Professional Documents
Culture Documents
198-Article Text-478-1-10-20210907
198-Article Text-478-1-10-20210907
198-Article Text-478-1-10-20210907
Email: sintha.kesuma@gmail.com
ABSTRACT: Determination of tariffs based on INA-CBGs causes polemics for the Hospital, because in some cases, the rates
applied have experienced a difference when compared to the previous tariff. This fare difference, can be a benefit for the hospital
but can also increase the burden on the hospital. One of the rates that makes a difference in hospitals is the treatment of impacted
teeth. The problem with odontectomy measures is whether the INA-CBGs tariff can cover all costs in the odontectomy treatment
service and whether the tariff is effective and efficient in odontectomy measures. This research is triangulation using secondary
hospital data in 2019, is a case study that aims to analyze the unit cost or unit cost of Odontectomy based on Clinical Pathway
with Activity Based Costing method which aims to compare it with the rates set by the Dental & Mouth Hospital of Hasanuddin
University and INA-CBG rates. The cost calculation method uses the ABC (Activity Based Costing) method, allocating direct
costs by calculating the costs of activities that occur using a cost driver based on the time of activity. There is a difference
between the INA-CBGs odontectomy rates and the normal rates based on their qualifications. Efficiencies between INA-CBGs
and normal rates for inspection activities (52.7%), lifting seams (76.3%) and controls (72.9%) for mild, moderate and severe
odontectomy. There was an inefficient difference between INA-CBGs and normal rates for registration (100%), panoramic
radiology (5.8%) and mild odontectomy (424.2%), moderate odontectomy (597.3%) and severe odontectomy (169.01%) ). The
compilation of the unit cost tariff design against the Clinical Practice Guidelines based on the ABC method obtained a mild
odontectomy rate of Rp. 1,602,293, -; moderate odontectomy of Rp. 1,773,293 and severe odontectomy of Rp. 1,944,293.
Keywords: Unit Cost, Activity Based Costing method, odontectomy.
©2021 Admmirasi. All rights reserved
Informasi Artikel
[Diterima: 2020-10-15 Revisi: 2020-11-05 Disetujui: 2020-12-10]
PENDAHULUAN
91
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
Hingga saat ini, pembiayaan kesehatan masih menjadi masalah bagi masyarakat dan
programpelayanan kesehatan. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih membayar biaya
pelayanan kesehatan dengan cara pembayaran tunai (out of pocket). Masih banyak masyarakat
miskin di Indonesia yang sulit memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai,
dikarenakan alasanbiaya. Menurut Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) menyebutkan bahwa dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN),
pembiayaan kesehatanmerupakan salah satu sub sistem dalam SKN, sehingga dapat menjadi
acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan yang dimulai dari
kegiatan perencanaan sampai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi.
Rumah Sakit harus lebih bijak mengelola keuangan dengan pola INA-CBGs, karena bisa
jaditarif terlihat kecil karena ada beberapa tindakan yang tidak cost efektif atau masih adanya
tindakan yang tidak perlu dilakukan pada pasien mengambil porsi biaya yang cukup besar
dari paket tersebut. Dengan menggunakan sistem itu, maka perhitungan tarif pelayanan lebih
objektif berdasarkan biaya sebenarnya. Sistem akuntansi yang benar di rumah sakit sangat
diperlukan karena dalam pelayanan yang diberikan kepada pasien membutuhkan
pembiayaan yang besar dengan tidak mengeyampingkan kualitas dan profesionalisme
(Laksono, 2004).
Pengelolaan rumah sakit tidak hanya dalam bidang pembiayaan saja‚ tetapi juga dalam
bidangkebijakan yang menyangkut pembangunan sarana‚ pengadaan peralatan dan
penetapan tarifpelayanan. Peranan tarif dalam pelayanan kesehatan sangat penting untuk
menjamin kesinambungan pelayanan. Setiap sarana kesehatan harus dapat menetapkan
besarnya tarif yang dapat menjamin pendapatan yang lebih besardari pengeluaran. Apabila
tarif pelayanan terlalu rendah‚ dapat menyebabkan pendapatan (income) rendah‚ dan apabila
lebih rendah dari pengeluaran (expenses) pasti akan menimbulkan kesulitankeuangan.
Adanya kesenjangan tarif antara tarif rumah sakit dan tarif berdasarkan INA-CBGs
menimbulkan masalah dimana tidak semua rumahsakit terutama rumah sakit tipe B yang mau
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk penanganan pasien impaksi dengan tindakan
odontektomi. Hal ini berdampak pada penumpukan antrian pasien di beberapa rumah sakit
tertentu yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, dan menimbulkan keluhan pasien.
Masalah yang ada pada layanan tindakan odontektomi apakah tarif INA-CBGs sudah dapat
menutupi seluruh biaya dalam layanan tindakan odontektomi tersebut dan apakah tarif
tersebut sudah efektif dan efisien dalam layanan tindakan odontektomi.
92
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
Odontektomi
Definisi odontektomi menurut Archer (1975) menyatakan bahwa odontektomi adalah
pengambilan gigi dengan prosedur bedah dengan pengangkatan mukoperiosteal flap dan
membuangtulang yang ada diatas gigi dan juga tulang disekitar akar sisi bukal dengan chisel,
bur, atau rongeurs. Odontektomi atau pencabutan gigi dengan pembedahan merupakan
tindakan pembedahan yang sering dilakukan oleh spesialis bedah mulut (Rahayu, 2014).
Odontektomi adalah prosedur operasi yangpaling umum digunakan oleh ahli bedah
mulut sekaligus merupakan model umum yang biasa digunakan untuk menilai efektivitas
analgesik penghilang rasa sakit akut setelah operasi gigi. Pencabutan molar ketiga rahang
bawah secara pembedahan sering menyebabkan rasa sakit, trismus dan pembengkakan.
Lamanya pembedahan, insisi, bentuk mukoperiosteal flap, dan perlakuan sebelum operasi
mempengaruhi intensitas dan frekuensi keluhan setelah operasi.
Odontektomi, pengangkatan gigi impaksi, perlu dilakukan pada sebagian gigi
impaksi. Sebagian gigi impaksi lainnya, dapat dibiarkan tanpa pembedahan tetapi dengan
perawatan dan pengawasan akan kemungkinan komplikasi yang timbul. Tingginya
prevalensi gigi bungsu yang impaksi mengakibatkan frekuensi odontektomi meningkat tajam,
namun odontektomi belum tentudiperlukan pada seluruh kasus (Archer, 1974; Hupp, 2008).
Impaksi adalah gigi yang jalan erupsi normalnya terhalang atau terblokir, biasanya oleh gigi
didekatnya atau jaringan patologis. Impaksi diperkirakan secara klinis apabila gigi
antagonisnya sudah erupsi dan hampir bisa dipastikan apabila gigi yang teletak pada sisi yang
lain sudah erupsi (Pederson, 1996).
Clinical Pathway
Clinical pathway adalah alur yang menunjukkan secara detil tahap-tahap penting dari
pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan. Clinical pathway merupakan rencana
multidisiplin yang memerlukan praktik kolaborasi dengan pendekatan tim, melalui kegiatan
hari per hari, berfokus kepada pasien dengan kegiatan sistematik yang memerlukan standar
93
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
outcome. Kasus yang diutamakan untuk clinical pathway adalah kasus yang terbanyak, biaya
tinggi, perjalanan penyakit dan hasilnya dapat diperkirakan.
Clinical Pathway adalah suatu jadwal prosedur medis dan keperawatan termasuk di
dalamnya tes diagnostik, pengobatan dan konsultasi yang dirancang untuk efisiensi dan
pengkoordinasian program pelaksanaan (Blesser L.D, et all, 2004) dalam (Nangoy, 2013).
Clinical pathway adalah alur suatu proses kegiatanpelayanan pasien yang spesifik untuk suatu
penyakit atau tindakan tertentu, mulai dari pasien masuk sampai pasien pulang, yang
merupakan integrase dari pelayanan medis, pelayanan keperawatan, pelayanan farmasi dan
pelayanan kesehatan lainnya. Clinical pathway bukan merupakan clinical guidelines atau
protocol, karena setiap kasus dalam clinical pathway dibuat berdasarkan standar prosedur dari
setiap profesi yang mengacu pada standar pelayanan dari profesimasing-masing, disesuaikan
dengan strata sarana pelayanan rumah sakit. Clinical pathway dapat digunakan untuk prediksi
lama hari dirawat dan biaya pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sehingga dapat
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya rumah sakit.
Tarif
Tarif menurut Departemen Kesehatan (1992) adalah nilai suatu jasa pelayanan rumah
sakit dengan dengan sejumlah uang di mana berdasarkannilai tersebut rumah sakit bersedia
memberikanjasa kepada pasien tersebut. Tarif di rumah sakit merupakan suatu aspek yang
penting tidak saja di rumah sakit swasta tetapi juga di rumah sakit pemerintah, untuk di
rumah sakit pemerintah tarif biasanya sudah ditetapkan berdasarkan surat keputusan yang
sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Adapun Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59
Tahun 2014 menyatakan pengertian tarif sehubungan dengan program BPJS Kesehatan
dibagi menjadi :
1) Tarif Kapitasi
Tarif kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka oleh
BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan TingkatPertama berdasarkan jumlah
peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan
kesehatan yang diberikan.
2) Tarif Non Kapitasi
Tarif Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatankepada
Fasilitas Tingkat Pertama berdasarkanjenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang
diberikan.
3) Tarif Indonesian – Case Based Groups
94
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
Tarif Indonesian – Case Based Groups (INA-CBGs) adalah besaran pembayaran klaim
oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket
layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan
prosedur.
METODE PENELITIAN
95
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
96
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis di Unit Bedah Mulut &
Maksilofasial RSGM Unhas dilakukan perhitungan biaya satuan jenis kegiatan tindakan
odontektomi dengan menggunakan metode Activity Based Costing(ABC). Dasar analisis ini
ditunjukkan pada tabel 1penerapan tarif odontektomi di RSGM Unhas.
97
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
Kegiatan pelayanan impaksi gigi di Unit Bedah Mulut & Maksilofasial bergantung
pada tingkat kesulitan letak gigi geraham yang umumnya erupsi abnormal, untuk
memudahkanperhitungan maka dilakukan penggolongan tindakan odontektomi ringan,
tindakan odontektomi sedang, dan tindakan odontektomi berat. Penerapan tarif yang
berlaku saat ini di RSGM Unhas Unit Bedah Mulut & Maksilofasial untuk tindakan
odontektomi ringan adalah Rp. 1.915.000,- ; tindakan odontektomi sedang adalah Rp.
2.404.000,-; tindakan odontektomi berat adalah Rp. 2.904.000,-, yang dijelaskan pada tabel
1. Hasil yang didapatkan dari perbandingan penerapan tarif odontektomi
ringan, sedang, dan berat terletak pada biaya tindakan yaitu jasa medis,jasa
non medis, sarana dan bahan habis pakai.
Tabel. 2 Penerapan tarif tindakan odontektomi INA-CBGs
INA-CBGs(Rp)
No Aktivitas
1 Pendaftaran 0,-
2 Pemeriksaan 211.400,-
3 Radiologi Panoramic 189.000,-
4 Tindakan Odontektomi 286.800,-
5 Angkat Jahitan 211.400,-
6 Kontrol 185.000,-
Total 1.083.600,-
Sumber : Data BPJS Kesehatan
98
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
99
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
Perbandingan Tarif
Selisih(Rp) Porsi(%)
No Aktivitas RSGM UH INA-CBGs
(Rp) (Rp)
1 Pendaftaran 15.000,- 0,- (-) 15.000,- 100.0
2 Pemeriksaan 100.000,- 211.400,- (+) 111.400,- 52.7
Radiologi
3 200.000,- 189.000,- (-) 11.000,- 5.8
Panoramik
100
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
• Biaya operasional dihitung dari biaya operasional setahun dibagi output, sehingga
didapatkan biaya operasional masing-masing pelayanan. Pada penelitian, bahan
oeprasional seperti bahan habis pakai dilakukan penjumlahan biaya selama satu tahun,
dibagi dengan output pelayanan di unit tertentu selama tahun 2019.
• Biaya operasional gaji dihitung berdasarkan gaji setahun dibagi dengan jumlah hari kerja
dalam satu tahun.
• Biaya obat dihitung dengan menghitung semua jenis obat yang dipakai dikalikan harga
satuan.
• Biaya pemeliharaan gedung, alat kesehatan alat non kesehatan adalah biaya pemeliharaan
setahundijadikan biaya pemeliharaan per satuan waktu.
Pengujian Hipotesis
Tabel 6. Uji t berpasangan antara tarif RSGM Unhas dengan INA-CBGs dan INA-CBGs
dengan Unit Cost ABC
H1 : Terdapat perbedaan tarif antara tarif RSGM Unhas dengan tarif INA-CBGs pada
tindakan odontektomi.
Pada uji perbandingan antara tarif RSGM Unhas dengan tarif INA-CBGs di tabel 6
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna berdasarkan hasil sig yang
kurang dari 0.05.
Perbedaan antara masing-masing tarif dan unit cost terdapat pada analisis efisiensi
yang ditunjukkan oleh struktur biaya terjadinya efisiensi pada pemeriksaan dalam
penegakkan diagnosa dan tindakan, baik dalam tindakan odontektomi ringan,sedang
dan berat.
H2 : Terdapat perbedaan tarif antara tarif activity based costing dengan tarif INA-CBGs
pada tindakan odontektomi.
101
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
Pada uji perbandingan antara tarif ABC dengan tarif INA-CBGs di tabel 6
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna berdasarkan hasil sig yang
kurang dari 0.05. Dari analisis diatasdapat dikatakan bahwa hipotesis perbedaan tarif
NA-CBGs dan perhitungan unit cost denganmetode ABC.
Perbedaan antara masing-masing tarif dan unitcost terdapat pada analisis efisiensi
yang ditunjukkan oleh struktur biaya terjadinya efisiensi pada pemeriksaan dalam
penegakkan diagnosa dantindakan, baik dalam tindakan odontektomi ringan,sedang
dan berat.
Tabel 7. Perbandingan antara tarif odontektomi ringanRSGM Unhas, tarif INA-CBGs dan
Unit Cost berdasarkan metode ABC
Pada tabel 5.7 diatas menunjukkan perbandingan tarif antara RSGM Unhas, INA-
CBGs dan Unit Cost metode ABC. Terlihat perbandingan efisiensitarif antara RSGM Unhas
dengan INA-CBGs pada aktifitas pemeriksaan penunjang, angkat jahitan spooling, dan
kontrol. Pemeriksaan penunjang termasuk radiologi panoramik dan glucotest. Pada
penelitian ini juga terlihat bahwa efisiensi tidak terjadi pada aktifitas pendaftaran,
pemeriksaan dalam menegakkan diagnosa, dan tindakan odontektomi ringan. Terlihat
perbandingan efisiensi tarif antara Unit Cost metode ABC dengan INA-CBGs pada aktifitas
pemeriksaan penunjang radiologi panoramik dan glucotest, dan aktifitas angkat jahitan
spooling. Efisiensi tidak terjadi padaaktifitas pendaftaran, pemeriksaan dalammenegakkan
diagnosa, dan tindakan odontektomi ringan.
Secara keseluruhan pada tindakan odontektomi ringan, terlihat perbandingan tarif
102
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
yang tidak efisien antara tarif RSGM Unhas dengan tarif INA-CBGs, dan antara tarif
perhitungan unit cost ABC dengan INA-CBGs.
Tabel 8. Perbandingan antara tarif odontektomi ringanRSGM Unhas, tarif INA-CBGs dan
Unit Cost berdasarkan metode ABC
Perbandingan Tarif
Efisiensi Efisiensi
No Aktifitas RSGM UH RSGM-INA ABC –INA
INA-CBGs (Rp) ABC(Rp)
(Rp) CBGs CBGs
Tidakefisien Tidakefisien
Total 2.415.000 1.083.600 1.773.293
103
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
Tabel 9. Perbandingan antara tarif odontektomi berat RSGM Unhas, tarif INA-CBGs dan
Unit Cost berdasarkan metode ABC
Perhitungan unit cost tindakan odontektomi rawat jalan berdasarkan clinical pathway dengan
metodeActivity Based Costing (ABC) di RSGM Unhas pada penelitian ini didapatkan hasil
yaitu :
a. Perhitungan unit cost aktifitas pendaftaran sebesar Rp. 135.475,-
b. Perhitungan unit cost aktifitas pemeriksaan(anamnesa dan pemeriksaan fisik)
pasien dalam menegakkan diagnosa gigi impaksi sebesar Rp. 278.675,-
c. Perhitungan unit cost aktifitas radiologi
Pada tabel 9 diatas menunjukkan perbandingan efisiensi tarif antara RSGM Unhas
dengan INA- CBGs pada aktifitas pemeriksaan penunjang, angkat jahitan spooling, dan
kontrol. Pemeriksaan penunjang termasuk radiologi panoramik dan glucotest. Pada
penelitian ini juga terlihat bahwa efisiensi tidak terjadi pada aktifitas pendaftaran,
pemeriksaan dalam menegakkan diagnosa, dan tindakan odontektomi berat.
Terlihat perbandingan efisiensi tarif antara unitcost metode ABC dengan INA-CBGs
pada aktifitaspemeriksaan penunjang radiologi panoramik dan glucotest, dan aktifitas angkat
jahitan spooling. Efisiensi tidak terjadi pada aktifitas pendaftaran, pemeriksaan dalam
menegakkan diagnosa, dan tindakan odontektomi berat. Secara keseluruhan pada tindakan
odontektomi berat, terlihat perbandingan tarif yang tidak efisien antara tarif RSGM Unhas
dengan tarif INA-CBGs,dan antara tarif perhitungan unit cost ABC denganINA-CBGs.
Pada penelitian ini, analisis perbandingan tarif tindakan odontektomi RSGM Unhas
dan tarif INA-CBGs terlihat pada golongan tindakan odontektomi :
a. Pada perbandingan tindakan odontektomiringan, dimana terjadi perbedaan selisih
antaratarif RSGM Unhas dengan tarif INA-CBGs sebesar 76.8% yang tidak efisien.
b. Pada perbandingan tindakan odontektomisedang, terjadi perbedaan selisih antara
104
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
tarif RSGM Unhas dengan tarif INA-CBGs sebesar 122.8% yang tidak efisien.
c. Pada perbandingan tindakan odontektomiberat, terjadi perbedaan selisih antara
tarif panoramik sebesar Rp. 97.955,-
d. Perhitungan unit cost aktifitas laboratorium sederhana glucotes sebesar
Rp. 82.717,-
e. Perhitungan unit cost tindakan odontektomi ringan sebesar Rp. 916.471,-
f. Perhitungan unit cost tindakan odontektomi sedang sebesar Rp.
1.087.471,-
g. Perhitungan unit cost tindakan odontektomi berat sebesar Rp. 1.258.471,-
h. Perhitungan unit cost aktifitas tindak lanjut atau kontrol setelah 7 hari
pasca odontektomisebesar Rp. 91.000,-
Simpulan
Hasil penelitian tentang analisis perbandingantarif tindakan odontektomi INA-CBGs
dengan tarif normal berbasis clinical pathway berdasarkan unit cost dengan metode Activity
Based Costing RSGM Unhas bahwa terdapat perbedaan tarif INA-CBGs dan tarif normal
tindakan odontektomi berbasisclinical pathway berdasarkan unit cost dengan metode Activity
Based Costing di RSGM Unhas Makassar. Terjadi perbedaan selisih antara tarif tindakan
odontektomi INA-CBGs dengan tarif normal RSGM Unhas berdasarkan kualifikasinya.
Analisa perbedaan tarif tindakan odontektomiRSGM Unhas dengan tarif INA-CBGs terjadi
perbedaan selisih antara tarif RSGM Unhas dengantarif INA-CBGs pada kualifikasi tindakan
odontektomi ringan, sedang dan berat.
Pada perbandingan tindakan odontektomi ringan, sedang dan berat maka terlihat
perbedaan selisih yang menunjukkan efisiensi antara tarif RSGM Unhas dengan tarif INA-
CBGs padaaktifitas pemeriksaan, angkat jahitan dan kontrol. Terlihat perbedaan selisih yang
tidak efisien antaratarif RSGM Unhas dengan tarif INA-CBGs pada aktifitas pendaftaran,
pemeriksaan penunjang radiologi panoramik dan tindakan. Pada penelitian ini, RSGM
Unhas memungkinkan untuk mengembangkan metode penerapan unit cost dengan
menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) karena setiap biaya satuan mempunyai
peluang untuk dapat disesuaikan dengan aktifitas. Sehinggaperhitungan dengan metode ini
akan memberikan kontribusi efisiensi dan efektifitas bagi RS untuk menaikkan kinerja.
Perhitungan unit cost tarif tindakan odontektomi dengan metode Activity Based Costing
(ABC) memungkinkan untukdigunakan di rumah sakit karena mendekati nilai tarif INA-
CBGs serta mempunyai peluanguntuk disesuaikan dalam beberapa struktur biaya dalam
metode ABC pada unit pendaftaran, pemeriksaan, dan tindakan.
105
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
Penerapan unit cost metode ABC memungkinkan untuk menerima tarif INA- CBGs
dalam rangka potensi peluang untuk mengeliminasi struktur biaya dalam suatu alur
tindakan menurut clinical pathway. Rumah sakit harus mempunyai kinerja yangdiperoleh
dari hasil penjualan yang dihasilkan dari perhitungan unit cost yang efisien. Efisiensidicapai
dalam pendistribusian struktur biaya dimana perhitungan unit cost dapat dilakukan bila
rumah sakit menggunakan metode activity based costing. Perlunya efisiensi dalam struktur
biaya dapat dilakukan pada aktivitas pendaftaran, pemeriksaan penunjang, tindakan
odontektomi dimana dapat dilakukan efisiensi dari perhitungan jasa medis maupun alat
medis yang dipakai namun tetap memberikan pelayanan yang berkualitas. Rumah sakit
perlu melakukan evaluasi ulang tarif rumah sakit dengan melihat struktur biayayang perlu
dilakukan efisiensi namun tetap memberikan pelayanan yang berkualitas. Rumah sakit
perlu untuk membentuk timevaluasi dalam melakukan evaluasi tarif rumahsakit agar dapat
lebih mendekati tarif INA- CBGs sehingga efisiensi biaya dapat terjadi.
Hasil proses efesiensi diatas akan memberikanpeluang harga pelayanan yang dapat
kompetitifdengan INA-CBGs dan tarif normal rumah sakit lain, sehingga memiliki peluang
untuk mendapatkan keuntungan lebih baik. Penerapan metode activity based costing pada
tindakanodontektomi bisa memberikan alternatif peluang untuk dibuat benchmark pada tarif
pelayanan diluarUnit Bedah Mulut dan Maksilofasial.
Dari hasil penelitian ini, penulisan memberikanrekomendasi sebagai berikut :
1. Perlunya usulan untuk revisi setiap tahunnya bagi penetapan tarif INA-CBGs agar
tidak menghasilkan selisih negatif bagi RSGM Unhasuntuk tindakan odontektomi
pada pasien gigi impaksi. Pengurangan selisih negatif ini tentunya dapat
menutupi biaya yang dikeluarkan untuk penanganan tindakan odontektomi.
2. Pentingnya RSGM Unhas untuk menentukan penetapan tarif di rumah sakit
denganmenghitung biaya satuan (unit cost) dari setiap aktivitas pada penanganan
kasus gigi impaksi dengan tindakan odontektomi.
3. Meningkatkan kualitas data di rumah sakit dengan menambah kesadaran petugas
medis dan paramedis untuk patuh dalam mengisi clinical pathway dan pengisian
data rekam medik yang lengkap. Dengan tingginya kualitas data rekam medik
maka akan semakin tinggi pula keakuratan clinical pathway yang sudah disusun
dan unit cost yang dihitung.
4. Perlu adanya evaluasi tahapan clinical dalam hal meminimalisir kunjungan pasien
dalam prosedur tindakan odontektomi sehingga efisiensi biaya juga bisa terjadi.
5. Menyusun dan membuat clinical pathway untukjenis penyakit lainnya agar tercapai
106
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
Acknowlegment
Paper ini dibuat dan disajikan melalui interaksidengan banyak orang. Khususnya, saya
sangat berterima kasih kepada pembimbing saya, Bapak Dr. M F Arrozi SE, M.Si, Akt, CA
untuk dukungan hangat, inspirasi dan bimbingan yang bijaksana. Saya juga berterima kasih
kepada Bapak Mohamad Reza Hilmy, SKM, MARS, PhD., atas kritik dan saran yang
membangun dalam penyusunan tesis saya.
DAFTAR PUSTAKA
Accorsi, Fernando., Norberti , B., Roberto , B., Clovis , M., Marco , A., dan Ivaldo, G. (2011). In
vivo accuracy of conventional and digital radiographic methods in confirming root canal working
length determination by Root ZX. J Appl Oral Sci,522-525.
Adiwimarta, dkk. (1999). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta : Balai Pustaka
Amanat, N., Mirza, D., Rizvi, K.F., 2014. Pattern of Third Molar Impaction : Frequency andTypes
Among Patients Attending Urban Teaching Hospital of Karachi. Pakistan Oral and Dental
Journal, 34(1), 1–4.
Amrizal, M. N, 2005, Introduction of clinical pathway casemix. UKM Medical Center
Archer, W. H. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. Vol. 1. Philadelphia: W. B Saunders
Company. Halaman: 250-311.
Arsyad Azhar. (1996). Media Pembelajaran, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Audimoolam, S., Nair, M., Gaikwad, R., & Qing,
C. (2005). The Role of Clinical Pathways in Improving Patient Outcomes
B, Hamzah., & Nurdin (2011). Belajar denganPendekatan PAILKEM. Jakarta: PT Bumi Aksara
Bansal G. J. (2006). Digital radiography. A comparison with modern conventionalimaging. Postgrad
Med J, 82:425–428.
Bart, Smet. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta:PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Blocher 2007. Manajemen Biaya. Edisi Ketiga.Jakarta:Salemba Empat.
Blocher, Chen, Lin, 2000. Cost Manajemen a Strategic Emphasis yang diterjemahkan oleh
Ambarriani, Jakarta, Salemba Empat.
Booshehri, Zangouie., B. Behniafar, dan Ardakani,
107
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
F. (2011). Evaluation of the Distortion Rate of Panoramic and Periapical Radiographs in Erupted Third
MolarInclination. Iran J Radiol 8(1): 15-21.
Bourzgui F, Sebbar M, Abidine Z, Bentahar Z. Management of Dental Impaction, Orthodontics -
Basic Aspects and Clinical Consideration. (Bourzgui F, ed.). InTech; 2012.
Carter, William K dan Usry, Milton F. 2006. Akuntansi Biaya. Diterjemahkan oleh Krista. Buku
1. Edisi Keempat Belas. Jakarta: Salemba Empat.
Croucher, Michelle, 2005, ‘An evaluation of the quality of integrated care pathway development in
the UK national health service’, Journal of Integrated Care Pathways, 9, pp.6-12.
Daljono. 2011. Akuntansi Biaya, edisi 3.Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Davis, N. (2015). Integrated Care Pathways a Guide to Good Practice. Swansea : NHS.
De Bleser, L., De Waele, K., Vanhaecht, K., Vlayen, J., & Sermeus, W. (2006). Defining Pathways.
Journal of Nursing Management, 14(7), 553-563.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006, Clinical pathway, Ditjen Bina Pelayanan
Medik, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Implementas Clinical pathway, Ditjen Bina
Pelayanan Medik, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1992. Pedoman tarif pelayanan rumah sakit. Penerbit Depkes RI.
Jakarta.
Dwipayanti A, Adriatmoko W, Rochim A. Komplikasi post odontektomi gigi molar ketiga rahang
bawah impaksi. Journal of the Indonesian Dental Assocation; 2009: 58(2):20.
Firmanda. (2006). Clinical Pathway Kesehatan Anak. Seri Pediatri Vol 8. No. 3;195-208.
Fonseca. R.J. 2000. Oral and Maxillofasial Trauma.3rd ed. Sc Louis: Elsevier Saunders.
Gani, Ascobat (1995). Pentarifan rumah sakit. Pelatihan pelaksana rumah sakit unitswadana di 5
rumah sakit. Dinjen YanmedDepkes RI 3-7 Februari 1992
Garrison, R. H 2006, Managerial Acounting : Concept for Planning, Control, Decision Making,
Business Publications. Inc.
Gupta S, Soni JS. Study of anatomical variations and incidence of mental foramen and accessory
mental foramen in dry human mandibles. National J of Med Res 2011; 2
: 28-30.
Hansen, D. R., dan Mowen, M. M. 2006. AkuntansiManajemen. Buku 1, Edisi 7. (Diterjemahkan
oleh: Dewi Fitriasari danDeny Arnos Kwary). Jakarta: Salemba Empat.
Hansen, D. R.,dan Mowen, M., 1999, Akuntansi manajemen, trans. Ancella A. Hermawan,
Erlangga, Jakarta.
Hardianti. (2014). Perbandingan Tingkat Keakuratan Radiografi Konvensional Dengan Digital
Dalam Pengukuran Panjang Kerja Pada Perawatan Endodontik. 15
Hartono, S.P. (2010). Statistik Kesehatan. Jakarta:Rajawali Pers.
Johnson dkk, 1997, ‘Clinical pathway integrated’,Jurnal Manajemen Kesehatan.
Laksono Trisnantoro. , 2004, Aspek strategis dalam Manajemen Rumah Sakit, cetakan pertama,
yogyakarta: Penerbit Andi.
Maradona, H. 2009. Hubungan Sikap Pelanggan, Norma Subjektif Pelanggan dan Kontrol Perilaku
Pelanggan dengan Intensi Kepatuhan Pelanggan dalam Membayar Tagihan Jasa Telepon
Rumah di Pt.Telkomunikasi Indonesia, tbk Malang (Penerapan Teory Of Planned Behavior).
Midleton, Roberts, 2000, Integration clinical pathways: a practical approach to implementation,
McGraw-Hill, USA.
108
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
Milgram, S. 1963. “Behavioral Study of Obedience,” Journal of Abnormal and Social Psychology,
67:371–378.
Mulyadi, 2007, Edisi 6, Activity Based Costing- Sistem Informasi Biaya untuk Pemberdayaan
Karyawan, pengurangan Biaya, dan Penentuan Secara Akurat Cost Produk dan Jasa,
Yogyakarta: UPP STIMYKPN
Mulyadi. 2012. Akuntansi Biaya. Edisi 5.
Yogyakarta : UPP STIM YKPN
Pedersen, G.W., 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (terj.), Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 29-100
Pell GJ, Gregory BT. Impacted mandibular third molars; classification and modified technique for
removal. Dent Dig 1993; 39:330-338
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Standar Tarif Pelayanan
Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan
Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Petunjuk
Teknis Sistem INA CBGsPeraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64
Tahun 2016 Tentang PerubahanAtas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
52 Tahun 2016 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan
Program Jaminan Kesehatan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor HK.02.02/Menkes/62/2015
Tentang Panduan Praktik Klinis BagiDokter Gigi
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentangSistem Kesehatan Nasional (SKN)
Primadinta 2009, Analisa Cost Sharing Perhitungan Tarif Hemodialisis (HD) Masyarakat Miskin di
Rumah Sakit UmumPKU Muhammadiyah Unit 1 Yogyakarta
Rahayu, S., 2014. Odontektomi, Tatalaksana Gigi Bungsu Impaksi. E-Journal WIDYA Kesehatan Dan
Lingkungan, 1(2), 81–89.
Ramesh A., Tyndall, DA., dan Ludlow, J. (2011).Evaluation Of a New Digital Panoramic
System: a Comparison With Film. Dentomaxillofacial Radiology, 30:
98-100. Rivany, R (1998), Casemix, Reformasi
Mikroekonomi di Industri Layanan Kesehatan
Saleh, A.E., dan Susilowati. (2004). Studi Empiris Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan
Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Bisnis Strategi. Vol.13. h. 67-80.
Santoso S. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta; 2012
Sarwono. (1997). Sosiologi kesehatan; Beberapa konsep beserta aplikasinya, FKM : Gadjah Mada
University Press.
Sudaryanti, Nunik. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan
Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Fakultas Ekonomi
UniversitasDiponegoro.
Supriyono 2002, Akuntansi Biaya Buku I: Pegumpulan Biaya dan Penentuan Harga Pokok, Edisi 2,
Cetakan ke XII, BPFE,Yogyakarta.
Suryoputri, AD. Perbedaan angka kepatuhan cucitangan petugas kesehatan di RSUP dr. Kariadi.
Studi di bangsal bedah, anak, interna, dan ICU. Artikel karya tulis ilmiah. Semarang ; 2011.
109
“Komparasi Tarif Odontektomi Untuk Perhitungan Tarif Riil Rumah Sakit, Ina-Cbgs Dan ABC
Pada Rsgm Unhas”
Sutomo 2003, Analisis Keputusan Investasi Rawat Inap Ruang Super VIP RSD Pandan Arang
Boyolali
Taylor, S. E. (2006). Health Psychology 6th Edition. New York: McGraw-Hill Inc.
Thabrany. H, 1998. Penetapan dan Simulasi Tarif Rumah Sakit, RSPAD
Trisnantoro 2006, Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen Rumah Sakit,Gadjah
Mada University Press,Yogyakarta.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Vanhaecht, K., Whittle, K. D. & Sermeus, W.(2007). Clinical pathway audit tools: asystemic review.
Journal Nursing Management, 14, pp. 529-537
Whaites E, R. C. (2003). Essentials of dental radiography and radiology 3 rd . New York
Churchill livingstone, 75-94.
Whittle C, 2009, ’ICPAT: integrated care pathway appraisal tools’, International Journal of Care
Pathway, 13, pp. 75-77.
Wilson J, Integrated Care Management: The Pathway to Success? Oxford Butterworth
Heimeman 1995
Wray, D. Et al. 2003. Textbook of General and Oral Surgery. Churchill Livingstone, Toronto
110