokalsium fosfat akan berada di
atas daerah lewat jenuh.7,8
Kalsium oksalat terdapat pada batu ginjal dan merupakan komposisi yang paling sering ditemukan
pada batu saluran kemih di Negara maju, dalam keadaan normal kalsium oksalat tidak berada dalam
puncak saturasi di air kemih. Factor utama yang menentukan saturasi oksalat kalsium adalah kalsium
dan oksalat. Mempunyai potensi jauh lebih besar jika dibanding dengan kalsium sebagai factor
saturasi di air kemih sehingga untuk menghindari terjadinya kristalisasi kalsium oksalat yang
terpenting adalah mencegah ekskresi oksalat di air kemih. Ekskresi oksalat di air kemih sebagian
berasal dari makanan, tetapi sebagian besar bersumber dari metabolism endogen. Dari bahan
makanan yang paling banyak mengandung oksalat adalah bayam, the, kopi dan coklat. Makanan
dengan rendah oksalat merupakan cara yang bermanfaat untuk mengurangi ekskresi oksalat.8,9
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama :Ny.S
Jenis kelamin :Perempuan
Umur : 50 tahun
Tanggal lahir : 11-09-1969
Pekerjaan : IRT
Alamat : Lereh
Agama : Islam
Suku : Jawa Timur
Nomor RM : 46 57 08

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama:
Nyeri pinggang kiri
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien terdiagnosis batu ureter dextra+ stenosis ureter sinistra dan dan AKI pada 24 desember 2018
dipuskesmas sentani 2 hari tidak dilakukan tindakan kemudian dirujuk ke RSUD Dok 2, saat itu
pasien datang ke rumah sakit Yowari dikarenakan dekat dengan rumah pasien dirawat di UGD RS
Yowari tetapi tidak diberikan pengobatan apapun. Keluhan nyeri pinggang kiri yang dirasakan hilang
timbul, mual muntah (+) dan sesak (+). Pasien juga mengatakan bahwa kencing sedikit namun tidak
disertai darah ataupun adanya batu. Nyeri BAK (-), saat tiba di rs dok 2 pasien masih menjalani
pengobatan malaria tropika (++++)
Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat As.Urat (-)
 Riwayat kolesterol (-)

Riwayat keluarga
 Riwayat batu saluran kemih (-)
 Riwayat tekanan darah tinggi (-)
 Riwayat kencing manis (-)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat jantung (-)

Riwayat kebiasaan
 Pasien mengaku sering mengonsumsi teh atau kopi
 Pasien bekerja sebagai Petani, setiap harinya mengaku duduk selama 5 jam untuk bekerja.
 Alkohol (-)
 Merokok (-)
 Makan Pinang (-)

3.3 Pemeriksaan Fisik


1. Status vitalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Sp O2 : 98 %
Respiratory : 20 x/menit
Suhu Badan : 36,80C
a. Status generalis
Kepala/ Leher
Mata : Conjugtiva anemis (+/+), Sklera Ikterik (+/+)
Hidung : Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
Telinga : Sekret (-), deformitas (-)
Leher : Perbesaran KGB (-), Tyroid (-)

Thorax
Inspeksi : Dextra : Retraksi (-), gerak nafas tertinggal (-)
Sinistra : Retraksi (-), gerak nafas tertinggal (-)
Pola pernapasan : (N)
Palpasi : Vocal fremitus D = S
Perkusi : Sonor
Auskultasi :Vesikuler (+/+), Ronki (-), Whezing (-),BJ I-II reguler,murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, caput medusa (-), jejas/bekas operasi (-).
Auskultasi : BU (+)/N , bruit sistolik (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Perkusi : Tympani

Ekstremitas
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT <2”
Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

b. Status Urologis:

Regio Flank dextra et sinistra:


Inspeksi: Massa (-/-), tanda inflamasi (-/-)
Palpasi: Nyeri tekan (-/-), massa (-/-), ballottement (-/-)
Perkusi: Nyeri ketok CVA (-/+)
Auskultasi: Bruit (-/-)

Regio Suprapubik
Inspeksi: Terdapat rambut pubis, tidak ada benjolan, bulging (-), hematom (-),
Palpasi: Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskular (-), massa (-), buli-buli tidak teraba
Perkusi: Timpani

Pemeriksaan Genitalia externa wanita

-Vulva
Labia mayora ada bartolinitis atau kista

-Muara Uretra
a. Tidak ada Urethral Discharge
b Caruncula Urethra – Ploriferasi mukosa urethraposterior dekat meatus dan menonjol keluar
c Prolapsus urethra – eversi mukosa urethra terutama bagian anterior
d.Vagina : Orificium dan Vestibulum vaginae : Tidak ada flour albus/keputihan/nanah

-Pemeriksaan Colok Dubur (Tidak dilakukan)


Saat melakukan RT yang dinilai yaitu :
Perianal dan perineum tidak meradang, tidak tampak massa tumor, Sfingter ani kuat, mukosa licin,
tak teraba penonjolan prostat kearah rectum, tidak terasa nyeri
3.4 pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium

PARAMETER NILAI
HASIL SATUAN
S RUJUKAN

Hematologi

HGB 4,9 [g/dL] L 13,3 - 16,6


P 11,0 - 14,7

RBC 1,47 [10^6/uL] 3,69 - 5,46

HCT 14,8 [%] L 41,3 - 52,1


P 35,2 - 46,7

WBC 10,33 [10^3/uL] 3,37 - 8,38

Trombosit 124 [10^3/uL] 140 - 400

Kimia Darah

GDS 96 Mg/dL <= 140

SGOT 11,1 U/L <= 40

SGPT 5,5 U/L <= 41


BUN 68,9 Mg/dL 7 – 18

Creatinin 12,83 Mg/dL <= 0,95

Elektrolit

Kalium darah 4,23 mEq/L 3,50-5,30

Natrium darah 141.20 mEq/L 135-145

Calcium ion 1,28 mEq/L 1,15-1,35

 Pemeriksaan penunjang USG Abdomen


Keterangan foto :
USG Ginjal : Ukuran dan bentuk ginjal kiri membesar, system pervokalises melebar
Buli-buli : Dinding tidak menebal, acoustic shadow (+)

 Pemeriksaan Polos Abdomen


Gambar 4. Foto BNO Polos pasien

Keterangan gambar :
1. Identitas foto sesuai dengan identitas pasien
2. Kilovolt dan miliamper mesin rontgen sudah sesuai
3. Persiapan cukup
4. Sisterna tulang intak
5. Bayangan muskulus ilipsoas normal dan tervisualisasi
6. Preperitoneal fat normal
7. Kontur ginjal tidak tervisualisasi
8. Gambaran radioopak terlihat didalam kandung kemih berukuran ± 15 cm
3.5 Diagnosa Kerja

Vesicolititiasis

Akut Kidney Injury

Sepsis Berat

Anemia

Efusi Pleura

Hidronefrosis siinistra

3.6Terapi

 Medikamentosa
- IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam
- Inj. Omeprazole 2x 40 mg
- ondancentron 3x4 mg
- ISDN 2x 5 mg
-amlodipin 1x 5 mg

 Non Medikamentosa
- Pro Vesikolitotomi

3.7 Prognosis
 Ad Vitam : dubia ad bonam
 Ad fungtionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB IV

PEMBAHASAN

Dari kasus di atas, Tn. PS usia 54 tahun datang ke poli RSUD dok 2 dengan tujuan kontrol post
ESWL ke IV (27 Juni 2019) dan kemudian kembali direncanakan operasi PCNL pada tanggal 5
november 2019 karena pada foto BNO polos pasien masih didapatkan adanya batu pada ginjal kanan.
Penegakkan diagnosis batu ginjal diketahui melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dimana dari anamnesis Awal pasien terdiagnosis batu ginjal pada desember 2018, saat itu
pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang kanan yang dirasakan terus menerus disertai demam,
mual muntah (+) dan sesak (+). Pasien juga mengatakan bahwa kencing sedikit namun tidak disertai
darah ataupun adanya batu. Nyeri BAK disangkal oleh pasien. Penderita nefrolitiasis sering
mendapatkan keluhan rasa nyeri pada pinggang ke arah bawah dan depan. Nyeri dapat bersifat kolik
atau non kolik. Nyeri dapat menetap dan terasa sangat hebat. Mual dan muntah sering hadir, namun
demam jarang di jumpai pada penderita. Dapat juga muncul adanya bruto atau mikrohematuria. 1,7
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada status generalis didapatkan vital sign dalam batas normal,
konjungtiva tidak pucat dan sklera tidak ikterik. Pada inspeksi regio flank dan regio supra pubik hasil
inspeksi pada pasien tidak ditemukan adanya jejas maupun tanda inflamasi, Palpasi : ada nyeri tekan
atau tidak pada daerah pinggang dan daerah perut, teraba massa atau tidak pada daerah pinggang.
Pada kasus tidak didapatkan nyeri tekan pada daerah suprapubik, dan nyeri tekan maupun massa
tidak ditemukan. Pada saat dilakukan bimanual abdomen tidak teraba massa.Perkusi : dilakukan
pemeriksaan ketok CVA. Pada pasien ditemukan nyeri ketok pada daerah CVA. Hal ini sesuai
dengan literatur dimana pasien dengan Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok pada daerah
kostovertebra.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah Pemeriksaan penunjang untuk


mendukungpenegakkan diagnosis batu saluran kencing adalahpemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiologi,pemeriksaan kedokteran nuklir. Pada kasus dilakukan pemeriksaan darah yang
bertujuan untuk mengetahui fungsi ginjal dan pemeriksaan BNO polos dimana ditemukan batu pada
daerah ginjal.
Pada kasus tindakan yang dilakukan pada pasien adalah dilakukan PCNL (Percutaneous
Nephrolithotripsy), PCNL Merupakan salah satu tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu
yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke dalam kalises melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
Asosiasi Eropa Pedoman Urologi tentang urolithiasis merekomendasikan PCNL sebagai pengobatan
utama untuk batu ginjal berukuran >20mm, sementara ESWL lebih disukai sebagai lini kedua
pengobatan, karena ESWL sering membutuhkan beberapa perawatan, dan memiliki risiko obstruksi
ureter, serta kebutuhan adanya prosedur tambahan. Ini adalah alasan utama untuk merekomendasikan
bahwa PNL adalah baris pertama untuk mengobati pasien nefrolitias.7

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan
Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana ditemukannya batu yang
mengandung komponen kristal dan matriks organik yang merupakan penyebab terbanyak kelainan
saluran kemih. Diagnosis batu ginjal ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Penderita nefrolitiasis sering mendapatkan keluhan rasa nyeri pada pinggang
ke arah bawah dan depan. Nyeri dapat bersifat kolik atau non kolik. Nyeri dapat menetap dan terasa
sangat hebat. Mual dan muntah sering hadir, namun demam jarang di jumpai pada penderita. Dapat
juga muncul adanya bruto atau mikrohematuria. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri
ketok pada daerah kostovertebra.

Pemeriksaan penunjang untuk mendukungpenegakkan diagnosis batu saluran kencing


adalahpemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi,pemeriksaan kedokteran nuklir.
Pemeriksaanlaboratorium adalah pemeriksaan urinalisis,pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia
darah.Pemeriksaan kedokteran nuklir adalah pemeriksaanrenografi dan laju filtrasi glomerulus
(GlomerularFitration Rate = GFR).Penatalaksanaan batu saluran kencing tergantungpada klasifikasi
batu saluran kecingnya. Jenispenatalaksanaan batu ginjal dapat berupa konservatif(observasi), non
invasif dengan ExtracorporealShockwave Lithotripsy (ESWL), invasif minimal
denganUreterorenoscopy (URS) + Disintegrasi batu danPercutaneous Nephrolithotripsy (PCNL), dan
operasiterbuka.

1.2 Saran
1. Bagi para pembaca, diharapkan dapat memetik pemahaman dari laporan kasus ini sehingga dapat
menjadi sumber informasi dan pengetahuan tambahan.
2. Kerjasamaantarkeluargadan pasien perlu ditingkatkan untuk membantu proses penyembuhan
pasien. Diupayakan agar meminum obat dan kontrol rutin, serta mematuhi saran dari dokter yang
merawat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauzi A., Putra M.M.A .2016. Nefrolitiasis : Universitas Lmpung. Vol5 NO.2
2. Ratu, Badji & Hardjoeno. Profil Analisis Batu Saluran Kemih Di Laboratorium Patologi
Klinik. Bagian Patologi Klinik FK. UNHAS / RS Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar
3. Purnomo, Basuki.B. 2012. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Seto
4. Zamzani, Z. 2018. Penatalaksanaan Terkini Batu Saluran Kencing di RSUD Arifin
AchmadPekanbaru, Indonesia. KJF Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
5. Hadiansyah H, & Rodjani A,. 2013. Nyeri Kolik dan Hubungannya dengan Lokasi Batu
Ureter pada Penderita Batu Ureter Unilateral. Staf Pengajar Departemen Urologi Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2010. Batu Ureter, dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Theodore R. Schrock, MD. 1995.Ilmu Bedah. Edisi 7. Jakarta: EGC;
8. Citetawati Y.W. et.al 2018.Faktor Resiko Paien Batu Ginjal Rawat Jalan RSUD Dr.Doris
Sylvanus Palangkaraya’. Jurnal Vokasi Kesehatan

29

You might also like