Professional Documents
Culture Documents
Perjanjian Giyanti
Perjanjian Giyanti
Perjanjian Giyanti
Perjanjian ini lahir sebagai kesepakatan segitiga politik antara pakubuwana 3, pangeran
mangkubumi dan VOC 13 februari 1755
Nama giyanti diambil dari daerah yang dibuat untuk membuat perjanjian ini yaitu di
daerah janti. Tempat tersebut sekarang dikenal dengan nama dukuh kerten, janti harjo,
kabupaten karanganyar provinsi jawa tengah
Pada saat itu perjanjian ini dibuat untuk meredam api konflik yang berlarut larut
Pasca berpindahnya kraton kartasura ke surakarta konflik dari peristiwa geger pecinan
ternyata belum selesai, waktu itu pangeran mangkubumi yang membantu pakubuwana
2 dalam meredakan api konflik mendapatkan hadiah sebidang tanah dari pakubuwana 2,
namun luas tanah yang diberikan menimbulkan kecemburuan, salah seorang pangeran
mengeluhkan ketidakadilan tentang hadiah tersebut ke gurbernur jendral baron van
imhof. Setelah itu gurbernur mengeluarkan keputusan yang membuat hadiah itu tidak
jadi diberikan ke mangkubumi
Perlawanan ini membuat gurbernur jawa utara nicholas hartingh mengambil sikap untuk
menyelamatkan daerah operasionalnya, secara tertutup hartingh melakukan
perundingan dengan mangkubumi,setelah berkali kali melakukan perundingan hartings
sepakat dengan keinginan mangkubumi yang juga ingin menjadi penguasa di tanah jawa
Pada 23 september 1754 nota sepemahaman antara voc dan mangkubumi terlaksana
dan nota atau catatan tersebut disampaikan kepada pakubuwono 3 yang menggantikan
pakubuwono 2. Isi catatan tersebut yakni bahwa mangkubumi mendapatkan wilayahnya
Penandatanganan perjanjian giyanti ini menjadi sebuah pangkal terbelahnya tanah jawa
menjadi 2 bagian atau dikenal dengan istilah palihan nagari. Hal ini menjadi faktor
kenaikan tahta mangkubumi di jogjakarta menjadi sri sultan hamengkubuwono 1
dengan gelar SENOPATI ING NGALOGO SAYIDIN PANOTOGOMO KHALIFATULLAH sejak
ditandatangani perjanjian tersebut pada 13 februari 1755.