Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

TEORI KOMUNIKASI

Dr. Handrini Ardiyanti, S.Sos., M.Si

SESI 14

Komunikasi Antar Budaya &


Konstruksi Sosial dan Realita
& Interpretatif

www.esaunggul.ac.id
Persiapan Ujian Akhir Semester
SEMESTER GENAP 2022 - 2023
❑ KOM205 KJ002; Senin, 15:30 - 18:00 (R606) ; 31 Jul 2023;
15:30- 18:00
❑ KOM205 KJ003; Senin, 13:00 – 15.30 (R606) ; 31 Jul 2023;
13:00- 15:30
❑ UAS dilakukan dalam bentuk Take Home Exam Kelompok
❑ Boleh Individu, boleh kelompok maksimal anggota 5 orang
❑ Jawaban UAS dikumpulkan dengan ketentuan: Menjelaskan
peran anggota kelompok mengerjakan apa.
❑ Format file: Nama Kelas dan Tema Artikel.
❑ Reduces Social Cues Approach, Social Identity Model Of Deindivuation Effects,
Psycho-Linguistic Theory, Theory Of Planned Behavior/Reasoned Action,
Transactional Model Of Stress And Coping, Language Expectancy Theory, Social
Presence Theory, Attribution Theory, Contagion Theories, Enactment Theory,
Expectancy Value Theory

www.esaunggul.ac.id
Reduces Social Cues Approach
Absence Of Social Cues Leads To Lose Individuality
The absence of social context cues makes it hard for people to perceive and adapt to the social order, social structures, and roles, and situational norms.When
social context cues are weak, people feel distant from others and somewhat anonymous. These feelings tend to produce self- centered and unregulated behavior.
People become somewhat less concerned about making a good appearance " (Kiesler & Sproull, 1992)

Core Assumptions and Statements


▪ Central assumption is that CMC’s absence of social cues is deindividuating.
▪ Deindividuation is a state in which people lose their individuality because “group
members do not feel they stand out as individuals” and individuals act if they are
“submerged in the group”. (Festinger, Pepitone & Newcomb 1952).
▪ The Social Cues Approach describes relatively little social power to computer-
mediated communication. This is because cues that enable communicators to
perceive one another as individuals are relatively absent in CMC. This diminishes
the awareness of the self and the other. This leads to a deregulation of behaviour.
Menjelaskan tentang pentingnya isyarat sosial dan bagaimana ketidakhadiran isyarat sosial dapat
mempengaruhi individualitas seseorang. Isyarat sosial adalah informasi non-verbal yang kita
peroleh dari ekspresi wajah, bahasa tubuh, intonasi suara, dan faktor lainnya yang membantu kita
memahami dan menginterpretasikan komunikasi sosial.

www.esaunggul.ac.id
Reduces Social Cues Approach
❑ Ketika isyarat sosial dikurangi atau tidak ada, misalnya dalam komunikasi online atau
melalui pesan teks, individu mungkin mengalami kesulitan dalam memahami konteks
dan niat yang sebenarnya dari komunikasi. Hal ini dapat menyebabkan ketidakjelasan,
kesalahpahaman, dan penurunan kualitas interaksi sosial.
❑ Ketika seseorang kehilangan akses terhadap isyarat sosial yang penting, seperti
ekspresi wajah dan bahasa tubuh, dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk
mengekspresikan identitas dan karakter pribadi mereka secara efektif. Sebagai contoh,
dalam komunikasi langsung, ekspresi wajah dan bahasa tubuh kita dapat membantu
orang lain memahami perasaan, keinginan, dan kepribadian kita dengan lebih baik.
Namun, dalam situasi di mana isyarat sosial tersebut tidak hadir, seseorang mungkin
merasa sulit untuk mengekspresikan aspek individualitas mereka secara akurat dan hal
ini dapat menyebabkan kehilangan individualitas.
• Tanis, M. (2003). Cues to Identity in CMC. The impact on Person Perception and Subsequent Interaction Outcomes. Thesis
University of Amsterdam. Enschede: Print. Partners Ipskamp.
• Kiesler, S. (1986). Thinking ahead: The hidden messages in computer networks. Harvard Business Review, 46-59.
• Sproull, L., & Kiesler, S. (1991). Connections: New ways of working in the networked organization. Cambrigde, MA: The MIT Press.
• Festinger, L., Pepitone, A., & Newcomb, T. (1952). Some consequences of deinviduation in a group. Journal of Abnormal and Social
Psychology, 47, 382-389.

www.esaunggul.ac.id
Social Identity Model Of Deindivuation Effects
❑ teori yang mengkaji bagaimana individu dapat mengalami perubahan perilaku dan kehilangan identitas
individual mereka ketika mereka berada dalam situasi yang mengurangi kesadaran diri (deindividuation).
Teori ini berfokus pada bagaimana identitas sosial individu, seperti kelompok sosial atau kultur, dapat
mempengaruhi perilaku mereka dalam situasi deindividuation.
❑ Menurut teori ini, ketika individu berada dalam situasi deindividuation, mereka cenderung melepaskan
kendali individu dan lebih terpengaruh oleh norma-norma kelompok atau identitas sosial mereka. Mereka
mungkin merasa lebih anonim dan tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka, yang dapat mengarah
pada perilaku yang tidak biasa atau melanggar norma sosial yang biasa mereka ikuti.
❑ Teori ini menekankan bahwa identitas sosial dapat memainkan peran penting dalam membentuk perilaku
individu dalam situasi deindividuation. Individu cenderung mengadopsi norma kelompok dan
mempertimbangkan kognisi sosial yang terkait dengan identitas sosial mereka, seperti nilai-nilai, tujuan,
dan harapan dari kelompok mereka. Dalam situasi ini, individu mungkin cenderung mengikuti tindakan
kelompok yang mungkin tidak sesuai dengan perilaku individu mereka dalam keadaan yang lebih terkendali.
❑ Teori "Social Identity Model of Deindividuation Effects" ini berhubungan erat dengan studi komunikasi
karena mempertimbangkan peran komunikasi dalam membentuk identitas sosial dan perilaku individu
dalam konteks sosial. Komunikasi antara individu dan kelompok-kelompok sosial mereka dapat
mempengaruhi bagaimana identitas sosial dipahami dan diekspresikan, serta bagaimana individu
berinteraksi dengan norma-norma kelompok dalam situasi deindividuation.

www.esaunggul.ac.id
Psycho-Linguistic Theory
▪ teori yang mempelajari hubungan antara bahasa dan proses kognitif, emosi, dan perilaku manusia. Teori ini
mencakup aspek psikologis dan linguistik dalam memahami bagaimana bahasa digunakan, dipahami, dan
mempengaruhi interaksi komunikasi.
▪ "Psycho-Linguistic Theory" menekankan pentingnya pemahaman tentang bagaimana bahasa diproses di
dalam pikiran manusia, termasuk aspek seperti pemrosesan sintaksis, semantik, dan pragmatik. Teori ini
menyelidiki bagaimana pengetahuan dan pengalaman individu memengaruhi pemahaman dan produksi
bahasa, serta bagaimana aspek-aspek kognitif dan emosional mempengaruhi komunikasi verbal.
▪ Dalam konteks studi komunikasi, teori ini dapat diterapkan untuk memahami bagaimana individu
menginterpretasikan pesan komunikasi, menghasilkan respon verbal atau tulisan, dan berinteraksi dengan
orang lain melalui bahasa. Teori ini juga mencakup aspek seperti pemilihan kata, struktur kalimat,
pemahaman makna, dan konteks sosial dalam komunikasi.
▪ Psycho-Linguistic Theory juga dapat membahas aspek-aspek seperti persepsi suara, pemrosesan
informasi visual dalam komunikasi, dan bagaimana faktor-faktor psikologis seperti emosi, motivasi, dan
persepsi diri memengaruhi produksi dan pemahaman bahasa.
▪ Dalam konteks studi komunikasi, teori ini membantu kita memahami kompleksitas proses komunikasi
manusia dan bagaimana bahasa menjadi sarana yang penting dalam berinteraksi dan menyampaikan
pesan. Teori ini juga berkontribusi dalam memahami perbedaan individual dalam komunikasi, pengaruh
budaya dalam penggunaan bahasa, dan bagaimana bahasa dapat memengaruhi persepsi, sikap, dan
perilaku dalam konteks komunikasi.

www.esaunggul.ac.id
Language Expectancy Theory (Teori Harapan Bahasa) berpendapat bahwa individu memiliki harapan dan harapan tertentu tentang
penggunaan bahasa dalam komunikasi. Teori ini berfokus pada bagaimana harapan-harapan tersebut memengaruhi pemahaman dan
interpretasi pesan komunikasi.
• Menurut "Language Expectancy Theory", ketika individu berkomunikasi, mereka memiliki harapan tentang bagaimana bahasa seharusnya
digunakan, termasuk penggunaan kata, struktur kalimat, dan gaya komunikasi. Harapan ini didasarkan pada pengalaman sebelumnya,
norma sosial, dan konteks komunikasi. Individu akan menginterpretasikan pesan komunikasi berdasarkan harapan-harapan ini.
• Teori ini menganggap bahwa ketika pesan komunikasi sesuai dengan harapan-harapan individu, pemahaman dan interpretasi akan lebih
mudah terjadi. Namun, jika pesan komunikasi tidak sesuai dengan harapan-harapan tersebut, dapat terjadi kesalahan pemahaman,
kesalahpahaman, atau ketidaksesuaian dalam komunikasi.
• Dalam perspektif studi komunikasi, "Language Expectancy Theory" membantu menjelaskan bagaimana individu mengembangkan pola-pola
harapan bahasa dan bagaimana harapan-harapan ini memengaruhi pemahaman dan interpretasi pesan komunikasi. Teori ini juga
mempertimbangkan peran konteks sosial, hubungan antara pembicara, dan norma-norma komunikasi dalam membentuk harapan bahasa
individu.
• Selain itu, "Language Expectancy Theory" juga menyimpulkan bahwa harapan bahasa dapat bervariasi antara individu dan kelompok sosial
yang berbeda. Faktor-faktor seperti budaya, latar belakang sosial, dan pengalaman pribadi dapat mempengaruhi harapan-harapan bahasa
individu.
• Penerapan teori ini dalam studi komunikasi membantu kita memahami bagaimana harapan bahasa individu memainkan peran penting
dalam pemahaman dan interpretasi pesan komunikasi. Teori ini juga relevan dalam konteks interaksi antarbudaya, di mana perbedaan
dalam harapan bahasa dapat menyebabkan hambatan komunikasi dan kesalahpahaman antara individu dari latar belakang budaya yang
berbeda.
▪ Dillard, J.P. & Pfau, M. (2002). The persuasion handbook: Developments in theory and practice. Thousand Oaks, CA: Sage.
▪ Buller, D.B.,Burgoon, M., Hall, J.R., Levine, N., Taylor, A.M., Beach, B.H., Melcher, C. Buller, M.K., Bowen, S.L. Hunsaker, F.G. & Bergen, A. (2000). Using
Language Intensity to Increase the Success of a Family Intervention to Protect Children from Ultraviolet Radiation: Predictions from Language
Expectancy Theory. Preventive Medicine 30, 103–114. Available online at http://www.idealibrary.com.
▪ Burgoon, J.K. & Burgoon, M. (2001). Expectancy theories. In W.P. Robinson & H. Giles(Eds.), The new handbook of language and social psychology (2nd
ed., pp 79-102). Sussex, UK:Wiley.

www.esaunggul.ac.id
Theory Of Planned Behavior/Reasoned Action
❑ Ajzen and Fishbein formulated in 1980 the theory of reasoned action (TRA).
❑ Suatu teori yang menjelaskan bagaimana sikap, norma subjektif, dan kendali perilaku
mempengaruhi niat dan perilaku komunikasi individu.
❑ Teori ini menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku dipengaruhi oleh tiga
faktor utama: sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kendali perilaku yang dirasakan. Mari
kita jelaskan masing-masing faktor ini:
1. Sikap terhadap perilaku: Sikap mencakup evaluasi afektif (emosional) dan evaluasi kognitif
terhadap perilaku tersebut. Ini mencerminkan apakah individu menganggap perilaku tersebut
positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Misalnya, jika seseorang
memiliki sikap positif terhadap berpartisipasi dalam diskusi terbuka, mereka mungkin
cenderung memiliki niat untuk melakukannya.
2. Norma subjektif: Norma subjektif mengacu pada persepsi individu tentang apakah orang lain
yang penting bagi mereka (seperti keluarga, teman, atau tokoh otoritas) mendukung atau
menolak perilaku tertentu. Norma subjektif ini dapat mempengaruhi niat individu untuk
melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Misalnya, jika seseorang merasa bahwa
keluarga mereka mendukung mereka untuk berbicara terbuka, mereka mungkin lebih mungkin
memiliki niat untuk melakukannya.
3. Kendali perilaku yang dirasakan: Kendali perilaku yang dirasakan adalah persepsi individu
tentang sejauh mana mereka memiliki kendali pribadi atas perilaku tersebut. Faktor ini
mencakup kepercayaan pada kemampuan diri (self-efficacy) dan faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi perilaku. Misalnya, jika seseorang merasa yakin dan percaya bahwa mereka
memiliki keterampilan komunikasi yang baik, mereka mungkin lebih cenderung memiliki niat
untuk berpartisipasi dalam diskusi terbuka

www.esaunggul.ac.id
Transactional Model Of Stress And Coping
▪ suatu teori yang menggambarkan bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungan mereka dalam
menghadapi stres. Model ini dikembangkan oleh psikolog Richard Lazarus dan Susan Folkman.
▪ Menurut model ini, stres adalah hasil dari evaluasi subjektif individu terhadap situasi yang dianggap
mengancam atau melebihi sumber daya yang tersedia. Evaluasi subjektif ini mencakup penilaian atas
signifikansi, tingkat kendali yang dirasakan, dan kemampuan individu dalam menghadapi situasi
tersebut.
▪ Model Transaksional terdiri dari dua proses utama:
1. Penilaian primer (Primary Appraisal): Ini melibatkan penilaian individu terhadap situasi yang
sedang dihadapi untuk menentukan apakah situasi tersebut relevan dengan tujuan, nilai, dan
kebutuhan pribadi. Penilaian ini dapat menghasilkan penilaian positif (tidak ada stres), penilaian
netral (tidak terlalu penting), atau penilaian negatif (situasi yang menimbulkan stres).
2. Penilaian sekunder (Secondary Appraisal): Setelah penilaian primer, individu melakukan penilaian
tambahan terkait dengan sumber daya yang tersedia untuk mengatasi situasi tersebut. Ini
mencakup penilaian terhadap kemampuan diri (self-efficacy), dukungan sosial yang tersedia, dan
strategi coping yang mungkin digunakan. Penilaian sekunder ini akan mempengaruhi bagaimana
individu menangani dan merespons stres.

www.esaunggul.ac.id
Transactional Model Of Stress And Coping
▪ Model ini juga mencakup proses coping, yaitu upaya individu untuk mengatasi stres.
Strategi coping yang digunakan individu dapat beragam, termasuk penggunaan strategi
masalah (problem-focused coping) dan strategi emosional (emotion-focused coping).
Strategi coping dipilih berdasarkan penilaian individu terhadap situasi dan sumber daya
yang tersedia.
▪ Model Transaksional menekankan bahwa persepsi individu terhadap stres dan strategi
coping yang digunakan dapat berubah seiring waktu. Model ini menggambarkan bahwa
stres adalah hasil dari interaksi yang terus menerus antara individu dan lingkungannya,
dan individu memiliki kemampuan untuk mengubah penilaian mereka dan strategi coping
mereka untuk menghadapi stres.
▪ Model Transaksional Stress and Coping dalam konteks studi komunikasi, model ini dapat
membantu dalam memahami bagaimana individu merespons dan mengelola stres dalam
konteks komunikasi. Model ini juga dapat memberikan panduan dalam merancang
intervensi komunikasi yang bertujuan untuk membantu individu mengatasi stres dan
meningkatkan kesejahteraan mereka.

www.esaunggul.ac.id
Social Presence Theory
▪ suatu teori yang mengkaji bagaimana media komunikasi mempengaruhi
persepsi individu tentang kehadiran sosial atau kehadiran orang lain dalam
interaksi komunikasi. Teori ini berpendapat bahwa media komunikasi yang
berbeda memiliki tingkat kehadiran sosial yang berbeda, yaitu sejauh
mana individu merasa hadir secara sosial dalam komunikasi tersebut.
Tingkat kehadiran sosial ini mempengaruhi interaksi komunikatif, persepsi,
dan respons individu.
▪ Dalam komunikasi tatap muka langsung, kehadiran sosial tinggi karena
individu dapat merasakan dan melibatkan isyarat sosial secara langsung,
seperti ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan intonasi suara. Dalam situasi
ini, individu merasa lebih terhubung secara sosial dan memiliki kesadaran
yang tinggi tentang keberadaan orang lain.
▪ Namun, dalam komunikasi melalui media yang tidak langsung, seperti
telepon, pesan teks, atau media sosial, kehadiran sosial lebih rendah
karena individu tidak dapat merasakan isyarat sosial dengan cara yang
sama. Komunikasi media ini sering kali kekurangan informasi non-verbal
yang kaya, dan individu mungkin merasa kurang terhubung secara sosial
dan memiliki kesadaran yang lebih rendah tentang keberadaan orang lain.

www.esaunggul.ac.id
▪ Attribution Theory
▪ suatu teori yang membahas bagaimana individu memberikan penjelasan atau atribusi terhadap perilaku orang lain atau
diri sendiri dalam konteks komunikasi. Teori ini mengkaji bagaimana individu mencari makna, memberikan interpretasi,
dan mengaitkan penyebab perilaku dengan faktor-faktor tertentu.
▪ Attribution Theory berfokus pada dua jenis atribusi yang dibuat individu:
1. Atribusi Internal: Atribusi internal terjadi ketika individu mengaitkan perilaku seseorang dengan faktor-faktor
internal, seperti kepribadian, keinginan, atau karakteristik pribadi. Misalnya, jika seseorang bersikap ramah dan
membantu orang lain, atribusi internal mungkin mengasumsikan bahwa orang tersebut memiliki sifat yang baik atau
sikap altruistik.
2. Atribusi Eksternal: Atribusi eksternal terjadi ketika individu mengaitkan perilaku seseorang dengan faktor-faktor
eksternal, seperti situasi atau lingkungan. Misalnya, jika seseorang bersikap kasar dalam suatu situasi tertentu,
atribusi eksternal mungkin mengasumsikan bahwa perilaku tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional yang
memicu reaksi negatif.
▪ Attribution Theory juga mempertimbangkan tiga dimensi dalam proses atribusi:
1. Locus of Causality: Dimensi ini mengacu pada apakah atribusi diberikan kepada faktor internal (internal locus of
causality) atau faktor eksternal (external locus of causality). Misalnya, apakah perilaku seseorang disebabkan oleh
karakteristik pribadinya atau karena pengaruh situasi.
2. Stabilitas: Dimensi ini berkaitan dengan sejauh mana atribusi dianggap stabil atau berubah-ubah dari waktu ke waktu.
Apakah perilaku dipandang sebagai sesuatu yang konsisten atau bisa berubah tergantung pada situasi.
3. Kontrol: Dimensi ini mencakup sejauh mana individu merasa memiliki kendali atau kekuasaan atas perilaku tersebut.
Apakah perilaku dianggap sebagai hasil dari kehendak atau usaha individu atau di luar kendali mereka

www.esaunggul.ac.id
Contagion Theories
▪ (Teori Kontagion) adalah pendekatan yang menjelaskan bagaimana informasi, ide, atau perilaku dapat menyebar dan menular melalui
komunikasi antarindividu.
▪ Teori-teori ini menganggap bahwa komunikasi memiliki sifat menular, di mana individu cenderung terpengaruh oleh pesan dan perilaku
yang mereka lihat atau dengar dari orang lain.
▪ Ada beberapa teori Kontagion yang relevan dalam studi komunikasi:
1. Diffusion of Innovations Theory (Teori Penyebaran Inovasi): Teori ini membahas bagaimana inovasi atau gagasan baru menyebar melalui
populasi. Teori ini mengidentifikasi kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, seperti inovator, adopter awal, mayoritas awal,
mayoritas lambat, dan pengikut terakhir, yang berperan dalam mempengaruhi adopsi inovasi oleh individu lain.
2. Spiral of Silence Theory (Teori Spiral of Silence): Teori ini mengkaji bagaimana opini mayoritas di dalam masyarakat dapat
mempengaruhi individu untuk menyembunyikan opini minoritas mereka. Teori ini mengasumsikan bahwa individu cenderung takut akan
isolasi sosial dan kecaman, sehingga mereka cenderung menahan diri untuk menyuarakan pandangan yang bertentangan dengan
mayoritas.
3. Media Influence and Agenda-Setting Theory (Teori Pengaruh Media dan Penentuan Agenda): Teori ini berfokus pada bagaimana media
massa mempengaruhi persepsi dan pemikiran individu serta membentuk agenda publik. Media memiliki kekuatan untuk mempengaruhi
apa yang dianggap penting oleh masyarakat dan apa yang menjadi perhatian mereka, serta memengaruhi pendapat dan sikap terhadap
isu-isu tertentu.
4. Social Learning Theory (Teori Pembelajaran Sosial): Teori ini mengemukakan bahwa individu dapat belajar melalui pengamatan dan
peniruan perilaku orang lain. Dalam konteks komunikasi, individu cenderung meniru atau mengadopsi perilaku, bahasa, atau gaya
komunikasi yang mereka lihat dari orang lain sebagai cara untuk membangun identitas sosial mereka.
5. Teori-teori Kontagion ini memberikan wawasan tentang bagaimana pesan, gagasan, atau perilaku menyebar melalui komunikasi dan
mempengaruhi individu dalam masyarakat. Mereka membantu menjelaskan mekanisme penularan informasi dan pengaruh sosial yang
terjadi dalam komunikasi antarindividu dan di dalam masyarakat secara lebih luas.

www.esaunggul.ac.id
Enactment Theory
▪ suatu teori yang mengkaji bagaimana komunikasi membentuk realitas sosial dan memengaruhi konstruksi makna individu
melalui tindakan dan interaksi sosial. Teori ini menekankan pentingnya tindakan komunikasi dalam membentuk dan
mempengaruhi pemahaman individu tentang dunia mereka.
▪ Teori ini menekankan bahwa komunikasi bukan hanya tentang penyampaian informasi, tetapi juga tentang menciptakan,
memelihara, dan mengubah realitas sosial melalui interaksi dan tindakan komunikasi. Melalui tindakan komunikasi, individu
berpartisipasi dalam proses sosial yang terus berlangsung dan membentuk pemahaman mereka tentang diri dan dunia
sekitar.
▪ Penerapan Enactment Theory dalam studi komunikasi membantu kita memahami bagaimana tindakan komunikasi terlibat
dalam pembentukan realitas sosial dan pemahaman individu. Teori ini relevan dalam konteks interaksi sosial, konstruksi
identitas, konstruksi sosial, dan perubahan sosial. Melalui pemahaman tentang bagaimana tindakan dan komunikasi saling
terkait, kita dapat menggali lebih dalam tentang dinamika komunikasi dan pengaruhnya dalam membentuk dunia sosial
▪ Enactment Theory berfokus pada tiga aspek utama:
1. Tindakan sebagai Proses Pembentukan Realitas: Menurut teori ini, tindakan komunikasi bukan hanya tentang
menyampaikan informasi, tetapi juga tentang membentuk realitas sosial. Melalui tindakan komunikasi, individu secara
aktif berpartisipasi dalam pembentukan realitas sosial, termasuk norma, nilai, dan konstruksi sosial lainnya.
2. Tindakan sebagai Komunikasi Makna: Teori ini menganggap tindakan sebagai bentuk komunikasi makna. Setiap tindakan
komunikasi mengandung pesan dan menghasilkan interpretasi yang dapat mempengaruhi pemahaman individu tentang
diri mereka, orang lain, dan dunia sekitar. Melalui tindakan, individu membangun dan memperbarui makna sosial
mereka.
3. Konteks sebagai Pentingnya Faktor: Enactment Theory mengakui pentingnya konteks dalam membentuk tindakan dan
makna. Konteks sosial, budaya, dan situasional mempengaruhi bagaimana tindakan dipahami dan diberikan makna.
Makna sebuah tindakan komunikasi dapat bervariasi tergantung pada konteks di mana itu terjadi.

www.esaunggul.ac.id
Expectancy Value Theory
▪ suatu teori yang menjelaskan bagaimana individu membentuk sikap dan perilaku komunikasi mereka berdasarkan
harapan dan nilai yang mereka asosiasikan dengan pesan atau interaksi komunikasi.
▪ Expectancy Value Theory berpendapat bahwa sikap dan perilaku individu ditentukan oleh dua faktor utama:
1. Harapan (Expectancy): Harapan mengacu pada keyakinan individu tentang apa yang mungkin terjadi sebagai hasil
dari interaksi komunikasi. Ini mencakup harapan tentang respons orang lain, hasil yang diharapkan, atau
konsekuensi yang mungkin terjadi. Harapan dapat berdasarkan pengalaman sebelumnya, norma sosial, atau
ekspektasi pribadi.
2. Nilai (Value): Nilai merujuk pada penilaian individu tentang pentingnya atau keinginan mereka terhadap hasil yang
mungkin terjadi dari interaksi komunikasi. Nilai dapat melibatkan aspek-emotif, kognitif, atau afektif. Individu akan
cenderung memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang mereka anggap penting atau diinginkan.
▪ Teori Harapan Nilai ini mengasumsikan bahwa sikap individu terhadap suatu pesan atau interaksi komunikasi ditentukan
oleh perkiraan keberhasilan yang diharapkan (expectancy) dan evaluasi nilai (value) dari pesan tersebut. Jika individu
memiliki harapan yang tinggi terhadap hasil positif dan nilai yang tinggi terkait dengan pesan tersebut, mereka
cenderung memiliki sikap positif dan perilaku yang mendukung terhadap pesan tersebut.
▪ Penerapan Expectancy Value Theory dalam studi komunikasi membantu dalam memahami bagaimana harapan dan nilai
mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku individu dalam konteks komunikasi. Teori ini dapat diterapkan untuk
memahami mengapa individu merespons pesan atau interaksi komunikasi dengan cara tertentu, mengapa mereka
menerima atau menolak pesan, dan bagaimana mereka mengadopsi atau menolak perilaku komunikasi tertentu.
▪ Selain itu, teori ini juga relevan dalam konteks periklanan dan persuasi, di mana pengiklan dan pemasar menggunakan
pengaruh harapan dan nilai untuk membentuk sikap positif dan perilaku yang diinginkan terhadap produk atau layanan.

www.esaunggul.ac.id
Referensi
▪ Tanis, M. (2003). Cues to Identity in CMC. The impact on Person Perception and Subsequent Interaction Outcomes. Thesis University
of Amsterdam. Enschede: Print Partners Ipskamp.
▪ Tajfel, H. (1978). Differentiation between groups: Studies in the social psychology of intergroup relations. London: Academic Press.
▪ Tajfel, H, Flament, C., Billig, M.G. & Bundy, R.F. (1971). Social categorisation and intergroup behaviour. European journal of social
psychology, 1 (149-177).
▪ Aronson, E., Wilson, T.D. & Akert, R.M. (2003). Social Psychology. Upper Saddle River, NJ:
▪ Prentice Hall.
▪ Ajzen, I. (1985). From intentions to actions: A theory of planned behavior. In J. Kuhl & J. Beckman (Eds.), Action-control: From
cognition to behavior (pp. 11-39). Heidelberg: Springer.
▪ Ajzen, I. (1987). Attitudes, traits, and actions: Dispositional prediction of behavior in personality and social psychology. In L.
Berkowitz (Ed.), Advances in experimental social psychology (Vol. 20, pp. 1-63). New York: Academic Press.
▪ Ajzen, I. (1988). Attitudes, personality, and behavior. Milton-Keynes, England: Open University Press & Chicago, IL: Dorsey Press.
▪ Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50, 179-211.
▪ Ajzen, I. (2002). Perceived Behavioral Control, Self-Efficacy, Locus of Control, and the Theory of Planned Behavior. Journal of
Applied Social Psychology, 32, 665-683.
▪ Ajzen, I., & Fishbein, M. (in press). Questions raised by a reasoned action approach: Reply to Ogden (2003). Health Psychology.
▪ Fishbein, M., & Ajzen, I. (in press). Theory-based behavior change interventions: Comments on Hobbis and Sutton (in press). Journal
of Health Psychology.
▪ dll

www.esaunggul.ac.id

You might also like